KONSENTRASI NO2 DI UDARA AMBIEN SELAMA KEHAMILAN

advertisement
UNIVERSITAS INDONESIA
KONSENTRASI NO2 DI UDARA AMBIEN SELAMA
KEHAMILAN DAN KEJADIAN
BERAT BAYI LAHIR RENDAH (BBLR) DI DKI JAKARTA
TESIS
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister
Kesehatan Masyarakat
BUNGA OKTORA
1006746874
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
PROGRAM STUDI S2–ILMUKESEHATAN MASYARAKAT
PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN
DEPOK
JANUARI 2013
Konsentrasi no2..., Bunga Oktora, FKM UI, 2013
Unive
ersitas Indonesia
o
Konsentrasi no2..., Bunga Oktora, FKM UI, 2013
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS
Tesis ini adalah hasil karya saya sendiri, dan semua sumber baik yang
dikutip maupun dirujuk telah saya nyatakan dengan benar.
Nama
:
Bunga Oktora
NPM
:
1006746874
Tanda Tangan
:
Tanggal
:
7 Januari 2013
Universitas Indonesia
Konsentrasi no2..., Bunga Oktora, FKM UI, 2013
Unive
ersitas Indonesia
o
Konsentrasi no2..., Bunga Oktora, FKM UI, 2013
KATA PENGANTAR
Segala puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT, atas segala
rahmat, taufik,dan hidayah-Nya. Sholawat serta salam saya haturkan kepada
junjungan kami, Rasullulah Muhammad SAW, para sahabatnya, dan para
pengikutnya sampai akhir zaman.
Alhamdulillaahirobbil’aalamiin saya dapat menyelesaikan tesis dengan
judul “Konsentrasi NO2 di Udara Ambien selama Kehamilan dan Kejadian
Berat Bayi Lahir Rendah (BBLR) di DKI Jakarta.” Tesis ini disusun untuk
memenuhi salah satu syarat akademik memperoleh gelar Magister Kesehatan
Masyarakat (M.K.M.) di Program Studi Magister Ilmu Kesehatan Masyarakat,
Peminatan Kesehatan Lingkungan, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas
Indonesia.
Penulisan tesis ini dapat terselesaikan berkat bantuan berbagai pihak. Oleh
karena itu, saya mengucapkan banyak terima kasih kepada:
1. Ibu Dr. Dewi Susanna, dra.,M.Kes., selaku dosen pembimbing pertama yang
telah memberikan bimbingan, motivasi, perhatian, dan ilmu dalam proses
penyelesaian tesis ini.
2. Bapak Dr. Tris Eryando, drs., M.A., selaku dosen pembimbing kedua dan
penguji yang telah memberikan banyak masukan dan wawasan ilmu, terutama
di bidang spasial.
3. Ibu Laila Fitria, S.K.M., M.K.M., selaku penguji dalam yang telah memotivasi
dan banyak membantu dalam proses penyempurnaan penulisan tesis ini.
4. Bapak Didik Supriyono, S.K.M., M.K.M., dari Dinas Kesehatan Kabupaten
Bogor dan Bapak Edwan N.S., S.K.M., M.K.M dari Dinas Kesehatan Provinsi
DKI Jakarta atas kesediaannya menjadi penguji luar dan atas berbagai saran
dan masukan membangun dalam upaya penyempurnaan tesis ini.
5. Prof. Umar Fahmi Achmadi, Guru Besar FKM UI, yang telah bersedia
menerima saya sebagai asisten untuk beberapa waktu dan memberikan banyak
ilmu dan pengalaman berharga selama mendampingi Beliau.
Universitas Indonesia
Konsentrasi no2..., Bunga Oktora, FKM UI, 2013
6. Dosen – dosen dari Departemen Kesehatan Lingkungan FKM UI yang telah
memberikan ilmu dan wawasan mengenai ilmu kesehatan lingkungan selama
masa perkuliahan maupun di luar masa perkuliahan.
7. Bapak Tusin, Bapak Nasir, dan Ibu Itus, yang telah banyak membantu dalam
proses pengurusan berbagai berkas terkait penelitian, seminar, sidang, dan
yudisium.
8. Bapak Arif dari BMKG Pusat, dr. Arif dari Kesehatan Keluarga Dinkes
Provinsi DKI Jakarta, dan Bapak Pri dari BPLHD Provinsi DKI Jakarta yang
telah banyak membantu dalam proses pengumpulan data penelitian ini.
9. Ayahanda Harianto, Ibunda Nurjanah, Mamah Tjasmah, dan Papah Asep
tercinta yang selalu memberikan doa terbaik, cinta, dan dukungan moril serta
materiil tiada henti.
10. Suami saya tersayang, Rama Adeyasa, yang selalu memberikan motivasi
terbaik, curahan doa, cinta, kasih sayang, dan perhatian, serta memberikan
limpahan bantuan tanpa bosan selama proses awal penelitian hingga
terselesaikannya tesis ini. Dan calon buah hati kami tercinta yang kami
nantikan kehadirannya, yang telah mewarnai hari – hari kami dengan
rangkaian harapan – harapan baru dan menjadi penyemangat dalam
merampungkan tesis ini.
11. Adikku Ryan dan Firman, Kakak Yana, Teteh Tessa, dan Renno, saudara –
saudaraku yang telah memberikandukungan dan doa dalam penyelesaian tesis
ini.
12. Saudari – saudari tersayang dalam lingkaran cahaya yang tak pernah putus
mendoakan dan tak lelah memotivasi dalam penyelesaian tesis ini.
13. Adik – adik ideologis dalam lingkaran cahaya yang selalu mendoakan,
menghibur, dan memotivasi.
14. Revanza aka Ancha, teman seperjuangan di Satya Soedirman, yang telah
banyak membantu mengajarkan cara pembuatan petadan pengoperasian
software analisis spasial.
15. Rekan – rekan KL dan Epid KL angkatan 2010, Esti, Mba Tari, Mba Ratna,
Siska, Mba Erni, Pak Agung, Mas Galuh, Ajeng, dan Mba Heny, teman
Universitas Indonesia
Konsentrasi no2..., Bunga Oktora, FKM UI, 2013
seperjuangan dalam menempuh pendidikan magister, meskipun sebagian besar
telah lulus di semester lalu, tapi tetapsaling mendoakan dan memotivasi.
16. Sahabat – sahabat, teman – teman, dan berbagai pihak yang tak bisa
disebutkan satu per satu, yang telah mendoakan dan membantu dalam proses
penyelesaian tesis ini.
Saya berharap Allah SWT membalas segala kebaikan semua pihak yang
telah membantu.
Saya menyadari bahwa penulisan tesis ini masih jauh dari sempurna. Oleh
karena itu, saya mengharapkan saran demi kesempurnaan pengembangan tesis ini
selanjutnya. Saya berharap semoga tesis ini bisa memberikan manfaat sebanyak –
banyaknya bagi pengembangan ilmu pengetahuan dan kesehatan masyarakat.
Depok, 7 Januari 2013
BungaOktora
Universitas Indonesia
Konsentrasi no2..., Bunga Oktora, FKM UI, 2013
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI
TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Sebagai sivitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan di
bawah ini:
Nama
: Bunga Oktora
NPM
: 1006746874
Program Studi : S2 – Ilmu Kesehatan Masyarakat
Departemen
: Kesehatan Lingkungan
Fakultas
: Kesehatan Masyarakat
Jenis karya
: Tesis
demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada
Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Noneksklusif (Non-exclusive RoyaltyFree Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul :
Konsentrasi NO2 di Udara Ambien selama Kehamilan dan Kejadian Berat
Bayi Lahir Rendah (BBLR) di DKI Jakarta
beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti
Noneksklusif ini Universitas Indonesia berhak menyimpan, mengalihmedia/
format-kan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database), merawat, dan
memublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai
penulis/ pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di
: Depok
Pada tanggal : 7 Januari 2013
Yang menyatakan
Bunga Oktora
Universitas Indonesia
Konsentrasi no2..., Bunga Oktora, FKM UI, 2013
ABSTRAK
Nama
:
Bunga Oktora
Program Studi :
S2 - Ilmu Kesehatan Masyarakat
Judul
:
Konsentrasi NO2 di Udara Ambien selama Kehamilan dan
Kejadian Berat Bayi Lahir Rendah (BBLR) di DKI Jakarta
Telah dilakukan analisis temporal-spasial untuk mengetahui asosiasi konsentrasi
polutan di udara ambien dengan kelahiran. Analisis mencakup ANOVA, korelasi,
regresi, dan regresi linier ganda dengan prevalensi kasus BBLR sebagai variabel
dependen dan konsentrasi NO2 sebagai variabel independen. Hasil analisis
menunjukkan konsentrasi NO2di udara ambien pada bulan pertama (R = 0.464,
Sig = 0,000) dan kedua (R = 0,243, Sig = 0,013) kehamilan secara signifikan
berkorelasi dengan BBLR. Analisis regresi linier ganda menunjukkan konsentrasi
NO2 pada bulan pertama dan kedua kehamilan serta tempat tinggal memprediksi
25% kasus BBLR (R = 0,5, R square = 0,25; Sig. Model fix (uji Anova) = 0,000).
Faktor yang paling berkaitan dengan BBLR adalah pajanan NO2 bulan pertama
kehamilan (B = 259).
Kata kunci: polusi udara ambien, pajanan NO2, kehamilan, BBLR, usia
kehamilan.
Universitas Indonesia
Konsentrasi no2..., Bunga Oktora, FKM UI, 2013
ABSTRACT
Name
:
Bunga Oktora
Study Program
:
S2 – Public Health Sciences
Judul
:
NO2 Concentration in Ambient
Pregnancy and Incidence of Low Birth Weight (LBW) in Jakarta
Air
during
A spatial-temporal analysis has been done to find out the linkage between the
concentration of NO2 in the ambient air during pregnancyand the incidence of
LBW in Jakarta. It included ANOVA analysis, correlation, regression, and
multiple linear regression with the prevalence of LBW as the dependent variable
and the concentration of NO2 as an independent variable. The results shows NO2
concentrations in the ambient air in the first (R = 0464, Sig = 0.000) and second
(R = 0.243, Sig = 0.013) month of gestation were significantly correlated with the
LBW. Multiple linear regression analysis showed the concentration of NO2 in the
first and second month of pregnancy and where the mother lived predict 25% of
cases of LBW (R = 0.5, R square = 0.25; Sig. Models fix (Anova test) = 0.000).
The most influence on LBW is exposure to NO2 in the first month of gestation (B
= 259).
Key Words : Ambien air pollution, NO2 exposure, pregnancy, low birth weight, age of
gestations.
Universitas Indonesia
Konsentrasi no2..., Bunga Oktora, FKM UI, 2013
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL........................................................................................ .... i
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS............................................. .... ii
LEMBAR PENGESAHAN ............................................................................. .... iii
KATA PENGANTAR ..................................................................................... .... iv
LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ........................ .... vii
ABSTRAK ....................................................................................................... .... viii
DAFTAR ISI .................................................................................................... .... x
DAFTAR TABEL ............................................................................................ .... xii
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... .... xiii
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... .... xiv
DAFTAR ISTILAH ......................................................................................... .... xv
1. PENDAHULUAN ................................................................................... .... 1
1.1. Latar Belakang ................................................................................. .... 1
1.2. Rumusan Masalah............................................................................ .... 4
1.3. Pertanyaan Penelitian ...................................................................... .... 4
1.4. Tujuan Penelitian
1.4.1. Tujuan Umum ...................................................................... .... 4
1.4.2. Tujuan Khusus ..................................................................... .... 4
1.5. Manfaat Penelitian
1.5.1. Bagi Pemerintah................................................................... .... 5
1.5.2. Bagi Masyarakat .................................................................. .... 5
1.5.3. Bagi Pengembangan Ilmu Pengetahuan .............................. .... 5
1.6. Ruang Lingkup Penelitian ............................................................... .... 5
2. TINJAUAN PUSTAKA .......................................................................... .... 6
2.1. Polusi Udara .................................................................................... .... 6
2.2. Kehamilan........................................................................................ .... 8
2.3. Berat Bayi Lahir Rendah (BBLR) ................................................... .... 11
2.4. Polusi Udara dan Kehamilan ........................................................... .... 12
2.5. Dampak Polusi Udara Pada Kelahiran ............................................ .... 13
2.5.1. Dampak Polusi Udara Terhadap Ukuran Janin (BBLR) ..... .... 13
2.5.2. Dampak Polusi Udara Terhadap Usia Kehamilan ............... .... 16
2.5.3. Dampak Polusi Udara Terhadap Kelahiran Cacat ............... .... 19
2.6. Mekanisme Biological Plausibility ................................................. .... 20
2.7. Periode Jendela ................................................................................ .... 25
2.8. Jenis Kelamin Sebagai Faktor Bias ................................................. .... 26
2.9. Status Sosial Ekonomi: Kesenjangan Kesehatan............................. .... 26
2.10. Kerangka Teori ................................................................................ .... 28
2.11. Kerangka Konsep ............................................................................ .... 30
2.12. Definisi Operasional ........................................................................ .... 31
2.13. Hipotesis .......................................................................................... .... 32
3. METODOLOGI PENELITIAN ............................................................ .... 33
3.1. Desain Penelitian ............................................................................. .... 33
Universitas Indonesia
Konsentrasi no2..., Bunga Oktora, FKM UI, 2013
4.
5.
6.
3.2. Populasi dan Sampel........................................................................ .... 34
3.3. Pengumpulan Data........................................................................... .... 34
3.4. Analisis Data.................................................................................... .... 35
3.4.1. Analisis Univariat ................................................................ .... 35
3.4.2. Analisis Bivariat .................................................................. .... 35
3.4.3. Analisis Multivariat ............................................................. .... 36
HASIL PENELITIAN ............................................................................ .... 37
4.1. Distribusi Kasus BBLR Berdasarkan Wilayah Kota Administrasi dan
Konsentrasi NO2 pada Udara Ambien di DKI Jakarta .................... .... 37
4.2. Distribusi Konsentrasi Rata – Rata NO2 pada Udara Ambien dan
Distribusi Proporsi Kasus BBLR di DKI Jakarta ............................ .... 42
4.3. Keterkaitan antara Konsentrasi NO2 di Udara Ambien selama
Kehamilan dengan Proporsi Kejadian BBLR di DKI Jakarta ......... .... 48
4.4. Prediksi Pengaruh Pajanan NO2 Selama Kehamilan Berdasarkan
Wilayah terhadap Kelahiran BBLR ................................................. .... 53
PEMBAHASAN ...................................................................................... .... 54
5.1. Distribusi Konsentrasi NO2 di Udara Ambien DKI Jakarta ............ .... 54
5.2. Keterkaitan antara Konsentrasi NO2 di Udara Ambien selama
Kehamilan dengan Kejadian BBLR ................................................ .... 55
5.3. Keterbatasan Penelitian ................................................................... .... 58
KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................... .... 59
6.1. Kesimpulan ...................................................................................... .... 59
6.2. Saran ................................................................................................ .... 59
DAFTAR REFERENSI ................................................................................. .... 61
LAMPIRAN .................................................................................................... .... 71
Universitas Indonesia
Konsentrasi no2..., Bunga Oktora, FKM UI, 2013
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1.
Tabel 4.1
Tabel 4.2
Tabel 4.3
Tabel 4.4.
Tabel 4.5.
Tabel 4.6
Tabel 4.7.
Tabel 4.8.
Tabel 4.9.
Perkiraan Persentase Pencemar Udara dari Sumber Pencemar
Transportasi di Indonesia ......................................................... .... 7
Distribusi Jumlah Kasus BBLR di DKI Jakarta
Tahun 2009 – 2011 ....................................................................... 37
Distribusi Konsentrasi Rata – Rata NO2 di DKI Jakarta
Tahun 2009 – 2011 ........................................................................ 37
Distribusi Rata – Rata Konsentrasi NO2 di Udara Ambien dan
Proporsi Kasus BBLR di DKI Jakarta ........................................... 47
Distribusi Kasus BBLR dan Konsentrasi NO2 di Udara Ambien di
DKI Jakarta Tahun 2009 – 2011 ................................................... 48
Distribusi Proporsi Kasus BBLR per Kota Administrasi di DKI
Jakarta Tahun 2009 – 2011............................................................ 49
Analisis Korelasi dan Regresi Konsentrasi NO2 Per Bulan Usia
Kehamilan di Udara Ambien dengan Berat Bayi Lahir Rendah di
DKI Jakarta Tahun 2009 – 2011 ................................................... 49
Distribusi Rata – Rata Kasus BBLR Menurut Kota Administrasi di
DKI Jakarta Tahun 2009 – 2011 ................................................... 50
Distribusi Rata – Rata Proporsi Kasus BBLR Menurut Konsentrasi
NO2 Per Bulan Usia Kehamilan di DKI Jakarta Tahun 2009 – 2011
....................................................................................................... 51
Pemodelan Multivariat yang Fit Memprediksi Pengaruh Pajanan
NO2 Selama Kehamilan Berdasarkan Wilayah terhadap Kelahiran
BBLR ............................................................................................. 53
Universitas Indonesia
Konsentrasi no2..., Bunga Oktora, FKM UI, 2013
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1. Mekanisme Biologis Polusi Udara Mempengaruhi Hasil Kelahiran
....................................................................................................... 21
Gambar 2.2. Kerangka Teori .............................................................................. 29
Gambar 2.3. Kerangka Konsep .......................................................................... 30
Gambar 4.1. Distribusi Kasus BBLR dan Konsentrasi Rata – Rata NO2 di DKI
Jakarta Tahun 2009........................................................................ 38
Gambar 4.2. Distribusi Kasus BBLR dan Konsentrasi Rata – Rata NO2 di DKI
Jakarta Tahun2010......................................................................... 40
Gambar 4.3. Distribusi Kasus BBLR dan Konsentrasi Rata – Rata NO2 di DKI
Jakarta Tahun 2011........................................................................ 41
Gambar 4.4. Distribusi Konsentrasi NO2 pada Udara Ambien DKI Jakarta
Tahun 2006 – 2011 ........................................................................ 43
Gambar 4.5. Distribusi Proporsi Kasus BBLR di DKI Jakarta Tahun 2009 –
2011 ............................................................................................... 44
Gambar 4.6. Distribusi Kasus BBLR di DKI Jakarta Tahun 2009 .................... 45
Gambar 4.7. Distribusi Kasus BBLR di DKI Jakarta Tahun 2010 .................... 46
Gambar 4.8. Distribusi Kasus BBLR di DKI Jakarta Tahun 2011 .................... 47
Universitas Indonesia
Konsentrasi no2..., Bunga Oktora, FKM UI, 2013
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1.
Lampiran 2.
Lampiran 3.
Lampiran 4.
Lampiran 5.
Analisis Data ................................................................................. 71
Perkembangan Jumlah Kendaraan Bermotor di Indonesia Menurut
Jenis tahun 1987-2010 ................................................................... 81
Baku Mutu Udara Ambien Nasional ............................................. 82
Distribusi Konsentrasi SPM pada Udara Ambien di DKI Jakarta
Tahun 2000 – 2011 ........................................................................ 84
Surat – Surat .................................................................................. 85
Universitas Indonesia
Konsentrasi no2..., Bunga Oktora, FKM UI, 2013
DAFTAR ISTILAH
: proses atau akibat yang berkaitan dengan dengan aktivitas
manusia
: keyakinan hubungan kausal makin kuat apabila dapat
Biological
dijelaskan
masuk akal dalam kerangka mekanisme
Plausibility
biologis.
: pra-implantasi 30 – 150 sel dalam embrio.
Blastosis
: “Epidermal Growth Factor”, faktor pertumbuhan epidermal.
EGF
: “Environmental Tobacco Smoke”, asap tembakau dari
ETS
lingkungan.
: berkaitan dengan aspek fisik dari sirkulasi darah.
Hemodinamik
: “Intrauterine Growth Restriction”, (Pertumbuhan Janin
IUGR
Terhambat), suatu keadaan dimana terjadi gangguan nutrisi
dan pertumbuhan janin yang mengakibatkan berat badan
lahir dibawah batasan tertentu dari usia kehamilannya.
: peristiwa bertemunya sel telur (ovum) dan sperma.
Konsepsi
: rambut halus dan tipis yang muncul pada kulit janin dan
Lanugo
menghilang dalam beberapa waktu setelah kelahiran.
Muskuloskeletal : sistem kompleks yang melibatkan otot-otot dan kerangka
tubuh, dan termasuk sendi, ligamen, tendon, dan saraf.
Mutasi germline : mutasi yang terjadi pada sel reproduksi, seperti sel telur dan
sel sperma, sehingga dapat diwariskan kepada generasi
selanjutnya.
: Polisiklik Aromatik Hidrokarbon, senyawa organik yang
PAH
struktur dasarnya terdiri atas atom karbon dan hidrogen
yang tersusun dalam dua atau lebih cincin aromatik.
: Partikulat dengan jari-jari kurang dari 10 mikro meter.
PM10
: Partikulat dengan jari-jari kurang dari 2,5 mikro meter.
PM2,5
: “pretermbirth”, kelahiran prematur, persalinan yang terjadi
PTB
pada umur kehamilan kurang dari 259 hari (dihitung dari
hari pertama haid terakhir).
: istilah yang digunakan untuk menggambarkan aliran cairan
Rheologi
dan deformasi dari padatan.
: ”Reactive Oxygen Species”, senyawa pengoksidasi turunan
ROS
oksigen yang bersifat sangat reaktif yang terdiri atas
kelompok radikal bebas dan kelompok nonradikal.
: “Small for Gestational Age”, jika seorang bayi baru lahir
SGA
(apakah prematur, cukup umur ataupun post-matur) lebih
kecil dibandingkan dengan umur kehamilannya, maka
dikatakan sebagai Kecil Untuk Masa Kehamilan
(KMK, SGA, Small for Gestational Age).
: kombinasi dari gangguan medis yang meningkatkan risiko
Sindrom
terkena penyakit kardiovaskular dan diabetes.
metabolik
Antropogenik
Universitas Indonesia
Konsentrasi no2..., Bunga Oktora, FKM UI, 2013
: “Suspended Particulate Matter”, campuran dari debu, PM
10 (Particulate Matter 10), dan PM 2.5 (Particulate Matter
2.5).
: keadaan dimana jumlah radikal bebas di dalam tubuh
Stres oksidatif
melebihi kapasitas tubuh untuk menetralisirnya.
: setiap pengaruh lingkungan buruk yang mempengaruhi
Teratogen
perkembangan normal janin tanpa harus mengubah struktur
genetik organisme.
Tetralogi Fallot : penyakit jantung bawaan tipe sianotik, kelainan anatomi
yang disebabkan oleh kesalahan dari perkembangan
infundibulum ventrikel kanan.
: “Total Suspended Particulate”, sama dengan SPM.
TSP
: udara sekitar kita di lapisan troposfer yang apa adanya yang
Udara ambien
sehari-hari kita hirup.
: udara yang langsung dikeluarkan oleh sumber emisi seperti
Udara emisi
knalpot kendaraan bermotor dan cerobong gas buang
pabrik.
Verniks kaseosa : campuran sebum (sekresi dari kelenjar sebasea) dan sel
epitel permukaan yang tebal, suatu substansi seperti keju
yang melindungi kulit janin yang rapuh.
SPM
Universitas Indonesia
Konsentrasi no2..., Bunga Oktora, FKM UI, 2013
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Perkembangan suatu negara biasanya diikuti dengan peningkatan industri
dan alat transportasi bermesin, khususnya terjadi di kota-kota besar, pusat
pemerintahan, pusat industri, dan pusat perdagangan. Tingginya jumlah kendaraan
bermotor dan industri berimplikasi kepada penurunan kualitas udara akibat polusi
udara. Kota – kota dengan tingkat pencemaran yang tinggi diperkirakan
memberikan kontribusi kepada ribuan manusia dan makhluk hidup lain di dunia
ini untuk kematian (mortalitas) dan kesakitan (morbiditas) setiap tahunnya.
Bahan-bahan pencemar utama yang penting adalah partikel halus, karbon
monoksida (CO), nitrogen oksida (NOx), hidrokarbon (HC), sulfur dioksida
(SO2), dan karbon diokida(CO2). Kondisi di Indonesia, menurut kajian Tim
“Monitor Environment Indonesia” dariBank Dunia (2003), Level SPM pada tahun
2000 lebih rendah 6% dari level SPM pada tahun 1990 disebabkan penurunan
kegiatan konstruksi pada tahun 2000 akibat krisis ekonomi. Sedangkan level NOx
di tahun 2000 lebih tinggi 80% dibandingkan dengan tahun 1990 disebabkan
kolaborasi antara peningkatan jumlah kendaraan bermotor dengan pemeliharaan
yang buruk.
Berdasarkan data Bank Dunia (2003), jumlah keseluruhan kendaraan
bermotor di Indonesia bertambah hampir 7 juta unit kendaraan dalam rentang 5
tahun, yaitu dari 12 juta lebih pada tahun 1995 menjadi 19 juta lebih pada tahun
2000. Transportasi menghabiskan 12 juta kiloliter gas, 12 juta kiloliter premium,
118 ribu kiloliter minyak diesel, 185 ribu kiloliter bahan bakar minyak, dan 749
ribu kiloliter jenis bahan bakar lain. Dari sektor industri, penjualan bahan bakar
menunjukkan bahwa industri menghabiskan 6 juta kiloliter minyak gas; 1 juta
kiloliter minyak diesel; 4.068 ribu kiloliter bahan bakar minyak; 48 ribu kiloliter
minyak tanah (angka-angka tahun 1999) dan136 miliar m3 batubara. Pembakaran
bahan bakar fosil tersebut mempunyai pengaruh merugikan yang signifikan
terhadap kualitas udara.
1
Universitas Indonesia
Konsentrasi no2..., Bunga Oktora, FKM UI, 2013
2
Di Indonesia, polusi udara sudah menjadi masalah yang serius di beberapa
kota besar. Daerah perkotaan seperti Jakarta telah diakui oleh WHO sebagai kota
dengan kualitas udara yang buruk. Berdasarkan hasil pemantauan kualitas udara
yang dilakukan oleh BMKG (2011), diketahui konsentrasi NO2 di daerah DKI
Jakarta dari tahun 2006 – 2010 menunjukkan trend peningkatan dan telah
melewati nilai baku mutunya. Tren peningkatan juga ditunjukkan oleh SPM, hasil
pemantauan konsentrasi SPM di DKI Jakarta dari tahun 2000 – 2007 hampir
konsisten selalu meningkat, kemudian mengalami sedikit penurunan pada tahun
2008 dan 2009, dan meningkat lagi pada tahun 2010. Dari hasil pemantauan
konsentrasi SPM ini didapatkan bahwa level SPM di udara DKI Jakarta telah jauh
melewati baku mutunya sejak tahun 2000 (lampiran 4).
Dampak polusi udara terhadap kesehatan dan kesejahteraan manusia serta
ekosistem telah menimbulkan kerugian ekonomi yang sangat besar. Sebuah
penelitian tahun 1994 oleh Bank Dunia memperkirakan bahwa biaya ekonomi
akibat pencemaran udara di Jakarta adalah Rp500 miliar dari 1200 kematian
prematur, 32 juta kasus masalah pernapasan, dan 464.000 kasus asma (Shah, J.J.,
dkk, 1997). Sebuah penelitian pada tahun 2002 di Jakarta yang didanai oleh ADB
memperkirakan biaya ekonomi akibat polusi PM10 di Jakarta sebesar Rp1,7 triliun
pada tahun 1998 dan diperkirakan biaya akan meningkat menjadi sekitar
Rp4,2triliun tahun 2015 jika tidak ada tindakan yang diambil (Syahril, S., dkk,
2002).
Polusi udara diketahui terkait dengan peningkatan angka kematian,
termasukkematian akibat kardiovaskular dan gangguan pernafasan. Orang dengan
penyakit kronis di masa dewasa, seperti penyakit jantung, sindrom metabolik dan
penyakit pernapasan, sangat rentan dengan udara yang tercemar (Kwon et al.,
2001). Pajanan polusi udara tidak hanya berdampak pada orang dewasa dan lanjut
usia, tetapi juga berdampak negatif terhadap janin dan anak-anak. Bahkan,
kelompok janin adalah kelompok yang paling rentan terhadap polusi udara karena
kerentanan yang terbentuk padausia dini. Berat bayi lahir rendah (BBLR),
prematuritas (PTB), terhambatnya pertumbuhan intrauterin, dan kematian
neonatal adalah dampak negatif dari pajanan polusi udara selama kehamilan.
BBLR mempengaruhi 20 juta bayi di seluruh dunia pada tahun 2004.Berdasarkan
Universitas Indonesia
Konsentrasi no2..., Bunga Oktora, FKM UI, 2013
3
data UNICEF, diketahui bahwa prevalensi BBLR dunia adalah 15,2% (UNICEF,
2012).
BBLR terdiri dari dua etiologi yang tumpang tindih, yaitu prematuritas
dan retardasi pertumbuhan intrauterin (IUGR). Secara khusus, BBLR dikaitkan
dengan risiko yang lebih tinggi terhadap kematian bayi dan anak, penyakit jantung
koroner,dan masalah kesehatan lainnya. Prematuritas tetap menjadi penyebab
utama
kematian
perinatal
dan
terjadi
pada
sekitar
4-10%
dari
kehamilan (Reagan dan Salsberry 2005). Faktor risiko yang diketahui untuk
prematuritas adalah status sosial ekonomi yang rendah, status pendidikan yang
rendah, status perkawinan tidak menikah, usia ibu yang lebih muda, berat badan
ibu rendah, etnis, merokok, dan rumah yang tidak layak, bersama dengan faktor
medis seperti induksi, ketuban pecah dini, infeksi, kehamilan bayi kembar,
kematian intrauterin, kelainan janin dan rahim dan korioamnionitis (Bibby dan
Stewart 2004).BBLR dan prematuritas, keduanya menunjukkan adanya pengaruh
yang signifikan terhadap mortalitas bayi dan morbiditas bayi (paru-paru dan
saraf). Asosiasi ini membentuk dasar untuk "hipotesis Barker" yang menyebutkan
bahwa “retardasi pertumbuhan janin akibat kekurangan gizi memiliki dampak
struktural dan fisiologis jangka panjang yang mempengaruhi individu untuk
menderita penyakit kronis di masa dewasa” (Barker, 2007).
Di Indonesia, pada tahun 2007, data Riskesdas menunjukkan secara
keseluruhan proporsi bayi berat lahir rendah (BBLR) di Indonesia sebesar 11,5%
dan prevalensi BBLR di DKI Jakarta adalah 10,6%. Dan pada tahun 2010
ditemukan 11,1%bayi lahir dengan berat badan <2500 gram. Persentase berat
badan lahir kurang dari 2500 gram tertinggi terdapat di Nusa Tenggara Timur
(19,2%) dan terendah di Sumatera Barat (6,0%), dan di DKI Jakarta didapatkan
9,1% kasus BBLR (Riskesdas, 2010).
Penelitian yang dilakukan untuk menunjukkan adanya hubungan antara
pajanan polusi udara selama kehamilan dengan kejadian BBLR telah dilakukan di
beberapa negara. Hubungan antara pajanan NO2 dan BBLR dieksplorasi dalam 11
penelitian (Bell et al., 2007; Bobak, 2000; Gouveiaetal., 2004; Ha et al., 2001; Lee
et al., 2003; Lin et al., 2004; Liu et al., 2003; Madsen et al., 2010; Maroziene dan
Grazuleviciene, 2002; Morello-Frosch et al., 2010; Salam et al., 2005). Adanya
Universitas Indonesia
Konsentrasi no2..., Bunga Oktora, FKM UI, 2013
4
hubungan antara peningkatan risiko BBLR dengan peningkatan pajanan NO2
dilaporkan oleh Ha et al. (2001) (trimester pertama), Lee et al.(2003) (trimester
kedua), Bell et al.(2007) (selama kehamilan) dan Morello-Frosch et al.(2010).
Sampai saat ini kasus Berat Bayi Lahir Rendah di Indonesia masih cukup
tinggi, padahal tahap awal kehidupan dari seorang bayi akan menentukan kualitas
hidupnya sampai dewasa. DKI Jakarta adalah propinsi dengan tingkat polusi
udara yang tinggi, terutama akibat gas pencemar dari alat transportasi, dan
memiliki prevalensi kasus BBLR yang juga masih cukup tinggi. Oleh sebab itu,
perlu dilakukan penelitian untuk membuktikan apakah ada keterkaitan antara
pajanan NO2 sebagai salah satu gas pencemar yang dihasilkan oleh kendaraan
bermotor selama kehamilan dengan kelahiran bayi BBLR.
1.2. Rumusan Masalah
Jakarta adalah ibukota negara dengan perkembangan ekonomi yang cepat
yang diikuti dengan peningkatan jumlah kendaraan bermotor. Hal ini berimplikasi
kepada peningkatan konsentrasi NO2 di udara ambien di wilayah Jakarta yang
juga ikut meningkatkan angka morbiditas dan mortalitas penduduknya. Salah satu
dampak kesehatan yang berpotensi dari pajanan NO2 pada ibu hamil adalah
kejadian BBLR pada bayi yang dilahirkannya.
1.3. Pertanyaan Penelitian
Apakah ada keterkaitan antara konsentrasi NO2 di udara ambien selama
kehamilan dengan kejadian berat bayi lahir rendah (BBLR)?
1.4. Tujuan Penelitian
1.4.1. Tujuan Umum
Mengetahui adanya keterkaitan antara konsentrasi NO2 di udara ambien
selama kehamilan dengan kejadian BBLR di DKI Jakarta.
1.4.2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui gambaran sebaran konsentrasi gas NO2 per bulannya di
DKI Jakarta pada tahun 2006 – 2011.
Universitas Indonesia
Konsentrasi no2..., Bunga Oktora, FKM UI, 2013
5
b. Mengetahui
distribusi
prevalensi
kasus
BBLR/bulan/kota
administratif di DKI Jakarta tahun 2009 – 2011.
c. Mengetahui hubungan antara pajanan gas
NO2 pada ibu hamil
dengan kejadian BBLR di DKI Jakarta tahun 2009 – 2011.
d. Mengetahui usia kehamilan saat terpajan NO2 yang berkorelasi
dengan kejadian BBLR di DKI Jakarta.
1.5. Manfaat Penelitian
1.5.1. Bagi Pemerintah
a. Memberikan pertimbangan sebagai dasar penentuan kebijakan
transportasi
b. Memberikan bahan masukan dalam penentuan tata ruang kota
1.5.2. Bagi Masyarakat
a. Memberi informasi sebagai media penyadaran kesehatan lingkungan
1.5.3. Bagi Pengembangan Ilmu Pengetahuan
a. Memberikan pijakan bagi penelitian pencegahan kasus BBLR akibat
pajanan polusi udara
1.6. Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keterkaitan antara konsentrasi
NO2di udara ambien selama kehamilan dengan kejadian berat bayi lahir rendah
(BBLR). Sampel dalam penelitian ini adalah kelahiran bayi BBLR di DKI Jakarta
(kecuali Kepulauan Seribu, Jakarta Timur, dan Jakarta Selatan) selama 3 tahun,
yaitu kelahiran pada rentang 1 Januari 2009 sampai dengan 31 Desember 2011.
Penelitian ini menggunakan data sekunder. Data kelahiran didapatkan dari laporan
Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta, data pajanan NO2 didapatkan dari hasil
monitoring udara ambien DKI Jakarta dari BPLHD Provinsi DKI Jakarta dan
BMKG Pusat. Penelitian ini merupakan studi ekologi dengan menggunakan
analisis spasial dan temporal.
Universitas Indonesia
Konsentrasi no2..., Bunga Oktora, FKM UI, 2013
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
Polusi Udara
Pengertian pencemaran udara berdasarkan Undang-Undang Nomor 23
tahun 1997 pasal 1 ayat 12 mengenai Pencemaran Lingkungan yaitu
pencemaran yang disebabkan oleh aktivitas manusia seperti pencemaran yang
berasal dari pabrik, kendaraan bermotor, pembakaran sampah, sisa pertanian,
dan peristiwa alam seperti kebakaran hutan, letusan gunung api yang
mengeluarkan debu, gas, dan awan panas.
Menurut Peraturan Pemerintah RI nomor 41 tahun 1999 tentang
Pengendalian Pencemaran Udara, pencemaran udara adalah masuknya atau
dimasukkannya zat, energi, dari komponen lain ke dalam udara ambien oleh
kegiatan manusia, sehingga mutu udara turun sampai ke tingkat tertentu yang
menyebabkan udara ambien tidak dapat memenuhi fungsinya.
Sedangkan berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan RI nomor 1407
tahun 2002 tentang Pedoman Pengendalian Dampak Pencemaran Udara,
pencemaran udara adalah masuknya atau dimasukkannya zat, energi, dan/atau
komponen lain ke dalam udara oleh kegiatan manusia, sehingga mutu udara
turun
sampai ke
tingkat
tertentu yang menyebabkan atau mempengaruhi
kesehatan manusia.
Produksi energi, pengangkutan, konversi serta rumah tangga,industri dan
penggunaan kendaraan bermotor, merupakan penyumbang antropogenik utama
kepada polusi udara. Bahan-bahan pencemar utama yang penting adalah timbal,
partikel halus, karbon monoksida (CO), nitrogen oksida (NOx), hidrokarbon
(HC), sulfur dioksida (SO2), dan karbon diokida(CO2).
Jumlah kendaraan bermotor di Indonesia bertambah rata-rata 12% per
tahun dalam kurun waktu 2000-2003. Sementara itu, pertumbuhan kendaraan
penumpang dan komersial diproyeksikan mencapai berturut-turut 10% dan 15%
per tahun antara tahun
2004-2006.
Pada
tahun
2004,
total
penjualan
6
Universitas Indonesia
Konsentrasi no2..., Bunga Oktora, FKM UI, 2013
7
kendaraan penumpang adalah 312.865 unit, sedangkan kendaraan komersial (bus
dan truk) mencapai 170.283 unit.
Pada akhir tahun 2005 dan selama tahun 2006 jumlah penjualan
kendaraan penumpang dan komersial diperkirakan mencapai 550.000 dan 600.000
unit. Perkiraan
persentase
pencemar
udara
di
Indonesia
dari
sumber
transportasi dapat dilihat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 2.1. PerkiraanPersentase Pencemar Udara dari Sumber Pencemar
Transportasi di Indonesia
No.
1
2
3
4
5
Komponen Pencemar
CO
NOx
Sox
HC
Partikel
Persentase (%)
70,50
8,89
0,88
18,34
1,33
Sumber: Wardhana, 2004
Emisi kendaraan bermotor mengandung berbagai senyawa kimia.
Komposisi dari kandungan senyawa kimianya tergantung dari kondisi
mengemudi, jenis mesin, alat pengendali emisi bahan bakar, suhu operasi dan
faktor lain yang semuanya ini membuat pola emisi menjadi rumit. Emisi gas
buang kendaraan bermotor juga cenderung membuat kondisi tanah dan air
menjadi asam. Pengalaman di negara maju membuktikan bahwa kondisi seperti
ini dapat menyebabkan terlepasnya ikatan tanah atau sedimen dengan beberapa
mineral/logam, sehingga logam tersebut dapat mencemari lingkungan.
Oksida nitrogen, NO dan NO2 berasal dari pembakaran bahan bakar fosil.
PengaruhNO yang utama terhadap lingkungan adalah dalam pembentukan smog.
NO dan NO2dapat memudarkan warna dari serat-serat rayon dan menyebabkan
warna bahan putih menjadi kekuning-kuningan. Kadar NO2 sebesar 25 ppm yang
pada umumnya dihasilkan dari emisi industri kimia, dapat menyebabkan
kerusakan pada banyak jenis tanaman (Tugaswati, 1995).
Diantara berbagai jenis oksida nitrogen yang ada di udara, nitrogen
dioksida (NO2) merupakan gas yang paling beracun. Karena larutan NO2 dalam
Universitas Indonesia
Konsentrasi no2..., Bunga Oktora, FKM UI, 2013
8
air yang lebih rendah dibandingkan dengan SO2, maka NO2 akan dapat menembus
ke dalam saluran pernafasan lebih dalam. Bagian dari saluran yang pertama kali
dipengaruhi adalah membran mukosa dan jaringan paru. Organ lain yang dapat
dicapai oleh NO2 dari paru adalah melalui aliran darah. Karena data epidemilogi
tentang resiko pengaruh NO2 terhadap kesehatan manusia sampai saat ini belum
lengkap, maka evaluasinya banyak didasarkan pada hasil studi eksprimental.
Berdasarkan
studi
menggunakan
binatang
percobaan,
pengaruh
yang
membahayakan seperti misalnya meningkatnya kepekaan terhadap radang saluran
pernafasan, dapat terjadi setelah mendapat pajanan sebesar 100 μg/m3. Percobaan
pada manusia menyatakan bahwa kadar NO2 sebesar 250 μg/m3 dan 500 μg/m3
dapat mengganggu fungsi saluran pernafasan pada penderita asma dan orang sehat
(Tugaswati, 1995).
2.2.
Kehamilan
Kehamilan berlangsung selama kira-kira 10 bulan lunar atau 9 bulan
kalender atau 40 minggu atau 280 hari, dihitung dari hari pertama haid yang
terakhir. Bila dihitung dari konsepsi 266 hari atau 38 minggu.Perkembangan
intrauterin dibagi dalam 3 tahap :
Ovum : sejak konsepsi sampai hari ke-14 (terjadi replikasi seluler,
pembentukan blastosis, perkembangan awal selaput embrio lapisan germinal
primer.
Embrio : berlangsung dari hari ke-15 sampai 8 minggu setelah konsepsi atau
sampai ukuran embrio sekitar 3 cm dari puncak kepala ke bokong.
Tahap ini merupakan masa yang paling kritis dalam perkembangan sistem
organ dan penampilan luar utama janin, sangat rentan terhadap malformasi
akibat teratogen.
Minggu ke-4
- Dari diskus embrionik, bagian pertama muncul yang kemudian akan
menjadi tulang belakang, otak dan saraf tulang belakang. Jantung, sirkulasi
darah dan saluran pencernaan terbentuk.
Universitas Indonesia
Konsentrasi no2..., Bunga Oktora, FKM UI, 2013
9
- Badan tampak membentuk huruf C. Ukuran puncak kepala-bokong 0,4 –
0,5 cm. Berat 0,4 gr.
Minggu ke-8
- Perkembangan cepat. Badan mulai terbentuk. Hidung rata, mata jauh
terpisah, jari-jari sudah terbentuk, kepala mulai terangkat, ekor hampir
hilang, mata,telinga dan mulut dapat dikenali.
- Ukuran 2,5 cm – 3 cm, berat 2 gram
- Jantung mulai memompa darah. Vili usus berkembang, usus halus
menggulung dalam tali pusat, hati sangat besar.
Janin
Minggu ke-12
- Embrio menjadi janin. Kuku terbentuk, lebih menyerupai manusia, kepala
tegak tetapi besarnya tidak sebanding, kulit merah muda, lembut.
- Ukuran 6-9 cm, berat 19 gram.
- Denyut jantung dapat terlihat dengan ultrasound. Diperkirakan lebih
berbentuk manusia karena tumbuh dan berkembang. Gerakan pertama
dimulai selama minggu ke-12. jenis kelamin dapat diketahui. Ginjal
memproduksi urin.
Minggu ke-16
- Kepala masih dominan, wajah menyerupai manusia, mata, telinga dan
hidung menyerupai bentuk yang sebenarnya, perbandingan lengan-kaki
sesuai, muncul rambut kepala.
- Ukuran 11,5- 13,5 cm, berat 100 gram
- Sistem muskuloskeletal sudah matang, sistem saraf mulai melaksanakan
kontrol. Pembuluh darah berkembang dengan cepat. Tangan janin dapat
menggenggam. Kaki menendang dengan aktif. Semua organ mulai matang
dan tumbuh. Berat janin sekitar 0,2 kg. Denyut jantung janin dapat
didengar dengan Doppler. Pankreas memproduksi insulin
Minggu ke-20
- Verniks kaseosa muncul, lanugo muncul, tungkai sangat bertambah
panjang, mulai terlihat kelenjar sebasea.
Universitas Indonesia
Konsentrasi no2..., Bunga Oktora, FKM UI, 2013
10
- Ukuran 16-18,5 cm, berat 300 gram.
- Verniks melindungi tubuh. Lanugo menutupi tubuh dan menjaga minyak
pada kulit. Alis, bulu mata dan ranbut terbentuk. Janin mengembangkan
jadwal yang teratur untuk tidur, menelan dan menendang.
Minggu ke-24
- Tubuh menjadi langsing tetapi dengan perbandingan yang sesuai, kulit
menjadi merah dan keriput, terdapat verniks kaseosa, pembentukan
kelenjar keringat.
- Ukuran 23 cm, berat 600 gram.
- Kerangka berkembang dengan cepat karena sel pembentukan tulang
meningkatkan aktifitasnya. Perkembangan pernafasan dimulai. Berat janin
0,7 – 0,8 kg.
Minggu ke-28
- Badan langsing, keriput berkurang dan berwarna merah, terbentuk kuku.
- Ukuran 27 cm, berat 1100 gram.
- Janin dapat bernafas, menelan dan mengatur suhu. Surfaktan terbentuk di
dalam paru-paru. Mata janin mulai membuka dan menutup. Ukuran janin
2/3 ukuran pada saat lahir.
Minggu ke-32
- Lemak sub kutan mulai terkumpul, tampak lebih bulat, kulit merah muda
dan licin, mengambil posisi persalinan.
- Ukuran 32 cm, berat 2100 gram.
- Simpanan lemak coklat berkembang di bawah kulit untuk persiapan
pemisahan bayi setelah lahir. Bayi tumbuh 38-43 cm. Mulai menyimpan
zat besi, kalsium dan fosfor.
Minggu ke-36
- Kulit merah muda, tubuh bulat, lanugo menghilang di seluruh tubuh, tubuh
biasanya gemuk.
- Ukuran 35 cm, berat 2200 – 2900 gram
- Seluruh uterus terisi oleh bayi sehingga ia tidak bisa bergerak/berputar
banyak. Antibodi ibu di transfer ke bayi. Hal ini akan memberikan
Universitas Indonesia
Konsentrasi no2..., Bunga Oktora, FKM UI, 2013
11
kekebalan untuk 6 bulan pertama sampai sistem kekebalan bayi bekerja
sendiri.
Minggu ke-40
- Kulit halus dan berwarna merah muda, verniks kaseosa sedikit, rambut
sedang atau banyak, lanugo hanya padabahu dan tubuh bagian atas,
tampak tulang rawan hidung dan cuping hidung.
- Ukuran 40 cm, berat 3200 gram atau lebih.
- Gerakan aktif, tonus baik, dapat mengangkat kepala, testis ada dalam
skrotum pada laki-laki, labia mayora berkembang baik pada wanita.
2.3.
Berat Bayi Lahir Rendah (BBLR)
Salah satu indikator utama dalam mengukur derajat kesehatan atau
keberhasilan suatu program kesehatan adalah angka kematian bayi.
Angka
kematian bayi meningkat karena meningginya angka kejadian BBLR. Berat
badan bayi dikatakan rendah bila berat badan bayi kurang dari 2500 gram.
Bayi BBLR yang bertahan hidup lebih berisiko untuk menderita
penurunan kognitif, penyakit neurologis meningkat, tekanan darah tinggi,penyakit
paru obstruktif, kolesterol, kerusakan ginjal, diare akut, gangguan fungsi
kekebalan (Fonseca, dkk., 1990; Mc Lachlan, 1999; Podja&Kelley, 2000; Jurjus,
1995). Umumnya risiko kematian neonatal untuk bayi BBLR adalah 25 sampai 30
kali lebih besar daripada bayi dengan berat lahir lebih dari 2500 gram
(Podja&Kelley, 2000).
Berat badan lahir rendah dapat disebabkan baik oleh prematuritas atau
terhambatnya pertumbuhan janin. Diketahui faktor untuk prematuritas dan
retardasi pertumbuhan janin yang berhubungan dengan BBLR adalah asupan
nutrisi ibu yang rendah, pekerjaan fisik yang berat selama kehamilan, dan
penyakit, terutama infeksi (Klingenberg, dkk., 2003; Renqvist, dkk., 1994).
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa perokok aktif dan pasif, faktor genetik
dan lingkungan dapat menyebabkan BBLR (Bang, dkk., 1999), usia ibu yang
masih terlalu muda, paritas tinggi, jarak kelahiran dekat, dan infeksi HIV
merupakan faktor-faktor yang terkait (UNAIDS, 1999).
Universitas Indonesia
Konsentrasi no2..., Bunga Oktora, FKM UI, 2013
12
2.4.
Polusi Udara dan Kehamilan
Efek yang merugikan kesehatan dari polusi udara ambien terhadap
mortalitas dan morbiditas pada orang dewasa dan anak-anak telah dipelajari
secara ekstensif di seluruh dunia (Barnett, dkk., 2006; Bell, dkk., 2004.; Dominici,
dkk., 2003; Gold, dkk., 1999; Jerrett, dkk., 2005; Middleton dkk., 2008; Pope,
1999; Pope, dkk., 1991; Pope dan Kanner, 1993; Samoli, dkk., 2007; Wietlisbach,
dkk., 1996).
Konsistensi yang cukup besar pada studi yang telah diamati, bahwa polusi
udara berakibat kepada kesehatan, termasuk kematian total, mortalitas akibat
jantung dan paru – paru dan morbiditas. Selain itu, penelitian polusi udara juga
menunjukkan bahwa ujung berlawanan dari spektrum usia (janin, bayi, anak –
anak, dan usia lanjut) lebih rentan daripada populasi umum (Dockery dan Pope,
1994;. Saldiva, dkk., 1995; Schwartz, dkk.,1994). Oleh karena itu, janin dianggap
subkelompok paling rentan dari populasi yang paling terancam oleh efek dari
polusi udara (Pope, 2000).
Studi awal telah menunjukkan bahwa ibu yang merokok aktif dan pasif
dapat mengganggu hasil reproduksi.Dengan demikian, ada keyakinan yang kuat
bahwa pajanan polusi udara selama kehamilan, yang mirip dengan dampak ibu
merokok, juga dapat menyebabkan beberapa hasil kehamilan yang merugikan.
Sejumlahstudi yang menghubungkan polusi udara dengan efek merugikan
pada kehamilan terus berkembang sejak akhir 1990-an. Efek dari polusi udara
termasuk partikulat (PM), nitrogen oksida (NOx), sulfur dioksida (SO2), karbon
monoksida (CO), dan ozon(O3) pada ukuran janin, durasi kehamilan dan hasil
reproduksi lainnya telahdipelajari.
Dampak polusi udara yang merugikan pada hasil reproduksi berupa berat
badan lahir rendah (BBLR: berat lahir <2.500 gram) dan kelahiran prematur
(PTD: lahir di <37 minggu kehamilan) telah muncul cukup konsisten dalam tahun
– tahun terakhir. Selama 1990-2006, telah meningkat 21% untuk PTD dan 19%
untuk BBLR di Amerika Serikat (Martin, dkk., 2008). Studi menunjukkan bahwa
BBLR atau PTD memiliki kaitan tidak hanya dengan kematian dan morbiditas
anak, tetapi juga risiko penyakit di masa dewasa seperti penyakit jantung dan
Universitas Indonesia
Konsentrasi no2..., Bunga Oktora, FKM UI, 2013
13
diabetes (Clapp Iii dan Lopez, 2007; Osmond dan Barker, 2000; Rinaudo dan
Domba, 2008; Thompson, 2007).
2.5.
Dampak Polusi Udara Pada Kelahiran
Hasil kelahiran, termasuk hasil dari ukuran janin seperti BBLR, VLBW
(Very Low Birth Weight), SGA (Small for Gestational Age), dan IUGR
(Intrauterine Growth Restriction), hasil dari usia kehamilan seperti PTD
(prematuritas) dan cacat lahir, telah sering dipelajari dalam penelitian
epidemiologi sebagai efek kesehatan dari polusi udara. Asosiasi antara polusi
udara dan hasil kelahiran mungkin memberikan etiologi dan mekanisme patogen
yang berbeda.Selain itu, polusi udara adalah campuran dari polutan, yang juga
bervariasi di alam dan bervariasi efek kesehatan yang mungkin terjadi.Oleh
karena itu, bukti adanya efek kesehatan dari polusi udara pada hasil kelahiran
secara singkat dijelaskan dengan jenis hasil kelahiran dan jenis pajanan polutan
udara. Meskipun hubungan antara pajanan O3dan hasil kelahiran juga telah diteliti
oleh beberapa penelitian, bukti yang ada tampaknya hanya untuk mendukung
adanya hubungan dengan cacat lahir (Shah dan Balkhair, 2011).
2.5.1. Dampak Polusi Udara Terhadap Ukuran Janin (BBLR)
Particulate Matter (PM) umumnya menarik perhatian lebih dalam
penelitian epidemiologi dari polusi udara karena karakteristik fisik dan kimia yang
terdiri dari komponen organik dan anorganik. Dampak PM pada hasil kelahiran
telah dilaporkan lebih vokal dibandingkan polutan lainnya. Beberapa paparan
indeks PM seperti TSP, PM10, dan PM2.5telah digunakan dalam studi. Wang, dkk.
pertama kali. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengaruh pajanan TSP pada
trimester ketiga kehamilan secara signifikan berhubungan dengan BBLR (Wang,
dkk., 1997). Setelah itu, banyak penelitian telah dilakukan untuk menunjukkan
asosiasi antara materi partikulat di udara dan BBLR, SGA, serta IUGR. Bobak,
dkk. menemukan bahwa konsentrasi tahunan TSP selama tahun kelahiran
dikaitkan dengan peningkatan risiko BBLR (Bobak dan Leon, 1999). Rogers, dkk.
Universitas Indonesia
Konsentrasi no2..., Bunga Oktora, FKM UI, 2013
14
juga menemukan bahwa tahunan TSP dalam tahun kelahiran dikaitkan dengan
risiko BBLR (Rogers et al. 2000).
Konsistensi bukti efek kesehatan yang merugikan dari PM pada berat
badan lahir telah dilaporkan ketika PM10 dan PM2.5 telah digunakan sebagai
ukuran pajanan.Mannes, dkk.menemukan bahwa setiap 1 µg/m3 peningkatan PM10
dikaitkan dengan rata-rata penurunan berat badan lahir 4 gram (95% confidence
interval (CI): 3g - 6g) setelah disesuaikan untuk kovariat penting lainnya
(Mannes, dkk., 2005). Dugandzic dkk juga menemukan bahwa pajanan PM10 di
kuartil tertinggi selama trimester pertama meningkatkan risiko BBLR sebesar
33% (OR = 1,33, CI 95%: 1,02-1,74) dibandingkan dengan pajanan dalam kuartil
terendah (Dugandzic et al. 2006). Penelitian serupa untuk efek kesehatan dari
PM10 pada BBLR juga diamati dalam penelitian Xu, dkk. (2011).
Selain itu, PM2.5 ditemukan terkait dengan penurunan berat badan lahir
oleh Parker, dkk.di California pada 2005. Mereka menemukan bahwa paparan
PM2.5 di kuartil tertinggi selama kehamilan dikaitkan dengan penurunan berat
badan bayi lahirdari -36,1 g (CI 95%: -16,5g - 55,8g) dibandingkan dengan
pajanan dalam kuartil terendah <11,9 ug/m3 setelah disesuaikan untuk kovariat
lainnya (Parker, dkk., 2005). Penelitian lain yang dilaporkan oleh Rich, dkk., juga
menemukan bahwa setiap peningkatan 4µg/m3 pajanan PM2.5 selama trimester
pertama dan ketiga akan meningkatkan risiko SGA masing – masing 4,5% (95%
CI: 0.5-8.7) dan 4,1% (95% CI: 0.3-8.0) (Rich, dkk., 2009). Selain itu, Dejmek,
dkk., 1999 juga menemukan bahwa pajanan PM2.5 pada kuartil tinggi selama
bulan pertama kehamilan dikaitkan dengan peningkatan risiko IUGR (OR = 2,11,
CI 95%: 1,20-3,70) pada perempuan Bohemian Utara(Dejmek et al. 1999). Liu,
dkk. (2007) melaporkan bahwa setiap peningkatan 10 µg/m3 PM2.5 dikaitkan
dengan sekitar enam sampai tujuh persen peningkatan (95% CI: 3-10%) risiko
IUGR setelah disesuaikan untuk faktor risiko lain (Liu, dkk., 2007). Namun,
penelitian lain tidak menemukan hubungan signifikan antara partikel polusi udara
dan ukuran janin (Maisonet,dkk., 2001; Salam, dkk., 2005).
Efek kesehatan dari nitrogen oksida (NO) dan nitrogen dioksida (NO2)
pada berat lahir juga telah diteliti. Penelitian tentang efek kesehatan NO pada
Universitas Indonesia
Konsentrasi no2..., Bunga Oktora, FKM UI, 2013
15
ukuran janin hanya sedikit (Bobak, 2000; Bobak dan León, 1999; Landgren,
1996) dan tidak ada bukti yang ada menunjukkan adanya efek kesehatan dari NO
yang merugikan pada ukuran janin. Beberapa studi menunjukkan asosiasi antara
pajanan NO2dan BBLR (Ballester, dkk., 2010; Bell, dkk., 2007; Ha, dkk., 2001;
Lee, dkk., 2003). Beberapa penelitian lain juga menunjukkan bahwa pajanan NO2
dikaitkan dengan peningkatan risiko SGA. Misalnya, penelitian sebelumnya juga
menemukan bahwa setiap 10 ppm kenaikan pajanan NO2selama bulan pertama
kehamilan akan meningkatkan risiko IUGR sebesar 5% setelah disesuaikan
dengan faktor-faktor penting ibu, bayi dan lingkungan (Liu, dkk., 2003). Hasil
yang sama ditemukan oleh Mannes, dkk.pada tahun 2005. Studi ini menunjukkan
bahwa setiap peningkatan 1 ppm pajanan NO2 selama kehamilan dikaitkan dengan
penurunan 1 – 34 gram berat lahir pada bayi di Sydney, Australia (Mannes, dkk.,
2005). Liu, dkk. (2007) juga melaporkan bahwa setiap 20 ppm peningkatan
pajanan NO2 selama trimester pertama, kedua, dan ketiga dikaitkan dengan
peningkatan risiko IUGR masing – masing 16%, 14%, dan 16% (Liu, dkk., 2007).
Namun, beberapa studi terbaru tidak menemukan hubungan yang signifikan antara
pajanan NO2 dan ukuran janin (Gehring, dkk., 2010; Madsen, dkk., 2010).
SO2 merupakan komponen penting dari polusi udara, dan telah ditemukan
terkait dengan ukuran janin. Liu, dkk. (2003) menemukan bahwa setiap
peningkatan 5.0 ppm pajanan SO2 selama bulan pertama kehamilan meningkatkan
risiko IUGR sekitar 7% (OR = 1,07, 95% CI: 1,01-1,13) di pada wanita Kanada
(Liu, dkk., 2003).. Beberapa studi lainnya juga telah mengkaitkan pajanan SO2
dengan BBLR. Wang, dkk. Telah menemukan bahwa setiap peningkatan 100
µg/m3 pajanan SO2 selama kehamilan dikaitkan dengan peningkatan risiko BBLR
sebesar 11% (OR = 1,11, CI 95%: 1,06-1,16) dan pengurangan 7,3 gram berat
lahir pada perempuan Cina (Wang, dkk., 1997). Bobak dan Leon juga
menemukan bahwa setiap peningkatan 50 µg/m3 pajanan SO2 selama periode
kehamilan keseluruhan dikaitkan dengan peningkatan risiko BBLR sebesar 10%
(OR = 1,10, CI 95%: 1.02 -1.17) (Bobak dan Leon, 1999). Dugandzic, dkk.(2006)
melakukan penelitian kohort di Kanada dan menemukan bahwa pajanan SO2 di
kuartil tertinggi selama trimester pertama dikaitkan dengan peningkatan risiko
Universitas Indonesia
Konsentrasi no2..., Bunga Oktora, FKM UI, 2013
16
memiliki bayi BBLR sebesar 36% (OR = 1,36, 95% CI: 1,04-1,78) (Dugandzic,
dkk., 2006).
Karbon monoksida yang diteliti berhubungan dengan penurunan berat
lahir. Penelitian paling awal dilaporkan oleh Alderman menunjukkan hubungan
potensial antara paparan CO ibu dan risiko BBLR (Alderman, dkk., 1987).
Kemudian, Ritz dan Yu melaporkan hubungan yang signifikan antara pajanan CO
dan risiko BBLR pada tahun 1999 (Ritz dan Yu, 1999).Liu, dkk. (2003) juga
menemukan bahwa setiap kenaikan 1 ppm pajanan CO selama bulan pertama
kehamilan dikaitkan dengan peningkatan risiko IUGR sebesar 6% (OR = 1,06,
95% CI :1.01-1.10) pada wanita Kanada (Liu, dkk., 2003). Penelitian lain yang
dilakukan oleh Liu, dkk. pada tahun 2007 menemukan bahwa, setelah
menyesuaikan faktor – faktor penting pada ibu, bayi dan faktor lingkungan, setiap
kenaikan 1 ppmpajanan CO selama trimester pertama, kedua, dan ketiga
kehamilan berhubungan dengan masing – masing 18%, 15%, dan 19%
peningkatan resiko IUGR (Liu, dkk., 2007). Temuan yang signifikan juga
dilaporkan dalam penelitian lain (Lee, dkk., 2003; Maisonet, dkk., 2001). Namun,
bukti efek kesehatan dari pajanan CO pada ukuran janin kurang konsisten.
Beberapa penelitian tidak menunjukkan signifikansi hubungan (Huynh, dkk.,
2006; Salam, dkk., 2005.). Selain itu, studi yang lain menemukan efek proteksi
dari pajanan CO pada BBLR (Lin, dkk., 2004).
2.5.2. Dampak Polusi Udara Terhadap Usia Kehamilan (Prematuritas)
Dua penelitian telah menggunakan TSP sebagai ukuran risiko. Sebuah
penelitian melaporkan bahwa penurunan usia kehamilan sebesar 0,042 minggu
dikaitkan dengan peningkatan 100 µg/m3 pajanan TSP (Xu, dkk., 1995). Sebuah
penelitian kohort menunjukkan 16% dan 20% peningkatan risiko kelahiran
prematur untuk peningkatan 50 µg/m3 pajanan TSP selama bulan pertama
kehamilan dan selama 6 minggu sebelum kelahiran (Ritz, dkk., 2000). Sedangkan
penelitian yang lain tidak menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara
TSP dan PTD (Bobak 2000). Sementara itu, beberapa penelitian telah melaporkan
hubungan yang signifikan antara pajanan PM10 dan PTD. Sebuah studi yang
Universitas Indonesia
Konsentrasi no2..., Bunga Oktora, FKM UI, 2013
17
dilakukan di Australia menunjukkan bahwa pajanan PM10 selama trimester
pertama dikaitkan dengan peningkatan risiko sebesar 15% dari PTD (Hansen,
dkk., 2006). Analisis time-series yang dilakukan di Pennsylvania juga
menunjukkan hubungan yang signifikan antara kelahiran prematur dan pajanan
PM10 (Sagiv, dkk., 2005). Studi time-series lain yang dilakukan di Shanghai juga
menunjukkan bahwa kenaikan risiko 4,4% dalam PTD diamati untuk setiap
peningkatan 10 µg/m3 pajanan PM10 selama 8 minggu sebelum kehamilan (Jiang,
dkk., 2007). Namun, beberapa penelitian lain tidak mengamati dampak yang
signifikan dari pajanan PM10 terhadap PTD (Brauer, dkk., 2008; Kim, dkk., 2007;
Lee, dkk., 2008).
Pengaruh pajanan PM2.5 juga diteliti oleh beberapa penelitian. Huynh,
dkk.(2006) menemukan bahwa pajanan ke kuartil tertinggi PM2.5(> 22.1μg/m3)
selama kehamilan dikaitkan dengan peningkatan risiko PTD sebesar 15%
dibandingkan dengan pajanan kuartil terendah. Dalam studi yang sama, hasil yang
sama ditemukan untuk pajanan selama bulan pertama (OR = 1,21, 95% CI: 1,12,
1,30) dan dua minggu terakhir kehamilan (OR = 1,17, CI 95%: 1,09, 1,27)
(Huynh, dkk., 2006.). Dua-tahap desain studi yang dilakukan di Los Angeles
melaporkan bahwa pajanan PM2.5> 21,4 µg/m3 selama trimester pertama
meningkatkan risiko PTD sekitar 10% (OR = 1,10, CI 95%: 1,01, 1,20).
Hubungan pajanan NO2 dan PTD dieksplorasi dalam beberapa
penelitian.Bobak, dkk. melaporkan bahwa peningkatan risiko sebesar 10% dan
11% dari PTD diamati untuk setiap peningkatan 50 µg/m3NOx selama trimester
pertama dan ketiga (Bobak, 2000). NO2 juga ditemukan dikaitkan dengan PTD
pada penduduk di Lithuania (Maroziene dan Grazuleviciene, 2002).Setiap 10
µg/m3 peningkatan pajanan NO2 selama masa kehamilan dan trimester pertama
adalah terkait dengan peningkatan risiko PTD sebesar 25% (OR = 1,25, CI 95%:
1,07-1,46) dan 67% (OR = 1,67, CI 95%: 1,28-2,18). Analisis time series
menunjukkan bahwa tingkat PTD berhubungan dengan pajanan rata-rata harian
untuk NO2 selama 6 minggu sebelum kelahiran (Darrow, dkk., 2009). Sebuah
studi kohort yang dilakukan di Spanyol melaporkan bahwa risiko PTD adalah
terbukti signifikan ketika wanita terpajan NO2> 46,2 µg/m3 selama trimester
Universitas Indonesia
Konsentrasi no2..., Bunga Oktora, FKM UI, 2013
18
kedua (OR = 1,11, CI 95%: 1,03-1,25) dan trimester ketiga (OR = 1,10, CI 95%:
1,00-1,21) serta seluruh kehamilan (OR = 1,29, CI 95%: 1,13-1,46) (Llop.
Dkk.,2010.). Namun, bukti tentang pengaruh NO2 pada PTD tidak konsisten.
Beberapa penelitian lain tidak menunjukkan hubungan yang signifikan (Gehring,
dkk., 2010; Liu, dkk., 2003; Ritz, dkk., 2007).
Penelitian awal yang dilakukan di Cina melaporkan dampak yang
signifikan dari SO2 pada PTD. Hal ini menunjukkan bahwa setiap peningkatan
pajanan SO2 sebesar 100 µg/m3 selama 7 hari sebelum persalinan dikaitkan
dengan penurunan durasi kehamilan sebesar 0,075 minggu (12.6h) (Xu, dkk.,
1995). Bobak dkk melaporkan bahwa pajananuntuk SO2 selama semua trimester
secara bermakna dikaitkan dengan risiko PTD (Bobak, 2000).Liu, dkk pada tahun
2003 juga melaporkan efek signifikan SO2terhadapPTD pada perempuan yang
hidup di Vancouver, Kanada. Studi ini menunjukkan bahwa setiap 5,0 ppm
peningkatan pajanan SO2 selama bulan terakhir kehamilan dikaitkan dengan
peningkatan risiko PTD sebesar 9% (Liu, dkk., 2003). Sebuah analisis time series
juga mengungkapkan bahwa peningkatan risiko 15% untuk PTD diamati untuk
setiap peningkatan rata-rata pajanan SO2 sebesar 15 ppm
dalam 6 minggu
sebelum kelahiran di Pennsylvania (Sagiv, dkk., 2005). Temuan serupa dari yang
lain, analisis time-series yang dilakukan di Shanghai diamati (Jiang, dkk., 2007).
Leem, dkk.menemukan bahwa pajanan SO2 pada kuartil tertinggi selama
trimesterpertama meningkatkan risiko PTD sebesar 21% dibandingkan dengan
pajanan pada kuartil terendah (OR = 1,21, 95% CI: 1,04-1,42) di Korea (Leem,
dkk., 2006). Sebuah studi di Australia juga mengungkapkan bahwa tingkat
SO2pada trimester pertama dan ketiga kehamilan adalah prediktor yang bermakna
terhadap kelahiran prematur (OR antara 2,30-3,15) (Jalaludin, dkk., 2007).
Namun, tidak ada efek signifikan dari SO2yang diamati dalam penelitian lain
(Brauer, dkk., 2008; Darrow, dkk., 2009; Landgren, 1996).
CO adalah salah salah satu polutan udara yang telah menunjukkan
memiliki efek negatif pada PTD. Ritz, dkk.melaporkan bahwa paparan CO pada
bulan pertama kehamilan dan 6 minggu sebelum kelahiran secara bermakna
dikaitkan dengan peningkatan risiko PTD di pedalaman wilayah California
Universitas Indonesia
Konsentrasi no2..., Bunga Oktora, FKM UI, 2013
19
Selatan (Ritz, dkk., 2000). Sebuah studi yang dilaporkan oleh Liu,
dkk.menunjukkan bahwa peningkatan risiko PTD sebesar 8% (95% CI: 1% -15%)
untuk setiap 1,0 ppm peningkatan pajanan CO selama bulan terakhir kehamilan
(Liu, dkk.,2003). Leem, dkk.menemukan bahwa pajanan CO pada kuartil tertinggi
selama trimester pertama meningkatkan risiko PTD sebesar 26% (OR = 1,26, CI
95%: 1,11-1,44) di Korea (Leem, dkk., 2006.). Hasil yang sama dilaporkan oleh
Wilhelm dan Ritz pada tahun 2005 menunjukkan bahwa pajanan CO pada kuartil
tertinggi selama trimester pertama meningkatkan risiko PTD sebesar 27% (95%
CI: 7% -50%) (Wilhelm dan Ritz, 2005). Studi kohort menemukan bahwa pajanan
CO pada level tinggi selama trimester pertama kehamilan (> 1,25 ppm)
berhubungan dengan 1,25 kali risiko PTD (95% CI: 1,12 - 1,38) dibandingkan
dengan level pajanan CO yang rendah (<0.59ppm) setelah disesuaikan dengan
faktor – faktor penting pada bayi, ibu, dan karakteristik lingkungan (Ritz, dkk.,
2007). Namun, beberapa studi lain termasuk sebuah penelitian terbaru tidak
menunjukkan efek signifikan CO pada PTD (Darrow, dkk., 2009; Huynh, dkk.,
2006; Rudra, dkk., 2011).
2.5.3. Dampak Polusi Udara Terhadap Kelahiran Cacat
Cacat lahir adalah hasil kelahiran yang ditemukan dikaitkan dengan polusi
udara dalam beberapa penelitian.Jenis cacat lahir yang telah dilaporkan terkait
dengan polusi udara adalah cacat jantung dan langit-langit sumbing.Ritz,
dkk.meneliti efek dari polusi udara (CO, NO2, O3, dan PM10) pada jantung dan
cacatorofacial di California selatan. Mereka menemukan bahwa pajanan CO dan
O3pada bulan kedua kehamilan secara signifikan terkait dengan cacat jantung
setelah dikontrol dengan usia ibu, etnis, pendidikan, akses ke pemeriksaan
kehamilan, jenis kelamin bayi, paritas, rentang waktu sejak kehamilan terakhir,
jenis kelahiran, dan polutan udara lainnya (Ritz, dkk., 2002).
Gilboa, dkk. pada tahun 2005 meneliti efek polusi udara seperti CO,
PM10,dan SO2 pada jenis cacat jantung yang berbeda (seperti tetralogi Fallot,cacat
septum atrial dan cacat septum ventrikel) pada wanita Texas (Gilboa, dkk., 2005).
Secara khusus, studi ini menemukan bahwa pajanan CO di kuartil tertinggi (>
Universitas Indonesia
Konsentrasi no2..., Bunga Oktora, FKM UI, 2013
20
0.7ppm) selama kehamilan dikaitkan dengan 2,04 kali risiko tetralogi Fallot
dibandingkan dengan kuartil terendah setelah dikontrol dengan jenis kelamin bayi,
pluralitas, pendidikan ibu, ras ibu, dan musim saat terjadinya pembuahan (Gilboa,
dkk., 2005). Dalam studi yang sama, PM10dan SO2 juga ditemukan secara
signifikan terkait dengan terisolasi cacat septum atrial (OR = 2,27, CI 95%: 1,433,60) dan terisolasi cacat septum ventrikel (OR = 2,16, CI 95%: 1,51-3,09).
Marshall, dkk.pada tahun 2010 meneliti efek dari polusi udara (CO, O3,
NO2, SO2, PM10, dan PM2.5 pada cacat sumbing lisan di New Jersey. Studi ini
menemukan bahwa pajanan O3padakuartil tertinggi (> 0.033ppm) selama bulan
ketiga sampai bulan kedelapan kehamilan berhubungan dengan risiko 2,2 kali
(95% CI: 1,0-4,9) lebih besar untuk sumbing dibandingkan dengan pajanan pada
kuartil terendah (<0.015ppm). Namun, penelitian ini tidak menemukan efek yang
signifikan dari polutan udara lainnya pada cacat sumbing. Sebaliknya, CO secara
mengejutkan ditemukan menjadi faktor proteksi cacat celah langit-langit (OR =
0,4, CI 95%: 0,2-0,7) (Marshall et al 2010.). Penelitian lain yang dilakukan di
timur laut Inggris telah meneliti efek dari hitam asap dan SO2terhadap cacat
jantung bawaan. Analisis ini menemukan hubungan yang lemah antara pajanan
ibu terhadap asap hitam dengan kasus cacat jantung tapi tidak untuk pajanan
SO2(Dadvand, dkk., 2011).
Jenis – jenis polutan udara telah diteliti memiliki hubungandengan efek
buruk pada hasil kelahiran, mulai dari ukuran janin, usia kehamilan, hingga cacat
lahir.
2.6.
Mekanisme Biological Plausibily
Meskipun mekanisme spesifik jalur polusi udara mempengaruhi hasil
kelahiran tetap harus dipahami sepenuhnya, tapi dengan munculnya teknologi biomolekular, terjadi peningkatan penelitian yang menunjukkan bukti adanya
mekanisme potensial yang menghubungkan polusi udara dengan hasil kelahiran.
Polusi udara telah sering terbukti mempengaruhi pernapasan, jantung, peredaran
darah, dan sistem saraf melalui jalur potensi ganda, beberapa yang mungkin cocok
untuk menghubungkan polusi udara dengan hasil kelahiran (Block dan CalderonUniversitas Indonesia
Konsentrasi no2..., Bunga Oktora, FKM UI, 2013
21
Garciduenas, 2009; Brook, 2008; Kunzli dan Tager, 2005). Beberapa publikasi
memiliki gambaran jalur mekanistik plausibility biologis yang menunjukkan
dampak polusi udara terhadap hasil kelahiran (Kannan, dkk.,2006; Slama, dkk.,
2008). Mekanisme dijelaskan dalam bagan berikut:
Ibu
Lingkungan
Kekentalan darah, fungsi
endothelium, hipertensi
Plasenta
Fetus
Aliran darah/oksigen ibu melalui
plasenta dan transpor nutrien
IUGR
Sumbu gonad-pituitarihipotalamus (gangguan
endokrin)
Polutan Udara
Perubahan genetik atau epigenetik
plasental/fetal
Mekanisme pertahanan
tubuh ibu
Penanda peradangan , cekaman
oksidatif
Ikatan DNA dengan polutan
Ayah
Prematuritas
Perubahan genetik atau
epigenetik pada sel germinal
Gambar 2.1. Mekanisme Biologis Polusi Udara Mempengaruhi Hasil Kelahiran
(Slama, dkk., 2008)
a.
Stres Oksidatif dan Inflamasi
Stres oksidatif dan peradangan akibat polusi udara berdampak buruk pada
kesehatan (Donaldson,dkk., 2001; Tao, dkk., 2003.). Stres oksidatif adalah
kondisi di mana tubuh menemukan spesies oksigen reaktif lebih dari
kemampuannya untuk menghilangkannya, yang mengakibatkan kelebihan
peroksida dan radikal bebas yang pada akhirnya merusak komponen – komponen
sel dan proses – proses biologis (Leeuwenburgh dan Heinecke, 2001). Sebagai
contoh, beberapa penelitian melaporkan bahwa logam transisi konstituen dalam
PM dapat menginduksi oksidatif stres (Kadiiska, dkk., 1997; Prahalad, dkk.,
2001). PM juga dapat mengaktifkan sel-sel inflamasi untuk menghasilkan pemicu
stres oksidatif seperti spesies oksigen reaktif dan spesies nitrogen reaktif (Tao,
dkk., 2003). Akibatnya, stres oksidatif secara langsung dapat menyebabkan
Universitas Indonesia
Konsentrasi no2..., Bunga Oktora, FKM UI, 2013
22
kerusakan DNA dan dapat mempengaruhi embrio pada tahap paling awal
pertumbuhan (Mohorovic, 2004; Risom,dkk.,2005). Selain itu, stres oksidatif juga
dapat mempengaruhi motilitas dan konsentrasi sperma, yang relevan untuk
kesehatan reproduksi pria (Agarwal, dkk., 2006).
Polusi udara yang menyebabkan peradangan dianggap sebagai mekanisme
potensi biologis lain melalui mana polusi udara menyebabkan efek samping pada
organ seperti paru-paru (Kunzli dan Tager, 2005). Inflamasi merupakan akibat
langsung dari oksidasi yang diinduksi oleh mediator polutan udara (Risom, dkk.,
2005). Beberapa studi telah menunjukkan bahwa polusi udara dapat memasuki
aliran darah dari paru-paru dan bisa disimpan di berbagai organ tubuh melalui
transpor aktif atau difusi pasif (Chen, dkk., 2008; Peters, dkk., 2006). Jika polusi
udara mencapai plasenta, polutan juga akan menyebabkan peradangan akut pada
plasenta,
yang
kemudian
mengakibatkan
gangguan
pertukaran
nutrisi
transplasental (Bobak, 2000). Selain itu, peradangan bisa mengubah kekebalan
ibu, mengurangi imunitas tubuh, sehingga meningkatkan risiko infeksi pada ibu,
yang pada gilirannya akan meningkatkan risiko kejadian kelahiran yang tidak
diinginkan (Wilhelm dan Ritz, 2005).
b.
Perubahan Faktor Rheologi Darah dan Fungsi Endotel
Perubahan koagulasi dan viskositas darah akibat pajanan polusi udara
memiliki dampak pada kesehatan jantung (Coppola, dkk., 1989; Peters, dkk.,
1997).Selain perubahan faktor rheologi darah, pajanan polusi udara juga dapat
mempengaruhi fungsi endotel. Sebuah studi menemukan bahwa konsentrasi
plasma dimetil arginin asimetris, yang menunjukkan sebuah gangguan fungsi
vaskular, meningkat setelah terpapar PM2.5(Valkonen, dkk.,2001). Studi lain juga
menemukan bahwa pajanan polusi udara dapat menyebabkan vasokonstriksi
saluran arteri dewasa yang sehat (Brook, dkk., 2002). Studi ini menunjukkan
bahwa pajanan polusi udara dapat memicu disfungsi endotel, yang menyebabkan
vasokonstriksi.Jika polusi udara dapat menyebabkan perubahan faktor rheologi
darah seperti viskositas darah dan koagulasi darah, dan vasokonstriksi arteri pada
Universitas Indonesia
Konsentrasi no2..., Bunga Oktora, FKM UI, 2013
23
wanita hamil, pada gilirannya dapat mempengaruhi transplasenta oksigen dan
transportasi nutrisi yang selanjutnya mempengaruhi perkembangan janin.
c.
Gangguan Endokrin
Polusi udara juga dihubungkan dengan disfungsi endokrin yang berpotensi
dapat berdampak negatif pada hasil kelahiran. Polusi udara, terutama PM, dapat
mengganggu sistem endokrin dan mempengaruhi produksi progesteron (furuta,
dkk., 2004;. Takeda, dkk.,2004.). Meskipun jalur ini kurang dipelajari secara
ekstensif, kemungkinan efek dari polusi udara terhadap sistem endokrin
ditemukanpada penelitian terakhir. Perkembangan hasil penelitian menunjukkan
bahwa menghirup asap tembakau lingkungan (ETS) memberikan kontribusi untuk
gangguan dalam fungsi tiroid (Carrillo, dkk., 2009). Polusi udara, mirip dengan
ETS, bisa juga mengganggu fungsi tiroid. Gangguan fungsi tiroid berhubungan
dengan perkembangan janin (Blazer, dkk., 2003; Patel, dkk., 2011).
Selain itu, polisiklik aromatik hidrokarbon (PAH) juga ditemukan
memiliki aktivitas anti-estrogenik dan dapat mengganggu fungsi endokrin (Tran,
dkk., 1996). Penelitian juga menemukan bahwa gangguan endokrin pada wanita
hamil dapat menyebabkan IUGR (Kanaka-Gantenbein, dkk., 2003). Oleh karena
itu, hubungan antara polusi udara dan IUGR mungkin melibatkan jalur ini. Selain
itu, sebuah studi menemukan bahwa senyawa organik di udara seperti PAH juga
bisa langsung mempengaruhi faktor pertumbuhan epidermal (EGF) dan insulinseperti jenis reseptor faktor pertumbuhan I dan II (IGF-1 dan IGF-2),
menyebabkan inhibisi pertumbuhan sel plasenta dan proliferasi (Dejmek, dkk.,
2000). Hal ini dapat menyebabkan penurunan pertukaran oksigen dan nutrisi ke
janin melalui plasenta, yang merupakan faktor penting yang mengatur
pertumbuhan janin.
d.
Perubahan Hemodinamik
Pajanan polusi udara berhubungan dengan respon hemodinamik seperti
perubahan tekanan dalam darah, denyut dan irama jantung, dan detak otonom
jantung (Ibald-Mulli, dkk., 2004). Secara khusus, pajanan PM dikaitkan dengan
Universitas Indonesia
Konsentrasi no2..., Bunga Oktora, FKM UI, 2013
24
peningkatan denyut jantung, tingkat variabilitas denyut jantung, dan frekuensi
denyut jantung ektopik. Hal ini juga terkait dengan peningkatan tekanan darah
sistolik dan diastolik (Linn, dkk., 1999; Van den Hooven, dkk., 2011). Efek dari
polusi udara pada perubahan hemodimanik dapat menunjukkan mekanisme
potensial yang dapat mempengaruhi hasil kelahiran.Perubahan hemodimanik
adalah faktor risiko untuk hipertensi dan semua penyakit kardiovaskuler.Oleh
karena itu, pajanan polusi udara dapat meningkatkan risiko dampak kesehatan
(misalnya hipertensi) yang pada akhirnya dapat meningkatkan risiko kejadian
kelahiran yang tidak diinginkan. Sebagai contoh, pajanan PM10diketahuidapat
meningkatkan risiko kehamilan dengan hipertensi (Van den Hooven, dkk., 2011),
yang diketahuiberhubungan dengan peningkatan risiko kelahiran prematur (OR =
3,30), berat lahir rendah (OR = 4,68), pembatasan pertumbuhan janin (OR =
2,94), dan skor Apgar rendah 1 menit (OR = 2,99) dan 5 menit (OR = 2,08)
(Olusanya dan Solanke, 2011).
e.
Mutasi Germ-Line
Meskipun sebagian besar mekanisme menunjukkan keterkaitan secara
maternal, studi terbaru menunjukkan bahwa faktor ayah, terutama mutasigermline
akibat pajanan polusi udara juga dapat mempengaruhi hasil kelahiran. Dalam
penelitian hewan, ditemukan bahwa, frekuensi mutasi germline dalam burung
camar herring liar yang bersarang di sebuah daerah berpolusi tinggi adalah 2,8
sampai 8,5 kali lebih tinggi dari burung yang bersarang di daerah non-polusi. Hal
ini konsisten dengan apayang telah dibahas sebelumnya-polusi udara dapat
berakibat buruk terhadap proses replikasi DNA (Somers dan Cooper, 2009).
Selain itu, Somers, et al. (2002) juga menemukan bukti bahwa polusi udara
mampu merangsang pewarisan mutasi DNA (Somers, dkk., 2002).
Karena hewan sentinel yang digunakan untuk mempelajari hubungan
antara polusi udara dan mutasi DNA berasal dari daerah habitat manusia, sangat
mungkin bahwa polusiudara juga dapat menyebabkan mutasi germline di antara
manusia, yang akhirnya dapat mempengaruhi hasil kelahiran. Selain itu, beberapa
penelitian telah dilakukan untuk mendukung hipotesis bahwa polusi udara
Universitas Indonesia
Konsentrasi no2..., Bunga Oktora, FKM UI, 2013
25
dikaitkan dengan peningkatan kadar fragmentasi DNA pada sperma manusia
(Jafarabadi, 2007; Rubes, dkk., 2005).
2.7.
Periode Jendela
Kemungkinan mekanisme biologis yang terlibat dalam pengurangan berat
badan lahir yang terkaitdengan pajanan ibu terhadap polusi udarabervariasi sesuai
dengan waktu pajanan ini. Implantasi janin dan pembentukan plasenta terjadi
selama trimester pertamasedangkan kenaikan berat badanterjadi terutama selama
trimester ketiga. Oleh karena itu, pajananselama kedua periode menunjukkan
kemungkinan gangguan pada berat lahir akhir. Dalamtrimester pertama, mutasi
genetik dianggap unsur yang paling penting untuk terjadinya kelainan pada
plasenta.
Pada
trimester
kedua
dan
ketiga
perubahan
vaskular
yang
kompleksdianggap sebagai penyebab utama kelainan plasenta dan IUGR. Polutan
– polutan yang ada, bisa berdampak pada kedua dimensi (Gouveia, dkk., 2004).
Mekanisme biologis yang mungkin dari polusi udara pada berat lahir
mungkin bervariasi sesuaisaat kehamilan, seperti implantasi janin dan
pembentukan plasentaselama trimester pertama, serta kenaikan berat badan
penting selama trimester ketiga. Kelainan plasenta, kerusakan DNA, gangguan
sistem endokrin, dan perubahan koagulasi darah adalah mekanisme biologis
potensialyang telah diteliti (Dejmek, dkk., 2000;Maisonet, dkk., 2004; Perera,
dkk., 1999, 2002; Whyatt, dkk., 1998).
Temuan dampak yang signifikan dari pajananPM pada BBLR selama
trimester pertama adalahkonsisten. Efeknya mencolok pada periode jendela
selama trimester pertama.Konsentrasi tertinggi polusi udara ambien selama
trimester pertama secara signifikanterkait dengan risiko relatif tinggi PTB.Hasil
ini umumnya konsisten dengantemuan dari Cina, Korea Selatan,Amerika Serikat,
Kanada, dan Republik Ceko(Bobak, 2000; Liu, dkk., 2003; Mohorovic,2004; Ritz,
dkk., 2000; Tsai, dkk., 2003; Woodruff, dkk., 2003; Xu, dkk., 1995; Yang, dkk.,
2002a; Yang, dkk., 2002b,2003, 2004; Leem, dkk., 2006).Beberapa penelitian
menemukan hubungan yang signifikan antara polusi udaradan PTB selama awal
kehamilan (yaitu, bulan pertama atau kedua,trimester pertama) (Mohorovic,
Universitas Indonesia
Konsentrasi no2..., Bunga Oktora, FKM UI, 2013
26
2004;Ritz, dkk., 2000),pada akhir kehamilan (yaitu, akhir bulan kehamilan, akhir
trimester ketiga, 7 hari atau 6 minggu sebelum lahir)(Liu, dkk., 2003; Xu, dkk.,
1995), atau selama kehamilan baik awal dan akhir (Bobak, 2000).
2.8.
Jenis Kelamin Sebagai Faktor Bias
Jenis kelamin diketahui dapat mempengaruhi hasil kehamilan. Studi
terbaru melaporkan hubungan antara pajanan polusi udara dan hasil kehamilan,
tetapi belum mempertimbangkan perbedaan gender. Untuk mengukur efek
interaktif antara gender dan polusi udara padahasil kehamilan, Ghosh R, dkk.
(2007) melakukan tinjauan literatur sistematis terhadap 11 penelitian. Dari 11
studi, empat kasus BBLR dievaluasi, satu kasus dievaluasi berat bayi lahir sangat
rendah dan enam didiagnosis PTB.Wanita beresiko BBLR lebih tinggi:
AORberkisar 1,07-1,62. Pria lebih berisiko untuk PTB: AORs berkisar 1,111,20.Selain itu, ada beberapa bukti yang menunjukkan bahwa efek dari polusi
udara pada BBLR adalah tergantung jenis kelamin, namun bukti itu tersedia hanya
dari empat penelitian.
2.9.
Status Sosial Ekonomi: Kesenjangan Kesehatan
Masyarakat dengan status sosial ekonomi rendah lebih rentan terhadap
polusi udara daripada yang lain. Mereka terkena infeksi, kekurangan gizi, dan
lebih sering tinggal di daerah tercemar. Infeksi pada kehamilan adalah prediktor
kelahiran prematur (Gibbs RS, dkk.,1992.), dan bisa berspekulasi bahwa infeksi
dapat terjadi berulang, kemungkinan berhubungan dengan polusi udara.
Peningkatan viskositas darah ditemukan selama periode terpajan polusi udara
(PetersA., dkk., 1997), mungkin terkait dengan gangguan fungsi plasenta
(Zondervan,H.A.,dkk.,1987).
Peningkatan
konsentrasi
dari
DNA
adduct
ditemukan dalam darah (Perera,F.P.,dkk., 1992; Petruzzelli,S.,dkk., 1998) dan
plasenta (Topinka,J.,dkk., 1997) pada orang – orang yang tinggal di daerah
tercemar, dan juga ditemukan berhubungan dengan berat lahir (Perera, F.P., dkk.,
1998). Status gizi ibu dapat mempengaruhi hubungan antara pajanan partikel
udara dan kejadian kelahiran yang tidak diharapkan (Kannan, dkk., 2006).
Universitas Indonesia
Konsentrasi no2..., Bunga Oktora, FKM UI, 2013
27
Fungsi paru ibu yang menderita asma juga berhubungan dengan perubahan
fungsi
pembuluh
darah
plasenta
dan
hambatan
pertumbuhan
pada
kehamilan(Bracken,dkk., 2003; Clifton, dkk., 2001; Schatz,dkk., 1990). Ibu
dengan fungsi paru yang lebih rendah lebih mungkin untuk mengalami
peningkatan risiko BBLR dan PTB. Teori laintentang asosiasi:
- Gangguan fungsi jantung dari perubahan variabilitas denyut jantung.
- Inhalasi PAHs oleh ibu yang berhubungan dengan pajanan pada plasenta,
berpotensi mengganggu endokrin dan sistem saraf.
- Perubahan dalam viskositas darah akibat peradangan alveolar dari PM, yang
berefek pada fungsi plasenta.
- Pengikatan CO pada Hb sehingga mencegah ikatan Hb dengan oksigen
(Glinianaia, dkk.,2004;Maisonet, dkk.,2004;S rám, dkk.,2005).
Meskipun ada kemajuan dalam perawatan medis, kelahiran prematur yang
terkait kesenjangan ras/etnis tetap masih menjadi masalah utama kesehatan
masyarakat. Pajanan lingkungan dapat berkontribusi pada kesenjangan ras dalam
kasus kelahiran prematur (Burris HH, dkk., 2011). Menariknya, sebuah studi di
Korea Selatan menunjukkan bahwa status sosial ekonomi mempengaruhi
hubungan antara polusi udara dan kelahiran prematur (Yi O,dkk., 2010).
Wanita Hispanik, Afrika-Amerika, dan Asia/Kepulauan Pasifik mengalami
rata-rata lebih tinggi tingkat pajanan polusi udara dan lebih dari dua kali lebih
mungkin untuk tinggal di kabupaten paling tercemar dibandingkan dengan wanita
berkulit putih setelah dikontrol dengan faktor risiko ibu, daerah, dan status
pendidikan [wanita Hispanik: AOR = 4,66, 95% CI,1,92-11,32; wanita AfrikaAmerika: AOR = 2,58, 95% CI, 1,00-6,62; wanita Asia/Kepulauan Pasifik: AOR
= 2,82, 95% CI, 1,07-7,39] (Woodruff, dkk., 2003).
PTB meningkat dari 8,3% di negara dengan kesenjangan pendapatan
rendah menjadi 10,0% di negara dengan kesenjangan pendapatan yang tinggi.
Mortalitas pasca kelahiran meningkat dari 1,15 kematian per 1000 kelahiran hidup
pada kabupaten dengan kesenjangan pendapatan rendah menjadi 1,32 kematian
per 1000 kelahiran hidup pada kabupaten berkesenjangan tinggi (Huynh M,dkk.,
2005).
Universitas Indonesia
Konsentrasi no2..., Bunga Oktora, FKM UI, 2013
28
2.10. Kerangka Teori
Sumber utama polusi udara di daerah perkotaan adalah gas buang industri
dan kendaraan bermotor. Dari industri, jumlah dan jenis polusi dipengaruhi
jumlah industri yang ada, jenis industri, dan pengelolaan limbahnya. Dari sektor
transportasi, jumlah kendaraan bermotor, jenis mesin, dan pemeliharaan mesin
mempengaruhi jumlah dan jenis polusi udara. Polusi udara tersebut jika memajan
ibu hamil dapat mempengaruhi kondisi kehamilan dan kelahirannya. Dampak
pajanan polusi udara selama kehamilan dapat berupa ukuran janin yang lebih kecil
(BBLR), kelahiran sebelum waktunya (prematuritas), dan cacat lahir.
Berat bayi lahir rendah (BBLR) dapat disebabkan oleh berbagai macam
faktor risiko atau gabungan antara faktor- faktor risiko tersebut. Selain polusi
udara, faktor risiko BBLR adalah nutrisi ibu, pekerjaan fisik ibu, penyakit infeksi
yang diderita ibu, pajanan asap rokok, faktor genetik, usia ibu, paritas, jarak
kelahiran, jenis kehamilan, jenis kelamin bayi, dan status sosial ekonomi.
Perjalanan polusi udara bisa sampai menyebabkan BBLR bisa melalui
jalur masuk. Jalur pertama adalah inhalasi, polusi udara dihirup oleh ibu, lalu
masuk ke paru – paru kemudian diedarkan oleh darah ke organ target, lalu
terdeposit di plasenta. Polusi udara juga bisa menyebabkan viskositas dan
koagulasi darah. Viskositas dan koagulasi darah serta plasenta yang terpajan
polusi udara bisa mempengaruhi proses nutrisi dan oksigen transplasental
sehingga mengganggu perkembangan janin yang berakibat pada kejadian BBLR.
Jalur lainnya adalah melalui endokrin, polusi udara mengganggu fungsi endokrin
yang berpengaruh langsung kepada perkembangan janin. Selain kedua jalur
tersebut, polusi udara juga bisa menyebabkan BBLR melalui ROS (Reactive
Oxygen Species) atau radikal bebas yang bisa mengakibatkan kerusakan DNA dan
mutasi gen. Kondisi ini mengganggu pertumbuhan embrio pada tahap awal yang
berdampak pada kelahiran BBLR.
Universitas Indonesia
Konsentrasi no2..., Bunga Oktora, FKM UI, 2013
29
INDUSTRI
UKURAN
JANIN
Jumlah
Jenis
Pengelolaan limbah
POLUSI
UDARA
AMBIEN
KEHAMILAN
KECACATAN
SO2
NO2
PM10
PM2,5
TSP
CO
O3
PAH
KENDARAAN
BERMOTOR
Jumlah
Pemeliharaan mesin
Jenis
DURASI
KEHAMILAN
Viskositas dan
koagulasi darah
Darah
Paru – Paru
Polusi Udara
PAH
Nutrisi&O2
transplasental
Plasenta
EGF & IGF
Perkembangan
janin
Fungsi endokrin
Kerusakan
DNA embrio
ROS
Pertumbuhan
embrio tahap
awal
BBLR
Motilitas &
konsentrasi sperma
Sperma
Nutrisi ibu
Pekerjaan fisik selama kehamilan
Penyakitinfeksi
Perokok Pasif dan Aktif,
Faktor genetik
Usia ibu
Paritas
Jarak kelahiran
Jenis kehamilan
Jenis kelamin bayi
Status Sosial Ekonomi
Fragmentasi
DNA
Gambar 2.2. Kerangka Teori
Konsentrasi no2..., Bunga Oktora, FKM UI, 2013
Universitas Indonesia
30
2.11.
Kerangka Konsep
Dalam penelitian ini, pajanan polusi udara yang diteliti sebagai penyebab
kelahiran BBLR adalah pajanan NO2 selama kehamilan. Pemilihan NO2 sebagai
faktor pajanan sebab sumber pajanan utama yang ingin diteliti adalah asap
buangan kendaraan bermotor. Uji spasial dilakukan dengan memetakan polusi
udara dan kasus berdasarkan kota administrasi tempat tinggal bayi BBLR..
EXPOSURE
(Pada bumil)
Tempat Tinggal
(Kota Administrasi)
OUTCOME
(Kelahiran)
Prevalensi
Kasus BBLR
Konsentrasi
NO2
Bulan ke-1 Kehamilan
Bulan ke-2 Kehamilan
Bulan ke-3 Kehamilan
Bulan ke-4 Kehamilan
Bulan ke-5 Kehamilan
Bulan ke-6 Kehamilan
Bulan ke-7 Kehamilan
Bulan ke-8 Kehamilan
Bulan ke-9 Kehamilan
Bulan
Kelahiran
Gambar 2.3. Kerangka Konsep
Universitas Indonesia
Konsentrasi no2..., Bunga Oktora, FKM UI, 2013
31
2.12. Definisi Operasional
Variabel
Definisi
Alat ukur
Hasil ukur
Kategori
Proporsi/
Jumlah bayi
Timbangan berat
Proporsi kelahiran
Prevalensi
dengan ukuran
badan bayi.
BBLR/bulan/ kota
Kasus
berat bayi ≤
Data Dinas
administrasi
Berat Bayi
2500 gram
Kesehatan
Lahir
yang
Provinsi DKI
Rendah
ditimbang
Jakarta tahun
pada saat bayi
2009 – 2011.
Skala
Rasio
lahir (dalam
kurun 6 – 48
jam setelah
persalinan)
dibagi jumlah
total kelahiran
selama satu
bulan di setiap
wilayah kota
administrasi di
Provinsi DKI
Jakarta
Konsentrasi
Rata- rata
AQMS.
ppm
NO2
konsentrasi
Data BPLHD
*keterangan:
NO2/hari
Provinsi DKI
dalam 1 bulan
Jakarta tahun
pada udara
2006 – 2011.
ambient yang
Passive sampler.
diukur selama
Data BMKG
24 jam.
Pusat tahun
Rasio
(2.1)
(Lestari F., 2010)
2006 – 2011
Tempat
Kota
Laporan Dinas
Kota administrasi
1. Jakarta Utara
tinggal ibu
administrasi
Kesehatan
2. Jakarta Barat
tempat ibu
Provinsi DKI
3. Jakarta Pusat
tinggal
Jakarta
Universitas Indonesia
Konsentrasi no2..., Bunga Oktora, FKM UI, 2013
Nominal
32
Universitas Indonesia
Konsentrasi no2..., Bunga Oktora, FKM UI, 2013
33
Lanjutan Tabel
Variabel
Definisi
Alat ukur
Hasil ukur
Bulan
Bulan pada
Data Dinas
Mm/yy
kelahiran
saat terjadi
Kesehatan
kelahiran.
Provinsi DKI
Kategori
Nominal
Jakarta
2. 13. Hipotesis
Ada hubungan antara konsentrasi NO2di udara ambien selama kehamilan
dengan kejadian BBLR (Berat Bayi Lahir Rendah).
Universitas Indonesia
Konsentrasi no2..., Bunga Oktora, FKM UI, 2013
Skala
BAB 3
METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Desain Penelitian
Pada penelitian ini, peneliti memilih menggunakan desain penelitian
deskriptif dan studi ekologi. Studi ekologi yang dipilih adalah kombinasi antara
analisis spasial dan analisis time-series. Analisis spasial digunakan untuk melihat
distribusi kasus berdasarkan lokasi, sedangkan analisis time-series digunakan
untuk meneliti waktu terjadinya pajanan yang dapat menyebabkan terjadinya
BBLR. Untuk mengetahui adanya hubungan antara pajanan polusi udara selama
kehamilan dengan kejadian BBLR dilakukan uji korelasi dan regresi.
Untuk menilai apakah paparan polusi udara memiliki efek pada hasil
kehamilan, peneliti perlu membandingkan terjadinya hasil kehamilan dari
individu yang terpajan polusi udara pada tingkat pajanan yang berbeda, dan
khususnya membandingkan antara kelompok yang terpajan pada konsentrasi
tinggi dengan kelompok yang terpajan pada konsentrasi rendah (Strickland, dkk.,
2009). Secara khusus, studi deskriptif, studi ekologi, studi kasus kontrol, dan studi
kohort dapat digunakan untuk mengujihubungan antara polusi udara dan
kehamilan. Langkah pertama dalam menyelidiki BBLR yang terkait dengan
pajanan polusi udara bisa dengan studi deskriptif. Studi deskriptif untuk
mengetahui distribusi kelahiran pada populasi tertentu. Studi ini sangat membantu
dalam menilai kemungkinan adanya asosiasi dan mengidentifikasi hipotesis untuk
dievaluasi dalam studi analitis.
Data deskriptif biasanya diterapkan untuk menentukan pola dari hasil
kehamilan oleh tempat, waktu dan orang. Perbandingan geografis berdasarkan
tingkat morbiditas dapat dibuat antar daerah geografis yang berbeda. Variasi
BBLR antara daerah memberikan kontribusi pada dasar hipotesis kausal.
Sementara kecenderungan angka BBLR juga dapat bernilai untuk menunjukkan
kemungkinan efek polusi udara.
Studi ekologi adalah studi di mana para peneliti menganalisis hipotesis
asosiasi antara polusi udara dan kelahiran menggunakan kelompok orang, bukan
33
Universitas Indonesia
Konsentrasi no2..., Bunga Oktora, FKM UI, 2013
34
individu, sebagai unit analisis. Studi ini membandingkan ukuran agregat dari
pajanan, seperti pajanan rata-rata atau proporsi populasi terpajan. Pendekatan
tradisional adalah dengan menggunakan daerah geografis (Bobak dan Leon, 1999)
sebagai
dasar
untuk
mendefinisikan
kelompok
studi,
dan
kemudian
menghubungkan antara ukuran agregat dari hasil pajanan dan kasus BBLR pada
saat yang sama pada beberapa lokasi studi.
3.2. Populasi dan Sampel
Populasi adalah semua bayi yang lahir pada rentang 1 Januari 2009 sampai
dengan 31 Desember 2011 di DKI Jakarta. Jumlah kelahiran di wilayah Jakarta
Pusat, Jakarta Utara, dan Jakarta Barat dari tahun 2009 sampai dengan 2011
adalah 207.653 kelahiran hidup.
Sampel adalah bayi yang lahir dengan berat badan kurang dari 2500 gram
pada rentang 1 Januari 2009 sampai dengan 31 Desember 2011 di seluruh wilayah
DKI Jakarta, kecuali Kabupaten Kepulauan Seribu,serta tersedia data – data yang
dibutuhkan. Jumlah kelahiran BBLR di wilayah Jakarta Pusat, Jakarta Utara, dan
Jakarta Barat dari tahun 2009 sampai dengan 2011 adalah 7.015 kelahiran BBLR.
3.3. Pengumpulan Data
Data yang digunakan merupakan data sekunder dari instansi terkait. Data
pajanan didapatkan dari data pemantauan kualitas udara DKI Jakarta yang
diperoleh dari BPLHD Provinsi DKI Jakarta dan BMKG Pusat. Data kasus BBLR
diperoleh dari Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta.
a.
Pengambilan Data Pajanan
Data NO2 berasal dari data pemantauan kualitas udara DKI Jakarta tahun
2006 – 2011 yang diperoleh dari BPLHD Provinsi DKI Jakarta. Pemantauan
kualitas udara menggunakan AQMS.
Data NO2 berasal dari data pemantauan kualitas udara DKI Jakarta tahun
2006 – 2011yang diperoleh dari BMKG Pusat. Pengukuran kadar NO2 dilakukan
dengan metode passive gas menggunakan alat passive sampler. Analisis sampel
dilakukan
di
laboratorium
kualitas
udara
BMKG,
menggunakan
alat spectrophotometer.
Universitas Indonesia
Konsentrasi no2..., Bunga Oktora, FKM UI, 2013
35
b. Pengambilan Data Kasus BBLR/ Bulan/ Kota Administrasi
Data jumlah total kelahiran dan kasus berat badan bayi lahir rendah yang
lahir pada rentang 1 Januari 2009 sampai dengan 31 Desember 2011 yang
diperoleh dari Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta.
3.4. Analisis Data
3.4.1. Analisis Univariat
Pemetaan/ penggambaran sebaran secara spasial digunakan untuk
melihat sebaran kasus dan faktor risiko yang diteliti di DKI Jakarta. Analisis
univariat secara statistik digunakan untuk mengetahui distribusi frekuensi
dari masing-masing variabel pada penelitian ini yaitu konsentrasi NO2,
kasus BBLR, prevalensi kasus BBLR, dan tempat tinggal.
3.4.2. Analisis Bivariat
Untuk melihat hubungan antara pajanan NO2 dengan kasus BBLR di
DKI Jakarta digunakan uji korelasi. Uji korelasi untuk menentukan
koefisien korelasi (r). Uji Korelasi:
(3.1)
Nilai korelasi (r) berkisar 0 sd 1 atau bila dengan disertai arahnya nilainya 1 sampai dengan +1.
R
=
0
tidak ada hubungan linier
R
=
-1
hubungan linier negative sempurna
R
=
+1
hubungan linier positif sempurna
Menurut Colton, kekuatan hubungan dua variable secara kualitatif dapat
dibagi dalam 4 area, yaitu:
R
= 0,00-0,25
tidak ada hubungan/ hubungan lemah
R
= 0,26-0,50
hubungan sedang
R
= 0,51-0,75
hubungan kuat
R
= 0,75-1,00
hubungan sangat kuat/ sempurna (Hastono, 2006)
Universitas Indonesia
Konsentrasi no2..., Bunga Oktora, FKM UI, 2013
36
Analisis regresi linear antara pajanan NO2 dan prevalensi BBLR.
Kasus BBLR dihitung dalam prevalensi kasus setiap bulan. Konsentrasi
NO2 diukur dalam konsentrasi rata – rata harian di setiap bulan.
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data proporsi
kasus BBLR di DKI Jakarta tahun 2009 – 2011 dari Dinas Kesehatan
Provinsi DKI Jakarta. Variabel respon
(Y)
pada penelitian ini adalah
proporsi kasus BBLR tiap kota administrasidi Provinsi DKI Jakarta.
Sedangkan variable prediktor (X) untuk penelitian ini adalah rata – rata
konsentrasi harian NO2 per bulan usia kehamilan.
Rumus:
Y
=
a + bX
(3.2)
Y
= kasus BBLR
b
= koefisien regresi
a
= konstanta
X
= konsentrasi NO2
Pada penelitian ini juga dilakukan analisis ANOVA dengan
mengelompokkan konsentrasi NO2 menjadi 5, yaitu 0 – 0,025 ppm; 0,0251
– 0,05 ppm; 0,0501 – 0,075 ppm; 0,0751 – 0,1 ppm; dan > 0,1 ppm. Uji
ANOVA untuk membandingkan antar kelompok konsentrasi NO2 tersebut.
3.4.3. Analisis Multivariat
Analisis Regresi Linear Berganda digunakan untuk mengukur
pengaruh antara lebih dari satu variabel prediktor (variabel bebas) terhadap
variabel terikat. Analisis regresi linear ganda digunakan untuk mengukur
pengaruh konsentrasi NO2 di setiap bulan usia kehamilan dan pengaruh
lokasi tempat tinggal dengan kelahiran BBLR. Analisis ini juga bisa
memprediksi variabel yang paling berpengaruh terhadap kelahiran BBLR.
Rumus:
Y
=
a + b1X1+b2X2+…+bnXn
Y
=
kasus BBLR
a
=
konstanta
b1,b2
=
koefisien regresi
X1, X2
=
variabel bebas
(3.3)
Universitas Indonesia
Konsentrasi no2..., Bunga Oktora, FKM UI, 2013
BAB 4
HASIL PENELITIAN
4.1. Distribusi Kasus BBLR Berdasarkan Wilayah Kota Administrasi dan
Konsentrasi NO2 pada Udara Ambien di DKI Jakarta
Distribusi kasus BBLR berdasarkan konsentrasi NO2 pada udara ambien di
DKI Jakarta digambarkan secara spasial per wilayah kota administrasi. Secara
keseluruhan, jumlah kasus berat bayi lahir rendah (BBLR) di DKI Jakarta
mengalami tren menurun dari tahun 2009 sampai dengan 2011, tapi terjadi
fluktuasi jumlah kasus di setiap wilayahnya (Tabel 4.1.).
Tabel 4.1. Distribusi Jumlah Kasus BBLR di DKI Jakarta Tahun 2009 – 2011
Jumlah Kasus BBLR
Tahun
Jakarta
Utara
2009
2010
2011
Jakarta
Barat
604
334
530
Jakarta
Pusat
681
1716
173
Jakarta
Timur
1956
552
469
Jakarta
Selatan
275
213
243
Total
1039
622
819
4555
3437
2234
Rata – rata konsentrasi NO2 di DKI Jakarta secara keseluruhan juga
mengalami tren menurun dari tahun 2009 sampai dengan 2011. Secara rinci dapat
dilihat pada Tabel 4.2.
Tabel 4.2. Distribusi Konsentrasi Rata – Rata NO2 di DKI Jakarta Tahun
2009 – 2011
Rata-Rata NO2
Tahun
2009
2010
2011
Jakarta
Utara
0,0482
0,0340
0,0293
Jakarta
Barat
Jakarta
Pusat
0,0608
0,0472
0,0391
0,0396
0,0268
0,0389
Jakarta
Timur
0,0290
Jakarta
Selatan
0,0171
37
Universitas Indonesia
Konsentrasi no2..., Bunga Oktora, FKM UI, 2013
38
Gambaran distribusi kasus BBLR dan konsentrasi rata – rata NO2 yang
lebih jelas ditampilkan dalam bentuk peta yang dapat dilihat pada Gambar 4.1,
4.2, dan 4.3.
Gambar 4.1. Distribusi Kasus BBLR dan Konsentrasi Rata – Rata NO2 di DKI
Jakarta Tahun 2009
Gambar 4.1 menggambarkan bahwa jumlah kasus BBLR terbanyak pada
tahun 2009 terjadi di Jakarta Pusat dengan konsentrasi rata – rata NO2 di wilayah
tersebut adalah 0,04 ppm/hari. Konsentrasi rata – rata NO2 tertinggi pada tahun
2009 terjadi di wilayah Jakarta Barat, yakni mencapai 0,06 ppm/hari dengan
jumlah kasus BBLR yang juga cukup tinggi, yakni 681 kasus BBLR. Jakarta
Utara merupakan wilayah dengan konsentrasi rata – rata NO2 yang terendah di
antara ketiga wilayah yang dipantau kualitas udaranya, dan memiliki jumlah kasus
BBLR terendah kedua setelah Jakarta Timur.Pada tahun 2009, monitoring kualitas
Universitas Indonesia
Konsentrasi no2..., Bunga Oktora, FKM UI, 2013
39
udara tidak dilakukan di daerah Jakarta Timur dan Jakarta Selatan, sehingga tidak
dapat dianalisis keterkaitan antara kualitas udara dengan kasus BBLR di kedua
daerah tersebut.
Pada tahun 2010 jumlah kasus BBLR terbanyak terjadi di Jakarta Barat
dengan konsentrasi rata – rata NO2 tertinggi yaitu mencapai 0,047 ppm/hari.
Jumlah kasus BBLR yang ditemukan di Jakarta Barat mengalami peningkatan
cukup besar pada tahun ini, yaitu mencapai 1716 kasus. Pada tahun 2010, Jakarta
Pusat merupakan wilayah yang dipantau kualitas udaranya dengan konsentrasi
NO2 yang terendah. Jumlah kasus BBLR di Jakarta Pusat mengalami penurunan
dari tahun sebelumnya menjadi 552 kasus BBLR.Jakarta Utara menjadi wilayah
dengan kasus BBLR terendah kedua setelah Jakarta Timur. Pada tahun 2010,
kualitas udara di wilayah Jakarta Selatan dan Jakarta Timur belum dipantau, baik
oleh BMKG maupun oleh BPLHD DKI Jakarta sehingga tidak dapat dianalisis
keterkaitan BBLR dengan konsentrasi NO2 di kedua wilayah tersebut. Gambaran
sebaran kasus dan konsentrasi NO2 dapat dilihat pada Gambar 4.2 di bawah ini.
Universitas Indonesia
Konsentrasi no2..., Bunga Oktora, FKM UI, 2013
40
Gambar 4.2. Distribusi Kasus BBLR dan Konsentrasi Rata – Rata NO2 di DKI
Jakarta Tahun 2010
Pada tahun 2011, kasus BBLR tertinggi terjadi di Jakarta Selatan dengan
konsentrasi rata-rata NO2 terendah. Sedangkan konsentrasi NO2 tertinggi terjadi di
Jakarta Barat dengan jumlah kasus BBLR terendah. Di wilayah Jakarta Pusat dan
Jakarta Utara, ditemukan jumlah kasus BBLR yang cukup tinggi dengan
konsentrasi NO2 yang juga cukup tinggi.Distribusi kasus BBLR dan konsentrasi
NO2 dapat dilihat pada Gambar 4.3.
Universitas Indonesia
Konsentrasi no2..., Bunga Oktora, FKM UI, 2013
41
Gambar 4.3. Distribusi Kasus BBLR dan Konsentrasi Rata – Rata NO2 di DKI
Jakarta Tahun 2011
Distribusi konsentrasi rata- rata NO2 di DKI Jakarta dari tahun 2009
sampai dengan 2011 secara konsisten menunjukkan wilayah Jakarta Barat
merupakan wilayah dengan konsentrasi NO2 yang tertinggi dengan tren menurun
dari tahun ke tahun. Jumlah kasus BBLR di wilayah Jakarta Barat menunjukkan
angka yang berfluktuasi tapi memiliki kecenderungan jumlah kasus yang banyak,
dengan kasus terbesar pada tahun 2010 dan kasus terendah pada tahun 2011.
Wilayah Jakarta Selatan secara konsisten menunjukkan jumlah kasus BBLR yang
cukup tinggi setiap tahunnya, padahal dari pantauan kualitas udara tahun 2011
menunjukkan bahwa konsentrasi NO2 di wilayah ini relatif rendah. Kemungkinan
besar di wilayah Jakarta Selatan terdapat banyak faktor risiko lain selain kualitas
udara yang mempengaruhi kelahiran BBLR. Wilayah Jakarta Selatan dan Jakarta
Universitas Indonesia
Konsentrasi no2..., Bunga Oktora, FKM UI, 2013
42
Timur mempunyai karakteristik tersendiri, yakni merupakan wilayah pemukiman
padat penduduk. Untuk mengurangi bias karena keberadaan faktor – faktor risiko
BBLR yang melekat di daerah tersebut dan kurangnya data kualitas udara,
wilayah Jakarta Selatan dan Jakarta Timur tidak dimasukkan dalam analisis
bivariat dan multivariat.
4.2.Distribusi Konsentrasi Rata – Rata NO2 pada Udara Ambien dan
Distribusi Proporsi Kasus Berat Bayi Lahir Rendah di DKI Jakarta
Distribusi konsentrasi rata – rata NO2 per bulan dari tahun 2006 sampai
dengan 2011 menunjukkan kecenderungan meningkat dengan puncak tertinggi
terjadi pada tahun 2009 hampir di semua wilayah. Konsentrasi NO2 di Jakarta
Barat bahkan pernah beberapa kali melampaui ambang baku mutunya, yakni di
tahun 2009, 2010, dan 2011. Sedangkan untuk wilayah lainnya, konsentrasi NO2
masih berada di bawah ambang baku mutu. Distribusi konsentrasi NO2 dapat
dilihat pada Gambar 4.4.
Universitas Indonesia
Konsentrasi no2..., Bunga Oktora, FKM UI, 2013
43
0,14
Jakarta Utara
Jakarta Barat
0,12
Jakarta Pusat
Jakarta Timur
Konsentrasi NO2 (ppm)
0,10
Jakarta Selatan
Baku Mutu
0,08
0,06
0,04
0,02
Januari 2006
Maret 2006
Mei 2006
Juli 2006
September 2006
November 2006
Januari 2007
Maret 2007
Mei 2007
Juli 2007
September 2007
November 2007
Januari 2008
Maret 2008
Mei 2008
Juli 2008
September 2008
November 2008
Januari 2009
Maret 2009
Mei 2009
Juli 2009
September 2009
November 2009
Januari 2010
Maret 2010
Mei 2010
Juli 2010
Septermber 2010
November 2010
Januari 2011
Maret 2011
Mei 2011
Juli 2011
September 2011
November 2011
0,00
Gambar 4.4. Distribusi Konsentrasi NO2 pada Udara Ambien DKI
Jakarta Tahun 2006 - 2011
Distribusi proporsi kasus berat bayi lahir rendah pada tahun 2009 - 2011
(Gambar 4.5) menunjukkan angka proporsi kasus tertinggi terjadi di Jakarta Barat
pada bulan Mei 2010. Proporsi kasus tinggi cukup sering terjadi di wilayah
Jakarta Barat. Selain di Jakarta Barat, proporsi kasus BBLR di wilayah Jakarta
Pusat juga menunjukkan angka yang cukup tinggi pada bulan Juni 2009 dan
Agustus 2011.
Universitas Indonesia
Konsentrasi no2..., Bunga Oktora, FKM UI, 2013
44
100
90
Prevalensi kasus BBLR (%)
80
70
60
50
40
30
20
10
Jan-09
Feb-09
Mar-09
Apr-09
Mei-09
Jun-09
Jul-09
AgustSep-09
Okt-09
Nop-09
Des-09
Jan-10
Feb-10
Mar-10
Apr-10
Mei-10
Jun-10
Jul-10
AgustSep-10
Okt-10
Nop-10
Des-10
Jan-11
Feb-11
Mar-11
Apr-11
Mei-11
Jun-11
Jul-11
AgustSep-11
Okt-11
Nop-11
Des-11
0
Jakarta Utara
Jakarta Barat
Jakarta Pusat
Gambar 4.5. Distribusi Proporsi Kasus BBLR di DKI Jakarta Tahun 2009 2011
Distribusi jumlah kasus berat bayi lahir rendah pada tahun 2009 (Gambar
4.6) menunjukkan angka kasus tertinggi terjadi di Jakarta Pusat pada bulan Juni,
pada bulan – bulan lainnya jumlah kasus BBLR masih ditemukan cenderung
tinggi. Pada bulan Februari juga terdapat jumlah kasus BBLR yang besar di
Jakarta Barat.Kecenderungan jumlah kasus BBLR di wilayah lainnya masih di
bawah 100 kasus per bulan.
Universitas Indonesia
Konsentrasi no2..., Bunga Oktora, FKM UI, 2013
45
800
700
Jumlah Kasus BBLR Jakarta Utara
Jumlah Kasus BBLR Jakarta Barat
600
Jumlah Kasus BBLR Jakarta Pusat
500
Jumlah Kasus BBLR Jakarta Timur
400
Jumlah Kasus BBLR Jakarta Selatan
300
200
100
0
Gambar 4.6. Distribusi Kasus BBLR di DKI Jakarta Tahun
2009
Pada tahun 2010, secara keseluruhan terjadi penurunan jumlah kasus
BBLR dibandingkan tahun 2009.Hampir di seluruh wilayah DKI Jakarta
ditemukan jumlah kasus BBLR kurang dari 100 kasus setiap bulannya. Tapi
terdapat lima kasus BBLR yang jumlahnya di atas 100, yaitu kasus yang terjadi
pada bulan Februari di Jakarta Barat, dan pada bulan April dan Mei di Jakarta
Barat dan Jakarta Selatan. Tingginya kasus BBLR di Jakarta Barat pada tahun
2010 sejalan dengan peningkatan konsentrasi NO2 pada akhir tahun 2009 sampai
tahun 2010. Distribusi kasus BBLR pada tahun 2010 dapat dilihat pada Gambar
4.7.
Universitas Indonesia
Konsentrasi no2..., Bunga Oktora, FKM UI, 2013
46
1000
900
Jumlah Kasus BBLR Jakarta Utara
800
Jumlah Kasus BBLR Jakarta Barat
700
Jumlah Kasus BBLR Jakarta Pusat
600
Jumlah Kasus BBLR Jakarta Timur
500
Jumlah Kasus BBLR Jakarta Selatan
400
300
200
100
0
Gambar 4.7. Distribusi Kasus BBLR di DKI Jakarta Tahun
2010
Pada tahun 2011, secara keseluruhan, jumlah kasus BBLR menurun
menjadi di bawah 100 kasus per bulan hampir di seluruh wilayah DKI Jakarta,
kecuali di Jakarta Pusat pada bulan Agustus. Peningkatan kasus BBLR di Jakarta
Pusat pada bulan Agustus berbanding lurus dengan peningkatan konsentrasi NO2
di Jakarta Pusat pada pertengahan hingga akhir tahun 2011.Distribusi kasus pada
tahun 2011 dapat dilihat pada Gambar 4.8.
Universitas Indonesia
Konsentrasi no2..., Bunga Oktora, FKM UI, 2013
47
180
Jumlah Kasus BBLR Jakarta Utara
160
Jumlah Kasus BBLR Jakarta Barat
140
Jumlah Kasus BBLR Jakarta Pusat
Jumlah Kasus BBLR Jakarta Timur
120
Jumlah Kasus BBLR Jakarta Selatan
100
80
60
40
20
0
Januari
2011
Februari
2011
Maret
2011
April 2011 Mei 2011 Juni 2011 Juli 2011
Agustus September Oktober November Desember
2011
2011
2011
2011
2011
Gambar 4.8. Distribusi Kasus BBLR di DKI Jakarta Tahun 2011
Tabel 4.3. Distribusi Rata – Rata Konsentrasi NO2 di Udara Ambien dan
Proporsi Kasus BBLR di DKI Jakarta
Jakarta Utara
Jakarta Barat
Jakarta Pusat
Jakarta Timur
Jakarta Selatan
Tahun
NO2
(ppm)
BBLR
(%)
NO2
(ppm)
NO2
(ppm)
NO2
(ppm)
BBLR
(%)
NO2
(ppm)
BBLR
(%)
2006
2007
2008
2009
2010
2011
0,0114
0,0063
0,0340
0,0482
0,0340
0,0293
-
-
0,0171
-
0,0219
0,0199
0,0412
2,56 0,0608
1,92 0,0472
2,42 0,0391
BBLR
(%)
-
0,0110
0,0092
0,0319
2,28 0,0396
11,64 0,0268
0,54 0,0389
BBLR
(%)
-
0,0268
0,0153
6,76
3,62
3,58 0,0290
Tabel 4.3 menunjukkan data proporsi kasus berat bayi lahir rendah
yangtersediaadalah data dari tahun 2009 – 2011, dengan rata – rata proporsi kasus
tertinggi pada tahun 2009 dan 2011 di Jakarta Pusat dan pada tahun 2010 di
Jakarta Barat.Data konsentrasi NO2 di udara ambien yang tersedia adalah data dari
tahun 2006 – 2011, namun yang lengkap dipantau setiap tahun hanya untuk
wilayah Jakarta Utara, Jakarta Barat, dan Jakarta Pusat. Konsentrasi rata – rata
Universitas Indonesia
Konsentrasi no2..., Bunga Oktora, FKM UI, 2013
48
NO2 tertinggi terjadi pada tahun 2009 di Jakarta Barat dan konsentrasi rata – rata
NO2 terendah terjadi pada tahun 2007 di Jakarta Utara.
Data yang diolah untuk analisis lanjutan, yakni analisis bivariat dan
multivariat, hanya menggunakan data tahun 2009 – 2011 untuk wilayah Jakarta
Utara, Jakarta Barat, dan Jakarta Pusat. Hal ini bertujuan untuk mencegah bias
akibat data yang tidak lengkap (missing value) dan menjaga validitas hasil analisis
data.
4.3.Keterkaitan antara Konsentrasi NO2 di Udara Ambien selama
Kehamilan dengan Proporsi Kasus BBLR di DKI Jakarta
Data rata – rata konsentrasi NO2yang digunakan dalam analisis bivariat
dan multivariat adalah data rata-rata bulanan. Data rata-rata NO2/bulan yang
dikorelasikan dengan kasus BBLR adalah data konsentrasi NO2 setiap bulan
sesuai usia kandungan selama kehamilan yang dihitung secara kohort retrospektif
dari bulan kelahiran,dengan asumsi setiap bayi lahir pada usia kandungan 9 bulan.
Tabel 4.4. Distribusi Kasus BBLR dan Konsentrasi NO2 di Udara Ambien
di DKI Jakarta Tahun 2009 – 2011
Variabel
Proporsi BBLR (%)
NO2 Bulan ke-1 (ppm)
NO2 Bulan ke-2 (ppm)
NO2 Bulan ke-3 (ppm)
NO2 Bulan ke-4 (ppm)
NO2 Bulan ke-5 (ppm)
NO2 Bulan ke-6 (ppm)
NO2 Bulan ke-7 (ppm)
NO2 Bulan ke-8 (ppm)
NO2 Bulan ke-9 (ppm)
N
104
104
104
104
104
104
103
103
102
103
Mean
3,92
0,04034
0,04128
0,04117
0,04144
0,04043
0,04043
0,04013
0,03977
0,04003
SD
9,36341
0,0198587
0,0204700
0,0208975
0,0206167
0,0209946
0,0207494
0,0208207
0,0206717
0,0215109
Min.
0,17
0,0034
0,0034
0,0034
0,0168
0,0034
0,0034
0,0034
0,0034
0,0034
Maks.
88,03
0,1325
0,1325
0,1325
0,1325
0,1325
0,1325
0,1325
0,1325
0,1325
*keterangan : N adalah jumlah bulan/kota administrasi yang dipantau.
Universitas Indonesia
Konsentrasi no2..., Bunga Oktora, FKM UI, 2013
49
Tabel 4.5. Distribusi Proporsi Kasus BBLR per Kota Administrasi di DKI Jakarta
Tahun 2009 – 2011
Kota
administrasi
Mean
SD
SE
Min.
Maks.
Jakarta Utara
Jakarta Barat
Jakarta Pusat
2,31%
4,82%
4,65%
1,02%
15,70%
5,26%
0,17%
2,73%
0,88%
0,45%
0,17%
0,54%
5,45%
88,03%
29,24%
Analisis korelasi dan regresi dilakukan untuk mengetahui hubungan antara
dua variabel numerik.Untuk mengetahui derajat/ keeratan hubungan digunakan
korelasi. Sedangkan untuk mengetahui bentuk hubungan antara dua variabel
digunakan analisis regresi linear. Analisis korelasi dan regresi dilakukan untuk
mengetahui hubungan antara konsentrasi NO2 pada bulan ke-1 sampai bulan ke-9
kehamilan dengan proporsi kasus BBLR.
Tabel 4.6. Analisis Korelasi dan Regresi Konsentrasi NO2PerBulan Kehamilan di
Udara Ambien dengan Berat Bayi Lahir Rendah di DKI Jakarta Tahun 2009 –
2011
Variabel
NO2 pada bulan ke-1
kahamilan
r
0,464
R2
0,215
Persamaan garis
Proporsi BBLR =
-4,911 + 218,808*konsentrasi NO2 bulan
ke-1 kehamilan
P.value
0,0001
NO2 pada bulan ke-2
kehamilan
0,243
0,059
Proporsi BBLR =
-0,670 + 111,115* konsentrasi NO2 bulan
ke-2 kehamilan
0,013
NO2 pada bulan ke-3
kehamilan
NO2 pada bulan ke-4
kahamilan
NO2 pada bulan ke-5
kehamilan
NO2 pada bulan ke-6
kehamilan
NO2 pada bulan ke-7
kahamilan
NO2 pada bulan ke-8
kehamilan
NO2 pada bulan ke-9
kehamilan
0,005
0,000
-
0,960
-0,032
0,001
-
0,745
-0,095
0,009
-
0,339
-0,066
0,004
-
0,509
-0,014
0,000
-
0,889
-0,048
0,002
-
0,633
0,017
0,000
-
0,867
Universitas Indonesia
Konsentrasi no2..., Bunga Oktora, FKM UI, 2013
50
Hubungan konsentrasi NO2 pada bulan ke-1 kehamilan dengan kasus
BBLR menunjukkan hubungan sedang (0,464) dan berpola positif. Nilai koefisien
determinasi 0,215 artinya persamaan garis regresi
yang diperoleh dapat
menerangkan dan memprediksi 21,5% variasi kasus BBLR. Hasil uji statistik
didapatkan hubungan yang signifikan antara konsentrasi NO2 pada bulan pertama
kehamilan dengan kasus BBLR.
Hubungan konsentrasi NO2 pada bulan ke-2 kehamilan dengan kasus
BBLR menunjukkan hubungan lemah (0,243) dan berpola positif. Nilai koefisien
determinasi 0,059 artinya persamaan garis regresi
yang diperoleh dapat
menerangkan dan memprediksi 5,9% variasi kasus BBLR. Hasil uji statistik
didapatkan hubungan yang signifikan antara konsentrasi NO2 pada bulan ke-2
kehamilan dengan kasus BBLR.
Sedangkan konsentrasi NO2 pada bulan ke-3 sampai bulan ke-9 kehamilan
menunjukkan hubungan lemah/ tidak ada hubungan. Hasil uji statistik
menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara konsentrasi NO2
pada usia kehamilan 3 sampai 9 bulan dengan kasus BBLR .
Analisis ANOVA dilakukan untuk mengetahui adanya perbedaan rata –
rata proporsi kasus BBLR antar wilayah kota administrasi di DKI Jakarta.Hasil
analisis menunjukkan rata - rata proporsi kasus BBLR di wilayah Jakarta Utara
adalah 2,31%, di wilayah Jakarta Barat 4,82%, dan di wilayah Jakarta Pusat
4,65%. Hasil uji statistik didapatkan nilai P value = 0,463, berarti pada α = 5%
dapat disimpulkan tidak ada perbedaan signifikan rata-rata proporsi kasus BBLR
di ketiga wilayah tersebut. Distribusi rata- rata proporsi kasus menurut kota
administrasi dapan dilihat pada Tabel 4.7.
Tabel 4.7. Distribusi Rata – Rata Kasus BBLR Menurut Kota Administrasi di DKI
Jakarta Tahun 2009 – 2011
Variabel
Kota administrasi:
Jakarta Utara
Jakarta Barat
Jakarta Pusat
Mean
SD
95% CI
P.value
2,31
4,82
4,65
1,021
12,702
5,261
1,96 – 2,66
-0,75 – 10,38
2,87 – 6,43
0,463
Universitas Indonesia
Konsentrasi no2..., Bunga Oktora, FKM UI, 2013
51
Analisis ANOVA juga dilakukan pada konsentrasi NO2 per bulan usia
kehamilan. Konsentrasi NO2 dikelompokkan menjadi 5 kelompok, yaitu 0 - 0,025
ppm, 0,0251 – 0,05 ppm, 0,0501 – 0,075 ppm, 0,0751 – 0,100 ppm, dan > 0,100
ppm. Dari hasil analisis diperoleh bahwa yang menunjukkan adanya perbedaan
signifikan rata – rata proporsi kasus BBLR menurut konsentrasi NO2 per bulan
kehamilan adalah konsentrasi NO2 pada usia kandungan 1 bulan dan 2 bulan.
Hasil analisis ini sama dengan hasil pada analisis korelasi dan regresi. Analisis
lebih lanjut membuktikan bahwa pada bulan pertama kehamilan, kelompok yang
berbeda signifikan adalah konsentrasi NO2> 0,100 ppm dengan keempat
kelompok lainnya. Pada bulan kedua kehamilan, kelompok yang berbeda
signifikan adalah konsentrasi NO20,0251 – 0,050 ppm dengan 0,0751 – 0,100
ppm. Distribusi rata – rata proporsi kasus BBLR menurut konsentrasi NO2 per
bulan usia kehamilan bisa dilihat pada Tabel 4.8.
Tabel 4.8. Distribusi Rata – Rata Proporsi Kasus BBLR Menurut Konsentrasi
NO2Per Bulan UsiaKehamilan di DKI Jakarta Tahun 2009 – 2011
Konsentrasi NO2 (ppm)
Bulan ke-1
0 – 0,025
0,0251 – 0,050
0,0501 – 0,075
0,0751 – 0,100
> 0,100
Bulan ke-2
0 – 0,025
0,0251 – 0,050
0,0501 – 0,075
0,0751 – 0,100
> 0,100
Bulan ke-3
0 – 0,025
0,0251 – 0,050
0,0501 – 0,075
0,0751 – 0,100
> 0,100
Mean (%)
SD
95% CI
P.value
3,26
2,93
3,26
0,74
56,47
3,33
4,00
3,35
0,50
44,62
1,34 – 5,19
1,98 – 3,88
1,13 – 5,40
0,22 – 1,27
-34,45 – 457,41
0,0001
2,69
2,77
4,36
14,12
12,98
2,42
3,89
4,59
32,65
16,89
1,29 – 4,08
1,83 – 3,71
1,59 – 7,14
-16,08 – 44,31
-138,8 – 164,7
0,019
1,91
4,38
4,23
3,73
3,48
1,01
11,22
4,51
8,57
3,46
1,37 – 2,44
1,63 – 7,14
1,36 – 7,09
-3,44 – 10,89
-27,58 – 34,54
0,924
Universitas Indonesia
Konsentrasi no2..., Bunga Oktora, FKM UI, 2013
52
Lanjutan Tabel 4.8
Konsentrasi NO2 (ppm)
Bulan ke-4
0 – 0,025
0,0251 – 0,050
0,0501 – 0,075
0,0751 – 0,100
> 0,100
Bulan ke-5
0 – 0,025
0,0251 – 0,050
0,0501 – 0,075
0,0751 – 0,100
> 0,100
Bulan ke-6
0 – 0,025
0,0251 – 0,050
0,0501 – 0,075
0,0751 – 0,100
> 0,100
Bulan ke-7
0 – 0,025
0,0251 – 0,050
0,0501 – 0,075
0,0751 – 0,100
> 0,100
Bulan ke-8
0 – 0,025
0,0251 – 0,050
0,0501 – 0,075
0,0751 – 0,100
> 0,100
Bulan ke-9
0 – 0,025
0,0251 – 0,050
0,0501 – 0,075
0,0751 – 0,100
> 0,100
Mean (%)
SD
95% CI
P.value
3,01
4,87
1,78
0,86
3,46
3,40
11,43
1,54
0,54
3,48
1,19 – 4,96
2,08 – 7,65
0,81 – 2,76
0,40 – 1,31
-27,77 – 34,69
0,690
4,42
4,26
3,57
1,20
0,87
7,09
10,97
4,30
1,92
0,19
0,77 – 8,06
1,58 – 6,93
0,49 – 6,65
-0,41 – 2,80
-0,87 – 2,61
0,908
2,55
4,93
2,98
0,60
0,69
2,91
11,52
2,17
0,39
0,06
1,05 – 4,05
2,09 – 7,76
1,53 – 4,44
0,24 – 0,96
0,12 – 1,25
0,682
2,31
4,94
3,19
0.91
0,71
2,18
11,55
2,36
0,89
0,09
1,22 – 3,39
2,10 – 7,78
1,51 – 4,88
0,08 – 1,73
-0,13 – 1,54
0,686
2,26
4,94
3,44
0,93
0,87
2,95
11,59
2,54
0,45
0,14
0,84 – 3,69
2,06 – 7,81
1,62 – 5,25
0,46 – 1,40
-0,40 – 2,15
0,712
2,48
3,57
11,81
1,17
1,25
3,51
4,96
26,84
1,22
0,39
0,84 – 4,13
2,33 – 4,81
-7.39 – 31,01
0,047 – 2,30
-2,23 – 4,73
0,076
Universitas Indonesia
Konsentrasi no2..., Bunga Oktora, FKM UI, 2013
53
4.4.Prediksi Pengaruh Pajanan NO2 Selama Kehamilan Berdasarkan
Wilayah terhadap Kelahiran BBLR
Pemodelan multivariat yang fit (sesuai) dalam menggambarkan prediksi
pengaruh konsentrasi pajanan NO2 selama kehamilan berdasarkan wilayah
terhadap kejadian kelahiran berat bayi lahir rendah (BBLR) di DKI Jakarta adalah
sebagai berikut:
Tabel 4.9. Pemodelan Multivariat yang Fit Memprediksi Pengaruh Pajanan NO2
Selama Kehamilan Berdasarkan Wilayah terhadap Kelahiran BBLR
Model
1
(constant)
Bulan I
Bulan II
Kota
administrasi
Koefisien
B
T
-8,622
-2,870
258,976
4,792
-42,675
-0,815
1,917
1,939
P.value
0,005
0,001
0,417
0,055
ANOVA
F
P.value
11,099
0,000
R
R2
SEE
0,50
0,25
8,231
Setelah dilakukan analisis ternyata variabel independen yang masuk model
regresi adalah kota administrasi, konsentrasi NO2 pada bulan pertama kehamilan,
dan konsentrasi NO2 pada bulan ke-2 kehamilan. Model regresi yang diperoleh
dapat menjelaskan dan memprediksi 25% variasi variabel prevalensi kasus BBLR.
Atau ketiga variabel tersebut dapat memprediksi variabel kasus BBLR sebesar
25%. Kemudian pada kotak ANOVA, hasil uji F menunjukkan nilai sig. = 0,001,
berarti pada α = 5% dapat dinyatakan bahwa model regresi ini cocok (fit) dengan
data yang ada.
Persamaan regresi yang diperoleh adalah:
Kasus BBLR =
-8,622 + 258,976 (NO2 bulan I kehamilan) – 42,675 (NO2 bulan II kehamilan)
+ 1,917(Kota administrasi)
(4.1)
Semakin besar nilai B semakin besar pengaruhnya terhadap variabel kasus
BBLR. Persamaan regresi tersebut menunjukkan variabel yang paling besar
pengaruhnya terhadap kelahiran BBLR adalah pajanan NO2 pada bulan pertama
kehamilan.
Universitas Indonesia
Konsentrasi no2..., Bunga Oktora, FKM UI, 2013
BAB 5
PEMBAHASAN
5.1.
Distribusi Konsentrasi NO2 di Udara Ambien DKI Jakarta
Berdasarkan hasil pemantauan udara ambien yang dilakukan oleh BMKG
Pusat dan BLPHD Provinsi DKI Jakarta, konsentrasi NO2 di DKI Jakarta
memiliki kecenderungan meningkat dari tahun 2006 sampai dengan 2009,
kemudian menurun pada awal 2010 dan meningkat lagi pada akhir 2010 sampai
awal 2011. Penurunan konsentrasi NO2 setelah tahun 2009 diperkirakan sebagai
salah satu dampak dari diberlakukannya program “CAR FREE DAY” di Jakarta.
Program ini sebenarnya sudah diluncurkan sejak tahun 2007 mengacu pada Perda
No.2 Tahun 2005 tentang pengendalian pencemaran udara, namun pelaksanaanya
hanya dua kali dalam sebulan dan hanya diberlakukan di Jalan Sudirman –
Thamrin. Baru pada tahun 2009, program Hari Bebas Kendaraan Bermotor
(HBKB) diperluas ke lima wilayah lainnya, yaitu JalanPemuda (Jakarta Timur),
Jalan Danau Sunter Selatan (Jakarta Utara), Jalan Letnan Jenderal Soeprapto
(Jakarta Pusat), Jalan Sisingamangaraja (Jakarta Selatan), dan jalan di kawasan
Kota Tua Taman Sari (Jakarta Barat).
Sejak tahun 2008, konsentrasi NO2 tertinggi hampir selalu terjadi di
wilayah Jakarta Barat. Wilayah Jakarta Barat terletak sekitar 7 meter di atas
permukaan laut, dengan luas wilayah 129,19 km2. Letak geografis berada diantara
106° 22' 42'' Bujur Timur sampai dengan 106° 58’ 18” Bujur Timur dan 50° 19'
12'' Lintang Selatan sampai dengan 60°.23’ 54” Lintang Selatan. Beriklim Panas
dengan curah hujan rata-rata 1.154 mm (barat.jakarta.go.id).
Jakarta Barat memiliki prospek yang baik dalam bidang bisnis. Daerah ini
menjadi pusat bisnis dengan dibangunnya beberapa mal dan pusat perbelanjaan.
Kondisi ini menjadi salah satu penyebab tingginya mobilitas di wilayah ini.
Sebagai pusat bisnis, Jakarta Barat sering menjadi tempat lalu lalang kendaraan
bermotor dari dalam dan luar DKI Jakarta. Tingginya jumlah kendaraan bermotor
yang berdatangan ke wilayah Jakarta Barat mengakibatkan peningkatan polusi
udara, khususnya NO2.
54
Universitas Indonesia
Konsentrasi no2..., Bunga Oktora, FKM UI, 2013
55
Sumber utama NOx pada atmosfer adalah dari emisi kendaraan bermotor.
Konsekuensi dari kepadatan lalu lintas yang tinggi adalah peningkatan konsentrasi
NO2 di udara, apalagi dengan terjadinya kemacetan yang mengakibatkan lebih
panjangnya durasi kendaraan bermotor mengeluarkan emisinya di ruas – ruas
jalan ibukota.
5.2.
Keterkaitan antara Konsentrasi NO2 di Udara Ambien selama
Kehamilan dengan Kejadian BBLR
Berdasarkan hasil penelitian, diketahui bahwa pajanan NO2 selama
kehamilan mempunyai hubungan yang signifikan dengan kelahiran berat bayi
lahir rendah di DKI Jakarta, dengan korelasi sedang. Pajanan NO2 pada trimester
pertama kehamilan adalah yang berkorelasi terhadap kasus BBLR, khususnya
pajanan pada usia kandungan satu bulan dan dua bulan, konsisten dengan hasil
penelitian Liu, dkk (2003) yang menemukan bahwa setiap 10 ppm kenaikan
pajanan NO2 selama bulan pertama kehamilan akan meningkatkan risiko IUGR
sebesar 5% setelah disesuaikan dengan faktor-faktor penting ibu, bayi dan
lingkungan. Hasil yang sama ditemukan oleh Mannes, dkk. Pada tahun 2005.
Studi ini menunjukkan bahwa setiap peningkatan 1 ppm pajanan NO2 selama
kehamilan dikaitkan dengan penurunan 1 – 34 gram berat lahir pada bayi di
Sydney, Australia (Mannes, dkk., 2005). Beberapa studi lain juga menunjukkan
asosiasi antara pajanan NO2 dan BBLR (Ballester, dkk., 2010; Bell, dkk., 2007;
Ha, dkk., 2001; Lee, dkk., 2003). Beberapa penelitian lain juga menunjukkan
bahwa pajanan NO2 dikaitkan dengan peningkatan risiko SGA (small for
gestational age).
Implantasi janin dan pembentukan plasenta terjadi selama trimester
pertama sedangkan kenaikan berat badan terjadi terutama selama trimester ketiga.
Oleh karena itu, pajanan selama kedua periode menunjukkan kemungkinan
gangguan pada berat lahir akhir. Dalam trimester pertama, mutasi genetik
dianggap unsur yang paling penting untuk terjadinya kelainan pada plasenta. Pada
trimester kedua dan ketiga perubahan vaskular yang kompleks dianggap sebagai
penyebab utama kelainan plasenta dan IUGR. Polutan – polutan yang ada, bisa
Universitas Indonesia
Konsentrasi no2..., Bunga Oktora, FKM UI, 2013
56
berdampak pada kedua dimensi (Gouveia, dkk., 2004). Beberapa penelitian
menemukan hubungan yang signifikan antara polusi udara dan PTB selama awal
kehamilan (yaitu, bulan pertama atau kedua, trimester pertama) (Mohorovic,
2004;Ritz, dkk., 2000).
Beberapa studi telah menunjukkan bahwa polusi udara dapat memasuki
aliran darah dari paru-paru dan bisa disimpan di berbagai organ tubuh melalui
transport aktif atau difusi pasif (Chen, dkk., 2008; Peters,dkk., 2006). Jika polusi
udara mencapai plasenta, polutan juga akan menyebabkan peradangan akut pada
plasenta, yang kemudian mengakibatkan gangguan pertukaran nutrisi dan oksigen
transplasental (Bobak, 2000). Padahal pada minggu pertama kehamilan adalah
proses pembentukan antara sperma dan telur yang memberikan informasi kepada
tubuh bahwa telah ada calon bayi dalam rahim. Saat ini janin sudah memiliki
segala bekal genetik, sebuah kombinasi unik berupa 46 jenis kromosom manusia.
Selama masa ini, yang dibutuhkan hanyalah nutrisi (melalui ibu) dan oksigen.
Gangguan transplasental tentu akan mempengaruhi proses perkembanganjanin.
Tahapan pada trimester pertama yang penting dalam proses perkembangan
janin adalah pada minggu kelima, saat terbentuk tiga lapisan, yaitu ektoderm,
mesoderm, dan endoderm. Ektoderm adalah lapisan yang paling atas yang akan
membentuk sistem saraf pada janin tersebut yang seterusnya membentuk otak,
tulang belakang, kulit, serta rambut. Lapisan mesoderm berada pada lapisan
tengah yang akan membentuk organ jantung, buah pinggang, tulang, dan organ
reproduktif. Lapisan endoderm yaitu lapisan terdalam yang akan membentuk
usus, hati, pankreas, dan kandung kemih.
Pada proses awal perkembangan embrio, kondisi plasenta menjadi salah
satu penentu proses pembentukan selanjutnya sampai kelahiran bayi. Kelainan
plasenta pada awal kehamilan dapat disebabkan oleh mutasi genetik akibat spesies
oksigen reaktif yang berasal dari polusi udara. Konsentrasi NO2 bisa menjadi
salah satu indicator tingginya polusi udara akibat transportasi, yang bisa
menunjukkan tingginya kadar polutan lain yang juga bersumber dari emisi
kendaraan bermotor, seperti gas CO dan HC. Gas – gas tersebut termasuk kategori
radikal bebas penyebab mutasi genetik yang bisa mempengaruhi kondisi plasenta.
Universitas Indonesia
Konsentrasi no2..., Bunga Oktora, FKM UI, 2013
57
Pada hasil uji regresi ganda, didapatkan bahwa faktor yang berpengaruh
padakelahiran BBLR adalah konsentrasi NO2 pada bulan pertama dan bulan kedua
kehamilan serta kota administrasi tempat tinggal, dengan faktor yang paling
berpengaruh adalah konsentrasi NO2 pada bulan pertama kehamilan. Hal ini
menunjukkan bahwa pajanan NO2 berpengaruh pada tahap paling awal persiapan
rahim dan pembentukan embrio, bahkan mungkin sebelum pembuahan itu terjadi.
Pajanan pada bulan pertama kehamilan ini berdampak pada proses mutasi genetik
yang akan mempengaruhi kondisi plasenta. Kondisi plasenta akan sangat
berpengaruh pada tahapan perkembangan janin selanjutnya sampai proses
kelahiran karena plasenta merupakan satu – satunya penghubung antara ibu dan
janin dalam proses transport nutrisi dan oksigen.
Pada penelitian ini dapat disimpulkan bahwa wilayah dengan tingkat
polusi NO2 yang tinggi berpotensi menyebabkan kelahiran bayi BBLR di wilayah
tersebut. Konsentrasi NO2 menjadi tinggi pada wilayah yang memiliki mobilitas
dan jumlah kendaraan bermotor yang tinggi. Pajanan NO2 pada ibu hamil,
khususnya pada trimester pertama, dapat menjadi salah satu penyebab lahirnya
bayi BBLR. Kasus BBLR akibat polusi udara dapat dicegah dengan adanya
pengaturan jarak antara pemukiman dengan pusat lalu lintas jalan raya serta
pembatasan jumlah kendaraan yang lalu lalang di sekitar pemukiman warga. Hal
ini dapat melindungi kelompok rentan (bayi, anak, ibu hamil, dan lanjut usia) dari
pengaruh buruk polusi udara.
Kualitas lingkungan akan selalu mempengaruhi kualitas kesehatan
masyarakatnya. Perbaikan kualitas lingkungan akan berdampak pada perbaikan
kualitas kesehatan masyarakat. Perbaikan kualitas lingkungan, terutama kualitas
udara, membutuhkan kerjasama berbagai sektor, seperti sektor pembangunan,
transportasi, lingkungan hidup, kesehatan, dan ekonomi. Kualitas udara bisa
diperbaiki dengan pembangunan berwawasan lingkungan, perbaikan sarana dan
prasarana transportasi, upaya reboisasi dan pemantauan kualitas udara yang baik,
serta adanya pendidikan perilaku hidup bersih dan sehat, termasuk di dalamnya
mengenai perilaku merokok dan membakar sampah.
Universitas Indonesia
Konsentrasi no2..., Bunga Oktora, FKM UI, 2013
58
5.3.
Keterbatasan Penelitian
Sumber data pada penelitian ini merupakan data sekunder dengan kondisi
data yang terbatas. Data konsentrasi NO2 hanya diperoleh dari 13 titik stasiun
pemantauan udara yang ada di DKI Jakarta, dimana 1 – 4 titik pemantauan
dianggap mewakili kualitas udara satu wilayah kota administrasi. Idealnya, setiap
titik pemantauan udara digambarkan dalam peta sehingga tampilan peta tidak
menggunakan batas – batas wilayah administratif. Pembagian wilayah
berdasarkan wilayah administratif pada penelitian ini menjadi salah satu
keterbatasan dalam analisis spasial. Selain itu, penelitian ini juga tidak dapat
menggambarkan setiap titik kasus secara tepat dan pasti, sehingga faktor jarak
rumah dari sumber pajanan (jalan raya atau pusat industri) tidak dapat
digambarkan. Data kasus BBLR yang diperoleh dari laporan Dinas Kesehatan
Propinsi DKI Jakarta juga sangat terbatas, hanya ada jumlah kasus per bulan per
kota administrasi, tanpa bisa ditelusuri lebih lanjut alamat ibu, kondisi selama
kehamilan, dan proses persalinan. Pada penelitian ini diasumsikan bahwa kasus
BBLR terjadi pada ibu yang tinggal menetap sejak hamil hingga persalinan di
kota administrasi tempat persalinan dilakukan, tanpa memperhatikan faktor –
faktor risiko lainnya. Kasus BBLR merupakan suatu kondisi yang terjadi
didahului oleh banyak faktor risiko, seperti nutrisi ibu, paritas, jenis kelamin bayi,
status sosial ekonomi, jenis kehamilan (tunggal atau kembar), komplikasi selama
kehamilan, dan lain sebagainya. Sulit untuk menyimpulkan bahwa pajanan NO2
adalah penyebab BBLR tanpa dikontrol dengan faktor risiko lainnya. Penelitian
ini hanya mencoba membangun hipotesis awal bahaya polusi udara terhadap
kehamilan dengan mengaitkan antara faktor pajanan NO2 selama kehamilan
dengan kelahiran BBLR. Penelitian ini diharapkan bisa menjadi data awal untuk
penelitian lanjutan yang lebih komprehensif dengan desain studi analitik pada
tingkat individu.
Universitas Indonesia
Konsentrasi no2..., Bunga Oktora, FKM UI, 2013
BAB 6
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1. Kesimpulan
1.
Konsentrasi rata – rata NO2 tertinggi terjadi di Jakarta Barat pada tahun
2009, 2010, dan 2011.
2.
Prevalensi kasus BBLR per tahun, paling tinggi di Jakarta Pusat pada
tahun 2009 dan 2011 dan di Jakarta Barat pada tahun 2010.
3.
Ada hubungan yang signifikan antara pajanan NO2 pada bulan pertama
(kekuatan hubungan sedang) dan kedua (kekuatan hubungan lemah)
kehamilan dengan kejadian berat bayi lahir rendah di DKI Jakarta.
4.
Pajanan NO2 pada bulan pertama dan kedua kehamilan serta kota
administrasi tempat tinggal berhubungan dengan kejadian BBLR.
5.
Pajanan NO2 pada bulan pertama kehamilan adalah faktor yang paling
berpengaruh terhadap kejadian BBLR.
6.2. Saran
1.
Perlu dilakukan penelitian lanjutan dengan desain studi analitik pada
tingkat individu, dengan memperhatikan faktor – faktor risiko BBLR
lainnya selain polusi udara.
2.
Hasil penelitian ini dapat dijadikan pijakan bagi Pemerintah Provinsi
DKI Jakarta, khususnya Dinas Perhubungan, dalam membuat kebijakan
terkait masalah transportasi, khususnya masalah pentingnya pembatasan
jumlah kendaraan bermotor dan pengendalian emisi kendaraaan bermotor
yang melintasi wilayah DKI Jakarta sebagai upaya perbaikan kualitas
udara.
3.
Hasil penelitian ini juga bisa dijadikan masukan dalam menentukan
kebijakan tata kota dalam menentukan lokasi pemukiman yang minim
polusi untuk melindungi kelompok rentan (ibu hamil, bayi, dan lansia)
dari pajanan polusi udara.
59
Universitas Indonesia
Konsentrasi no2..., Bunga Oktora, FKM UI, 2013
60
4.
Hasil penelitian ini juga dapat dijadikan masukan bagi dinas kesehatan
dalam menyusun langkah – langkah pencegahan kasus BBLR yang
terintegrasi dengan semua sektor.
Universitas Indonesia
Konsentrasi no2..., Bunga Oktora, FKM UI, 2013
DAFTAR REFERENSI
Agarwal, A., Sharma, R.K., Nallella, K.P., Thomas, A.J., Jr., Alvarez, J.G., &
Sikka, S.C. (2006). Reactive oxygen species as an independent marker of
male factor infertility. Fertil Steril, 86, 878-885.
Alderman, B.W., Baron, A.E., & Savitz, D.A. (1987). Maternal exposure to
neighborhood carbon monoxide and risk of low infant birth weight. Public
Health Rep, 102, 410-414.
Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika RI. (2011). Data pemantauan
kualitas udara dkijakarta tahun 2000 – 2010. Jakarta: Bidang Pencemaran
Udara BMKG RI.
Badan Pusat Statistik RI. (2007). Survei demografi dan kesehatan indonesia 2007.
Jakarta: Badan Pusat Statistik RI.
Bang, A.T., Bang, R.A., Baitule, S.B., Reddy, M.H. & Deshmukh, M.D. (1999).
Effect of home based neonatal care and management of sepsis on neonatal
mortality: feld trial in India. Lancet, 354, 1955-1961.
Walton, T.E. (2003). Mengurangi polusi di indonesia. Jakarta: Bank Dunia.
Ballester, F., Estarlich, M., Iniguez, C., Llop, S., Ramon, R., Esplugues, A., et al.
(2010). Air pollution exposure during pregnancy and reduced birth size: A
prospective birth cohort study in Valencia, Spain. Environ Health, 9, 6.
Barker, D.J.(2007). The origins of the developmental origins theory. J Intern
Med, 261(5), 412-7.
Barnett, A.G., Williams, G.M., Schwartz, J., Best, T.L., Neller, A.H.,
Petroeschevsky, A.L., etal. (2006). The effects of air pollution on
hospitalizations for cardiovascular disease in elderly people in Australian
and New Zealand cities. Environ Health Perspect, 114, 1018-1023.
Bell, M.L., Belanger, K., Ebisu, K., Gent, J.F., Lee, H.J., Koutrakis, P., et al.
(2010). Prenatal exposure to fine particulate matter and birth weight:
Variations by particulate constituents and sources. Epidemiology, 21, 884891.
Bell, M.L., Ebisu, K., & Belanger, K. (2007). Ambient air pollution and low birth
weight in connecticut and massachusetts. Environ Health Perspect, 115,
1118-1124.
Bell, M.L., McDermott, A., Zeger, S.L., Samet, J.M., & Dominici, F. (2004).
Ozone and short-term mortality in 95 US urban communities, 1987-2000.
Jama, 292, 2372-2378.
Bibby, E.& Stewart, A. (2004). The epidemiology of preterm birth. Neuro
Endocrinol Lett., 25. Suppl 1:43-47.
Blazer, S., Moreh-Waterman, Y., Miller-Lotan, R., Tamir, A., &Hochberg, Z.
(2003). Maternal hypothyroidism may affect fetal growth and neonatal
thyroid function. Obstet Gynecol, 102, 232-241.
Block, M.L.,& Calderon-Garciduenas, L. (2009). Air pollution: Mechanisms of
neuroinflammation and CNS disease. Trends Neurosci, 32, 506-516.
Bobak, M. (2000). Outdoor air pollution, low birth weight, and prematurity.
Environmental Health Perspect, 108, 173-176.
61
Universitas Indonesia
Konsentrasi no2..., Bunga Oktora, FKM UI, 2013
62
Bobak, M., & Leon, D.A. (1999). Pregnancy outcomes and outdoor air pollution:
An ecological study in districts of the czechrepublic 1986-8. Occup
Environ Med, 56, 539-543.
Bracken, M.B., Triche, E.W., Belanger, K., Saftlas, A., Beckett, W.S., Leaderer
B.P. (2003). Asthma symptoms, severity, and drug therapy: A prospective
study of effects on 2205 pregnancies. Obstet Gynecol., 102(4), 739-52.
Brauer, M., Lencar, C., Tamburic, L., Koehoorn, M., Demers, P., & Karr, C.
(2008). A cohort study of traffic-related air pollution impacts on birth
outcomes. Environ Health Perspect, 116, 680-686.
Brook, R.D. (2008). Cardiovascular effects of air pollution. Clin Sci (Lond), 115,
175-187.
Brook, R.D., Brook, J.R., Urch, B., Vincent, R., Rajagopalan, S., & Silverman, F.
(2002). Inhalation of fine particulate air pollution and ozone causes acute
arterial vasoconstriction in healthy adults. Circulation, 105, 1534-1536.
Burris, H.H., Collins, J.W. Jr, Wright, R.O. (2011). Racial/ethnic disparities in
preterm birth: Cluesfrom environmental exposures. Curr Opin Pediatr.,
23(2), 227-32.
Carrillo, A.E., Metsios, G.S.,& Flouris, A.D. (2009). Effects of secondhand
smoke on thyroid function. Inflamm Allergy Drug Targets, 8, 359-363.
Chen, L., Yang, W., Jennison, B.L., Goodrich, A.,& Omaye, S.T.(2002). Air
pollution and birth weightin northern nevada, 1991-1999. Inhal Toxicol,
14(2), 141-157.
Chen, L., Yokel, R.A., Hennig, B., & Toborek M. (2008). Manufactured
aluminum oxide nanoparticles decrease expression of tight junction
proteins in brain vasculature. J Neuroimmune Pharmacol, 3, 286-295.
Clapp, I.J.F.,&Lopez, B. (2007). Size at birth, obesity and blood pressure at age
five. Metab Syndr Relat Disord, 5, 116-126.
Clifton, V.L., Giles, W.B., Smith, R., Bisits, A.T., Hempenstall, P.A., Kessell,
C.G.,& Gibson, P.G. (2001).Alterations of placental vascular function in
asthmatic pregnancies. Am J Respir Crit Care Med., 164(4), 546-53.
Coppola, L., Giunta, R., Grassia, A., Misso, L., Verrazzo, G., Violano, P.F., et al.
(1989). Air pollution by gasoline exhaust fumes: Effect on platelet
function and blood viscosity. Med Lav,80, 187-191.
Dadvand, P., Rankin, J., Rushton, S., & Pless-Mulloli, T. (2011). Association
between maternal exposure to ambient air pollution and congenital heart
disease: A register-based spatiotemporal analysis. Am J Epidemiol, 173,
171-182.
Darrow, L.A., Klein, M., Flanders, W.D., Waller, L.A., Correa, A., Marcus, M., et
al. (2009). Ambient air pollution and preterm birth: A time-series analysis.
Epidemiology.
Dejmek, J., Jelinek, R., Solansky, I., Benes, I., & Sram R.J. (2000). Fecundability
and parental exposure to ambient sulfur dioxide. Environ Health Perspect
108, 647-654.
Dejmek, J., Selevan, S.G., Benes, I., Solansky, I., & Sram R.J. (1999). Fetal
growth and maternal exposure to particulate matter during pregnancy.
Environ Health Perspect, 107, 475-480.
Universitas Indonesia
Konsentrasi no2..., Bunga Oktora, FKM UI, 2013
63
Dockery, D.W., & Pope, C.A.(1994). Acute respiratory effects of particulate air
pollution. Annu Rev Public Health, 15, 107-132.
Dominici, F., McDermott, A., Zeger, S.L., & Samet J.M.(2003). Airborne
particulate matter and mortality: timescale effects in four US cities. Am J
Epidemiol, 157, 1055-1065.
Donaldson, K., Stone, V., Seaton, A., & MacNee, W. (2001). Ambient particle
inhalation and the cardiovascular system: Potential mechanisms. Environ
Health Perspect, 109 Suppl 4, 523-527.
Dubowsky, S.D., Suh, H., Schwartz, J., Coull, B.A., & Gold, D.R. (2006).
Diabetes, obesity, and hypertension may enhance associations between air
pollution and markers of systemic inflammation. Environ Health Perspect,
114, 992-998.
Dugandzic, R., Dodds, L., Stieb, D., & Smith-Doiron, M. (2006). The association
between low level exposures to ambient air pollution and term low birth
weight: A retrospective cohort study. Environ Health, 5, 3.
Fonseca, W., Kirkwood, B.R., Victoria, C.G., Fuchs, S.R., Flores, J.A. & Misago,
C. (1996). Risk factors for childhood pneumonia among the urban poor in
fortaleza, brazil: A case-control study. Bulletin of the World Health
Organization, 74, 199-208.
Furuta, C., Suzuki, A.K., Taneda, S., Kamata, K., Hayashi, H., Mori, Y., et al.
(2004). Estrogenic activities of nitrophenols in diesel exhaust particles.
Biol Reprod, 70, 1527-1533.
Gehring, U., Wijga, A.H., Fischer, P., de Jongste, J.C., Kerkhof, M., Koppelman,
G.H., et al. (2010). Traffic-related air pollution, preterm birth and term
birth weight in the PIAMA birth cohort study. Environ Res, 111, 125-135.
Ghosh, R., Rankin, J., Pless-Mulloli, T., & Glinianaia, S. (2007). Does the effect
of air pollution on pregnancy outcomes differ by gender? A systematic
review. Environ Res, 105, 400-408.
Gibbs, R.S., Romero, R., Hillier, S.L., Eschenbach, D.A.,& Sweet, R.L. (1992).A
review of prematurebirth and subclinical infection. Am J Obstet Gynecol,
166, 1515–28.
Gilboa, S.M., Mendola, P., Olshan, A.F., Langlois, P.H., Savitz, D.A., Loomis,
D., et al. (2005). Relation between ambient air quality and selected birth
defects, seven country study, Texas, 1997-2000. Am J Epidemiol, 162,
238-252.
Glinianaia, S.V., Rankin, J., Bell, R., Pless-Mulloli, T., & Howel, D. (2004).
Particulate air pollution and fetal health: A systematic review of the
epidemiologic evidence. Epidemiology, 15, 36-45.
Gold, D.R., Damokosh, A.I., Pope, C.A., Dockery, D.W., McDonnell, W.F.,
Serrano, P., et al.(1999). Particulate and ozone pollutant effects on the
respiratory function of children in southwest Mexico City. Epidemiology,
10, 8-16.
Gouveia, N., Bremner, S.A., &Novaes, H.M. (2004). Association between
ambient air pollution and birth weight in Sao Paulo, Brazil. J Epidemiol
Community Health, 58, 11–7.
Universitas Indonesia
Konsentrasi no2..., Bunga Oktora, FKM UI, 2013
64
Maroziene, L. &Grazuleviciene, R. (2002). Maternal exposure to low-level air
pollution and pregnancy outcomes: A population-based study. Environ
Health, 1(1), 6-12.
Ha, E.H., Hong, Y.C., Lee, B.E., Woo, B.H., Schwartz, J., & Christiani, D.C.
(2001). Is air pollution a risk factor for low birth weight in Seoul?
Epidemiology, 12, 643-648.
Hansen, C., Neller, A., Williams, G., & Simpson, R. (2006). Maternal exposure to
low levels of ambient air pollution and preterm birth in Brisbane,
Australia. Bjog, 113, 935-941.
Hansen, C.A., Barnett, A.G., Jalaludin, B.B., & Morgan, G.G.(2009). Ambient air
pollution and birth defects in brisbane, australia. PLoS One, 4, e5408.
Huynh, M., Woodruff, T.J., Parker, J.D., & Schoendorf, K.C. (2006).
Relationships between air pollution and preterm birth in California.
Paediatr Perinat Epidemiol, 20, 454-461.
Ibald-Mulli, A., Timonen, K.L., Peters, A., Heinrich, J., Wolke, G., Lanki, T., et
al. (2004). Effects of particulate air pollution on blood pressure and heart
rate in subjects with cardiovascular disease: a multicenter approach.
Environ Health Perspect, 112, 369-377.
Jafarabadi, M. 2007. Episodic air pollution is associated with increased DNA
fragmentation in human sperm without other changes in semen quality.
Hum Reprod, 22, 3263.
Jalaludin, B., Mannes, T., Morgan, G., Lincoln, D., Sheppeard, V., & Corbett, S.
(2007). Impact of ambient air pollution on gestational age is modified by
season in Sydney, Australia. Environ Health, 6, 16.
Jerrett, M., Burnett, R.T., Ma, R., Pope, C.A., Krewski, D., Newbold, K.B., et al.
(2005). Spatial analysis of air pollution and mortality in Los Angeles.
Epidemiology, 16, 727-736.
Jiang, L.L., Zhang, Y.H., Song, G.X., Chen, G.H., Chen, B.H., Zhao, N.Q., et
al.(2007). A time series analysis of outdoor air pollution and preterm birth
in Shanghai, China. Biomed Environ Sci, 20, 426-431.
Jurjus, A.R. (1995). Low birth wight in Lebanon: morphological parameter and a
health status indicator. Eastern Mediterranean Health Journal, 1, 194–
200.
Kadiiska, M.B., Mason, R.P., Dreher, K.L., Costa, D.L., & Ghio, A.J. (1997). In
vivo evidence of free radical formation in the rat lung after exposure to an
emission source air pollution particle. Chem Res Toxicol, 10, 1104-1108.
Kanaka-Gantenbein, C., Mastorakos, G., & Chrousos, G.P. (2003). Endocrinerelated causes and consequences of intrauterine growth retardation. Ann N
Y Acad Sci, 997, 150-157.
Kannan, S., Misra, D.P., Dvonch, J.T., & Krishnakumar, A. (2006). Exposures to
airborne particulate matter and adverse perinatal outcomes: a biologically
plausible mechanistic framework for exploring potential effect
modification by nutrition. Environ Health Perspect, 114, 1636-1642.
Kementerian Kesehatan RI. 2007. Riset Kesehatan Dasar 2007. Jakarta: Badan
Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Kementerian Kesehatan RI.
Kementerian Kesehatan RI. 2010. Riset Kesehatan Dasar 2010. Jakarta: Badan
Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Kementerian Kesehatan RI.
Universitas Indonesia
Konsentrasi no2..., Bunga Oktora, FKM UI, 2013
65
Kim, O.J., Ha, E.H., Kim, B.M., Seo, J.H., Park, H.S., Jung, W.J., et al. (2007).
PM10 and pregnancy outcomes: a hospital-based cohort study of pregnant
women in Seoul. J Occup Environ Med, 49, 1394-1402.
Klingenberg, C., Olomi, R., Oneko, M., Sam, N. & Langeland, N. (2003)
Neonatal morbidity and mortality in a Tanzanian tertiary care referral
hospital. Annals Paediatrics, 23, 293-299.
Kunzli, N.,& Tager, I.B. (2005). Air pollution: from lung to heart. Swiss Med
Wkly, 135, 697-702.
Kwon, H.J., Cho, S.H., Nyberg, F., &Pershagen, G. (2001). Effects of ambient air
pollution on daily mortality in a cohort of patients with congestive heart
failure. Epidemiology,. 12(4):413-9.
Landgren, O. (1996). Environmental pollution and delivery outcome in southern
Sweden: a study with central registries. Acta Paediatr, 85, 1361-1364.
Lee, B.E., Ha, E.H., Park, H.S., Kim, Y.J., Hong, Y.C., &Kim, H.(2003).
Exposure to air pollution during different gestational phases contributes to
risks of low birth weight. Hum Reprod, 18, 638-643.
Lee, S.J., Hajat, S., Steer, P.J., & Filippi, V. (2008). A time-series analysis of any
short-term effects of meteorological and air pollution factors on preterm
births in London, UK. Environ Res, 106, 185-194.
Leem, J.H., Kaplan, B.M., Shim, Y.K., Pohl, H.R., Gotway, C.A., Bullard,
S.M.(2006). Exposures to air pollutants during pregnancy and preterm
delivery. Environ Health Perspect, 114, 905-910.
Leeuwenburgh, C., & Heinecke, J.W. (2001). Oxidative stress and antioxidants in
exercise. Curr Med Chem, 8, 829-838.
Lestari, Fatma. 2010. Bahaya Kimia: Sampling dan Pengukuran Kontaminan
Kimia di Udara. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Lin, C.M., Li, C.Y., & Mao, I.F. (2004). Increased risks of term low-birth-weight
infants in a petrochemical industrial city with high air pollution levels.
Arch Environ Health, 59, 663-668.
Linn, W.S., Gong, H. Jr., Clark, K. W, & Anderson K. R. (1999). Day-to-day
particulate exposures and health changes in Los Angeles area residents
with severe lung disease. J Air Waste Manag Assoc, 49, 108-115.
Liu, S., Krewski, D., Shi, Y., Chen, Y., & Burnett, R. T. (2003). Association
between gaseous ambient air pollutants and adverse pregnancy outcomes
in Vancouver, Canada. Environ Health Perspect, 111, 1773-1778.
Liu, S., Krewski, D., Shi, Y., Chen, Y., & Burnett, R. T. (2007). Association
between maternal exposure to ambient air pollutants during pregnancy and
fetal growth restriction. J Expo Sci Environ Epidemiol, 17, 426-432.
Llop, S., Ballester, F., Estarlich, M., Esplugues, A., Rebagliato, M., & Iniguez, C.
(2010). Preterm birth and exposure to air pollutants during pregnancy.
Environ Res, 110, 778-785.
McLachlan, M. (1999).National Nutrition Project. Washington,DC: World Bank
Madsen, C., Gehring, U., Walker, S.E., Brunekreef, B., Stigum, H., Naess,
O.(2010). Ambient air pollution exposure, residential mobility and term
birth weight in Oslo, Norway. Environ Res, 110, 363-371.
Universitas Indonesia
Konsentrasi no2..., Bunga Oktora, FKM UI, 2013
66
Maisonet, M., Bush, T. J., Correa, A., & Jaakkola, J. J. (2001). Relation between
ambient air pollution and low birth weight in the Northeastern United
States. Environ Health Perspect, 109 Suppl 3, 351-356.
Maisonet, M., Correa, A., Misra, D., & Jaakkola, J. J. (2004). A review of the
literature on the effects of ambient air pollution on fetal growth. Environ
Res, 95, 106-115.
Mannes, T., Jalaludin, B., Morgan, G., Lincoln, D., Sheppeard, V., & Corbett, S.
(2005). Impact of ambient air pollution on birth weight in Sydney,
Australia. Occup Environ Med, 62, 524-530.
Maroziene, L., & Grazuleviciene, R. (2002). Maternal exposure to low-level air
pollution and pregnancy outcomes: a population-based study. Environ
Health, 1, 6.
Marshall, E.G., Harris, G., & Wartenberg, D. (2010). Oral cleft defects and
maternal exposure to ambient air pollutants in New Jersey. Birth Defects
Res A Clin Mol Teratol, 88, 205-215.
Martin, J. A., Kung, H. C., Mathews, T. J., Hoyert, D. L., Strobino, D. M., Guyer,
B.(2008). Annual summary of vital statistics: 2006. Pediatrics, 121, 788801.
Middleton, N., Yiallouros, P., Kleanthous, S., Kolokotroni, O., Schwartz, J.,
&Dockery, D. W. (2008). A 10-year time-series analysis of respiratory and
cardiovascular morbidity inNicosia, Cyprus: the effect of short-term
changes in air pollution and dust storms. Environ Health, 7, 39.
Mohorovic, L. (2004). First two months of pregnancy--critical time for preterm
delivery and low birthweight caused by adverse effects of coal combustion
toxics. Early Hum Dev, 80, 115-123.
Morello-Frosch, R., Jesdale, B.M., Sadd, J.L., &Pastor, M. (2010). Ambient air
pollution exposure and full-term birth weight in California. Environ
Health, 9, 44.
Olusanya, B. O., &Solanke, O. A. (2011). Perinatal Outcomes Associated with
Maternal Hypertensive Disorders of Pregnancy in a Developing Country.
Hypertens Pregnancy.
Osmond, C., &Barker, D. J. (2000). Fetal, infant, and childhood growth are
predictors of coronary heart disease, diabetes, and hypertension in adult
men and women. Environ Health Perspect, 108 Suppl 3, 545-553.
Parker, J. D., Woodruff, T. J., Basu, R., & Schoendorf, K. C. (2005). Air pollution
and birth weight among term infants in California. Pediatrics, 115, 121128.
Patel, J., Landers, K., Li, H., Mortimer, R. H., & Richard, K. (2011). Thyroid
hormones and fetal neurological development. J Endocrinol.
Perera, F. P., Jedrychowski, W., Rauh, V., Whyatt, R. M. (1999). Molecular
epidemiologic research on the effects of environmental pollutants on the
fetus. Environ Health Perspect, 107 Suppl 3, 451-60.
Perera, F. P., Whyatt, R.M., Jedrychowski, W., Rauh, V., Manchester, D.,
Santella, R. M.,&Ottman, R. (1998). Recent developments in molecular
epidemiology: a study of the effects of environmental polycyclic aromatic
hydrocarbons on birth outcomes in Poland. Am J Epidemiol, 147, 309–14.
Universitas Indonesia
Konsentrasi no2..., Bunga Oktora, FKM UI, 2013
67
Perera, F. P., Hemminki, K., Gryzbowska, E., Motykiewicz, G., Michalska, J.,
Santella, R. M., Young, T. L., Dickey, C., Brandt-Rauf, P., &De Vivo, I.
(1992).Molecular and genetic damage in humans from environmental
pollution in Poland. Nature, 360, 256–8.
Peters, A., Doring, A., Wichmann, H.E., & Koenig, W. (1997). Increased plasma
viscosity during an air pollution episode: a link to mortality? Lancet, 349,
1582-1587.
Peters, A., Veronesi, B., Calderon-Garciduenas, L., Gehr, P., Chen, L.C.,
&Geiser, M.(2006). Translocation and potential neurological effects of
fine and ultrafine particles a critical update. Part Fibre Toxicol, 3, 13.
Petruzzelli, S., Celi, A., Pulera, N., Baliva, F., Viegi, G., Carrozzi, L., Ciacchini,
G., Bottai, M., Di Pede,F., Paoletti, P., &Giuntini, C. (1998). Serum
antibodies to benzo(a)pyrene diol epoxide-DNA adducts in the general
population: effects of air pollution, tobacco smoking, and family history of
lung diseases. Cancer Res, 15, 58(18), 4122-6.
Podja, J.,& Kelley, L. (2000). Administrative Committee on Coordination /Sub –
Committee on Nutrition. The UN Systems Forum for Nutrition. Nutrition
Policy Paper # 8.
Pope, C.A. (1999). Mortality and air pollution: associations persist with continued
advances in research methodology. Environ Health Perspect, 107, 613614.
Pope, C. A. (2000). Epidemiology of fine particulate air pollution and human
health: biologic mechanisms and who's at risk? Environ Health Perspect,
108 Suppl 4, 713-723.
Pope, C. A., Dockery, D. W., Spengler, J. D, & Raizenne, M. E. (1991).
Respiratory health and PM10 pollution. A daily time series analysis. Am
Rev Respir Dis, 144, 668-674.
Pope, C. A.,& Kanner, R. E. (1993). Acute effects of PM10 pollution on
pulmonary function of smokers with mild to moderate chronic obstructive
pulmonary disease. Am Rev Respir Dis, 147, 1336-1340.
Reagan, P. B.,& Salsberry, P. J.(2005). Race and ethnic differences in
determinants of preterm birth in the USA: broadening the social context.
Soc Sci Med, 60(10), 2217-2228.
Renqvist, R., Kardjati, S.,& Kusin, J.A. (1994). Maternal body mass index: the
functional significancy during reproduction. European Journal of Clinical
Nutrition, 48, Suppl 3556-3567.
Rich, D.Q., Demissie, K., Lu, S.E., Kamat, L., Wartenberg, D., & Rhoads, G.G.
(2009). Ambient air pollutant concentrations during pregnancy and the risk
of fetal growth restriction. J Epidemiol Community Health, 63, 488-496.
Rinaudo, P. F, & Lamb, J. (2008). Fetal origins of perinatal morbidity and/or adult
disease. Semin Reprod Med, 26, 436-445.
Risom, L., Moller, P., & Loft, S. (2005). Oxidative stress-induced DNA damage
by particulate air pollution. Mutat Res, 592, 119-137.
Ritz, B., Wilhelm, M., Hoggatt, K.J., & Ghosh, J.K. (2007). Ambient air
pollution and preterm birth in the environment and pregnancy outcomes
study at the University of California, Los Angeles. Am J Epidemiol, 166,
1045-1052.
Universitas Indonesia
Konsentrasi no2..., Bunga Oktora, FKM UI, 2013
68
Ritz, B., &Yu, F. (1999). The effect of ambient carbon monoxide on low birth
weight among children born in southern California between 1989 and
1993. Environ Health Perspect, 107, 17-25.
Ritz, B., Yu, F., Chapa, G., & Fruin, S. (2000). Effect of air pollution on preterm
birth among children born in Southern California between 1989 and 1993.
Epidemiology, 11, 502-511.
Ritz, B., Yu, F., Fruin, S., Chapa, G., Shaw, G. M., & Harris, J. A. (2002).
Ambient air pollution and risk of birth defects in Southern California. Am
J Epidemiol, 155, 17-25.
Rogers, J. F., Thompson, S. J., Addy, C.L., McKeown, R.E., Cowen, D.J., &
Decoufle, P. (2000). Association of very low birth weight with exposures
to environmental sulfur dioxide and total suspended particulates. Am J
Epidemiol, 151, 602-613.
Rubes, J., Selevan, S. G., Evenson, D. P., Zudova, D., Vozdova, M., Zudova,
Z.(2005). Episodic air pollution is associated with increased DNA
fragmentation in human sperm without other changes in semen quality.
Hum Reprod, 20, 2776-2783.
Rudra, C. B., Williams, M. A., Sheppard, L., Koenig, J. Q., & Schiff, M. A.
(2011). Ambient Carbon Monoxide and Fine Particulate Matter in
Relation to Preeclampsia and Preterm Delivery in Western Washington
State. Environ Health Perspect.
Sagiv, S. K, Mendola, P., Loomis, D., Herring, A. H., Neas, L. M., Savitz, D. A,
(2005). A time-series analysis of air pollution and preterm birth in
Pennsylvania, 1997-2001. Environ Health Perspect, 113, 602-606.
Salam, M. T, Millstein, J., Li, Y. F., Lurmann, F. W., Margolis, H. G, & Gilliland,
F. D. (2005). Birth outcomes and prenatal exposure to ozone, carbon
monoxide, and particulate matter: results from the Children's Health
Study. Environ Health Perspect, 113, 1638-1644.
Saldiva, P. H., Pope, C. A., Schwartz, J., Dockery, D. W., Lichtenfels, A. J.,&
Salge, J. M. (1995). Air pollution and mortality in elderly people: a timeseries study in Sao Paulo, Brazil. Arch Environ Health, 50, 159-163.
Samoli, E., Touloumi G., Schwartz, J., Anderson, H.R., Schindler, C., &Forsberg,
B.(2007). Short-term effects of carbon monoxide on mortality: an analysis
within the APHEA project. Environ Health Perspect, 115, 1578-1583.
Schatz, M. (1990). Asthma and pregnancy. J Asthma, 27(6),335-9.
Schwartz, J., Dockery, D. W., Neas, L. M., Wypij, D., Ware, J. H., &Spengler, J.
D. (1994). Acute effects of summer air pollution on respiratory symptom
reporting in children. Am J Respir Crit Care Med, 150, 1234-1242.
Seo, J. H., Leem, J. H., Ha, E. H., Kim, O. J., Kim, B. M., &Lee, J. Y.(2010).
Population-attributable risk of low birthweight related to PM10 pollution
in seven Korean cities. Paediatr Perinat Epidemiol, 24, 140-148.
Shah, J.J., Nagpal, T., Brandon, C.J. (1997). Urban Air Quality Management
Strategy in Asia: Jakarta Report. Washington, DC: World Bank.
Shah, P. S, & Balkhair, T. (2011). Air pollution and birth outcomes: a systematic
review. Environ Int, 37, 498-516.
Universitas Indonesia
Konsentrasi no2..., Bunga Oktora, FKM UI, 2013
69
Slama, R. , Darrow, L., Parker, J., Woodruff, T. J., Strickland, M.,&
Nieuwenhuijsen, M.(2008). Meeting report: atmospheric pollution and
human reproduction. Environ Health Perspect, 116, 791-798.
Somers, C. M., & Cooper, D. N. (2009). Air pollution and mutations in the
germline: are humans at risk? Hum Genet, 125, 119-130.
Somers, C. M., Yauk, C. L., White, P. A., Parfett, C. L., & Quinn, J. S. (2002).
Air pollution induces heritable DNA mutations. Proc Natl Acad Sci U S A,
99, 15904-15907.
Srám, R. J., Binková, B., Dejmek, J., &Bobak, M. (2005). Ambient air pollution
and pregnancy outcomes: a review of the literature. Environ Health
Perspect, 113(4), 375-382.
Syahril, S., Resosudarmo, S.P., Satriyotomo, B. (2002). Study on Air Quality in
Jakarta: Future Trends, Health Impact, Economic Value, and Policy
Options. Manila: Asian Development Bank.
Takeda, K., Tsukue, N., & Yoshida, S. (2004). Endocrine-disrupting activity of
chemicals in diesel exhaust and diesel exhaust particles. Environ Sci, 11,
33-45.
Tao, F., Gonzalez-Flecha, B., & Kobzik, L. (2003). Reactive oxygen species in
pulmonary inflammation by ambient particulates. Free Radic Biol Med,
35, 327-340.
Thompson, J. N. (2007). Fetal nutrition and adult hypertension, diabetes, obesity,
and coronary artery disease. Neonatal Netw, 26, 235-240.
Topinka, J., Binkova, B., Mrackova, G., Stávková, Z., Peterka, V., Benes, I.,
Dejmek, J., Lenícek, J., Pilcík, T.,& Srám, R. J. (1997). Influence of
GSTM1 and NAT2 genotypes on placental DNA adducts in an
environmentally exposed population.Environ Mol Mutagen, 30, 184–95.
Tran, D. Q., Ide, C. F., McLachlan, J.A., & Arnold, S. F. (1996). The antiestrogenic activity of selected polynuclear aromatic hydrocarbons in yeast
expressing human estrogen receptor. Biochem Biophys Res Commun, 229,
101-108.
Tsai, S. S, Yu, H. S, Liu, C. C, &Yang, C. Y. (2003). Increased incidence of PTD
in mothers residing in an industrialized area in Taiwan. J Toxicol Environ
Health A, 66(13), 987-994.
Tugaswati T. A, Suzuki S, Kiryu Y, Kawada T. (1995). Automotive Air Pollution
inJakarta with Special emphasis on lead, Particulate, and nitrogen dioxide.
Jpn J ofHealth and human Ecology, 61, 261-75
UNICEF/ WHO. (2012). Child-Info: Monitoring The Situation of Children and
Women.http://www.childinfo.org/low_birthweight_table.php
UNAIDS. (1999).AIDS epidemic update. Geneva: United Nations Administrative
Committee on Coordination Sub Committee on Nutrition. Low Birth
Weight. Nutrition Policy Paper No 18.
Valkonen, V. P., Paiva, H., Salonen, J. T., Lakka, T. A., Lehtimaki, T., &Laakso,
J. (2001). Risk of acute coronary events and serum concentration of
asymmetrical dimethylarginine. Lancet, 358, 2127-2128.
Van den Hooven, E. H., de Kluizenaar, Y., Pierik, F. H., Hofman, A., van
Ratingen, S. W, &Zandveld, P. Y.(2011). Air pollution, blood pressure,
Universitas Indonesia
Konsentrasi no2..., Bunga Oktora, FKM UI, 2013
70
and the risk of hypertensive complications during pregnancy: the
generation R study. Hypertension, 57, 406-412.
Wardhana, W.A. 2004. Dampak Pencemaran Lingkungan. Yogyakarta: Penerbit
Andi.
Wang, X., Ding, H., Ryan, L., & Xu, X. (1997). Association between air pollution
and low birth weight: a community-based study. Environ Health Perspect,
105, 514-520.
Whyatt, R. M., Santella, R. M., Jedrychowski, W., Garte, S. J., Bell, D. A.,
Ottman, R., Gladek-Yarborough, A., Cosma, G., Young, T. L., Cooper, T.
B., Randall, M. C., Manchester, D. K.,&Perera, F.P. (1998). Relationship
between ambient air pollution and DNA damage in Polish mothers and
newborns. Environ Health Perspec,. 106 Suppl 3,821-6.
Wietlisbach, V., Pope, C. A.,& Ackermann-Liebrich, U. (1996). Air pollution and
daily mortality in three Swiss urban areas. Soz Praventivmed, 41, 107-115.
Wilhelm, M., & Ritz, B. (2005). Local variations in CO and particulate air
pollution and adverse birth outcomes in Los Angeles County, California,
USA. Environ Health Perspect, 113, 1212-1221.
Woodruff, T. J, Parker, J. D., Kyle, A. D., &Schoendorf, K. C. (2003).
Disparities in exposure to air pollution during pregnancy. Environ Health
Perspect, 111(7), 942-946.
Xu, X., Ding, H., & Wang, X. (1995). Acute effects of total suspended particles
and sulfur dioxides on preterm delivery: a community-based cohort study.
Arch Environ Health, 50, 407-415.
Xu, X., Sharma, R. K., Talbott, E. O., Zborowski, J.V., Rager, J., Arena, V.C.,&
Volz, C. D. (2011). PM10 air pollution exposure during pregnancy and
term low birth weight in Allegheny County, PA, 1994-2000. Int Arch
Occup Environ Health, 84(3), 251-7.
Yang, C. Y., Cheng, B. H., Hsu, T.Y., Chuang, H.Y., Wu, T.N.,& Chen, P. C. (2002).
Association between petrochemical air pollution and adverse pregnancy
outcomes in Taiwan. Arch Environ Health, 57(5), 461-465.
Yang, C. Y., Chiu, H. F., Tsai, S. S., Chang, C. C.,& Chuang, H. Y. (2002). Increased
risk of PTD in areas with cancer mortality problems from petrochemical
complexes. Environ Res, 89(3), 195-200.
Yang, C. Y., Chang, C. C., Chuang, H. Y., Ho, C. K., Wu, T. N.,& Tsai, S. S. (2003)
Evidence for increased risks of preterm delivery in a population residing near a
freeway in Taiwan. Arch Environ Health, 58(10), 649-54.
Yang, C. Y, Chang, C. C, Tsai, S. S, Chuang, H. Y, Ho, C. K., Wu, T. N,& Sung, F.
C.(2003). PTD among people living around Portland cement plants. Environ Res,
92(1), 64-68.
Yang, C. Y, Chang, C. C, Chuang, H. Y., Ho, C. K., Wu, T. N.,& Chang, P. Y.(2004).
Increased risk of PTD among people living near the three oil refineries in
Taiwan. Environ Int, 30(3), 337-342.
Yi, O., Kim, H., Ha, E. (2010). Does area level socioeconomic status modify the effects
of PM(10)on preterm delivery? Environ Res, 110(1), 55-61.
Zondervan, H. A., Oosting, J., Hardeman, M. R., Smorenberg-Schoorl, M. E.,&
Treffers, P. E. (1987). The influence of maternal whole blood viscosity on
fetal growth. Eur J Obstet Gynecol Reprod Biol, 25, 187–94.
Universitas Indonesia
Konsentrasi no2..., Bunga Oktora, FKM UI, 2013
Lampiran 1. Analisis Data
Distribusi Konsentrasi Rata – Rata NO2 pada Udara Ambien di DKI
Jakarta Tahun 2006 - 2011
1.
0,14
0,12
0,10
Konsentrasi NO2 (ppm)
0,08
0,06
0,04
0,02
Januari 2006
April 2006
Juli 2006
Oktober 2006
Januari 2007
April 2007
Juli 2007
Oktober 2007
Januari 2008
April 2008
Juli 2008
Oktober 2008
Januari 2009
April 2009
Juli 2009
Oktober 2009
Januari 2010
April 2010
Juli 2010
Oktober 2010
Januari 2011
April 2011
Juli 2011
Oktober 2011
0,00
Ancol
Kelapa Gading
Bandengan
Walikota Jak-Bar
GOR Cendrawasih
Glodok
Kemayoran
Monas
Bundaran HI
Senayan
Walikota Jak-Tim
Lubang Buaya
Jagakarsa
Baku Mutu
Distribusi Konsentrasi NO2 pada Udara Ambien DKI Jakarta Tahun
2006 - 2011
2.
Keterkaitan antara Konsentrasi NO2 di Udara Ambien selama
Kehamilan dengan Proporsi Kelahiran BBLR di DKI Jakarta
Uji ANOVA:
Distribusi Rata – Rata Kasus BBLR Menurut Kota Admiistrasi di DKI Jakarta
Tahun 2009 – 2011
Multiple Comparisons
(J) Kota
administrasi
Jakarta Utara
Jakarta Barat
-2.50798
2.27689
.820
-8.0511
3.0351
Jakarta Pusat
-2.34404
2.22753
.886
-7.7670
3.0789
Jakarta Utara
2.50798
2.27689
.820
-3.0351
8.0511
Jakarta Pusat
.16394
2.26149
1.000
-5.3417
5.6696
Jakarta Utara
2.34404
2.22753
.886
-3.0789
7.7670
Jakarta Barat
-.16394
2.26149
1.000
-5.6696
5.3417
Jakarta Barat
Jakarta Pusat
Mean
Difference (I-J) Std. Error
95% Confidence Interval
(I) Kota
administrasi
Sig.
71
Konsentrasi no2..., Bunga Oktora, FKM UI, 2013
Lower Bound Upper Bound
72
(lanjutan)
Distribusi Rata – Rata Proporsi Kasus BBLR Menurut Konsentrasi NO2 Per Bulan
Usia kehamilan di DKI Jakarta Tahun 2009 – 2011
a. Bulan Pertama Kehamilan
Multiple Comparisons
95% Confidence Interval
(I) Bulan ke-1
Mean
(J) Bulan ke-1 Difference (I-J) Std. Error
0 - 0.025
0.0251 - 0.050
.33083
1.70717
1.000
-4.5710
5.2326
0.0501 - 0.075
-.00398
2.29394
1.000
-6.5906
6.5826
0.0751 - 0.100
2.51690
2.84529
1.000
-5.6528
10.6866
-53.21311*
4.40790
.000
-65.8695
-40.5567
-.33083
1.70717
1.000
-5.2326
4.5710
0.0501 - 0.075
-.33481
1.82187
1.000
-5.5660
4.8963
0.0751 - 0.100
2.18607
2.48046
1.000
-4.9361
9.3082
*
4.18170
.000
-65.5509
-41.5370
.00398
2.29394
1.000
-6.5826
6.5906
0.0251 - 0.050
.33481
1.82187
1.000
-4.8963
5.5660
0.0751 - 0.100
2.52088
2.91555
1.000
-5.8506
10.8923
*
4.45358
.000
-65.9967
-40.4215
-2.51690
2.84529
1.000
-10.6866
5.6528
0.0251 - 0.050
-2.18607
2.48046
1.000
-9.3082
4.9361
0.0501 - 0.075
-2.52088
2.91555
1.000
-10.8923
5.8506
-55.73001
*
4.76107
.000
-69.4005
-42.0595
53.21311
*
4.40790
.000
40.5567
65.8695
53.54394
*
4.18170
.000
41.5370
65.5509
53.20913
*
4.45358
.000
40.4215
65.9967
0.0751 - 0.100
55.73001
4.76107
*. The mean difference is significant at the 0.05 level.
.000
42.0595
69.4005
> 0.100
0.0251 - 0.050 0 - 0.025
> 0.100
0.0501 - 0.075 0 - 0.025
> 0.100
0.0751 - 0.100 0 - 0.025
> 0.100
> 0.100
0 - 0.025
0.0251 - 0.050
0.0501 - 0.075
-53.54394
-53.20913
Sig.
*
Konsentrasi no2..., Bunga Oktora, FKM UI, 2013
Lower Bound Upper Bound
73
(lanjutan)
b. Bulan Kedua Kehamilan
Multiple Comparisons
95% Confidence Interval
(I) Bulan ke-2
Mean
(J) Bulan ke-2 Difference (I-J) Std. Error
0 - 0.025
0.0251 - 0.050
-.08286
2.64226
1.000
-7.6696
7.5039
0.0501 - 0.075
-1.67867
3.46763
1.000
-11.6353
8.2780
0.0751 - 0.100
-11.43224
4.16757
.072
-23.3986
.5341
> 0.100
-10.29030
6.80561
1.000
-29.8313
9.2507
.08286
2.64226
1.000
-7.5039
7.6696
0.0501 - 0.075
-1.59581
2.72523
1.000
-9.4208
6.2292
0.0751 - 0.100
*
3.57366
.020
-21.6105
-1.0883
-10.20743
6.45901
1.000
-28.7532
8.3384
1.67867
3.46763
1.000
-8.2780
11.6353
0.0251 - 0.050
1.59581
2.72523
1.000
-6.2292
9.4208
0.0751 - 0.100
-9.75357
4.22066
.229
-21.8724
2.3653
> 0.100
-8.61163
6.83826
1.000
-28.2464
11.0231
11.43224
4.16757
.072
-.5341
23.3986
*
3.57366
.020
1.0883
21.6105
0.0501 - 0.075
9.75357
4.22066
.229
-2.3653
21.8724
> 0.100
1.14194
7.21844
1.000
-19.5844
21.8683
0 - 0.025
10.29030
6.80561
1.000
-9.2507
29.8313
0.0251 - 0.050
10.20743
6.45901
1.000
-8.3384
28.7532
0.0501 - 0.075
8.61163
6.83826
1.000
-11.0231
28.2464
0.0751 - 0.100
-1.14194
7.21844
*. The mean difference is significant at the 0.05 level.
1.000
-21.8683
19.5844
0.0251 - 0.050 0 - 0.025
> 0.100
0.0501 - 0.075 0 - 0.025
0.0751 - 0.100 0 - 0.025
0.0251 - 0.050
> 0.100
-11.34937
11.34937
Sig.
Konsentrasi no2..., Bunga Oktora, FKM UI, 2013
Lower Bound Upper Bound
74
(lanjutan)
3.
Pemodelan Multivariat
a. Langkah I
Model Summary
Model
1
R
.500
R Square Adjusted R Square Std. Error of the Estimate
a
.250
.227
8.23079
a. Predictors: (Constant), Bulan_2, Kotamadya, Bulan_1
ANOVAb
Model
1
Sum of Squares
df
Mean Square
F
Regression
2255.783
3
751.928
Residual
6774.588
100
67.746
Total
9030.371
103
Sig.
11.099
.000a
a. Predictors: (Constant), Bulan_2, Kotamadya, Bulan_1
b. Dependent Variable: prev_BBLR
Coefficientsa
Unstandardized Coefficients
Model
1
B
Std. Error
(Constant)
-8.622
3.004
Kotamadya
1.917
.988
Bulan_1
258.976
Bulan_2
-42.675
Standardized
Coefficients
Beta
T
Sig.
-2.870
.005
.170
1.939
.055
54.043
.549
4.792
.000
52.332
-.093
-.815
.417
a. Dependent Variable: prev_BBLR
b. Langkah II, mengeluarkan variabel konsentrasi NO2 pada bulan ke-2
kehamilan (Bulan_2):
Model Summary
Model
1
R
.495
R Square Adjusted R Square Std. Error of the Estimate
a
.245
.230
8.21713
a. Predictors: (Constant), Bulan_1, Kotamadya
Coefficientsa
Unstandardized Coefficients
Model
1
B
Std. Error
(Constant)
-9.314
2.877
Kotamadya
1.956
.985
230.518
41.196
Bulan_1
Standardized
Coefficients
Beta
T
Sig.
-3.238
.002
.173
1.985
.050
.489
5.596
.000
a. Dependent Variable: prev_BBLR
Konsentrasi no2..., Bunga Oktora, FKM UI, 2013
75
(lanjutan)
Perubahan R Square dankoefisien B
Variabel
Masihlengkap
Bulan_2dikeluarkan
PerubahanCoef. B
dan R Square
Bulan_1
258,976
230,518
11%
Bulan_2
-42,675
Kotamadya
1,917
1,956
2%
R Square
0,250
0,245
2%
*Perubahan koefisien B ada yang lebih dari 10%, dengan demikian variabel Bulan_2
dimasukkan kembali ke dalam model.
c. Langkah III, Memasukkan kembali
mengeluarkan variabel Kotamadya:
variabel
Bulan_2
dan
Model Summary
Model
R
R Square Adjusted R Square Std. Error of the Estimate
.471a
1
.222
.206
8.34256
a. Predictors: (Constant), Bulan_2, Bulan_1
Coefficientsa
Unstandardized Coefficients
Model
1
B
(Constant)
Std. Error
-4.237
2.005
Bulan_1
250.814
54.611
Bulan_2
-47.603
52.980
Standardized
Coefficients
Beta
t
Sig.
-2.113
.037
.532
4.593
.000
-.104
-.899
.371
a. Dependent Variable: prev_BBLR
Perubahan R Square dankoefisien B
Variabel
Masih lengkap
Bulan_2 dikeluarkan
Perubahan Coef. B
dan R Square
Bulan_1
258,976
250,814
3%
Bulan_2
-42,675
-47,603
12%
Kotamadya
1,917
R Square
0,250
0,222
11%
*Perubahan R Square > 10% dan perubahan koefisien B ada yang lebih dari 10%, dengan
demikian variabel Kotamadya dimasukkan kembali ke dalam model.
Konsentrasi no2..., Bunga Oktora, FKM UI, 2013
76
(lanjutan)
d. Pemodelan Terakhir
Model Summaryb
R2
Model
R
1
.500a
.250
Adjusted R
Square
.227
Std. Error of the
Estimate
8.23079
Durbin-Watson
2.075
a. Predictors: (Constant), Kotamadya, Bulan_2, Bulan_1
b. Dependent Variable: prev_BBLR
Model
1
Regression
Residual
Total
ANOVAb
Sum of Squares
df
Mean Square
2255.783
3
751.928
6774.588
100
67.746
9030.371
103
F
11.099
P.value
.000a
a. Predictors: (Constant), Kotamadya, Bulan_2, Bulan_1
b. Dependent Variable: prev_BBLR
Model
1
(Constant)
Bulan_1
Bulan_2
Kotamadya
Unstandardized
Coefficients
B
Std.
Error
-8.622
3.004
258.976 54.043
-42.675 52.332
1.917
.988
Coefficientsa
Standardized
Coefficients
Beta
.549
-.093
.170
t
Sig.
-2.870
4.792
-.815
1.939
.005
.000
.417
.055
a. Dependent Variable: prev_BBLR
Konsentrasi no2..., Bunga Oktora, FKM UI, 2013
Collinearity
Statistics
Tolerance
VIF
.571
.573
.977
1.751
1.745
1.023
77
(lanjutan)
4.
Uji Asumsi
Uji asumsi klasik adalah pengujian asumsi-asumsi statistik yang harus
dipenuhi pada analisis regresi linear berganda yang berbasis ordinary least square
(OLS). Ada lima uji asumsi klasik yang seringdigunakan, yaitu:
a.
Uji Eksistensi (Variabel Random)
Untuk tiap nilai dari variabel x (independen), variabel y (dependen) adalah
variabel random yang mempunyai mean dan varian tertentu. Asumsi ini berkaitan
dengan teknik pengambilan sampel. Cara mengetahui asumsi eksistensi dengan
cara melakukan analisis deskriptif variabel residual dari model, bila residual
menunjukkan adanya mean mendekati nol dan ada sebaran (varian atau standar
deviasi) maka asumsi eksistensi terpenuhi.
Hasil analisis:
Residuals Statisticsa
Minimum
Predicted Value
Std. Predicted Value
Standard Error of Predicted
Value
Adjusted Predicted Value
Residual
Std. Residual
Stud. Residual
Deleted Residual
Maximum
Mean
Std. Deviation
N
-6.6091
-2.249
26.1889
4.759
3.9165
.000
4.67983
1.000
104
104
.813
4.093
1.522
.540
104
-7.6642
17.9025
3.7636
4.33279
104
-1.37120E1
61.83926
.00000
8.11004
104
-1.666
-1.724
7.513
8.660
.000
.008
.985
1.084
104
104
-1.48520E1
82.15413
.15295
9.87040
104
-1.742
.013
.000
.000
17.230
24.479
6.159
.238
.092
2.971
.065
.029
1.825
3.626
.604
.035
104
104
104
104
Stud. Deleted Residual
Mahal. Distance
Cook's Distance
Centered Leverage Value
a. Dependent Variable: prev_BBLR
Hasil dari analisis menunjukkan angka residual dengan mean 0,0001 dan standar
deviasi 8,11004. Dengan demikian asumsi eksistensi terpenuhi.
Konsentrasi no2..., Bunga Oktora, FKM UI, 2013
78
(lanjutan)
b.
Uji Autokorelasi
Uji autokorelasi adalah pengujian asumsi residual yang memiliki korelasi
pada periode ke-t dengan periode sebelumnya (t-1). Harapannya, model regresi
linier berganda memiliki residual yang sifat white noise (tidak ada autokorelasi).
Uji autokorelasi hanya dilakukan pada data time series (runtun waktu) dan tidak
perlu dilakukan pada data cross section (dicatat pada waktu-waktu tertentu / tidak
runtun). Statistik uji yang sering dipergunakan adalahuji Durbin-Watson. Apabila
nilai Durbin-Watson berada di sekitar angka 2, berarti model regresi aman dari
kondisi Autokorelasi.
Hasil analisis:
Uji Durbin – Watson
Model
1
R
R Square
.500a
.250
Adjusted R
Square
Std. Error of
the Estimate Durbin-Watson
.227
8.23079
2.075
a. Predictors: (Constant), Kotamadya, Bulan_2, Bulan_1
b. Dependent Variable: prev_BBLR
Koefisien Durbin-Watson besarnya 2,075, mendekati 2. Dengan demikian,
dapat disimpulkan bahwa dalam regresi antara variable bebas kotamadya (x1), NO2
pada bulan ke-1 (x2), dan NO2 pada bulan ke-2 (x3) terhadap kelahiran BBLR (y)
tidak terjadi autokorelasi.
c.
Uji Normalitas
Uji normalitas data dimaksudkan untuk memperlihatkan bahwa data sampel
berasal dari populasi yang berdistribusi normal.
Konsentrasi no2..., Bunga Oktora, FKM UI, 2013
79
(lanjutan)
d.
Uji Linearitas
Uji linieritas dilakukan dengan mencari persamaan garis regresi variable
bebas x terhadap variable terikat y. Berdasarkan garis regresi yang telah dibuat,
selanjutnya diuji keberartian koefisien garis regresi serta linieritasnya. Untuk
mengetahui asumsi linearitas dapat dengan uji ANOVA (overall F test) bila
hasilnya siginifikan maka model berbentuk linear.
Hasil analisis:
ANOVAb
Sum of
Squares
Model
1
df
Mean Square
Regression
2255.783
3
751.928
Residual
6774.588
100
67.746
Total
9030.371
103
F
11.099
Sig.
.000a
a. Predictors: (Constant), Kotamadya, Bulan_2, Bulan_1
b. Dependent Variable: prev_BBLR
Dari hasil uji anova, diperoleh P value sama dengan 0,000 (Pv< α, α = 0,05),
berarti asumsi linearitas terpenuhi.
e.
Uji Multikolinearitas
Uji multikolinearitas adalah pengujian untuk mengetahui ada atau tidaknya
korelasi yang signifikan antara variabel-variabel prediktor/independen dalam
suatu model regresi linear berganda. Model regresi yang baik memiliki variabelvariabel bebas yang independen/bebas/tidak terkait/tidak berkorelasi. Harapannya,
asumsi multikolinieritas tidak terpenuhi. Statistik uji yang sering dipergunakan
untuk menguji gangguan multikolinearitas adalah dengan variance inflation
factor (VIF) atau korelasi pearson antara variabel-variabel bebas. Pada uji
multikolinieritas, diharapkan nilai VIF < 10 atau korelasi pearson antara variabelvariabel bebas signifikan (Sign. < α = 5% atau 1%), sehingga asumsi
multikolinieritas tidak terpenuhi.
Konsentrasi no2..., Bunga Oktora, FKM UI, 2013
80
(lanjutan)
Hasil analisis:
Coefficientsa
Unstandardized Standardized
Coefficients
Coefficients
Model
1
B
(Constant)
Std.
Error
Beta
Collinearity
Statistics
t
Sig.
Tolerance
VIF
-8.622
3.004
Bulan_1
258.976
54.043
.549
4.792 .000
.571 1.751
Bulan_2
-42.675
52.332
-.093
-.815 .417
.573 1.745
1.917
.988
.170
1.939 .055
.977 1.023
Kotamadya
-2.870 .005
a. Dependent Variable: prev_BBLR
Dari hasil uji asumsi didapatkan nilai VIF tidak lebih dari 10, dengan
demikian tidak ada multikolinearitas antara sesame variable independen.
Dari hasil uji asumsi dan uji kolinearitas ternyata semua asumsi terpenuhi
sehingga model multivariate dapat digunakan untuk memprediksi prevalensi kasus
BBLR.
Konsentrasi no2..., Bunga Oktora, FKM UI, 2013
81
Lampiran 2. Perkembangan Jumlah Kendaraan Bermotor di Indonesia
Menurut Jenis tahun 1987-2010
Tahun
Mobil
Penumpang
Bis
Truk
Sepeda Motor
Jumlah
1987
1 170 103
303 378
953 694
5 554 305
7 981 480
1988
1 073 106
385 731
892 651
5 419 531
7 771 019
1989
1 182 253
434 903
952 391
5 722 291
8 291 838
1990
1 313 210
468 550
1 024 296
6 082 966
8 889 022
1991
1 494 607
504 720
1 087 940
6 494 871
9 582 138
1992
1 590 750
539 943
1 126 262
6 941 000
10 197 955
1993
1 700 454
568 490
1 160 539
7 355 114
10 784 597
1994
1 890 340
651 608
1 251 986
8 134 903
11 928 837
1995
2 107 299
688 525
1 336 177
9 076 831
13 208 832
1996
2 409 088
595 419
1 434 783
10 090 805
14 530 095
1997
2 639 523
611 402
1 548 397
11 735 797
16 535 119
1998
2 769 375
626 680
1 586 721
12 628 991
17 611 767
1999*)
2 897 803
644 667
1 628 531
13 053 148
18 224 149
2000
3 038 913
666 280
1 707 134
13 563 017
18 975 344
2001
3 189 319
680 550
1 777 293
15 275 073
20 922 235
2002
3 403 433
714 222
1 865 398
17 002 130
22 985 183
2003
3 792 510
798 079
2 047 022
19 976 376
26 613 987
2004
4 231 901
933 251
2 315 781
23 061 021
30 541 954
2005
5 076 230
1 110 255
2 875 116
28 561 831
37 623 432
2006
6 035 291
1 350 047
3 398 956
32 528 758
43 313 052
2007
6 877 229
1 736 087
4 234 236
41 955 128
54 802 680
2008
7 489 852
2 059 187
4 452 343
47 683 681
61 685 063
2009
7 910 407
2 160 973
4 498 171
52 767 093
67 336 644
2010
8 891 041
2 250 109
4 687 789
61 078 188
76 907 127
Sumber : Kantor Kepolisian Republik Indonesia
*)
sejak 1999 tidak termasuk Timor
- Timur
Konsentrasi no2..., Bunga Oktora, FKM UI, 2013
82
Lampiran 3. Baku Mutu Udara Ambien Nasional
Konsentrasi no2..., Bunga Oktora, FKM UI, 2013
83
(lanjutan)
Konsentrasi no2..., Bunga Oktora, FKM UI, 2013
2500,000
2000,000
Januari 2000
01 April 2000
Juli 2000
Oktober 2000
Januari 2001
01 April 2001
Juli 2001
Oktober 2001
Januari 2002
01 April 2002
Juli 2002
Oktober 2002
Januari 2003
01 April 2003
Juli 2003
Oktober 2003
Januari 2004
01 April 2004
Juli 2004
Oktober 2004
Januari 2005
01 April 2005
Juli 2005
Oktober 2005
Januari 2006
01 April 2006
Juli 2006
Oktober 2006
Januari 2007
01 April 2007
Juli 2007
Oktober 2007
Januari 2008
01 April 2008
Juli 2008
Oktober 2008
Januari 2009
01 April 2009
Juli 2009
Oktober 2009
Januari 2010
01 April 2010
Juli 2010
Oktober 2010
Jan-11
Apr-11
Jul-11
Okt-11
84
Lampiran 4. Distribusi Konsentrasi SPM pada Udara Ambien di DKI
Jakarta Tahun 2000 - 2011
3000,000
Konsentrasi SPM (ug/m3/24jam) Ancol
Konsentrasi SPM (ug/m3/24jam)
Bandengan
Konsentrasi SPM (ug/m3/24jam) Glodok
Konsentrasi SPM (ug/m3/24jam)
Kemayoran
Konsentrasi SPM (ug/m3/24jam) Monas
Konsentrasi SPM (ug/m3/24jam) Baku
Mutu
1500,000
1000,000
500,000
0,000
Distribusi Konsentrasi SPM pada Udara Ambien di DKI Jakarta Tahun
2000 - 2011
Konsentrasi no2..., Bunga Oktora, FKM UI, 2013
Download