13 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Teori Pembangunan Pembangunan merupakan suatu proses perbaikan kualitas seluruh bidang kehidupan manusia yang meliputi tiga aspek penting yaitu : (1) peningkatan standar hidup tiap orang (pendapatan, tingkat konsumsi pangan, sandang, papan, pelayanan kesehatan, pendidikan dan lain-lain), (2) penciptaan berbagai kondisi yang memungkinkan tumbuhnya rasa percaya diri (self esteem) setiap orang melalui pembentukan segenap sistem ekonomi dan lembaga (institution) sosial, politik dan juga ekonomi yang mampu mempromosikan jati diri dan penghargaan hakikat kemanusian, dan (3) peningkatan kebebasan setiap orang serta peningkatan kualitas dan kuantitas barang dan jasa yang dimiliki (Todaro dan Smith, 2006). Dalam rangka mengembangkan suatu daerah, dengan sasaran meningkatkan kesejahteraan masyarakat maka daerah akan mengembangkan sektor-sektor perekonomian sesuai dengan keunggulannya. Sektor ekonomi dikatakan memiliki keunggulan dikarenakan sektor tersebut mampu menghasilkan output dan nilai tambah yang tinggi. Selain menghasilkan output dan nilai tambah, sektor unggulan juga menghasilkan ekspor yang mampu memberikan devisa untuk pembangunan daerah (Suharto, 2002) Pertumbuhan perekonomian suatu negara atau wilayah akan berkembang apabila di negara tersebut mempunyai sektor yang bisa diandalkan. Selain itu yang menjadi kunci untuk mendukung pertumbuhan perekonomian suatu negara, kebijakan pemerintah mempunyai peran penting dalam membangkitkan 14 perkembangan sektor ekonomi yang menjadi andalan di negara atau wilayah tersebut (Solomuo dan Shimazaki, 2006). Teori pembangunan sangat identik dengan teori pertumbuhan ekonomi, dimana keduanya bertujuan untuk mengukur tingkat kesejahteraan masyarakat di suatu daerah. Pertumbuhan ekonomi merupakan gambaran kemampuan/kapasitas suatu perekonomian untuk menghasilkan barang-barang dan jasa, yang merupakan unsur penting dan menjadi tujuan utama dari pembangunan ekonomi. Secara umum, faktor-faktor yang menentukan atau mempengaruhi pertumbuhan ekonomi, dapat dibedakan menjadi faktor-faktor penentu dari sisi penawaran (supply side) dan faktor-faktor penentu dari sisi permintaan (demand side). Dari sisi penawaran, faktor-faktor penentu pertumbuhan ekonomi mencakup: jumlah penduduk (sumberdaya manusia), stok capital, sumberdaya alam, dan teknologi. Sedangkan dari sisi permintaan, pertumbuhan ekonomi ditentukan atau dipengaruhi oleh pengeluaran pemerintah (government expenditure), investasi swasta (private investment) dan jumlah uang beredar (money supply). Berikut ini ada beberapa teori pertumbuhan ekonomi yang berhubungan dengan pembangunan suatu negara/wilayah, diantaranya adalah teori Harrod-Domar, dan teori pertumbuhan Solow. 1. Model Harrod-Domar Teori Harrod-Domar (H-D) pada dasarnya berusaha untuk memadukan pandangan kaum klasik yang dinilai terlalu menekankan sisi penawaran dan pandangan Keynes yang lebih menekankan pada sisi permintaan (demand side). Teori Harrod-Domar lebih menekankan investasi dalam pembangunan perekonomian karena investasi memiliki peran ganda yaitu di satu sisi, investasi 15 akan meningkatkan kemampuan produktif dari perekonomian (Klasik) dan disisi lain, investasi akan menciptakan permintaan di dalam perekonomian (Keynes). Dalam teori H-D investasi merupakan faktor penentu yang sangat penting dalam pertumbuhan ekonomi (Todaro dan Smith, 2006). Model Harrod – Domar telah berupaya memasukkan unsure dinamyc path (t) dari model pertumbuhannya. Model ini pada intinya menjelaskan bahwa pertumbuhan output perekonomian (Yt) dideterminasi oleh pertumbuhan penduduk (population grows, n), tingkat tabungan (saving rate, s) dan tingkat modal (capital rate, c) sebagai faktor exsogen. Secara umum model pertumbuhan Harrod-Domar ditulis sebagai berikut : S = sY ……………………………………………………………... (1) dimana S adalah tabungan dalam jumlah tertentu dan sY adalah tabungan dari pendapatan nasional. Investasi neto (I) didefinisikan sebagai perubahan stok modal (K) yang dapat diwakili ∆K, sehingga dapat dituliskan persamaan sebagai berikut : I = ∆K ………………………………………………………………. (2) Akan tetapi karena jumlah stok modal K, mempunyai hubungan langsung dengan jumlah pendapatan nasional atau output (Y), maka rasio modal ouput (k) dirumuskan sebagai berikut : K / Y = k............................................................................................... (3) 2. Model Pertumbuhan Solow Teori Solow (teori pertumbuhan ekonomi neoklasik) merupakan teori yang paling banyak digunakan dalam membahas pertumbuhan ekonomi. Dalam model Harrod-Domar hanya memfokuskan pada faktor tabungan dan investasi, 16 sedangkan Solow selain faktor kapital, juga menekankan faktor tenaga kerja dan teknologi. Model Solow umumnya digunakan oleh ahli ekonomi untuk mengkaji issue-issue mengenai pertumbuhan ekonomi. Teori pertumbuhan ekonomi neoklasik Solow merupakan model pengembangan dari formulasi Harrod-Domar dengan menambahkan faktor tenaga kerja dan teknologi ke dalam persamaan pertumbuhan. Perbedaannya teori Harrod-Domar mengasumsikan skala hasil tetap (constan return to scale) dengan koefisien baku, sedangkan model pertumbuhan Solow berpegang pada konsep skala hasil yang terus berkurang (diminishing returns) dari input tenaga kerja dan modal jika keduanya dianalisis secara terpisah, dan jika keduanya dianalisis secara bersamaan maka Solow juga memakai asumsi skala hasil tetap. Model ini menyatakan bahwa secara kondisional, perekonomian suatu negara akan semakin maju jika terjadi pemerataan pendapatan, dengan syarat bahwa negara tersebut mempunyai tingkat tabungan, depresiasi, pertumbuhan angkatan kerja, dan produktivitas yang sama (Todaro dan Smith, 2006). Dalam model neo-klasik solow, output merupakan fungsi dari modal dan tenaga kerja dengan memakai fungsi produksi agregrat standar yang direpresentasikan dalam persamaan berikut : Y = Kα (AL)1-α ………………………………………………………….. (4) dimana Y adalah produk domestik bruto, K adalah stok modal fisik dan modal manusia, L adalah tenaga kerja, dan A adalah produktivitas tenaga kerja yang pertumbuhannya ditentukan secara eksogen. Sedangkan simbol α yang terdapat pada persamaan tersebut melambangkan elastisitas output terhadap modal 17 (persentase kenaikan produk domestik bruto yang bersumber dari 1 persen penambahan modal). 2.2. Teori Model Perencanaan Pembangunan Perencanaan pembangunan dapat dikatakan sangat identik dengan ekonomi pembangunan. Untuk mencari ruang gerak ekonomi pembangunan yang strategis maka perencanaan menerjemahkan strategi merupakan alat yang sangat pembangunan dalam berbagai tepat untuk kegiatan yang terkoordinasi. Koordinasi ini perlu dilakukan sehingga sasaran dan tujuan yang ingin dicapai bisa terlaksana. Dengan demikian, maka pemborosan dapat dihindari dalam pelaksanaan pembangunan. Untuk mencapai tujuan pembangunan maka diperlukan sebuah model. Ada beberapa model yang dapat digunakan dalam perencanaan pembangunan diantaranya adalah model Input-Output (IO), dan model Social Accounting Matrix (SAM). Dalam suatu perekonomian daerah yang semakin bersifat terbuka, perubahan keseimbangan pada suatu pasar tidak hanya berdampak terhadap sektor atau komoditas itu sendiri, tetapi juga berdampak terhadap sektor atau komoditas serta keterkaitan ekonomi lainnya melalui keterkaitan Input-Output. Oleh karena itu, dampak suatu kebijakan pembangunan daerah lebih tepat dianalisis berdasarkan teori keseimbangan umum dibandingkan teori keseimbangan parsial. Model Input-Output (I-O) dan Model Social Accounting Matrix (SAM) merupakan alat analisis yang memasukkan fenomena keseimbangan umum yang didasarkan atas arus transaksi antar pelaku perekonomian (Daryanto dan Yundy, 2010b). Model Input-Output sering digunakan dalam analisis regional yang umumnya dipakai untuk menganalisis persoalan-persoalan perencanaan makro di 18 bidang ekonomi pembangunan baik ditingkat nasional maupun ditingkat regional. Biasanya untuk melihat keterkaitan antar sektor ekonomi dalam pembangunan maka model Input-Output sangat sering digunakan. Model SAM merupakan perluasan dari model I-O, ruang lingkup model SAM jauh lebih luas dibandingkan dengan model I-O. Model I-O hanya menyajikan arus transaksi ekonomi dari sektor produksi ke faktor produksi, rumahtangga, pemerintah, perusahaan dan luar negeri, sedangkan dalam model SAM hal-hal tersebut didisagregasi secara lebih rinci. Model SAM dapat memasukkan beberapa variabel ekonomi dalam analisisnya seperti: pajak, subsidi, modal dan transfer pendapatan antar institusi dan sebagainya (Sitepu, 2007). Karena penelitian ini hanya berfokus untuk keterkaitan antar sektor ekonomi dalam pembangunan maka penelitian ini cukup menggunakan model Input-Output. 2.3. Produk Regional Domestik Bruto Penerapan teori pertumbuhan dan pembangunan ekonomi harus dikaitkan dengan ruang lingkup wilayah operasinya, misalnya daerah tidak memiliki wewenang untuk membuat kebijakan fiskal dan moneter, wilayah lebih bersifat terbuka dalam pergerakan orang dan barang. Perubahan strategis dalam pengalokasian sumberdaya secara utama khususnya yang berkaitan dengan keseimbangan pembangunan kawasan perkotaan yang bercorak industri dan jasa dengan kawasan pedesaan yang didominasi oleh sektor pertanian, selama krisis ekonomi yang melanda negeri ini sektor pertanian masih tumbuh positif. Dengan demikian untuk mengurangi kesenjangan yang terjadi selama ini, pembangunan wilayah perlu dilakukan secara terpadu. 19 Salah satu indikator ekonomi makro yang berperan dalam membuat perencanaan kebijakan dalam pembangunan, menentukan arah pembangunan serta mengevaluasi hasil pembangunan suatu wilayah adalah Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). PDRB dapat dijadikan sebagai indikator laju pertumbuhan ekonomi sektoral agar dapat melihat sektor mana saja yang menyebabkan perubahan pada pertumbuhan ekonomi. Besar kecilnya PDRB yang dapat dihasilkan oleh suatu wilayah/daerah tergantung oleh besarnya sumberdaya alam yang telah dimanfaatkan, jumlah dan mutu sumberdaya manusia, kebijaksanaan pemerintah, letak geografis serta tersedianya sarana dan prasarana di wilayah tersebut. Terdapat beberapa ukuran pendapatan nasional diantaranya: Gross National Product atau Produk Nasional Bruto (PNB), Gross Domestic Product (GDP) atau Produk Domestik Bruto (PDB), Net National Product (NPP) atau Produk Nasional Neto (PPN), dan National Income (NI) atau Pendapatan Nasional (PN) (Dumairy, 1996) Menurut (Gilis et al, 2004), Produk Nasional Bruto (PNB) adalah penjumlahan nilai produk akhir barang dan jasa yang dihasilkan masyarakat selama jangka waktu tertentu (biasanya satu tahun) tanpa menghitung nilai produk antara. Produk Domestik Bruto (PDB) sama dengan PNB tetapi dalam perhitungannya mengeluarkan pendapatan warga negara yang berada di luar negeri tapi memasukkan seluruh produksi dalam negeri termasuk pendapatan yang diterima warga negara asing. Sedangkan PDB untuk wilayah regional pada sebuah negara dikenal dengan sebutan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). Perhitungan PDRB dapat dilakukan dengan dua metode antara lain (Dumairy, 1996): 20 a. Metode Langsung Dalam menghitung PDRB dengan metode langsung, perhitungan PDRB diserahkan sepenuhnya pada data daerah yang terpisah dari data nasional, sehingga hasil perhitungannya mencakup seluruh produk barang dan jasa yang dihasilkan oleh daerah tersebut. Dalam metode ini PDRB dapat diukur dengan tiga pendekatan yaitu: 1. Pendekatan Produksi PDRB merupakan jumlah barang dan jasa yang dihasilkan oleh berbagai unit produksi didalam suatu wilayah dalam jangka waktu tertentu. Unit-unit produksi dimaksud secara garis besar dipilah menjadi 11 sektor yaitu: (1) pertanian, (2) pertambangan dan penggalian, (3) industri pengolahan, (4) listrik,gas, dan air minum, (5) bangunan, (6) perdagangan; (7) pengangkutan dan komunikasi; (8) bank dan lembaga keuangan, (9) sewa rumah, (10) pemerintahan, dan (11) jasa-jasa. 2. Pendekatan Pendapatan PDRB adalah balas jasa yang diterima oleh faktor-faktor produksi yang turut dalam proses produksi disuatu wilayah dalam jangka waktu setahun. Balas jasa produksi yang dimaksud meliputi upah dan gaji, sewa tanah, modal dan keuntungan. Semuanya dihitung sebelum dipotong pajak penghasilan dan pajak langsung lainya. Dalam hal ini mencakup penyusutan pajak tak langsung. Jumlah semua komponen pendapatan ini per sektor disebut nilai tambah bruto sektoral. Oleh sebab itu PDRB menurut pendekatan pendapatan merupakan penjumlahan dari nilai tambah bruto sektor. 3. Pendekatan Pengeluaran 21 PDRB adalah jumlah seluruh komponen permintaan akhir, meliputi (1) pengeluaran konsumsi rumah tangga dan lembaga swasta yang tidak mencari keuntungan, (2) pembentukan modal tetap domestik bruto dan perubahan stok, (3) pengeluaran konsumsi pemerintah, dan (4) ekspor neto (ekspor dikurangi impor) dalam jangka waktu setahun. b. Metode Tidak Langsung/Alokasi Metode tidak langsung adalah menghitung nilai tambah suatu kelompok kegiatan ekonomi dengan mengalokasikan nilai tambah kedalam masingmasing kelompok kegiatan ekonomi pada tingkat regional. Sebagai alokator digunakan indikator yang paling besar pengaruhnya atau erat kaitannya dengan produktivitas kegiatan ekonomi tersebut. Pendekatan masing-masing periode sangat tergantung pada data yang tersedia. Pada kenyataannya, pemakaian kedua metode tersebut akan saling mendukung satu sama lain, namun pemakaian metode langsung sangat tepat digunakan karena metode langsung dapat mendorong peningkatan mutu atau kualitas daerah. 2.4. Tinjauan Penelitian Terdahulu Berdasarkan hasil penelitian dari (Saktyanu dan Noekman, 2002) tentang analisis penentuan indikator utama dalam pembangunan sektor pertanian di Indonesia. Metode analisis yang digunakan adalah pendekatan analisis komponen utama. Hasil analisis menunjukkan bahwa salah satu indikator yang dipakai selama ini untuk mengevaluasi kinerja sektor pembangunan antara lain adalah Produk Domestik Bruto (PDB), penyerapan tenaga kerja, penyedia devisa dan peranannya dalam menurunkan jumlah penduduk miskin. Variabel pertumbuhan 22 Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) nonpertanian dan Produk Domestik Regional Bruto pertanian saling berkorelasi positif artinya dalam penciptaan nilai tambah kedua jenis PDRB ini tidak menghilang satu sama lain karena keduanya saling berkomplementer, begitu pula dengan pertumbuhan ekspor pertanian olahan dan impor pertanian olahan menunjukkan korelasi positif. Hal ini menunjukkan bahwa dalam memacu pembangunan perekonomian suatu daerah kombinasi substitusi impor dan promosi ekspor sangat diperlukan dan peningkatan output dari sektor ekonomi merupakan hal yang penting dalam pembangunan perekonomian suatu daerah. Menurut (Pasrah, 2007), Suatu perekonomian dikatakan mengalami pertumbuhan apabila tingkat kegiatan ekonomi yang dicapai sekarang lebih tinggi daripada yang dicapai pada tahun sebelumnya. Pertumbuhan dicapai apabila jumlah produksi barang-barang dan jasa yang dihasilkan dalam perekonomian tersebut bertambah besar dari tahun-tahun sebelumnya. Dengan semakin besar pertumbuhan di masing-masing sektor berarti sumbangan terhadap pembangunan ekonomi di negara atau daerah tersebut akan semakin baik, sehingga kesejahteraan masyarakat akan meningkat. Penelitian yang dilakukan oleh (Antara, 2005) tentang keterkaitan usaha kecil sektor pariwisata dengan sektor ekonomi lainnya di provinsi Bali. Metode analisis yang digunakan adalah model input-output. Hasil analisis menunjukkan bahwa usaha kecil pariwisata memiliki keterkaitan tidak langsung ke belakang dan ke depan yang kuat dengan sektor ekonomi lain dengan nilai koefisien keterkaitan lebih besar satu. Dengan demikian maka dapat kita ketehui bahwa antar satu sektor ekonomi memiliki keterkaitan dengan sektor ekonomi lain. 23 Hasil penelitian (Rochana, 1999) tentang peran industri pangan dalam perekonomian provinsi Jawa Barat. Metode analisis yang digunakan adalah pendekatan input-output. Hasil analisis menunjukkan bahwa sektor industri pangan mempunyai kontribusi yang cukup besar dalam perekonomian Jawa Barat, baik dari segi permintaan maupun penawaran, sektor ini memberikan jumlah sumbangan di atas rata-rata sektor lain. Tetapi untuk nilai tambah dan penyerapan tenaga kerja kontribusi sektor ini masih kecil, sedangkan untuk nilai keterkaitan baik ke depan maupun ke belakang sektor industri pangan memiliki keterkaitan cukup besar dengan sektor ekonomi lain. Hal ini menggambarkan besarnya peran industri pangan dalam menarik pertumbuhan sektor-sektor lain terutama sektor pertanian yang memproduksi bahan baku yang diperlukan. Hasil penelitian (Bachri, 2007) dalam kaitannya mengenai peran sektor ekonomi terhadap pembentukan Produk Domestik Regional Bruto, menunjukkan pertumbuhan ekonomi kota Pagar Alam selama kurun waktu tahun 2000-2005 sebesar 3.23 persen pertahun. Kontribusi sektor ekonomi dalam pembentukan PDRB kota Pagar Alam didominasi oleh sektor primer yang menyumbang ratarata sebesar 46.07 persen yang berasal dari sektor pertanian sebesar 44.52 persen dan sektor pertambangan dan penggalian sebesar 1.56 persen. Sementara untuk sektor sekunder menyumbang sebesar 10.70 persen dan sektor tersier sebesar 43.13 persen, artinya peran sektor ekonomi dalam perekonomian di kota Pagar Alam sangat tergantung pada sektor primer. Hasil penelitian dari (Huda et al, 2007) menunjukkan bahwa pengeluaran pembangunan sektor pertanian Provinsi Sumatera Selatan berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi sektor pertanian. Hal ini dikarenakan sebagian 24 besar penduduk bergantung pada sektor pertanian sehingga sektor ini merupakan sektor yang sangat penting dalam perekonomian di Provinsi Sumatera Selatan terutama dalam kontribusinya terhadap pembentukan Produk Domestik Regional Bruto daerah tersebut . Menurut penelitian (Solomou dan Shimazaki, 2006), pertumbuhan ekonomi sangat mempengaruhi kesejahteraan masyarakat. Semakin besar kontribusi yang diberikan oleh sektor ekonomi yang ada pada suatu negara atau wilayah maka pembangunan wilayah tersebut akan semakin besar. Untuk meningkatkan kontribusi maka pengembangan sektor ekonomi sangat penting dilakukan sehingga pembangunan yang diinginkan dapat dicapai. Pertumbuhan perekonomian suatu negara atau wilayah akan berkembang apabila negara tersebut mempunyai sektor yang bisa diandalkan. Selain itu untuk mendukung pertumbuhan perekonomian suatu negara maka kebijakan pemerintah sangat berperan dalam perkembangan sektor ekonomi yang menjadi andalan di negara atau wilayah tersebut. Hasil penelitian dari (Ranis et al, 2000) menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi memiliki kaitan yang erat dengan pembangunan manusianya. Artinya kualitas sumberdaya manusia di suatu negara atau wilayah akan berpengaruh terhadap pembangunan. Sektor ekonomi yang memiliki sumberdaya dan kualitas tenaga kerja yang terampil mampu meningkatkan pertumbuhan ekonomi pada wilayah tersebut. Dengan demikian sumbangan sektor ekonomi tersebut terhadap pembangunan akan semakin besar dengan tujuan untuk mensejahterakan masyarakat. 25 Hasil penelitian (Wang lu dan Rencheng, 2007), menunjukkan bahwa antar sektor ekonomi memiliki keterkaitan, dimana dalam menghasilkan produksi pada suatu sektor tanaman diperlukan sektor lain untuk mensuplai input yang digunakan dalam proses produksi sektor tanaman tersebut. Sektor industri merupakan sektor yang memiliki keterkaitan dengan sektor tanaman, dimana sektor industri mampu menghasilkan pupuk dan perlengkapan yang diperlukan oleh sektor tanaman dalam menjalankan aktivitasnya. Hasil penelitian dari (Shrestha dan Yuichi, 2006) menunjukkan bahwa di Asia Timur memiliki integrasi (keterkaitan) antara sektor ekonomi. Sektor ekonomi yang ada di Asia Timur memiliki hubungan saling keterkaitan antar sektor ekonomi yang satu dengan sektor ekonomi lain yang terdapat di beberapa negara Asia yang berbeda dengan menggunakan analisis Input-Output. Hal ini dapat disimpulkan bahwa integrasi ekonomi tidak hanya berlaku disuatu wilayah saja namun juga bisa dilakukan antar negara. Artinya integrasi (keterkaitan antar sektor) tidak dapat dipisahkan dari pembangunan perekonomian suatu daerah atau wilayah. Menurut penelitian (Zaini, 2003), setelah krisis ekonomi tahun 1998 penurunan laju ekonomi menurun sangat signifikan. Tajamnya penurunan laju pertumbuhan perekonomian di Indonesia pada saat krisis disebabkan oleh menurunnya pertumbuhan sebagian besar sektor ekonomi. Sektor ekonomi yang kontribusinya menurun terhadap laju pertumbuhan perekonomian Indonesia pada tahun 1998 adalah sektor kontruksi yang mengalami penurunan mencapai -40.49 persen, sektor perbankan menurun mencapai -26.63 persen, perdagangan, hotel dan restoran laju pertumbuhannya turun sebesar -18.05 persen, pengangkutan dan 26 informasi laju pertumbuhannya turun sebesar -15.13 persen dan sektor industri pengolahan laju pertumbuhannya turun sebesar -11.88 persen. Adapun sektor yang laju pertumbuhannya positif adalah listrik, gas dan air bersih tumbuh 1.86 persen dan sektor pertanian laju pertumbuhan sebesarnya sebesar 0.81. Berdasarkan hasil penelitian Martono (2008), menunjukkan bahwa sektor pertanian dan industri memiliki keterkaitan langsung ke depan yang cukup besar, hal ini mengindikasikan terjadi potensi yang cukup besar bagi pengembangan industri pengolahan hasil pertanian di wilayah Kedungsepur apabila sektor pertanian terus dikembangkan. Hasil penelitian (Rachman, 1993), menunjukkan bahwa antar sektor ekonomi di Provinsi Jawa Barat memiliki hubungan keterkaitan. Apabila dilihat dari keterkaitan ke depan, sektor peternakan memiliki hubungan keterkaitan relatif lebih besar dibandingkan kaitan kebelakangnya. Hal ini mengindikasikan bahwa output sektor tersebut lebih banyak digunakan sebagai input antara oleh sektorsektor ekonomi lain. Sebagian besar dari output sektor peternakan dialokasikan kepada sektor industri makanan dan minuman serta industri itu sendiri. Penelitian dari (Amalina, 2008), dalam kaitannya dengan keterkaitan antar sektor menunjukkan bahwa keterkaitan total ke belakang sektor industri pengolahan dengan sektor pertanian berpengaruh negatif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi daerah. Sementara keterkaitan total ke depan sektor industri pengolahan dengan sektor perdagangan, hotel, restoran berpengaruh positif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi daerah. 27 Hasil penelitian (Puspitawati, 2000), bila dilihat berdasarkan dari analisis keterkaitan, baik langsung maupun tidak langsung sektor pertanian memiliki keterkaitan ke depan relatif lebih tinggi bila dibandingkan dengan keterkaitannya ke belakang. Dimana pengaruh suatu sektor terhadap sektor lainnya dilihat berdasarkan indeks penyebaran kedepan dan kebelakang, khususnya pengaruh yang ditimbulkan maupun yang diterima oleh sektor pertanian. Indikasi ini menunjukkan bahwa sektor pertanian mempunyai kemampuan mendorong output sektor hilirnya sehingga pertanian lebih banyak mempengaruhi dari pada sektor lainnya. Secara tradisional, peranan pertanian dalam pembangunan ekonomi dipandang pasif dan hanya sebagai penunjang. Akan tetapi berdasarkan pengalaman sejarah negara-negara Barat, transformasi struktural ekonomi yang cepat dibutuhkan untuk memacu pembangunan ekonomi, dimana sektor pertanian dapat menyesuaikan keadaan kondisi yang sedang terjadi. Selain itu sektor pertanian mampu melakukan transformasi struktural, melalui proses yang semula mengutamakan kegiatan pertanian menjadi masyarakat yang lebih kompleks, di mana terdapat bidang industri dan jasa yang lebih modern, artinya perkembangan sektor industri dan jasa tidak terlepas dari perkembangan sektor pertanian (Herliana, 2004). Penelitian yang dilakukan oleh (Saragih, 2003), dalam kaitannya mengenai keterkaitan antar sektor dalam pembangunan menunjukkan bahwa sektor pertanian dilihat dari sisi penawarannya, sebagian besar dari seluruh kebutuhan mampu disediakan dari produksi domestik. Tetapi dari sisi permintaan, ternyata sebagian besar penawaran komoditi pertanian hanya untuk memenuhi 28 permintaannya sendiri. Hal ini menunjukkan bahwa arus transaksi barang atau perdagangan baik antar Provinsi maupun keluar negeri masih relatif rendah. Output sektor perdagangan di Sumatera Utara memiliki andil yang sangat besar, akan tetapi hal tersebut tidak terlepas dari peranan output sektor pertanian yang diperdagangkan dan masuk dalam klasifikasi sektor perdagangan. Penelitian yang dilakukan (Asnawi, 2005), menunjukkan bahwa peningkatan kredit di sektor pertanian dapat meningkatkan produksi pertanian sebesar (1.42 %), hal ini menunjukkan bahwa sektor jasa (perbankan) memiliki hubungan saling keterkaitan dengan sektor pertanian. Perkembangan sektor jasa mampu mendorong pertumbuhan sektor pertanian, dimana dengan adanya kredit yang diberikan oleh sektor jasa terhadap sektor pertanian maka output sektor pertanian akan semakin meningkat. Peningkatan tertinggi terjadi pada sub sektor perkebunan, tanaman pangan, peternakan dan perikanan. Ekspor produk pertanian meningkat sebesar 8.45 persen, terutama dari produk perkebunan. Peningkatan ekspor pertanian dapat meningkatkan surplus neraca perdagangan sebesar 115.36 persen. Penelitian yang dilakukan (Rachman, 1993) mengenai analisis keterkaitan antar sektor dalam perekonomian wilayah Jawa Barat dengan menggunakan analisis Input-Output. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sektor ekonomi memiliki keterkaitan antar sektor baik ke belakang maupun ke depan. Apabila dilihat dari kesempatan kerja, bahwa sektor jasa memiliki pengganda tenaga kerja yang tinggi dibandingkan dengan sektor ekonomi lain. Selain sektor jasa, sektor pertanian memiliki nilai penggandaan tenaga kerja relatif lebih tinggi dibandingkan sektor lain. Hal ini tercermin dari nilai koefisien penggandanya 29 yang relatif diatas rataan penggandaan tenaga kerja seluruh sektor ekonomi di Jawa Barat, dengan kata lain bahwa sektor pertanian relatif masih menyandar pada aspek padat karya bila dikomparasikan dengan sektor ekonomi lain (sektor pertanian memiliki keterkaitan dengan sektor ekonomi lain). Hasil penelitian (Putri,1995) dan (Sugiarti, 1994) dalam kaitan mengenai kesempatan kerja di sektor ekonomi menunjukkan bahwa sektor pertanian memiliki hubungan keterkaitan dengan sektor ekonomi lain, karena sektor pertanian mampu menghasilkan input untuk sektor industri dan sektor ekonomi lain. Hasil dari sektor ekonomi baik dari sektor pertanian maupun dari sektor industri merupakan sumber devisa baik melalui kegiatan ekspor maupun penghematan devisa melalui substitusi impor. Semakin besarnya ekspor yang dihasilkan oleh sektor ekonomi maka akan semakin banyak devisa yang akan dihasilkan oleh suatu wilayah atau negara. Hasil penelitian (Novita et al, 2007), menunjukkan bahwa sektor pertanian memiliki nilai tambah terbesar bagi perekonomian Sumatera Utara pada Tahun 2007 yaitu sebesar 26,69% dari total nilai tambah. Nilai ini disebabkan bahwa sektor pertanian merupakan sektor yang menyerap jumlah tenaga kerja yang lebih banyak dibandingkan sektor lainnya mengingat bahwa karakteristik pertanian di Indonesia umumnya dan Sumatera Utara khususnya masih bersifat padat karya. Besaran struktur nilai tambah yang tercipta pada sektor pertanian sebagian besar dikontribusi oleh sektor kelapa sawit sebesar 24,60% dari total nilai tambah sektor pertanian. Selanjutnya diikuti oleh besaran nilai tambah dari sektor padi, karet, perikanan, dan sayur-sayuran. 30 Menurut penelitian (Ediana, 2006), peran sektor pertanian yang tidak kalah penting adalah menyediakan tenaga kerja yang terus bertambah, peran ini akan lebih bertambah lagi seandainya penciptaan lapangan kerja dan penyerapan angkatan kerja di sektor industri tidak lebih cepat dari pertumbuhan angkatan kerja, artinya sektor pertanian akan menyerap tenaga kerja lebih banyak jika pertumbuhan angkatan kerja di sektor industri lebih kecil dibandingkan dengan pertumbuhan angkatan kerja di sektor pertanian. Menurut (Astuti, 2005), distribusi pendapatan faktorial (antar faktor produksi menunjukkan bahwa pada tahun 1995 kontribusi faktor produksi tenaga kerja terhadap perekonomian Indonesia relatif lebih besar daripada faktor produksi modal. Sebaliknya pada tahun 2000 kontribusi faktor produksi modal terhadap perekonomian di Indonesia lebih besar dibandingkan dengan faktor produksi tenaga kerja. Analisis distribusi faktorial per sektor ekonomi untuk tahun 1995 maupun 2000, menunjukkan bahwa sektor pertanian masih bersifat padat kerja sedangkan sektor non pertanian masih bersifat padat modal (sektor pertanian berperan besar dalam penyerapan tenaga kerja di Indonesia). Menurut hasil penelitian (Zaini, 2003), sektor pertanian (sektor perikanan, tanaman pangan, peternakan dan pertanian tanaman lainnya) baik sebelum krisis maupun pada masa krisis ekonomi ternyata mempunyai output multiplier dan faktorial multiplier yang lebih tinggi dibandingkan dengan sektor pertambangan, industri dan jasa-jasa. Hal ini menunjukkan adanya potensi besar apabila dilakukan pengembangan terhadap sektor pertanian itu sendiri maupun pengaruh terhadap kenaikan produksi sektor lain serta peningkatan faktor produksi baik berupa kapital maupun tenaga kerja. 31 Menurut penelitian (Kagami, 2000), transformasi tenaga kerja dari sektor pertanian ke sektor non pertanian sangat dipengaruhi oleh kesempatan kerja di sektor pertanian. Apabila kesempatan kerja di sektor pertanian mengalami peningkatan maka transformasi tenagakerja dari sektor pertanian ke sektor nonpertanian juga akan meningkat dan sebaliknya implikasi penting dalam hal ketenagakerjaan dari kondisi ini adalah apabila pengambil kebijakan semakin memperluas kesempatan kerja ke sektor pertanian dengan meningkatkan investasi maka sektor pertanian akan semakin mudah dalam penyerapan tenaga kerja. Dari hasil penelitian terdahulu menerangkan sektor ekonomi mempunyai peranan yang penting dalam kegiatan perekonomian daerah maupun nasional. Dalam penciptaan tenaga kerja sektor ekonomi memiliki peran yang sangat penting. Apabila dilihat dari hubungan keterkaitan, perkembangan suatu sektor akan mempengaruhi perkembangan sektor ekonomi lain. Tinjauan mengenai penelitian diatas disimpulkan bahwa sektor ekonomi memiliki keterkaitan dengan sektor lain, dimana sektor ekonomi memiliki peranan yang sangat penting dalam perekonomian daerah maupun perekonomian nasional. Penelitian ini pernah dilakukan oleh (Rachman, 1993), penelitiannya dilakukan di Provinsi Jawa Barat. Sementara itu, penelitian ini dilakukan di Provinsi Aceh dan dalam penelitian ini dilakukan simulasi pada pengeluaran konsumsi pemerintah, rumahtangga, dan ekspor.