1. Proses Plutonisme (Plutonism) Plutonisme lebih sering disebut dengan intrusi magma adalah pergerakan magma yang tidak sampai keluar ke permukaan bumi. Magma adalah massa cair pijar yang kental di dalam bumi dengan suhu mencapai ribuan derajat celcius. Magma merupakan persenyawaan dari berbagai unsur, terutama silikat, air, dan berbagai gas. Apabila tekanan gas-gas tersebut bertambah hingga tingkat tertentu, magma menjadi aktif dan akan bergerak naik menerobos lapisan kulit bumi. Magma tersebut terdapat di dalam bumi yang dinamakan dapur magma. Letak dapur magma ada yang di dekat permukaan bumi dan ada yang jauh di dalam bumi. Oleh karenanya, jarak dapur magma berpengaruh terhadap besarnya tenaga intrusi atau ekstrusi magma. Saat terjadi intrusi magma, magma naik tapi tidak mencapai permukaan bumi karena tenaganya yang kecil. Salah satunya penyebabnya adalah letak dapur magma yang dalam sehingga terlalu jauh untuk mencapai permukaan bumi. Magma tersebut akhirnya menerobos celah-celah pada perlapisan batuan. Sebagai berikut bentukbentuk intrusi magma: Keterangan : 1. Kerucut Parasiter 2. Kubah Utama 3. Diatrema 4. Lakolit 5. Sill 6. Apofisa/ Apolisa/ Apofisis 7. Gang/ Dikes/ Intrusi Korok 8. Batolit Mining Engineering - Rock Cycle – Basic Geology 1 Batolit adalah batuan beku yang terbentuk di dalam dapur magma karena penurunan suhu yang sangat lambat. Lakolit adalah batuan beku yang berasal dari penyusupan magma di antara dua lapisan batuan yang menyebabkan lapisan batuan di atasnya terangkat sehingga cembung, alasnya rata. Sill adalah magma yang menyusup searah perlapisan batuan (menyusup di antara dua perlapisan batuan yang searah), relatif tipis dan melebar. Gang/dikes/intrusi korok adalah magma yang menerobos perlapisan batuan dengan cara memotong perlapisan batuan (arahnya tegak lurus dengan perlapisan batuan). Bentuknya pipih atau lempeng. Apofisa/apolisa/apofisis adalah gang yang relatif kecil yang merupakan cabang dari gang. Diatrema adalah magma yang mengisi pipa letusan gunung berapi, berbentuk silinder mulai dari ujung dapur magma hingga hampir permukaan bumi. Bentuk-bentuk intrusi magma akan nampak saat perlapisan batuan di atas atau di samping batuan intrusi telah lapuk, terkikis, dan terpindahkan ke tempat lain. Dalam proses pendinginan magma dimana magma itu tidak langsung semuanya membeku, tetapi mengalami penurunan temperatur secara perlahan bahkan mungkin cepat. Penurunan temperatur ini disertai mulainya pembentukan dan pengendapan mineral-mineral tertentu yang sesuai dengan temperaturnya. Pembentukan mineral dalam magma karena penurunan temperatur telah disusun oleh Bowen (seri reaksi Bowen). Sebelah kiri mewakili mineral-mineral mafik, yang pertama kali terbentuk dalam temperatur sangat tinggi adalah Olivin. Akan tetapi jika magma tersebut jenuh oleh SiO2 maka Piroksenlah yang terbentuk pertama kali. Olivin dan Piroksen merupakan pasangan “Ingcongruent melting” dimana setelah pembentukan Olivin akan bereaksi dengan larutan sisa membentuk Piroksen. Temperatur menurun terus dan pembentukan mineral berjalan sesuai dengan temperaturnya. Mineral yang terakhir terbentuk adalah Biotit. Mineral sebelah kanan diwakili oleh mineral kelompok Plagioklas (mineral felsik). Anorthit adalah mineral yang pertama kali terbentuk pada suhu yang tinggi dan banyak terdapat pada batuan beku basa seperti Gabro atau Basalt. Andesin terbentuk pada suhu menengah dan terdapat pada batuan beku Diorit atau Andesit. Sedangkan Mining Engineering - Rock Cycle – Basic Geology 2 mineral yang terbentuk pada suhu rendah adalah Albit, mineral ini tersebar pada batuan asam seperti Granit dan Riolit. Reaksi berubahnya komposisi Plagioklas ini merupakan deret “Solid Solution” yang merupakan reaksi kontinyu, artinya kristalisasi Plagioklas Ca (Anortit) sampai Plagioklas Na (Albit) akan berjalan terus jika reaksi setimbang. Mineral sebelah kanan dan sebelah kiri bertemu pada mineral Potasium Feldspar (Orthoklas), ke Muscovit dan terakhir Kwarsa, maka mineral kwarsa merupakan mineral yang paling stabil diantara seluruh mineral mafik atau mineral felsik. Sehingga dengan memperhatikan reaksi Bowen, kita memperoleh berbagai kemungkinan himpunan mineral utama didalam batuan beku diantaranya: a. Kelompok batuan Ultrabasa dan Basa, mineralnya antara lain: Olivin Olivin – Plagioklas Piroksen Olivine – Piroksen Olivin – Plagioklas - Piroksen Piroksen - Plagioklas b. Kelompok batuan Intermediet, mineralnya antara lain: Piroksen – Horblende - Plagioklas Hornblende – Plagioklas Hornblende – Plagioklas – Biotit – Kwarsa c. Kelompok batuan Asam, mineralnya antara lain: Hornblende – Plagioklas – Biotit – Orthoklas Hornblende – Plagioklas – Biotit – Muscovit Muscovit – Biotit – Orthoklas Batuan yang meleleh akibat tekanan dan suhu yang sangat tinggi sering membentuk magma chamber dalam kerak bumi. Magma ini bercampur dengan magma yang terbentuk dari mantle. Karena letak magma chamber yang relatif dalam dan tidak mengalami proses ekstrusif, maka magma yang ada mengalami proses pendinginan yang relatif lambat dan membentuk kristal-kristal mineral yang akhirnya membentuk batuan beku intrusif. Batuan beku intrusif dapat tersingkap di permukaan membentuk pluton. Salah satu jenis pluton terbesar yang tersingkap dengan jelas adalah batholit. Granite, Diorite, Calci-Silicate Rock, dan Gabbro juga salah satu contoh batuan intrusif. Jenis batuan yang terbentuk akibat proses ini tergantung dari komposisi magma yang ada. Umumnya batuan beku intrusif memperlihatkan ciri-ciri berikut: a. Butirannya cukup besar. Ini disebabkan magma yang keluar ke permukaan bumi mengalami proses pendinginan yang sangat lambat sehingga mineralmineral yang ada sebagai penyusun batuan mempunyai banyak waktu untuk dapat berkembang. b. Biasanya mineral-mineral pembentuk batuan beku intrusif memperlihatkan angular interlocking. Mining Engineering - Rock Cycle – Basic Geology 3 2. Proses Vulkanisme (Volcanism) Vulkanisme adalah semua peristiwa yang berhubungan dengan magma yang keluar mencapai permukaan bumi melalui retakan dalam kerak bumi atau melalui sebuah pita sentral yang disebut terusan kepundan atau diatrema. Magma yang keluar sampai ke permukaan bumi disebut lava. Magma dapat bergerak naik karena memiliki suhu yang tinggi dan mengandung gas-gas yang memiliki cukup energi untuk mendorong batuan di atasnya. Di dalam litosfer magma menempati suatu kantong yang disebut dapur magma. Kedalaman dapur magma merupakan penyebab perbedaan kekuatan letusan gunung api yang terjadi. Pada umumnya, semakin dalam dapur magma dari permukaan bumi, maka semakin kuat letusan yang ditimbulkannya. Lamanya aktivitas gunung api yang bersumber dari magma ditentukan oleh besar atau kecilnya volume dapur magma. Dapur magma inilah yang merupakan sumber utama aktivitas vulkanik. Sesuai wujudnya, ada tiga jenis bahan atau material yang dikeluarkan oleh adanya tenaga vulkanisme. Material tersebut adalah material padat , cair dan gas. a. Benda padat (efflata) adalah debu, pasir,lapili (batu kerikil) batu-batu besar (bom),dan batu apung. b. Benda cair (effusive) adalah bahan cair yang dikeluarkan oleh tenaga vulkanisme, yaitu lava, lahar panas, dan lahar dingin. Lava adalah magma yang keluar ke permukaan bumi. Lahar panas adalah lahar yang berasal dari letusan gunung berapi yang memiliki danau kawah (kaldera), contoh kaldera yang terkenal di Indonesia adalah kawah Bromo. Lahar dingin adalah lahar yang berasal dari bahan letusan yang sudah mengendap, kemudian mengalir deras menuruni lereng gunung. c. Benda gas (ekshalasi) adalah bahan gas yang dikeluarkan oleh tenaga vulkanisme antara lain solfatar, fumarol, dan mofet. Solfatar adalah gas hidrogen sulfida (H2S) yang keluar dari suatu lubang yang terdapat di gunung berapi. Fumarol adalah uap air panas. Mofet adalah gas asam arang (CO2). Proses keluarnya magma dinamakan letusan atau erupsi, ada yang berupa erupsi leleran (efusif), dan ada pula erupsi yang berupa ledakan (eksplosif). Berdasarkan banyaknya celah pada permukaan bumi dan waktu keluarnya magma, erupsi dibedakan menjadi empat, yaitu erupsi linear, erupsi sentral, erupsi campuran, dan erupsi areal. a. Erupsi Linear Gerakan magma menuju permukaan bumi melalui celah-celah atau retakanretakan disebut erupsi linear atau erupsi belahan. Erupsi linear menghasilkan lava yang cair dan membentuk plato, misalnya Plato Sukadana (Lampung), Columbia (Afrika Selatan), serta daerah yang mengelilingi Kutub Utara, seperti Tanah Hijau, Iceland, Asia Utara, dan Spitsbergen. b. Erupsi Sentral Erupsi sentral adalah lava yang keluar melalui terusan kepundan. Mining Engineering - Rock Cycle – Basic Geology 4 c. Erupsi Campuran Erupsi campuran menghasilkan gunung berapi strato atau gunung berapi berlapis. Erupsi ini terdiri atas bahan-bahan lepas dan lava. Hampir seluruh gunung api di Indonesia adalah gunung api strato. d. Erupsi Areal Erupsi areal, yaitu letusan yang terjadi melalui lubang yang sangat luas. Sampai saat ini erupsi areal masih diragukan kejadiannya di bumi. Batuan yang terbentuk dari magma yang keluar ke permukaan disebut batuan beku ekstrusif. Rhyolite, Dacite, Andesite, Basalt dan pumice (batu apung) adalah salah satu contoh batuan ekstrusif. Jenis batuan yang terbentuk akibat proses ini tergantung dari komposisi magma yang ada. Umumnya batuan beku ekstrusif memperlihatkan cirri-ciri berikut: a. Butirannya sangatlah kecil. Ini disebabkan magma yang keluar ke permukaan bumi mengalami proses pendinginan yang sangat cepat sehingga mineral-mineral yang ada sebagai penyusun batuan tidak mempunyai banyak waktu untuk dapat berkembang. b. Umumnya memperlihatkan adanya rongga-rongga yang terbentuk akibat gas yang terkandung dalam batuan atau yang sering disebut “gas bubble”. 3. Proses Pelapukan (Weathering) Pelapukan adalah proses alami penghancur material. Proses pelapukan merupakan komponen penting dari erosi dan pengendapan sedimen. Semua batuan yang ada di permukaan bumi akan mengalami pelapukan. Penyebab pelapukan tersebut ada 3 macam: a. Pelapukan secara fisika : perubahan suhu dari panas ke dingin akan membuat batuan mengalami perubahan. Hujan pun juga dapat membuat rekahan-rekahan yang ada di batuan menjadi berkembang sehingga prosesproses fisika tersebut dapat membuat batuan pecah menjadi bagian yang lebih kecil lagi. b. Pelapukan secara kimia : beberapa jenis larutan kimia dapat bereaksi dengan batuan seperti contohnya larutan HCl akan bereaksi dengan batu gamping. Bahkan air pun dapat bereaksi melarutan beberapa jenis batuan. Salah satu contoh yang nyata adalah “hujan asam” yang sangat mempengaruhi terjadinya pelapukan secara kimia. c. Pelapukan secara biologi : Selain pelapukan yang terjadi akibat proses fisikan dan kimia, salah satu pelapukan yang dapat terjadi adalah pelapukan secara biologi. Salah satu contohnya adalah pelapukan yang disebabkan oleh gangguan dari akar tanaman yang cukup besar. Akar-akar tanaman yang besar ini mampu membuat rekahan-rekahan di batuan dan akhirnya dapat memecah batuan menjadi bagian yang lebih kecil lagi. 4. Proses Erosi dan Sedimentasi Mining Engineering - Rock Cycle – Basic Geology 5 Setelah batuan mengalami pelapukan, batuan-batuan tersebut akan pecah menjadi bagian yang lebih kecil lagi sehingga mudah untuk berpindah tempat. Berpindahnya tempat dari partikel-partikel kecil ini disebut erosi. Proses terakhir setelah pelapukan dan erosi adalah proses pengendapan massa batuan atau tanah yang disebut sedimentasi. Proses sedimentasi dapat terjadi di daratan, danau, sekitar sungai, ataupun di pantai. Sedimentasi terjadi jika zat yang mengangkutnya mengalami penurunan kecepatan gerak atau bahkan berhenti sarna sekali. Sedimentasi dapat dikelompokkan menjadi: a. Sedimentasi Fluvial Sedimentasi fluvial adalah proses pengendapan materi-materi yang diangkut oleh air sepanjang aliran sungai. Tempat-tempat pengendapan itu, antara lain di dasar sungai, danau, atau muara sungai. Bentuk-bentuk hasil sedimentasi fluvial adalah Delta dan bantaran sungai. Delta adalah endapan di muara sungai baik sungai yang bermuara ke danau atau ke laut. Bantaran sungai adalah daratan yang terdapat di tengah-tengah badan sungai atau pada kelokan dalam sungai sebagai hasil pengendapan. Bantaran sungai biasa ditemukan di daerah hilir sungai yang arusnya sudah sangat larnbat sehingga banyak terjadi pengendapan. Contohnya adalah batupasir dan tanah liat. b. Sedimentasi Aeolis Sedimentasi aeolis adalah proses pengendapan materi yang dibawa atau diangkut oleh angin. Bentukan alarn hasil pengendapan yang terbawa angin, antara lain gundukan pasir yang terdapat di pantai atau wilayah gurun. Contohnya adalah tanah loss, tanag pasir, sand dunes dan barchan. c. Sedimentasi Marine Sedimentasi marine adalah proses pengendapan materi hasil erosi yang diangkut dan diendapkan di sepanjang pantai. Hamparan pasir sepanjang wilayah pantai merupakan salah satu bentukan alam hasil sedimentasi marine. Contohnya adalah tombolo dan gosong pasir. d. Sedimentasi Glasial Batuan sedimen glasial, yaitu batuan sedimen yang diendapkan oleh tenaga es atau gletser. Contohnya adalah morena. Pecahan-pecahan batuan yang terbawa akibat erosi tidak dapat terbawa selamanya. Seperti halnya sungai akan bertemu laut, angin akan berkurang tiupannya, dan juga glasier akan meleleh. Akibat semua ini, maka pecahan batuan yang terbawa akan terendapkan. Proses ini yang sering disebut proses pengendapan. Selama proses pengendapan, pecahan batuan akan diendapkan secara berlapis dimana pecahan yang berat akan diendapkan terlebih dahulu baru kemudian diikuti pecahan yang lebih ringan dan seterusnya. Proses pengendapan ini akan membentuk perlapisan pada batuan yang sering kita lihat di batuan sedimen saat ini. Berdasarkan ada tidaknya proses transportasi dari batuan sedimen dapat dibedakan menjadi 2 macam : a. Batuan Sedimen Klastik yaitu batuan sedimen yang terbentuk berasal dari hancuran batuan lain. Kemudian tertransportasi dan terdeposisi yang Mining Engineering - Rock Cycle – Basic Geology 6 selanjutnya mengalami diagenesa. Dikelompokkan berdasarkan butir materialnya. Untuk itu diperlukan satu acuan butir komponen materialnya, dan telah dibuat oleh Wentworth, dikenal sebagai Wenworth Scale. Boulder dan Cobble dapat diartikan sebagai bongkah, pebble sama dengan kerakal, granule seukuran dengan kerikil, sand sama dengan pasir, sedangkan silt dan clay adalah lempung. Batuan sedimen klastik terdiri dari butiran-butiran. Butiran yang besar disebut fragmen dan diikat oleh masa butiran-butiran yang lebih halus, matriks. Batuan sedimen klastik yang dikelompokkan berdasarkan besar butir materialnya, sebagai konglomerat, batu pasir, serpih dan batu lempung. b. Batuan Sedimen Non Klastik yaitu batuan sedimen yang tidak mengalami proses transportasi. Pembentukannya adalah kimiawi dan organis. Batuan sedimen nonklastik yang banyak dijumpai adalah batugamping atau (limestone) Menurut R.P. Koesoemadinata, 1980 batuan sedimen dibedakan menjadi enam golongan yaitu : a. Golongan Detritus Kasar Batuan sedimen diendapkan dengan proses mekanis. Termasuk dalam golongan ini antara lain adalah breksi, konglomerat dan batupasir. Lingkungan tempat pengendapan batuan ini di lingkungan sungai dan danau atau laut. b. Golongan Detritus Halus Batuan yang termasuk kedalam golongan ini diendapkan di lingkungan laut dangkal sampai laut dalam. Yang termasuk kedalam golongan ini adalah batu lanau, serpih, batu lempung dan Nepal. c. Golongan Karbonat Batuan ini umum sekali terbentuk dari kumpulan cangkang moluska, algae dan foraminifera atau oleh proses pengendapan yang merupakan rombakan dari batuan yang terbentuk lebih dahulu dan di endpkan disuatu tempat. Proses pertama biasa terjadi di lingkungan laut litoras Mining Engineering - Rock Cycle – Basic Geology 7 sampai neritik, sedangkan proses kedua di endapkan pada lingkungan laut neritik sampai bahtial. Jenis batuan karbonat ini banyak sekali macamnya tergantung pada material penyusunnya. d. Golongan Silika Proses terbentuknya batuan ini adalah gabungan antara pross organik dan kimiawi untuk lebih menyempurnakannya. Termasuk golongan ini rijang (chert), radiolarian dan tanah diatom. Batuan golongan ini tersebarnya hanya sedikit dan terbatas sekali. e. Golongan Evaporit Proses terjadinya batuan sedimen ini harus ada air yang memiliki larutan kimia yang cukup pekat. Pada umumnya batuan ini terbentuk di lingkungan danau atau laut yang tertutup, sehingga sangat memungkinkan terjadi pengayaan unsur-unsur tertentu. Faktor yang penting juga adalah tingginya penguapan maka akan terbentuk suatu endapan dari larutan tersebut. Batuan-batuan yang termasuk kedalam batuan ini adalah gip, anhidrit, batu garam. f. Golongan Batubara Batuan sedimen ini terbentuk dari unsur-unsur organik yaitu dari tumbuh-tumbuhan. Dimana sewaktu tumbuhan tersebut mati dengan cepat tertimbun oleh suatu lapisan yang tebsl di atasnya sehingga tidak akan memungkinkan terjadinya pelapukan. Lingkungan terbentuknya batubara adalah khusus sekali, ia harus memiliki banyak sekali tumbuhan sehingga kalau timbunan itu mati tertumpuk menjadi satu di tempat tersebut. Di dalam batuan sedimen seringkali terdapat sisa-sisa binatang atau tumbuhan yang telah membatu, yang disebut fosil. 5. Proses Fosilisasi Fosilisasi merupakan proses penimbunan sisa-sisa hewan atau tumbuhan yang terakumulasi dalam sedimen atau endapan-endapan baik yang mengalami pengawetan secara menyeluruh, sebagian ataupun jejaknya saja. Batuan sedimen terbentuk dari lapisan mineral yang mengendap dan memisah dari air. Pasir dan endapan lumpur yang sudah lapuk dan tererosi dari tanah dibawah ke sungai menuju ke laut atau rawa, di mana bagian sedimen tersebut akan mengendap ke bagian dasar. Sedimen akan menumpuk dan menekan endapan yang lebih tua untuk menjadi batu. Ketika ada kehidupan yang dia air atau organisme darat yang terbawa dari ke lautan atau rawa itu mati, maka organisme tersebut akan terendapkan bersama-sama dengan sedimen dan akan terawetkan menjadi fosil. Fosil berasal dari bahasa latin, yakni fossa yang artinya “menggali keluar dari dalam tanah”. Sementara pengertian fosil dalam istilah paleontologi adalah sisa-sisa atau jejak-jeak makhluk hidup yang terawetkan dari organisme di masa lampau yang berupa menjadi batu atau mineral, sehingga menghasilkan dokumen biologis yang berupa catatan fosil – fossil record. Terdapat beberapa syarat terjadinya pemfosilan yaitu antara lain: Mining Engineering - Rock Cycle – Basic Geology 8 a. Organisme yang mati harus segera terkubur agar terhindar dari kerusakan akibat pembusukan atau agen pelapukan seperti angin atau perubahan suhu (McCarthy&Rubidge, 2005). b. Organisme yang terkubur dalam keadaan anaerob agar bakteri aerobik tidak bisa membusukkan akibat kekurangan oksigen seperti daerah rawarawa (Allison, 1988). c. Mengandung bagian-bagian yang keras yang masih bisa dipertahankan (Martin, 1999). Tubuh tumbuhan, baik yang hidup atau yang mati yang jatuh di tanah disebut biomassa. Biomassa sebagian besar terdiri atas karbon (C). Biomassa yang mati sebagian tidak mengalami pembusukan. Di daerah rawa biomassa menjadi gambut (peat). Sebagian lagi mengalami proses fosilisasi dan menjadi batubara, minyak bumi dan gas alam. Dalam waktu ratusan juta tahun jumlah karbon yang terikat dalam biomassa hidup, biomassa yang mati dan biomassa yang mengalami fosiliasasi mencapai jumlah yang sangat besar. Biomassa itu merupakan tempat penyimpanan karbon dan di sebut rosot karbon (carbonsink). 5.1. Batugamping (Limestone) Batugamping (bahasa Inggris: limestone) (CaCO3) adalah sebuah batuan sedimen terdiri dari mineral calcite (kalsium carbonate). Sumber utama dari calcite ini adalah organisme laut. Organisme ini mengeluarkan shell yang keluar ke air dan terdeposit di lantai samudra sebagai pelagicooze. Calcite sekunder juga dapat terdeposi oleh air meteorik tersupersaturasi (air tanah yang presipitasi material di gua). Ini menciptakan speleothem seperti stalagmit dan stalaktit. Bentuk yang lebih jauh terbentuk dari Oolite (batu kapur Oolitic) dan dapat dikenali dengan penampilannya yang granular. Batugamping membentuk 10% dari seluruh volume batuan sedimen. Sebagian perlapisan batugamping hampir murni terdiri dari kalsit, dan pada perlapisan yang lain terdapat sejumlah kandungan silt atau clay yang membantu ketahanan dari batu gamping tersebut terhadap cuaca. Lapisan gelap pada bagian atas mengandung sejumlah besar fraksi dari silika yang terbentuk dari kerangka mikrofosil, dimana lapisan pada bagian ini lebih tahan terhadap cuaca. Batugamping dapat terlarutkan oleh air hujan lebih mudah dibandingkan dengan batuan yang lainnya. Air hujan mengandung sejumlah kecil karbondioksida selama perjalanannya di udara, dan hal tersebut mengubah air hujan tersebut menjadi bersifat asam. Kalsit sangat reaktif terhadap asam. Hal tersebut menjelaskan mengapa goa-goa bawah tanah cenderung terbentuk pada daerah yang banyak mengandung batugamping, dan juga menjelaskan mengapa bangunan-bangunan yang terbuat dari bahan batugamping rentan terhadap air hujan yang mengandung asam. Pada daerahdaerah tropis, batugamping terbentuk menjadi batuan yang kuat membentuk sejumlah pegunungan-pegunungan batugamping yang indah. Dibawah pengaruh pressure yang tinggi, batu gamping termatomorfosakan menjadi batuan metamorf marble. Pada kondisi tertentu, kalsit yang terdapat di dalam batugamping teralterasi menjadi dolomite, berubah menjadi batuan dolomite. Mining Engineering - Rock Cycle – Basic Geology 9 Batugamping dapat terjadi dengan beberapa cara, yaitu secara organic, secara mekanik, atau secara kimia. Sebagian besar batugamping di alam terjadi secara organic. Jenis ini berasal dari pengendapan cangkang atau rumah kerang dan siput. Foraminifera atau ganggang atau berasal dari kerangka binatang koral/kerang. Untuk batugamping yang terjadi secara mekanik, sebetulnya bahannya tidak jauh berbeda dengan jenis batugamping yang terjadi secara organic. Yang membedakannya adalah terjadinya perombakan dari bahan batugamping tersebut yang kemudian terbawa oleh arus dan biasanya diendapkan tidak jauh dari tempat semula. Sedangkan yang terjadi secara kimia adalah jenis batugamping yang terjadi dalam kondisi iklim dan suasana lingkungan tertentu dalam air laut ataupun air tawar. Selain hal diatas, mata air mineral dapat pula mengendapkan batugamping. Jenis batugamping ini terjadi karena peredaran air panas alam yang melarutkan lapisan batugamping dibawah permukaan, yang kemudian diendapkan kembali dipermukaan bumi. Magnesium, lempung dan pasir merupakan unsur pengotor yang mengendap bersama-sama pada saat proses pengendapan. Keberadaan pengotor batugamping memberikan klasifikasi jenis batugamping. Apabila pengotornya magnesium, maka batugamping tersebut diklasifikasikan sebagai batugamping-dolomitan. Begitu juga apabila pengotornya lempung, maka batugamping tersebut diklasifikasikan sebagai batugamping-lempungan, dan batugamping-pasiran apabila pengotornya pasir. Persentase unsur-unsur pengotor sangat berpengaruh terhadap warna batu kapur tersebut, yaitu mulai dari warna putih susu, abu-abu muda, abu-abu tua, coklat, bahkan hitam. Warna kemerah-merahan misalnya, biasanya disebabkan oleh adanya unsur mangan, sedangkan kehitam-hitaman disebabkan oleh adanya unsur organic. Batugamping dapat bersifat keras dan padat, tetapi dapat pula kebalikannya. Selain yang pejal dijumpai pula yang porous. Batugamping yang mengalami metamorfosa akan berubah penampakannya maupun sifat-sifatnya. Hal ini terjadi karena pengaruh tekanan maupun panas, sehingga batugamping tersebut menjadi berhablur, seperti yang dijumpai pada marmer. Selain itu, air tanah juga sangat berpengaruh terhadap penghabluran kembali pada permukaan batugamping, sehingga terbentuk hablur kalsit. 5.2. Batubara Batubara terbentuk 300 juta tahun yang lalu ketika sebagian besar permukaan bumi tertutup oleh rawa. Tanaman terestrial, terutama pohon-pohon tinggi di hutan rawa seperti lycopods, pakis raksasa, dan lumut jatuh ke dalam rawa atau genangan air. Karena perubahan iklim dan berbagai peristiwa bencana alam, sejumlah besar hutan tenggelam dalam rawa-rawa tersebut. Lapisan ini kemudian tertutup dengan lumpur dan pasir dalam jumlah besar. Pada lapisan bawah membentuk lapisan yang basah dan disebut gambut/peat. Sebagai vegetasi yang mati dan terkubur dalam kondisi basah dan asam, ini juga terputus dari udara langsung. Oleh karena itu, proses dekomposisi menjadi lambat dan menghasilkan adalah gambut, tahap pertama pembentukan batu bara. Dengan peningkatan tekanan dan selanjutnya pemadatan antara lapisan sedimen, gambut berubah menjadi bituminous, batubara subbituminous, dan akhirnya ke Mining Engineering - Rock Cycle – Basic Geology 10 batubara. Dalam setiap langkah, materi baru yang terbentuk lebih kaya karbon dibandingkan bahan pada tahap sebelumnya. Ada 2 teori yang menerangkan terjadinya batubara yaitu : a. Teori In-situ : Batubara terbentuk dari tumbuhan atau pohon yang berasal dari hutan dimana batubara tersebut terbentuk. Batubara yang terbentuk sesuai dengan teori in-situ biasanya terjadi di hutan basah dan berawa, sehingga pohon-pohon di hutan tersebut pada saat mati dan roboh, langsung tenggelam ke dalam rawa tersebut, dan sisa tumbuhan tersebut tidak mengalami pembusukan secara sempurna, dan akhirnya menjadi fosil tumbuhan yang membentuk sedimen organik. b. Teori Drift : Batubara terbentuk dari tumbuhan atau pohon yang berasal dari hutan yang bukan di tempat dimana batubara tersebut terbentuk. Batubara yang terbentuk sesuai dengan teori drift biasanya terjadi di deltadelta, mempunyai ciri-ciri lapisan batubara tipis, tidak menerus (splitting), banyak lapisannya (multiple seam), banyak pengotor (kandungan abu cenderung tinggi). Proses pembentukan batubara terdiri dari dua tahap yaitu tahap biokimia (penggambutan) dan tahap geokimia (pembatubaraan). Tahap penggambutan (peatification) adalah tahap dimana sisa-sisa tumbuhan yang terakumulasi tersimpan dalam kondisi bebas oksigen (anaerobik) di daerah rawa dengan sistem pengeringan yang buruk dan selalu tergenang air pada kedalaman 0,5-10 meter. Material tumbuhan yang busuk ini melepaskan unsur H, N, O, dan C dalam bentuk senyawa CO2, H2O, dan NH3 untuk menjadi humus. Selanjutnya oleh bakteri anaerobik dan fungi diubah menjadi gambut (peat). Tahap pembatubaraan (coalification) merupakan gabungan proses biologi, kimia, dan fisika yang terjadi karena pengaruh pembebanan dari sedimen yang menutupinya, temperatur, tekanan, dan waktu terhadap komponen organik dari gambut. Pada tahap ini prosentase karbon akan meningkat, sedangkan prosentase hidrogen dan oksigen akan berkurang. Proses ini akan menghasilkan batubara dalam berbagai tingkat kematangan material organiknya mulai dari lignit, sub bituminus, bituminus, semi antrasit, antrasit, hingga meta antrasit. Ada tiga faktor yang mempengaruhi proses pembetukan batubara yaitu: umur, suhu dan tekanan. Mutu endapan batubara juga ditentukan oleh suhu, tekanan serta lama waktu pembentukan, yang disebut sebagai maturitas organik. Pembentukan batubara dimulai sejak periode pembentukan Karbon (Carboniferous Period) dikenal sebagai zaman batubara pertama yang berlangsung antara 360 juta sampai 290 juta tahun yang lalu. Proses awalnya, endapan tumbuhan berubah menjadi gambut/peat (C60H6O34) yang Mining Engineering - Rock Cycle – Basic Geology 11 selanjutnya berubah menjadi batubara muda (lignite) atau disebut pula batubara coklat (brown coal). Batubara muda adalah batubara dengan jenis maturitas organik rendah. Setelah mendapat pengaruh suhu dan tekanan yang terus menerus selama jutaan tahun, maka batubara muda akan mengalami perubahan yang secara bertahap menambah maturitas organiknya dan mengubah batubara muda menjadi batubara subbituminus (sub-bituminous). Perubahan kimiawi dan fisika terus berlangsung hingga batubara menjadi lebih keras dan warnanya lebih hitam sehingga membentuk bituminus (bituminous) atau antrasit (anthracite). Dalam kondisi yang tepat, peningkatan maturitas organik yang semakin tinggi terus berlangsung hingga membentuk antrasit. Dalam proses pembatubaraan, maturitas organik sebenarnya menggambarkan perubahan konsentrasi dari setiap unsur utama pembentuk batubara. Disamping itu semakin tinggi peringkat batubara, maka kadar karbon akan meningkat, sedangkan hidrogen dan oksigen akan berkurang. Karena tingkat pembatubaraan secara umum dapat diasosiasikan dengan mutu atau mutu batubara, maka batubara dengan tingkat pembatubaraan rendah disebut pula batubara bermutu rendah seperti lignite dan sub-bituminus biasanya lebih lembut dengan materi yang rapuh dan berwarna suram seperti tanah, memiliki tingkat kelembaban (moisture) yang tinggi dan kadar karbon yang rendah, sehingga kandungan energinya juga rendah. Semakin tinggi mutu batubara, umumnya akan semakin keras dan kompak, serta warnanya akan semakin hitam mengkilat. Selain itu, kelembabannya pun akan berkurang sedangkan kadar karbonnya akan meningkat, sehingga kandungan energinya juga semakin besar. 5.3. Jebakan Minyak Bumi (Oil Trap) Minyak bumi merupakan campuran rumit dari ratusan rantai hidrokarbon, yang umumnya tersusun atas 85% karbon (C) dan 15% hidrogen (H). Selain itu, juga terdapat bahan organik dalam jumlah kecil dan mengandung oksigen (O), sulfur (S) atau nitrogen (N). Ada tiga faktor utama dalam pembentukan minyak dan/atau gas bumi, yaitu: Mining Engineering - Rock Cycle – Basic Geology 12 Pertama, ada “bebatuan asal” (source rock) yang secara geologis memungkinkan terjadinya pembentukan minyak dan gas bumi. Kedua, adanya perpindahan (migrasi) hidrokarbon dari bebatuan asal menuju ke “bebatuan reservoir” (reservoir rock), umumnya sandstone atau limestone yang berpori-pori (porous) dan ukurannya cukup untuk menampung hidrokarbon tersebut. Ketiga, adanya jebakan (entrapment) geologis. Struktur geologis kulit bumi yang tidak teratur bentuknya, akibat pergerakan dari bumi sendiri (misalnya gempa bumi dan erupsi gunung api) dan erosi oleh air dan angin secara terus menerus, dapat menciptakan suatu “ruangan” bawah tanah yang menjadi jebakan hidrokarbon. Kalau jebakan ini dilingkupi oleh lapisan yang impermeable, maka hidrokarbon tadi akan diam di tempat dan tidak bisa bergerak kemana-mana lagi. Temperatur bawah tanah, yang semakin dalam semakin tinggi, merupakan faktor penting lainnya dalam pembentukan hidrokarbon. Hidrokarbon jarang terbentuk pada temperatur kurang dari 65oC dan umumnya terurai pada suhu di atas 260 oC. Hidrokarbon kebanyakan ditemukan pada suhu moderat, dari 107 ke 177oC. Sekitar 30juta tahun di pertengahan jaman Cretaceous, pada akhir jaman dinosaurus, lebih dari 50% dari cadangan minyak dunia yang sudah diketahui terbentuk. Cadangan lainnya bahkan diperkirakan lebih tua lagi. Dari sebuah fosil yang diketemukan bersamaan dengan minyak bumi dari jaman Cambrian, diperkirakan umurnya sekitar 544 sampai 505juta tahun yang lalu. Para geologis umumnya sependapat bahwa minyak bumi terbentuk selama jutaan tahun dari organisme, tumbuhan dan hewan, berukuran sangat kecil yang hidup di lautan purba. Begitu organisme laut ini mati, badannya terkubur di dasar lautan lalu tertimbun pasir Mining Engineering - Rock Cycle – Basic Geology 13 dan lumpur, membentuk lapisan yang kaya zat organik yang akhirnya akan menjadi batuan endapan (sedimentary rock). Proses ini berulang terus, satu lapisan menutup lapisan sebelumnya. Lalu selama jutaan tahun berikutnya, lautan di bumi ada yang menyusut atau berpindah tempat. Deposit yang membentuk batuan endapan umumnya tidak cukup mengandung oksigen untuk mendekomposisi material organik tadi secara komplit. Bakteri mengurai zat ini, molekul demi molekul, menjadi material yang kaya hidrogen dan karbon. Tekanan dan temperatur yang semakin tinggi dari lapisan bebatuan di atasnya kemudian mendistilasi sisa-sisa bahan organik, lalu pelan-pelan mengubahnya menjadi minyak bumi dan gas alam. Bebatuan yang mengandung minyak bumi tertua diketahui berumur lebih dari 600-juta tahun. Yang paling muda berumur sekitar 1-juta tahun. Secara umum bebatuan dimana diketemukan minyak berumur antara 10-juta dan 270juta tahun. 6. Proses Evaporasi (Evaporation) Penguapan atau evaporasi adalah proses perubahan molekul di dalam keadaan cair (contohnya air) dengan spontan menjadi gas (contohnya uap air). Proses ini adalah kebalikan dari kondensasi. Umumnya penguapan dapat dilihat dari lenyapnya cairan secara berangsur-angsur ketika terpapar pada gas dengan volume signifikan. Salah satu batuan akibat dari pengupan ada batu garam (rock salt). Batu garam terbentuk dari kumpulan mineral yang sering disebut halite. Mineral halite mempunyai rumus kimia NaCl. Akan tetapi batu garam bisa juga mengandung pengotor-pengotor dan umumnya yang berasosiasi dengan batu garam tersebut adalah anhydrite (CaSO4), gypsum (CaSO4.2H2O), dan juga sylvite (KCl). Terbentuknya batu garam ini umumnya akibat dari penguapan air yang mengandung garam seperti air laut yang banyak mengandung ion-ion Na+ (Sodium) dan Cl- (Cloride). Batu garam ini umumnya terbentuk di daerah danau yang mengering akibat penguapan, teluk-teluk yang relative tertutup, daerah estuarine yang ada di daerah arid, daerah-daerah di dekat laut seperti lagoon dan lain-lain. Mining Engineering - Rock Cycle – Basic Geology 14 Kubah garam (salt dome) terbentuk karena lapisan garam yang sangat tebal yang terbentuk dari mineral halite, menerobos batuan yang ada di atasnya sehingga membentuk seperti kubah. Dalam skala waktu geologi (jutaan tahun yang lalu), batu garam yang terbentuk akan tertutupi oleh sedimen di atasnya dan terkubur dalam bumi. Oleh karena berat jenis garam yang relatif lebih kecil (2,16 gr/cc) dibandingkan material di sekelilingnya termasuk sedimen di atasnya (biasanya lebih besar dari 2,4 gr/cc) maka mineral garam tersebut mempunyai kecenderungan untuk menerobos batuan di atasnya. Contoh dari kubah garam ini adalah Avery Island di Lousiana dan Pegunungan Zagros. Pada saat mineralmineral garam tersebut mencoba menerobos batuan di atasnya, batuan-batuan di atasnya akan sedikit terlipat dan akan membentuk jebakan dimana minyak bumi dan gas akan berakumulasi. Bahkan tidak jarang pula mineral garam tersebut mampu menerobos sampai ke permukaan atau menerobos lantai samudera jika mineral garam tersebut ditemukan di lautan (offshore). 7. Proses Kompaksi, Sementasi, Litifikasi, Rekristalisasi Pada saat perlapisan di batuan sedimen ini terbentuk, tekanan yang ada di perlapisan yang paling bawah akan bertambah akibat pertambahan beban di atasnya. Akibat pertambahan tekanan ini, air yang ada dalam lapisan-lapisan batuan akan tertekan sehingga keluar dari lapisan batuan yang ada. Proses ini sering disebut kompaksi. Pada saat yang bersamaan pula, partikel-partikel yang ada dalam lapisan mulai bersatu. Adanya semen seperti lempung, silika, atau kalsit diantara partikelpartikel yang ada membuat partikel tersebut menyatu membentuk batuan yang lebih keras. Proses ini sering disebut sementasi. Setelah proses kompaksi dan sementasi terjadi pada pecahan batuan yang ada, perlapisan sedimen yang ada sebelumnya berganti menjadi batuan sedimen yang berlapis-lapis. Litifikasi (lithification berasal dari kata kerja to lithify, yang berarti menjadi batu) adalah proses dimana sedimen urai (unconsolidated) perlahan-lahan berubah menjadi batuan sedimen. Selama litifikasi terjadi perubahan keseluruhan secara kimia, biologi, dan fisika yang mempengaruhi sedimen sejak diendapkan. Selama dan setelah proses litifikasi disebut Diagenesa (diagenesis). Perubahan diagenesa yang utama dan sederhana adalah kompaksi dan sementasi serta rekristalisasi. Reristalisasi, saat sedimen terakumulasi, mineral yang kurang stabil mengkristal kembali atau terjadi rekristalisasi, menjadi yang lebih stabil. Proses ini umumnya Mining Engineering - Rock Cycle – Basic Geology 15 terjadi pada batugamping terumbu yang porous. Mineral aragonite (bahan struktur koral hidup), lama-kelamaan berekristalisasi menjadi bentuk polimorfnya, kalsit. Setelah mengalami perubahan tersebut sedimen menjadi batuan yang bersifat keras dan kompak dari yang semula urai dan lunak. 8. Proses Metamorfisme (Metamorfism) Pada kerak bumi yang cukup dalam, tekanan dan suhu yang ada sangatlah tinggi. Kondisi tekanan dan suhu yang sangat tinggi seperti ini dapat mengubah mineral yang dalam batuan. Proses ini sering disebut proses metamorfisme. Semua batuan yang ada dapat mengalami proses metamorfisme. Tingkat proses metamorfisme yang terjadi tergantung dari: a. Apakah batuan yang ada terkena efek tekanan dan atau suhu yang tinggi. b. Apakah batuan tersebut mengalami perubahan bentuk. c. Berapa lama batuan yang ada terkena tekanan dan suhu yang tinggi. Winkler (1989) menyatakan bahwasannya proses-proses metamorfisme itu mengubah mineral-mineral suatu batuan pada fase padat karena pengaruh atau respons terhadap kondisi fisika dan kimia di dalam kerak bumi yang berbeda dengan kondisi sebelumnya. Proses-proses tersebut tidak termasuk pelapukan dan diagenesa. Pendekatan umum untuk mengambarkan batas antara diagenesa dan metamorfisme adalah menentukan batas terbawah dari metamorfisme sebagai kenampakan pertama dari mineral yang tidak terbentuk secara normal di dalam sedimen-sedimen permukaan, seperti epidot dan muskovit. Walaupun hal ini dapat dihasilkan dalam batas yang lebih basah. Sebagai contoh, metamorfisme shale yang menyebabkan reaksi kaolinit dengan konstituen lain untuk menghasilkan muskovit. Bagaimanapun juga, eksperimen-eksperimen telah menunjukkan bahwa reaksi ini tidak menempati pada temperatur tertentu tetapi terjadi antara 200°C – 350°C yang tergantung pada pH dan kandungan potasium dari material-material disekitarnya. Banyak mineral yang mempunyai batas-batas kestabilan tertentu yang jika dikenakan tekanan dan temperatur yang melebihi batas tersebut maka akan terjadi penyesuaian dalam batuan dengan membentuk mineral-mineral baru yang stabil. Disamping karena pengaruh tekanan dan temperatur, metamorfisme juga dipengaruhi oleh fluida, dimana fluida (H2O) dalam jumlah bervariasi di antara butiran mineral atau pori-pori batuan yang pada umumnya mengandung ion terlarut akan mempercepat proses metamorfisme. Batuan metamorf memiliki beragam karakteristik. Karakteristik ini dipengaruhi oleh beberapa faktor dalam pembentukan batuan tersebut : Komposisi mineral batuan asal Tekanan dan temperatur saat proses metamorfisme Pengaruh gaya tektonik Pengaruh fluida Jenis-jenis Metamorfisme : a. Metamorfisme kontak/termal Mining Engineering - Rock Cycle – Basic Geology 16 Metamorfisme oleh temperatur tinggi pada intrusi magma atau ekstrusi lava. Metamorfisme kontak terjadi pada zona kontak atau sentuhan langsung dengan tubuh magma (intrusi) dengan lebar antara 2 – 3 km. Contohnya batugamping menjadi marmer. b. Metamorfisme regional Metamorfisme oleh kenaikan tekanan dan temperatur yang sedang, dan terjadi pada daerah yang luas. metamorfisme regional terjadi pada kulit bumi bagian dalam dan lebih intensif bilamana diikuti juga oleh orogenesa, penyebaran tubuh batuan metamorf ini luas sekali mencapai ribuan kilometer. Contohnya kuarsa dengan gas fluorium berubah menjadi topas. c. Metamorfisme Dinamik / kataklastik/dislokasi/kinematik Metamorfisme akibat tekanan diferensial yang tinggi akibat pergerakan patahan lempeng. Metamorfisme dislokasi terjadi pada daerah sesar besar/ utama yaitu pada lokasi dimana masa batuan tersebut mengalami penggerusan. Contohnya batulumpur (mudstone) menjzdi batutulis (slate). Pengenalan batuan metamorf tidak jauh berbeda dengan jenis batuan lain yaitu didasarkan pada warna, tekstur, struktur dan komposisinya. Namun untuk batuan metamorf ini mempunyai kekhasan dalam penentuannya yaitu pertama-tama dilakukan tinjauan apakah termasuk dalam struktur foliasi (ada penjajaran mineral) atau nonfoliasi (tanpa penjajaran mineral). Setelah penentuan struktur diketahui, maka penamaan batuan metamorf baik yang berstruktur foliasi maupun berstruktur non foliasi dapat dilakukan. Misal: struktur skistose nama batuannya sekis; gneisik untuk genis; slatycleavage untuk slate/sabak. Sedangkan non foliasi, misal: struktur hornfelsik nama batuannya hornfels; liniasi untuk asbes. Pada pengklasifikasiannya berdasarkan struktur, batuan metamorf diklasifikasikan menjadi dua, yaitu : a. Struktur Foliasi, struktur planar pada batuan metamorf sebagai akibat dari pengaruh tekanan diferensial (berbeda) pada saat proses metamorfisme. Struktur foliasi ditunjukkan oleh adanya penjajaran mineral-mineral penyusun batuan metamorf. Struktur Skistose: struktur yang memperlihatkan penjajaran mineral pipih (biotit, muskovit, felspar) lebih banyak dibanding mineral butiran. Struktur Gneisik: struktur yang memperlihatkan penjajaran mineral granular, jumlah mineral granular relatif lebih banyak dibanding mineral pipih. Struktur Slatycleavage: sama dengan struktur skistose, kesan kesejajaran mineraloginya sangat halus (dalam mineral lempung). Struktur Phylitic: sama dengan struktur slatycleavage, hanya mineral dan kesejajarannya sudah mulai agak kasar. b. Struktur Non Foliasi, struktur batuan metamorf yang tidak memperlihatkan penjajaran mineral-mineral dalam batuan tersebut. Mining Engineering - Rock Cycle – Basic Geology 17 Struktur Hornfelsik: struktur yang memperlihatkan butiran-butiran mineral relatif seragam. Struktur Kataklastik: struktur yang memperlihatkan adanya penghancuran terhadap batuan asal. Struktur Milonitik: struktur yang memperlihatkan liniasi oleh adanya orientasi mineral yang berbentuk lentikuler dan butiran mineralnya halus. Struktur Pilonitik: struktur yang memperlihatkan liniasi dari belahan permukaan yang berbentuk paralel dan butiran mineralnya lebih kasar dibanding struktur milonitik, malah mendekati tipe struktur filit. Struktur Flaser: sama struktur kataklastik, namun struktur batuan asal berbentuk lensa yang tertanam pada masa dasar milonit. Struktur Augen: sama struktur flaser, hanya lensa-lensanya terdiri dari butir-butir felspar dalam masa dasar yang lebih halus. Struktur Granulose: sama dengan hornfelsik, hanya butirannya mempunyai ukuran beragam. Struktur Liniasi: struktur yang memperlihatkan adanya mineral yang berbentuk jarus atau fibrous. Mining Engineering - Rock Cycle – Basic Geology 18 Klasifikasi Batuan Metamorf (O’Dunn dan Sill, 1986) Mining Engineering - Rock Cycle – Basic Geology 19 Metamorfisme regional dari batulumpur melibatkan perubahan keduanya baik tekanan dan temperatur secara awal menghasilkan rekristalisasi dan modifikasi dari mineral lempung yang ada. Ukuran butiran secara mikroskopik tetap, tetapi arah yang baru dari orientasi mungkin dapat berkembang sebagai hasil dari gaya stres. Resultan batuan berbutir halus yang mempunyai belahan batuan yang baik sekali dinamakan slate. Bilamana metamorfisme berlanjut sering menghasilkan orientasi dari mineralmineral pipih pada batuan dan penambahan ukuran butir dari klorit dan mika. Hasil dari batuan yang berbutir halus ini dinamakan phylit, sama seperti slate tetapi mempunyai kilap sutera pada belahan permukaannya. Pengujian dengan menggunakan lensa tangan secara teliti kadangkala memperlihatkan pecahan porpiroblast yang kecil licin mencerminkan permukaan belahannya. Pada tingkat metamorfisme yang lebih tinggi, kristal tampak tanpa lensa. Disini biasanya kita menjumpai mineral-mineral yang pipih dan memanjang yang terorientasi kuat membentuk skistosity yang menyolok. Batuan ini dinamakan skis, masih bisa dibelah menjadi lembaran-lembaran. Umumnya berkembang porpiroblast; hal ini sering dapat diidentikkan dengan sifat khas mineral metamorfik seperti garnet, staurolit, atau kordierit. Masih pada metamorfisme tingkat tinggi disini skistosity menjadi kurang jelas; batuan terdiri dari kumpulan butiran sedang sampai kasar dari tekstur dan mineralogi yang berbeda menunjukkan tekstur gnessik dan batuannya dinamakan gneis. Kumpulan yang terdiri dari lapisan yang relatif kaya kuarsa dan feldspar, kemungkinan kumpulan tersebut terdiri dari mineral yang mengandung feromagnesium (mika, piroksin, dan ampibol). Komposisi mineralogi sering sama dengan batuan beku, tetapi tekstur gnessik biasanya menunjukkan asal metamorfisme; dalam kumpulan yang cukup orientasi sering ada. Penambahan metamorfisme dapat mengubah gneis menjadi migmatit. Dalam kasus ini, kumpulan berwarna terang menyerupai batuan beku tertentu, dan perlapisan kaya feromagnesium mempunyai aspek metamorfik tertentu. Jenis batuan metamorf lain penamaannya hanya berdasarkan pada komposisi mineral, seperti: Marmer disusun hampir semuanya dari kalsit atau dolomit; secara tipikal bertekstur granoblastik. Kuarsit adalah batuan metamorfik bertekstur granobastik dengan komposisi utama adalah kuarsa, dibentuk oleh rekristalisasi dari batupasir atau chert/rijang. Secara umum jenis batuan metamorfik yang lain adalah sebagai berikut: a. Amphibolit: Batuan yang berbutir sedang sampai kasar komposisi utamanya adalah ampibol (biasanya hornblende) dan plagioklas. b. Eclogit: Batuan yang berbutir sedang komposisi utama adalah piroksin klino ompasit tanpa plagioklas felspar (sodium dan diopsit kaya alumina) dan garnet kaya pyrop. Eclogit mempunyai komposisi kimia seperti basal, tetapi mengandung fase yang lebih berat. Beberapa eclogit berasal dari batuan beku. c. Granulit: Batuan yang berbutir merata terdiri dari mineral (terutama kuarsa, felspar, sedikit garnet dan piroksin) mempunyai tekstur granoblastik. Perkembangan struktur gnessiknya lemah mungkin terdiri dari lensa-lensa datar kuarsa dan/atau felspar. Mining Engineering - Rock Cycle – Basic Geology 20 d. Hornfels: Berbutir halus, batuan metamorfisme thermal terdiri dari butiranbutiran yang equidimensional dalam orientasi acak. Beberapa porphiroblast atau sisa fenokris mungkin ada. Butiran-butiran kasar yang sama disebut granofels. e. Milonit: Cerat berbutir halus atau kumpulan batuan yang dihasilkan oleh pembutiran atau aliran dari batuan yang lebih kasar. Batuan mungkin menjadi protomilonit, milonit, atau ultramilomit, tergantung atas jumlah dari fragmen yang tersisa. Bilamana batuan mempunyai skistosity dengan kilap permukaan sutera, rekristralisasi mika, batuannya disebut philonit. f. Serpentinit: Batuan yang hampir seluruhnya terdiri dari mineral-mineral dari kelompok serpentin. Mineral asesori meliputi klorit, talk, dan karbonat. Serpentinit dihasilkan dari alterasi mineral silikat feromagnesium yang terlebih dahulu ada, seperti olivin dan piroksen. g. Skarn: Marmer yang tidak bersih/kotor yang mengandung kristal dari mineral kapur-silikat seperti garnet, epidot, dan sebagainya. Skarn terjadi karena perubahan komposisi batuan penutup (country rock) pada kontak batuan beku. 9. Proses Pelelehan Batuan (Partial Melting) Proses dimana dimana mineral yang titik leburnya rendah mencair dalam tubuh batuan akibat kenaikan suhu atau penurunan tekanan, atau keduanya, sedangkan mineral lainnya tetap padat. Jika cairannya (magma) dipindahkan sebelum komponen parent-rock meleleh, komposisi magmanya agak berbeda dari parent-rock. Partial melting dipercaya penting dalam pembentukan magma basaltik dari peridotit pada pusat pemekaran dan pembentukan magma granitik dari kerak basaltik pada zona subduksi. Dengan bertambahnya dalam suatu batuan dalam bumi, kemungkinan batuan yang ada melebur kembali menjadi magma sangatlah besar. Ini karena tekanan dan suhu yang sangat tinggi pada kedalaman yang sangat dalam. Akibat densitas dari magma yang terbentuk lebih kecil dari batuan sekitarnya, maka magma tersebut akan mencoba kembali ke permukaan menembus kerak bumi yang ada. Magma juga terbentuk di bawah kerak bumi yaitu di mantle bumi. Magma ini juga akan berusaha menerobos kerak bumi untuk kemudian berkumpul dengan magma yang sudah terbentuk sebelumnya dan selanjutnya berusaha menerobos kerak bumi untuk membentuk batuan beku baik itu plutonik ataupun vulkanik. Mining Engineering - Rock Cycle – Basic Geology 21