1. Proses Plutonisme (Plutonism) Plutonisme lebih sering disebut

advertisement
1. Proses Plutonisme (Plutonism)
Plutonisme lebih sering disebut dengan intrusi magma adalah pergerakan
magma yang tidak sampai keluar ke permukaan bumi. Magma adalah massa cair pijar
yang kental di dalam bumi dengan suhu mencapai ribuan derajat celcius. Magma
merupakan persenyawaan dari berbagai unsur, terutama silikat, air, dan berbagai gas.
Apabila tekanan gas-gas tersebut bertambah hingga tingkat tertentu, magma menjadi
aktif dan akan bergerak naik menerobos lapisan kulit bumi.
Magma tersebut terdapat di dalam bumi yang dinamakan dapur magma. Letak
dapur magma ada yang di dekat permukaan bumi dan ada yang jauh di dalam bumi.
Oleh karenanya, jarak dapur magma berpengaruh terhadap besarnya tenaga intrusi
atau ekstrusi magma.
Saat terjadi intrusi magma, magma naik tapi tidak mencapai permukaan bumi
karena tenaganya yang kecil. Salah satunya penyebabnya adalah letak dapur magma
yang dalam sehingga terlalu jauh untuk mencapai permukaan bumi. Magma tersebut
akhirnya menerobos celah-celah pada perlapisan batuan. Sebagai berikut bentukbentuk intrusi magma:
Keterangan :
1. Kerucut Parasiter
2. Kubah Utama
3. Diatrema
4. Lakolit
5. Sill
6. Apofisa/ Apolisa/ Apofisis
7. Gang/ Dikes/ Intrusi Korok
8. Batolit
Mining Engineering - Rock Cycle – Basic Geology
1
 Batolit adalah batuan beku yang terbentuk di dalam dapur magma karena
penurunan suhu yang sangat lambat.
 Lakolit adalah batuan beku yang berasal dari penyusupan magma di antara dua
lapisan batuan yang menyebabkan lapisan batuan di atasnya terangkat sehingga
cembung, alasnya rata.
 Sill adalah magma yang menyusup searah perlapisan batuan (menyusup di antara
dua perlapisan batuan yang searah), relatif tipis dan melebar.
 Gang/dikes/intrusi korok adalah magma yang menerobos perlapisan batuan
dengan cara memotong perlapisan batuan (arahnya tegak lurus dengan
perlapisan batuan). Bentuknya pipih atau lempeng.
 Apofisa/apolisa/apofisis adalah gang yang relatif kecil yang merupakan cabang
dari gang.
 Diatrema adalah magma yang mengisi pipa letusan gunung berapi, berbentuk
silinder mulai dari ujung dapur magma hingga hampir permukaan bumi.
 Bentuk-bentuk intrusi magma akan nampak saat perlapisan batuan di atas atau di
samping batuan intrusi telah lapuk, terkikis, dan terpindahkan ke tempat lain.
Dalam proses pendinginan magma dimana magma itu tidak langsung semuanya
membeku, tetapi mengalami penurunan temperatur secara perlahan bahkan mungkin
cepat. Penurunan temperatur ini disertai mulainya pembentukan dan pengendapan
mineral-mineral tertentu yang sesuai dengan temperaturnya. Pembentukan mineral
dalam magma karena penurunan temperatur telah disusun oleh Bowen (seri reaksi
Bowen).
Sebelah kiri mewakili
mineral-mineral mafik, yang
pertama kali terbentuk dalam
temperatur sangat tinggi adalah
Olivin. Akan tetapi jika magma
tersebut jenuh oleh SiO2 maka
Piroksenlah yang terbentuk
pertama kali. Olivin dan
Piroksen merupakan pasangan
“Ingcongruent melting” dimana
setelah pembentukan Olivin
akan bereaksi dengan larutan
sisa membentuk Piroksen.
Temperatur menurun terus dan
pembentukan mineral berjalan
sesuai dengan temperaturnya.
Mineral yang terakhir terbentuk adalah Biotit.
Mineral sebelah kanan diwakili oleh mineral kelompok Plagioklas (mineral
felsik). Anorthit adalah mineral yang pertama kali terbentuk pada suhu yang tinggi dan
banyak terdapat pada batuan beku basa seperti Gabro atau Basalt. Andesin terbentuk
pada suhu menengah dan terdapat pada batuan beku Diorit atau Andesit. Sedangkan
Mining Engineering - Rock Cycle – Basic Geology
2
mineral yang terbentuk pada suhu rendah adalah Albit, mineral ini tersebar pada
batuan asam seperti Granit dan Riolit. Reaksi berubahnya komposisi Plagioklas ini
merupakan deret “Solid Solution” yang merupakan reaksi kontinyu, artinya kristalisasi
Plagioklas Ca (Anortit) sampai Plagioklas Na (Albit) akan berjalan terus jika reaksi
setimbang.
Mineral sebelah kanan dan sebelah kiri bertemu pada mineral Potasium Feldspar
(Orthoklas), ke Muscovit dan terakhir Kwarsa, maka mineral kwarsa merupakan
mineral yang paling stabil diantara seluruh mineral mafik atau mineral felsik.
Sehingga dengan memperhatikan reaksi Bowen, kita memperoleh berbagai
kemungkinan himpunan mineral utama didalam batuan beku diantaranya:
a. Kelompok batuan Ultrabasa dan Basa, mineralnya antara lain:
 Olivin
 Olivin – Plagioklas
 Piroksen
 Olivine – Piroksen
 Olivin – Plagioklas - Piroksen
 Piroksen - Plagioklas
b. Kelompok batuan Intermediet, mineralnya antara lain:
 Piroksen – Horblende - Plagioklas
 Hornblende – Plagioklas
 Hornblende – Plagioklas – Biotit – Kwarsa
c. Kelompok batuan Asam, mineralnya antara lain:
 Hornblende – Plagioklas – Biotit – Orthoklas
 Hornblende – Plagioklas – Biotit – Muscovit
 Muscovit – Biotit – Orthoklas
Batuan yang meleleh akibat tekanan dan suhu yang sangat tinggi sering
membentuk magma chamber dalam kerak bumi. Magma ini bercampur dengan magma
yang terbentuk dari mantle. Karena letak magma chamber yang relatif dalam dan tidak
mengalami proses ekstrusif, maka magma yang ada mengalami proses pendinginan
yang relatif lambat dan membentuk kristal-kristal mineral yang akhirnya membentuk
batuan beku intrusif. Batuan beku intrusif dapat tersingkap di permukaan membentuk
pluton. Salah satu jenis pluton terbesar yang tersingkap dengan jelas adalah batholit.
Granite, Diorite, Calci-Silicate Rock, dan Gabbro juga salah satu contoh batuan
intrusif. Jenis batuan yang terbentuk akibat proses ini tergantung dari komposisi
magma yang ada. Umumnya batuan beku intrusif memperlihatkan ciri-ciri berikut:
a. Butirannya cukup besar. Ini disebabkan magma yang keluar ke permukaan
bumi mengalami proses pendinginan yang sangat lambat sehingga mineralmineral yang ada sebagai penyusun batuan mempunyai banyak waktu untuk
dapat berkembang.
b. Biasanya mineral-mineral pembentuk batuan beku intrusif memperlihatkan
angular interlocking.
Mining Engineering - Rock Cycle – Basic Geology
3
2. Proses Vulkanisme (Volcanism)
Vulkanisme adalah semua peristiwa yang berhubungan dengan magma yang
keluar mencapai permukaan bumi melalui retakan dalam kerak bumi atau melalui
sebuah pita sentral yang disebut terusan kepundan atau diatrema. Magma yang keluar
sampai ke permukaan bumi disebut lava. Magma dapat bergerak naik karena memiliki
suhu yang tinggi dan mengandung gas-gas yang memiliki cukup energi untuk
mendorong batuan di atasnya. Di dalam litosfer magma menempati suatu kantong
yang disebut dapur magma. Kedalaman dapur magma merupakan penyebab perbedaan
kekuatan letusan gunung api yang terjadi. Pada umumnya, semakin dalam dapur
magma dari permukaan bumi, maka semakin kuat letusan yang ditimbulkannya.
Lamanya aktivitas gunung api yang bersumber dari magma ditentukan oleh besar atau
kecilnya volume dapur magma. Dapur magma inilah yang merupakan sumber utama
aktivitas vulkanik.
Sesuai wujudnya, ada tiga jenis bahan atau material yang dikeluarkan oleh
adanya tenaga vulkanisme. Material tersebut adalah material padat , cair dan gas.
a. Benda padat (efflata)
adalah debu, pasir,lapili (batu kerikil) batu-batu besar (bom),dan batu apung.
b. Benda cair (effusive)
adalah bahan cair yang dikeluarkan oleh tenaga vulkanisme, yaitu lava,
lahar panas, dan lahar dingin. Lava adalah magma yang keluar ke
permukaan bumi. Lahar panas adalah lahar yang berasal dari letusan gunung
berapi yang memiliki danau kawah (kaldera), contoh kaldera yang terkenal
di Indonesia adalah kawah Bromo. Lahar dingin adalah lahar yang berasal
dari bahan letusan yang sudah mengendap, kemudian mengalir deras
menuruni lereng gunung.
c. Benda gas (ekshalasi)
adalah bahan gas yang dikeluarkan oleh tenaga vulkanisme antara lain
solfatar, fumarol, dan mofet. Solfatar adalah gas hidrogen sulfida (H2S)
yang keluar dari suatu lubang yang terdapat di gunung berapi. Fumarol
adalah uap air panas. Mofet adalah gas asam arang (CO2).
Proses keluarnya magma dinamakan letusan atau erupsi, ada yang berupa erupsi
leleran (efusif), dan ada pula erupsi yang berupa ledakan (eksplosif).
Berdasarkan banyaknya celah pada permukaan bumi dan waktu keluarnya
magma, erupsi dibedakan menjadi empat, yaitu erupsi linear, erupsi sentral, erupsi
campuran, dan erupsi areal.
a. Erupsi Linear
Gerakan magma menuju permukaan bumi melalui celah-celah atau retakanretakan disebut erupsi linear atau erupsi belahan. Erupsi linear
menghasilkan lava yang cair dan membentuk plato, misalnya Plato
Sukadana (Lampung), Columbia (Afrika Selatan), serta daerah yang
mengelilingi Kutub Utara, seperti Tanah Hijau, Iceland, Asia Utara, dan
Spitsbergen.
b. Erupsi Sentral
Erupsi sentral adalah lava yang keluar melalui terusan kepundan.
Mining Engineering - Rock Cycle – Basic Geology
4
c. Erupsi Campuran
Erupsi campuran menghasilkan gunung berapi strato atau gunung berapi
berlapis. Erupsi ini terdiri atas bahan-bahan lepas dan lava. Hampir seluruh
gunung api di Indonesia adalah gunung api strato.
d. Erupsi Areal
Erupsi areal, yaitu letusan yang terjadi melalui lubang yang sangat luas.
Sampai saat ini erupsi areal masih diragukan kejadiannya di bumi.
Batuan yang terbentuk dari magma yang keluar ke permukaan disebut batuan
beku ekstrusif. Rhyolite, Dacite, Andesite, Basalt dan pumice (batu apung) adalah
salah satu contoh batuan ekstrusif. Jenis batuan yang terbentuk akibat proses ini
tergantung dari komposisi magma yang ada. Umumnya batuan beku ekstrusif
memperlihatkan cirri-ciri berikut:
a. Butirannya sangatlah kecil. Ini disebabkan magma yang keluar ke
permukaan bumi mengalami proses pendinginan yang sangat cepat sehingga
mineral-mineral yang ada sebagai penyusun batuan tidak mempunyai
banyak waktu untuk dapat berkembang.
b. Umumnya memperlihatkan adanya rongga-rongga yang terbentuk akibat gas
yang terkandung dalam batuan atau yang sering disebut “gas bubble”.
3. Proses Pelapukan (Weathering)
Pelapukan adalah proses alami penghancur material. Proses pelapukan
merupakan komponen penting dari erosi dan pengendapan sedimen. Semua batuan
yang ada di permukaan bumi akan mengalami pelapukan. Penyebab pelapukan
tersebut ada 3 macam:
a. Pelapukan secara fisika : perubahan suhu dari panas ke dingin akan
membuat batuan mengalami perubahan. Hujan pun juga dapat membuat
rekahan-rekahan yang ada di batuan menjadi berkembang sehingga prosesproses fisika tersebut dapat membuat batuan pecah menjadi bagian yang
lebih kecil lagi.
b. Pelapukan secara kimia : beberapa jenis larutan kimia dapat bereaksi
dengan batuan seperti contohnya larutan HCl akan bereaksi dengan batu
gamping. Bahkan air pun dapat bereaksi melarutan beberapa jenis batuan.
Salah satu contoh yang nyata adalah “hujan asam” yang sangat
mempengaruhi terjadinya pelapukan secara kimia.
c. Pelapukan secara biologi : Selain pelapukan yang terjadi akibat proses
fisikan dan kimia, salah satu pelapukan yang dapat terjadi adalah pelapukan
secara biologi. Salah satu contohnya adalah pelapukan yang disebabkan
oleh gangguan dari akar tanaman yang cukup besar. Akar-akar tanaman
yang besar ini mampu membuat rekahan-rekahan di batuan dan akhirnya
dapat memecah batuan menjadi bagian yang lebih kecil lagi.
4. Proses Erosi dan Sedimentasi
Mining Engineering - Rock Cycle – Basic Geology
5
Setelah batuan mengalami pelapukan, batuan-batuan tersebut akan pecah
menjadi bagian yang lebih kecil lagi sehingga mudah untuk berpindah tempat.
Berpindahnya tempat dari partikel-partikel kecil ini disebut erosi. Proses terakhir
setelah pelapukan dan erosi adalah proses pengendapan massa batuan atau tanah yang
disebut sedimentasi. Proses sedimentasi dapat terjadi di daratan, danau, sekitar sungai,
ataupun di pantai. Sedimentasi terjadi jika zat yang mengangkutnya mengalami
penurunan kecepatan gerak atau bahkan berhenti sarna sekali. Sedimentasi dapat
dikelompokkan menjadi:
a. Sedimentasi Fluvial
Sedimentasi fluvial adalah proses pengendapan materi-materi yang
diangkut oleh air sepanjang aliran sungai. Tempat-tempat pengendapan
itu, antara lain di dasar sungai, danau, atau muara sungai. Bentuk-bentuk
hasil sedimentasi fluvial adalah Delta dan bantaran sungai. Delta adalah
endapan di muara sungai baik sungai yang bermuara ke danau atau ke
laut. Bantaran sungai adalah daratan yang terdapat di tengah-tengah
badan sungai atau pada kelokan dalam sungai sebagai hasil pengendapan.
Bantaran sungai biasa ditemukan di daerah hilir sungai yang arusnya
sudah sangat larnbat sehingga banyak terjadi pengendapan. Contohnya
adalah batupasir dan tanah liat.
b. Sedimentasi Aeolis
Sedimentasi aeolis adalah proses pengendapan materi yang dibawa atau
diangkut oleh angin. Bentukan alarn hasil pengendapan yang terbawa
angin, antara lain gundukan pasir yang terdapat di pantai atau wilayah
gurun. Contohnya adalah tanah loss, tanag pasir, sand dunes dan
barchan.
c. Sedimentasi Marine
Sedimentasi marine adalah proses pengendapan materi hasil erosi yang
diangkut dan diendapkan di sepanjang pantai. Hamparan pasir sepanjang
wilayah pantai merupakan salah satu bentukan alam hasil sedimentasi
marine. Contohnya adalah tombolo dan gosong pasir.
d. Sedimentasi Glasial
Batuan sedimen glasial, yaitu batuan sedimen yang diendapkan oleh
tenaga es atau gletser. Contohnya adalah morena.
Pecahan-pecahan batuan yang terbawa akibat erosi tidak dapat terbawa
selamanya. Seperti halnya sungai akan bertemu laut, angin akan berkurang tiupannya,
dan juga glasier akan meleleh. Akibat semua ini, maka pecahan batuan yang terbawa
akan terendapkan. Proses ini yang sering disebut proses pengendapan. Selama proses
pengendapan, pecahan batuan akan diendapkan secara berlapis dimana pecahan yang
berat akan diendapkan terlebih dahulu baru kemudian diikuti pecahan yang lebih
ringan dan seterusnya. Proses pengendapan ini akan membentuk perlapisan pada
batuan yang sering kita lihat di batuan sedimen saat ini.
Berdasarkan ada tidaknya proses transportasi dari batuan sedimen dapat
dibedakan menjadi 2 macam :
a. Batuan Sedimen Klastik yaitu batuan sedimen yang terbentuk berasal
dari hancuran batuan lain. Kemudian tertransportasi dan terdeposisi yang
Mining Engineering - Rock Cycle – Basic Geology
6
selanjutnya mengalami diagenesa. Dikelompokkan berdasarkan butir
materialnya. Untuk itu diperlukan satu acuan butir komponen
materialnya, dan telah dibuat oleh Wentworth, dikenal sebagai Wenworth
Scale.
Boulder dan Cobble dapat diartikan sebagai bongkah, pebble sama
dengan kerakal, granule seukuran dengan kerikil, sand sama dengan
pasir, sedangkan silt dan clay adalah lempung.
Batuan sedimen klastik terdiri dari butiran-butiran. Butiran yang besar
disebut fragmen dan diikat oleh masa butiran-butiran yang lebih halus,
matriks. Batuan sedimen klastik yang dikelompokkan berdasarkan besar
butir materialnya, sebagai konglomerat, batu pasir, serpih dan batu
lempung.
b. Batuan Sedimen Non Klastik yaitu batuan sedimen yang tidak
mengalami proses transportasi. Pembentukannya adalah kimiawi dan
organis.
Batuan sedimen nonklastik yang banyak dijumpai adalah batugamping
atau (limestone)
Menurut R.P. Koesoemadinata, 1980 batuan sedimen dibedakan menjadi enam
golongan yaitu :
a. Golongan Detritus Kasar
Batuan sedimen diendapkan dengan proses mekanis. Termasuk dalam
golongan ini antara lain adalah breksi, konglomerat dan batupasir.
Lingkungan tempat pengendapan batuan ini di lingkungan sungai dan
danau atau laut.
b. Golongan Detritus Halus
Batuan yang termasuk kedalam golongan ini diendapkan di lingkungan
laut dangkal sampai laut dalam. Yang termasuk kedalam golongan ini
adalah batu lanau, serpih, batu lempung dan Nepal.
c. Golongan Karbonat
Batuan ini umum sekali terbentuk dari kumpulan cangkang moluska,
algae dan foraminifera atau oleh proses pengendapan yang merupakan
rombakan dari batuan yang terbentuk lebih dahulu dan di endpkan
disuatu tempat. Proses pertama biasa terjadi di lingkungan laut litoras
Mining Engineering - Rock Cycle – Basic Geology
7
sampai neritik, sedangkan proses kedua di endapkan pada lingkungan
laut neritik sampai bahtial. Jenis batuan karbonat ini banyak sekali
macamnya tergantung pada material penyusunnya.
d. Golongan Silika
Proses terbentuknya batuan ini adalah gabungan antara pross organik dan
kimiawi untuk lebih menyempurnakannya. Termasuk golongan ini rijang
(chert), radiolarian dan tanah diatom. Batuan golongan ini tersebarnya
hanya sedikit dan terbatas sekali.
e. Golongan Evaporit
Proses terjadinya batuan sedimen ini harus ada air yang memiliki larutan
kimia yang cukup pekat. Pada umumnya batuan ini terbentuk di
lingkungan danau atau laut yang tertutup, sehingga sangat
memungkinkan terjadi pengayaan unsur-unsur tertentu. Faktor yang
penting juga adalah tingginya penguapan maka akan terbentuk suatu
endapan dari larutan tersebut. Batuan-batuan yang termasuk kedalam
batuan ini adalah gip, anhidrit, batu garam.
f. Golongan Batubara
Batuan sedimen ini terbentuk dari unsur-unsur organik yaitu dari
tumbuh-tumbuhan. Dimana sewaktu tumbuhan tersebut mati dengan
cepat tertimbun oleh suatu lapisan yang tebsl di atasnya sehingga tidak
akan memungkinkan terjadinya pelapukan. Lingkungan terbentuknya
batubara adalah khusus sekali, ia harus memiliki banyak sekali tumbuhan
sehingga kalau timbunan itu mati tertumpuk menjadi satu di tempat
tersebut.
Di dalam batuan sedimen seringkali terdapat sisa-sisa binatang atau tumbuhan
yang telah membatu, yang disebut fosil.
5. Proses Fosilisasi
Fosilisasi merupakan proses penimbunan sisa-sisa hewan atau tumbuhan yang
terakumulasi dalam sedimen atau endapan-endapan baik yang mengalami pengawetan
secara menyeluruh, sebagian ataupun jejaknya saja. Batuan sedimen terbentuk dari
lapisan mineral yang mengendap dan memisah dari air. Pasir dan endapan lumpur
yang sudah lapuk dan tererosi dari tanah dibawah ke sungai menuju ke laut atau rawa,
di mana bagian sedimen tersebut akan mengendap ke bagian dasar. Sedimen akan
menumpuk dan menekan endapan yang lebih tua untuk menjadi batu. Ketika ada
kehidupan yang dia air atau organisme darat yang terbawa dari ke lautan atau rawa itu
mati, maka organisme tersebut akan terendapkan bersama-sama dengan sedimen dan
akan terawetkan menjadi fosil. Fosil berasal dari bahasa latin, yakni fossa yang artinya
“menggali keluar dari dalam tanah”. Sementara pengertian fosil dalam istilah
paleontologi adalah sisa-sisa atau jejak-jeak makhluk hidup yang terawetkan dari
organisme di masa lampau yang berupa menjadi batu atau mineral, sehingga
menghasilkan dokumen biologis yang berupa catatan fosil – fossil record.
Terdapat beberapa syarat terjadinya pemfosilan yaitu antara lain:
Mining Engineering - Rock Cycle – Basic Geology
8
a. Organisme yang mati harus segera terkubur agar terhindar dari kerusakan
akibat pembusukan atau agen pelapukan seperti angin atau perubahan
suhu (McCarthy&Rubidge, 2005).
b. Organisme yang terkubur dalam keadaan anaerob agar bakteri aerobik
tidak bisa membusukkan akibat kekurangan oksigen seperti daerah rawarawa (Allison, 1988).
c. Mengandung bagian-bagian yang keras yang masih bisa dipertahankan
(Martin, 1999).
Tubuh tumbuhan, baik yang hidup atau yang mati yang jatuh di tanah disebut
biomassa. Biomassa sebagian besar terdiri atas karbon (C). Biomassa yang mati
sebagian tidak mengalami pembusukan. Di daerah rawa biomassa menjadi gambut
(peat). Sebagian lagi mengalami proses fosilisasi dan menjadi batubara, minyak bumi
dan gas alam. Dalam waktu ratusan juta tahun jumlah karbon yang terikat dalam
biomassa hidup, biomassa yang mati dan biomassa yang mengalami fosiliasasi
mencapai jumlah yang sangat besar. Biomassa itu merupakan tempat penyimpanan
karbon dan di sebut rosot karbon (carbonsink).
5.1. Batugamping (Limestone)
Batugamping (bahasa Inggris: limestone) (CaCO3) adalah sebuah batuan
sedimen terdiri dari mineral calcite (kalsium carbonate). Sumber utama dari calcite ini
adalah organisme laut. Organisme ini mengeluarkan shell yang keluar ke air dan
terdeposit di lantai samudra sebagai pelagicooze.
Calcite sekunder juga dapat terdeposi oleh air meteorik tersupersaturasi (air
tanah yang presipitasi material di gua). Ini menciptakan speleothem seperti stalagmit
dan stalaktit. Bentuk yang lebih jauh terbentuk dari Oolite (batu kapur Oolitic) dan
dapat dikenali dengan penampilannya yang granular. Batugamping membentuk 10%
dari seluruh volume batuan sedimen.
Sebagian perlapisan batugamping hampir murni terdiri dari kalsit, dan pada
perlapisan yang lain terdapat sejumlah kandungan silt atau clay yang membantu
ketahanan dari batu gamping tersebut terhadap cuaca. Lapisan gelap pada bagian atas
mengandung sejumlah besar fraksi dari silika yang terbentuk dari kerangka mikrofosil,
dimana lapisan pada bagian ini lebih tahan terhadap cuaca.
Batugamping dapat terlarutkan oleh air hujan lebih mudah dibandingkan dengan
batuan yang lainnya. Air hujan mengandung sejumlah kecil karbondioksida selama
perjalanannya di udara, dan hal tersebut mengubah air hujan tersebut menjadi bersifat
asam. Kalsit sangat reaktif terhadap asam. Hal tersebut menjelaskan mengapa goa-goa
bawah tanah cenderung terbentuk pada daerah yang banyak mengandung
batugamping, dan juga menjelaskan mengapa bangunan-bangunan yang terbuat dari
bahan batugamping rentan terhadap air hujan yang mengandung asam. Pada daerahdaerah tropis, batugamping terbentuk menjadi batuan yang kuat membentuk sejumlah
pegunungan-pegunungan batugamping yang indah.
Dibawah pengaruh pressure yang tinggi, batu gamping termatomorfosakan
menjadi batuan metamorf marble. Pada kondisi tertentu, kalsit yang terdapat di dalam
batugamping teralterasi menjadi dolomite, berubah menjadi batuan dolomite.
Mining Engineering - Rock Cycle – Basic Geology
9
Batugamping dapat terjadi dengan beberapa cara, yaitu secara organic, secara
mekanik, atau secara kimia. Sebagian besar batugamping di alam terjadi secara
organic. Jenis ini berasal dari pengendapan cangkang atau rumah kerang dan siput.
Foraminifera atau ganggang atau berasal dari kerangka binatang koral/kerang.
Untuk batugamping yang terjadi secara mekanik, sebetulnya bahannya tidak
jauh berbeda dengan jenis batugamping yang terjadi secara organic. Yang
membedakannya adalah terjadinya perombakan dari bahan batugamping tersebut yang
kemudian terbawa oleh arus dan biasanya diendapkan tidak jauh dari tempat semula.
Sedangkan yang terjadi secara kimia adalah jenis batugamping yang terjadi dalam
kondisi iklim dan suasana lingkungan tertentu dalam air laut ataupun air tawar.
Selain hal diatas, mata air mineral dapat pula mengendapkan batugamping. Jenis
batugamping ini terjadi karena peredaran air panas alam yang melarutkan lapisan
batugamping dibawah permukaan, yang kemudian diendapkan kembali dipermukaan
bumi.
Magnesium, lempung dan pasir merupakan unsur pengotor yang mengendap
bersama-sama pada saat proses pengendapan. Keberadaan pengotor batugamping
memberikan klasifikasi jenis batugamping. Apabila pengotornya magnesium, maka
batugamping tersebut diklasifikasikan sebagai batugamping-dolomitan.
Begitu juga apabila pengotornya lempung, maka batugamping tersebut
diklasifikasikan sebagai batugamping-lempungan, dan batugamping-pasiran apabila
pengotornya pasir. Persentase unsur-unsur pengotor sangat berpengaruh terhadap
warna batu kapur tersebut, yaitu mulai dari warna putih susu, abu-abu muda, abu-abu
tua, coklat, bahkan hitam. Warna kemerah-merahan misalnya, biasanya disebabkan
oleh adanya unsur mangan, sedangkan kehitam-hitaman disebabkan oleh adanya unsur
organic. Batugamping dapat bersifat keras dan padat, tetapi dapat pula kebalikannya.
Selain yang pejal dijumpai pula yang porous.
Batugamping yang mengalami metamorfosa akan berubah penampakannya
maupun sifat-sifatnya. Hal ini terjadi karena pengaruh tekanan maupun panas,
sehingga batugamping tersebut menjadi berhablur, seperti yang dijumpai pada marmer.
Selain itu, air tanah juga sangat berpengaruh terhadap penghabluran kembali pada
permukaan batugamping, sehingga terbentuk hablur kalsit.
5.2. Batubara
Batubara terbentuk 300 juta tahun yang lalu ketika sebagian besar permukaan
bumi tertutup oleh rawa. Tanaman terestrial, terutama pohon-pohon tinggi di hutan
rawa seperti lycopods, pakis raksasa, dan lumut jatuh ke dalam rawa atau genangan air.
Karena perubahan iklim dan berbagai peristiwa bencana alam, sejumlah besar hutan
tenggelam dalam rawa-rawa tersebut. Lapisan ini kemudian tertutup dengan lumpur
dan pasir dalam jumlah besar. Pada lapisan bawah membentuk lapisan yang basah dan
disebut gambut/peat. Sebagai vegetasi yang mati dan terkubur dalam kondisi basah
dan asam, ini juga terputus dari udara langsung. Oleh karena itu, proses dekomposisi
menjadi lambat dan menghasilkan adalah gambut, tahap pertama pembentukan batu
bara. Dengan peningkatan tekanan dan selanjutnya pemadatan antara lapisan sedimen,
gambut berubah menjadi bituminous, batubara subbituminous, dan akhirnya ke
Mining Engineering - Rock Cycle – Basic Geology
10
batubara. Dalam setiap langkah, materi baru yang terbentuk lebih kaya karbon
dibandingkan bahan pada tahap sebelumnya.
Ada 2 teori yang menerangkan terjadinya batubara yaitu :
a. Teori In-situ : Batubara terbentuk dari tumbuhan atau pohon yang berasal
dari hutan dimana batubara tersebut terbentuk. Batubara yang terbentuk
sesuai dengan teori in-situ biasanya terjadi di hutan basah dan berawa,
sehingga pohon-pohon di hutan tersebut pada saat mati dan roboh, langsung
tenggelam ke dalam rawa tersebut, dan sisa tumbuhan tersebut tidak
mengalami pembusukan secara sempurna, dan akhirnya menjadi fosil
tumbuhan yang membentuk sedimen organik.
b. Teori Drift : Batubara terbentuk dari tumbuhan atau pohon yang berasal
dari hutan yang bukan di tempat dimana batubara tersebut terbentuk.
Batubara yang terbentuk sesuai dengan teori drift biasanya terjadi di deltadelta, mempunyai ciri-ciri lapisan batubara tipis, tidak menerus (splitting),
banyak lapisannya (multiple seam), banyak pengotor (kandungan abu
cenderung tinggi). Proses pembentukan batubara terdiri dari dua tahap yaitu
tahap biokimia (penggambutan) dan tahap geokimia (pembatubaraan).
Tahap
penggambutan
(peatification) adalah tahap dimana
sisa-sisa
tumbuhan
yang
terakumulasi
tersimpan
dalam
kondisi bebas oksigen (anaerobik) di
daerah
rawa
dengan
sistem
pengeringan yang buruk dan selalu
tergenang air pada kedalaman 0,5-10
meter. Material tumbuhan yang
busuk ini melepaskan unsur H, N,
O, dan C dalam bentuk senyawa CO2, H2O, dan NH3 untuk menjadi humus.
Selanjutnya oleh bakteri anaerobik dan fungi diubah menjadi gambut (peat).
Tahap pembatubaraan (coalification) merupakan gabungan proses biologi,
kimia, dan fisika yang terjadi karena pengaruh pembebanan dari sedimen yang
menutupinya, temperatur, tekanan, dan waktu terhadap komponen organik dari
gambut. Pada tahap ini prosentase karbon akan meningkat, sedangkan prosentase
hidrogen dan oksigen akan berkurang. Proses ini akan menghasilkan batubara dalam
berbagai tingkat kematangan material organiknya mulai dari lignit, sub bituminus,
bituminus, semi antrasit, antrasit, hingga meta antrasit.
Ada tiga faktor yang mempengaruhi proses pembetukan batubara yaitu: umur,
suhu dan tekanan.
Mutu endapan batubara juga ditentukan oleh suhu, tekanan serta lama waktu
pembentukan, yang disebut sebagai maturitas organik. Pembentukan batubara dimulai
sejak periode pembentukan Karbon (Carboniferous Period) dikenal sebagai zaman
batubara pertama yang berlangsung antara 360 juta sampai 290 juta tahun yang lalu.
Proses awalnya, endapan tumbuhan berubah menjadi gambut/peat (C60H6O34) yang
Mining Engineering - Rock Cycle – Basic Geology
11
selanjutnya berubah menjadi batubara muda (lignite) atau disebut pula batubara coklat
(brown coal). Batubara muda adalah batubara dengan jenis maturitas organik rendah.
Setelah mendapat pengaruh suhu dan tekanan yang terus menerus selama jutaan
tahun, maka batubara muda akan mengalami perubahan yang secara bertahap
menambah maturitas organiknya dan mengubah batubara muda menjadi batubara subbituminus (sub-bituminous). Perubahan kimiawi dan fisika terus berlangsung hingga
batubara menjadi lebih keras dan warnanya lebih hitam sehingga membentuk
bituminus (bituminous) atau antrasit (anthracite). Dalam kondisi yang tepat,
peningkatan maturitas organik yang semakin tinggi terus berlangsung hingga
membentuk antrasit.
Dalam proses pembatubaraan, maturitas organik sebenarnya menggambarkan
perubahan konsentrasi dari setiap unsur utama pembentuk batubara.
Disamping itu semakin tinggi peringkat batubara, maka kadar karbon akan
meningkat, sedangkan hidrogen dan oksigen akan berkurang. Karena tingkat
pembatubaraan secara umum dapat diasosiasikan dengan mutu atau mutu batubara,
maka batubara dengan tingkat pembatubaraan rendah disebut pula batubara bermutu
rendah seperti lignite dan sub-bituminus biasanya lebih lembut dengan materi yang
rapuh dan berwarna suram seperti tanah, memiliki tingkat kelembaban (moisture) yang
tinggi dan kadar karbon yang rendah, sehingga kandungan energinya juga rendah.
Semakin tinggi mutu batubara, umumnya akan semakin keras dan kompak, serta
warnanya akan semakin hitam mengkilat. Selain itu, kelembabannya pun akan
berkurang sedangkan kadar karbonnya akan meningkat, sehingga kandungan
energinya juga semakin besar.
5.3. Jebakan Minyak Bumi (Oil Trap)
Minyak bumi merupakan campuran rumit dari ratusan rantai hidrokarbon, yang
umumnya tersusun atas 85% karbon (C) dan 15% hidrogen (H). Selain itu, juga
terdapat bahan organik dalam jumlah kecil dan mengandung oksigen (O), sulfur (S)
atau nitrogen (N). Ada tiga faktor utama dalam pembentukan minyak dan/atau gas
bumi, yaitu:
Mining Engineering - Rock Cycle – Basic Geology
12
Pertama, ada “bebatuan asal” (source rock) yang secara geologis memungkinkan
terjadinya pembentukan minyak dan gas bumi.
Kedua, adanya perpindahan (migrasi) hidrokarbon dari bebatuan asal menuju ke
“bebatuan reservoir” (reservoir rock), umumnya sandstone atau limestone yang
berpori-pori (porous) dan ukurannya cukup untuk menampung hidrokarbon tersebut.
Ketiga, adanya jebakan (entrapment) geologis. Struktur geologis kulit bumi yang
tidak teratur bentuknya, akibat pergerakan dari bumi sendiri (misalnya gempa bumi
dan erupsi gunung api) dan erosi oleh air dan angin secara terus menerus, dapat
menciptakan suatu “ruangan” bawah tanah yang menjadi jebakan hidrokarbon. Kalau
jebakan ini dilingkupi oleh lapisan yang impermeable, maka hidrokarbon tadi akan
diam di tempat dan tidak bisa bergerak kemana-mana lagi.
Temperatur bawah tanah, yang semakin dalam semakin tinggi, merupakan faktor
penting lainnya dalam pembentukan hidrokarbon. Hidrokarbon jarang terbentuk pada
temperatur kurang dari 65oC dan umumnya terurai pada suhu di atas 260 oC.
Hidrokarbon kebanyakan ditemukan pada suhu moderat, dari 107 ke 177oC.
Sekitar 30juta
tahun
di
pertengahan jaman
Cretaceous, pada
akhir
jaman
dinosaurus, lebih
dari
50%
dari
cadangan minyak
dunia yang sudah
diketahui
terbentuk.
Cadangan lainnya
bahkan
diperkirakan lebih
tua
lagi.
Dari
sebuah fosil yang
diketemukan
bersamaan dengan
minyak bumi dari
jaman Cambrian,
diperkirakan
umurnya
sekitar
544 sampai 505juta tahun yang
lalu.
Para geologis
umumnya sependapat bahwa minyak bumi terbentuk selama jutaan tahun dari
organisme, tumbuhan dan hewan, berukuran sangat kecil yang hidup di lautan purba.
Begitu organisme laut ini mati, badannya terkubur di dasar lautan lalu tertimbun pasir
Mining Engineering - Rock Cycle – Basic Geology
13
dan lumpur, membentuk lapisan yang kaya zat organik yang akhirnya akan menjadi
batuan endapan (sedimentary rock). Proses ini berulang terus, satu lapisan menutup
lapisan sebelumnya. Lalu selama jutaan tahun berikutnya, lautan di bumi ada yang
menyusut atau berpindah tempat.
Deposit yang membentuk batuan endapan umumnya tidak cukup mengandung
oksigen untuk mendekomposisi material organik tadi secara komplit. Bakteri mengurai
zat ini, molekul demi molekul, menjadi material yang kaya hidrogen dan karbon.
Tekanan dan temperatur yang semakin tinggi dari lapisan bebatuan di atasnya
kemudian mendistilasi sisa-sisa bahan organik, lalu pelan-pelan mengubahnya menjadi
minyak bumi dan gas alam. Bebatuan yang mengandung minyak bumi tertua diketahui
berumur lebih dari 600-juta tahun. Yang paling muda berumur sekitar 1-juta tahun.
Secara umum bebatuan dimana diketemukan minyak berumur antara 10-juta dan 270juta tahun.
6. Proses Evaporasi (Evaporation)
Penguapan atau evaporasi adalah proses perubahan molekul di dalam keadaan
cair (contohnya air) dengan spontan menjadi gas (contohnya uap air). Proses ini adalah
kebalikan dari kondensasi. Umumnya penguapan dapat dilihat dari lenyapnya cairan
secara berangsur-angsur ketika terpapar pada gas dengan volume signifikan. Salah satu
batuan akibat dari pengupan ada batu garam (rock salt).
Batu garam terbentuk dari kumpulan mineral yang sering disebut halite. Mineral
halite mempunyai rumus kimia NaCl. Akan tetapi batu garam bisa juga mengandung
pengotor-pengotor dan umumnya yang berasosiasi dengan batu garam tersebut adalah
anhydrite (CaSO4), gypsum (CaSO4.2H2O), dan juga sylvite (KCl).
Terbentuknya batu garam ini umumnya akibat dari penguapan air yang
mengandung garam seperti air laut yang banyak mengandung ion-ion Na+ (Sodium)
dan Cl- (Cloride). Batu garam ini umumnya terbentuk di daerah danau yang mengering
akibat penguapan, teluk-teluk yang relative tertutup, daerah estuarine yang ada di
daerah arid, daerah-daerah di dekat laut seperti lagoon dan lain-lain.
Mining Engineering - Rock Cycle – Basic Geology
14
Kubah garam (salt dome)
terbentuk karena lapisan garam
yang sangat tebal yang terbentuk
dari mineral halite, menerobos
batuan yang ada di atasnya
sehingga membentuk seperti
kubah. Dalam skala waktu
geologi (jutaan tahun yang lalu),
batu garam yang terbentuk akan
tertutupi oleh sedimen di atasnya
dan terkubur dalam bumi. Oleh
karena berat jenis garam yang
relatif lebih kecil (2,16 gr/cc)
dibandingkan
material
di
sekelilingnya termasuk sedimen
di atasnya (biasanya lebih besar dari 2,4 gr/cc) maka mineral garam tersebut
mempunyai kecenderungan untuk menerobos batuan di atasnya. Contoh dari kubah
garam ini adalah Avery Island di Lousiana dan Pegunungan Zagros. Pada saat mineralmineral garam tersebut mencoba menerobos batuan di atasnya, batuan-batuan di
atasnya akan sedikit terlipat dan akan membentuk jebakan dimana minyak bumi dan
gas akan berakumulasi. Bahkan tidak jarang pula mineral garam tersebut mampu
menerobos sampai ke permukaan atau menerobos lantai samudera jika mineral garam
tersebut ditemukan di lautan (offshore).
7. Proses Kompaksi, Sementasi, Litifikasi, Rekristalisasi
Pada saat perlapisan di batuan sedimen ini terbentuk, tekanan yang ada di
perlapisan yang paling bawah akan bertambah akibat pertambahan beban di atasnya.
Akibat pertambahan tekanan ini, air yang ada dalam lapisan-lapisan batuan akan
tertekan sehingga keluar dari lapisan batuan yang ada. Proses ini sering disebut
kompaksi. Pada saat yang bersamaan pula, partikel-partikel yang ada dalam lapisan
mulai bersatu. Adanya semen seperti lempung, silika, atau kalsit diantara partikelpartikel yang ada membuat partikel tersebut menyatu membentuk batuan yang lebih
keras. Proses ini sering disebut sementasi. Setelah proses kompaksi dan sementasi
terjadi pada pecahan batuan yang ada, perlapisan sedimen yang ada sebelumnya
berganti menjadi batuan sedimen yang berlapis-lapis.
Litifikasi (lithification berasal dari kata kerja to lithify, yang berarti menjadi
batu) adalah proses dimana sedimen urai (unconsolidated) perlahan-lahan berubah
menjadi batuan sedimen. Selama litifikasi terjadi perubahan keseluruhan secara kimia,
biologi, dan fisika yang mempengaruhi sedimen sejak diendapkan. Selama dan setelah
proses litifikasi disebut Diagenesa (diagenesis). Perubahan diagenesa yang utama dan
sederhana adalah kompaksi dan sementasi serta rekristalisasi.
Reristalisasi, saat sedimen terakumulasi, mineral yang kurang stabil mengkristal
kembali atau terjadi rekristalisasi, menjadi yang lebih stabil. Proses ini umumnya
Mining Engineering - Rock Cycle – Basic Geology
15
terjadi pada batugamping terumbu yang porous. Mineral aragonite (bahan struktur
koral hidup), lama-kelamaan berekristalisasi menjadi bentuk polimorfnya, kalsit.
Setelah mengalami perubahan tersebut sedimen menjadi batuan yang bersifat
keras dan kompak dari yang semula urai dan lunak.
8. Proses Metamorfisme (Metamorfism)
Pada kerak bumi yang cukup dalam, tekanan dan suhu yang ada sangatlah tinggi.
Kondisi tekanan dan suhu yang sangat tinggi seperti ini dapat mengubah mineral yang
dalam batuan. Proses ini sering disebut proses metamorfisme. Semua batuan yang ada
dapat mengalami proses metamorfisme. Tingkat proses metamorfisme yang terjadi
tergantung dari:
a. Apakah batuan yang ada terkena efek tekanan dan atau suhu yang tinggi.
b. Apakah batuan tersebut mengalami perubahan bentuk.
c. Berapa lama batuan yang ada terkena tekanan dan suhu yang tinggi.
Winkler (1989) menyatakan bahwasannya proses-proses metamorfisme itu
mengubah mineral-mineral suatu batuan pada fase padat karena pengaruh atau respons
terhadap kondisi fisika dan kimia di dalam kerak bumi yang berbeda dengan kondisi
sebelumnya. Proses-proses tersebut tidak termasuk pelapukan dan diagenesa.
Pendekatan umum untuk mengambarkan batas antara diagenesa dan metamorfisme
adalah menentukan batas terbawah dari metamorfisme sebagai kenampakan pertama
dari mineral yang tidak terbentuk secara normal di dalam sedimen-sedimen
permukaan, seperti epidot dan muskovit. Walaupun hal ini dapat dihasilkan dalam
batas yang lebih basah. Sebagai contoh, metamorfisme shale yang menyebabkan
reaksi kaolinit dengan konstituen lain untuk menghasilkan muskovit. Bagaimanapun
juga, eksperimen-eksperimen telah menunjukkan bahwa reaksi ini tidak menempati
pada temperatur tertentu tetapi terjadi antara 200°C – 350°C yang tergantung pada pH
dan kandungan potasium dari material-material disekitarnya.
Banyak mineral yang mempunyai batas-batas kestabilan tertentu yang jika
dikenakan tekanan dan temperatur yang melebihi batas tersebut maka akan terjadi
penyesuaian dalam batuan dengan membentuk mineral-mineral baru yang stabil.
Disamping karena pengaruh tekanan dan temperatur, metamorfisme juga dipengaruhi
oleh fluida, dimana fluida (H2O) dalam jumlah bervariasi di antara butiran mineral
atau pori-pori batuan yang pada umumnya mengandung ion terlarut akan mempercepat
proses metamorfisme.
Batuan metamorf memiliki beragam karakteristik. Karakteristik ini dipengaruhi
oleh beberapa faktor dalam pembentukan batuan tersebut :
 Komposisi mineral batuan asal
 Tekanan dan temperatur saat proses metamorfisme
 Pengaruh gaya tektonik
 Pengaruh fluida
Jenis-jenis Metamorfisme :
a. Metamorfisme kontak/termal
Mining Engineering - Rock Cycle – Basic Geology
16
Metamorfisme oleh temperatur tinggi pada intrusi magma atau ekstrusi lava.
Metamorfisme kontak terjadi pada zona kontak atau sentuhan langsung
dengan tubuh magma (intrusi) dengan lebar antara 2 – 3 km. Contohnya
batugamping menjadi marmer.
b. Metamorfisme regional
Metamorfisme oleh kenaikan tekanan dan temperatur yang sedang, dan
terjadi pada daerah yang luas. metamorfisme regional terjadi pada kulit
bumi bagian dalam dan lebih intensif bilamana diikuti juga oleh orogenesa,
penyebaran tubuh batuan metamorf ini luas sekali mencapai ribuan
kilometer. Contohnya kuarsa dengan gas fluorium berubah menjadi topas.
c. Metamorfisme Dinamik / kataklastik/dislokasi/kinematik
Metamorfisme akibat tekanan diferensial yang tinggi akibat pergerakan
patahan lempeng. Metamorfisme dislokasi terjadi pada daerah sesar besar/
utama yaitu pada lokasi dimana masa batuan tersebut mengalami
penggerusan. Contohnya batulumpur (mudstone) menjzdi batutulis (slate).
Pengenalan batuan metamorf tidak jauh berbeda dengan jenis batuan lain yaitu
didasarkan pada warna, tekstur, struktur dan komposisinya. Namun untuk batuan
metamorf ini mempunyai kekhasan dalam penentuannya yaitu pertama-tama dilakukan
tinjauan apakah termasuk dalam struktur foliasi (ada penjajaran mineral) atau nonfoliasi (tanpa penjajaran mineral). Setelah penentuan struktur diketahui, maka
penamaan batuan metamorf baik yang berstruktur foliasi maupun berstruktur non
foliasi dapat dilakukan. Misal: struktur skistose nama batuannya sekis; gneisik untuk
genis; slatycleavage untuk slate/sabak. Sedangkan non foliasi, misal: struktur
hornfelsik nama batuannya hornfels; liniasi untuk asbes.
Pada pengklasifikasiannya berdasarkan struktur, batuan metamorf
diklasifikasikan menjadi dua, yaitu :
a. Struktur Foliasi, struktur planar pada batuan metamorf sebagai akibat
dari pengaruh tekanan diferensial (berbeda) pada saat
proses
metamorfisme. Struktur foliasi ditunjukkan oleh adanya penjajaran
mineral-mineral penyusun batuan metamorf.
 Struktur Skistose: struktur yang memperlihatkan penjajaran mineral
pipih (biotit, muskovit, felspar) lebih
banyak dibanding mineral
butiran.
 Struktur Gneisik: struktur yang memperlihatkan penjajaran mineral
granular, jumlah mineral granular relatif
lebih banyak dibanding
mineral pipih.
 Struktur Slatycleavage: sama dengan struktur skistose, kesan
kesejajaran mineraloginya sangat halus (dalam mineral lempung).
 Struktur Phylitic: sama dengan struktur slatycleavage, hanya mineral
dan kesejajarannya sudah mulai agak kasar.
b. Struktur Non Foliasi, struktur batuan metamorf yang tidak
memperlihatkan penjajaran mineral-mineral dalam batuan tersebut.
Mining Engineering - Rock Cycle – Basic Geology
17
 Struktur Hornfelsik: struktur yang memperlihatkan butiran-butiran
mineral relatif seragam.
 Struktur Kataklastik: struktur yang memperlihatkan adanya
penghancuran terhadap batuan asal.
 Struktur Milonitik: struktur yang memperlihatkan liniasi oleh adanya
orientasi mineral yang berbentuk lentikuler dan butiran mineralnya
halus.
 Struktur Pilonitik: struktur yang memperlihatkan liniasi dari belahan
permukaan yang berbentuk paralel dan butiran mineralnya lebih kasar
dibanding struktur milonitik, malah mendekati tipe struktur filit.
 Struktur Flaser: sama struktur kataklastik, namun struktur batuan asal
berbentuk lensa yang tertanam pada masa dasar milonit.
 Struktur Augen: sama struktur flaser, hanya lensa-lensanya terdiri dari
butir-butir felspar dalam masa dasar yang lebih halus.
 Struktur Granulose: sama dengan hornfelsik, hanya butirannya
mempunyai ukuran beragam.
 Struktur Liniasi: struktur yang memperlihatkan adanya mineral yang
berbentuk jarus atau fibrous.
Mining Engineering - Rock Cycle – Basic Geology
18
Klasifikasi Batuan Metamorf (O’Dunn dan Sill, 1986)
Mining Engineering - Rock Cycle – Basic Geology
19
Metamorfisme regional dari batulumpur melibatkan perubahan keduanya baik
tekanan dan temperatur secara awal menghasilkan rekristalisasi dan modifikasi dari
mineral lempung yang ada. Ukuran butiran secara mikroskopik tetap, tetapi arah yang
baru dari orientasi mungkin dapat berkembang sebagai hasil dari gaya stres. Resultan
batuan berbutir halus yang mempunyai belahan batuan yang baik sekali dinamakan
slate. Bilamana metamorfisme berlanjut sering menghasilkan orientasi dari mineralmineral pipih pada batuan dan penambahan ukuran butir dari klorit dan mika. Hasil
dari batuan yang berbutir halus ini dinamakan phylit, sama seperti slate tetapi
mempunyai kilap sutera pada belahan permukaannya. Pengujian dengan menggunakan
lensa tangan secara teliti kadangkala memperlihatkan pecahan porpiroblast yang kecil
licin mencerminkan permukaan belahannya. Pada tingkat metamorfisme yang lebih
tinggi, kristal tampak tanpa lensa. Disini biasanya kita menjumpai mineral-mineral
yang pipih dan memanjang yang terorientasi kuat membentuk skistosity yang
menyolok. Batuan ini dinamakan skis, masih bisa dibelah menjadi lembaran-lembaran.
Umumnya berkembang porpiroblast; hal ini sering dapat diidentikkan dengan sifat
khas mineral metamorfik seperti garnet, staurolit, atau kordierit. Masih pada
metamorfisme tingkat tinggi disini skistosity menjadi kurang jelas; batuan terdiri dari
kumpulan butiran sedang sampai kasar dari tekstur dan mineralogi yang berbeda
menunjukkan tekstur gnessik dan batuannya dinamakan gneis. Kumpulan yang terdiri
dari lapisan yang relatif kaya kuarsa dan feldspar, kemungkinan kumpulan tersebut
terdiri dari mineral yang mengandung feromagnesium (mika, piroksin, dan ampibol).
Komposisi mineralogi sering sama dengan batuan beku, tetapi tekstur gnessik
biasanya menunjukkan asal metamorfisme; dalam kumpulan yang cukup orientasi
sering ada. Penambahan metamorfisme dapat mengubah gneis menjadi migmatit.
Dalam kasus ini, kumpulan berwarna terang menyerupai batuan beku tertentu, dan
perlapisan kaya feromagnesium mempunyai aspek metamorfik tertentu.
Jenis batuan metamorf lain penamaannya hanya berdasarkan pada komposisi
mineral, seperti: Marmer disusun hampir semuanya dari kalsit atau dolomit; secara
tipikal bertekstur granoblastik. Kuarsit adalah batuan metamorfik bertekstur
granobastik dengan komposisi utama adalah kuarsa, dibentuk oleh rekristalisasi dari
batupasir atau chert/rijang. Secara umum jenis batuan metamorfik yang lain adalah
sebagai berikut:
a. Amphibolit: Batuan yang berbutir sedang sampai kasar komposisi utamanya
adalah ampibol (biasanya hornblende) dan plagioklas.
b. Eclogit: Batuan yang berbutir sedang komposisi utama adalah piroksin klino
ompasit tanpa plagioklas felspar (sodium dan diopsit kaya alumina) dan
garnet kaya pyrop. Eclogit mempunyai komposisi kimia seperti basal, tetapi
mengandung fase yang lebih berat. Beberapa eclogit berasal dari batuan
beku.
c. Granulit: Batuan yang berbutir merata terdiri dari mineral (terutama kuarsa,
felspar, sedikit garnet dan piroksin) mempunyai tekstur granoblastik.
Perkembangan struktur gnessiknya lemah mungkin terdiri dari lensa-lensa
datar kuarsa dan/atau felspar.
Mining Engineering - Rock Cycle – Basic Geology
20
d. Hornfels: Berbutir halus, batuan metamorfisme thermal terdiri dari butiranbutiran yang equidimensional dalam orientasi acak. Beberapa porphiroblast
atau sisa fenokris mungkin ada. Butiran-butiran kasar yang sama disebut
granofels.
e. Milonit: Cerat berbutir halus atau kumpulan batuan yang dihasilkan oleh
pembutiran atau aliran dari batuan yang lebih kasar. Batuan mungkin
menjadi protomilonit, milonit, atau ultramilomit, tergantung atas jumlah dari
fragmen yang tersisa. Bilamana batuan mempunyai skistosity dengan kilap
permukaan sutera, rekristralisasi mika, batuannya disebut philonit.
f. Serpentinit: Batuan yang hampir seluruhnya terdiri dari mineral-mineral dari
kelompok serpentin. Mineral asesori meliputi klorit, talk, dan karbonat.
Serpentinit dihasilkan dari alterasi mineral silikat feromagnesium yang
terlebih dahulu ada, seperti olivin dan piroksen.
g. Skarn: Marmer yang tidak bersih/kotor yang mengandung kristal dari
mineral kapur-silikat seperti garnet, epidot, dan sebagainya. Skarn terjadi
karena perubahan komposisi batuan penutup (country rock) pada kontak
batuan beku.
9. Proses Pelelehan Batuan (Partial Melting)
Proses dimana dimana mineral yang titik leburnya rendah mencair dalam tubuh
batuan akibat kenaikan suhu atau penurunan tekanan, atau keduanya, sedangkan
mineral lainnya tetap padat. Jika cairannya (magma) dipindahkan sebelum komponen
parent-rock meleleh, komposisi magmanya agak berbeda dari parent-rock. Partial
melting dipercaya penting dalam pembentukan magma basaltik dari peridotit pada
pusat pemekaran dan pembentukan magma granitik dari kerak basaltik pada zona
subduksi.
Dengan bertambahnya dalam suatu batuan dalam bumi, kemungkinan batuan
yang ada melebur kembali menjadi magma sangatlah besar. Ini karena tekanan dan
suhu yang sangat tinggi pada kedalaman yang sangat dalam. Akibat densitas dari
magma yang terbentuk lebih kecil dari batuan sekitarnya, maka magma tersebut akan
mencoba kembali ke permukaan menembus kerak bumi yang ada. Magma juga
terbentuk di bawah kerak bumi yaitu di mantle bumi. Magma ini juga akan berusaha
menerobos kerak bumi untuk kemudian berkumpul dengan magma yang sudah
terbentuk sebelumnya dan selanjutnya berusaha menerobos kerak bumi untuk
membentuk batuan beku baik itu plutonik ataupun vulkanik.
Mining Engineering - Rock Cycle – Basic Geology
21
Download