Persepsi Guru yang Belum Bersertifikasi terhadap Kompetensi Guru

advertisement
BAB II
KAJIAN TEORITIS
2.1
Sertifikasi Guru
2.1.1 Pengertian Sertifikasi
Sertifikasi berasal dari kata certification yang berarti diploma
atau
pengakuan
secara
resmi
kompetensi
seseorang
untuk
memangku sesuatu jabatan professional. Sertifikasi adalah proses
pemberian sertifikat pendidik untuk guru dan dosen ( UU Guru dan
Dosen No. 14 tahun 2005). Sertifikasi guru dapat diartikan sebagai
surat bukti kemampuan mengajar dalam mata pelajaran, jenjang
dan bentuk pendidikan tertentu seperti yang diterangkan dalam
sertifikat kompetensi tersebut ( Depdiknas, 2004 ).
Sertifikasi guru merupakan amanat Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 20 tahun 2003 tenteng Sistem Pendidikan Nasional
dan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 18 tahun 2007.
Sertifikasi dapat berbentuk ijazah atau sertifikat kompetensi, tetapi
bukan sertifikat yang diperoleh melalui pertemuan ilmiah seperti
seminar, diskusi panel, lokakarya dan symposium (UU RI No.
20/2003 Psl 61 ).
Dalam Undang-Undang No. 14 tahun 2005 pasal 2, disebutkan
bahwa pengakuan guru sebagai tenaga yang professional dibuktikan
dengan sertifikasi pendidikan. Selanjutnya dalam pasal 11 dijelaskan
bahwa sertifikasi pendidik diberikan kepada guru yang telah
memenuhi persyaratan. Sertifikasi pendidik diselenggarakan oleh
perguruan
tinggi
yang
memiliki
program
pengadaan
tenaga
kependidikan yang terakreditasi dan ditetapkan oleh pemerintah.
Menurut Mulyasa (2009), sertifikasi guru dapat diartikan
sebagai suatu proses pemberian pengakuan bahwa seseorang telah
memiliki kompetensi untuk melaksanakan pelayanan pendidikan
8 pada satuan pendidikan tertentu, setelah lulus uji kompetensi yang
diselenggarakan
oleh
lembaga
sertifikasi.
Sedangkan
menurut
Trianto (2007), sertifikat pendidik adalah surat keterangan yang
diberikan oleh suatu lembaga pengadaan tenaga kependidikan yang
terakreditasi sebagai bukti formal kelayakan profesi guru, yaitu
memenuhi
kualifikasi
pendidikan
minimum
dan
menguasai
kompetensi minimal sebagai agen pembelajaran.
Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa sertifikasi pendidik
adalah suatu bukti pengakuan sebagai tenaga profesional yang telah
dimiliki oleh seorang pendidik dalam melaksanakan pelayanan
pendidikan
pada
satuan
pendidikan
tertentu,
setelah
yang
bersangkutan menempuh uji kompetensi yang dilakukan oleh
lembaga sertifikasi.
2.1.2 Tujuan dan Manfaat Sertifikasi
Program sertifikasi pendidik di Indonesia merupakan salah
satu upaya untuk mengangkat harkat dan martabat bangsa melalui
jalur pendidikan. Dalam rangka penjaminan mutu pendidikan
nasional dan untuk meningkatkan mutu pembelajaran dan mutu
pendidikan nasional secara berkelanjutan, program ini secara
khusus ingin membenahi mutu pendidik. Direktorat Jenderal
Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan Departemen
Pendidikan Nasional (2007) menyebutkan bahwa:
Program sertifikasi pendidik bertujuan untuk: (1) menentukan
kelayakan
guru
dalam
melaksanakan
tugas
sebagai
agen
pembelajaran dan mewujudkan tujuan pendidikan nasional; (2)
meningkatkan proses dan mutu hasil pendidikan; (3) meningkatkan
martabat guru; (4) meningkatkan profesionalisme guru.
Manfaat
sertifikasi
pendidik
dan
kependidikan
menurut
Mulyasa (2009) yaitu untuk pengawasan dan penjaminan mutu
tenaga kependidikan dalam rangka pengembangan kompetensi,
9 pengembangan karir tenaga kependidikan secara berkelanjutan dan
peningkatan program pelatihan yang lebih bermutu.
2.1.3 Kerangka Sertifikasi
Sertifikasi guru diperuntukkan bagi para calon guru lulusan
LPTK ( Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan ), maupun yang
berasal dari perguruan tinggi nonkependidikan (bidang ilmu) tertentu
yang ingin memilih guru sebagai profesi. Bagi lulusan perguruan
tinggi
nonkependidikan
dipersyaratkan
mengikuti
sebelum
program
mengikuti
uji
pembentukan
sertifikasi
kemampuan
mengajar di LPTK.
Kerangka pelaksanaan sistem sertifikasi kompetensi guru baik
lulusan S1 kependidikan maupun lulusan S1
nonkependidikan,
menurut Mulyasa (2009), dapat dijelaskan sebagai berikut :
“Pertama, lulusan program sarjana kependidikan sudah
mengalami pembentukan kompetensi mengajar (PKM), sehingga
mereka hanya memerlukan uji kompetensi yang dilaksanakan oleh
perguruan tinggi yang memiliki PPTK ( Program Pengadaan Tenaga
Kependidikan ) terakreditasi dan ditunjuk oleh Dikti Depdiknas.
Kedua, lulusan program sarjana nonkependidikan harus
terlebih dahulu mengikuti proses pembentukan kompetensi mengajar
(PKM) pada perguruan tinggi yang memiliki PPTK secara terstruktur.
Setelah dinyatakan lulus baru boleh mengikuti uji sertifikasi.
Sedangkan lulusan program sarjana kependidikan tentu sudah
mengalami proses pembentukan kompetensi mengajar tetap
diwajibkan mengikuti uji kompetensi untuk memperoleh sertifikat
kompetensi.
Ketiga, penyelenggara program PKM dipersyaratkan adanya
status lembaga LPTK yang terakreditasi. Sedangkan untuk
pelaksanaan uji kompetensi sebagai bentuk audit atau evaluasi
kompetensi mengajar guru harus dilaksanakan oleh LPTK
terakreditasi yang ditunjuk dan ditetapkan oleh Dirjen Dikti
Depdiknas.
Keempat, peserta uji kompetensi yang telah dinyatakan lulus,
baik berasal dari lulusan program sarjana pendiddikan maupun
nonkependidikan diberikan sertifikasi kompetensi sebagai bukti yang
bersangkutan memiliki kewenangan untuk melakukan praktek dalam
bidang profesi guru pada jenis dan jenjang pendidikan tertentu.
Kelima, peserta uji kompetensi yang berasal dari guru yang
sudah melaksanakan tugas dalam interval waktu tertentu sebagai
10 bentuk penyegaran dan pemutakhiran kembali sesuai dengan
tuntutan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi serta
persyaratan dunia kerja. Di samping uji kompetensi juga diperlukan
bagi yang tidak melakukan tugas profesinya sebagai guru dalam
jangka waktu tertentu.
2.2
Kompetensi Guru
2.2.1 Pengertian Kompetensi
Kompetensi mengandung pengertian pemilikan pengetahuan,
ketrampilan, dan kemampuan yang dituntut oleh jabatan tertentu (
Rustiyah,1982).
Herry,
(1998),
menyatakan
bahwa
kompetensi
adalah kemampuan melaksanakan tugas yang diperoleh melalui
pendidikan
dan
atau
latihan.
(wawan_junaidi.blogspot.com/2011/07/pengertian-kompetensi.html)
Kompetensi menurut Sudrajad ( 2009) :
“Louise Moqvist (2003) menyatakan bahwa : competency has been
defined in the light of actual circumstances relating to the individual
and work”. Sementara itu,dari Training Agency sebagaimana
disampaikan Len Holmes (1992) menyebutkan bahwa : “ A
competence is a description of something which a person who works in
a given occupational area should be able to do. It is a description of an
action, behavior or outcome which a person should be able to
demonstrate “.
Berdasarkan pendapat di atas, dapat ditarik benang merah
bahwa kompetensi pada dasarnya merupakan gambaran tentang apa
yang dapat dilakukan ( be able to do ) seseorang dalam suatu
pekerjaan,
berupa
kegiatan
perilaku
dan
hasil
yang
dapat
ditampilkan atau ditunjukkan. Agar dapat melakukan ( be able to do)
sesuatu dalam pekerjaannya, tentu saja harus memiliki kemampuan
( ability) dalam bentuk pengetahuan (knowledge) dan keterampilan (
skill) yang sesuai dengan bidang pekerjaannya.
11 Sementara itu kompetensi menurut Mulyasa ( 2009)
adalah
mengacu pada kemampuan melaksanakan sesuatu yang diperoleh
melalui pendidikan.
2.2.2 Kompetensi Guru
Kompetensi
guru
2009),mengemukakan
menurut
bahwa
Broke
kompetensi
(dalam
guru
Mulyasa
sebagai
:
…
descriptive of qualitative nature of teacher behavior appears to be
entirely meaningful … ( kompetensi guru merupakan gambaran
kualitatif tentang hakikat perilaku guru yang penuh arti ).
Sementara
menurut
Charles
(
dalam
Mulyasa
2009
),
mengemukakan bahwa :
“Competency as rational performance which satisfaction meets the
objective for a desired condition (kompetensi merupakan perilaku yang
rasional untuk mencapai tujuan yang dipersyaratkan sesuai dengan
kondisi yang diharapkan)”.
Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun
2005 tentang Guru dan Dosen pasal 1 dijelaskan bahwa :
“kompetensi adalah seperangkat pengetahuan, keterampilan, dan
perilaku yang harus dimiliki, dihayati, dan dikuasai oleh guru atau
dosen dalam melaksanakan tugas keprofesionalan”.
Mulyasa ( 2009), menyatakan bahwa :
“kompetensi guru menunjuk pada performance dan perbuatan yang
rasional
untuk
memenuhi
spesifikasi
tertentu
di
dalam
melaksanakan tugas-tugas pendidikan. Dikatakan rasional karena
mempunyai arah dan tujuan, sedangkan performance merupakan
perilaku nyata dalam arti hanya dapat diamati tetapi mencakup
sesuatu yang tidak kasat mata”.
Berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik
Indonesia Nomor 16 Tahun 2007 tentang Standar Kualifikasi
12 Akademik
dan
Kompetensi
Guru,
dijelaskan
bahwa
Standar
Kompetensi Guru dikembangkan secara utuh dari 4 kompetensi
utama, yaitu : (1) kompetensi pedagogik, (2) kompetensi kepribadian,
(3) kompetensi professional, dan (4) kompetensi social.
1. Kompetensi Pedagogik
Dalam Standar Nasional Pendidikan, penjelasan Pasal 28 ayat
(3) butir a dikemukakan bahwa kompetensi pedagogik adalah
kemampuan mengelola pembelajaran peserta didik yang meliputi
pemahaman terhadap peserta didik, perancangan dan pelaksanaan
pembelajaran, evaluasi hasil belajar, dan pengembangan peserta
didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya.
Kompetensi ini dijabarkan menjadi sub kompetensi ( Permen
Diknas No. 16/2007), yaitu :
1. Memahami karakteristik peserta didik dari aspek fisik, social,
moral, kultur, emosional, dan intelektual,
2. Memahami latar belakang keluarga dan masyarakat peserta didik
dan kebutuhan belajar dalam kontek kebhinnekaan budaya,
3. Memahami gaya belajar dan kesulitan belajar peserta didik,
4. Memfasilitasi pengembangan potensi peserta didik,
5. Menguasai teori dan prinsip belajar serta pembelajaran yang
mendidik,
6. Mengembangkan kurikulum yang mendorong keterlibatan peserta
didik dalam pembelajaran,
7. Merancang pembelajaran yang mendidik,
8. Melaksanakan pembelajaran yang mendidik, mengevaluasi proses
dan hasil pembelajaran.
2. Kompetensi Kepribadian
Dalam Standar Nasional Pendidikan, penjelasan Pasal 28 ayat
(3) butir b yang dimaksud dengan kompetensi kepribadian adalah
kemampuan kepribadian yang mantap, stabil, dewasa, arif dan
berwibawa, menjadi teladan bagi peserta didik, dan berakhlak mulia.
Kompetensi ini diekspresikan dalam bentuk kemampuan
(Permen Diknas No. 16/2007 ):
13 1. Menampilkan diri sebagai pribadi yang mantap, stabil, dewasa,
arif, dan berwibawa,
2. Menampilkan diri sebagai pribadi yang berakhlak mulia dan
sebagai teladan bagi peserta didik dan masyarakat,
3. Mengevaluasi kinerja sendiri, dan
4. Mengembangkan diri secara berkelanjutan.
3. Kompetensi Profesional
Dalam Standar Nasional Pendidikan, penjelasan Pasal 28 ayat
(3) butir c dikemukakan bahwa yang dimaksud dengan kompetensi
profesional adalah kemampuan penguasaan materi pembelajaran
secara luas dan mendalam yang memungkinkan membimbing
peserta didik memenuhi standar kompetensi yang ditetapkan dalam
Standar Nasional Pendidikan.
Kemampuan tersebut diwujudkan dalam bentuk kemampuan
(Permen Diknas No. 16/2007):
1. Menguasai substansi bidang dan metodologi keilmuannya,
2. Menguasai struktur dan materi kurikulum bidang studi,
3. Menguasai dan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi
dalam pembelajaran,
4. Mengorganisasikan materi kurikulum bidang studi,
5. Meningkatkan kualitas pembelajaran melalui penelitian tindakan
kelas.
4. Kompetensi Sosial
Dalam Standar Nasional Pendidikan, penjelasan Pasal 28 ayat
(3) butir d dikemukaan bahwa yang dimaksud dengan kompetensi
sosial adalah kemampuan pendidik sebagai bagian dari masyarakat
untuk berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan peserta
didik, sesama pendidik, tenaga kependidikan, orang tua/wali peserta
didik, dan masyarakat sekitar.
Kompetensi tersebut ditunjukkan dalam bentuk kemampuan (
Permen Diknas No. 16/2007), sebagai berikut:
1. Berkomunikasi secara efektif dan empatik dengan peserta didik,
sesame pendidik, tenaga kependidikan dan masyarakat,
2. Berkontribusi terhadap pengembangan pendidikan di sekolah dan
masyarakat,
3. Berkontribusi terhadap pengembangan pendidikan di tingkat
local, regional, nasional, dan global,
4. Memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi (ICT) untuk
berkomunikasi dan mengembangkan diri.
14 2.3
Persepsi
2.3.1 Pengertian Persepsi
Istilah persepsi adalah suatu proses aktivitas seseorang dalam
memberikan
kesan,
menginterpretasikan
penilaian,
sesuatu
pendapat,
merasakan
dan
informasi
yang
berdasarkan
ditampilkan dari sumber lain (yang dipersepsi). Melalui persepsi kita
dapat mengenali dunia sekitar kita, yaitu seluruh dunia yang terdiri
dari benda serta manusia dengan segala kejadian-kejadiannya (
Meider, 1958). Dengan persepsi kita dapat berinteraksi dengan dunia
sekeliling
kita,
khususnya
antar
manusia
(http:
//www.infoskripsi.com/Article)
Persepsi pada hakekatnya adalah proses kognitif yang dialami
oleh
setiap
individu
di
dalam
memahami
informasi
tentang
lingkungannya, baik lewat penglihatan, pendengaran, penghayatan,
perasaan dan penciuman. ( Thoha,1993).
Persepsi juga menentukan cara kita berperilaku terhadap
suatu obyek atau permasalahan, bagaimana segala sesuatu itu
mempengaruhi persepsi seseorang nantinya akan mempengaruhi
perilaku yang dipilihnya.
2.3.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Persepsi
Persepsi seseorang dalam menangkap informasi dan peristiwaperistiwa menurut Muhyadi (1989) dipengaruhi oleh tiga faktor,
yaitu:
(1) orang yang membentuk persepsi itu sendiri, khususnys kondisi
intern (kebutuhan, kelelahan, sikap, minat, motivasi, harapan,
pengalaman masa lalu dan kepribadian; (2) stimulus yang berupa
obyek maupun peristiwa tertentu (benda, orang, ptroses dan lainlain); (3) stimulus dimana pembentukan persepsi itu terjadi baik
tempat, waktu, suasana (sedih, gembira dan lain-lain)
15 Sedangkan (Thoha,1993) berpendapat bahwa persepsi pada
umumnya terjadi karena dua faktor, yaitu faktor internal dan faktor
eksternal.
a. Faktor internal berasal dari dalam diri individu, misalnya sikap,
kebiasaan, dan kemauan.
b. Faktor eksternal adalah faktor-faktor yang berasal dari luar
individu yang meliputi stimulus itu sendiri, baik sosial maupun fisik.
Lain halnya dengan pendapat Robbin (1996) yang menyatakan
bahwa ada tiga faktor yang dapat menjelaskan perbedaan persepsi
ketika memandang obyek atau benda yang sama yaitu :
a. Pelaku Persepsi
Individu dalam melihat suatu target dan mencoba menafsirkan
apa
yang
karakteristik
karakteristik
persepsi
dilihatnya,
pribadi
pribadi
adalah
dipengaruhi
dari
yang
sikap,
pelaju
relevan
motif,
oleh
karakteristik-
persepsi.
dalam
kepentingan
Diantara
mempengaruhi
atau
minat,
pengalaman masa lalu, dan pengharapan (ekspektasi).
a. Target
Karakteristik-karakteristik dalam target yang akan diamati
dapat mempengaruhi apa yang dipersepsikan. Orang-orang
yang keras suaranya lebih mungkin untuk diperhatikan dalam
suatu kelompok daripada orang yang diam. Demikian pula
individu-individu yang luar biasa menarik atau luar biasa tidak
menarik. Gerakan, bunyi, ukuran, dan atribut-atribut lain dari
target membentuk cara kita memandangnya.
b. Situasi
Kontek dimana kita melihat objek-objek atau peristiwaperistiwa sangat penting dalam mempengaruhi persepsi kita.
Waktu dimana suatu objek atau peristiwa dipersepsikan dapat
mempengaruhi persepsi kita, seperti halnya lokasi, cahaya,
panas atau jumlah factor situasional.
16 Gambar 1 di bawah ini menunjukkan faktor-faktor yang
mempengaruhi persepsi, yaitu bahwa persepsi seseorang
dipengaruhi
faktor
pemersepsi/
pelaku
persepsi,
target
persepsi dan situasi.
Gambar 1
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Persepsi
Faktor pada pemersepsi  Sikap  Motif  Kepentingan  Pengalaman  Penghargaan \
Faktor dalam situasi
 Waktu  Keadaan/ Tempat Kerja  Keadaan sosial Persepsi Faktor pada target  Hal baru  Gerakan  Bunyi  Ukuran  Latar Belakang  Kedekatan Sumber : Robbins, 1996 17 
Download