BAB V ANALISIS DAN INTERPRETASI 5.1. Analisis Litologi dari Crossplot Formasi Bekasap yang merupakan target dari penelitian ini sebagian besar tersusun oleh litologi sand dan shale, dengan sedikit konglomerat (Cook et al. 2002) yang terbagi lagi menjadi beberapa litofacies. Namun dalam penelitian ini tidak membahas detail dari litofacies tersebut, hanya mengamati litologi sand dan shale. Sand terbagi menjadi porous sand dan tight sand berdasarkan densitas, porositas dan impedansi. Minyak pada lapangan ini terdapat dalam reservoar sand yang porous, sehingga nilai impedansi P dan S tidak dapat memisahkan nilai porous sand dengan shale seperti terlihat pada gambar 4.2 dan gambar 4.3. Untuk itu, penulis mencari parameter apa yang sensitif untuk mendiskriminasi porous sand dengan shale. Dari hasil crossplot, parameter Lambda Mu Rho (LMR) yang diturunkan dari log density, log sonic P dan log sonic S ternyata dapat memisahkan porous sand dengan shale secara lebih baik, secara fisis parameter Lambda Rho dapat menunjukkan perubahan volume pori jika medium dikenai suatu stress dan strain. Maka makin rendah nilai Lambda Rho diinterpretasi sebagai suatu medium yang mengandung fluida, dalam hal ini kemungkinan minyak. Crossplot Mu Rho dengan Gamma Ray dapat memisahkan sand dengan shale, namun hasilnya belum bisa membedakan porous sand, hanya sebatas sand saja, dan kemungkinan tight sand yang dapat dibedakan Mu Rho karena nilai densitas sand nya tinggi (gambar 4.6). Crossplot Vp/Vs dengan Gamma Ray juga menunjukkan 85 hasil yang baik dalam memisahkan porous sand yang dianggap reservoar dengan cutoff < 1.75, sedangkan Vp/Vs diatas 1.75 dianggap batuan nonreservoar/ shale. Untuk memisahkan oil sand dengan porous sand, kemudian dibagilah parameter Lambda dengan Mu sehingga menghasilkan zona oil sand yang diperkuat dengan crossplot antara Lambda per Mu dengan Gamma Ray (Gambar 4.7), Water Saturation (Gambar 4.9), dan dengan Resistivity (Gambar 4.10). Ditentukan cut off Water Saturation adalah < 0.8 untuk batuan reservoar, sedangkan diatas 0.8 adalah batuan berisi air/nonreservoar. Resistivitas naik pada kisaran Lambda per Mu dibawah 1, hal ini menandakan adanya oilsand karena resistivitas minyak > air. Dengan bekal crossplot antar log inilah maka penulis memastikan parameter LMR ini akan ampuh untuk mengkarakterisasi reservoar yang dilakukan dalam proses inversi LMR. JENIS PARAMETER Lambda Rho - porous sand Lambda Rho - tight sand Lambda Rho - shale Mu Rho - tight sand Mu Rho - shale Vp/Vs - porous sand Vp/Vs - non reservoar LambdaperMu - oil sand LambdaperMu-nonreservoar ES-124 < 23,75 > 31 23,75 - 31 > 26,5 < 26,5 < 1,75 > 1,75 < 1,07 > 1,07 ES-185 < 21,5 > 33 21,5 – 33 > 27 < 27 < 1,7 > 1,7 < 1,07 > 1,07 SUMUR ES-188 < 21 > 34 21 - 34 > 29 < 29 < 1,75 > 1,75 < 1,09 > 1,09 ES-191 < 20,4 > 32,4 20,4 - 32,4 > 26,25 < 26,25 < 1,77 > 1,77 < 1,15 > 1,15 ES-203 < 22 > 33,3 22 - 33,3 > 28 < 28 < 1,78 > 1,78 < 1,13 > 1,13 Tabel 5.1 Jenis parameter yang dianalisis dengan crossplot dan ditentukan cut off nya pada tiap sumur, untuk mendapatkan zona porous sand, oil sand dan shale/ nonreservoar 5.2 Analisis Petrofisika Parameter AVO Dari data petrofisika tiap sumur yang menunjukkan keberadaan minyak di zona kedalaman tertentu (Tabel 4.2) kemudian dicocokkan dengan cut off parameter LMR, Vp/Vs, poisson’ ratio apakah bisa membedakan litologi tight sand, porous sand, dan oilsand pada 4 sumur tersebut, seperti pada gambar berikut : 86 SUMUR ES-124 SUMUR ES-185 Gambar 5.1 Validasi parameter Lambda Rho, Mu Rho, Lambda per Mu, Vp/Vs, dan poisson’s ratio dalam membedakan litologi tight sand, porous sand dan shale dengan menggunakan cutoff Tabel 5.1 pada sumur ES-124 dan sumur ES-185. Zona hitam adalah minyak 87 SUMUR ES-188 SUMUR ES-203 Gambar 5.2 Validasi parameter Lambda Rho, Mu Rho, Lambda per Mu, Vp/Vs, dan poisson’s ratio dalam membedakan litologi tight sand, porous sand dan shale dengan menggunakan cutoff Tabel 5.1 pada sumur ES-188 dan sumur ES-203. Zona hitam adalah minyak. 88 Pada gambar 5.1 dan 5.2 dapat dilihat kecocokkan parameter AVO (LMR dan Vp/Vs) dalam melihat litologi dan fluida. Zona oil (hitam) yang dioverlay dengan cut off Sw < 0.8 menunjukkan litologi oilsand pada kisaran cut off Lambda per Mu < 1 (warna merah) ditandai dengan naiknya nilai log resistivity, dan cross over density dengan NPHI. Untuk zona porous sand (kuning) dengan nilai Lambda Rho < 22 dan nilai Vp/Vs < 1.75 serta nilai Poisson’s Ratio < 0.26, serta zona tight sand dengan nilai Lambda Rho > 32 Gpa*gr/cc, dan nilai Mu Rho > 28 Gpa*gr/cc. 5.3 Analisis Fluida Reservoar Berdasarkan analisis data geokimia yang dilakukan PT.CPI, diketahui bahwa fluida hidrokarbon yang mengisi reservoar Bekasap A, B dan C pada Lapangan TERRA ini adalah minyak (oil) dengan derajat API sebesar 34 0 API. BASIC FIELD DATA Average Gravity of Oil 34 degrees API Average GOR 44 SCF/STB Average Injected Water Salinity 1651.58 mg/l Reservoir Depth (Bekasap A) 4500 - 4700 feet Reservoir Temperature (Bekasap A) 280-300 degrees F Reservoir Pressure (Original) 2060 psig 700 psig (some areas with 2000 Reservoir Pressure (Current) psig Bubble Point 243 psig Oil Viscosity, res 2.4 cp Water Viscosity, res 0.24 cp Tabel 5.2 Data fluida minyak pada Lapangan TERRA Density 0API > 45 34 - 45 20 - 34 < 20 Tabel 5.3 Classification Condensate Light Medium Heavy Heavy Klasifikasi minyak bumi berdasarkan berat jenisnya (William, 2006, opcite Patra, 2006) Dengan demikian fluida yang terkandung pada reservoar Bekasap adalah Light Oil (minyak ringan). Dengan informasi inilah dapat dijelaskan bahwa analisis AVO menampakkan hasil yang tidak jauh berbeda dengan fluida gas yang dilakukan oleh 89 Fatti (1994) dan Goodway (2001). Sehingga inversi AVO yang dihasilkan dapat diandalkan untuk memetakan litologi dan fluida pada lapangan ini. 5.4 Analisis Pre-Inversion 5.4.1 Atribut AVO Setelah melalui tahapan super gather untuk meningkatkan S/N to ratio, lalu dilakukan angle gather didapatkan sudut optimum untuk input atribut AVO adalah 270 ditandai dengan penurunan gradient yang drastis dan kemudian naik kembali (lihat gambar 4.17). Top Bekasap A yang merupakan salah satu target dari penelitian ini, memperlihatkan anomali yang menarik, dengan adanya perubahan amplitudo peak menjadi through, dan kenaikan impedansi akustik yang tinggi ketika melewati sand, denga efek pelemahan amplitudo seiring bertambahnya offset dan sudut. Maka zona reservoar pada Top Bekasap A, B, dan C ini adalah merupakan Anomali AVO kelas 1 yang berada di kuadran IV (gambar 4.18). Penampang Rp dan Rs stack dihasilkan dari persamaan Fatti menggunakan input regresi hasil crossplot antara Vp dan Vs pada kelima sumur, karena hanya 5 sumur yang memiliki log Vs. Hasil persamaannya adalah y = 0.809799x – 885.779. Penulis juga melakukan regresi tiap sumur dan hasilnya tidak jauh berbeda dari regresi kelima sumur, sehingga input untuk Rp dan Rs stack sudah cukup baik SUMUR ES-124 ES-185 ES-188 ES-191 ES-203 Persamaan Regresi Crossplot VP vs VS y = 1,062820x – 1691,93 y = 0,785827x – 807,724 Y = 0,942537x – 1351,66 y = 0,930663x – 1288,18 y = 0,863686x – 1087,86 Tabel 5.4 Regresi Vp vs Vs pada kelima sumur yang memiliki log Vp dan Vs 90 5.4.2 Analisis Well Seismik Tie Pengikatan data seismik dengan kedelapan sumur pada penampang Seismik Rp dan Rs stack dilakukan dengan wavelet Ricker. Dikarenakan wavelet Ricker memiliki korelasi terbaik dengan sintetik seismogram dan bentuk yang mirip dengan tras seismik riil. Untuk penampang Rp stack digunakan wavelet Ricker 20 Hz dengan panjang gelombang 150 ms memberikan korelasi 0,776 dengan perhitungan statistik dan 0,721 dengan metoda multiwell analisis yang keduanya merupakan angka tertinggi dari wavelet jenis lainnya. Sedangkan untuk penampang Rs stack menggunakan wavelet Ricker 19 Hz panjang gelombang 150 ms dengan korelasi 0,677 untuk perhitungan statistik dan 0.695 dengan multiwell analisis. Dari analisis amplitude spectrum juga didapatkan frekuensi dominan seismik Rp stack dan Rs adalah pada kisaran 17- 24 Hz, sehingga pemilihan wavelet Ricker ini sudah penulis rasakan tepat untuk input inversi nantinya. 5.4.3 Analisis Metoda Inversi Setelah dilakukan analisis inversi untuk menentukan metoda terbaik yang akan digunakan sebagai input inversi LMR, penulis memilih metoda inversi Modelbased softconstrain. Selain memiliki korelasi tinggi, dari segi tampilan metoda ini memberikan hasil yang bagus, baik dari kecocokan warna impedansi di sekitar sumur, dan dari segi kemenerusan lapisan yang dihasilkan lebih terlihat dengan jelas, terutama pada warna-warna yang memiliki impedansi tinggi, sesuai dengan hasil crossplot AI, SI mampu membedakan nilai impedansi tinggi berkorelasi dengan tightsand. 91 METODA Model Based Softconstrain Model Based Hardconstrain Bandlimited Colored SparseSpike MLH SparseSpike LP INVERSI AI KORELASI ERROR RMS 0,84358 378,315 0,851343 283,479 0,702956 311,488 0,568295 297,177 0,805538 408,371 0,64379 340,397 PERSEN ERROR 0.011791761 0.015736615 0.014321579 0.015011256 0.01092389 0.013105286 Tabel 5.5 Korelasi sintetik yang dihasilkan dari semua metoda inversi AI dengan error terhadap log untuk tiap-tiap metodanya METODA Model Based Softconstrain Model Based Hardconstrain Bandlimited Colored SparseSpike MLH SparseSpike LP INVERSI SI KORELASI ERROR RMS 0,813079 377,705 0,74694 381,608 0,582257 326,605 0,571972 372,920 0,817134 392,015 0,628113 415,505 PERSEN ERROR 0.011808157 0.011687386 0.013655639 0.01195967 0.011377116 0.010733926 Tabel 5.6 Korelasi sintetik yang dihasilkan dari semua metoda inversi SI dengan error terhadap log untuk tiap-tiap metodanya. Gambar 5.3 Proses analisis inversi menunjukkan log hasil inversi sudah mirip bentuknya dengan log AI asli pada sumur ES-73 Gambar 5.4 Proses analisis inversi menunjukkan log hasil inversi sudah mirip bentuknya dengan log SI asli pada sumur ES-188. 92 Selain itu juga dalam analisis inversi, parameter diubah-ubah untuk menghasilkan kurva log hasil inversi yang mirip dengan log sumur (Gambar 5.3 dan 5.4). Karena inversi seismik sendiri mengandalkan data sumur sebagai pengontrolnya dan data sumurlah yang dianggap benar (secara vertikal resolusinya sangat dapat dipercaya). Seismik membantu sebaran lateral dari nilai-nilai yang terdapat dalam sumur (dalam hal ini nilai AI dan SI) oleh karena itu juga perlu diperhatikan korelasi sintetik dengan data seismik agar memiliki nilai korelasi yang besar pula. 5.5 Analisis Hasil Inversi Sesuai dengan hasil analisis sebelum inversi, maka dibatasi analisis untuk inversi dengan metoda model based softconstrain saja. Begitu juga dengan hasil transformasi LMR yang berupa penurunan volume Lambda Rho, Mu Rho, Lambda per Mu, Vp/Vs, dan Poisson’s Ratio, hasil terbaik didapatkan dalam membedakan porous sand dan oil sand oleh parameter Lambda Rho, Vp/Vs dan Lambda per Mu, sedangkan parameter Mu Rho hanya mampu membedakan tight sand saja, sehingga Mu Rho tidak akan terlalu banyak dibahas lagi dalam analisis selanjutnya. Begitu juga dengan Poisson’s Ratio sebaran sand tidak kontinu dan ketidaksesuaian warna penampang seismik poisson’s ratio dengan warna poisson’s ratio sumur. Peta-peta parameter AVO pada Top Bekasap A, B, C, dan Base C dengan intervalnya masingmasing hasil transformasi LMR dan Vp/Vs dapat dilihat pada gambar 5.5 - gambar 5.10. Peta-peta ini menunjukkan sebaran porous sand, tight sand, shale dan oil sand. Pada peta Lambda Rho dan Vp/Vs dapat terlihat sebaran porous sand yang membulat dan mengumpul (diinterpretasi sebagai endapan facies bar) dan yang memanjang putus-putus adalah endapan facies channel. 93 Gambar 5.5 Peta Lambda Rho yang memperlihatkan sebaran porous sand warna putih pada Top Bekasap A dengan interval 20ms (atas) dan Top Bekasap B dengan interval 10 ms (bawah). 94