BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Trombus merupakan terbentuknya bekuan darah di pembuluh darah atau ruang jantung. Tromboemboli vena (venous thromboembolism/VTE) adalah suatu kondisi di mana bekuan darah (trombus) terbentuk di vena, paling sering di pembuluh darah vena dalam kaki atau panggul. Hal ini dikenal sebagai deep vein thrombosis (DVT). Trombus dapat lepas dan beredar dalam darah, terutama ke arteri pulmonalis. Hal ini dikenal sebagai emboli paru (pulmonary embolism/PE). Istilah VTE meliputi DVT dan PE. Insiden VTE berkisar 10-40% dan usia paling banyak ditemukan diatas 45 tahun dengan frekuensi pria lebih sering dibandingkan wanita. Faktor risiko terjadinya trombosis vena selain karena faktor usia juga dapat disebabkan oleh faktor eksogen seperti pembedahan, perawatan, immobilitas, trauma, kehamilan, masa nifas, dan hormonal. Sedangkan faktor endogen ditemukan pada penderita dengan kanker, obesitas, genetik dan hiperkoagulasi. VTE secara signifikan dapat meningkatkan angka mortalitas dan morbiditas, hampir 10% kematian di rumah sakit disebabkan oleh PE sedangkan risiko kesakitan meningkat pada kasus dengan postthrombotic syndrome, hipertensi pulmoner dan trombosis 1,2,3,4 berulang. Prevalensi VTE berbeda pada masing-masing group etnik. Di Amerika Serikat, Asia, dan Hispanik kasusnya dijumpai lebih rendah, dibandingkan kasus yang ditemukan di Negara Afrika yaitu 25% sedangkan di Indonesia kasus DVT baru ditemukan datanya pada saat telah dilakukan pembedahan 69.2%.2,5 Pada umumnya lokasi DVT sering terjadi pada tungkai bawah seperti pada poplitea, femoral, vena saphenous dan vena iliaka. Trombosis dapat menyebabkan stasis dan oklusi pada vena. Trombus sendiri bila dijumpai pada vena superfisial tidak akan menyebabkan emboli akan tetapi dapat menyebabkan terjadinya oedem. Apabila dijumpai trombus pada vena yang lebih dalam, risiko untuk terjadinya embolisasi lebih besar.6,7 1 Universitas Sumatera Utara Diagnosa pasti pasien DVT ditentukan dari venografi. Pemeriksaan venografi sulit dilakukan dan tidak tersedia disemua pelayanan kesehatan, pemeriksaan lain yang mungkin dilakukan adalah ultrasonografi dopler atau ultrasonografi kompresi. Namum seperti pemeriksaan venografi pemeriksaan ultrasonografi ini juga tidak selalu tersedia, Oleh karena itu banyak dikembangkan berbagai sistem skoring untuk diagnosis DVT. Metode skoring ini praktis dan aman digunakan selain efikasi, serta efektivitas dalam hal pengobatan dan biaya. Adapun sistem skoring yang ada seperti skor wells, skor caprini , skor padua dan skor kharona. Penelitian yang membandingkan antara skor wells dengan skor padua sudah banyak namun penelitian di Medan belum ada. Oleh karena itu, kami tertarik membandingkan akurasi skor wells dengan skor padua baik pada populasi umum maupun pada pasien kanker di Medan. 1.2. Perumusan Masalah Apakah Akurasi skor wells lebih baik daripada skor padua dalam mendiagnosis DVT di Medan. 1.3. Hipotesis Akurasi skor Wells lebih baik daripada skor Padua dalam diagnosis DVT. 1.4. Tujuan Penelitian Untuk mengetahui akurasi skor Wells dan skor Padua dalam diagnosis DVT 1.5. Manfaat Penelitian 1. Untuk mengetahui Akurasi skor Wells dalam menilai terjadinya risiko trombosis vena pada tungkai bawah. 2. Untuk mengetahui Akurasi skor Padua dalam menilai terjadinya risiko trombosis vena pada tungkai bawah. 2 Universitas Sumatera Utara 1.6. Kerangka Teori VENOUS THROMBOEMBOLI (VTE) DEEP VEIN TROMBOSIS (DVT)/ PULMONARI EMBOLI (PE) THROMBOPHILIC STATE Hypercoagulable state ‘Status Hiperkoagulasi’ Kondisi/Keadaan mudah terjadi trombosis KONDISI KLINIS YANG BERHUBUNGAN 1.Gen Mutasi 2. Didapat 3. Gangguan pada Artial 4.Gangguan pada Vena Patofisiologis 1.Endothelial pertubation à secretion of adhesion material (VCAM-1, ICAM-1 ,ECAM-1, PL) 2. Primer atau sekunder Trombosit hiperagreation 3. Peningkatan dan atau Penurunan Shear stress 4. Aktifitas Prokoalasi 5. Penurunan Aktifitas b2GPI (APS) 6. Disfungsi Antikoagulan Alamiah (AT-3, Protein C, Protein S) Gambar 1. Kerangka Teori 3 Universitas Sumatera Utara