1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hujan merupakan salah satu bentuk presipitasi di samping salju dan hujan es. Hujan yang terjadi di daerah tropik, seperti Indonesia, umumnya adalah hujan konvektif, yang terjadi akibat naiknya massa udara lembab akibat pemanasan permukaan bumi. Dengan naiknya massa udara ini, suhu akan turun dan pada ketinggian tertentu uap air yang terbawa akan terkondensasi menjadi awan. Proses terjadinya hujan itu sendiri diawali dari ketersediaan uap air di atmosfer yang berkondensasi sehingga terbentuk awan. Sumber uap air terbesar adalah lautan. Sementara itu matahari yang merupakan sumber energi bagi bumi, memancarkan energinya melalui radiasi gelombang pendek, dan sebagian energi tersebut akan dipancarkan kembali dengan radiasi gelombang panjang. Dan radiasi balik sinar matahari yang terjadi dari pancaran awan di atmosfer dan kembali ke ruang angkasa dikenal sebagai Outgoing Longwave Radiation (OLR). Posisi geografis Indonesia di daerah tropik yang berada antara benua Asia dan Australia, serta dikelilingi Samudera Hindia dan Samudera Pasifik berdampak pada keragaman curah hujan atau iklim di Indonesia sangat tinggi. Hal ini akibat pengaruh west monsoon season (angin baratan) yang umumnya terjadi pada periode Desember hingga Maret. Muson ini dipicu oleh pemanasan yang kuat sehingga muncul palung tekanan rendah di benua Australia yang pada saat itu musim panas. Muson tersebut melewati laut yang hangat di negara kepulauan Indonesia ini berkonvergensi dengan angin pasat dari Samudera Pasifik di wilayah Indonesia bagian selatan hingga utara Australia dan memberikan kontribusi 60% - 90% curah hujan di Australia bagian utara (McGregor dan Nieuwolt, 1998). Penelitian yang dilakukan telah menunjukkan pengaruh suhu muka laut (SML) di sekitar Laut Timor, Laut Banda, dan Laut Arafura terhadap variabilitas curah hujan di Indonesia secara musiman, dan untuk interannual wilayahnya mulai pantai barat Sumatera hingga selatan Jawa dan pantai utara Jawa. (Slingo et al., 2005) Keadaan sebaliknya terjadi saat dry monsoon season (angin timuran) pada periode Mei hingga September. Angin pasat Pasifik Selatan yang panas dan stabil serta membawa massa udara kering menuju wilayah Pasifik bagian selatan 2 sebelah timur Australia sehingga cepat membentuk lapisan inversi rendah. Angin timuran ini hanya melalui laut yang pendek antara Australia-Indonesia sehingga menjadikan massa udaranya tipis uap air. Akibatnya curah hujan di sebagian besar wilayah Indonesia bagian selatan pada periode tersebut sangat rendah. Hanya faktor orografi yang dapat menjadikan hujan lokal berkontribusi pada wilayah tersebut saat periode musim kering berlangsung. Kebutuhan informasi tentang curah hujan sangat penting bagi berbagai sektor/bidang dalam merencanakan atau melaksanakan kegiatannya, antara lain informasi prakiraan curah hujan dalam jangka menengah atau panjang. Prakiraan curah hujan merupakan salah satu upaya manusia untuk memperoleh gambaran tentang curah hujan beberapa waktu kemudian. Berkembang pesatnya teknikteknik prakiraan saat ini, sejalan dengan makin canggihnya komputer berikut perangkat lunaknya, telah menjadikan bidang prakiraan makin menarik perhatian. Fokus teknik prakiraan terletak pada kesalahan (error) yang merupakan bagian yang melekat pada setiap prosedur prakiraan. Prakiraan yang dibuat untuk mengetahui kejadian masa yang akan datang jarang sekali yang akurat. Prakiraan berusaha untuk membuat kesalahan sekecil mungkin. Hingga saat ini sudah banyak model prakiraan yang berbasis deret waktu yang dipergunakan untuk memprakirakan curah hujan seperti ARIMA, Regressi dan lain sebagainya. Jaringan syaraf tiruan (JST) merupakan salah satu teknik yang dapat digunakan untuk memprakirakan curah hujan. Prakiraan curah hujan dengan aplikasi jaringan saraf tiruan bukan hal yang baru (Lutfiati 2000, Suherlan 2006). Lutfiati (2000) menjelaskan perlunya data pengamatan yang akurat sebagai input atau pembelajaran JST, karena apabila terjadi kesalahan data pengamatan akan menghasilkan penyimpangan yang besar sehingga luaran (output) yang diperoleh meragukan. Aplikasi JST tersebut dipergunakan untuk memprakirakan curah hujan harian di wilayah sebagian Bali bagian selatan dengan input curah hujan sebagai target dan beberapa unsur parameter cuaca lainnya seperti data suhu, komponen angin, angin, geopotensial, dan kecepatan vertikal pada lapisan standar 100 mb, 200 mb, 500 mb, 850 mb sebagai input pembelajaran. 3 Pada lapisan permukaan Lutfiati (2000) menggunakan data tekanan udara, suhu, komponen angin, dan OLR. Hasilnya menunjukkan semakin pendek periode prakiraan hariannya, semakin baik luarannya. Otok (2000) telah mengidentifikasi bahwa pendekatan JST adalah pendekatan alternatif yang sangat bagus untuk masalah prakiraan. Suherlan (2006) telah menjadikan berbagai parameter unsur pengamatan cuaca sebagai input seperti data suhu jam 7 (t7), suhu jam 13 (t13), suhu jam 18 (t18), tingkat penyinaran matahari (rm), tekanan udara (tu), kelembaban nisbi jam 7 (k7), jam 13 (k13), jam 18 (k18), dan Indeks Osilasi Selatan (ios). Sedangkan luaran model adalah curah hujan bulanan. Suherlan (2006) mendapatkan simpulan bahwa JST dengan sistem Neurofuzzy berstruktur ANFIS dapat diterapkan dalam pendugaan sifat hujan bulanan di Darmaga Bogor dengan tingkat akurasi yang baik. Dalam penelitian ini yang akan dijadikan objek penelitian, adalah sebagian daerah pantai utara Banten, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah hingga Jawa Timur. Daerah tersebut sebagian besar merupakan pusat kegiatan industri, perikanan, pertanian, dan jalur utama tranportaasi sepanjang Pulau Jawa. Pada wilayah tersebut distribusi curah hujan bulanannya mempunyai periode bulan basah dan kering yang hampir sama. Penelitian ini akan menghubungkan SML dan OLR di wilayah Indonesia dengan curah hujan bulanan di wilayah Jawa bagian utara. Hal ini dikarenakan laut adalah sumber uap air terbesar dalam pembentukan awan dan hujan. Sementara OLR menggambarkan perawanan yang terbentuk, semakin kecil OLR semakin banyak awan dan sebaliknya. Untuk menerapkan prakiraan curah hujan bulanan dengan prediktor SML dan OLR akan digunakan model JST. Digunakannya model tersebut, karena pendekatan JST adalah pendekatan yang bagus untuk prakiraan. 4 1.2 Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan : • Menganalisis korelasi curah hujan bulanan di wilayah Jawa bagian utara dengan SML dan OLR di sekitar wilayah Indonesia. • Menyusun model prakiraan curah hujan bulanan di wilayah tersebut dengan prediktor SML dan OLR di sekitar wilayah Indonesia menggunakan model JST. Kemudian, melakukan verifikasi hasil model dengan data observasi dalam periode tahun 2003 sampai dengan 2007 untuk validasi model.