analisis keberlanjutan finansial dan faktor-faktor

advertisement
ANALISIS KEBERLANJUTAN FINANSIAL
DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
PEMBIAYAAN AGRIBISNIS PADA KOPERASI
BAYTUL IKHTIAR BOGOR
SKRIPSI
SEPTIANNISA RAHMI
H34080010
DEPARTEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2012
i RINGKASAN
SEPTIANNISA RAHMI. Analisis Keberlanjutan Finansial dan Faktor-Faktor
Yang Mempengaruhi Pembiayaan Agribisnis pada Koperasi Baytul Ikhtiar
Bogor. Skripsi. Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen,
Institut Pertanian Bogor (Di bawah bimbingan DWI RACHMINA)
Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) merupakan salah satu
tumpuan perekonomian Indonesia. Tercatat sekitar 99,99 persen usaha di
Indonesia adalah UMKM, sedangkan 0,01 persen lainnya tergolong sebagai usaha
besar. UMKM di Indonesia memiliki keterkaitan dengan sektor pertanian.
Berdasarkan jumlah unit usaha tahun 2010, proporsi sektor ekonomi UMKM
didominasi oleh sektor pertanian, peternakan, kehutanan, dan perikanan yaitu
sebesar 49,58 persen. Adapun kontribusi UMKM sektor pertanian terhadap
Produk Domestik Bruto (PDB) memiliki proporsi terbesar yaitu senilai 27,7
persen pada tahun 2010. Hal tersebut menggambarkan bahwa terdapat potensi
yang besar atas kekuatan domestik UMKM Indonesia.
Namun, pada umumnya UMKM menghadapi masalah mendasar yaitu
keterbatasan akses terhadap sumber pembiayaan. Adapun sumber pembiayaan
yang dinilai sesuai dengan karakteristik UMKM adalah Lembaga Keuangan
Mikro (LKM). Koperasi Baytul Ikhtiar (KBI) merupakan salah satu LKM yang
bergerak dalam pelayanan jasa simpan pinjam berbasis pembiayaan syariah
dengan model pembiayaan Grameen Bank.
Sebagai lembaga intermediasi keuangan mikro yang menjangkau
masyarakat pedesaan, KBI harus mampu memberikan pelayanan pembiayaan
secara berkelanjutan. Kondisi tersebut dapat dicapai apabila pendapatan margin
pembiayaan KBI dapat menutupi biaya operasional koperasi. Berdasarkan data
KBI tahun 2009-2011, total pembiayaan yang disalurkan meningkat dengan laju
pertumbuhan 56,9 persen per tahun yang diiringi dengan peningkatan jumlah
anggota sebesar 37,35 persen tiap tahunnya. Namun, terdapat indikasi bahwa
modal sendiri KBI hanya memiliki proporsi rata-rata sekitar 20,02 persen dengan
tingkat penurunan sebesar 4 persen per tahun. Selain itu, perkembangan proporsi
pembiayaan pertanian KBI pada tahun 2009-2011 masih dibawah rata-rata, yaitu
secara berturut-turut hanya mencapai 4,8 persen, 6,77 persen, dan 6 persen dengan
laju pertumbuhan senilai 0,61 persen per tahun.
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah (1) menganalisis kinerja
keuangan koperasi dari aspek likuiditas, solvabilitas, rentabilitas, dan aktivitas
usaha KBI, (2) menganalisis keberlanjutan finansial KBI, dan (3) menganalisis
faktor-faktor yang mempengaruhi pembiayaan agribisnis KBI. Penelitian ini
dilakukan pada anggota KBI yang sedang memperoleh pembiayaan agribisnis
dengan jumlah responden sebanyak 40 orang. Metode penarikan sample yang
digunakan adalah proportioned simple random sampling dengan responden yang
tersebar di tiga wilayah, yaitu Kecamatan Dramaga, Taman Sari, dan Rumpin.
Metode pengolahan data yang digunakan adalah analisis kualitatif dan
kuantitatif yang terdiri dari analisis rasio keuangan, viabilitas finansial, dan model
regresi linier berganda. Berdasarkan prinsip pembiayaan 5C, terdapat tujuh faktor
ii yang diduga berpengaruh terhadap jumlah pembiayaan yang diterima anggota
adalah lama keanggotan, aset anggota, omset usaha per tahun, pendapatan bersih
per tahun, frekuensi pembiayaan, jumlah pengajuan pembiayaan, dan jenis usaha
anggota.
Dalam perhitungan analisis rasio keuangan, digunakan data sekunder
berupa laporan keuangan (neraca) dan laba rugi KBI tahun 2009-2011. Hasil
analisis tersebut menunjukkan bahwa likuiditas dan solvabilitas koperasi berada
pada kondisi yang menurun akibat proporsi modal luar koperasi yang semakin
meningkat. Hal ini menujukkan beban hutang yang ditanggung KBI semakin
berat. Dalam hal pencapaian laba, KBI dinilai belum optimal dalam menghasilkan
sisa hasil usaha (SHU). Hal tersebut ditunjukkan dengan nilai rentabilitas yang
cenderung bernilai negatif, sedangkan dalam hal aktivitas usaha, koperasi telah
menunjukkan hasil pertumbuhan yang positif tetapi belum mencapai standar
minimal yang dianjurkan.
Hasil perhitungan viabilitas finansial menunjukkan bahwa KBI mencapai
kondisi viable pada tahun 2010, sedangkan pada tahun 2009 dan 2011 koperasi
berada pada kondisi tidak viable. Hal ini disebabkan oleh besarnya komponen
biaya operasional KBI sehingga bernilai lebih besar daripada pendapatan atas
margin pembiayaan KBI.
Faktor-faktor yang berpengaruh signifikan terhadap pembiayaan anggota
sektor agribisnis KBI adalah frekuensi pembiayaan dan jumlah pengajuan
pembiayaan pada taraf nyata 10 persen serta omset usaha per tahun yang
berpengaruh signifikan pada taraf nyata 20 persen. Walaupun demikian, ketiga
faktor tersebut memiliki hubungan yang negatif terhadap jumlah pembiayaan
yang diterima anggota.
Berdasarkan hasil penelitian ini, diharapkan KBI dapat meningkatkan
proporsi modal sendiri agar dapat memperbaiki kondisi likuiditas dan solvabilitas
koperasi. Dalam upaya pencapaian kondisi keberlanjutan finansial, KBI sebaiknya
mengoptimalkan efisiensi tenaga pendamping lapang untuk meningkatkan jumlah
anggota koperasi yang akan berdampak pada peningkatan total pembiayaan per
tenaga kerja tanpa meningkatkan biaya operasional. Selain itu, KBI disarankan
untuk lebih mempertimbangkan frekuensi pembiayaan, jumlah pembiayaan yang
diajukan, dan omset usaha per tahun yang dimiliki anggota untuk menetapkan
besarnya pembiayaan yang disalurkan kepada anggota.
iii ANALISIS KEBERLANJUTAN FINANSIAL
DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
PEMBIAYAAN AGRIBISNIS PADA KOPERASI
BAYTUL IKHTIAR BOGOR
SEPTIANNISA RAHMI
H34080010
Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk
memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada
Departemen Agribinis
DEPARTEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2012
iv Judul Skripsi
: Analisis Keberlanjutan Finansial dan Faktor-Faktor yang
Mempengaruhi Pembiayaan Agribisnis pada Koperasi Baytul
Ikhtiar Bogor
Nama
: Septiannisa Rahmi
NIM
: H34080010
Menyetujui,
Pembimbing
Ir. Dwi Rachmina, M.Si
NIP. 19631227 199003 2 001
Mengetahui,
Ketua Departemen Agribisnis
Fakultas Ekonomi dan Manajemen
Institut Pertanian Bogor
Dr. Ir. Nunung Kusnadi, MS
NIP. 19580908 198403 1 002
Tanggal Lulus :
v PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul “Analisis
Keberlanjutan Finansial dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pembiayaan
Agribisnis pada Koperasi Baytul Ikhtiar Bogor” adalah karya sendiri dan belum
diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
bentuk daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, Juni 2012
Septiannisa Rahmi
H34080010
vi RIWAYAT HIDUP
Penulis merupakan anak pertama dari dua bersaudara dari pasangan Bapak
Gumilar dan Ibu Auny Humaira Rahmah dan lahir di Jakarta pada tanggal 22
September 1990. Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SD Islam Al-Azhar
Kelapa Gading pada tahun 2003 dan melanjutkan pendidikan menengah pertama
di SMP Islam Al-Azhar Kelapa Gading selama dua tahun dengan mengikuti kelas
akselerasi. Pendidikan lanjutan menengah atas penulis tempuh di SMAN 68
Jakarta sampai dengan tahun 2008.
Pada tahun 2008, penulis melanjutkan pendidikan di Institut Pertanian
Bogor dengan mayor Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen melalui jalur
Undangan Seleksi Masuk IPB. Sejak tahun pertama di IPB, penulis aktif sebagai
staff Human Resources Department (HRD) International Association of Student
in Agricultural and Related Sciences (IAAS). Pada tahun selanjutnya, penulis
aktif sebagai Treasurer II IAAS periode 2009-2010 dan Treasurer I IAAS periode
2010-2011.
Selama mengikuti pendidikan di IPB, penulis dianugerahi sebagai FEM
Ambassador tahun 2010 dan Finalis Favorit Duta Pendidikan IPB yang
diselenggarakan oleh BEM KM IPB pada tahun 2011. Selain itu, penulis
mewakili Departemen Agribisnis sebagai Finalis Mahasiswa Berprestasi di tingkat
Fakultas Ekonomi dan Manajemen IPB Tahun 2011.
Selain itu, pengalaman di IPB lainnya adalah penulis berkesempatan
menjadi penerima Djarum Beasiswa Plus periode 2010-2011. Adapun
pengalaman international yang pernah penulis ikuti adalah menjadi delegasi
Indonesia pada kegiatan International Miracle Youth Conference yang
diselenggarakan oleh AISEC Universiti Putra Malaysia tahun 2009.
vii KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan
hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul
“Analisis Keberlanjutan Finansial dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi
Pembiayaan Agribisnis pada Koperasi Baytul Ikhtiar Bogor”. Penyusunan skripsi
ini sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada
Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis kinerja
keuangan dan keberlanjutan finansial, serta menganalisis faktor-faktor yang
mempengaruhi pembiayaan agribisnis pada Koperasi Baytul Ikhtiar Bogor yang
berbasis syariah dengan model pembiayaan grameen bank.
Penulis berharap hasil penelitian dalam skripsi ini dapat bermanfaat bagi
para pembaca dan dapat menjadi referensi penulisan selanjutnya yang berkaitan
dengan topik penelitian ini.
Bogor, Juni 2012
Septiannisa Rahmi
viii UCAPAN TERIMA KASIH
Penyelesaian skripsi ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Sebagai
bentuk rasa syukur, penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan kepada :
1. Ir. Dwi Rachmina, MSi selaku dosen pembimbing skripsi yang telah
memberikan arahan, bimbingan, waktu, dan kesabarannya selama penyusunan
skripsi ini.
2. Dr. Ir. Anna Fariyanti, MSi selaku dosen penguji utama dan Siti Jahroh, Ph.D
selaku dosen penguji komisi pendidikan pada ujian sidang penulis yang telah
bersedia meluangkan waktunya untuk memberikan kritik dan saran dalam
perbaikan skripsi ini.
3. Dr. Ir. Andriyono Kilat Adhi, MS selaku dosen pembimbing akademik yang
telah memberikan motivasi selama penulis menyelesaikan pendidikan, Amzul
Rifin, SP, MA selaku dosen pembimbing gladikarya, dan Suprehatin, SP,
MAB selaku dosen pembimbing PKM, serta seluruh dosen dan staff
Departemen Agribisnis.
4. Kedua orang tua, Bapak Gumilar dan Ibu Auny Humaira Rahmah, serta adik
penulis M. Rizqy Riandra yang telah memberikan doa, motivasi, dan
dukungan dalam setiap langkah yang penulis tempuh.
5. Iman Indrajaya atas kebersamaannya mendampingi dan mendukung penulis
dalam setiap waktu yang telah dilalui.
6. Pihak Yayasan Peramu dan keluarga besar Koperasi Baytul Ikhtiar (KBI)
Bogor, beserta anggota KBI atas kesediaan, waktu, dan informasi dalam
mendukung proses penelitian ini.
7. Teman seperjuangan, Teresa M. G. Hutabarat, atas motivasi dan
kebersamaannya dalam menjalani seluruh proses penulisan skripsi hingga
tahap seminar dan sidang
8. Fiqhi Fadillah, Lorenta In Haryanto, Marosimy Millaty, dan M. Adri Siregar,
tim gladikarya agribisnis angkatan 45 Desa Cisarua, Kecamatan Sukaraja,
Kabupaten Sukabumi.
9. Nur Hutami, Genadi Nur Susilohadi, Haris Fatori A, dan Dian Sulistyaningsih,
tim PKMM tahun 2010-2011
ix 10. Keluarga besar IAAS LC-IPB atas kerjasama, motivasi, dan kebersamaannya
dalam suka dan duka selama ini
11. Pramita Riskia, Fajar Utami, dan Vita, sahabat penulis yang selalu
memberikan waktu dan dukungan kepada penulis hingga saat ini.
12. Destia Eka Putri, Restika Raditia Aulia, Julia Rahmamita, Meidina M. A,
Regina Prameisa, Tsamaniatul Khusnia, Andina, Dinda Puti D, dan keluarga
Agribisnis angkatan 45 atas semangat dan persahabatannya, serta seluruh
pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu.
Bogor,
Juni 2012
Septiannisa Rahmi
x DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ......................................................................................
ii
DAFTAR GAMBAR ..................................................................................
iii
DAFTAR LAMPIRAN ..............................................................................
iv
I
PENDAHULUAN ............................................................................
1.1. Latar Belakang .............................................................................
1.2. Perumusan Masalah ......................................................................
1.3. Tujuan Penelitian ........................................................................
1.4. Manfaat Penelitian .......................................................................
1.5. Ruang Lingkup Penelitian ...........................................................
1
1
5
10
10
10
II
TINJAUAN PUSTAKA ....................................................................
2.1. Implikasi Grameen Bank di Indonesia .........................................
2.2. Koperasi Sebagai Lembaga Keuangan Mikro . ............................
2.3. Kinerja Keuangan Koperasi .........................................................
2.4. Analisis Keberlanjutan Finansial .................................................
2.5. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pembiayaan Agribisnis .......
11
11
11
12
14
15
III
KERANGKA PEMIKIRAN ............................................................
3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis .......................................................
3.1.1 Peranan Kredit Sebagai Barang Ekonomi ...........................
3.1.2 Teori Keseimbangan Kredit ...............................................
3.1.3 Lembaga Keuangan Mikro Sebagai Lembaga Intermediasi
3.1.4 Pembiayaan pada Koperasi Syariah ...................................
3.1.5 Analisis Rasio Keuangan ...................................................
3.1.6 Viabilitas Finansial ............................................................
3.1.7 Grameen Bank pada Koperasi Baytul Ikhtiar .....................
3.2. Kerangka Pemikiran Operasional ................................................
17
17
17
18
20
21
23
27
28
25
IV
METODOLOGI PENELITIAN ......................................................
4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian .......................................................
4.2. Metode Penentuan Sample ............................................................
4.3 Data dan Instrumentasi .................................................................
4.4. Metode Pengumpulan Data ..........................................................
4.5. Metode Pengolahan Data . ............................................................
4.5.1 Analisis Kualitatif ...............................................................
4.5.2 Analisis Kuantitatif .............................................................
4.5.2.1 Analisis Rasio Keuangan ......................................
4.5.2.2 Viabilitas Finansial ...............................................
4.5.2.3 Analisis Model Regresi Linear Berganda .............
34
34
34
36
36
37
37
37
38
42
43
V
GAMBARAN UMUM KOPERASI BAYTUL IKHTIAR ............
5.1. Sejarah dan Perkembangan Koperasi Baytul Ikhtiar ...................
5.2. Ruang Lingkup dan Struktur Organisasi ......................................
5.3. Program Koperasi Baytul Ikhtiar .................................................
47
47
47
50
xi VI
ANALISIS KEBERLANJUTAN FINANSIAL KOPERASI
BAYTUL IKHTIAR ........................................................................
6.1. Analisis Rasio Keuangan Koperasi ..............................................
6.1.1 Likuiditas ............................................................................
6.1.2 Solvabilitas .........................................................................
6.1.3 Rentabilitas .........................................................................
6.1.4 Aktivitas Usaha ..................................................................
6.2. Viabilitas Finansial ......................................................................
VII FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PEMBIAYAAN
AGRIBISNIS PADA KOPERASI BAYTUL IKHTIAR ...............
7.1. Karakteristik Umum Responden ..................................................
7.2. Karakteristik Pembiayaan Responden Sektor Agribisnis ............
7.3. Keragaan Regresi Faktor-Faktor Pembiayaan Sektor Agribisnis .
7.4. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pembiayaan
Agribisnis ....................................................................................
7.4.1 Lama Keanggotaan .............................................................
7.4.2 Aset Anggota ......................................................................
7.4.3 Omset Usaha per Tahun .....................................................
7.4.4 Pendapatan Bersih per Tahun .............................................
7.4.5 Frekuensi Pembiayaan ........................................................
7.4.6 Jumlah Pengajuan Pembiayaan ..........................................
7.4.7 Jenis Usaha .........................................................................
52
52
52
54
56
58
59
59
59
67
70
70
72
73
75
76
77
78
79
VIII KESIMPULAN DAN SARAN .........................................................
8.1. Kesimpulan ..................................................................................
8.2. Saran ............................................................................................
81
81
81
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................
83
LAMPIRAN ................................................................................................
86
xii DAFTAR TABEL
Nomor
Halaman
1.
Perkembangan Data UMKM dan Usaha Besar Tahun 2009-2010
1
2.
Profil Lembaga Keuangan Mikro Tahun 2007 ...............................
3
3.
Perkembangan Pembiayaan dan Anggota KBI Tahun 2009-2011 ..
6
4.
Sisa Hasil Usaha (SHU) KBI Tahun 2009-2011 ............................
8
5.
Perhitungan Proporsi Sample Penelitian KBI Tahun 2012 ............
27
6.
Likuiditas KBI Tahun 2009-2011 ..................................................
52
7.
Solvabilitas KBI Tahun 2009-2011 ................................................
54
8.
Rentabilitas KBI Tahun 2009-2011 ................................................
56
9.
Aktivitas Usaha KBI Tahun 2009-2011 .........................................
59
10.
Viabilitas Finansial KBI Tahun 2009-2011 ..................................
60
11. Hasil Rekapan Analisis Rasio Keuangan KBI Tahun 2009-2012 ...
62
12.
Jumlah dan Proporsi Responden KBI Menurut Jenis Usaha
Tahun 2012 ......................................................................................
65
13.
Jumlah dan Proporsi Responden KBI Menurut Usia Tahun 2012 .
66
14.
Jumlah dan Proporsi Responden KBI Menurut Tingkat
Pendidikan Tahun 2012 ..................................................................
66
Analisis Parameter yang Mempengaruhi Pembiayaan Sektor
Agribisnis KBI Tahun 2012 ...........................................................
62
16. Jumlah dan Proporsi Luas Lahan Milik dan Non Milik
Responden Sektor Pertanian KBI Tahun 2012 ...............................
68
17. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pembiayaan
Agribisnis di KBI Tahun 2012 .......................................................
71
18.
Lama Keanggotan Responden KBI Sektor Agribisnis Tahun 2012
72
19.
Aset Anggota Responden KBI Sektor Agribisnis Tahun 2012 ......
74
20. Omset Usaha per Tahun Responden KBI Sektor Agribisnis
Tahun 2012 .....................................................................................
75
15.
21. Pendapatan Bersih per Tahun Responden KBI Sektor Agribisnis
Tahun 2012 ......................................................................................
22. Frekuensi Pembiayaan Responden KBI Sektor Agribisnis
Tahun 2012 .......................................................................................
23. Jumlah Pengajuan Pembiayaan Responden KBI Sektor Agribisnis
Tahun 2012 ......................................................................................
24. Jenis Usaha Responden KBI Sektor Agribisnis Tahun 2012 ...........
76
77
78
79
xiii DAFTAR GAMBAR
Nomor
Halaman
1
Proporsi Modal KBI Tahun 2009-2011 ..........................................
7
2.
Pembiayaan KBI Berdasarkan Sektor Usaha Tahun 2009-2011 .....
9
3.
Kurva Keseimbangan Kredit ..........................................................
18
4.
Kerangka Operasional ....................................................................
34
5.
Struktur Organisasi Koperasi Baytul Ikhtiar ..................................
48
6.
Tahapan Program Koperasi Baytul Ikhtiar .....................................
51
xiv DAFTAR LAMPIRAN
Nomor
1.
2.
3.
4.
5.
Halaman
Uji Normalitas Pada Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi
Pembiayaan Sektor Agribisnis di Koperasi Baytul Ikhtiar Bogor
Tahun 2012 ......................................................................................
88
Uji Heterokedastisitas Pada Analisis Faktor-Faktor yang
Mempengaruhi Pembiayaan Sektor Agribisnis di Koperasi Baytul
Ikhtiar Bogor Tahun 2012 ...............................................................
89
Output dan Uji Autokorelasi Pada Analisis Faktor-Faktor yang
Mempengaruhi Pembiayaan Sektor Agribisnis di Koperasi Baytul
Ikhtiar Bogor Tahun 2012 ...............................................................
89
Uji Multikolinieritas Pada Analisis Faktor-Faktor yang
Mempengaruhi Pembiayaan Sektor Agribisnis di Koperasi Baytul
Ikhtiar Bogor Tahun 2012 ..............................................................
90
Kuisioner Penelitian .......................................................................
91
xv I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) merupakan salah satu
tumpuan perekonomian Indonesia. Hingga tahun 2011, tercatat sekitar 99,99
persen usaha di Indonesia adalah UMKM, sedangkan 0,01 persen lainnya
tergolong sebagai usaha besar. Tingginya angka tersebut membuat peranan
UMKM Indonesia berdampak signifikan terhadap masyarakat. Jumlah UMKM
yang mencapai 53,82 juta unit mampu menyerap 99,40 juta tenaga kerja
Indonesia. Hal tersebut pun berpengaruh terhadap total Produk Domestik Bruto
(PDB) yang mencapai 57,12 persen.1
Tabel 1. Perkembangan Data Usaha Mikro, Kecil, Menengah, dan Usaha Besar
Tahun 2009-2010
Indikator
Jumlah Unit
Usaha (unit)
Jumlah
Tenaga Kerja
(orang)
PDB ADH
Konstan 2000
(Rp Milyar)
Usaha Mikro
Usaha Kecil
Usaha Menengah
Usaha Besar
Usaha Mikro
Usaha Kecil
Usaha Menengah
Usaha Besar
Usaha Mikro
Usaha Kecil
Usaha Menengah
Usaha Besar
Tahun 2009
Pangsa
Jumlah
(%)
52.176.795
98,99
546.675
1,04
41.133
0,08
4.677
0,01
90.012.694
91,03
3.521.073
3,56
2.677.565
2,71
2.674.671
2,70
682.259
32,66
224.311
10,74
306.028
14,65
876.459
41,95
Tahun 2010
Pangsa
Jumlah
(%)
53.207.500
98,85
573.601
1,07
42.631
0,08
4.838
0,01
91.014.759
90,98
3.627.164
3,55
2.759.852
2,70
2.839.711
2,78
719.070
32,42
239.111
10,78
324.390
14,63
935.375
42,17
Perkembangan
(%)
1,98
4,93
3,64
3,43
3,34
3,01
3,07
6,17
5,40
6,60
6,00
6,72
Ket : ADH = Atas Dasar Harga
Sumber : Statistik UMKM Tahun 2009-2010
UMKM Indonesia juga memiliki keterkaitan dengan sektor pertanian.
Berdasarkan jumlah unit usaha tahun 2010, proporsi sektor ekonomi UMKM
didominasi oleh sektor pertanian, peternakan, kehutanan, dan perikanan yaitu
sebesar 49,58 persen. Sektor pertanian tersebut berkontribusi terhadap Produk
Domestik Bruto (PDB) UMKM dengan proporsi terbesar yaitu senilai 27,7 persen
pada tahun 2010. Perkembangan UMKM sektor pertanian dari aspek jumlah unit
1
Statistik UMKM Tahun 2009-2010. Kementerian Koperasi dan Usaha Mikro, Kecil, dan
Menengah
1 usaha dan PDB tersebut menggambarkan bahwa terdapat potensi yang besar atas
kekuatan domestik UMKM Indonesia. Apabila hal tersebut dapat dikelola dan
dikembangkan dengan baik, tentu akan mewujudkan UMKM sektor pertanian
yang tangguh. Kontribusi UMKM terhadap perekonomian negara tidak perlu
diragukan lagi, karena telah terbukti di beberapa negara, termasuk Indonesia,
bahwa UMKM dapat menjadi tumpuan perekonomian suatu negara. Namun,
menurut Wijono (2005), secara umum usaha kecil dan menengah saat ini masih
dihadapkan pada masalah-masalah mendasar yang mencakup antara lain (1)
sulitnya akses usaha kecil dan menengah pada pasar atas produk-produk yang
dihasilkan, (2) lemahnya pengembangan dan penguatan usaha, (3) keterbatasan
akses terhadap sumber-sumber pembiayaan dari lembaga-lembaga keuangan
formal khususnya perbankan. Adapun beberapa permasalahan yang dihadapi
UMKM adalah berkaitan dengan keterbatasan modal, bahan baku, pemasaran
(marketing), manajemen dan produksi, serta persaingan usaha. Pada industri kecil,
keterbatasan modal menjadi permasalahan utama yang dihadapi UMKM sebesar
36,63 persen (BPS 2004).
Keterbatasan akses UKM terhadap sumber pembiayaan formal khususnya
perbankan membuat pelaku usaha beralih kepada sumber pembiayaan lainnya,
yaitu Lembaga Keuangan Mikro (LKM). Lembaga Mikro ini bersifat spesifik
karena mempertemukan permintaan dana penduduk miskin atas ketersediaan
dana. Bagi lembaga keuangan formal, penduduk miskin tidak akan dapat terlayani
karena persyaratan formal yang harus dipenuhi tidak dimiliki (Wardoyo 2004).
Dengan demikian, LKM memiliki fungsi sebagai lembaga yang memberikan
berbagai jasa keuangan bagi masyarakat berpenghasilan rendah serta usaha mikro.
Terdapat beberapa karakteristik LKM yang mengakar kepada pelaku usaha
kecil dan menengah karena sifatnya yang fleksibel, seperti kemudahan pelaku
usaha dalam mengakses sumber pembiayaan. Kemudahan tersebut antara lain
terdapat dalam hal persyaratan dan jumlah pinjaman yang tidak seketat
persyaratan perbankan maupun keluwesan pada pencairan kredit. Hal ini
merupakan salah satu indikator bahwa keberadaan LKM sesuai dengan kebutuhan
pelaku UKM yang umumnya membutuhkan pembiayaan sesuai skala dan sifat
dari usaha kecil (Wijono 2005).
2 Menurut Bank Indonesia, LKM dibagi menjadi dua kategori besar yaitu
LKM yang berwujud bank dan non bank. Kategori LKM non bank terbagi dua
menjadi formal dan non formal. Masing-masing LKM tersebut memiliki kinerja
yang berbeda-beda dalam kontribusinya untuk memenuhi kebutuhan nasabah
yang umumnya adalah pelaku UKM.
Tabel 2. Profil Lembaga Keuangan Mikro Tahun 2007
No.
1
2
3
4
5
6
7
8
Jenis LKM
Bank
BPR
BRI Unit
Badan Kredit
Desa (BKD)
Non Bank
A. Formal
KSP
USP
Pegadaian
B. Non
Formal
BMT
LSM
Total
Jumlah
(unit)
Jumlah
Pinjaman
(Rp Juta)
Jumlah
Peminjam
(Orang)
Jumlah
Penabung
(Orang)
2.164 2.161.000 11.639.000
5.692
4.046 3.210.678 21.334.800 31.271.553
4.518 11.667.054 3.829.209
464.812
1.596
684.874 1.156.692
36.466 10.523.585 13.488.092
827 7.768.278 9.631.772
Jumlah
Tabungan
(Rp Juta)
10.795.000
32.881.790
28.464
481.152
5.015.596
na
325.341
1.451.576
na
2.017
280.000 1.200.000
450.000
143
69.188
84.140
71.845
51.777 36.084.937 36.084.937 37.311.100
1.500.000
47.707
47.029.878
Sumber : PINBUK dalam Kurnialestari 2007
Keterangan : na = not available (tidak dapat diketahui)
Berdasarkan Tabel 2, jenis LKM yang memiliki unit terbanyak adalah Unit
Simpan Pinjam (USP), sedangkan dalam hal jumlah pinjaman didominasi oleh
LKM kategori bank yaitu BRI Unit. Hal tersebut karena skim kredit yang
ditawarkan
oleh
BRI
Unit
lebih
besar
daripada
USP.
Namun
pada
perkembangannya, koperasi dinilai lebih diminati oleh pengusaha UKM
khususnya bagi pelaku usaha yang tinggal di daerah pedesaan. Sebagai LKM yang
tergolong non bank, koperasi berperan sebagai lembaga keuangan formal yang
melayani masyarakat terutama anggotanya dalam keperluan untuk menyimpan
dan meminjam dana (Sulaeman 2004). Mengingat cukup strategisnya peran
koperasi simpan pinjam dalam menyalurkan dan menampung dana anggota, Bank
Indonesia (2001) menyebutkan bahwa dalam hal jumlah pembiayaan yang
3 disalurkan, posisi KSP dan USP termasuk peringkat dua besar setelah BRI Unit
Desa. Jumlah kredit yang disalurkan masing-masing sebesar Rp 6.141.400 juta
(41,87%) untuk BRI Unit Desa serta Koperasi Simpan Pinjam (KSP) dan Unit
Simpan Pinjam (USP) pada koperasi Rp 4.159.867 juta (28,36%).
Dalam menjalankan aktivitasnya sebagai lembaga keuangan mikro, koperasi
dapat
menggunakan
model
pembiayaan
yang
bersifat
merangkul
dan
memberdayakan masyarakat pedesaan yaitu Grameen Bank yang dipelopori oleh
Muhammad Yunus di Bangladesh. Grameen Bank merupakan bank yang
diperuntukan unuk orang-orang termiskin yang tinggal di daerah pedesaan.
Grameen Bank di Indonesia pertama kali direplikasi oleh Yayasan Karya Usaha
Mandiri (KUM) di Kecamatan Nanggung, Kabupaten Bogor, Jawa Barat pada
tahun 1989. Keberadaan Grameen Bank tersebut mampu membuktikan bahwa
orang-orang miskin, termasuk pengusaha mikro, tergolong layak kredit. Grameen
Bank juga berperan dalam meningkatkan pendapatan nasabah usaha mikro, yakni
pendapatan sesudah memperoleh kredit lebih besar daripada pendapatan sebelum
memperoleh kredit (Thoha 2000).
Salah satu koperasi yang menggunakan model Grameen Bank adalah
Koperasi Baytul Ikhtiar (KBI) di Kota Bogor. Koperasi ini merupakan lembaga
yang berdiri dibawah naungan Yayasan Pengembangan Masyarakat Mustadh’afiin
(Peramu) yang bergerak dalam pelayanan simpan pinjam dengan basis
pembiayaan syariah. Sasaran anggota koperasi ini adalah masyarakat pedesaan
yang memiliki akses rendah terhadap lembaga keuangan karena lokasinya yang
jauh dari perkotaan. Hingga tahun 2011, anggota koperasi telah mencapai 20.429
orang yang tersebar di wilayah Kodya Bogor, Kabupaten Bogor, dan Kabupaten
Sukabumi dengan total majelis yang mencapai 695 majelis. Total pembiayaan
yang disalurkan pun terus meningkat, yaitu Rp 6.164.350.000,- pada tahun 2010
menjadi Rp 9.742.300.000 pada tahun 2011. Hal tersebut menunjukkan besarnya
potensi yang dimiliki KBI sebagai lembaga intermediasi keuangan yang
menjangkau pelaku usaha mikro.
4 1.2. Perumusan Masalah
Provinsi Jawa Barat menempati urutan ketiga dalam perkembangan jumlah
koperasi aktif di Indonesia. Hingga tahun 2011, jumlah koperasi aktif di Jawa
Barat mencapai 14.856 unit dan tercatat 769 unit diantaranya berada di Kota
Bogor, Jawa Barat. Jumlah koperasi tersebut telah mengalami peningkatan sebesar
3,3 persen dari jumlah koperasi di Kota Bogor pada tahun 20092.
Koperasi Baytul Ikhtiar (KBI) merupakan salah satu koperasi di Kota Bogor,
Jawa Barat yang bergerak dalam pemberdayaan masyarakat khususnya UMKM.
Pemberdayaan ini dilakukan oleh KBI melalui pembiayaan kepada masyarakat
yang tergabung dalam anggota layanan KBI. Pembiayaan dalam konteks ini
merupakan penyaluran dana pinjaman yang diberikan oleh KBI kepada
anggotanya. Jangkauan wilayah KBI cukup luas, mulai dari Kodya Bogor,
Kabupaten Bogor, dan Kabupaten Sukabumi yang diwakili oleh 5 kantor unit
koperasi dengan jangkauan target sasaran masyarakat yang bertempat tinggal 12
km dari masing-masing kantor unit.
Seperti halnya dengan LKM lainnya, KBI tentunya dihadapkan pada kendala
mendasar yaitu dalam hal operasional koperasi. Dengan batas plafon pembiayaan
yang tergolong rendah, yaitu Rp 300.000,- hingga Rp 5.000.000,-, KBI
membutuhkan biaya transaksi yang cukup besar pada tiap plafon pembiayaan
yang disalurkan. Berbeda halnya dengan perbankan yang dapat memberikan
plafon pembiayaan dengan jumlah besar dalam satu kali transaksi. Besarnya
biaya operasional yang harus disediakan bagi pembiayaan usaha mikro
mengharuskan KBI untuk melakukan perhitungan break-even interest secara
cermat. Adapun sumber pendapatan utama bagi KBI sebagai lembaga yang
menyalurkan pembiayaan adalah margin pada tiap plafon yang diberikan. Oleh
karena itu, agar dalam jangka panjang sebuah pembiayaan mikro dapat berlanjut,
maka pendapatan margin pembiayaan harus dapat menutupi biaya operasional
koperasi. Hal tersebut berarti bahwa koperasi harus mencapai keadaan kelayakan
finansial tanpa harus merugikan anggota sasaran
Berdasarkan kondisi perkembangan KBI pada Tabel 3, dapat dilihat bahwa
jumlah pembiayaan dan anggota koperasi meningkat dari tahun 2009 hingga tahun
2
http://depkop.go.id/Download/Data-Koperasi-2011. Diakses tanggal 9 Februari 2012
5 2011. Jumlah pembiayaan yang disalurkan terus meningkat dengan laju
pertumbuhan sekitar 56,9 persen per tahun. Hal tersebut seiring dengan
peningkatan jumlah anggota koperasi sebesar 37,35 persen tiap tahunnya.
Tabel 3.Perkembangan Pembiayaan dan Anggota KBI Tahun 2009-2011
Pembiayaan (Milyar Rp)
Anggota (orang)
2009
3.953
Tahun
2010
6.164
2011
9.742
11.059
13.002
20.429
Pertumbuhan
(%/thn)
56,99
37,35
Sumber : Koperasi Baytul Ikhtiar 2012
Namun, kondisi lain menunjukkan adanya penurunan proporsi modal sendiri
KBI pada tahun 2009-2011. Penurunan proporsi modal sendiri ini pada dasarnya
bukan disebabkan adanya penurunan dari besarnya modal sendiri yang terdiri dari
simpanan wajib, simpanan pokok, dana Latihan Wajib Kelompok (LWK), dana
cadangan, hibah, sisa hasil usaha, dan sebagian dari modal penyertaan. Salah satu
hal yang menyebabkan penurunan proporsi modal sendiri koperasi adalah semakin
besarnya jumlah hutang yang dimiliki koperasi tiap tahunnya, sehingga proporsi
modal luar koperasi semakin meningkat.
Keputusan KBI dalam meningkatkan jumlah modal luar didasari atas adanya
kebutuhan dalam pengembangan unit koperasi di beberapa wilayah target. Hal
tersebut disebabkan oleh tingginya biaya yang dibutuhkan koperasi dalam
melakukan pengembangan dan penumbuhan usaha, sedangkan modal koperasi
pada tahun 2010 dan 2011 belum memenuhi besarnya kebutuhan tersebut. Modal
koperasi yang belum mencukupi biaya tersebut dapat disebabkan karena KBI baru
resmi berdiri pada tahun 2008 sehingga rentang waktu yang dimiliki dalam
pengumpulan modal koperasi belum dirasa cukup.
Namun disisi lain, peningkatan proporsi modal luar KBI akan meningkatkan
beban koperasi dalam memenuhi seluruh kewajibannya. Kondisi ini tentu akan
berpengaruh pada kesehatan keuangan koperasi terutama pada aspek likuiditas
dan solvabilitas yang secara langsung berhubungan dengan besarnya hutang atau
beban yang dimiliki oleh koperasi. Pada dasarnya, hal yang perlu diperhatikan
adalah koperasi memiliki posisi sebagai lembaga keuangan mikro yang bertujuan
untuk mensejahterakan anggota, sehingga seharusnya modal anggota menjadi
6 kekuatan utama dalaam membanngun koperaasi tersebutt. Widiyantti dan Sunindhia
k
harrus dapat memanfaatka
m
an modal seendiri
(1999) meengemukakaan bahwa koperasi
dan yakin terhadap pootensi kopeerasi tersebu
ut. Oleh karrena itu, prooporsi modaal luar
t
m
modal
sendirri akan lebiih baik bilaa tidak mellebihi 67 persen
p
koperasi terhadap
(Suwandi 1985). Adaapun modal luar yang diperoleh
d
K bersumbber dari ang
KBI
ggota,
Yayasan Peramu
P
besserta lembagga binaanny
ya (Baitul Mal
M wat Taamwil Khidm
matul
Ummah, Wihdatul
W
U
Ummah,
Tadbiirul Um
mmah, dan BPRS
B
Binaa Rahmah), dana
produktif mustahiq, lembaga ES
SQ dan Geerakan Masyyarakat Maandiri, dan Bank
M
(BSM
M).
Syariah Mandiri
100.00
Persen 80.00
60.00
Modal Seendiri 40.00
Modal Lu
uar 20.00
0.00
2
2009
2010
0
2011
Tahun
Sumbeer : Koperasi Baytul
B
Ikhtiarr 2012
Gam
mbar 1. Propporsi Modal KBI Tahun 2009-2011
11 dapat diilihat pada Gambar 1 yang
Propporsi modall KBI tahunn 2009-201
menunjukkkan bahwa proporsi modal
m
sendirri KBI masih berada ddibawah pro
oporsi
modal luaar koperasi. Modal senddiri KBI haanya memiliiki proporsii rata-rata seekitar
20,02 perrsen dengann tingkat penurunan
p
sebesar 4 persen per tahun. Ko
ondisi
permodalaan KBI perllu diperhatiikan karenaa dengan beesarnya propporsi modaal luar
koperasi tersebut, KB
BI belum menunjukkan
n keberhasillannya dalam
m meningk
katkan
laba kopeerasi tiap taahunnya. Laaba koperaasi tersebut dapat dituunjukkan melalui
besarnya jumlah
j
sisaa hasil usahha tahun berrjalan yang diperoleh dari perhitu
ungan
biaya (cosst) dan penddapatan (retuurn) koperaasi.
7 Tabel 4. Sisa Hasil Usaha (SHU) KBI Tahun 2009-2011
Tahun
2009
2010
2011
Perkembangan
(Rp/Tahun)
Pendapatan (Rp)
972,605,204
1,429,663,722
2,223,332,346
625,363,571
Biaya (Rp)
879,027,267
1,304,704,123
2,153,063,709
637,018,221
SHU (Rp)
93,577,937
124,959,599
70,268,637
(11,654,650)
Sumber : Laporan Laba Rugi Koperasi Baytul Ikhtiar Tahun 2009-2011
Berdasarkan data pada Tabel 4, perkembangan laba koperasi pada tahun
2009-2011 menunjukkan rata-rata penurunan sebesar Rp 11.654.650,-. Kondisi
tersebut menggambarkan bahwa koperasi belum dapat meningkatkan laba atas
modal luar yang dipergunakan oleh koperasi. Oleh karena itu, perlu ditinjau
kembali bagaimana keberlanjutan finansial KBI sebagai lembaga keuangan mikro
yang memiliki peran dalam hal pemberdayaan masyarakat miskin secara
berkelanjutan.
Dalam upaya memperoleh kondisi yang berkelanjutan dalam hal finansial,
maka KBI harus memperhatikan besarnya margin pembiayaan sebagai pendapatan
utama koperasi. Oleh karena itu, KBI harus berfokus pada pemberian pembiayaan
mikro yang diperuntukan untuk modal kerja dan investasi. Hal ini bertujuan untuk
menghindari tunggakan pembiayaan yang berujung pada kerugian koperasi.
Koperasi berkeyakinan bahwa masyarakat pedesaan tergolong layak kredit dan
mampu mengusahakan usaha yang dijalankan dengan adanya pembiayaan
produktif.
Salah satu sektor usaha produktif yang dijalankan oleh anggota KBI adalah
pertanian. Pada umumnya, pembiayaan sektor pertanian KBI diperuntukan untuk
keperluan modal usaha dan investasi. Modal usaha tersebut sebagian besar
digunakan anggota untuk pembelian input produksi seperti bibit, pupuk, obatobatan, dan jasa tenaga kerja, sedangkan modal investasi umumnya digunakan
untuk pengadaan alat-alat pertanian dan pembangunan lokasi usaha. Usaha yang
dijalankan anggota pun beragam, mulai dari usahatani pertanian (padi, jagung,
umbi-umbian, sayur-mayur), peternakan (kambing, sapi, ayam, ikan), dan
8 perdaganggan (sayur, daging ayaam). Usahaa tersebut tersebar
t
di tiga kecam
matan,
yaitu Dram
maga, Tamaan Sari, dann Rumpin.
6,000
0 5,000
0 4,000
0 20
009
3,000
0 20
010
2,000
0 20
011
1,000
0 ‐
Industri Jasa
Konsumtif
Perdagangan
Pertanian
Sumber : Kooperasi Baytul Ikhtiar 20122
Gambar 2. Peembiayaan KBI
K Berdasarkan Sektoor Usaha Taahun 2009-2
2011
Nam
mun, perkem
mbangan peembiayaan pertanian KBI
K pada tahun 2009--2011
yang ditunnjukkan padda Gambar 2 masih diibawah rataa-rata, yaituu secara bertturutturut hannya mencappai 4,8 persen, 6,77 persen, dan
d
6 persen dengan
n laju
pertumbuhhan senilai 0,61 persenn per tahun
n. Angka teersebut massih jauh dib
bawah
proporsi sektor
s
usahha lainnya, seperti sek
ktor usaha konsumtif yang men
ncapai
proporsi sebesar 533 persen dan sektor usaha perddagangan ddengan pro
oporsi
pembiayaaan senilai 35 persen. Padahal,
P
apaabila mengaacu pada Taabel 3, KBI terus
mengalam
mi peningkaatan dalam hal perkem
mbangan jum
mlah anggoota. Oleh karena
k
itu, perlu ditinjau keembali menngenai apa saja yang sebenarnyaa menjadi bahan
b
pertimbanngan KBI daalam menyaalurkan pem
mbiayaan agribisnis keppada anggottanya.
Berddasarkan urraian di ataas, maka perumusan masalah
m
daari penelitiaan ini
adalah sebbagai berikuut :
a. Bagaim
mana kinerj
rja keuangaan Koperaasi Baytul Ikhtiar seebagai lem
mbaga
intermeediasi keuanngan mikro??
b. Bagaim
mana keberlaanjutan finaansial dari pembiayaan
p
Koperasi B
Baytul Ikhtiaar?
c. Faktor--faktor apa saja yang mempengaru
m
uhi pembiaayaan agribiisnis di Kop
perasi
Baytul Ikhtiar?
9 1.3. Tujuan Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah di atas, tujuan dari penelitian ini adalah
sebagai berikut :
a. Menganalisis kinerja keuangan Koperasi Baytul Ikhtiar sebagai lembaga
intermediasi keuangan mikro
b. Menganalisis keberlanjutan keuangan dari pembiayaan Koperasi Baytul Ikhtiar
c. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi besar pembiayaan yang
disalurkan Koperasi Baytul Ikhtiar kepada kelompok mitra
1.4. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi informasi bagi Koperasi
Baytul Ikhtiar untuk mengetahui posisi lembaga dari aspek finansial, baik
mengenai permodalan koperasi maupun keberlanjutan finansial sehingga KBI
mampu meningkatkan kualitasnya sebagai LKM dengan basis syariah yang
berupaya melayani kebutuhan masyarakat miskin khususnya pelaku UMKM.
Manfaat lainnya adalah KBI dapat mengetahui faktor-faktor apa saja yang
mempengaruhi KBI dalam menyalurkan pembiayaan agribisnis sehingga faktorfaktor tersebut dapat menjadi bahan pertimbangan utama bagi KBI dalam
pembiayaan selanjutnya. Selain itu, hasil penelitian ini pun diharapkan dapat
dijadikan bahan kajian atau referensi untuk penelitian selanjutnya.
1.5. Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian ini adalah melakukan kajian finansial KBI
dengan menggunakan laporan keuangan (neraca) dan laba rugi KBI tahun 20092011. Penelitian mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi pembiayaan
agribisnis dibatasi pada anggota koperasi yang sedang memanfaatkan fasilitas
pembiayaan KBI dengan peruntukan sektor agribisnis, baik on-farm maupun offfarm. Secara keseluruhan, data diperoleh berdasarkan informasi secara langsung
dari pengurus KBI dan petani sebagai anggota KBI.
10 II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Implikasi Grameen Bank di Indonesia
Grameen Bank pertama kali direplikasikan di Indonesia pada tahun 1989
di Kecamatan Nanggung, Kabupaten Bogor, Jawa Barat oleh Yayasan Karya
Usaha Mandiri (KUM). Selanjutnya model pembiayaan ini dikembangkan di Jawa
Timur oleh LSM Yayasan Mitra Karya (YMK) pada tahun 1993 (Thoha 2000).
Berdasarkan hasil penelitian Thoha (2000) mengenai peranan dan efektivitas
model Grameen Bank dan model Kukesra di Kecamatan Binangun, Kabupaten
Blitar, dapat ditunjukkan bahwa (1) Grameen Bank mempunyai daya tarik yang
lebih kuat daripada Kukesra dalam hal kemudahan prosedur peminjaman dan
angsuran, tingkat bunga yang relatif rendah, tidak diperlukannya agunan, serta
kenyamanan anggota dalam memperoleh perhatian, bimbingan usaha, dan bantuan
pemasaran, (2) Grameen Bank terbukti lebih efektif sebagai sarana peningkatan
kesejahteraan ekonomi dan sosial rumah tangga miskin di pedesaan bila
dibandingkan dengan Kukesra. Keberhasilan tersebut dapat diukur dari
peningkatan pendapatan nasabah Grameen Bank yang mencapai 90 persen per
tahun, dan (3) manfaat yang diterima nasabah Grameen Bank bernilai lebih tinggi
daripada Kukesra, yaitu dalam hal kemampuan menabung nasabah, hidup yang
lebih hemat, jaringan usaha yang semakin luas, meningkatnya pengetahuan
tentang bisnis, dan menurunnya tingkat ketergantungan nasabah terhadap
renternir.
2.2. Koperasi Sebagai Lembaga Keuangan Mikro
Lembaga Keuangan Mikro (LKM) adalah lembaga yang memberikan jasa
keuangan bagi pengusaha mikro dan masyarakat berpenghasilan rendah, baik
formal, semi formal, dan informal (Tohari 2002). Ibrahim (2002) menyebutkan
bahwa secara umum LKM di Indonesia dapat dikelompokkan menjadi dua jenis,
yaitu yang bersifat formal dan informal. LKM formal dalam bentuk bank adalah
BKD, Bank Perkreditan Rakyat (BPR) dan BRI Unit. LKM formal bukan bank
adalah LDKP, koperasi (Koperasi Simpan Pinjam dan Unit Simpan Pinjam) dan
pegadaian, sedangkan LKM informal terdiri dari KSM, LSM, BMT, LPEM,
11 UED-SP dan sejenisnya. Sebagai lembaga keuangan, LKM dapat melakukan
kegiatan operasinya dengan model konvensional maupun syariah.
Koperasi khususnya yang bergerak dalam usaha simpan pinjam, baik
Koperasi Simpan Pinjam (KPS) maupun Unit Simpan Pinjam (UPS) adalah LKM
yang dapat melayani masyarakat terutama anggotanya, yaitu dalam hal
menyimpan dan meminjam dana. Berdasarkan data Bank Indonesia (2001),
koperasi termasuk LKM yang banyak membantu penyediaan dana bagi
mendukung permodalan kegiatan Usaha Kecil Menengah (UKM) pada masa
krisis. Ditinjau dari besarnya pembiayaan yang disalurkan, posisi KSP dan USP
termasuk dua besar setelah BRI Unit Desa. Jumlah kredit yang disalurkan masingmasing sebesar Rp 6.141.400 (41,87 persen) untuk BRI Unit Desa serta KSP dan
USP sebesar Rp 4.159.867 juta (28,36 persen). Jumlah lembaga KSP dan USP
pun berada pada posisi terbanyak dan tersebar di Indonesia. Oleh karena itu, usaha
simpan pinjam pada koperasi yang dilakukan olek KSP dan USP mempunyai
peluang yang cukup baik untuk membantu mengembangkan LKM.
2.3. Kinerja Keuangan Koperasi
Kinerja keuangan adalah suatu penilaian terhadap laporan keuangan
perusahaan yang menyangkut posisi keuangan perusahaan serta perubahan
terhadap posisi keuangan tersebut (Ikatan Akuntansi Indonesia 1996). Menurut
Jumingan (2005), prosedur analisis kinerja keuangan menyangkut review data
laporan yaitu aktivitas penyesuaian data laporan keuangan terhadap sifat atau jenis
perusahaan yang melaporkan sistem akuntansi yang berlaku. Munawir (1997)
menyatakan bahwa mempelajari data secara menyeluruh diperlukan untuk
meyakinkan pada penganalisis bahwa laporan sudah cukup jelas menggambarkan
semua data keuangan secara relevan, sehingga penganalisis dapat menghitung,
mengukur, menginterpretasi dan memberi solusi terhadap keuangan badan usaha
pada periode tertentu. Oleh karena itu, penilaian kinerja keuangan yang
berlandaskan pada data dan informasi keuangan merupakan suatu tolak ukur yang
sering digunakan dalam memperoleh informasi tentang posisi keuangan suatu
badan usaha.
12 Hasil penelitian Kurnialestari (2007) menunjukkan bahwa kinerja
keuangan yang terdiri dari rasio-rasio keuangan yang digeneralisasikan untuk
mengetahui tingkat kesehatan KBMT Ibbadurrahman menggambarkan hasil yang
kurang memuaskan. Hal tersebut dikarenakan tidak ada satu periode pun dari 6
periode penelitian yang menunjukkan kinerja keuangan KBMT berada pada
predikat sehat. Pengukuran kinerja keuangan Koperasi Unit Desa Sumber Alam
yang dilakukan oleh Jakiyah (2011) dengan menggunakan analisis rasio
menunjukkan bahwa aset dan nilai rasio solvabilitas yang dimiliki koperasi
tergolong dalam standar yang baik. Namun, rasio aktivitas koperasi, Return On
Investment (ROI), return on net worth ratio, dan operating margin ratio masih
berada dibawah standar yang baik.
Penelitian Lismawati (2009) yang menggunakan alat analisis tren, analisis
persentase per komponen, dan analisis ratio dalam meneliti kinerja keuangan
KUD Sumber Alam tahun 2003-2008 menunjukkan bahwa keadaan rasio
solvabilitas dalam keadaan yang cukup baik karena memenuhi standar, sedangkan
hasil perhitungan rasio likuiditas, rentabilitas, dan aktivitas usaha berada dalam
keadaan yang tidak baik. Hal tersebut disebabkan oleh penurunan nilai penjualan
yang terus menerus sehingga SHU yang diperoleh koperasi menurun. Adapun
hasil penelitian Purba (2011) terhadap kinerja keuangan Koperasi Kelompok Tani
(KKT) Lisung Kiwari menunjukkan bahwa likuiditas KKT Lisung Kiwari 20052009 sesuai angka rasio lancar dan rasio cair berada dalam kondisi baik,
sedangkan rasio kas berada pada kondisi yang tidak baik karena kemampuan
membayar kewajiban lancarnya atas kas sangat rendah. Solvabilitas KKT sesuai
angka rasio kewajiban jangka panjang atas harga dan kapitalisasi berada pada
kondisi baik, sedangkan rasio kewajiban jangka panjang atas modal mengalami
keadaan yang tidak baik karena kemampuan modal untuk menjamin kewajiban
jangka panjang semakin rendah. Profitabilitas KKT Lisung Kiwari sesuai angka
rasio SHU terhadap penjualan berada dalam kondisi baik tetapi pada rasio SHU
terhadap modal berada kondisi tidak baik karena modal belum dapat
meningkatkan SHU. Efektifitas KKT Lisung Kiwari sesuai angka rasio HPP atas
penjualan dan HPP dijumlahkan operasi atas penjualan berada dalam kondisi baik.
Kinerja keuangan masih cenderung bergantung kepada modal dari pihak luar.
13 Berdasarkan keempat hasil penelitian mengenai rasio keuangan tersebut,
terdapat tiga hasil penelitian yang menunjukkan kinerja koperasi yang tergolong
tidak sehat. Adapun jenis koperasi yang diteliti pada penelitian tersebut
merupakan koperasi yang bergerak dalam bidang penjualan barang ataupun jasa,
sedangkan koperasi yang digunakan dalam penelitian ini merupakan koperasi
simpan pinjam yang berfokus pada penyaluran pembiayaan, sehingga terdapat
perhitungan rasio yang tidak dapat digunakan dalam penelitian ini, seperti rasio
perputaran persediaan. Perbedaan lainnya terletak pada jangka waktu penelitian
karena penelitian ini menganalisis kinerja keuangan Koperasi Baytul Ikhtiar
dalam jangka waktu tiga tahun terakhir, yaitu 2009-2011 karena koperasi ini baru
berdiri pada tahun 2008. Sedangkan penelitian yang telah dipaparkan di atas
umumnya menganalisis rasio keuangan dalam lima hingga enam tahun terakhir.
2.4. Analisis Keberlanjutan Finansial
Berdasarkan hasil penelitian Syukur (2002) mengenai keberlanjutan
finansial, dapat diketahui bahwa selama periode 1993-1999 skim kredit Karya
Usaha Mandiri (KUM) hanya dapat mencapai tingkat viabilitas finansial selama
dua tahun, yaitu tahun 1993-1994. Faktor yang menjadi penyebab tidak
tercapainya viabilitas finansial tersebut adalah jumlah peserta yang dilayani oleh
setiap petugas masih tergolong rendah. Faktor lainnya adalah tingkat pelayanan
relatif tetap sehingga menyebabkan KUM sulit untuk meningkatkan tingkat
viabilitas finansial. Kelebihan dari penelitian Syukur (2002) adalah terdapat
rekomendasi besarnya pembiayaan yang harus dicapai KUM pada periode
selanjutnya hingga mencapai tingkat keberlanjutan finansial. Kelebihan lainnya
adalah model keberlanjutan yang dianalisis mencakup berbagai aspek, mulai dari
keberlanjutan finansial, lembaga, dan peserta. Sedangkan kelebihan penelitian
pada Koperasi Baytul Ikhtiar ini adalah dilakukannya analisis rasio keuangan
(likuiditas, solvabilitas, rentabilitas, aktivitas usaha) pada awal penelitian sehingga
diketahui tingkat kesehatan koperasi sebagai pendukung dalam analisis
keberlanjutan finansial.
14 2.5. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pembiayaan Agribisnis
Kurnia (2009) meneliti faktor-faktor yang mempengaruhi realisasi
pembiayaan syariah untuk sektor agribisnis di KBMT Tadbiirul Ummah. Adapun
yang termasuk faktor-faktor tersebut adalah pengalaman usaha, profit usaha,
frekuensi pembiayaan, nisbah bagi hasil, tahun pendidikan, komposisi modal
usaha, dan sektor usaha. Berdasarkan uji statistik-t, variabel bebas yang
berpengaruh signifikan pada taraf nyata lima persen realisasi permintaan
pembiayaan syariah untuk sektor agribisnis pada KBMT Tadbiirul Ummah adalah
variabel nisbah bagi hasil. Sedangkan untuk faktor-faktor yang lain seperti
pengalaman usaha, profit usaha, frekuensi pembiayaan, komposisi modal, tingkat
pendidikan dan sektor usaha tidak berpengaruh secara signifikan terhadap
penyaluran pembiayaan syariah untuk sektor agribisnis.
Hasil penelitian Kurnialestari (2007) menunjukkan bahwa faktor-faktor
yang mempengaruhi besar pembiayaan mitra KBMT Ibbadurrahman dipengaruhi
secara signifikan dan positif oleh variabel pendapatan bersih, lama menjadi mitra,
dan dummy usaha lain. Sedangkan, secara negatif oleh dummy pinjaman lain dan
dummy jenis kelamin. Adapun variabel yang memberikan pengaruh tidak
signifikan terhadap besar pembiayaan adalah variabel jumlah tanggungan.
Selain itu, penelitian mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi realisasi
pembiayaan
juga
dilakukan
oleh
Mahliza
(2011).
Hasil
penelitiannya
menunjukkan bahwa faktor-faktor yang berpengaruh nyata terhadap jumlah
realisasi pembiayaan murabahah di KBMT Bil Barkah adalah lama pendidikan,
lama usaha, pendapatan bersih usaha per bulan, dan agunan. Keempat faktor
tersebut memiliki pengaruh positif terhadap realisasi pembiayaan murabahah
tersebut.
Persamaan penelitian ini dengan penelitian yang telah dilakukan
sebelumnya
terdapat
dalam
hal
penentuan
faktor-faktor
yang
diduga
mempengaruhi pembiayaan, yaitu dengan melakukan penurunan variabel dari
prinsip 5C pembiayaan. Adapun kelebihan dari penelitian ini adalah melakukan
integrasi pemikiran dari dua sisi, yaitu sisi lembaga keuangan dari aspek rasio
keuangan dan keberlanjutan finansial, serta sisi penerima manfaat yaitu anggota
layanan koperasi. Oleh karena itu, analisis mengenai faktor-faktor yang
15 mempengaruhi pembiayaan ini merupakan salah satu bagian dari penelitian yang
dilakukan dari sisi penerima manfaat. Perbedaan lain dari penelitian ini adalah
menggunakan lembaga keuangan mikro dengan model pembiayaan Grameen
Bank yang menggabungkan sistem perbankan dengan pendekatan kelompok.
16 III. KERANGKA PEMIKIRAN
3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis
3.1.1 Peranan Kredit Sebagai Barang Ekonomi
Istilah kredit berasal dari bahasa Yunani (credere) yang berarti kepercayaan
(truth atau faith). Berdasarkan UU No. 10 tahun 1998, kredit adalah penyediaan
uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan
atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank dengan pihak lain yang
mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu
tertentu dengan pemberian bunga. Kasmir (2004) mengemukakan unsur-unsur
kredit, yaitu :
a.
Kepercayaan merupakan keyakinan pemberi kredit bahwa penerima kredit
akan mengembalikan kredit sesuai jangka waktu kredit
b.
Kesepakatan merupakan perjanjian antara pemberi dan penerima kredit yang
ditandatangani oleh kedua belah pihak
c.
Jangka waktu merupakan batas waktu pengembalian angsuran kredit yang
sudah disepakati kedua pihak
d.
Risiko merupakan adanya risiko tidak tertagihnya kredit
e.
Balas jasa merupakan pendapatan bank dari pemberian kredit
Kredit merupakan sumber penting untuk menjaga likuiditas dan sekaligus
merupakan suatu kekayaan (asset) yang dapat dikelola untuk kegiatan produksi
suatu usaha (Kuntjoro 1983). Kredit bagi kegiatan usaha merupakan kredit yang
menjadi sumber modal dari luar usaha dan sekaligus sebagai barang ekonomi bagi
kegiatan usaha. Peranan kredit yang semakin luas menunjukkan bahwa kredit
sangat dibutuhkan oleh semua pengusaha dalam menjalankan aktivitas usahanya.
Aktivitas usaha ini membutuhkan keberadaan lembaga keuangan sebagai lembaga
intermediasi antara dari pihak yang memiliki kelebihan dana kepada pihak yang
kekurangan dana. Peranan lembaga keuangan mikro sebagai pemberi kredit dan
pelaku usaha mikro sebagai penerima kredit juga menunjukkan pengertian bahwa
kredit merupakan barang ekonomi.
17 3.1.2 Teori Keseimbangan Kredit
Keseimbangan harga pada pasar barang dan jasa terbentuk adanya
permintaan dan penawaran dalam pasar yang menghubungkan komponen harga
dan kuantitas barang atau jasa. Hal yang sama terjadi pada pembentukan
keseimbangan kredit pada pasar kredit dari perpotongan dua kurva, yaitu kurva
penawaran (S0) dan kurva permintaan (D0). Keseimbangan tersebut akan
menghasilkan tingkat suku bunga sebagai harga sebesar r0 dan kuantitas kredit
sebesar L0 yang ditunjukkan pada Gambar 3.
Suku Bunga
S1
S0
S2
r1
r0
r2
D0
L1 L0 L2
Kuantitas Kredit
Sumber : Hyman (1991)
Gambar 3. Kurva Keseimbangan Kredit
Pada kedua kurva tersebut dapat terjadi adanya pergerakan dan pergeseran
kurva. Pada kurva permintaan kredit, gerakan sepanjang kurva berlaku apabila
terdapat perubahan suku bunga kredit yang diminta pada suatu tingkat tertentu,
sedangkan pergeseran kurva permintaan ke kanan atau ke kiri dapat terjadi apabila
terdapat perubahan terhadap permintaan yang ditimbulkan oleh faktor-faktor
selain suku bunga. Adapun faktor-faktor permintaan kredit pada pelaku usaha
kecil selain suku bunga tersebut antara lain skala usaha, tingkat upah, pengeluaran
untuk riset, proporsi lahan, tingkat pendidikan, ukuran keluarga, umur kepala
keluarga, dan transitory income (Iqbal 1981).
18 Pada kurva penawaran kredit, gerakan sepanjang kurva juga terjadi apabila
terdapat perubahan suku bunga kredit yang ditawarkan pada suatu tingkat tertentu,
sedangkan pergeseran kurva penawaran dapat terjadi apabila terdapat perubahan
terhadap penawaran yang ditimbulkan oleh faktor-faktor selain suku bunga.
Apabila faktor selain suku bunga meningkat, maka kurva penawaran akan
bergeser ke kiri atas (S1). Sedangkan apabila faktor selain suku bunga mengalami
penurunan, maka kurva penawaran akan bergeser ke kanan bawah (S0).
Faktor-faktor penawaran kredit pada lembaga keuangan selain suku bunga
tersebut secara sederhana dapat dibagi menjadi dua faktor, yaitu faktor internal
dan faktor eksternal. Seperti halnya yang dikemukakan oleh Warjio (2004), faktor
yang mempengaruhi penawaran kredit pada perbankan adalah permodalan (CAR),
jumlah kredit macet (NPL), dan loan to deposit ratio yang dalam hal ini dapat
dikategorikan sebagai faktor internal lembaga. Selain itu, diutarakan pula faktor
persepsi lembaga terhadap prospek usaha debitur yang dalam hal ini dapat
dikategorikan sebagai faktor eksternal lembaga. Prospek usaha debitur ini dapat
dideskripsikan sebagai faktor yang berkaitan dengan omset usaha, pendapatan
bersih, aset debitur dan lain sebagainya. Hal ini sesuai dengan prinsip pembiayaan
yang dimiliki oleh lembaga keuangan, yaitu prinsip pembiayaan 5C.
Dalam menyalurkan pembiayaan tersebut terdapat penilaian yang dilakukan
lembaga keuangan terhadap permohonan pembiayaan dan harus memperhatikan
beberapa prinsip utama yang berkaitan dengan kondisi secara keseluruhan
anggota. Adapun prinsip pembiayaan 5C ini antara lain:
a. Character, yaitu penilaian terhadap karakter atau kepribadian debitur dengan
tujuan untuk memperkirakan kemungkinan bahwa anggota tersebut dapat
memenuhi kewajibannya. Character dalam penelitian ini dapat dideskripsikan
sebagai faktor yang berkaitan dengan lama keanggotaan dan frekuensi
pembiayaan. Kedua faktor tersebut dinilai dapat mewakili karakter atau
kepribadian yang dimiliki debitur.
b. Capacity, yaitu penilaian secara subjektif tentang kemampuan debitur untuk
melakukan pembayaran. Kemampuan diukur dengan catatan prestasi debitur di
masa lalu yang didukung dengan pengamatan atas sarana usaha yang
dijalankan. Dalam hal ini, capacity dapat dideskripsikan sebagai faktor yang
19 berkaitan dengan omset usaha dan pendapatan bersih debitur. Selain itu,
berdasarkan kemampuan usaha debitur tersebut dapat diperoleh pula faktor
jumlah pengajuan debitur yang dapat menggambarkan kapasitas usaha yang
akan dijalankan.
c. Capital, yaitu penilaian terhadap kemampuan modal yang dimiliki oleh debitur
yang diukur dengan posisi usaha secara keseluruhan yang ditunjukkan pada
penekanan komposisi modalnya. Capital dapat dideskripsikan sebagai faktor
yang berkaitan dengan besarnya aset yang dimiliki debitur. Faktor ini dinilai
dapat mewakili kondisi kemampuan modal debitur.
d. Collateral, yaitu jaminan yang dimiliki debitur. Penilaian ini bertujuan untuk
lebih meyakinkan bahwa jika suatu risiko kegagalan pembayaran terjadi, maka
jaminan dapat dipakai sebagai pengganti dari kewajibannya. Namun, dalam
penelitian ini collateral tidak dijadikan faktor yang berkaitan dengan agunan
karena pada prinsipnya Grameen Bank tidak memerlukan jaminan dari
nasabahnya.
e. Conditions, yaitu pihak pemberi dana harus melihat kondisi ekonomi yang
terjadi di masyarakat dan secara spesifik melihat adanya keterkaitan dengan
jenis usaha yang dilakukan oleh anggota. Hal tersebut dilakukan karena kondisi
eksternal berperan besar dalam proses berjalannya usaha debitur.
Berdasarkan pemaparan di atas, dapat ditunjukkan bahwa penelitian ini
berfokus pada pembahasan faktor-faktor yang mempengaruhi penyaluran kredit
berdasarkan kondisi penawaran (supply) dari sisi eksternal (debitur).
3.1.3 Lembaga Keuangan Mikro Sebagai Lembaga Intermediasi
Pembahasan mengenai fungsi Lembaga Keuangan Mikro (LKM) sebagai
lembaga perantara keuangan penting dilakukan agar dapat mengetahui posisi dan
peran LKM dalam keseluruhan sistem keuangan yang ada dan pada gilirannya
dapat mempengaruhi keberlanjutan LKM. Ghate (1992) menemukan dua
keunggulan komparatif LKM dalam melayani masyarakat berpenghasilan rendah
di daerah pedesaan negara yang sedang berkembang, yaitu kemudahan prosedur
kredit dan penyediaan pinjaman kecil berjangka pendek. Kemudahan LKM dalam
persoalan agunan membuat LKM dapat membiayai sejumlah kegiatan jasa tanpa
20 harus menyediakan agunan. Begitu juga halnya dengan Koperasi Baytul Ikhtiar
(KBI) sebagai lembaga intermediasi keuangan mikro yang berfokus pada
pemberdayaan masyarakat miskin dengan pembiayaan berjangka pendek tanpa
menggunakan agunan. Dengan kemudahan tersebut, KBI mampu menjangkau
masyarakat khususnya bagi pelaku UMKM dari berbagai sektor usaha yang salah
satunya adalah pertanian. Ghate (1992) menyatakan bahwa LKM dapat
memberikan keunggulan komparatif dalam menyediakan pinjaman kecil dan
jangka pendek sebagai pinjaman modal kerja pada bidang pertanian, seperti
pinjaman produksi pertanian dan industri skala kecil. Berdasarkan hal tersebut,
LKM memiliki peran penting sebagai perantara keuangan, seperti halnya yang
dilakukan oleh KBI dalam menyalurkan pembiayaan yang berbasis syariah.
3.1.4 Pembiayaan pada Koperasi Syariah
Sesuai dengan sifat dan fungsi koperasi simpan pinjam, dana yang
diperoleh harus terus digulirkan dalam bentuk pembiayaan kepada anggota
koperasi. Adapun produk pembiayaan tersebut dapat berupa bagi hasil
(mudharabah atau musyarakah), jual beli (murabahah, salam, istsihna’), dan jasa
umum (hawalah, ijarah, atau pemberian manfaat). Adapun jenis-jenis akad
adalah sebagai berikut:
1. Prinsip jual beli dengan marjin (murabahah)
Murabahah adalah transaksi jual beli antara bank yang bertindak sebagai
penjual dan nasabah sebagai pembeli. Harga jual yang ditetapkan adalah harga
beli bank dari pemasok dana ditambah dengan keuntungan tertentu. Kedua
belah pihak harus menyepakati harga jual dan jangka waktu pembayaran.
Harga jual tersebut dicantumkan dalam akad jual beli dan apabila telah
disepakati tidak dapat berubah selama berlakunya akad. Istilah murabahah
umumnya dilakukan dengan cara membayar cicilan dan barang akan
diserahkan segera setelah akad sedangkan pembayaran dilakukan secara
mengangsur, misalnya pembiayaan pembelian alat-alat pertanian.
2. Prinsip jual beli dengan pembayaran dimuka (salam)
Salam adalah transaksi jual beli dengan kondisi barang yang
diperjualbelikan belum tersedia, tetapi kualitas, kuantitas, harga dan waktu
21 penyerahan barang harus ditentukan secara pasti. Bank akan membayar secara
tunai kepada supplier dan barang akan diserahkan kepada bank. Setelah itu,
bank akan menjualnya kepada nasabah secara tunai atau secara angsuran,
misalnya pembiayaan untuk pembelian hasil pertanian.
3. Prinsip jual beli dengan pesanan (istishna’)
Produk istishna’ menyerupai produk salam, tetapi perbedaannya terdapat
pada sistem pembayaran, yaitu pembayaran istishna’ dapat dilakukan oleh bank
dalam beberapa kali pembayaran. Produk istishna’ dalam bank syariah
umumnya diaplikasikan pada pembiayaan manufaktur dan konstruksi.
4. Prinsip sewa (ijarah)
Ijarah adalah transaksi dengan posisi bank yang menyewakan suatu objek
sewa kepada nasabah dan bank memperoleh ongkos sewa atas manfaat yang
diterima oleh nasabah atas pengunaan objek sewa tersebut. Pada akhir masa
sewa, bank dapat mengalihkan kepemilikan barang yang disewakan kepada
nasabah, yaitu dikenal dengan istilah ijarah muntahhiyah bittamlik (sewa yang
diikuti dengan berpindah tanggannya kepemilikan).
5. Prinsip kemitraan (musyarakah)
Kemitraan (musyarakah) merupakan bentuk umum dari usaha bagi hasil.
Transaksi musyarakah dilakukan pada usaha yang melibatkan dua pihak atau
lebih yang secara bersama-sama menggunakan sumberdaya, baik yang
berwujud maupun tidak berwujud. Secara spesifik, bentuk kontribusi dari pihak
yang bekerjasama dapat berupa dana, barang dagangan (trading asset),
kewiraswastaan (entrepreneurship), kepandaian (skill), kepemilikan (property),
peralatan (equipment), atau intangible asset (seperti hak paten atau goodwill),
reputasi (credit worthiness) dan barang-barang lainnya yang dapat dinilai
dengan uang.
6. Prinsip penyertaan modal (mudharabah)
Mudharabah adalah bentuk kerjasama antara dua pihak atau lebih dan
salah satu pihak mempercayakan sejumlah modal kepada pihak lain yang
bertindak sebagai pengelola (mudharib) dengan suatu perjanjian pembagian
keuntungan. Dalam akad mudharabah tidak dipersyaratkan adanya wakil
22 pemilik modal (shohibul maal) dalam manajemen proyek, misalnya
pembiayaan modal kerja ternak kambing.
7. Prinsip pengalihan piutang (hawalah)
Hawalah merupakan produk pembiayaan yang timbul karena adanya
peralihan
kewajiban
dari
seseorang
anggota
terhadap
pihak
lain.
Kewajibannya tersebut dapat dialihkan kepada koperasi sebagai lembaga
pembiayaan.
8. Prinsip pinjaman lunak (qardh)
Pembiayaan dengan bentuk qardh ini tergolong sebagai pinjaman lunak
karena pembiayaan yang diberikan harus dikembalikan oleh anggota sejumlah
dana yang diterima tanpa adanya tambahan. Pengecualian berlaku apabila
anggota yang bersangkutan mengembalikan lebih tanpa persyaratan dimuka,
maka kelebihan dana tersebut diperbolehkan diterima oleh koperasi dan
dimasukkan ke dalam kelompok dana qardh.
Sebagai LKM syariah, akad yang telah diaplikasikan oleh Koperasi Baytul
Ikhtiar antara lain jual beli (murabahah), sewa (ijarah), pengalihan piutang
(hiwalah), dan qard hasan. Adapun akad lainnya seperti kemitraan (musyarakah)
maupun bagi hasil (mudharabah) belum diaplikasikan dalam pembiayaan syariah
KBI. Namun, hingga saat ini KBI tetap berusaha agar produk-produk tersebut
dapat diaplikasikan di KBI. Hal tersebut dilakukan dengan cara mempelajari lebih
jauh prosedur dan risiko usaha dari kedua produk, serta menambah sumberdaya
manusia KBI yang ahli dalam mengelola pendampingan usaha dari kedua produk
tersebut.
Hal tersebut tidak terlepas dari usia lembaga KBI yang masih tergolong
muda. Dalam masa perkembangan yang memasuki tahun kelima, KBI harus
mampu membenahi dan meningkatkan kualitasnya sebagai lembaga keuangan
mikro. Oleh karena itu, diperlukan adanya analisis keberlanjutan finansial KBI
yang diawali dengan analisis rasio keuangan dari aspek likuiditas, solvabilitas,
rentabilitas, dan aktivitas usaha koperasi. Hal ini perlu dilakukan untuk
mengetahui keadaan finansial koperasi agar dapat menjalankan aktivitas usahanya
secara berkelanjutan
23 3.1.5 Analisis Rasio Keuangan
Analisis keuangan dilakukan dengan menggunakan laporan keuangan
(neraca) suatu lembaga atau perusahaan. Pada penelitian ini dilakukan analisis
keuangan dengan pendekatan analisis horizontal dan vertikal. Munawir (1995)
menyatakan bahwa analisis keuangan horizontal merupakan analisis yang
membandingkan pos-pos laporan keuangan untuk beberapa periode akuntansi
dengan menggunakan tahun dasar. Oleh karena itu, dengan analisis horizontal
dapat diketahui perbandingan kondisi keuangan untuk beberapa periode sehingga
dapat dilihat perkembangannya. Sedangkan analisis keuangan vertikal merupakan
analisis proporsi item laporan keuangan terhadap sesuatu nilai dalam laporan
keuangan yang hanya meliputi satu periode keuangan.
Adapun dua komponen utama dalam suatu laporan keuangan (neraca)
adalah aktiva dan pasiva. Menurut Munawir (2002), aktiva merupakan sarana atau
sumberdaya ekonomi yang dimiliki oleh suatu kesatuan usaha atau perusahaan
yang harga perolehannya harus diukur secara objektif. Adapun definisi dari pasiva
adalah pengorbanan ekonomis yang harus dilakukan oleh suatu perusahaan pada
masa yang akan datang akibat dari adanya kegiatan usaha. Rumus persamaan
akuntansi antara kedua komponen tersebut adalah sebagai berikut :
Persamaan di atas menunjukkan bahwa aktiva dan pasiva suatu badan
usaha dan perusahaan harus bernilai sama atau dalam keadaan yang seimbang
(balance). Komponen aktiva terdiri dari aktiva lancar dan aktiva tetap, sedangkan
pasiva terdiri dari kewajiban (modal luar) dan ekuitas (modal sendiri). Kewajiban
tersebut juga dapat digolongkan menjadi dua hal, yaitu kewajiban jangka pendek
dan jangka panjang.
Adapun tujuan dari analisis rasio finansial ini adalah untuk menilai dan
mengevaluasi tujuan koperasi secara ekonomi. Analisis rasio akan memudahkan
lembaga untuk mengetahui hal-hal kritis apa saja yang sedang dihadapi koperasi,
sehingga dapat dilakukan perbaikan untuk mencegah semakin buruknya kondisi
lembaga. Selain itu, analisis rasio berguna untuk mengetahui kinerja keuangan
koperasi secara keseluruhan. Adapun analisis rasio yang sering digunakan oleh
24 pihak-pihak yang berkepentingan adalah rasio likuiditas, solvabilitas, dan
rentabilitas (Munawir 2002), sedangkan rasio lain yang sering digunakan dalam
menganalisis efektivitas usaha adalah rasio aktivitas usaha.
1. Likuiditas
Kuswandi (2006) menyatakan bahwa rasio likuiditas bertujuan untuk
mengetahui kemampuan koperasi dalam membayar kewajiban-kewajiban
jangka pendeknya secara tepat waktu. Rasio likuiditas sangat penting bagi KBI
mengingat koperasi ini merupakan LKM yang membutuhkan pasokan
pembiayaan dari pihak ketiga sebagai modal dalam menyalurkan pembiayaan.
Nilai rasio likuiditas ini adalah angka yang dapat meyakinkan pihak ketiga
selaku pemasok dana untuk memberikan pinjaman pembiayaan, seperti halnya
KBI terhadap Bank Syariah Mandiri, BMT, dan BPRS dibawah naungan
Yayasan Peramu. Pada umumnya, rasio yang digunakan dalam likuiditas antara
lain rasio lancar (quick ratio), rasio kas (cash ratio), dan rasio modal kerja dan
total aset (working capital to total asset). Rasio lancar berguna untuk mengukur
kemampuan KBI dalam membayar kewajiban-kewajiban jangka pendeknya,
sedangkan rasio kas dapat menghasilkan analisa yang lebih tajam karena hanya
membandingkan aktiva yang sangat likuid.
2. Solvabilitas
Solvabilitas merupakan kemampuan koperasi untuk membayar hutang
jangka panjang, baik hutang pokok maupun bunganya (Sartono 2001).
Perhitungan ini diperlukan bagi KBI karena koperasi tersebut juga memiliki
hutang jangka panjang terhadap Yayasan Peramu, Lembaga ESQ, dan Gerakan
Masyarakat Mandiri (GMM). Rasio-rasio yang digunakan dalam solvabilitas
adalah rasio modal sendiri dengan total aktiva (equity to total asset ratio), rasio
modal sendiri dengan aktiva tetap (equity to fixed asset ratio), rasio aktiva tetap
dengan hutang jangka panjang (fixed asset to long term debt ratio), rasio total
hutang dengan total aktiva (debt ratio) dan rasio total hutang dengan total
modal sendiri (debt equity ratio). Semakin rendah angka rasio, maka semakin
tinggi solvabilitas koperasi dan menggambarkan bahwa beban hutang tidak
terlalu berat.
25 Modal sendiri terhadap total aktiva menunjukkan semua total aktiva akan
dapat direalisir sesuai dengan yang dilaporkan dalam neraca dan sangat penting
untuk menunjukkan tingkat keamanan dan sumber permodalan yang dimiliki
KBI. Hal tersebut disebabkan oleh modal sendiri koperasi yang tergolong
rendah, yaitu hanya memiliki proporsi rata-rata 20,02 persen terhadap modal
luar. Rasio modal sendiri terhadap aktiva tetap menunjukkan proporsi aktiva
tetap yang dibiayai oleh modal sendiri. Modal sendiri yang lebih besar dari
pada aktiva tetap keadaannya akan lebih baik karena dapat mempertahankan
likuiditas koperasi saat terjadi pembayaran hutang saat itu, sebaliknya jika
modal sendiri lebih kecil daripada aktiva tetap karena over investment dalam
aktiva tetap atau kurangnya modal koperasi. Sedangkan rasio aktiva tetap
dengan hutang jangka panjang menunjukkan kemampuan koperasi untuk
memperoleh pinjaman baru dengan jaminan aktiva tetap. Nilai rasio tersebut
dapat menunjukkan seberapa besar KBI dapat memenuhi kewajibannya atas
aktiva tetap yang dimiliki, seperti tanah dan bagunan.
Debt ratio merupakan rasio yang menunjukkan jumlah total aktiva yang
digunakan untuk menjamin total hutang, sedangkan debt equity ratio
merupakan rasio yang menunjukkan jumlah total hutang yang dijamin oleh
total modal sendiri. Hal ini sangat penting karena proporsi modal sendiri
koperasi KBI masih tergolong rendah, yaitu sekitar 20,02 persen.
3. Rentabilitas
Penggunaan aktiva secara produktif oleh koperasi merupakan gambaran
profitabilitas yang diperoleh koperasi. Hal ini sesuai dengan pernyataan
Munawir (2002) bahwa rasio rentabilitas menunjukkan kemampuan perusahaan
untuk menghasilkan laba. Walaupun KBI bukan sebagai perusahaan yang
mencari keuntungan yang sebesar-besarnya, tetapi keadaan mengenai laba rugi
lembaga perlu untuk diketahui. Hal tersebut disebabkan berkembangnya suatu
koperasi juga ditentukan oleh besarnya keuntungan yang diperoleh. Semakin
besarnya keuntungan bersih koperasi yang dikenal sebagai sisa hasil usaha
(SHU), maka anggota koperasi yang tergabung didalamnya akan menjadi lebih
sejahtera. Kemampuan koperasi dalam menghasilkan SHU tersebut, dapat
dilihat dari rasio rentabilitas dengan menggunakan beberapa rasio seperti rasio
26 laba bersih (net profit margin), rasio operasional (operating margin ratio),
rasio pengembalian modal sendiri (return on equity), dan tingkat pengembalian
investasi (return on investment).
4. Aktivitas Usaha
Efektivitas penggunaan dana dapat dilihat dari bagaimana dana tersebut
digunakan dalam bentuk beban atau biaya yang dikeluarkan oleh koperasi
(Kuswandi 2006). Sebagai koperasi simpan pinjam, aktivitas usaha yang
dijalankan oleh KBI adalah penyaluran pembiayaan tanpa adanya penjualan
produk. Oleh karena itu, rasio yang dapat dipergunakan dalam perhitungan ini
adalah rasio perputaran total aktiva (total asset turn-over ratio) dan rasio
perputaran piutang (account receivable turn-over ratio). Dengan dilakukannya
perhitungan tersebut, KBI dapat mengetahui sejauh mana efisiensi koperasi
dalam menggunakan aset untuk menyalurkan pembiayaan karena KBI harus
dapat memanfaatkan sumberdaya secara efektif dan efisien agar memperoleh
laba yang diinginkan.
3.1.6. Viabilitas Finansial
Keberlanjutan finansial (viabilitas finansial) adalah kemampuan sebuah
lembaga pembiayaan yang melayani tabungan untuk mempertahankan atau
meningkatkan aliran manfaat (benefit), serta menyalurkan melalui dana-dana yang
diciptakan secara internal. Menurut Consultative Group to Assist the Poor
(CGAP), berkelanjutan adalah kemampuan penyedia keuangan mikro untuk
menutupi seluruh biaya yang diperlukan. Kemampuan tersebut memungkinkan
keberlanjutan operasional penyedia keuangan mikro dan penyediaan jasa
keuangan yang terus menerus bagi masyarakat miskin. Mencapai keberlanjutan
keuangan artinya mengurangi biaya-biaya transaksi, menawarkan produk dan jasa
lebih baik yang sesuai dengan kebutuhan pelanggan, dan menemukan cara-cara
baru untuk menjangkau masyarakat miskin yang belum mendapatkan pelayanan
dari bank. Oleh karena itu, sebagai lembaga penyalur pembiayaan dan pelayanan
tabungan anggota, maka penting bagi KBI untuk memperhatikan masalah
keberlanjutan finansial lembaganya.
27 3.1.7 Grameen Bank pada Koperasi Baytul Ikhtiar
Terdapat beberapa peraturan yang telah ditetapkan oleh KBI dalam
menjalankan aktivitas usahanya dengan menggunakan model pembiayaan
Grameen Bank, yaitu :
1. Majelis
a. Majelis merupakan kelompok anggota layanan koperasi yang berjumlah
sekitar 15-25 anggota. Majelis ini dibentuk berdasarkan wilayah tempat
tinggal anggota layanan.
b. Setiap kelompok memiliki ketua majelis yang telah disepakati oleh seluruh
anggota majelis dan bertanggung jawab terhadap anggotanya. Adapun ikrar
yang dipimpin oleh ketua majelis untuk mengawali setiap pertemuan adalah
sebagai berikut :
-
“Ikrar Anggota Majelis Ikhtiar”
Adalah menjadi tanggung jawab kami untuk berusaha menambah
pendapatan keluarga.
Membantu anggota kelompok atau majelis apabila mereka dalam
kesulitan.
Menggunakan pinjaman dari majelis ikhtiar Koperasi Baytul Ikhtiar
untuk meningkatkan pendapatan keluarga.
Mendorong anak-anak untuk terus bersekolah.
Membayar kembali pembiayaan dan menabung setiap minggu atau
sesuai ketentuan.
Allah SWT menjadi saksi atas apa yang kami ucapkan dan kami
lakukan.
2. Pengajuan Pembiayaan
a. Pengajuan pembiayaan oleh anggota dilakukan dalam pertemuan mingguan
majelis dan harus mendapat persetujuan anggota lainnya. Hal ini merupakan
salah satu prasyarat yang harus dilakukan anggota karena apabila dalam
pembayaran angsuran anggota tersebut mengalami kesulitan, maka anggota
lainnya wajib untuk membantu anggota yang bersangkutan.
b. Tenaga pendamping lapang (TPL) akan mengisi formulir pengajuan
pembiayaan anggota (MAP) yang berisikan mengenai data diri, kondisi
finansial anggota, peruntukan dan alokasi pembiayaan yang diajukan.
c. Pengajuan pembiayaan tersebut akan diproses dalam komite uji kelayakan
yang terdiri dari supervisi, manager unit koperasi, dan staf senior
28 penumbuhan (asisten supervisi). Komite tersebut akan menentukan besarnya
pembiayaan yang dapat diberikan kepada anggota.
3. Penyaluran atau Pencairan Pembiayaan
a. Apabila komite uji kelayakan telah menetapkan hasil, maka pencairan
pembiayaan akan dilakukan pada pertemuan majelis minggu berikutnya.
b. Transaksi pembiayaan antara TPL dengan anggota akan dilakukan dengan
pembacaan akad oleh kedua belah pihak yang disaksikan oleh seluruh
anggota majelis. Setelah kedua pihak sepakat mengenai besarnya jumlah
yang harus diangsur tiap minggunya, maka kedua belah pihak akan
menandatangani lembar persetujuan pembiayaan.
4. Angsuran Pembiayaan
a. Angsuran pembiayaan dibayarkan setiap minggu pada saat pertemuan
majelis dalam jangka waktu 50 minggu.
b. Angsuran tersebut terdiri dari angsuran pokok, angsuran margin, tabungan
wajib, tabungan cadangan, dan tabungan kelompok. Angsuran pokok berasal
dari jumlah pokok pembiayaan yang besarnya berkisar antara Rp 6.000,hingga Rp 100.000,-, sedangkan angsuran margin berasal dari jumlah
margin pembiayaan yang besarnya telah disepakati pada akad sebelumnya.
Tabungan wajib, cadangan, dan kelompok besarnya akan semakin
meningkat sesuai dengan plafon pembiayaan yang diterima anggota, sebagai
contoh pada plafon pembiayaan Rp 500.000,- akan ditetapkan tabungan
wajib sebesar Rp 200,-, tabungan cadangan Rp 500,-, dan tabungan
kelompok senilai Rp 300,-.
c. Tabungan wajib dan tabungan kelompok akan dikembalikan kepada anggota
apabila anggota tersebut menyatakan keluar dari keanggotaan koperasi,
sedangkan tabungan cadangan akan dikembalikan kepada anggota setelah
anggota tersebut telah memenuhi kewajiban angsurannya.
Ketentuan yang ditetapkan oleh KBI tersebut dibentuk atas dasar prinsip
Grameen Bank. Djumilah Zain dalam Thoha (2000) menyatakan bahwa Grameen
Bank dibangun atas dasar empat prinsip, yaitu sebagai berikut:
a. Bantuan kredit diberikan dengan tidak ada jaminan (agunan) dan atau
penjamin.
29 b. Tidak ada sangsi hukum bila anggota tidak bisa mengembalikan pinjaman
dan kredit tersebut dihibahkan bila anggota meninggal dunia.
c. Anggota tidak perlu datang ke kantor untuk mengurus pinjamannya, tetapi
justru petugas yang mendatangi mereka dalam pertemuan rembug pusat.
d.
Prosedur
perkreditan
dibuat
sesederhana
mungkin
dengan
tidak
menggunakan banyak formulir yang tidak dimengerti oleh anggota.
3.2. Kerangka Pemikiran Operasional
Koperasi Baytul Ikhtiar (KBI) berperan sebagai lembaga keuangan mikro
berbasis syariah. Dengan model pembiayaan Grameen Bank, KBI berfokus dalam
menyalurkan pembiayaan masyarakat miskin, khususnya pengusaha mikro. KBI
pada dasarnya memiliki potensi yang besar dalam menjangkau lapisan masyarakat
miskin yang memiliki keterbatasan terhadap akses pembiayaan. Hal ini dapat
dilihat dari wilayah jangkauan pembiayaan KBI yang semakin luas, yakni Kodya
Bogor, Kabupaten Bogor, dan Kabupaten Sukabumi. Dengan jangkauan luas
tersebut, KBI harus mampu menjadi lembaga keuangan mikro yang dapat
menyalurkan pembiayaan secara berkelanjutan.
Oleh karena itu, penelitian ini mengkaji mengenai keberlanjutan finansial
KBI yang diawali dengan analisis kinerja keuangan KBI yang meliputi likuiditas,
solvabilitas, rentabilitas, dan aktivitas usaha. Hasil pengukuran likuiditas dapat
menunjukkan kemampuan koperasi dalam membayar kewajiban jangka pendek,
sedangkan hasil pengukuran solvabilitas dapat menunjukkan kemampuan koperasi
dalam memenuhi seluruh kewajibannya sehingga koperasi dapat mengetahui
seberapa besar batasan dalam meminjam uang. Hasil pengukuran profitabilitas
dapat menunjukkan besarnya laba yang dapat dihasilkan koperasi dalam periode
tertentu. Adapun hasil pengukuran aktivitas usaha dapat menggambarkan kondisi
perputaran aktiva dan piutang yang dilakukan oleh koperasi. Pengukuran rasio
tersebut penting dilakukan bagi KBI mengingat lembaga tersebut juga memiliki
hutang jangka pendek dan jangka yang cukup besar, sehingga proporsi modal
sendiri KBI tergolong rendah, yaitu rata-rata hanya sekitar 20,02 persen. Hasil
pengukuran dengan suatu standar tertentu dapat memperlihatkan tingkat kinerja
koperasi dalam keadaan yang baik atau tidak baik.
30 Sebagai kelanjutan dari analisis rasio keuangan, penelitian ini akan
menganalisis keberlanjutan KBI dari aspek finansial. Keberlanjutan finansial
tersebut akan membandingkan komponen pendapatan koperasi dengan biaya
operasional yang dibutuhkan. Sebagai lembaga keuangan, KBI berhadapan
langsung dengan dua pihak, yaitu anggota layanan koperasi yang diberi
pembiayaan dan lembaga lain sebagai pihak ketiga sebagai pemasok sumber dana
pembiayaan. Keterkaitan tersebut membuat KBI harus mencapai kondisi yang
berkelanjutan (viable) agar KBI dapat menutupi biaya pokok pinjaman kepada
pihak ketiga dengan menggunakan pendapatan dari margin pembiayaan anggota.
Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh Khandker (1998) bahwa indikator
suatu pembiayaan mencapai tingkat viabilitas finansial adalah pendapatan yang
diterima dari peminjam harus lebih besar dari biaya operasional yang dikeluarkan.
Selain itu, penelitian ini akan mengkaji mengenai faktor-faktor yang
mempengaruhi besarnya pembiayaan KBI pada sektor agribisnis. Dalam
penelitian ini, terdapat tujuh variabel yang diduga berpengaruh terhadap
pembiayaan anggota sektor agribinis. Oleh karena itu, penelitian ini akan melihat
pembiayaan dari sisi lembaga penyalur (KBI) yaitu sisi penawaran pembiayaan.
Variabel yang digunakan merupakan turunan dari prinsip pembiayaan 5C, yaitu
character, capacity, capital, collateral, dan conditions. Adapun ketujuh variabel
tersebut adalah lama keanggotaan , aset anggota, omset usaha per tahun,
pendapatan bersih per tahun, frekuensi pembiayaan, jumlah pengajuan
pembiayaan, dan jenis usaha anggota.
Variabel lama keanggotaan merupakan turunan dari prinsip pembiayaan
character. Lama keanggotan dinilai dapat menggambarkan karakteristik anggota,
termasuk sikap dan kepribadian didalamnya. Selain itu, karakter anggota dapat
pula dilihat dari frekuensi pembiayaan anggota. Tidak hanya banyaknya frekuensi
pembiayaan, tetapi juga dapat dilihat dalam hal kelancaran pembayaran,
pengalaman pengembalian pembiayaan dan kehadiran anggota dalam melakukan
angsuran pembiayaan. SehinggaKBI dapat mengetahui sifat atau karakter dari
masing-masing anggota. Oleh karena itu, lama keanggotaan dan frekuensi
pembiayaan diduga berpengaruh positif terhadap besarnya pembiayaan agribisnis,
yaitu semakin lama keanggotaan dan atau frekuensi pembiayaan anggota, maka
31 KBI akan lebih mengetahui karakteristik anggota dan anggota tersebut akan lebih
memahami penggunaan pembiayaan yang diberikan, sehingga diduga koperasi
memiliki kepercayaan untuk memberikan pembiayaan yang lebih besar.
Variabel aset anggota merupakan turunan dari prinsip pembiayaan capital
karena variabel tersebut dapat mewakili kemampuan modal yang dimiliki
anggota. Adapun aset yang digunakan dalam penelitian ini meliputi aset usaha dan
aset rumah tangga. Variabel aset anggota pun diduga memiliki pengaruh yang
positif terhadap besarnya pembiayaan agribisnis pada KBI . Semakin besar jumlah
aset yang dimiliki anggota, maka diduga KBI akan lebih berani untuk
memberikan jumlah pembiayaan atas besarnya kekayaan atau harta yang dimiliki
anggota.
Variabel hasil turunan dari prinsip pembiayaan capacity adalah omset
usaha per tahun, pendapatan bersih per tahun, dan jumlah pembiayaan yang
diajukan. Variabel omset usaha dan pendapatan bersih anggota dapat digunakan
KBI untuk melihat kelancaran usaha dan kemampuan anggota dalam memenuhi
kewajiban angsuran. Secara sederhana, kemampuan anggota tersebut dapat dilihat
dari besarnya saving power anggota. Sedangkan variabel jumlah pembiayaan yang
diajukan dapat menunjukkan seberapa besar kapasitas usaha yang akan dijalankan
anggota. Oleh karena itu, ketiga variabel tersebut diduga berpengaruh positif
terhadap besarnya pembiayaan agribisnis yang diberikan KBI. Semakin besar
omset usaha, pendapatan bersih anggota, dan jumlah pembiayaan yang diajukan
maka diduga akan meningkatkan besarnya pembiayaan yang diterima anggota.
Adapun variabel yang diluar dari turunan prinsip pembiayaan adalah jenis
usaha anggota. Variabel jenis usaha, dengan dummy jenis usaha on-farm diduga
berpengaruh positif terhadap besarnya pembiayaan yang diterima anggota. Hal
tersebut berarti anggota dengan usaha on-farm diduga akan memperoleh
pembiayaan yang lebih besar daripada anggota berjenis usaha off-farm.
Hasil penelitian dari ketiga analisis tersebut akan menggambarkan performa
KBI, baik dari segi lembaga maupun dari segi penerima manfaat, yaitu anggota
layanan koperasi. Analisis mengenai kinerja keuangan dan keberlanjutan finansial
dari sisi lembaga dapat memberikan gambaran akan posisi keuangan KBI,
sehingga KBI dapat segera membenahi dan meningkatkan kekurangan yang ada.
32 Sedangkan analisis faktor-faktor yang mempengaruhi pembiayaan agribisnis yang
dilihat dari sisi anggota dapat menjadi evaluasi dan bahan pertimbangan bagi KBI
untuk menetapkan besarnya pembiayaan agribisnis terhadap anggota yang
tergolong sebagai usaha produktif. Pada intinya, keseluruhan hasil penelitian
tersebut diharapkan dapat menjadi dasar pengembangan kualitas KBI sebagai
lembaga intermediasi keuangan mikro yang memiliki jangkauan pembiayaan yang
luas dan berkelanjutan.
33 Koperasi Baytul Ikhtiar (KBI)
Kinerja Keuangan KBI
Likuiditas
Solvabilitas
Rentabilitas
Aktivitas Usaha
Keberlanjutan Finansial
1. Lama Keanggotaan
2. Aset Anggota
3. Omset Usaha per Tahun
4. Pendapatan Bersih per Tahun
5. Frekuensi Pembiayaan
6. Jumlah Pengajuan Pembiayaan
7. Jenis Usaha Anggota
Pembiayaan Agribisnis
Berdasarkan Karakteristik
Anggota
Kinerja Keuangan dan Keberlanjutan Finansial KBI serta
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pembiayaan Agribisnis
Pengembangan Kualitas KBI sebagai Lembaga
Keuangan Mikro yang Melayani UMKM
Gambar 4. Kerangka Operasional
Keterangan :
: Ruang Lingkup Analisis Kinerja Keuangan BAIK
: Ruang Lingkup Analisis Uji Viabilitas
: Ruang Lingkup Analisis Model Regresi Linear Berganda
: Garis dipengaruhi langsung
34 IV. METODE PENELITIAN
4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini akan dilaksanakan di Koperasi Baytul Ikhtiar (KBI) yang
bertempat di Komplek Pertanian Jalan Siaga No. 25 RT 02 RW 10, Kelurahan
Loji, Kecamatan Bogor Barat, Kota Bogor. Pemilihan lokasi ini dilakukan secara
purposive (sengaja) dengan pertimbangan bahwa KBI merupakan salah satu
koperasi yang menerapkan sistem grameen bank dan presentase pembiayaan
sektor agribisnis masih tergolong rendah bila dibandingkan dengan jumlah
pembiayaan sektor lainnya. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari 2011
hingga April 2011, sedangkan upaya persiapan (prapenelitian) dilakukan pada
bulan Januari 2011.
4.2. Metode Penentuan Sample
Metode penentuan sample yang digunakan untuk mengetahui faktor-faktor
yang mempengaruhi pembiayaan mitra sektor agribisnis adalah metode
proportionated simple random sampling. Populasi dalam penelitian ini adalah
anggota KBI yang memperoleh pembiayaan sektor agribisnis. Berdasarkan data
tahun 2011, total anggota KBI yang memperoleh pembiayaan sektor agribisnis
berjumlah 74 orang. Sample yang digunakan berjumlah 40 orang, yaitu sebesar
52,6 persen dari total populasi. Jumlah sample tersebut telah memenuhi
persyaratan yang dikemukakan oleh Bailey (1999) bahwa ukuran minimum
sampel yang diterima dalam suatu penelitian dengan analisis data statistik adalah
30 sampel. Penentuan sample diawali dengan perhitungan proporsi anggota
menurut sebaran wilayah. Adapun populasi pada penelitian ini tersebar di tiga
wilayah, yaitu Kecamatan Dramaga, Rumpin, dan Taman Sari. Perhitungan
proporsi sampel dapat dilihat pada Tabel 5.
35 Tabel 5. Perhitungan Proporsi Sampel Penelitian KBI Tahun 2012
Jumlah Anggota
Proporsi Sampel
Wilayah
(orang)
(%)
Kec. Dramaga
26
14,05
Kec. Taman Sari
25
13,51
Kec. Rumpin
23
12,43
Total
74
100
Sampel
(orang)
14
14
12
40
Berdasarkan hasil perhitungan proporsi di atas, sampel yang diperoleh lebih
representatif daripada sampel yang diambil dalam jumlah yang sama dari setiap
wilayah. Selain itu, sampling dengan cara ini akan lebih menggambarkan keadaan
populasi yang sesungguhnya sehingga kesalahan sampling dapat dikurangi
4.3. Data dan Instrumentasi
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data
sekunder. Data primer yang digunakan dalam penelitian ini berupa sejarah dan
perkembangan Koperasi Baytul Ikhtiar dalam hal pembiayaan mikro, khususnya
sektor agribisnis. Data primer mengenai mitra KBI meliputi data karakteristik
mitra, kegiatan usaha, pendapatan usaha, dan hal yang mengenai pengajuan
pembiayaan. Adapun data sekunder yang digunakan berupa laporan keuangan
(neraca) dan laba rugi KBI tahun 2009-2011. Data sekunder lainnya berasal dari
instansi terkait seperti Kementerian Koperasi dan UMKM Republik Indonesia,
Badan Pusat Statistik, perpustakaan, jurnal-jurnal, penelitian terdahulu, dan
penelusuran internet.
Adapun instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner,
daftar pertanyaan, alat pencatat, dan alat perekam dokumentasi. Kuesioner
digunakan untuk melakukan tinjauan lapang terkait dengan mitra KBI sektor
agribisnis, sedangkan alat lainnya digunakan dalam penelusuran informasi yang
terkait dengan penelitian.
4.4. Metode Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan pada bulan Februari 2012 hingga April 2012
yang berlokasi di daerah Bogor dan Jakarta. Teknik pengumpulan data yang
36 digunakan meliputi wawancara langsung terhadap key informan yaitu pengurus
inti KBI mengenai kondisi internal koperasi, perkembangan, dan pembiayaan
mikro khususnya sektor agribisnis. Pengurus inti tersebut terdiri dari manajer
utama, manajer operasional, dan kepala unit koperasi. Wawancara langsung juga
akan dilakukan dengan responden KBI yaitu penerima pembiayaan sektor
agribisnis yang tersebar dibeberapa wilayah Kabupaten Bogor, yaitu Kecamatan
Dramaga, Taman Sari, dan Rumpin. Wawancara responden diawali dengan
pendekatan kelompok (majelis) yang telah dibentuk oleh KBI. Adapun
pengumpulan data sekunder dapat dilakukan dengan penelusuran dokumen
instansi terkait, literatur maupun internet.
4.5. Metode Pengolahan Data
Nazir (2003) mendefinisikan analisis data sebagai bagian yang sangat
penting dalam metode ilmiah. Dengan adanya analisis, data tersebut dapat diberi
arti dan makna yang berguna dalam memecahkan masalah penelitian. Data hasil
tinjauan lapangan akan dikelompokkan menjadi dua, yaitu data yang bersifat
kualitatif dan kuantitatif.
4.5.1. Analisis Kualitatif
Analisis kualitatif merupakan suatu metode dalam meneliti status
sekelompok manusia, suatu objek, kondisi, pemikiran, ataupun peristiwa pada
masa sekarang. Analisis ini akan diuraikan peneliti secara deskriptif. Tujuannya
adalah untuk membuat deskripsi, gambaran atau lukisan secara sistematis, faktual
dan aktual mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan antar fenomena yang
diselidiki. Metode analisis kualitatif pada penelitian ini akan digunakan untuk
menjelaskan gambaran umum KBI dan prosedur yang diterapkan KBI kepada
mitra untuk memperoleh pembiayaan.
4.5.2. Analisis Kuantitatif
Analisis kuantitatif yang digunakan pada penelitian ini terdiri dari tiga
model, yaitu analisis rasio keuangan, viabilitas finansial, dan regresi linear
berganda. Analisis rasio keuangan digunakan untuk mengetahui kinerja keuangan
37 koperasi yang mencakup rasio likuiditas, solvabilitas, rentabilitas, dan aktivitas
usaha. Analisis viabilitas finansial digunakan untuk mengetahui keberlanjutan
koperasi dari aspek keuangan, sedangkan analisis regresi linear berganda
digunakan untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi besarnya
pembiayaan KBI. Dengan menggunakan analisis regresi linier berganda tersebut,
dapat diketahui variabel-variabel independent yang secara nyata berpengaruh atau
tidak terhadap besarnya pembiayaan sebagai variabel dependent. Variabel
independent tersebut terdiri dari lama keanggotaan, aset anggota, omset usaha per
tahun, pendapatan bersih per tahun, frekuensi pembiayaan, jumlah pengajuan
pembiayaan, dan jenis usaha anggota. Data yang terkumpul akan diolah
menggunakan aplikasi program Microsoft Office Excel 2007 dan Eviews 7 for
windows.
4.5.2.1. Analisis Rasio Keuangan
Analisis rasio digunakan untuk melihat perkembangan kinerja keuangan
koperasi. Analisis rasio yang digunakan terdiri dari rasio likuiditas, solvabilitas,
rentabilitas, dan aktivitas usaha (Munawir 2002).
1. Rasio Likuiditas
Rasio likuiditas menunjukkan kemampuan koperasi untuk membayar
kewajiban keuangan yang harus segera dipenuhi. Likuiditas diukur dengan
menggunakan rasio di bawah ini :
a. Rasio lancar (Current Ratio)
Rasio lancar menunjukkan kemampuan koperasi untuk memenuhi hutang
lancar dengan aktiva lancar yang dimiliki. Standar yang baik adalah minimal
200 persen (Munawir 2002). Rasio ini dirumuskan sebagai berikut :
100%
b. Rasio Kas (Cash Ratio)
Rasio kas digunakan untuk mengukur jumlah kas tersedia yang
dibandingkan dengan hutang lancar. Pengertian kas pada umumnya diperluas
sehingga setara dengan surat berharga yang mudah diperjualbelikan.
38 Rasio kas tersebut dirumuskan sebagai berikut :
100%
c. Rasio Modal Kerja dengan Total Aset (Working Capital to Total Asset)
Rasio ini menunjukkan besarnya perbandingan antara modal kerja
koperasi dengan total harta yang dimiliki. Adapun besarnya modal kerja
diperoleh dari pengurangan aktiva lancar dengan hutang lancar. Standar
umum yang baik untuk rasio ini adalah minimal 50 persen. Rasio ini
dirumuskan sebagai berikut :
100%
2. Rasio Solvabilitas
Rasio ini menunjukkan kemampuan koperasi untuk memenuhi seluruh
kewajiban keuangannya baik jangka pendek maupun jangka panjang. Rasio
solvabilitas diukur dengan menggunakan rasio di bawah ini :
a. Rasio Modal Sendiri dengan Total Aktiva (Equity to Total Asset Ratio)
Rasio ini menunjukkan tingkat solvabilitas koperasi dengan anggapan
bahwa semua aktiva akan dapat direalisir sesuai dengan yang dilaporkan
dalam neraca. Standar yang baik untuk rasio ini adalah minimal 50 persen
(Suwandi 1985). Semakin tinggi rasio ini berarti semakin kecil jumlah
pinjaman yang digunakan untuk membiayai aktiva koperasi. rasio ini
dirumuskan :
100%
b. Rasio Modal Sendiri dengan Aktiva Tetap (Equity to Fixed Asset Ratio)
Rasio ini menunjukkan proporsi aktiva tetap yang dibiayai oleh modal
sendiri. Standar yang baik untuk rasio ini adalah minimal 150 persen
(Suwandi 1985), dengan rumus :
100%
39 c. Rasio Aktiva Tetap dengan Hutang Jangka Panjang (Fixed Asset tTo Long
Term Debt Ratio)
Rasio ini menunjukkan kemampuan koperasi untuk memperoleh
pinjaman baru dengan jaminan aktiva tetap. Standar yang baik untuk rasio
ini adalah minimal 150 persen (Suwandi 1985). Semakin tinggi rasio
semakin besar jaminan, kreditur jangka panjang semakin aman atau
terjamin, dan semakin besar kemampuan koperasi untuk mencari pinjaman.
Rumus rasio ini adalah :
100%
d. Rasio Total Hutang dengan Total Aktiva (Debt Ratio)
Rasio ini menunjukkan berapa bagian dari keseluruhan dana yang
dibiayai dari hutangnya. Standar yang baik untuk rasio ini adalah maksimum
50 persen (Suwandi 1985). Semakin kecil rasio ini maka semakin kecil
resiko yang akan ditanggung oleh koperasi, yaitu dengan rumus :
100%
e. Rasio Total Hutang dengan Total Modal Sendiri (Debt Equity Ratio)
Rasio ini menunjukkan proporsi hutang yang dijamin oleh modal
sendiri. Standar yang baik untuk rasio ini adalah maksimum 67 persen
(Suwandi 1985). Jika nilai rasio ini lebih dari satu berarti kemampuan modal
sendiri untuk menjamin hutang semakin rendah. Namun jika rasio lebih
kecil dari satu maka kemampuan modal sendiri untuk menjamin selutuh
hutangnya lebih besar. Rasio ini dirumuskan sebagai berikut :
100%
3. Rasio Rentabilitas
Rasio rentabilitas menunjukkan kemampuan koperasi dalam menghasilkan
laba dalam periode tertentu. Rentabilitas dapat diukur dengan beberapa rasio,
antara lain:
40 a. Rasio Laba Bersih (Net Profit Margin Ratio)
Rasio ini menunjukkan besarnya laba bersih yang dapat dihasilkan
koperasi setiap satu satuan penjualan. Standar yang baik untuk rasio ini
adalah minimal empat persen (Suwandi 1985). Semakin besar nilai rasio ini
maka semakin besar kemampuan koperasi dalam memperoleh laba. Rasio ini
dapat dirumuskan sebagai berikut :
100%
b. Rasio Operasional (Operating Margin Ratio)
Rasio operasional menunjukkan tingkat efisiensi koperasi dalam
menjalankan usahanya. Standar yang baik untuk rasio ini adalah minimal
dua persen (Suwandi 1985). Semakin besar rasio ini maka semakin besar
kemampuan koperasi dalam memperoleh laba operasi, yaitu dengan rumus :
100%
c. Ratio Tingkat Pengembalian Modal Sendiri (Return on Net Worth Ratio)
Rasio ini menunjukkan tingkat produktivitas modal yang digunakan
koperasi merupakan suatu pengukuran penghasilan yang tersedia bagi
koperasi atas modal yang diinvestasikan. Standar yang baik untuk rasio ini
adalah minimal 15 persen. Semakin besar rasio ini maka modal sendiri
semakin produktif dalam menyumbangkan laba bersih bagi koperasi. rasio
ini dirumuskan sebagai berikut :
100%
d. Ratio Tingkat Pengembalian Investasi (Return on Investment)
ROI
menunjukkan
kemampuan
koperasi
dalam
menghasilkan
pendapatan dan mengindikasikan koperasi menggunakan seluruh asset yang
tersedia dengan baik. Rasio ini digunakan untuk mengevaluasi aktivitas
keseluruhan koperasi. Analisis ROI merupakan hubungan antara pendapatan
dengan investasi pada aktiva yang ditanamkan koperasi. Standar yang baik
adalah minimal 4 persen. Perhitungan ROI dapat dilakukan dengan rumus :
100%
41 e. Rentabilitas Ekonomi (Return on Equity)
Rentabilitas ekonomi menunjukkan kemampuan koperasi dalam
menghasilkan laba bersih dari keseluruhan modal yang digunakan. Adapun
rumus dari rentabilitas ekonomi adalah sebagai berikut :
100%
4. Rasio Aktivitas Usaha
Rasio aktivitas usaha atau efektivitas menunjukkan sejauh mana koperasi
menggunakan aset secara efisien untuk mencapai penjualan atau dalam
penelitian ini disebut sebagai penyaluran pembiayaan. Rasio-rasio yang
digunakan dalam rasio aktivitas usaha ini sebagai berikut :
a. Rasio Perputaran Total Aktiva (Total Assets Turn-Over Ratio)
Rasio ini menunjukkan tingkat efisiensi dari operasi koperasi tersebut.
Standar yang baik untuk rasio ini adalah minimal 5 kali (Suwandi 1985).
Semakin besar rasio perputaran total aktiva, maka akan semakin besar
tingkat efisiensi penggunaan harta dari suatu koperasi. Perhitungan dapat
dilakukan dengan rumus :
100%
b. Rasio Perputaran Piutang ( Account Receivable Turn-Over Ratio)
Rasio ini menunjukkan besarnya modal kerja yang ditanamkan sebagai
piutang. Standar yang baik rasio ini adalah minimal 6 kali. Semakin besar
nilai rasio ini maka modal kerja yang ditanamkan untuk piutang rendah atau
sebaliknya. Semakin rendah rasio ini berarti terjadi over investment dalam
piutang (Munawir 2002). Rasio ini dirumuskan sebagai berikut :
100%
4.5.2.2 Viabilitas Finansial
Perhitungan untuk memperoleh kondisi viabilitas finansial atau kondisi
break-even point (BEP) dapat dilakukan dengan menggunakan perhitungan
manfaat biaya (perhitungan laba-rugi). Apabila total penerimaan adalah TR (Total
42 Revenue) dan total biaya adalah TC (Total Cost), maka kondisi BEP dapat dicapai
pada saat TR=TC. Dalam kondisi tersebut, perusahaan akan berada pada titik
impas, yaitu kondisi tidak memperoleh laba dan tidak menderita rugi. Adapun
kondisi TR ≥ TC menunjukkan bahwa perusahaan memperoleh keuntungan. Hal
tersebut berkaitan dengan kondisi lembaga perkreditan yang harus memperoleh
pendapatan yang lebih besar daripada biaya peminjaman yang dikeluarkan.
Khandker (1998) menyatakan bahwa viabilitas finansial adalah kondisi suatu
skim kredit dapat menutupi seluruh biaya operasional dari pendapatan yang
dibayar oleh peminjam (bunga), dengan persyaratan sebagai berikut :
1
Keterangan :
r = tingkat bunga per unit pinjaman
i = biaya untuk mendapatkan pokok pinjaman
α = biaya administrasi dan supervise
ρ = financial loss per unit pinjaman
Persamaan tersebut dapat diuji untuk setiap periode waktu (per tahun). Dengan
melakukan analisis dengan persamaan tersebut, maka akan diperoleh informasi
kapan suatu skim kredit dapat mencapai viabilitas finansial.
4.5.2.3 Analisis Model Regresi Linear Berganda
Model regresi linear berganda merupakan suatu model analisis untuk
mengetahui pengaruh variabel-variabel independent yang berskala metrik
terhadap variabel dependent yang juga berskala metrik. Adapun variabel yang
belum berskala metrik, maka diubah menjadi dummy. Model ini merupakan
model terbaik untuk memprediksi arah, besar koefisien, dan sensitifitas perubahan
variabel dependent atas perubahan variabel-variabel independent.
Variabel dependent pada penelitian ini adalah besarnya pembiayaan yang
diterima oleh anggota KBI sektor agribisnis. Variabel independent terdiri dari
lama keanggotaan, aset anggota, omset usaha per tahun, pendapatan bersih per
tahun, frekuensi pembiayaan, jumlah pengajuan pembiayaan, dan jenis usaha
43 anggota. Estimasi model untuk analisis faktor-faktor yang mempengaruhi
besarnya pembiayaan mikro KBI sektor agribisnis adalah :
Y = β0 + β1X1 + β2X2 + β3X3 + β4X4 + β5X5 + β6X6 - C1D1 + e
Dugaan nilai parameter :
β0, β1, β2, β3, β4, β5, β6, C1 > 0 adalah koefisien untuk setiap faktor
Keterangan :
Y
= Variabel dependent, yaitu besarnya pembiayaan yang diterima (rupiah)
β0
= Konstanta atau intercept model garis regresi
X1,…. X7 = Variabel independent
β1 ,….. β7 = Koefisien variabel independent
X1
= Lama keanggotan (tahun)
X2
= Aset anggota (rupiah)
X3
= Omset usaha per tahun (rupiah)
X4
= Pendapatan bersih per tahun (rupiah)
X5
= Frekuensi pembiayaan (kali)
X6
= Jumlah pengajuan pembiayaan (rupiah)
D1
= Jenis usaha, sebagai variabel dummy
D1 bernilai 1 jika usaha on-farm dan bernilai 0 jika off-farm
1. Uji Signifikansi Model
Untuk menentukan faktor yang berpengaruh nyata dan tidak berpengaruh
nyata digunakan uji sebagai berikut:
a. Pengujian parsial terhadap koefisien regresi (uji T)
Keterangan:
bi = koefisien regresi ke i
S(bi) = standar deviasi koefisien regresi ke i
Hipotesa:
H0 = bi = 0
H1 = bi ≠ 0
44 Kriteria uji:
H0 ditolak apabila : t-hitung > t-tabel atau P-value < α, derajat bebas tertentu
H0 diterima apabila : t-hitung < t-tabel atau P-value > α, derajat bebas tertentu
Uji T digunakan untuk melihat masing-masing koefisien regresi
berpengaruh nyata atau tidak terhadap variabel terikat. Jika tolak Ho berarti
variabel bebas yang diuji berpengaruh nyata terhadap variabel terikat,
sedangkan jika terima Ho berarti variabel bebas yang diuji tidak berpengaruh
nyata terhadap variabel terikat.
b. Pengujian serentak seluruh koefisien regresi (uji F)
/
1
Keterangan:
SSR = jumlah dari kuadrat regresi
SSE = jumlah kesalahan kuadrat
k = jumlah variabel bebas
n = jumlah pengamatan
Hipotesa:
H0 = bi = 0
H0 = bi ≠ 0
Kriteria uji:
H0 ditolak apabila : F-hitung > F-tabel atau P-value < α
H0 diterima apabila : F-hitung < F-tabel atau P-value < α
Jika hasil perhitungan menunjukkan tolak Ho berarti seluruh variabel
bebas X berpengaruh nyata terhadap variabel terikat Y. Sedangkan jika
hasilnya adalah terima Ho berarti seluruh variabel bebas X tidak berpengaruh
nyata terhadap variabel terikat Y. Pengujian ini menggunakan tingkat
kepercayaan 90 persen atau taraf nyata (α) sebesar 10 persen yang masih dapat
digunakan dalam penelitian yang bersifat ekonomi atau sosial. Selain itu, untuk
menguji terhadap adanya masalah pada regresi linear berganda (Lind et al.
2007), antara lain:
45 i) Uji Normalitas
Uji ini untuk memastikan bahwa kesimpulan yang diambil dalam uji global
dan uji parsial valid adanya. Kenormalan diketahui melalui sebaran regresi
yang merata disetiap nilai. Salah satu cara yang digunakan untuk melihat
normalitas data adalah dengan melihat plot garis dari standardized residual
cummulative probability (grafik probabilitas normal). Apabila sebaran data
berada pada garis normal atau cukup dekat dengan garis lurus yang ditarik dari
kiri bawah ke kanan atas dalam grafik, maka dapat dikatakan bahwa data yang
diuji memiliki sebaran normal atau jika pada grafik standardized residual
cummulative probability P-value > α, maka data menyebar normal.
ii) Uji Autokorelasi
Autokolerasi terjadi ketika residu-residu berhubungan yang berada dalam
regresi saling berkolerasi. Masalah autokorelasi diuji dengan menggunakan uji
Durbin-Watson. Nilai d dapat berkisar dari nol hingga empat. Jika nilai d
berkisar pada angka dua, maka model tersebut tidak mengandung autokorelasi.
iii) Uji Multikolinearitas
Multikolinearitas
terjadi
ketika
variabel-variabel
bebasnya
saling
berkolerasi. Variabel-variabel yang berkorelasi ini membuat pendugaan
koefisien menjadi tidak stabil. Pengujian masalah multikolinearitas dilakukan
dengan melihat nilai VIF (Variance Inflation Factors) pada setiap variabel
bebas, jika nilai VIF lebih besar dari sepuluh menunjukkan adanya masalah
multikolinearitas.
iv) Uji Heteroskedastisitas
Heteroskedasitisitas terjadi ketika variasi di sekitar persamaan regresi
bernilai berbeda untuk semua nilai variabel-variabel bebas. Untuk mengetahui
ada tidaknya heteroskedasitisitas dengan cara membuat scatter plot dari model
persamaan
regresi.
Jika
membentuk
pola
tertentu,
akan
terjadi
heteroskedastisitas. Jika tidak membentuk pola yang jelas serta titik-titik
tersebut tersebar di atas dan di bawah angka nol pada sumbu Y,
heteroskedastisitas tidak terjadi atau disebut dengan homokedastisitas. Hal ini
juga dapat diperjelas dengan hasil White-Test. Jika Prob. Chi-square > α, maka
data tersebut homogen atau komponen error tidak heterokedastisitas.
46 V. GAMBARAN UMUM KOPERASI BAYTUL IKHTIAR
5.1. Sejarah dan Perkembangan Koperasi Baytul Ikhtiar
Koperasi Baytul Ikhtiar (KBI) merupakan salah satu Lembaga
Keuangan Mikro Syariah yang berada di bawah naungan Yayasan
Pengembangan Masyarakat Mustadh’afiin (Peramu). Koperasi Baytul Ikhtiar
resmi berdiri sebagai koperasi berbadan hukum pada tahun 2008. Sebelum
berbadan hukum koperasi, organisasi ini memulai aktivitasnya dengan
melakukan program pemberdayaan masyarakat miskin melalui Unit
Pelayanan Keuangan (UPK) Ikhtiar. Program ini dimulai pada tahun 1999 di
wilayah pedesaan Kecamatan Tamansari dan berkembang di kawasan miskin
perkotaan Bogor pada tahun 2002. Pada tahun 2003, pelayanan UPK Ikhtiar
dapat digunakan sebagai proses pembentukan kelompok pedagang sayuran di
pasar Jambu Dua kota Bogor. Tujuannya adalah untuk membangun kapasitas
sosial dan ekonomi keluarga berpenghasilan rendah agar memiliki
kemampuan dalam memenuhi kebutuhan dasar melalui pengelolaan aset
ekonomi rumah tangga. Adapun wilayah jangkauan pembiayaan Koperasi
Baytul Ikhtiar telah tersebar di berbagai kecamatan di Kodya Bogor,
Kabupaten Bogor, dan Kabupaten Sukabumi. Hingga saat ini, Koperasi
Baytul Ikhtiar melakukan aktivitas pemberdayaan berbasis komunitas melalui
pelayanan keuangan mikro. Pemberdayaan ini merupakan replika dari pola
grameen bank yang melakukan pendekatan secara kelompok yang ditujukan
secara khusus bagi kaum perempuan dari keluarga berpenghasilan rendah.
5.2. Ruang Lingkup dan Struktur Organisasi
1. Visi dan Misi
Visi KBI adalah menjadi organisasi keuangan mikro syariah yang
memberdayakan masyarakat miskin melalui pelayanan simpan pinjam,
pendidikan, dan pengorganisasian perempuan dari keluarga miskin. Adapun
misi yang dimiliki oleh KBI, antara lain :
a. Memperluas jangkauan pelayanan keuangan mikro syariah kepada
masyarakat miskin
47 b. Melakukan pendampingan dan pelayanan kelompok yang terorganisir.
c. Membangun jaringan untuk memperkuat pelayanan dan pendampingan
dengan Non Government Organization (NGO), Lembaga Amil Zakat
(LAZ), LKM, pemerintah, swasta, dan perorangan.
2. Struktur Organisasi
Kemajuan suatu organisasi ditentukan dari kinerja sumberdaya
organisasi yaitu pemimpin dan anggota organisasi. Adanya penempatan
sumberdaya yang tepat dapat meningkatkan efisiensi kerja dari organisasi
tersebut. Struktur organisasi koperasi KBI dapat dilihat pada Gambar 3.
RAPAT ANGGOTA
Pengawas
Pengurus
Direktur
Divisi Audit
Internal
Divisi
Usaha
Divisi
HRD
Divisi Humas
dan
Kesekretariatan
Divisi
R&D
Divisi
IT
Manager Unit Simpan Pinjam
Kabag Financial
Officer
TPL
Kabag
Operasional
ADMP
Kas
Pembukuan
ANGGOTA
Gambar 5. Struktur Organisasi Koperasi Baytul Ikhtiar
48 3. Susunan Organisasi
Susunan organisasi Koperasi KBI secara garis besar terdiri dari
pengawas, pengurus, support system, dan tenaga pendamping lapang.
Adapun rincian susunan organisasi adalah sebagai berikut :
Pengawas
Ketua
: Juhariah
Anggota
: Khoerudin
Erna Indriastuti
Pengurus
Ketua
: Latif Efendy
Wakil Ketua
: Aziz Muhammad Abduh
Sekretaris 1
: Asep Zaenal Umami
Sekretaris 2
: Hifni Permadi
Bendahara
: Titin Prasetyawati
Manajer
: Titin Prasetyawati
Kabag Operasional
: Yachya Supriyadi
Support System
: Kamiludin dan Ibrahim Aji
TPL
:71 orang
Setiap bagian organisasi Koperasi KBI memiliki peranan dalam
menjalankan tugas dan kewajibannya masing-masing, yaitu :
1. Rapat Anggota Tahunan
Rapat Anggota Tahunan (RAT) merupakan kekuasaan tertinggi
dalam koperasi dalam menetapkan anggaran dasar dan rumah tangga.
RAT merupakan perangkat organisasi yang menentukan arah kegiatan
usaha melalui kesepakatan bersama dari seluruh anggota. Hasil
kesepakatan tersebut kemudian dimandatkan kepada pengurus selaku
wakil anggota.
2. Pengawas
Pengawas memiliki hak dan kewajiban melakukan pengawasan
terhadap pelaksanaan kebijaksanaan dan pengelolaan koperasi.
49 3. Pengurus
Pengurus sebagai salah satu perangkat organisasi koperasi yang
dipilih dari dan oleh anggota dalam rapat anggota. Pengurus
bertanggungjawab
atas
penyelenggraan dan pengendalian usaha
koperasi.
4. Manajemen
Manajemen Koperasi KBI dilakukan oleh seorang manager yang
dibantu oleh Kepala Bagian Financial Officer yang langsung
membawahi tenaga pendamping lapang. Dalam hal administrasi
pembiayaan, kas, dan pembukuan, manager dibantu oleh Kepala Bagian
Operasional Koperasi. Manager koperasi berperan dalam melaksanakan
kebijakan pengurus dalam pengelolaan koperasi.
5. Anggota
Anggota KBI terbagi menjadi dua jenis, yaitu anggota koperasi dan
anggota layanan koperasi. Anggota koperasi berperan sebagai pemilik
karena berkewajiban memberikan modal dan mengawasi jalannya
koperasi. Selain itu, anggota berperan sebagai pengguna jasa layanan
koperasi yang berarti setiap anggota wajib berpartisipasi aktif dalam
memanfaatkan layanan yang disediakan koperasi.
5.3. Program Koperasi Baytul Ikhtiar
Program Ikhtiar diawali dengan tahap persiapan yang terdiri dari
penentuan rencana kerja, pemilihan lokasi, dan organisasi kerja. Persiapan
selanjutnya adalah mengenai operasional pelayanan dalam hal komputerisasi,
pembekalan monitoring kelompok, pelatihan identifikasi kemiskinan, dan
review pelayanan. Inti dari program ini adalah melakukan rekrutmen anggota
yang dimulai dari tahap observasi blok-blok pemukiman dan kompilasi data
calon anggota. Calon anggota tersebut kemudian akan melalui tahap Uji
Kelayakan (UK) yang dilakukan oleh komite penentuan calon anggota. Pada
tahap ini akan dipilih anggota yang sesuai dengan kriteria yang ditentukan.
Calon anggota yang lolos UK wajib mengikuti Latihan Wajib Kelompok
(LWK) selama tiga hari berturut-turut. Pada dasarnya, LWK bertujuan untuk
50 melihat karakter calon anggota, terutama dalam hal kedisiplinan dan
kepribadiannya didalam majelis. Pada Rapat Anggota Tahunan (RAT)
koperasi, anggota yang terpilih akan disahkan sebagai anggota resmi
koperasi. Terdapat pula pertemuan mingguan yang harus dihadiri oleh
anggota, pertemuan blok yang dihadiri oleh tiga orang perwakilan dari
majelis tiap desa, dan pertemuan kader yang dihadiri oleh perwakilan dari
kumpulan peserta blok.
Persiapan
Persiapan Operasional
Pelayanan
Training Identifikasi
Kemiskinan
Observasi Blok
Pemukiman
Pembekalan Metode
Monitoring
Kelompok
Review
Pelayanan
SOP Rekruitmen
Anggota
Persiapan Alat-Alat
Adm. pelayanan
Kompilasi Data
Calon Anggota
Uji Kelayakan Calon
Anggota (UK)
Komputerisasi
Pelayanan
(Sirkah)
Latihan Wajib
Kelompok
Monitoring
Perkembangan
Kelompok
Pertemuan Pekanan dan
Pencairan dengan pola 2:2:1
Gambar 6. Tahapan Program Koperasi Baytul Ikhtiar
51 VI. ANALISIS KEBERLANJUTAN FINANSIAL
KOPERASI BAYTUL IKHTIAR
6.1. Analisis Rasio Keuangan Koperasi
Analisis rasio keuangan KBI dilakukan untuk mengetahui perkembangan
kinerja keuangan lembaga. Analisis ini merupakan salah satu cara untuk
memberikan penilaian terhadap lembaga, keberhasilan maupun penurunan hasil
operasional dari usaha lembaga. Selain itu, hasil dari penilaian ini dapat menjadi
tolak ukur kinerja keuangan KBI terhadap kinerja keuangan lembaga lain yang
sejenis, sehingga KBI dapat mengetahui keadaan dan posisi keuangannya diantara
lembaga keuangan mikro lainnya.
Analisis yang digunakan meliputi analisis likuiditas, solvabilitas, rentabilitas,
dan aktivitas usaha. Pada analisis ini dilakukan penilaian pada laporan keuangan
laba rugi dan neraca keuangan KBI tiga tahun terakhir, yaitu tahun 2009, 2010,
dan 2011. Komponen keuangan pada kedua laporan tersebut akan dibandingkan
dengan standar umum yang digunakan.
6.1.1. Likuiditas
Rasio likuiditas menunjukkan kemampuan koperasi untuk membayar
kewajiban keuangan yang harus segera dipenuhi. Hal ini berkaitan dengan
ketersediaan harta yang mudah diuangkan apabila koperasi mengalami
kebangkrutan. Rasio likuiditas yang diukur pada KBI antara lain rasio lancar
(current ratio), rasio kas (cash ratio) , dan rasio total aset terhadap modal kerja
(working capital to total asset). Hasil perhitungan analisis likuiditas KBI tahun
2009-2011 dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6. Likuiditas KBI Tahun 2009-2011
Tahun
2009
2010
2011
Rata-Rata
(%)
Pertumbuhan
(%/thn)
Rasio Lancar
2101,31
266,95
210,34
859,5
-945,48
Rasio Kas
821,69
75,87
54,02
317,19
-383,84
Rasio Modal
Kerja dengan
Total Aset
90,40
48,34
42,33
60,36
-24,03
Rasio (%)
Sumber : Laporan Keuangan KBI (2012)
52 Secara umum, trend likuiditas koperasi bernilai negatif. Hal tersebut dilihat
dari nilai pertumbuhan yang cenderung menurun pada rasio lancar, rasio kas, dan
rasio WCTA. Rasio lancar merupakan perbandingan antara aktiva lancar dengan
hutang lancar. Komponen yang termasuk dalam aktiva lancar adalah kas, piutang,
biaya dibayar dimuka, dan persediaan koperasi, sedangkan hutang lancar terdiri
dari modal pinjaman yang diterima dari lembaga keuangan milik Yayasan Peramu
lainnya. Berdasarkan hasil perhitungan pada Tabel 5, nilai rata-rata rasio lancar
KBI adalah 859,5 persen yang artinya koperasi mempunyai Rp 8,59 aktiva lancar
untuk memenuhi setiap Rp 1,00 hutang lancar. Keadaan ini jauh diatas standar
yang baik, yaitu 200 persen. Nilai rata-rata yang tinggi tersebut disebabkan
adanya ketimpangan besar modal pinjaman yang diperoleh KBI pada tahun 2009
dan 2010. KBI baru melakukan pengajuan pinjaman kepada lembaga yang
bersangkutan pada tahun 2009 dan pencairan pinjaman baru dapat diterima KBI
pada tahun 2010. Kondisi tersebut yang menyebabkan nilai rasio ini cenderung
menurun sebesar -945,4 persen per tahun. Walaupun demikian, rasio lancar KBI
tiap tahunnya berada di atas standar yang baik. Hal ini menunjukkan bahwa KBI
mampu menutupi hutang lancar dengan aktiva lancar yang dimilikinya.
Rasio kas (cash ratio) merupakan perbandingan antara jumlah kas dengan
hutang lancar yang dimiliki KBI. Nilai rata-rata rasio kas adalah 317,19 persen
yang artinya koperasi mempunyai Rp 3,17 kas untuk memenuhi setiap Rp 1,00
hutang lancar. Dalam perhitungan rasio kas tidak terdapat standar yang ideal
untuk menentukan kondisi baik atau buruk suatu lembaga karena tergantung dari
jenis unit usaha yang dijalankan oleh koperasi. Nilai rasio kas mengalami tren
pertumbuhan yang bernilai negatif, yaitu -383,8 persen per tahun. Penurunan
tersebut disebabkan semakin besarnya hutang jangka pendek yang dilakukan oleh
KBI pada tahun 2010.
Working Capital to Total Asset (WCTA) menunjukkan rasio antara modal
kerja terhadap total aktiva. Modal kerja diperoleh dari pengurangan nilai aktiva
lancar dengan hutang lancar. Nilai rata-rata WCTA KBI adalah sebesar 60,36
persen, yang artinya berada pada kondisi di atas standar yang baik, yaitu 50
persen. Namun, laju pertumbuhan WCTA juga memiliki kecenderungan yang
menurun sebesar -24,03 persen. Penurunan tersebut disebabkan adanya
53 peningkatan hutang lancar sehingga nilai dari modal kerja menurun. Namun,
penurunan modal kerja tersebut tidak berpengaruh terhadap kegiatan operasional.
6.1.2. Solvabilitas
Analisis solvabilitas Koperasi Baytul Ikhtiar menunjukkan kemampuan
koperasi dalam memenuhi seluruh kewajiban keuangannya. Solvabilitas terdiri
berbagai rasio yang digunakan antara lain rasio modal sendiri dengan total aktiva
(equity to total asset ratio), rasio modal sendiri dengan total aktiva tetap (equity to
fixed asset ratio), rasio aktiva tetap dengan hutang jangka panjang (fixed asset to
long term debt ratio), rasio total hutang dengan total aktiva (debt ratio), dan rasio
total hutang dengan total modal sendiri (debt equity ratio). Hasil perhitungan
analisis solvabilitas KBI dapat dilihat pada Tabel 7.
Tabel 7. Solvabilitas KBI Tahun 2009-2011
Tahun
Rasio
Rasio Modal Sendiri
dengan Total Aktiva
Rasio Modal Sendiri
dengan Aktiva Tetap
Rasio Aktiva Tetap dengan
Hutang Jangka Panjang
Rasio Total Hutang dengan
Total Aktiva
Rasio Total Hutang dengan
Total Modal Sendiri
RataRata (%)
Pertumbuhan
(%/thn)
2009
2010
2011
27,76
17,64
18,36
21,26
-4,70
545,9
77,6
95,14
239,6
-225,42
38,29
223,6
290,4
184,1
126,06
46,95
64,72
72,46
61,3
12,76
169,1
366,8
394,5
310,1
112,73
Sumber : Laporan Keuangan KBI (2012)
Rasio modal sendiri dengan total aktiva menunjukkan seberapa penting
modal pinjaman bagi koperasi dan tingkat keamanan keuangan yang dimiliki
koperasi sebagai kreditor. Selain itu, rasio ini menunjukkan bahwa modal KBI
didominasi oleh modal luar koperasi dengan penurunan nilai rasio sebesar -4,70
persen tiap tahunnya . Nilai rata-rata rasio ini dari tahun 2009-2011 adalah sebesar
21,26 persen, yang artinya persentase modal sendiri baru mencapai 21,26 persen
dari total modal yang dibutuhkan. Rasio ini menunjukkan kondisi koperasi yang
tidak sehat karena sebagian besar modal koperasi masih berasal dari modal luar.
Penurunan rasio modal sendiri pada tahun 2010 dan 2011 diakibatkan karena
54 adanya peningkatan total aktiva tanpa diiringi oleh peningkatan modal sendiri
yang berupa simpanan wajib, simpanan pokok, dana LWK, dana cadangan, hibah,
50 persen modal penyertaan, dan 30 persen dari sisa hasil usaha koperasi
Rasio modal sendiri dengan aktiva tetap menunjukkan proporsi aktiva
tetap yang dibiayai oleh modal sendiri dari koperasi. Nilai rata-rata rasio ini
adalah 239,6 persen yang masih berada di atas standar 150 persen. Namun, bila
dilihat dari data rasio per tahun, rasio pada tahun 2010 dan 2011 yang berturutturut bernilai 77,6 persen dan 95,14 persen tidak memenuhi standar yang baik.
Hal ini disebabkan oleh adanya peningkatan aktiva tetap yang sangat tinggi
khususnya pada nilai kepemilikan tanah dan gedung yang dimiliki koperasi pada
tahun tersebut. Peningkatan tersebut tidak diiringi oleh peningkatan modal sendiri
yang mengakibatkan nilai rasio ini semakin menurun.
Rasio aktiva tetap dengan hutang jangka panjang dapat menunjukkan
kemampuan koperasi untuk memperoleh pinjaman baru dengan jaminan aktiva
tetap. Rasio rata-ratanya adalah sebesar 184,1 persen yang artinya berada di atas
standar 150 persen. Nilai rasio ini pun terus meningkat sebesar 126,06 persen tiap
tahunnya karena aktiva tetap koperasi terus meningkat dengan kepemilikan tanah
dan gedung baru. Dengan keadaan nilai rasio yang baik, koperasi dapat lebih
mudah mengajukan dan memperoleh pinjaman baru dengan menggunakan aset
tetap sebagai jaminan hutang jangka panjang.
Selain itu, rasio total hutang dengan total aktiva menunjukkan seberapa
besar bagian harta yang dibiayai dari hutang koperasi. Nilai rata-rata rasio ini
adalah sebesar 61,3 persen berada pada keadaan yang tidak baik karena lebih dari
50 persen. Nilai rasio ini mengalami peningkatan sebesar 12,76 persen per tahun
yang menunjukkan bahwa risiko yang ditanggung koperasi semakin besar.
Proporsi hutang yang dijamin oleh modal sendiri KBI dapat ditunjukkan
dengan nilai rasio total hutang dengan total modal sendiri. Nilai rasio ini adalah
310,01 persen yang artinya setiap Rp 1,00 modal sendiri digunakan untuk
menjamin Rp 3,10 hutang yang dimilikinya. Hal tersebut menunjukkan besarnya
nilai hutang yang harus dijamin dalam setiap rupiah modal yang dimiliki. Oleh
karena itu, dapat disimpulkan bahwa kemampuan koperasi yang dalam menjamin
hutangnya dengan modal sendiri yang dimiliki tergolong tidak sehat. Selain itu,
55 rasio ini terus mengalami peningkatan sebesar 112,73 persen tiap tahunnya yang
menunjukkan kondisi rasio yang semakin memburuk karena adanya peningkatan
hutang yang dimiliki koperasi.
Secara umum, kondisi solvabilitas KBI pada tahun 2009-2011 cenderung
mengalami penurunan kesehatan kinerja. Hal ini dapat dilihat dari perhitungan
rasio modal sendiri terhadap total aktiva dan aktiva tetap mengalami laju
pertumbuhan yang negatif, sedangkan perhitungan rasio hutang jangka panjang
terhadap aktiva dan total modal memiliki kecenderungan yang positif.
6.1.3. Rentabilitas
Rasio rentabilitas Koperasi Baytul Ihktiar
menunjukkan kemampuan
koperasi dalam menghasilkan laba dalam periode tertentu. Pengukuran rentabilitas
pada KBI dilakukan dengan menggunakan rasio laba bersih (net profit margin),
rasio tingkat pengembalian modal sendiri (return on net worth ratio), rasio
operasional (operating margin ratio), dan rasio tingkat pengembalian investasi
(return on investment). Hasil perhitungan rasio rentabilitas KBI pada tahun 20092011 dapat dilihat pada Tabel 8.
Tabel 8. Rentabilitas KBI Tahun 2009-2011
Tahun
Rasio (%)
Rasio Laba Bersih
Rasio Operasional
Rasio Tingkat Pengembalian
Modal Sendiri
Rasio Tingkat Pengembalian
Investasi
RataRata
(%)
Pertumbuhan
(%/thn)
1,71
-0,82
2009
2,37
2010
2,03
2011
0,72
7,92
15,38
4,62
9,31
-1,65
8,56
12,07
4,27
8,30
-2,14
2,38
2,13
0,78
1,76
-0,80
Sumber : Laporan Keuangan KBI (2012)
Pada umumnya, rasio laba bersih merupakan perbandingan dari besarnya
laba dibagi dengan total penjualan. Akan tetapi, mengingat KBI hanya bergerak di
bidang pelayanan (jasa), maka nilai rasio laba bersih ini diperoleh dari
perbandingan jumlah laba dibagi dengan total pembiayaan (dropping) yang
diberikan kepada anggota. Nilai rata-rata rasio ini adalah 1,71 persen berada di
bawah standar yang baik. Nilai tersebut berarti bahwa laba bersih yang dihasilkan
56 dari Rp 1,00 pembiayaan hanya mencapai Rp 0,01. Rasio ini pun memiliki laju
pertumbuhan yang menurun sebesar -0,82 tiap tahunnya. Hal tersebut disebabkan
semakin tingginya biaya operasional koperasi sehingga laba yang diterima rendah.
Biaya operasional yang tinggi meliputi gaji pegawai, akomodasi, transportasi,
administrasi, dan perencanaan. Biaya-biaya tersebut memang merupakan
pengeluaran dasar dari lembaga yang menggunakan konsep grameen bank,
mengingat setiap tenaga pendamping lapang (TPL) akan menghampiri setiap
majelis yang tersebar di berbagai wilayah. Selain itu, biaya perencanaan memang
sangat diperlukan untuk memperoleh wilayah baru dalam melakukan strategi
penumbuhan majelis grameen bank.
Rasio operasional menunjukkan tingkat efisiensi koperasi dalam
menjalankan usahanya, yaitu dengan menggunakan perbandingan antara laba
operasi dengan besarnya modal sendiri. Nilai rata-rata rasio ini adalah 9,31 persen
yang berada di atas standar yang baik, yaitu 2 persen. Nilai tersebut menunjukkan
bahwa setiap Rp 1,00 modal sendiri dapat menghasilkan Rp 0,09 laba operasi.
Tingginya nilai rasio ini bisa jadi disebabkan karena koperasi sepenuhnya
bergerak di bidang pelayanan jasa pembiayaan, sehingga laba operasi koperasi
tidak dipengaruhi oleh stok akhir persediaan barang yang tidak terjual. Namun di
sisi lain, tingginya nilai rasio ini juga dapat disebabkan karena modal sendiri
koperasi yang jumlahnya masih lebih rendah dari modal luar koperasi. Nilai rasio
laba operasional dari tahun 2009 hingga tahun 2011 mengalami fluktuasi dengan
laju pertumbuhan yang bernilai negatif, yaitu -1,65 persen. Peningkatan nilai rasio
pada tahun 2010 disebabkan oleh adanya peningkatan pembiayaan yang diterima
dari lembaga lain yang masih di bawah naungan Yayasan Peramu, sedangkan
penurunan rasio pada tahun 2011 disebabkan oleh peningkatan jumlah pegawai
koperasi yang berpengaruh terhadap semakin besarnya biaya gaji pegawai, biaya
asuransi kesehatan, dan biaya tunjangan pendidikan. Selain itu, biaya operasional
yang mengalami peningkatan meliputi biaya penyusutan inventaris, penyusutan
gedung, biaya akomodasi, transportasi, administrasi, dan perencanaan.
Tingkat produktivitas modal koperasi dapat diukur dengan menggunakan
rasio tingkat pengembalian modal sendiri. Rasio ini merupakan perbandingan
antara laba bersih dibagi dengan total modal sendiri koperasi, sehingga dapat
57 diperoleh besarnya penghasilan koperasi atas modal sendiri yang diinvestasikan.
Nilai rata-rata rasio ini adalah 8,30 persen yang masih berada di bawah standar
yang baik, yaitu 15 persen. Hal ini menggambarkan bahwa modal sendiri koperasi
belum dapat menghasilkan sisa hasil usaha (SHU) yang optimal. Bila dilihat dari
data rasio per tahun, koperasi hampir memperoleh SHU yang optimal pada tahun
2010 dengan nilai rasio sekitar 12 persen. Hal ini disebabkan adanya peningkatan
pendapatan dari margin pembiayaan dan biaya operasional yang lebih rendah dari
tahun 2011. Biaya operasional yang semakin tinggi pada tahun 2011
menyebabkan nilai rasio ini mengalami penurunan. Adapun laju pertumbuhan
rasio ini bernilai negatif, yaitu sebesar -2,14 persen.
Rasio return on investment (ROI) merupakan kemampuan koperasi dalam
menghasilkan pendapatan atas aset yang tersedia. Nilai rata-rata rasio ROI
koperasi KBI baru mencapai 1,76 persen. Angka tersebut berada jauh di bawah
standar yang baik, yaitu sebesar 8 persen. Berdasarkan nilai tersebut dapat
disimpulkan bahwa kemampuan koperasi dalam menghasilkan laba (SHU) atas
total aktiva belum optimal. Selain itu, nilai rasio ini terus mengalami penurunan
sebesar -0,80 persen tiap tahunnya. Hal ini dapat disebabkan oleh adanya
peningkatan jumlah aset yang tidak diiringi dengan peningkatan laba koperasi.
6.1.4. Aktivitas Usaha
Rasio aktivitas usaha menggambarkan sejauh mana koperasi menggunakan
aset secara efisien untuk memperoleh penjualan. Pada umumnya, pengukuran
aktivitas usaha pada koperasi dilakukan dengan menggunakan rasio perputaran
total aktiva (total assets turn-over ratio), rasio perputaran aktiva tetap (fixed
assets turn-over ratio), rasio perputaran piutang (account receivable turn-over
ratio) dan rasio perputaran persediaan (inventory turn-over ratio). Namun, karena
Koperasi Baytul Ikhtiar hanya bergerak di bidang pelayanan jasa, maka rasio yang
dapat digunakan untuk mengukur aktivitas usaha adalah rasio perputaran total
aktiva dan rasio perputaraan piutang yang tidak menggunakan unsur persediaan
dan penjualan barang. Hasil perhitungan rasio aktivitas usaha Koperasi Baytul
Ikhtiar tahun 2009-2011 dapat dilihat pada Tabel 9.
58 Tabel 9. Aktivitas Usaha KBI Tahun 2009-2011
Rasio
Perputaran Total
Aktiva
Rasio Perputaran
Piutang
Tahun
Rata-Rata
Pertumbuhan
(%)
2009
2010
2011
1,004
1,05
1,087
1,047
0,042
1,364
2,128
1,382
1,625
0,009
Sumber : Laporan Keuangan KBI (2012)
Rasio perputaran total aktiva menunjukkan tingkat efisiensi dari operasi
KBI dalam hal pembiayaan (dropping). Nilai rata-rata rasio ini adalah 1,047 kali
yang artinya total harta koperasi baru berputar rata-rata sebanyak 1,047 kali per
tahun. Nilai tersebut masih di bawah standar perputaran yang baik, yaitu sebanyak
5 kali per tahun. Hal ini memperlihatkan kemampuan koperasi masih tergolong
rendah dalam melakukan perputaran harta yang dimiliki dalam memberikan
pembiayaan kepada anggota layanan. Walaupun demikian, nilai rasio ini
mengalami peningkatan sebesar 0,042 persen tiap tahunnya. Peningkatan ini
disebabkan oleh semakin besarnya jumlah pembiayaan (dropping) yang diberikan
koperasi kepada anggota layanan tiap tahunnya. Selain itu, nilai rasio perputaran
piutang pun memiliki laju pertumbuhan positif sebesar 0,011 persen. Dengan nilai
rata-rata 1,6 kali perputaran, maka rasio ini masih di bawah standar yang baik,
yaitu masih di bawah 6 kali perputaran per tahun.
6.2. Viabilitas Finansial
Viabilitas finansial adalah kondisi skim kredit yang dapat menutupi seluruh
biaya operasional dari pendapatan yang diperoleh, yaitu margin pembiayaan atas
pembiayaan yang diberikan. Koperasi Baytul Ikhtiar dapat dikategorikan dalam
kondisi viable apabila margin pembiayaan lebih besar daripada biaya operasional
koperasi. Biaya operasional tersebut meliputi besarnya financial loss yaitu
cadangan penghapusan piutang atas adanya tunggakan pembayaran (L), biaya
untuk mendapatkan pokok pinjaman (i), serta biaya administasi dan supervisi (α).
Viabilitas finansial pembiayaan KBI selama periode 2009-2011 dapat dilihat
pada Tabel 10. Berdasarkan hasil perhitungan, dapat diketahui bahwa koperasi
hanya mencapai kondisi viable pada tahum 2010, sedangkan pada tahun 2009 dan
2011 kondisi finansial koperasi berada pada kondisi yang tidak viable.
59 Tabel 10. Viabilitas Finansial KBI Tahun 2009-2011
Tahun
L
α
i
Hasil Bagi
(i+α+L)/(1-L)
Margin
Pembiayaan
(r)
Selisih
(marginhasil bagi)
2009
0,006
0,090
0,122
0,219
0,185
-0,033
2010
0,007
0,108
0,036
0,153
0,197
0,044
2011
0,002
0,096
0,110
0,209
0,196
-0,012
0,1933
-0,0005
Rata0,005
0,098 0,089
0,193
rata
Sumber : Laporan Keuangan dan Laba Rugi KBI (2012)
Keterangan
Ket
Tidak
Viable
Viable
Tidak
Viable
: L = Finansial loss
α = Biaya administrasi dan supervisi
i = Biaya pokok pinjaman
Kondisi viabilitas KBI di atas menunjukkan bahwa terdapat komponen biaya
operasional yang cukup besar dan berfluktuatif setiap tahunnya, yaitu beban bagi
hasil (i). Nilai beban bagi hasil terendah dimiliki koperasi pada tahun 2010 karena
pada tahun tersebut koperasi memperoleh modal luar yang bersifat bantuan dari
Yayasan Peramu sehingga tidak membebankan bagi hasil, sedangkan pada tahun
2011 KBI memperoleh pembiayaan sindikasi dari lembaga BMT dan BPRS
dibawah naungan Yayasan Peramu serta Bank Syariah Mandiri (BSM) yang
menetapkan sistem bagi hasil. Adapun beban bagi hasil yang ditetapkan oleh
pembiayaan sindikasi dan BSM secara berturut-turut adalah sekitar 15 persen dan
14 persen. Besarnya biaya pokok pinjaman ini menjadi salah satu faktor yang
menyebabkan biaya operasional KBI pada tahun 2009 dan 2011 meningkat,
sehingga KBI tidak mencapai kondisi yang viable.
Biaya administrasi dan supervisi yang dibutuhkan koperasi tergolong stabil
dengan rata-rata 0,09 persen dan tidak mengalami peningkatan yang besar tiap
tahunnya. Artinya, koperasi membutuhkan biaya administrasi dan supervisi
sebesar Rp 0,09,- untuk setiap unit pinjaman. Nilai biaya tersebut terdiri dari biaya
transaksi yang dibutuhkan untuk setiap rupiah yang disalurkan, yaitu gaji petugas,
biaya transportasi dan akomodasi, dan biaya rupa-rupa persediaan.
Komponen pembentuk viabilitas yang tergolong baik adalah finansial loss.
Hal ini dapat dilihat dari persentase jumlah tunggakan pembayaran anggota yang
hanya bernilai rata-rata 0,51 persen. Nilai tersebut dapat menggambarkan bahwa
60 tingkat pengembalian anggota terhadap pembiayaan koperasi sangat baik dan
lancar. Prestasi ini merupakan salah satu keberhasilan koperasi dalam melakukan
pendekatan terhadap anggota melalui majelis-majelis KBI, yaitu dalam hal
pendampingan yang dilakukan oleh tenaga pendamping lapang (TPL) tiap
minggunya. Selain itu, pola grameen bank dari KBI dinilai dapat memudahkan
anggota dalam melakukan pengembalian pembiayaan karena angsuran dilakukan
setiap minggu dan berlokasi di salah satu rumah anggota di sekitar kumpulan
anggota majelis sehingga anggota tidak perlu mengunjungi kantor koperasi untuk
melakukan pembayaran.
Nilai margin pembiayaan yang diberikan KBI merupakan hasil
kesepakatan antara petugas TPL koperasi dengan anggota yang bersangkutan
dalam suatu akad. Selain itu, besarnya margin pembiayaan yang ditanggung
anggota pun mempertimbangkan kemampuan dan kesanggupan anggota. Didasari
dari prinsip bahwa adil tidak harus berarti sama nilai, maka KBI memberikan
margin pembiayaan yang beragam kepada anggotanya, yaitu berkisar antara 17
persen hingga 33 persen per tahun dengan rata-rata 19,3 persen per tahunnya.
Nilai rata-rata tersebut masih berada dibawah bunga yang diberikan oleh lembaga
pembiayaan Mitra Bisnis Keluarga (MBK) yang memiliki sasaran yang sama
dengan KBI, yakni dengan bunga flat sebesar 20 persen.
Kondisi keuangan KBI tergolong tidak viable pada tahun 2009 dan 2011.
Kondisi tersebut diakibatkan karena biaya pokok pinjaman pada kedua tahun
tersebut sangat besar. Namun, selisih perhitungan antara margin pembiayaan dan
besarnya biaya operasional masih tergolong rendah, yakni hanya sekitar -0.0005
persen. Oleh karena itu, terdapat kemungkinan yang besar bagi KBI untuk
mencapai tingkat viabilitas finansial pada periode berikutnya. Beberapa langkah
yang dapat ditempuh KBI adalah sebagai berikut :
a. Meningkatkan efisiensi Tenaga Pendamping Lapang (TPL) dalam meningkatkan
jumlah anggota koperasi. Dengan meningkatnya jumlah anggota, maka
penyaluran pembiayaan oleh tiap petugas menjadi lebih besar. Kondisi tersebut
dalam jangka panjang dapat menurunkan biaya operasional setiap rupiah yang
disalurkan.
61 b. Meningkatkan besar plafon pembiayaan kepada anggota, terutama bagi anggota
yang berkualitas. Peningkatan besar plafon tersebut tidak hanya mengurangi
biaya operasional TPL, tetapi juga dapat meningkatnya margin pembiayaan yang
diterima koperasi. Oleh karena itu, kondisi ini dapat meningkatkan efisiensi
biaya untuk setiap rupiah yang disalurkan dengan jumlah anggota yang tetap.
c. Memperoleh pinjaman dana dari lembaga yang menetapkan bagi hasil yang lebih
rendah, salah satunya adalah Yayasan Peramu. Oleh karena itu, KBI harus dapat
meningkatkan prestasinya sehingga lembaga penyalur dana memiliki tingkat
kepercayaan yang besar dalam hal penyaluran pembiayaan.
Berdasarkan analisis rasio KBI, terdapat beberapa hal yang dapat dikaji
berkenaan dengan keberlanjutan finansial. Tabel 11 menunjukkan keseluruhan
hasil analisis rasio keuangan KBI tahun 2009-2012.
Tabel 11. Hasil Rekapan Analisis Rasio Keuangan KBI Tahun 2009-2012
Rasio
Likuiditas
Solvabilitas
Rentabilitas
Aktivitas
Usaha
Pertumbuhan (%/tahun)
-9,455
-3,838
Rasio Lancar
Rasio Kas
Rasio Modal Kerja dengan Total Aset
-0,240
Rasio Modal Sendiri dengan Total Aktiva
Rasio Modal Sendiri dengan Aktiva Tetap
-0,047
Rasio Aktiva Tetap dengan Hutang Jangka Panjang
Rasio Total Hutang dengan Total Aktiva
Rasio Total Hutang dengan Total Modal Sendiri
Rasio Laba Bersih
Rasio Operasional
Rasio Tingkat Pengembalian Modal Sendiri
Rasio Tingkat Pengembalian Investasi
Rasio Perputaran Total Aktiva
Rasio Perputaran Piutang
1,261
0,128
1,127
-0,008
-0,017
-0,021
-0,008
0,042
0,009
Analisis
rasio
keuangan
dari
segi
-2,254
likuiditas
menunjukkan
laju
pertumbuhan negatif yang memiliki arti bahwa kemampuan koperasi dalam
memenuhi kewajiban jangka pendeknya semakin menurun dan telah terjadi
peningkatan hutang jangka pendek koperasi (hutang lancar). Namun, peningkatan
hutang tersebut sama sekali tidak memberikan dampak yang positif terhadap
perolehan laba KBI, bahkan nilai rasio rentabilitas KBI tahun 2009-2011 memiliki
62 pertumbuhan yang negatif. Hal tersebut cenderung bertolak belakang dengan
kondisi pada umumnya, yaitu hutang lancar yang diperoleh umumnya digunakan
sebagai modal kerja koperasi yang dapat meningkatkan laba koperasi. Hal tersebut
disebabkan oleh ketentuan KBI yang memanfaatkan hutang lancarnya untuk
kebutuhan investasi dalam bentuk tanah dan bangunan pada tahun 2010. Adapun
payback period pengadaan tanah dan bangunan tersebut mencapai lebih dari lima
tahun, sehingga dampak positif bagi koperasi baru akan dirasakan pada tahun
2017 mendatang. Oleh karena itu, nilai rentabilitas koperasi hingga tahun ini
masih tergolong negatif.
Adapun kaitan antara kondisi likuiditas dan solvabilitas dengan
keberlanjutan finansial terletak pada besarnya hutang KBI dengan biaya pokok
pinjaman yang semakin meningkat. Sama halnya dengan kondisi likuiditas,
solvabilitas koperasi pun cenderung mengalami penurunan kesehatan kinerja.
Penurunan tersebut dapat dilihat dari proporsi modal sendiri yang semakin
menurun dan semakin meningkatnya hutang KBI tiap tahunnya. Peningkatan
hutang KBI terhadap pihak ketiga sebagai pemasok dana berdampak pada
semakin besarnya biaya pokok pinjaman yang dikeluarkan KBI. Hal ini menjadi
faktor yang membuat biaya operasional koperasi semakin meningkat sehingga
berada pada kondisi yang tidak viable pada tahun 2009 dan 2011.
Walaupun KBI tidak mencapai kondisi yang viable pada tahun 2009 dan
2011, KBI pada dasarnya mampu untuk mencapai kembali kondisi viabilitas
finansial pada tahun-tahun berikutnya. Hal tersebut dapat terjadi karena
pengeluaran biaya koperasi yang sangat besar pada tiga tahun terakhir
diperuntukan untuk pembangunan kantor unit di beberapa wilayah baru. Dengan
bertambahnya kantor unit KBI, maka KBI akan lebih mudah dalam melakukan
kegiatan transaksi, yaitu dalam hal kemudahan mencapai lokasi tempat tinggal
anggota sehingga biaya operasional yang dibutuhkan koperasi akan semakin
rendah. Dengan kondisi demikian, KBI akan mencapai viabilitas finansial dalam
menjalankan usahanya.
Selain itu, penurunan biaya operasional juga dapat terjadi karena adanya
peningkatan jumlah kantor unit baru yang secara langsung akan meningkatkan
jumlah wilayah sasaran KBI sehingga jumlah anggota layanan KBI meningkat.
63 Peningkatan jumlah anggota koperasi tersebut akan meningkatkan efisiensi atas
biaya operasional dan meningkatkan besar pembiayaan yang disalurkan oleh KBI
sehingga margin pembiayaan yang diterima KBI akan meningkat. Kondisi ini
dalam jangka panjang akan meningkatkan penerimaan koperasi sehingga KBI
dapat mencapai kondisi yang viable. Oleh karena itu, dapat ditunjukkan bahwa
kondisi keuangan KBI tergolong baik, tetapi pada tiga tahun terakhir ini belum
dapat memperoleh laba yang optimal. Namun demikian, KBI masih memiliki
prospek finansial yang baik dan akan semakin meningkat pada tahun berikutnya.
64 VII. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PEMBIAYAAN
AGRIBISNIS PADA KOPERASI BAYTUL IKHTIAR
7.1. Karakteristik Umum Responden
Responden penelitian ini adalah anggota Koperasi Baytul Ikhtiar yang sedang
memperoleh pembiayaan dengan alokasi kebutuhan sektor agribisnis. Adapun
jumlah responden adalah sebanyak 40 orang yang berasal dari tiga wilayah, yaitu
Kecamatan Dramaga, Taman Sari, dan Rumpin. Responden dibagi menjadi dua
jenis usaha, yaitu on-farm dan off-farm. Jenis usaha on-farm terdiri dari petani
sebanyak 26 orang (65 persen) dan peternak sebanyak 6 orang (15 persen),
sedangkan jenis usaha off-farm terdiri dari pedagang sebanyak 7 orang (17,5
persen), dan 1 orang pelaku industri rumah tangga (2,5 persen).
Responden dengan jenis usahatani mayoritas menanam padi, jagung, umbiumbian, dan sayur-mayur seperti bayam dan kangkung, sedangkan peternak
umumnya memiliki ternak pembesaran kambing dan budidaya ikan yaitu ikan
gurame, ikan bawal, dan ikan mas. Adapun responden dengan usaha dagang
memiliki usaha penjualan daging ayam segar dan sayur-mayur, sedangkan
responden dengan usaha industri rumah tangga memiliki usaha pembuatan dan
penjualan kripik singkong.
Tabel 12. Jumlah dan Proporsi Responden KBI Menurut Jenis Usaha Tahun 2012
Jumlah Responden
(orang)
Proporsi (%)
Petani
26
65,0
Peternak
6
15,0
Pedagang
7
17,5
Industri Rumah Tangga
1
2,5
Total
40
100,0
Jenis Usaha
On-farm
Off-farm
Adapun beberapa karakteristik umum responden lainnya meliputi usia, jenis
kelamin, dan tingkat pendidikan. Usia anggota yang menjadi responden dalam
penelitian ini berkisar antara 19 tahun hingga 66 tahun. Berdasarkan Tabel 13
dapat dilihat bahwa sebagian besar responden dalam penelitian ini berada pada
usia 26-36 tahun yaitu sebanyak 20 orang (50 persen), sedangkan responden
65 dalam rentang usia 37-47 tahun berjumlah 11 orang (27,5 persen). Proporsi
responden terkecil adalah responden dengan usia 48-66 yaitu hanya berjumlah 4
orang (10 persen).
Tabel 13. Jumlah dan Proporsi Responden KBI Menurut Usia Tahun 2012
Usia (Tahun)
19-25
26-36
37-47
48-66
Total
Jumlah Responden (Orang)
5
20
11
4
40
Proporsi (%)
12,5
50,0
27,5
10,0
100,0
Jenis kelamin responden seluruhnya adalah wanita sesuai dengan ketentuan
yang dimiliki oleh Koperasi Baytul Ikhtiar. Hal tersebut dikarenakan sistem
Grameen Bank yang memang memiliki sasaran anggota layanan berjenis kelamin
wanita. Oleh karena itu, anggota layanan Koperasi Baytul Ikhtiar tidak ada yang
berjenis kelamin pria. Selain usia dan jenis kelamin, terdapat pula karakteristik
umum responden lainnya yaitu tingkat pendidikan. Berdasarkan Tabel 14, tingkat
pendidikan responden terbagi menjadi tiga tingkatan, yaitu tidak tamat SD, SD,
dan SLTP/sederajat. Responden yang tidak menamatkan pendidikan SD
berjumlah 13 orang (32,5 persen), sedangkan responden yang mendominasi
adalah responden yang berpendidikan sampai dengan SD/sederajat dengan jumlah
23 orang (57,5 persen), dan sisanya adalah responden yang telah menempuh
pendidikan hingga tingkat SLTP/sederajat sebanyak 4 orang (10 persen).
Tabel 14. Jumlah dan Proporsi Responden KBI Menurut Tingkat Pendidikan
Tahun 2012
Tingkat Pendidikan
Tidak Tamat SD
SD/sederajat
SLTP/sederajat
Total
Jumlah Responden (Orang)
Proporsi (%)
13
23
4
40
32,5
57,5
10,0
100,0
66 7.2. Karakteristik Pembiayaan Responden Sektor Agribisnis
Berdasarkan hasil penelitian terhadap anggota Koperasi Baytul Ikhtiar,
diperoleh karakteristik pembiayaan responden sektor agribisnis. Karakteristik
anggota koperasi diidentifikasi melalui beberapa variabel yang dimiliki oleh
masing-masing responden. Variabel-variabel tersebut meliputi lama keanggotaan,
aset anggota, omset usaha per tahun, pendapatan bersih per tahun, frekuensi
pembiayaan, jumlah pengajuan pembiayaan, dan jenis usaha. Karakteristik
responden tersebut akan diterangkan pada Tabel 15 dengan pembagian
perhitungan berdasarkan jenis usaha yang dijalankan.
Tabel 15. Analisis Parameter yang Mempengaruhi Pembiayaan Sektor Agribisnis
KBI Tahun 2012
Variabel
Lama Keanggotan (Thn)
On-Farm
(N=32)
Off-Farm
(N=8)
Rata-Rata
3
1.88
2.28
111.275.141
83.326.875
97.301.008
Omset Usaha (Rp/Tahun)
8.981.031
178.362.500
93.671.766
Pendapatan Bersih (Rp/Tahun)
3.735.206
26.739.000
15.237.103
2,75
2,125
2,44
Jumlah Pengajuan Pembiayaan (Rp)
996.875
1.062.500
1.029.688
Jumlah Pembiayaan yang Diterima (Rp)
903.125
975.000
939.063
Aset Anggota (Rp)
Frekuensi Pembiayaan (Kali)
Berdasarkan data yang terdapat pada Tabel 15, dapat dilihat beberapa
karakteristik rata-rata yang dapat dideskripsikan dari variabel lama keanggotaan,
aset anggota, omset usaha per tahun, pendapatan bersih per tahun, frekuensi
pembiayaan, jumlah pengajuan pembiayaan, jenis usaha, dan jumlah pembiayaan
yang diterima anggota. Oleh karena itu, data tersebut dapat menunjukkan adanya
kecenderungan dari setiap jenis usaha agribisnis tersebut.
Hasil rataan di atas dapat menunjukkan adanya keterkaitan antara lama
keanggotaan dengan frekuensi pembiayaan responden. Frekuensi pembiayaan
responden untuk jenis usaha on-farm adalah 2,75 kali dalam 3 tahun dan untuk
usaha off-farm adalah 2,12 kali dalam 1,88 tahun keanggotaan. Hal ini dapat
menunjukkan bahwa semakin lama keanggotan responden, maka semakin tinggi
pula frekuensi pembiayaan yang diterima. Hal ini pun sesuai dengan ketentuan
67 koperasi yang memberikan jangka waktu angsuran selama 50 pekan, yang artinya
setiap satu tahun sekali anggota dapat mengajukan pembiayaan kepada koperasi.
Berdasarkan jumlah rata-rata aset responden, jenis usaha on-farm memiliki
nilai rata-rata aset yang lebih besar daripada responden yang menjalankan usaha
off-farm. Hal tersebut disebabkan responden sektor pertanian sebagian besar
memiliki lahan usaha, sehingga nilai aset umumnya didominasi oleh nilai lahan
tersebut. Adapun nilai lahan per meter persegi berkisar antara Rp 30.000,- hingga
Rp 45.000,- di daerah Rumpin, sedangkan di daerah Taman Sari dan Dramaga
mencapai Rp 50.000,- hingga Rp 75.000,- per meter persegi.
Berdasarkan data luas lahan pada Tabel 16, terdapat 22 responden yang
memiliki lahan milik dari total 30 responden yang mengusahakan lahan pertanian.
Data tersebut menunjukkan bahwa mayoritas responden pertanian memiliki lahan
milik sebagai aset responden.
Tabel 16. Jumlah dan Proporsi Luas Lahan Milik dan Non Milik Responden
Sektor Pertanian KBI Tahun 2012
Status Lahan
Milik
Non Milik
Luas Lahan (m2)
<500
500-5000
5001-10000
>10000
<500
500-5000
5001-10000
>10000
Total
Jumlah Responden (Orang)
Proporsi (%)
5
14
2
1
1
4
3
0
30
16,67
46,67
6,67
3,33
3,33
13,33
10,00
0,00
100
Berkaitan dengan omset usaha, responden usaha on-farm memiliki nilai
omset usaha yang lebih rendah daripada usaha off-farm per tahunnya. Rendahnya
nilai omset tersebut disebabkan oleh perputaran modal usaha on-farm yang
membutuhkan waktu hingga hitungan bulan, sehingga penjualan komoditi hanya
dapat dilakukan dalam beberapa kali dalam satu tahun. Berbeda halnya dengan
rata-rata omset yang diterima oleh responden usaha off-farm, dimana perputaran
modal terjadi setiap hari sehingga total penjualan per tahun tergolong tinggi.
68 Nilai pendapatan bersih responden bergantung pada jumlah pendapatan
dan pengeluaran rumah tangga responden. Pendapatan rumah tangga responden
umumnya berasal dari keuntungan usahatani, perdagangan, upah sebagai buruh
tani, gaji suami, hingga bantuan dari anak, sedangkan pengeluaran rumah tangga
responden berkisar antara biaya dapur, biaya listrik, pulsa, kredit, arisan, bahan
bakar kendaraan, renovasi rumah, dan lain sebagainya. Berdasarkan data tersebut,
nilai pendapatan bersih per tahun yang diperoleh responden jenis usaha on-farm
lebih kecil daripada jenis usaha off-farm. Hal ini disebabkan oleh responden usaha
off-farm yang dapat memperoleh pendapatan usaha setiap hari karena adanya
perputaran penjualan produk secara cepat, sedangkan rensponden usaha on-farm
hanya memperoleh pendapatan usaha pada saat panen dan pada waktu penjualan
komoditi berlangsung.
Jumlah pengajuan pembiayaan responden pada penelitian kali ini berkisar
antara Rp 500.000,- sampai dengan Rp 3.000.000,-. Rata-rata jumlah pengajuan
pembiayaan responden jenis usaha on-farm bernilai Rp 996.875,- sedangkan
responden usaha off-farm memiliki rata-rata Rp 1.062.500,-. Pada umumnya,
responden usaha on-farm mengajukan pembiayaan dengan peruntukan modal
investasi pengadaan alat-alat pertanian dan modal tani, mulai dari bibit, pupuk,
obat, sewa kerbau, dan upah tenaga kerja, sedangkan responden usaha off-farm
memiliki
peruntukan
untuk
modal
pembelian
komoditi
yang
akan
diperdagangkan. Pada dasarnya, jumlah pengajuan ini bergantung pada kebutuhan
tiap usaha responden. Selisih rata-rata jumlah pengajuan pembiayaan antara kedua
jenis usaha pun tidak terlalu besar, walau responden dengan usaha off-farm
memiliki rata-rata nilai yang lebih tinggi.
Jumlah pembiayaan yang diterima responden pun beragam sesuai dengan
kisaran jumlah yang diajukan. Realisasi pembiayaan yang tertinggi adalah sebesar
yaitu Rp 3.000.000,- dan pembiayaan terendah yang diterima adalah senilai Rp
500.000,-. Adapun nilai rata-rata yang diterima responden usaha on-farm bernilai
Rp 903.125,- sedangkan responden dengan usaha off-farm memiliki rata-rata Rp
975.000,- artinya nilai rata-rata yang diterima responden off-farm lebih besar
daripada responden dengan usaha on-farm.
69 7.3. Keragaan Regresi Faktor-Faktor Pembiayaan Sektor Agribisnis
Dalam membuat suatu persamaan regresi linear berganda diperlukan
beberapa asumsi mendasar yang perlu diperhatikan, yaitu normalitas, autokorelasi,
multikolinieritas, dan heterokedastisitas.
1. Normalitas ditunjukkan dengan hasil plot garis dari standarized residual
cummulative probability. Berdasarkan hasil uji tersebut, sebaran data tidak
berada pada garis normal yaitu P-value (0,000) < α (0,1). Oleh karena itu, salah
satu cara agar sisaan menjadi normal dapat dilakukan dengan Transformasi BoxCox (Lampiran 1). Dengan dilakukannya transformasi tersebut, data berada
pada garis normal dan nilai P-Value (0,977) > α (0,1) sehingga dapat
disimpulkan bahwa asumsi normalitas terpenuhi (Lampiran 1).
2. Heteroskedastisitas ditunjukkan melalui plot antara standardized residual
dengan variabel terikat yang memperlihatkan bahwa tidak terdapat suatu pola
dalam plot tersebut sehingga data tersebut homogeni atau komponen error tidak
heteroskedastisitas. Hal ini juga dapat diperjelas dengan hasil White Test yang
menunjukkan nilai P-Value > α sehingga data tersebut homogen atau komponen
error tidak heteroskedastisitas (Lampiran 2).
3. Autokorelasi dapat ditunjukkan melalui uji Durbin-Watson dan diperoleh nilai
d=1,44 yang mendekati nilai d=2. Berdasarkan hasil tersebut, dapat disimpulkan
bahwa tidak terdapat autokorelasi pada komponen error sehingga hasil uji T dan
uji F adalah valid (Lampiran 3).
4. Multikolinieritas ditunjukkan melalui hasil VIF (Variance Inflation Factors).
Diketahui bahwa nilai VIF dari seluruh variabel bebas adalah lebih kecil dari 10.
Hal ini menunjukkan bahwa tidak ada multikolinier pada variabel bebas atau
tidak terdapat hubungan yang kuat antar variabel bebas yang digunakan dalam
penelitian ini (Lampiran 4).
7.4. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pembiayaan Agribisnis
Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi pembiayaan sektor
agribisnis di Koperasi Baytul Ikhtiar, dapat dilakukan melalui pengujian dengan
menggunakan analisis regresi linier berganda. Pada penelitian ini diduga terdapat
tujuh faktor yang mempengaruhi pembiayaan sektor agribisnis. Faktor-faktor
70 tersebut terdiri dari yaitu lama keanggotaan (X1), aset anggota (X2), omset usaha
per tahun (X3), pendapatan bersih per tahun (X4), frekuensi pembiayaan (X5),
jumlah pengajuan pembiayaan (X6), dan jenis usaha (D1). Pengujian ini
menggunakan tingkat kepercayaan 90 persen atau taraf nyata (α) 10 persen.
Berdasarkan hasil analisis regresi linear berganda dari pengolahan 40 anggota
responden pada Tabel 17, diperoleh persamaan sebagai berikut:
Y = 2.34E-07 + 1.98E-09X1- 3.31E-11X2 -1.33E-10X3 + 2.59E-10X4 - 2.15E-08X5 4.93E-11X6 - 2.73E-08X7
Tabel 17. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pembiayaan Agribisnis di
KBI Tahun 2012
Variabel
Koefisien
T-hitung
P-value
VIF
Lama Keanggotaan
1.98E-09
0.2504
0.8039
7.385195
Aset Anggota
-3.31E-11
-0.6293
0.5336
1.304202
Omset Usaha per Tahun
-1.33E-10
-1.3866
0.1751
2.857057
Pendapatan Bersih per Tahun
2.59E-10
0.3660
0.7167
3.707163
Frekuensi Pembiayaan
-2.15E-08
-1.9844
0.0558
9.235893
Jumlah Pengajuan Pembiayaan
-4.93E-11
-2.7609
0.0095
3.697151
Jenis Usaha
-2.73E-08
-1.2714
0.2127
1.872862
Konstanta
2.34E-07
11.207
0.0000
2
2
R = 78,10 %
R (adj) = 73,31 %
F-hitung = 16.30316
P-value = 0,000
Durbin Watson = 1.44151
Tabel 17 merupakan rangkuman hasil regresi model faktor-faktor yang
mempengaruhi pembiayaan sektor agribisnis. Berdasarkan data tersebut, dapat
dilihat beberapa hasil uji statistik yaitu uji T, uji F, dan koefisiensi determinasi
(R2) sebagai uji ketepatan model. Nilai P-value dari statistik F lebih kecil dari
taraf nyata 10 persen, yaitu P-value (0,000) < α (0,1) sehingga terdapat minimal
satu variabel bebas yang berpengaruh nyata terhadap variabel terikat. Selain itu,
hasil koefisien determinasi dapat menunjukkan akurasi model dugaan (goodness
of fit). Pada penelitian ini koefisien determinasi (R2) memiliki nilai 78,1 persen
yang menandakan bahwa sebesar 78,1 persen variasi variabel terikat (jumlah
pembiayaan yang diterima) dapat dijelaskan secara nyata oleh variabel-variabel
71 bebas dalam model, sedangkan sisanya sebesar 21,9 persen dapat dijelaskan oleh
variabel error, yaitu variabel lain yang tidak dimasukkan ke dalam model.
Pengujian terhadap pengaruh nyata masing-masing variabel bebas secara
parsial dilakukan dengan uji T. Berdasarkan hasil uji, variabel-variabel yang
berpengaruh nyata terhadap jumlah pembiayaan yang diterima anggota koperasi
sektor agribisnis berjumlah tiga dari tujuh variabel yang diduga. Variabel-variabel
tersebut antara lain frekuensi pembiayaan dan jumlah pengajuan pembiayaan pada
tingkat kepercayaan 90 persen dan variabel omset usaha per tahun pada tingkat
kepercayaan 80 persen. Adapun variabel lainnya seperti lama keanggotaan, aset
anggota, pendapatan bersih per tahun, dan jenis usaha tidak berpengaruh nyata
terhadap besarnya pembiayaan yang diterima anggota koperasi sektor agribinis.
7.4.1. Lama Keanggotan (X1)
Lama keanggotaan menjadi faktor penduga untuk mengetahui pengaruh
besarnya pembiayaan yang diterima anggota sektor agribisnis karena semakin
lama keanggotaan seseorang maka pihak koperasi akan lebih mengenal karakter
anggota dan mengetahui sejauh mana perkembangan usaha anggota, sehingga
pembiayaan yang diterima dapat lebih besar. Hal ini sesuai dengan hasil uji
statistik yang menunjukkan terdapat hubungan yang positif antara lama
keanggotan dengan jumlah pembiayaan yang diterima anggota, yakni apabila
lama keanggotaan meningkat satu satuan, maka pembiayaan yang diterima
anggota akan meningkat sebesar Rp 3.029,24, ceteris paribus.
Oleh karena itu, dapat diketahui bahwa KBI tetap mempertimbangkan
lama keanggotaan dalam
menentukan besarnya pembiayaan yang diberikan
kepada anggota sektor agribisnis. Walaupun demikian, hasil uji statistik
menunjukkan hasil bahwa nilai p-value untuk lama keanggotaan (X1) bernilai
0,803 yakni lebih besar dari nilai α (0,1), maka p-value > α dan hal ini
menunjukkan bahwa lama keanggotaan tidak signifikan mempengaruhi besarnya
pembiayaan untuk sektor agribisnis.
72 Tabel 18. Lama Keanggotan Responden KBI Sektor Agribisnis Tahun 2012
Lama Keanggotan (Tahun)
Jumlah (Orang)
<3
22
Proporsi (%)
55,00
3-5
12
30,00
>5
6
15,00
Total
40
100,00
Data di atas menunjukkan bahwa responden sektor pertanian sebagian
besar resmi tercatat sebagai anggota KBI kurang dari tiga tahun, yaitu mencapai
55 persen responden. Selain itu, terdapat 12 responden (30 persen) yang telah
menjadi anggota selama 3-5 tahun dan hanya 6 responden (15 persen) yang telah
menjadi anggota selama lebih dari 5 tahun. Hal ini sesuai dengan keadaan lapang
yang menunjukkan bahwa responden dengan lama keanggotaan yang semakin
tinggi akan memperoleh pembiayaan yang lebih besar.
7.4.2. Aset Anggota (X2)
Aset anggota pada penelitian ini diukur dari nilai aset usaha dan aset
rumah tangga responden. Hal tersebut didasari dari model Grameen Bank pada
KBI yang menggunakan pendekatan rumah tangga anggota. Nilai aset anggota
menjadi faktor penduga terhadap besarnya pembiayaan yang diterima responden
karena dapat menggambarkan kepemilikan harta responden, sehingga apabila aset
anggota semakin besar maka diduga pihak KBI berani untuk memberikan jumlah
pembiayaan yang lebih tinggi. Namun, berdasarkan uji statistik diperoleh hasil
bahwa variabel anggota memiliki hubungan yang negatif terhadap jumlah
pembiayaan yang diterima anggota, yaitu apabila nilai aset anggota meningkat
satu satuan, maka jumlah pembiayaan yang diterima anggota akan menurun
sebesar Rp 15.562,- ceteris paribus.
Hasil perhitungan tersebut tidak sesuai dengan dugaan sebelumnya. Hal ini
dapat disebabkan karena KBI pada dasarnya tidak memperhitungkan besar aset
yang dimiliki anggota. KBI menilai bahwa jaminan kepercayaan dari anggota jauh
lebih penting dari aset yang dimiliki. Penentuan wilayah sasaran KBI pun diawali
dengan melakukan pemetaan blok-blok pemukiman masyarakat miskin yang
didukung dengan data sekunder wilayah setempat. Hal ini sesuai dengan misi KBI
73 untuk memprioritaskan pembiayaan bagi masyarakat miskin yang berlokasi sangat
jauh dari perkotaan dan memiliki keterbatasan akses terhadap pembiayaan. Selain
itu, berdasarkan hasil uji statistik, p-value bagi aset anggota bernilai 0,593 dan
nilai tersebut lebih tinggi dari pada nilai α (0,1), maka p-value > α. Oleh karena
itu, dapat disimpulkan bahwa aset anggota tidak signifikan mempengaruhi
pembiayaan sektor agribisnis di KBI.
Tabel 19. Aset Anggota Responden KBI Sektor Agribisnis Tahun 2012
Aset Anggota (Juta Rp)
<50
50-100
101-245
>245
Total
Jumlah Responden (Orang)
Proporsi (%)
16
14
6
4
40
40,0
35,0
15,0
10,0
100,0
Berdasarkan data pada Tabel 19, dapat ditunjukkan bahwa sebanyak 40
persen atau 16 responden memiliki aset yang bernilai kurang dari Rp 50.000.000,
sedangkan responden yang memiliki aset dikisaran lebih dari atau sama dengan
Rp 50.000.000,- hingga Rp 100.000.000,- berjumlah 14 orang (35 persen).
Responden yang memiliki nilai aset yang lebih tinggi, yaitu antara Rp
100.000.000,- sampai dengan Rp 245.000.000,- , berjumlah 6 orang dan sisanya
sebanyak 4 orang memiliki aset yang bernilai lebih dari Rp 245.000.000,-. Nilai
aset ini didominasi oleh nilai kepemilikan lahan yang dijabarkan pada Tabel 16
dan nilai bangunan tempat tinggal. Lahan dan bangunan tempat tinggal tersebut
umumnya berasal dari warisan orang tua yang saat ini telah menjadi milik
responden.
Besarnya nilai aset yang dimiliki responden tidak menjamin besarnya
pembiayaan yang diterima. Hal tersebut dibuktikan dengan adanya responden
dengan kepemilikan aset dibawah Rp 50.000.000,- yang menerima pembiayaan
lebih besar daripada responden yang memiliki aset di atas Rp 200.000.000,-. Oleh
karena itu, nilai aset tidak menjadi pertimbangan pihak koperasi dalam
memberikan pembiayaan karena yang terpenting bagi koperasi adalah dapat
menjangkau lapisan masyarakat yang tidak memiliki akses terhadap pembiayaan
mikro.
74 7.4.3. Omset Usaha per Tahun (X3)
Omset usaha per tahun merupakan total penjualan yang diterima
responden sehingga dapat menggambarkan aktivitas dan perkembangan usaha
yang dijalankan. Omset usaha menjadi faktor penduga yang mempengaruhi
pembiayaan KBI karena semakin besar omset usaha maka tingkat kemampuan
usaha dalam menghasilkan penjualan produk semakin besar, sehingga koperasi
dapat memberikan pembiayaan yang besar pula. Namun, tidak demikian dengan
hasil uji statistik yang menunjukkan variabel omset usaha per tahun yang
berhubungan negatif terhadap besarnya pembiayaan yang diterima anggota, yakni
apabila omset usaha anggota naik satu satuan, maka jumlah pembiayaan yang
diterima anggota menurun sebesar Rp 8.921,- ceteris paribus. Bahkan nilai
tersebut berpengaruh signifikan terhadap pembiayaan sektor agribisnis dengan
hasil p-value variabel omset usaha lebih kecil dari taraf nyata 20 persen, yaitu pvalue (0,175) < α (0,2).
Tabel 20. Omset Usaha per Tahun Responden KBI Sektor Agribisnis Tahun 2012
Omset Usaha per Tahun (Juta Rp)
< 45
45 – 155
> 156
Total
Jumlah Responden (Orang)
33
4
3
40
Proporsi (%)
82,5
10,0
7,5
100,0
Berdasarkan data pada Tabel 20, dapat ditunjukkan bahwa omset per tahun
yang diperoleh responden sektor agribisnis cukup beragam. Responden yang
memiliki omset usaha per tahun kurang dari Rp 45.000.000,- merupakan jumlah
responden dengan proporsi tertinggi yaitu 82,5 persen. Dalam memberikan
pembiayaannya, KBI justru memprioritaskan bagi pembiayaan dengan omset
usaha yang kecil. KBI menganggap bahwa usaha mikro dengan omset usaha yang
rendah lebih membutuhkan pembiayaan daripada usaha yang telah lama berdiri
dan memiliki omset yang besar. Dalam hal ini, konsep pemberdayaan masyarakat
miskin bagi KBI sangat jelas nampaknya.
75 7.4.4. Pendapatan Bersih per Tahun (X4)
Pendapatan bersih per tahun merupakan hasil dari perhitungan total
pendapatan yang dikurangi dengan besarnya pengeluaran rumah tangga.
Pendapatan bersih per tahun menjadi faktor penduga yang mempengaruhi
besarnya pembiayaan sektor agribisnis. Semakin besar pendapatan bersih anggota
maka diduga akan semakin besar pula kemampuan responden dalam melunasi
angsuran tiap minggunya, sehingga dapat memberikan gambaran bagi koperasi
bahwa usaha yang dijalankan memiliki prospek untuk dibiayai lebih besar. Hal ini
sesuai dengan hasil uji stastistik yang menunjukkan bahwa variabel pendapatan
bersih ini memiliki hubungan yang positif dengan jumlah pembiayaan yang
diterima anggota, yakni apabila pendapatan bersih anggota naik satu satuan, maka
jumlah pembiayaan yang diterima akan meningkat sebesar Rp 6.834,- ceteris
paribus.
Namun, nilai p-value untuk pendapatan bersih per tahun adalah 0,71 yang
bernilai lebih besar dari taraf nyata 10 persen. Oleh karena itu, p-value > α (0,1)
dan dapat disimpulkan bahwa faktor pendapatan bersih per tahun tidak
berpengaruh signifikan terhadap pembiayaan sektor agribisnis.
Tabel 21.
Pendapatan Bersih per Tahun Responden KBI Sektor Agribisnis
Tahun 2012
Pendapatan Bersih per Tahun
(Juta Rp)
<8
8 – 25
> 25
Total
Jumlah Responden (Orang)
Proporsi (%)
35
2
3
40
87,5
5,0
7,5
100,0
Pendapatan bersih per tahun responden koperasi didominasi oleh responden
yang memiliki pendapatan bersih kurang dari Rp 8.000.000,- per tahun, yaitu
mencapai 87,50 persen atau sebanyak 35 orang. Adapun responden dengan
kisaran pendapatan bersih Rp 8.000.000,- hingga Rp 25.000.000,- per tahun hanya
berjumlah 2 orang (5 persen). Nilai pendapatan bersih ini dapat dijadikan sebagai
tolak ukur kekuatan menabung para responden per tahun (saving power). Oleh
karena itu, semakin tinggi pendapatan bersih responden maka akan semakin tinggi
pula saving power responden tersebut, sehingga kemampuan responden dalam
76 memenuhi kewajibannya semakin besar. Hal ini yang menyebabkan KBI
cenderung memberikan pembiayaan yang lebih besar kepada responden yang
memiliki pendapatan bersih besar. Oleh karena itu, faktor ini dinilai tepat untuk
digunakan
KBI
sebagai
penentu
jumlah
pembiayaan
yang
diberikan
kepadaanggota.
7.4.5. Frekuensi Pembiayaan (X5)
Frekuensi pembiayaan dapat diartikan sebagai ukuran pengalaman dalam
mengambil pembiayaan. Frekuensi pembiayaan menjadi faktor penduga yang
mempengaruhi pembiayaan koperasi sektor agribisnis. Semakin sering anggota
melakukan pinjaman, maka anggota tersebut diduga lebih memahami tentang
pembiayaan yang diberikan dan bagaimana mengalokasikan pembiayaan tersebut
dengan baik, sehingga hasil nya pun diduga sesuai dengan yang diharapkan dan
pengembalian pembiayaan dapat berjalan lancar.
Namun, dugaan tersebut tidak sesuai dengan hasil uji yang menunjukkan
bahwa variabel frekuensi pembiayaan memiliki hubungan yang negatif dengan
besarnya pembiayaan yang diterima anggota, yakni apabila frekuensi pembiayaan
meningkat satu satuan, maka pembiayaan yang diterima anggota akan turun
sebesar Rp 1.166,- ceteris pasribus. Bahkan, p-value untuk frekuensi pembiayaan
bernilai 0,057 yang artinya lebih kecil daripada taraf nyata 10 persen, sehingga
faktor tersebut berpengaruh signifikan terhadap pembiayaan pada sektor agribisnis
KBI.
Tabel 22. Frekuensi Pembiayaan Responden KBI Sektor Agribisnis Tahun 2012
Frekuensi Pembiayaan (Kali)
<3
3–5
>5
Total
Jumlah (Orang)
20
17
3
40
Proporsi (%)
50,00
42,50
7,50
100,00
Proporsi terbesar dimiliki oleh responden sektor agribisnis dengan
frekuensi pembiayaan kurang dari 3 kali, yaitu sebesar 50 persen atau sebanyak 20
orang responden. Selanjutnya, frekuensi pembiayaan sebanyak 3 sampai dengan 5
kali dimiliki oleh 17 orang (42,50 persen) dan responden yang telah melakukan
77 pembiayaan lebih dari 5 kali hanya berjumlah 3 orang (7,5 persen). KBI dalam hal
ini lebih berfokus pada penyaluran pembiayaan anggota-anggota baru pada sektor
agribisnis. Kondisi ini dapat dilihat dari proses koperasi dalam melakukan
penumbuhan wilayah baru yang didominasi oleh sektor pertanian, yaitu di Desa
Petir, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor. Di sisi lain, koperasi yang
cenderung memberikan pembiayaan kepada anggota baru tersebut juga didasari
dari adanya prinsip pemerataan pembiayaan bagi anggota, jadi dengan kata lain
koperasi berfokus untuk dapat menjangkau anggota baru sebanyak-banyaknya
dalam rangka misi perluasan jangkauan wilayah sasaran KBI.
7.4.6. Jumlah Pengajuan Pembiayaan (X6)
Jumlah
pengajuan
pembiayaan
merupakan
faktor
penduga
yang
mempengaruhi pembiayaan sektor agrbisnis yang diberikan oleh KBI. Jumlah
pengajuan pembiayaan harus rasional dan sesuai dengan kebutuhan tiap anggota
sehingga koperasi dapat melihat sejauh mana pengajuan tersebut akan
dialokasikan terhadap usahanya. Diduga bahwa semakin besar jumlah pengajuan
pembiayaan, maka diduga koperasi akan meningkatkan jumlah pembiayaan yang
diberikan. Namun, hasil uji statistik menunjukkan bahwa variabel jumlah
pengajuan pembiayaan memiliki hubungan yang negatif terhadap jumlah
pembiayaan yang diterima anggota, yakni apabila jumlah pengajuan meningkat
satu satuan, maka jumlah pembiayaan yang diberikan koperasi akan menurun
sebesar Rp 13.269,- ceteris paribus. Bahkan, p-value variabel ini bernilai 0,0095
yang lebih kecil dari taraf nyata 10 persen, yaitu p-value < α sehingga faktor
penduga ini berpengaruh signifikan terhadap besarnya pembiayaan sektor
agribisnis.
Tabel 23. Jumlah Pengajuan Pembiayaan Responden KBI Sektor Agribisnis
Tahun 2012
Jumlah Pengajuan Pembiayaan (Rp) Jumlah (Orang) Proporsi (%)
500000 – 1000000
28
70,00
1000001 – 2000000
10
25,00
> 2000000
2
5,00
Total
40
100,00
78 Berdasarkan data pada Tabel 23, sebanyak 28 orang atau 70 persen
responden mengajukan pembiayaan antara Rp 500.000,- hingga Rp 1.000.000,sedangkan responden yang mengajukan pembiayaan Rp 1.000.001,- hingga Rp
2.000.000,- berjumlah 10 orang (25 persen). Adapun responden yang mengajukan
pembiayaan diatas Rp 2.000.000 hanya berjumlah 2 orang.
Pada dasarnya, KBI tidak hanya mempertimbangkan besarnya pembiayaan
yang diberikan berdasarkan jumlah pengajuan pembiayaan saja, tetapi juga
mempertimbangkan dari segi pengalokasian pembiayaan yang akan diterima oleh
anggota. Selain itu, hubungan negatif antara variabel ini dengan jumlah
pembiayaan yang diberikan menunjukkan pula bahwa KBI lebih berfokus pada
pembiayaan usaha mikro yang cenderung mengajukan pembiayaan yang lebih
rendah daripada usaha skala yang lebih besar.
7.4.7. Jenis Usaha (D1)
Jenis usaha merupakan penggolongan responden yang menjalankan jenis
usaha pertanian atau peternakan pada sistem on-farm atau jenis usaha
perdagangan maupun industri rumah tangga pada sistem off-farm. Dengan adanya
penggolongan ini, diduga bahwa responden yang memiliki usaha on-farm akan
menerima pembiayaan yang lebih besar dari pada jenis usaha off-farm. Hal
tersebut diduga karena umumnya siklus perputaran modal responden dengan
usaha on-farm lebih lambat daripada usaha off-farm, sehingga kebutuhan
pembiayaan dari responden usaha on-farm diduga bernilai lebih tinggi.
Namun, uji statistik menunjukkan nilai koefisien yang negatif yang berarti
bahwa jenis usaha on-farm memiliki hubungan negatif dengan jumlah pembiayaan
yang diterimanya, yakni apabila pengajuan pembiayaan dilakukan oleh responden
dengan jenis usaha on-farm, maka jumlah pembiayaan yang diterima akan
menurun sebesar Rp 1.060,- ceteris paribus.
Tabel 24. Jenis Usaha Responden KBI Sektor Agribisnis Tahun 2012
Jenis Usaha
Jumlah Responden (Orang)
Proporsi (%)
On-farm
32
80,00
Off-farm
8
20,00
Total
40
100,00
79 Berdasarkan data pada Tabel 24, dapat dilihat bahwa jenis usaha responden
didominasi oleh jenis usaha on-farm, yaitu sebanyak 32 orang dengan proporsi
sebesar 80 persen. Dengan hasil yang menunjukkan hubungan yang negatif antara
jenis usaha on-farm dengan jumlah pembiayaan yang diterima anggota, maka
dapat dikatakan bahwa KBI memperhitungkan risiko usaha on-farm yang
dianggap lebih besar daripada risiko usaha off-farm. Hal tersebut menjadikan
pembiayaan yang diberikan koperasi terhadap jenis usaha on-farm cenderung
lebih kecil dari jenis usaha off-farm.
80 VIII. KESIMPULAN DAN SARAN
8.1. Kesimpulan
1. Berdasarkan hasil analisis rasio keuangan KBI tahun 2009-2011, dapat
diketahui bahwa likuiditas dan solvabilitas koperasi menunjukkan kondisi yang
menurun akibat proporsi modal luar koperasi yang semakin meningkat. Hal ini
menujukkan beban yang ditanggung koperasi semakin berat. Dalam hal
pencapaian laba, KBI dinilai belum optimal dalam menghasilkan sisa hasil
usaha (SHU). Hal tersebut ditunjukkan dengan nilai rentabilitas yang
cenderung bernilai negatif, sedangkan dalam hal aktivitas usaha, koperasi telah
menunjukkan hasil pertumbuhan yang positif tetapi belum mencapai standar
minimal yang dianjurkan.
2. Hasil perhitungan viabilitas finansial menunjukkan bahwa KBI mencapai
kondisi viable pada tahun 2010, sedangkan pada tahun 2009 dan 2011 koperasi
berada pada kondisi tidak viable. Hal ini disebabkan oleh besarnya komponen
biaya operasional KBI sehingga bernilai lebih besar daripada pendapatan atas
margin pembiayaan KBI.
3. Hasil analisis parameter yang mempengaruhi pembiayaan anggota sektor
agribisnis menunjukkan bahwa responden jenis usaha on-farm memiliki nilai
rata-rata yang lebih besar daripada responden usaha off-farm dalam hal lama
keanggotaan, jumlah aset, dan frekuensi pembiayaan. Adapun faktor-faktor
yang berpengaruh signifikan terhadap pembiayaan anggota sektor agribisnis
KBI adalah frekuensi pembiayaan dan jumlah pengajuan pembiayaan pada
taraf nyata 10 persen serta omset usaha per tahun yang berpengaruh signifikan
pada taraf nyata 20 persen.
8.2. Saran
Berdasarkan hasil penelitian ini, terdapat beberapa saran yang dapat
direkomendasikan untuk Koperasi Baytul Ikhtiar, yaitu :
1. KBI disarankan untuk meningkatkan jumlah modal sendiri koperasi agar dapat
memperbaiki kondisi likuiditas dan solvabilitas koperasi.
81 2. Dalam hal mencapai kondisi viabilitas finansial, koperasi disarankan untuk
mengoptimalkan
efisiensi
tenaga
pendamping
lapang
(TPL)
dalam
memberikan pelayanan pembiayaan pada anggota. Hal ini bertujuan untuk
meningkatkan
total
pembiayaan
(dropping)
per
tenaga
kerja
tanpa
meningkatkan biaya operasional.
3. Koperasi Baytul Ikhtiar disarankan untuk lebih mempertimbangkan frekuensi
pembiayaan, jumlah pembiayaan yang diajukan, dan omset usaha per tahun
yang dimiliki anggota untuk menetapkan besarnya pembiayaan yang disalurkan
kepada anggota.
4.
Penelitian
selanjutnya
mengenai
faktor-faktor
yang
mempengaruhi
pembiayaan pada Grameen Bank diharapkan dapat menganalisis variabel bebas
berupa kehadiran anggota pada Grameen Bank. Hal tersebut disebabkan
kehadiran anggota merupakan faktor yang umumnya dipertimbangkan
Grameen Bank dalam mengukur prestasi anggota.
82 DAFTAR PUSTAKA
Bailey, K. D. 1999. Methods of Social Research. New York: The Free Press
[BPS] Badan Pusat Statistika. 2010. Laporan Tahunan
Ghate, P. 1992. Informal Finance: Some Findings from Asia. Oxford: Oxford
University Press
Ikatan Akuntan Indonesia. 1996. Standar Akuntansi Keuangan. Jakarta: Salemba
Empat
Iqbal, M. 1981. The Demand and Supply of Funds among Agricultural
Households: A Teoritical and Empirical Analysis. [Dissertation]. Faculty of
The Graduate School of Yale University
Jakiyah, U. 2011. Analisis Partisipasi Anggota dan Kinerja Koperasi Unit Desa
Sumber Alam (Studi Kasus Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor, Jawa
Barat). [skripsi]. Bogor: Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut
Pertanian Bogor
Jumingan, 2005, Analisis Laporan Keuangan. Jakarta: PT.Bumi Aksara
Kementerian Negara Koperasi dan UKM Republik Indonesia. 2011. Statistik
Usaha Kecil dan Menengah Tahun 2010-2011. Jakarta
Kasmir. 2004. Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya. Jakarta : PT. Raja
Grafindo Persada
Khandker, S. R. 1998. Fighting Poverty with Microcredit. New York: Oxford
University Press
Koperasi Baytul Ikhtiar. Laporan Keuangan dan Laba Rugi 2009-2011. Bogor
Kuntjoro. 1983. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pembayaran Kembali Kredit
Bimas Padi: Studi Kasus di Kabupaten Subang Jawa Barat. [disertasi].
Fakultas Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Kurnia, F. 2009. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pembiayaan Syariah
Pada Sektor Agribisnis. [skripsi]. Bogor: Fakultas Ekonomi dan Manajemen,
Institut Pertanian Bogor
Kurnialestari, A. 2007. Analisis Tingkat Kesehatan dan Faktor-Faktor yang
Mempengaruhi Pembiayaan Mitra Koperasi Baitul Maal Wat Tamwil
(KBMT) Ibbadurrahman. [skripsi]. Bogor: Fakultas Ekonomi dan
Manajemen, Institut Pertanian Bogor
83 Kuswandi. 2006. Rasio-Rasio Keuangan, Jakarta :Elex Media Komputerindo
Lind D. A, Marchal W. G, Wathen S. A. 2007. Teknik-Teknik Statistika dalam
Bisnis dan Ekonomi Menggunakan Kelompok Data Global. Buku ke-2. Ed
k-13. Sungkono C, penerjemah; Jakarta: Salemba Empat. Terjemahan dari:
Statistical Techniques in Business and Economics
Lismawati. 2009. Analisis Kinerja Keuangan dan Pelayanan KUD Sumber Alam.
[skripsi]. Bogor: Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian
Bogor
Mahliza, F. 2011. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Realisasi
Pembiayaan Murabahah Untuk Usaha Mikro Agribisnis Sektor Perdagangan
(Studi Kasus: KBMT Bil Barkah. [skripsi]. Bogor: Fakultas Ekonomi dan
Manajemen, Institut Pertanian Bogor
Maulana, I. 2002. Menuju Lembaga Keuangan Mikro (LKM) yang Sehat dan
Berkelanjutan (Sustainable). Jakarta
Munawir. 2002. Analisa Laporan Keuangan, Edisi Keempat. Liberty. Yogyakarta
Nazir, M. 2003. Metode Penelitian. Bogor: Ghalia Indonesia
Purba, Y. O. 2011. Kinerja Organisasi dan Keuangan Koperasi Kelompok Tani
Lisung Kiwari Desa Ciburuy Kecamatan Cigombong Kabupaten Bogor.
[skripsi]. Bogor: Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian
Bogor
Sulaeman, S. 2004. Analisis Manfaat Lembaga Keuangan Berbentuk Koperasi
(KSP/USP). Jurnal Ekonomi dan Bisnis 2. (9):75-76
Suwandi, I. 1985. Koperasi : Organisasi Ekonomi Yang Berwatak Sosial. Jakarta ;
Bhratara Karya Aksara.
Syarif, T. 2006. Grameen Bank Membuktikan Perempuan dan Orang Termiskin
dari Yang Termiskin Punya Potensi Untuk Diberdayakan. Infokop Nomor
29 Tahun XXII. Kementrian Negara Koperasi dan UKM
Syukur, M. 2002. Analisis Keberlanjutan dan Perilaku Ekonomi Peserta Skim
Kredit Rumah Tangga Miskin. [disertasi]. Bogor: Program Pascasarjana,
Institut Pertanian Bogor
Thoha, M. 2000. Pemberdayaan Usaha Kecil Melalui Model Grameen Bank.
Jakarta : PEP-LIPI
Tohari, E. 2002. Pengalaman Pemberdayaan LKM-Agro di Indonesia “LKMAgro dan Kemandirian Petani”. Jakarta
84 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan
Wardoyo, H. P. Kinerja Lembaga Keuangan Mikro bagi Upaya Penguatan Usaha
Mikro, Kecil, dan Menengah di Wilayah Jabodetabek. Universitas
Gunadarma
Warjiyo, P. 2004. Mekanisme Transmisi Kebijakan Moneter di Indonesia. Pusat
Pendidikan dan Studi Kebanksentralan (PPSK). Bank Indonesia, Jakarta.
[WB]. CGAP. Prinsip-Prinsip Kunci Keuangan Mikro. Washington DC
Wijono, W. W. 2005. Pemberdayaan Lembaga Keuangan Mikro Sebagai Salah
Satu Pilar Sistem Keuangan Nasional : Upaya Konkrit Memutus Mata
Rantai Kemiskinan. Jurnal Kajian Ekonomi dan Keuangan. (Desember):1-2
Yusiana, A. 2010. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Realisasi Kredit Modal
Kerja (KMK) Usaha Mikro Pada PT. BPR Mitra Daya Mandiri Kota Bogor.
[skripsi]. Bogor: Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian
Bogor
85 LAMPIRAN
86 Lampiran 1. Uji Normalitas Pada Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi
Pembiayaan Sektor Agribisnis di Koperasi Baytul Ikhtiar Bogor
Tahun 2012
DATA AWAL
20
Series: Residuals
Sample 1 40
Observations 40
16
12
8
4
Mean
Median
Maximum
Minimum
Std. Dev.
Skewness
Kurtosis
1.70e-13
8.210026
444.5809
-567.2110
184.7926
-0.879068
4.996829
Jarque-Bera
Probability
11.79728
0.002743
0
-600
-400
-200
0
200
400
DATA TRANSFORMASI
14
Series: Residuals
Sample 1 40
Observations 40
12
10
8
6
4
2
Mean
Median
Maximum
Minimum
Std. Dev.
Skewness
Kurtosis
1.99e-23
8.35e-09
8.90e-08
-6.90e-08
3.59e-08
0.008098
3.163066
Jarque-Bera
Probability
0.044755
0.977871
0
-5.0e-08
-1.7e-23
5.0e-08
87 Lampiran 2. Uji Heterokedastisitas Pada Analisis Faktor-Faktor yang
Mempengaruhi Pembiayaan Sektor Agribisnis di Koperasi
Baytul Ikhtiar Bogor Tahun 2012
Heteroskedasticity Test: White
F-statistic
Obs*R-squared
Scaled explained SS
10.26329
39.43495
27.29613
Prob. F(34,5)
Prob. Chi-Square(34)
Prob. Chi-Square(34)
0.0080
0.2398
0.7856
Lampiran 3. Output dan Uji Autokorelasi Pada Analisis Faktor-Faktor yang
Mempengaruhi Pembiayaan Sektor Agribisnis di Koperasi Baytul
Ikhtiar Bogor Tahun 2012
Dependent Variable: Y
Method: Least Squares
Date: 04/25/12 Time: 14:05
Sample: 1 40
Included observations: 40
Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
X1
X2
X3
X4
X5
X6
X7
C
1.98E-09
-3.31E-11
-1.33E-10
2.59E-10
-2.15E-08
-4.93E-11
-2.73E-08
2.34E-07
7.92E-09
5.25E-11
9.62E-11
7.08E-10
1.09E-08
1.79E-11
2.15E-08
2.09E-08
0.250401
-0.629398
-1.386660
0.366056
-1.984425
-2.760928
-1.271498
11.20793
0.8039
0.5336
0.1751
0.7167
0.0558
0.0095
0.2127
0.0000
R-squared
Adjusted R-squared
S.E. of regression
Sum squared resid
Log likelihood
F-statistic
Prob(F-statistic)
0.781005
0.733100
3.97E-08
5.03E-14
629.4241
16.30316
0.000000
Mean dependent var
S.D. dependent var
Akaike info criterion
Schwarz criterion
Hannan-Quinn criter.
Durbin-Watson stat
1.04E-07
7.68E-08
-31.07121
-30.73343
-30.94908
1.441516
Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test:
F-statistic
Obs*R-squared
1.379987
3.369934
Prob. F(2,30)
Prob. Chi-Square(2)
0.2671
0.1855
88 Lampiran
4.
Uji Multikolinieritas Pada Analisis Faktor-Faktor yang
Mempengaruhi Pembiayaan Sektor Agribisnis di Koperasi
Baytul Ikhtiar Bogor Tahun 2012
Variance Inflation Factors
Date: 04/25/12 Time: 21:24
Sample: 1 40
Included observations: 40
Variable
Coefficient
Variance
Uncentered
VIF
Centered
VIF
C
X1
X2
X3
X4
X5
X6
X7
4.37E-16
6.28E-17
2.76E-21
9.25E-21
5.02E-19
1.18E-16
3.19E-22
4.60E-16
11.12595
17.56966
2.087828
3.290001
4.610171
29.86927
11.96972
9.364309
NA
7.385195
1.304202
2.857057
3.707163
9.235893
3.697151
1.872862
89 Lampiran 5. Kuisioner Penelitian
KUISIONER
Analisis Kinerja Keuangan Dan Faktor-Faktor
Yang Mempengaruhi Pembiayaan Mitra Sektor Agribisnis
Di Koperasi Baytul Ikhtiar Bogor
No. kuisioner
:
Hari/Tanggal
:
Kuisioner ini digunakan sebagai bahan untuk penyusunan skripsi yang dilakukan oleh saya,
Septiannisa Rahmi (H34080010), Mahasiswi Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan
Manajemen, Institut Pertanian Bogor.
Kesediaan Bapak/Ibu/Saudara/i dalam mengisi kuisioner penelitian ini sangat saya harapkan untuk
memberikan informasi secara lengkap dan sesuai dengan keadaan yang sebenarnya. Informasi yang
diperoleh dari kuisioner ini bersifat rahasia dan hanya digunakan untuk kepentingan akademik.
Terima kasih atas bantuan dan kesediaannya dalam mengisi kuisioner ini.
I. KARAKTERISTIK RESPONDEN
1. Nama
: ………………………………………………………………….
2. Alamat
: ……………………………………………..................................
3. Jenis Kelamin
: Perempuan
4. Usia
: …………………………………………………………. tahun
5. Status
: a. Belum menikah
b. Menikah
c. Janda/Duda
6. Data Keluarga
: Istri/Suami …………………………………………….. orang
Anak …………………………………………………... orang
Lainnya …………………………………………………orang
7. Pendidikan
: a. Tidak Tamat SD
c. SLTP/sederajat
b. SD/sederajat
d. SLTA/sederajat
8. Pekerjaan Utama : ……………………………............................ sejak ………….
9. Usaha Lain
: Industri …………………….......................................................
Jasa …………………………………………............................
Dagang …………………………………………………………
10. Jumlah Tanggungan
: ………………………………………………….orang
11. Pemilikan Aset Fisik Rumah Tangga
Saat ini (Maret 2011)
No.
Jenis Aset
Ket
Unit
Nilai (Rp)
A. Aset Usaha
Lahan (Ha)
a. Lahan ……….
1
b. Lahan………..
c. Kolam
Bangunan (m2)
2
a.
b.
Peralatan
a.
3
b.
c.
d.
Tanaman/ Ternak
4
a.
b.
6
Lainnya …………
90 B. Aset Non Usaha
1
Rumah (m2)
Kendaraan
2
a.
b.
Elektronik
a. TV
b. DVD/VCD
3
c. Telp/HP
d. Kulkas
e. ………………
4
Lainnya …………
Total
12. Pemilikan Aset Finansial
No
Jenis Aset
1
Tabungan
a. Bank/Koperasi
b. Arisan
Total
Rp
Nilai (Rp)
Nama LK
Alasan
13. Sumber Pendapatan Rumah Tangga per Bulan
No.
Sumber Pendapatan
Pelaku Usaha
(Suami/Istri/Anak)
Pendapatan (Rp)
1
2
3
4
5
Total Pendapatan
14. Pengeluaran Rumah Tangga per Bulan
No.
Jenis Pengeluaran
1
Bahan makanan
2
Pemeliharaan rumah
3
Gas
4
Listrik
5
PDAM
6
Pulsa
7
Pendidikan
8
Jajan Anak
9
Bahan bakar kendaraan
10 Lainnya
a. Kredit
b. Arisan
c. Paket
d. ……………………………
Total Biaya
Biaya (Rp)
Keterangan
15. Total Penerimaan Bersih (Total Pendapatan – Total Biaya Rumah
………………………………………………………………………………………..
Tangga)
:
91 II. KARAKTERISTIK USAHA (Responden Usahatani)
1. Aset Lahan
a. Luas lahan milik
: ……………… Ha
b. Luas lahan non milik
: ……………… Ha *(sewa/sakap/gadai/garap)
2. Aset Non Lahan
Saat ini (Maret 2011)
Unit
Nilai (Rp)
No.
Jenis Aset
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Traktor kecil/besar
Handsprayer/sprayer
Mesin………………
Cangkul
Sekop
Sabit/kored
Pompa air
Terpal
Gudang
Lainnya ………..
Tujuan Pemanfaatan
3. Penggunaan Sarana Produksi
No
Jenis
Unit
Komoditi I …………………….
Harga
Satuan
Total
(Rp/sat)
Unit
Komoditi II ………………………….
Satuan
Harga
Total
(Rp/sat)
Total Biaya :
Keterangan :
4. Produksi Usahatani : Orientasi Pasar / Konsumsi *)
Jumlah yang dikonsumsi : …………………….
Jumlah yang dijual
: …………………….
92 5. Pemasaran Hasil (berdasarkan jumlah yang dijual)
Komoditas
Jumlah (kg)
Harga (Rp/sat)
Total penjualan
(Rp)
Biaya jual
(Rp/sat)
1.
2.
3.
4.
Total Omset : Rp
Keterangan :
6. Total pendapatan yang diterima (Total hasil penjualan – total biaya pembelian input – biaya
pemasaran): Rp ………………………………………………………………………….
III. KARAKTERISTIK PEMBIAYAAN
1. Struktur Permodalan (satu tahun terakhir)
No
Uraian
1
Total kebutuhan modal ustan untuk
semua lahan yang diusahakan (Rp Juta)
2
Komposisi sumber modal ustan
a. Modal sendiri (Rp)
b. Modal luar/pinjaman (Rp)
3
Sumber modal sendiri
a. Arisan
b. Tabungan
c. Warisan/hibah
4
Sumber modal pinjaman (Rp)
a. Bank umum/syariah/BPR
b. Koperasi/BMT
c. Keluarga/kerabat
d. Rentenir/Lainnya………………..
Keterangan
3. Pembiayaan di Koperasi Baytul Ikhtiar (BAIK)
a. Alasan memilih BAIK : ……………………………………………………………………..
b. Lama keanggotan
: …………………./ Frekuensi pembiayaan : ………………. .kali
c. Akad pembiayaan yang diambil
: ………………………………………………….
d. Jumlah pembiayaan yang diajukan
: Rp ………………………………………………
e. Jumlah pembiayaan yang diterima
: Rp ……………………………………………...
f. Margin yang disepakati
: Rp ………………………………………………
g. Alokasi fasilitas pembiayaan
Penggunaan Pembiayaan
Alokasi (Rp)
h.Kendala pembiayaan : ……………………………………………………………………………
93 II. KARAKTERISTIK USAHA (Responden Non-Usahatani)
1. Aset Usaha ……………………………………………………
Saat ini (Maret 2011)
No.
Jenis Aset
Unit
Nilai (Rp)
Tujuan Pemanfaatan
2. Biaya Pengadaan Input Usaha
No
Jenis
Unit
Usaha I …………………….
Harga
Satuan
Total
(Rp/sat)
Unit
Usaha II ………………………….
Satuan
Harga
Total
(Rp/sat)
Total Biaya :
Keterangan :
3. Penjualan Produk
Komoditas
Jumlah (kg)
Harga (Rp/sat)
Total penjualan
(Rp)
Biaya jual
(Rp/sat)
1.
2.
3.
4.
Total Omset : Rp
Keterangan :
6. Total pendapatan yang diterima (Total hasil penjualan – total biaya pengadaan input – biaya
pemasaran): Rp ………………………………………………………………………….
94 95 
Download