ANALISIS KEBERLANJUTAN FINANSIAL DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PEMBIAYAAN AGRIBISNIS PADA KOPERASI BAYTUL IKHTIAR BOGOR SKRIPSI SEPTIANNISA RAHMI H34080010 DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012 i RINGKASAN SEPTIANNISA RAHMI. Analisis Keberlanjutan Finansial dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pembiayaan Agribisnis pada Koperasi Baytul Ikhtiar Bogor. Skripsi. Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor (Di bawah bimbingan DWI RACHMINA) Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) merupakan salah satu tumpuan perekonomian Indonesia. Tercatat sekitar 99,99 persen usaha di Indonesia adalah UMKM, sedangkan 0,01 persen lainnya tergolong sebagai usaha besar. UMKM di Indonesia memiliki keterkaitan dengan sektor pertanian. Berdasarkan jumlah unit usaha tahun 2010, proporsi sektor ekonomi UMKM didominasi oleh sektor pertanian, peternakan, kehutanan, dan perikanan yaitu sebesar 49,58 persen. Adapun kontribusi UMKM sektor pertanian terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) memiliki proporsi terbesar yaitu senilai 27,7 persen pada tahun 2010. Hal tersebut menggambarkan bahwa terdapat potensi yang besar atas kekuatan domestik UMKM Indonesia. Namun, pada umumnya UMKM menghadapi masalah mendasar yaitu keterbatasan akses terhadap sumber pembiayaan. Adapun sumber pembiayaan yang dinilai sesuai dengan karakteristik UMKM adalah Lembaga Keuangan Mikro (LKM). Koperasi Baytul Ikhtiar (KBI) merupakan salah satu LKM yang bergerak dalam pelayanan jasa simpan pinjam berbasis pembiayaan syariah dengan model pembiayaan Grameen Bank. Sebagai lembaga intermediasi keuangan mikro yang menjangkau masyarakat pedesaan, KBI harus mampu memberikan pelayanan pembiayaan secara berkelanjutan. Kondisi tersebut dapat dicapai apabila pendapatan margin pembiayaan KBI dapat menutupi biaya operasional koperasi. Berdasarkan data KBI tahun 2009-2011, total pembiayaan yang disalurkan meningkat dengan laju pertumbuhan 56,9 persen per tahun yang diiringi dengan peningkatan jumlah anggota sebesar 37,35 persen tiap tahunnya. Namun, terdapat indikasi bahwa modal sendiri KBI hanya memiliki proporsi rata-rata sekitar 20,02 persen dengan tingkat penurunan sebesar 4 persen per tahun. Selain itu, perkembangan proporsi pembiayaan pertanian KBI pada tahun 2009-2011 masih dibawah rata-rata, yaitu secara berturut-turut hanya mencapai 4,8 persen, 6,77 persen, dan 6 persen dengan laju pertumbuhan senilai 0,61 persen per tahun. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah (1) menganalisis kinerja keuangan koperasi dari aspek likuiditas, solvabilitas, rentabilitas, dan aktivitas usaha KBI, (2) menganalisis keberlanjutan finansial KBI, dan (3) menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi pembiayaan agribisnis KBI. Penelitian ini dilakukan pada anggota KBI yang sedang memperoleh pembiayaan agribisnis dengan jumlah responden sebanyak 40 orang. Metode penarikan sample yang digunakan adalah proportioned simple random sampling dengan responden yang tersebar di tiga wilayah, yaitu Kecamatan Dramaga, Taman Sari, dan Rumpin. Metode pengolahan data yang digunakan adalah analisis kualitatif dan kuantitatif yang terdiri dari analisis rasio keuangan, viabilitas finansial, dan model regresi linier berganda. Berdasarkan prinsip pembiayaan 5C, terdapat tujuh faktor ii yang diduga berpengaruh terhadap jumlah pembiayaan yang diterima anggota adalah lama keanggotan, aset anggota, omset usaha per tahun, pendapatan bersih per tahun, frekuensi pembiayaan, jumlah pengajuan pembiayaan, dan jenis usaha anggota. Dalam perhitungan analisis rasio keuangan, digunakan data sekunder berupa laporan keuangan (neraca) dan laba rugi KBI tahun 2009-2011. Hasil analisis tersebut menunjukkan bahwa likuiditas dan solvabilitas koperasi berada pada kondisi yang menurun akibat proporsi modal luar koperasi yang semakin meningkat. Hal ini menujukkan beban hutang yang ditanggung KBI semakin berat. Dalam hal pencapaian laba, KBI dinilai belum optimal dalam menghasilkan sisa hasil usaha (SHU). Hal tersebut ditunjukkan dengan nilai rentabilitas yang cenderung bernilai negatif, sedangkan dalam hal aktivitas usaha, koperasi telah menunjukkan hasil pertumbuhan yang positif tetapi belum mencapai standar minimal yang dianjurkan. Hasil perhitungan viabilitas finansial menunjukkan bahwa KBI mencapai kondisi viable pada tahun 2010, sedangkan pada tahun 2009 dan 2011 koperasi berada pada kondisi tidak viable. Hal ini disebabkan oleh besarnya komponen biaya operasional KBI sehingga bernilai lebih besar daripada pendapatan atas margin pembiayaan KBI. Faktor-faktor yang berpengaruh signifikan terhadap pembiayaan anggota sektor agribisnis KBI adalah frekuensi pembiayaan dan jumlah pengajuan pembiayaan pada taraf nyata 10 persen serta omset usaha per tahun yang berpengaruh signifikan pada taraf nyata 20 persen. Walaupun demikian, ketiga faktor tersebut memiliki hubungan yang negatif terhadap jumlah pembiayaan yang diterima anggota. Berdasarkan hasil penelitian ini, diharapkan KBI dapat meningkatkan proporsi modal sendiri agar dapat memperbaiki kondisi likuiditas dan solvabilitas koperasi. Dalam upaya pencapaian kondisi keberlanjutan finansial, KBI sebaiknya mengoptimalkan efisiensi tenaga pendamping lapang untuk meningkatkan jumlah anggota koperasi yang akan berdampak pada peningkatan total pembiayaan per tenaga kerja tanpa meningkatkan biaya operasional. Selain itu, KBI disarankan untuk lebih mempertimbangkan frekuensi pembiayaan, jumlah pembiayaan yang diajukan, dan omset usaha per tahun yang dimiliki anggota untuk menetapkan besarnya pembiayaan yang disalurkan kepada anggota. iii ANALISIS KEBERLANJUTAN FINANSIAL DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PEMBIAYAAN AGRIBISNIS PADA KOPERASI BAYTUL IKHTIAR BOGOR SEPTIANNISA RAHMI H34080010 Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Agribinis DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012 iv Judul Skripsi : Analisis Keberlanjutan Finansial dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pembiayaan Agribisnis pada Koperasi Baytul Ikhtiar Bogor Nama : Septiannisa Rahmi NIM : H34080010 Menyetujui, Pembimbing Ir. Dwi Rachmina, M.Si NIP. 19631227 199003 2 001 Mengetahui, Ketua Departemen Agribisnis Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor Dr. Ir. Nunung Kusnadi, MS NIP. 19580908 198403 1 002 Tanggal Lulus : v PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul “Analisis Keberlanjutan Finansial dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pembiayaan Agribisnis pada Koperasi Baytul Ikhtiar Bogor” adalah karya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam bentuk daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini. Bogor, Juni 2012 Septiannisa Rahmi H34080010 vi RIWAYAT HIDUP Penulis merupakan anak pertama dari dua bersaudara dari pasangan Bapak Gumilar dan Ibu Auny Humaira Rahmah dan lahir di Jakarta pada tanggal 22 September 1990. Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SD Islam Al-Azhar Kelapa Gading pada tahun 2003 dan melanjutkan pendidikan menengah pertama di SMP Islam Al-Azhar Kelapa Gading selama dua tahun dengan mengikuti kelas akselerasi. Pendidikan lanjutan menengah atas penulis tempuh di SMAN 68 Jakarta sampai dengan tahun 2008. Pada tahun 2008, penulis melanjutkan pendidikan di Institut Pertanian Bogor dengan mayor Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB. Sejak tahun pertama di IPB, penulis aktif sebagai staff Human Resources Department (HRD) International Association of Student in Agricultural and Related Sciences (IAAS). Pada tahun selanjutnya, penulis aktif sebagai Treasurer II IAAS periode 2009-2010 dan Treasurer I IAAS periode 2010-2011. Selama mengikuti pendidikan di IPB, penulis dianugerahi sebagai FEM Ambassador tahun 2010 dan Finalis Favorit Duta Pendidikan IPB yang diselenggarakan oleh BEM KM IPB pada tahun 2011. Selain itu, penulis mewakili Departemen Agribisnis sebagai Finalis Mahasiswa Berprestasi di tingkat Fakultas Ekonomi dan Manajemen IPB Tahun 2011. Selain itu, pengalaman di IPB lainnya adalah penulis berkesempatan menjadi penerima Djarum Beasiswa Plus periode 2010-2011. Adapun pengalaman international yang pernah penulis ikuti adalah menjadi delegasi Indonesia pada kegiatan International Miracle Youth Conference yang diselenggarakan oleh AISEC Universiti Putra Malaysia tahun 2009. vii KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Analisis Keberlanjutan Finansial dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pembiayaan Agribisnis pada Koperasi Baytul Ikhtiar Bogor”. Penyusunan skripsi ini sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis kinerja keuangan dan keberlanjutan finansial, serta menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi pembiayaan agribisnis pada Koperasi Baytul Ikhtiar Bogor yang berbasis syariah dengan model pembiayaan grameen bank. Penulis berharap hasil penelitian dalam skripsi ini dapat bermanfaat bagi para pembaca dan dapat menjadi referensi penulisan selanjutnya yang berkaitan dengan topik penelitian ini. Bogor, Juni 2012 Septiannisa Rahmi viii UCAPAN TERIMA KASIH Penyelesaian skripsi ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Sebagai bentuk rasa syukur, penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan kepada : 1. Ir. Dwi Rachmina, MSi selaku dosen pembimbing skripsi yang telah memberikan arahan, bimbingan, waktu, dan kesabarannya selama penyusunan skripsi ini. 2. Dr. Ir. Anna Fariyanti, MSi selaku dosen penguji utama dan Siti Jahroh, Ph.D selaku dosen penguji komisi pendidikan pada ujian sidang penulis yang telah bersedia meluangkan waktunya untuk memberikan kritik dan saran dalam perbaikan skripsi ini. 3. Dr. Ir. Andriyono Kilat Adhi, MS selaku dosen pembimbing akademik yang telah memberikan motivasi selama penulis menyelesaikan pendidikan, Amzul Rifin, SP, MA selaku dosen pembimbing gladikarya, dan Suprehatin, SP, MAB selaku dosen pembimbing PKM, serta seluruh dosen dan staff Departemen Agribisnis. 4. Kedua orang tua, Bapak Gumilar dan Ibu Auny Humaira Rahmah, serta adik penulis M. Rizqy Riandra yang telah memberikan doa, motivasi, dan dukungan dalam setiap langkah yang penulis tempuh. 5. Iman Indrajaya atas kebersamaannya mendampingi dan mendukung penulis dalam setiap waktu yang telah dilalui. 6. Pihak Yayasan Peramu dan keluarga besar Koperasi Baytul Ikhtiar (KBI) Bogor, beserta anggota KBI atas kesediaan, waktu, dan informasi dalam mendukung proses penelitian ini. 7. Teman seperjuangan, Teresa M. G. Hutabarat, atas motivasi dan kebersamaannya dalam menjalani seluruh proses penulisan skripsi hingga tahap seminar dan sidang 8. Fiqhi Fadillah, Lorenta In Haryanto, Marosimy Millaty, dan M. Adri Siregar, tim gladikarya agribisnis angkatan 45 Desa Cisarua, Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Sukabumi. 9. Nur Hutami, Genadi Nur Susilohadi, Haris Fatori A, dan Dian Sulistyaningsih, tim PKMM tahun 2010-2011 ix 10. Keluarga besar IAAS LC-IPB atas kerjasama, motivasi, dan kebersamaannya dalam suka dan duka selama ini 11. Pramita Riskia, Fajar Utami, dan Vita, sahabat penulis yang selalu memberikan waktu dan dukungan kepada penulis hingga saat ini. 12. Destia Eka Putri, Restika Raditia Aulia, Julia Rahmamita, Meidina M. A, Regina Prameisa, Tsamaniatul Khusnia, Andina, Dinda Puti D, dan keluarga Agribisnis angkatan 45 atas semangat dan persahabatannya, serta seluruh pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu. Bogor, Juni 2012 Septiannisa Rahmi x DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL ...................................................................................... ii DAFTAR GAMBAR .................................................................................. iii DAFTAR LAMPIRAN .............................................................................. iv I PENDAHULUAN ............................................................................ 1.1. Latar Belakang ............................................................................. 1.2. Perumusan Masalah ...................................................................... 1.3. Tujuan Penelitian ........................................................................ 1.4. Manfaat Penelitian ....................................................................... 1.5. Ruang Lingkup Penelitian ........................................................... 1 1 5 10 10 10 II TINJAUAN PUSTAKA .................................................................... 2.1. Implikasi Grameen Bank di Indonesia ......................................... 2.2. Koperasi Sebagai Lembaga Keuangan Mikro . ............................ 2.3. Kinerja Keuangan Koperasi ......................................................... 2.4. Analisis Keberlanjutan Finansial ................................................. 2.5. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pembiayaan Agribisnis ....... 11 11 11 12 14 15 III KERANGKA PEMIKIRAN ............................................................ 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis ....................................................... 3.1.1 Peranan Kredit Sebagai Barang Ekonomi ........................... 3.1.2 Teori Keseimbangan Kredit ............................................... 3.1.3 Lembaga Keuangan Mikro Sebagai Lembaga Intermediasi 3.1.4 Pembiayaan pada Koperasi Syariah ................................... 3.1.5 Analisis Rasio Keuangan ................................................... 3.1.6 Viabilitas Finansial ............................................................ 3.1.7 Grameen Bank pada Koperasi Baytul Ikhtiar ..................... 3.2. Kerangka Pemikiran Operasional ................................................ 17 17 17 18 20 21 23 27 28 25 IV METODOLOGI PENELITIAN ...................................................... 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian ....................................................... 4.2. Metode Penentuan Sample ............................................................ 4.3 Data dan Instrumentasi ................................................................. 4.4. Metode Pengumpulan Data .......................................................... 4.5. Metode Pengolahan Data . ............................................................ 4.5.1 Analisis Kualitatif ............................................................... 4.5.2 Analisis Kuantitatif ............................................................. 4.5.2.1 Analisis Rasio Keuangan ...................................... 4.5.2.2 Viabilitas Finansial ............................................... 4.5.2.3 Analisis Model Regresi Linear Berganda ............. 34 34 34 36 36 37 37 37 38 42 43 V GAMBARAN UMUM KOPERASI BAYTUL IKHTIAR ............ 5.1. Sejarah dan Perkembangan Koperasi Baytul Ikhtiar ................... 5.2. Ruang Lingkup dan Struktur Organisasi ...................................... 5.3. Program Koperasi Baytul Ikhtiar ................................................. 47 47 47 50 xi VI ANALISIS KEBERLANJUTAN FINANSIAL KOPERASI BAYTUL IKHTIAR ........................................................................ 6.1. Analisis Rasio Keuangan Koperasi .............................................. 6.1.1 Likuiditas ............................................................................ 6.1.2 Solvabilitas ......................................................................... 6.1.3 Rentabilitas ......................................................................... 6.1.4 Aktivitas Usaha .................................................................. 6.2. Viabilitas Finansial ...................................................................... VII FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PEMBIAYAAN AGRIBISNIS PADA KOPERASI BAYTUL IKHTIAR ............... 7.1. Karakteristik Umum Responden .................................................. 7.2. Karakteristik Pembiayaan Responden Sektor Agribisnis ............ 7.3. Keragaan Regresi Faktor-Faktor Pembiayaan Sektor Agribisnis . 7.4. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pembiayaan Agribisnis .................................................................................... 7.4.1 Lama Keanggotaan ............................................................. 7.4.2 Aset Anggota ...................................................................... 7.4.3 Omset Usaha per Tahun ..................................................... 7.4.4 Pendapatan Bersih per Tahun ............................................. 7.4.5 Frekuensi Pembiayaan ........................................................ 7.4.6 Jumlah Pengajuan Pembiayaan .......................................... 7.4.7 Jenis Usaha ......................................................................... 52 52 52 54 56 58 59 59 59 67 70 70 72 73 75 76 77 78 79 VIII KESIMPULAN DAN SARAN ......................................................... 8.1. Kesimpulan .................................................................................. 8.2. Saran ............................................................................................ 81 81 81 DAFTAR PUSTAKA ................................................................................. 83 LAMPIRAN ................................................................................................ 86 xii DAFTAR TABEL Nomor Halaman 1. Perkembangan Data UMKM dan Usaha Besar Tahun 2009-2010 1 2. Profil Lembaga Keuangan Mikro Tahun 2007 ............................... 3 3. Perkembangan Pembiayaan dan Anggota KBI Tahun 2009-2011 .. 6 4. Sisa Hasil Usaha (SHU) KBI Tahun 2009-2011 ............................ 8 5. Perhitungan Proporsi Sample Penelitian KBI Tahun 2012 ............ 27 6. Likuiditas KBI Tahun 2009-2011 .................................................. 52 7. Solvabilitas KBI Tahun 2009-2011 ................................................ 54 8. Rentabilitas KBI Tahun 2009-2011 ................................................ 56 9. Aktivitas Usaha KBI Tahun 2009-2011 ......................................... 59 10. Viabilitas Finansial KBI Tahun 2009-2011 .................................. 60 11. Hasil Rekapan Analisis Rasio Keuangan KBI Tahun 2009-2012 ... 62 12. Jumlah dan Proporsi Responden KBI Menurut Jenis Usaha Tahun 2012 ...................................................................................... 65 13. Jumlah dan Proporsi Responden KBI Menurut Usia Tahun 2012 . 66 14. Jumlah dan Proporsi Responden KBI Menurut Tingkat Pendidikan Tahun 2012 .................................................................. 66 Analisis Parameter yang Mempengaruhi Pembiayaan Sektor Agribisnis KBI Tahun 2012 ........................................................... 62 16. Jumlah dan Proporsi Luas Lahan Milik dan Non Milik Responden Sektor Pertanian KBI Tahun 2012 ............................... 68 17. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pembiayaan Agribisnis di KBI Tahun 2012 ....................................................... 71 18. Lama Keanggotan Responden KBI Sektor Agribisnis Tahun 2012 72 19. Aset Anggota Responden KBI Sektor Agribisnis Tahun 2012 ...... 74 20. Omset Usaha per Tahun Responden KBI Sektor Agribisnis Tahun 2012 ..................................................................................... 75 15. 21. Pendapatan Bersih per Tahun Responden KBI Sektor Agribisnis Tahun 2012 ...................................................................................... 22. Frekuensi Pembiayaan Responden KBI Sektor Agribisnis Tahun 2012 ....................................................................................... 23. Jumlah Pengajuan Pembiayaan Responden KBI Sektor Agribisnis Tahun 2012 ...................................................................................... 24. Jenis Usaha Responden KBI Sektor Agribisnis Tahun 2012 ........... 76 77 78 79 xiii DAFTAR GAMBAR Nomor Halaman 1 Proporsi Modal KBI Tahun 2009-2011 .......................................... 7 2. Pembiayaan KBI Berdasarkan Sektor Usaha Tahun 2009-2011 ..... 9 3. Kurva Keseimbangan Kredit .......................................................... 18 4. Kerangka Operasional .................................................................... 34 5. Struktur Organisasi Koperasi Baytul Ikhtiar .................................. 48 6. Tahapan Program Koperasi Baytul Ikhtiar ..................................... 51 xiv DAFTAR LAMPIRAN Nomor 1. 2. 3. 4. 5. Halaman Uji Normalitas Pada Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pembiayaan Sektor Agribisnis di Koperasi Baytul Ikhtiar Bogor Tahun 2012 ...................................................................................... 88 Uji Heterokedastisitas Pada Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pembiayaan Sektor Agribisnis di Koperasi Baytul Ikhtiar Bogor Tahun 2012 ............................................................... 89 Output dan Uji Autokorelasi Pada Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pembiayaan Sektor Agribisnis di Koperasi Baytul Ikhtiar Bogor Tahun 2012 ............................................................... 89 Uji Multikolinieritas Pada Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pembiayaan Sektor Agribisnis di Koperasi Baytul Ikhtiar Bogor Tahun 2012 .............................................................. 90 Kuisioner Penelitian ....................................................................... 91 xv I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) merupakan salah satu tumpuan perekonomian Indonesia. Hingga tahun 2011, tercatat sekitar 99,99 persen usaha di Indonesia adalah UMKM, sedangkan 0,01 persen lainnya tergolong sebagai usaha besar. Tingginya angka tersebut membuat peranan UMKM Indonesia berdampak signifikan terhadap masyarakat. Jumlah UMKM yang mencapai 53,82 juta unit mampu menyerap 99,40 juta tenaga kerja Indonesia. Hal tersebut pun berpengaruh terhadap total Produk Domestik Bruto (PDB) yang mencapai 57,12 persen.1 Tabel 1. Perkembangan Data Usaha Mikro, Kecil, Menengah, dan Usaha Besar Tahun 2009-2010 Indikator Jumlah Unit Usaha (unit) Jumlah Tenaga Kerja (orang) PDB ADH Konstan 2000 (Rp Milyar) Usaha Mikro Usaha Kecil Usaha Menengah Usaha Besar Usaha Mikro Usaha Kecil Usaha Menengah Usaha Besar Usaha Mikro Usaha Kecil Usaha Menengah Usaha Besar Tahun 2009 Pangsa Jumlah (%) 52.176.795 98,99 546.675 1,04 41.133 0,08 4.677 0,01 90.012.694 91,03 3.521.073 3,56 2.677.565 2,71 2.674.671 2,70 682.259 32,66 224.311 10,74 306.028 14,65 876.459 41,95 Tahun 2010 Pangsa Jumlah (%) 53.207.500 98,85 573.601 1,07 42.631 0,08 4.838 0,01 91.014.759 90,98 3.627.164 3,55 2.759.852 2,70 2.839.711 2,78 719.070 32,42 239.111 10,78 324.390 14,63 935.375 42,17 Perkembangan (%) 1,98 4,93 3,64 3,43 3,34 3,01 3,07 6,17 5,40 6,60 6,00 6,72 Ket : ADH = Atas Dasar Harga Sumber : Statistik UMKM Tahun 2009-2010 UMKM Indonesia juga memiliki keterkaitan dengan sektor pertanian. Berdasarkan jumlah unit usaha tahun 2010, proporsi sektor ekonomi UMKM didominasi oleh sektor pertanian, peternakan, kehutanan, dan perikanan yaitu sebesar 49,58 persen. Sektor pertanian tersebut berkontribusi terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) UMKM dengan proporsi terbesar yaitu senilai 27,7 persen pada tahun 2010. Perkembangan UMKM sektor pertanian dari aspek jumlah unit 1 Statistik UMKM Tahun 2009-2010. Kementerian Koperasi dan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah 1 usaha dan PDB tersebut menggambarkan bahwa terdapat potensi yang besar atas kekuatan domestik UMKM Indonesia. Apabila hal tersebut dapat dikelola dan dikembangkan dengan baik, tentu akan mewujudkan UMKM sektor pertanian yang tangguh. Kontribusi UMKM terhadap perekonomian negara tidak perlu diragukan lagi, karena telah terbukti di beberapa negara, termasuk Indonesia, bahwa UMKM dapat menjadi tumpuan perekonomian suatu negara. Namun, menurut Wijono (2005), secara umum usaha kecil dan menengah saat ini masih dihadapkan pada masalah-masalah mendasar yang mencakup antara lain (1) sulitnya akses usaha kecil dan menengah pada pasar atas produk-produk yang dihasilkan, (2) lemahnya pengembangan dan penguatan usaha, (3) keterbatasan akses terhadap sumber-sumber pembiayaan dari lembaga-lembaga keuangan formal khususnya perbankan. Adapun beberapa permasalahan yang dihadapi UMKM adalah berkaitan dengan keterbatasan modal, bahan baku, pemasaran (marketing), manajemen dan produksi, serta persaingan usaha. Pada industri kecil, keterbatasan modal menjadi permasalahan utama yang dihadapi UMKM sebesar 36,63 persen (BPS 2004). Keterbatasan akses UKM terhadap sumber pembiayaan formal khususnya perbankan membuat pelaku usaha beralih kepada sumber pembiayaan lainnya, yaitu Lembaga Keuangan Mikro (LKM). Lembaga Mikro ini bersifat spesifik karena mempertemukan permintaan dana penduduk miskin atas ketersediaan dana. Bagi lembaga keuangan formal, penduduk miskin tidak akan dapat terlayani karena persyaratan formal yang harus dipenuhi tidak dimiliki (Wardoyo 2004). Dengan demikian, LKM memiliki fungsi sebagai lembaga yang memberikan berbagai jasa keuangan bagi masyarakat berpenghasilan rendah serta usaha mikro. Terdapat beberapa karakteristik LKM yang mengakar kepada pelaku usaha kecil dan menengah karena sifatnya yang fleksibel, seperti kemudahan pelaku usaha dalam mengakses sumber pembiayaan. Kemudahan tersebut antara lain terdapat dalam hal persyaratan dan jumlah pinjaman yang tidak seketat persyaratan perbankan maupun keluwesan pada pencairan kredit. Hal ini merupakan salah satu indikator bahwa keberadaan LKM sesuai dengan kebutuhan pelaku UKM yang umumnya membutuhkan pembiayaan sesuai skala dan sifat dari usaha kecil (Wijono 2005). 2 Menurut Bank Indonesia, LKM dibagi menjadi dua kategori besar yaitu LKM yang berwujud bank dan non bank. Kategori LKM non bank terbagi dua menjadi formal dan non formal. Masing-masing LKM tersebut memiliki kinerja yang berbeda-beda dalam kontribusinya untuk memenuhi kebutuhan nasabah yang umumnya adalah pelaku UKM. Tabel 2. Profil Lembaga Keuangan Mikro Tahun 2007 No. 1 2 3 4 5 6 7 8 Jenis LKM Bank BPR BRI Unit Badan Kredit Desa (BKD) Non Bank A. Formal KSP USP Pegadaian B. Non Formal BMT LSM Total Jumlah (unit) Jumlah Pinjaman (Rp Juta) Jumlah Peminjam (Orang) Jumlah Penabung (Orang) 2.164 2.161.000 11.639.000 5.692 4.046 3.210.678 21.334.800 31.271.553 4.518 11.667.054 3.829.209 464.812 1.596 684.874 1.156.692 36.466 10.523.585 13.488.092 827 7.768.278 9.631.772 Jumlah Tabungan (Rp Juta) 10.795.000 32.881.790 28.464 481.152 5.015.596 na 325.341 1.451.576 na 2.017 280.000 1.200.000 450.000 143 69.188 84.140 71.845 51.777 36.084.937 36.084.937 37.311.100 1.500.000 47.707 47.029.878 Sumber : PINBUK dalam Kurnialestari 2007 Keterangan : na = not available (tidak dapat diketahui) Berdasarkan Tabel 2, jenis LKM yang memiliki unit terbanyak adalah Unit Simpan Pinjam (USP), sedangkan dalam hal jumlah pinjaman didominasi oleh LKM kategori bank yaitu BRI Unit. Hal tersebut karena skim kredit yang ditawarkan oleh BRI Unit lebih besar daripada USP. Namun pada perkembangannya, koperasi dinilai lebih diminati oleh pengusaha UKM khususnya bagi pelaku usaha yang tinggal di daerah pedesaan. Sebagai LKM yang tergolong non bank, koperasi berperan sebagai lembaga keuangan formal yang melayani masyarakat terutama anggotanya dalam keperluan untuk menyimpan dan meminjam dana (Sulaeman 2004). Mengingat cukup strategisnya peran koperasi simpan pinjam dalam menyalurkan dan menampung dana anggota, Bank Indonesia (2001) menyebutkan bahwa dalam hal jumlah pembiayaan yang 3 disalurkan, posisi KSP dan USP termasuk peringkat dua besar setelah BRI Unit Desa. Jumlah kredit yang disalurkan masing-masing sebesar Rp 6.141.400 juta (41,87%) untuk BRI Unit Desa serta Koperasi Simpan Pinjam (KSP) dan Unit Simpan Pinjam (USP) pada koperasi Rp 4.159.867 juta (28,36%). Dalam menjalankan aktivitasnya sebagai lembaga keuangan mikro, koperasi dapat menggunakan model pembiayaan yang bersifat merangkul dan memberdayakan masyarakat pedesaan yaitu Grameen Bank yang dipelopori oleh Muhammad Yunus di Bangladesh. Grameen Bank merupakan bank yang diperuntukan unuk orang-orang termiskin yang tinggal di daerah pedesaan. Grameen Bank di Indonesia pertama kali direplikasi oleh Yayasan Karya Usaha Mandiri (KUM) di Kecamatan Nanggung, Kabupaten Bogor, Jawa Barat pada tahun 1989. Keberadaan Grameen Bank tersebut mampu membuktikan bahwa orang-orang miskin, termasuk pengusaha mikro, tergolong layak kredit. Grameen Bank juga berperan dalam meningkatkan pendapatan nasabah usaha mikro, yakni pendapatan sesudah memperoleh kredit lebih besar daripada pendapatan sebelum memperoleh kredit (Thoha 2000). Salah satu koperasi yang menggunakan model Grameen Bank adalah Koperasi Baytul Ikhtiar (KBI) di Kota Bogor. Koperasi ini merupakan lembaga yang berdiri dibawah naungan Yayasan Pengembangan Masyarakat Mustadh’afiin (Peramu) yang bergerak dalam pelayanan simpan pinjam dengan basis pembiayaan syariah. Sasaran anggota koperasi ini adalah masyarakat pedesaan yang memiliki akses rendah terhadap lembaga keuangan karena lokasinya yang jauh dari perkotaan. Hingga tahun 2011, anggota koperasi telah mencapai 20.429 orang yang tersebar di wilayah Kodya Bogor, Kabupaten Bogor, dan Kabupaten Sukabumi dengan total majelis yang mencapai 695 majelis. Total pembiayaan yang disalurkan pun terus meningkat, yaitu Rp 6.164.350.000,- pada tahun 2010 menjadi Rp 9.742.300.000 pada tahun 2011. Hal tersebut menunjukkan besarnya potensi yang dimiliki KBI sebagai lembaga intermediasi keuangan yang menjangkau pelaku usaha mikro. 4 1.2. Perumusan Masalah Provinsi Jawa Barat menempati urutan ketiga dalam perkembangan jumlah koperasi aktif di Indonesia. Hingga tahun 2011, jumlah koperasi aktif di Jawa Barat mencapai 14.856 unit dan tercatat 769 unit diantaranya berada di Kota Bogor, Jawa Barat. Jumlah koperasi tersebut telah mengalami peningkatan sebesar 3,3 persen dari jumlah koperasi di Kota Bogor pada tahun 20092. Koperasi Baytul Ikhtiar (KBI) merupakan salah satu koperasi di Kota Bogor, Jawa Barat yang bergerak dalam pemberdayaan masyarakat khususnya UMKM. Pemberdayaan ini dilakukan oleh KBI melalui pembiayaan kepada masyarakat yang tergabung dalam anggota layanan KBI. Pembiayaan dalam konteks ini merupakan penyaluran dana pinjaman yang diberikan oleh KBI kepada anggotanya. Jangkauan wilayah KBI cukup luas, mulai dari Kodya Bogor, Kabupaten Bogor, dan Kabupaten Sukabumi yang diwakili oleh 5 kantor unit koperasi dengan jangkauan target sasaran masyarakat yang bertempat tinggal 12 km dari masing-masing kantor unit. Seperti halnya dengan LKM lainnya, KBI tentunya dihadapkan pada kendala mendasar yaitu dalam hal operasional koperasi. Dengan batas plafon pembiayaan yang tergolong rendah, yaitu Rp 300.000,- hingga Rp 5.000.000,-, KBI membutuhkan biaya transaksi yang cukup besar pada tiap plafon pembiayaan yang disalurkan. Berbeda halnya dengan perbankan yang dapat memberikan plafon pembiayaan dengan jumlah besar dalam satu kali transaksi. Besarnya biaya operasional yang harus disediakan bagi pembiayaan usaha mikro mengharuskan KBI untuk melakukan perhitungan break-even interest secara cermat. Adapun sumber pendapatan utama bagi KBI sebagai lembaga yang menyalurkan pembiayaan adalah margin pada tiap plafon yang diberikan. Oleh karena itu, agar dalam jangka panjang sebuah pembiayaan mikro dapat berlanjut, maka pendapatan margin pembiayaan harus dapat menutupi biaya operasional koperasi. Hal tersebut berarti bahwa koperasi harus mencapai keadaan kelayakan finansial tanpa harus merugikan anggota sasaran Berdasarkan kondisi perkembangan KBI pada Tabel 3, dapat dilihat bahwa jumlah pembiayaan dan anggota koperasi meningkat dari tahun 2009 hingga tahun 2 http://depkop.go.id/Download/Data-Koperasi-2011. Diakses tanggal 9 Februari 2012 5 2011. Jumlah pembiayaan yang disalurkan terus meningkat dengan laju pertumbuhan sekitar 56,9 persen per tahun. Hal tersebut seiring dengan peningkatan jumlah anggota koperasi sebesar 37,35 persen tiap tahunnya. Tabel 3.Perkembangan Pembiayaan dan Anggota KBI Tahun 2009-2011 Pembiayaan (Milyar Rp) Anggota (orang) 2009 3.953 Tahun 2010 6.164 2011 9.742 11.059 13.002 20.429 Pertumbuhan (%/thn) 56,99 37,35 Sumber : Koperasi Baytul Ikhtiar 2012 Namun, kondisi lain menunjukkan adanya penurunan proporsi modal sendiri KBI pada tahun 2009-2011. Penurunan proporsi modal sendiri ini pada dasarnya bukan disebabkan adanya penurunan dari besarnya modal sendiri yang terdiri dari simpanan wajib, simpanan pokok, dana Latihan Wajib Kelompok (LWK), dana cadangan, hibah, sisa hasil usaha, dan sebagian dari modal penyertaan. Salah satu hal yang menyebabkan penurunan proporsi modal sendiri koperasi adalah semakin besarnya jumlah hutang yang dimiliki koperasi tiap tahunnya, sehingga proporsi modal luar koperasi semakin meningkat. Keputusan KBI dalam meningkatkan jumlah modal luar didasari atas adanya kebutuhan dalam pengembangan unit koperasi di beberapa wilayah target. Hal tersebut disebabkan oleh tingginya biaya yang dibutuhkan koperasi dalam melakukan pengembangan dan penumbuhan usaha, sedangkan modal koperasi pada tahun 2010 dan 2011 belum memenuhi besarnya kebutuhan tersebut. Modal koperasi yang belum mencukupi biaya tersebut dapat disebabkan karena KBI baru resmi berdiri pada tahun 2008 sehingga rentang waktu yang dimiliki dalam pengumpulan modal koperasi belum dirasa cukup. Namun disisi lain, peningkatan proporsi modal luar KBI akan meningkatkan beban koperasi dalam memenuhi seluruh kewajibannya. Kondisi ini tentu akan berpengaruh pada kesehatan keuangan koperasi terutama pada aspek likuiditas dan solvabilitas yang secara langsung berhubungan dengan besarnya hutang atau beban yang dimiliki oleh koperasi. Pada dasarnya, hal yang perlu diperhatikan adalah koperasi memiliki posisi sebagai lembaga keuangan mikro yang bertujuan untuk mensejahterakan anggota, sehingga seharusnya modal anggota menjadi 6 kekuatan utama dalaam membanngun koperaasi tersebutt. Widiyantti dan Sunindhia k harrus dapat memanfaatka m an modal seendiri (1999) meengemukakaan bahwa koperasi dan yakin terhadap pootensi kopeerasi tersebu ut. Oleh karrena itu, prooporsi modaal luar t m modal sendirri akan lebiih baik bilaa tidak mellebihi 67 persen p koperasi terhadap (Suwandi 1985). Adaapun modal luar yang diperoleh d K bersumbber dari ang KBI ggota, Yayasan Peramu P besserta lembagga binaanny ya (Baitul Mal M wat Taamwil Khidm matul Ummah, Wihdatul W U Ummah, Tadbiirul Um mmah, dan BPRS B Binaa Rahmah), dana produktif mustahiq, lembaga ES SQ dan Geerakan Masyyarakat Maandiri, dan Bank M (BSM M). Syariah Mandiri 100.00 Persen 80.00 60.00 Modal Seendiri 40.00 Modal Lu uar 20.00 0.00 2 2009 2010 0 2011 Tahun Sumbeer : Koperasi Baytul B Ikhtiarr 2012 Gam mbar 1. Propporsi Modal KBI Tahun 2009-2011 11 dapat diilihat pada Gambar 1 yang Propporsi modall KBI tahunn 2009-201 menunjukkkan bahwa proporsi modal m sendirri KBI masih berada ddibawah pro oporsi modal luaar koperasi. Modal senddiri KBI haanya memiliiki proporsii rata-rata seekitar 20,02 perrsen dengann tingkat penurunan p sebesar 4 persen per tahun. Ko ondisi permodalaan KBI perllu diperhatiikan karenaa dengan beesarnya propporsi modaal luar koperasi tersebut, KB BI belum menunjukkan n keberhasillannya dalam m meningk katkan laba kopeerasi tiap taahunnya. Laaba koperaasi tersebut dapat dituunjukkan melalui besarnya jumlah j sisaa hasil usahha tahun berrjalan yang diperoleh dari perhitu ungan biaya (cosst) dan penddapatan (retuurn) koperaasi. 7 Tabel 4. Sisa Hasil Usaha (SHU) KBI Tahun 2009-2011 Tahun 2009 2010 2011 Perkembangan (Rp/Tahun) Pendapatan (Rp) 972,605,204 1,429,663,722 2,223,332,346 625,363,571 Biaya (Rp) 879,027,267 1,304,704,123 2,153,063,709 637,018,221 SHU (Rp) 93,577,937 124,959,599 70,268,637 (11,654,650) Sumber : Laporan Laba Rugi Koperasi Baytul Ikhtiar Tahun 2009-2011 Berdasarkan data pada Tabel 4, perkembangan laba koperasi pada tahun 2009-2011 menunjukkan rata-rata penurunan sebesar Rp 11.654.650,-. Kondisi tersebut menggambarkan bahwa koperasi belum dapat meningkatkan laba atas modal luar yang dipergunakan oleh koperasi. Oleh karena itu, perlu ditinjau kembali bagaimana keberlanjutan finansial KBI sebagai lembaga keuangan mikro yang memiliki peran dalam hal pemberdayaan masyarakat miskin secara berkelanjutan. Dalam upaya memperoleh kondisi yang berkelanjutan dalam hal finansial, maka KBI harus memperhatikan besarnya margin pembiayaan sebagai pendapatan utama koperasi. Oleh karena itu, KBI harus berfokus pada pemberian pembiayaan mikro yang diperuntukan untuk modal kerja dan investasi. Hal ini bertujuan untuk menghindari tunggakan pembiayaan yang berujung pada kerugian koperasi. Koperasi berkeyakinan bahwa masyarakat pedesaan tergolong layak kredit dan mampu mengusahakan usaha yang dijalankan dengan adanya pembiayaan produktif. Salah satu sektor usaha produktif yang dijalankan oleh anggota KBI adalah pertanian. Pada umumnya, pembiayaan sektor pertanian KBI diperuntukan untuk keperluan modal usaha dan investasi. Modal usaha tersebut sebagian besar digunakan anggota untuk pembelian input produksi seperti bibit, pupuk, obatobatan, dan jasa tenaga kerja, sedangkan modal investasi umumnya digunakan untuk pengadaan alat-alat pertanian dan pembangunan lokasi usaha. Usaha yang dijalankan anggota pun beragam, mulai dari usahatani pertanian (padi, jagung, umbi-umbian, sayur-mayur), peternakan (kambing, sapi, ayam, ikan), dan 8 perdaganggan (sayur, daging ayaam). Usahaa tersebut tersebar t di tiga kecam matan, yaitu Dram maga, Tamaan Sari, dann Rumpin. 6,000 0 5,000 0 4,000 0 20 009 3,000 0 20 010 2,000 0 20 011 1,000 0 ‐ Industri Jasa Konsumtif Perdagangan Pertanian Sumber : Kooperasi Baytul Ikhtiar 20122 Gambar 2. Peembiayaan KBI K Berdasarkan Sektoor Usaha Taahun 2009-2 2011 Nam mun, perkem mbangan peembiayaan pertanian KBI K pada tahun 2009--2011 yang ditunnjukkan padda Gambar 2 masih diibawah rataa-rata, yaituu secara bertturutturut hannya mencappai 4,8 persen, 6,77 persen, dan d 6 persen dengan n laju pertumbuhhan senilai 0,61 persenn per tahun n. Angka teersebut massih jauh dib bawah proporsi sektor s usahha lainnya, seperti sek ktor usaha konsumtif yang men ncapai proporsi sebesar 533 persen dan sektor usaha perddagangan ddengan pro oporsi pembiayaaan senilai 35 persen. Padahal, P apaabila mengaacu pada Taabel 3, KBI terus mengalam mi peningkaatan dalam hal perkem mbangan jum mlah anggoota. Oleh karena k itu, perlu ditinjau keembali menngenai apa saja yang sebenarnyaa menjadi bahan b pertimbanngan KBI daalam menyaalurkan pem mbiayaan agribisnis keppada anggottanya. Berddasarkan urraian di ataas, maka perumusan masalah m daari penelitiaan ini adalah sebbagai berikuut : a. Bagaim mana kinerj rja keuangaan Koperaasi Baytul Ikhtiar seebagai lem mbaga intermeediasi keuanngan mikro?? b. Bagaim mana keberlaanjutan finaansial dari pembiayaan p Koperasi B Baytul Ikhtiaar? c. Faktor--faktor apa saja yang mempengaru m uhi pembiaayaan agribiisnis di Kop perasi Baytul Ikhtiar? 9 1.3. Tujuan Penelitian Berdasarkan perumusan masalah di atas, tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut : a. Menganalisis kinerja keuangan Koperasi Baytul Ikhtiar sebagai lembaga intermediasi keuangan mikro b. Menganalisis keberlanjutan keuangan dari pembiayaan Koperasi Baytul Ikhtiar c. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi besar pembiayaan yang disalurkan Koperasi Baytul Ikhtiar kepada kelompok mitra 1.4. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi informasi bagi Koperasi Baytul Ikhtiar untuk mengetahui posisi lembaga dari aspek finansial, baik mengenai permodalan koperasi maupun keberlanjutan finansial sehingga KBI mampu meningkatkan kualitasnya sebagai LKM dengan basis syariah yang berupaya melayani kebutuhan masyarakat miskin khususnya pelaku UMKM. Manfaat lainnya adalah KBI dapat mengetahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi KBI dalam menyalurkan pembiayaan agribisnis sehingga faktorfaktor tersebut dapat menjadi bahan pertimbangan utama bagi KBI dalam pembiayaan selanjutnya. Selain itu, hasil penelitian ini pun diharapkan dapat dijadikan bahan kajian atau referensi untuk penelitian selanjutnya. 1.5. Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian ini adalah melakukan kajian finansial KBI dengan menggunakan laporan keuangan (neraca) dan laba rugi KBI tahun 20092011. Penelitian mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi pembiayaan agribisnis dibatasi pada anggota koperasi yang sedang memanfaatkan fasilitas pembiayaan KBI dengan peruntukan sektor agribisnis, baik on-farm maupun offfarm. Secara keseluruhan, data diperoleh berdasarkan informasi secara langsung dari pengurus KBI dan petani sebagai anggota KBI. 10 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Implikasi Grameen Bank di Indonesia Grameen Bank pertama kali direplikasikan di Indonesia pada tahun 1989 di Kecamatan Nanggung, Kabupaten Bogor, Jawa Barat oleh Yayasan Karya Usaha Mandiri (KUM). Selanjutnya model pembiayaan ini dikembangkan di Jawa Timur oleh LSM Yayasan Mitra Karya (YMK) pada tahun 1993 (Thoha 2000). Berdasarkan hasil penelitian Thoha (2000) mengenai peranan dan efektivitas model Grameen Bank dan model Kukesra di Kecamatan Binangun, Kabupaten Blitar, dapat ditunjukkan bahwa (1) Grameen Bank mempunyai daya tarik yang lebih kuat daripada Kukesra dalam hal kemudahan prosedur peminjaman dan angsuran, tingkat bunga yang relatif rendah, tidak diperlukannya agunan, serta kenyamanan anggota dalam memperoleh perhatian, bimbingan usaha, dan bantuan pemasaran, (2) Grameen Bank terbukti lebih efektif sebagai sarana peningkatan kesejahteraan ekonomi dan sosial rumah tangga miskin di pedesaan bila dibandingkan dengan Kukesra. Keberhasilan tersebut dapat diukur dari peningkatan pendapatan nasabah Grameen Bank yang mencapai 90 persen per tahun, dan (3) manfaat yang diterima nasabah Grameen Bank bernilai lebih tinggi daripada Kukesra, yaitu dalam hal kemampuan menabung nasabah, hidup yang lebih hemat, jaringan usaha yang semakin luas, meningkatnya pengetahuan tentang bisnis, dan menurunnya tingkat ketergantungan nasabah terhadap renternir. 2.2. Koperasi Sebagai Lembaga Keuangan Mikro Lembaga Keuangan Mikro (LKM) adalah lembaga yang memberikan jasa keuangan bagi pengusaha mikro dan masyarakat berpenghasilan rendah, baik formal, semi formal, dan informal (Tohari 2002). Ibrahim (2002) menyebutkan bahwa secara umum LKM di Indonesia dapat dikelompokkan menjadi dua jenis, yaitu yang bersifat formal dan informal. LKM formal dalam bentuk bank adalah BKD, Bank Perkreditan Rakyat (BPR) dan BRI Unit. LKM formal bukan bank adalah LDKP, koperasi (Koperasi Simpan Pinjam dan Unit Simpan Pinjam) dan pegadaian, sedangkan LKM informal terdiri dari KSM, LSM, BMT, LPEM, 11 UED-SP dan sejenisnya. Sebagai lembaga keuangan, LKM dapat melakukan kegiatan operasinya dengan model konvensional maupun syariah. Koperasi khususnya yang bergerak dalam usaha simpan pinjam, baik Koperasi Simpan Pinjam (KPS) maupun Unit Simpan Pinjam (UPS) adalah LKM yang dapat melayani masyarakat terutama anggotanya, yaitu dalam hal menyimpan dan meminjam dana. Berdasarkan data Bank Indonesia (2001), koperasi termasuk LKM yang banyak membantu penyediaan dana bagi mendukung permodalan kegiatan Usaha Kecil Menengah (UKM) pada masa krisis. Ditinjau dari besarnya pembiayaan yang disalurkan, posisi KSP dan USP termasuk dua besar setelah BRI Unit Desa. Jumlah kredit yang disalurkan masingmasing sebesar Rp 6.141.400 (41,87 persen) untuk BRI Unit Desa serta KSP dan USP sebesar Rp 4.159.867 juta (28,36 persen). Jumlah lembaga KSP dan USP pun berada pada posisi terbanyak dan tersebar di Indonesia. Oleh karena itu, usaha simpan pinjam pada koperasi yang dilakukan olek KSP dan USP mempunyai peluang yang cukup baik untuk membantu mengembangkan LKM. 2.3. Kinerja Keuangan Koperasi Kinerja keuangan adalah suatu penilaian terhadap laporan keuangan perusahaan yang menyangkut posisi keuangan perusahaan serta perubahan terhadap posisi keuangan tersebut (Ikatan Akuntansi Indonesia 1996). Menurut Jumingan (2005), prosedur analisis kinerja keuangan menyangkut review data laporan yaitu aktivitas penyesuaian data laporan keuangan terhadap sifat atau jenis perusahaan yang melaporkan sistem akuntansi yang berlaku. Munawir (1997) menyatakan bahwa mempelajari data secara menyeluruh diperlukan untuk meyakinkan pada penganalisis bahwa laporan sudah cukup jelas menggambarkan semua data keuangan secara relevan, sehingga penganalisis dapat menghitung, mengukur, menginterpretasi dan memberi solusi terhadap keuangan badan usaha pada periode tertentu. Oleh karena itu, penilaian kinerja keuangan yang berlandaskan pada data dan informasi keuangan merupakan suatu tolak ukur yang sering digunakan dalam memperoleh informasi tentang posisi keuangan suatu badan usaha. 12 Hasil penelitian Kurnialestari (2007) menunjukkan bahwa kinerja keuangan yang terdiri dari rasio-rasio keuangan yang digeneralisasikan untuk mengetahui tingkat kesehatan KBMT Ibbadurrahman menggambarkan hasil yang kurang memuaskan. Hal tersebut dikarenakan tidak ada satu periode pun dari 6 periode penelitian yang menunjukkan kinerja keuangan KBMT berada pada predikat sehat. Pengukuran kinerja keuangan Koperasi Unit Desa Sumber Alam yang dilakukan oleh Jakiyah (2011) dengan menggunakan analisis rasio menunjukkan bahwa aset dan nilai rasio solvabilitas yang dimiliki koperasi tergolong dalam standar yang baik. Namun, rasio aktivitas koperasi, Return On Investment (ROI), return on net worth ratio, dan operating margin ratio masih berada dibawah standar yang baik. Penelitian Lismawati (2009) yang menggunakan alat analisis tren, analisis persentase per komponen, dan analisis ratio dalam meneliti kinerja keuangan KUD Sumber Alam tahun 2003-2008 menunjukkan bahwa keadaan rasio solvabilitas dalam keadaan yang cukup baik karena memenuhi standar, sedangkan hasil perhitungan rasio likuiditas, rentabilitas, dan aktivitas usaha berada dalam keadaan yang tidak baik. Hal tersebut disebabkan oleh penurunan nilai penjualan yang terus menerus sehingga SHU yang diperoleh koperasi menurun. Adapun hasil penelitian Purba (2011) terhadap kinerja keuangan Koperasi Kelompok Tani (KKT) Lisung Kiwari menunjukkan bahwa likuiditas KKT Lisung Kiwari 20052009 sesuai angka rasio lancar dan rasio cair berada dalam kondisi baik, sedangkan rasio kas berada pada kondisi yang tidak baik karena kemampuan membayar kewajiban lancarnya atas kas sangat rendah. Solvabilitas KKT sesuai angka rasio kewajiban jangka panjang atas harga dan kapitalisasi berada pada kondisi baik, sedangkan rasio kewajiban jangka panjang atas modal mengalami keadaan yang tidak baik karena kemampuan modal untuk menjamin kewajiban jangka panjang semakin rendah. Profitabilitas KKT Lisung Kiwari sesuai angka rasio SHU terhadap penjualan berada dalam kondisi baik tetapi pada rasio SHU terhadap modal berada kondisi tidak baik karena modal belum dapat meningkatkan SHU. Efektifitas KKT Lisung Kiwari sesuai angka rasio HPP atas penjualan dan HPP dijumlahkan operasi atas penjualan berada dalam kondisi baik. Kinerja keuangan masih cenderung bergantung kepada modal dari pihak luar. 13 Berdasarkan keempat hasil penelitian mengenai rasio keuangan tersebut, terdapat tiga hasil penelitian yang menunjukkan kinerja koperasi yang tergolong tidak sehat. Adapun jenis koperasi yang diteliti pada penelitian tersebut merupakan koperasi yang bergerak dalam bidang penjualan barang ataupun jasa, sedangkan koperasi yang digunakan dalam penelitian ini merupakan koperasi simpan pinjam yang berfokus pada penyaluran pembiayaan, sehingga terdapat perhitungan rasio yang tidak dapat digunakan dalam penelitian ini, seperti rasio perputaran persediaan. Perbedaan lainnya terletak pada jangka waktu penelitian karena penelitian ini menganalisis kinerja keuangan Koperasi Baytul Ikhtiar dalam jangka waktu tiga tahun terakhir, yaitu 2009-2011 karena koperasi ini baru berdiri pada tahun 2008. Sedangkan penelitian yang telah dipaparkan di atas umumnya menganalisis rasio keuangan dalam lima hingga enam tahun terakhir. 2.4. Analisis Keberlanjutan Finansial Berdasarkan hasil penelitian Syukur (2002) mengenai keberlanjutan finansial, dapat diketahui bahwa selama periode 1993-1999 skim kredit Karya Usaha Mandiri (KUM) hanya dapat mencapai tingkat viabilitas finansial selama dua tahun, yaitu tahun 1993-1994. Faktor yang menjadi penyebab tidak tercapainya viabilitas finansial tersebut adalah jumlah peserta yang dilayani oleh setiap petugas masih tergolong rendah. Faktor lainnya adalah tingkat pelayanan relatif tetap sehingga menyebabkan KUM sulit untuk meningkatkan tingkat viabilitas finansial. Kelebihan dari penelitian Syukur (2002) adalah terdapat rekomendasi besarnya pembiayaan yang harus dicapai KUM pada periode selanjutnya hingga mencapai tingkat keberlanjutan finansial. Kelebihan lainnya adalah model keberlanjutan yang dianalisis mencakup berbagai aspek, mulai dari keberlanjutan finansial, lembaga, dan peserta. Sedangkan kelebihan penelitian pada Koperasi Baytul Ikhtiar ini adalah dilakukannya analisis rasio keuangan (likuiditas, solvabilitas, rentabilitas, aktivitas usaha) pada awal penelitian sehingga diketahui tingkat kesehatan koperasi sebagai pendukung dalam analisis keberlanjutan finansial. 14 2.5. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pembiayaan Agribisnis Kurnia (2009) meneliti faktor-faktor yang mempengaruhi realisasi pembiayaan syariah untuk sektor agribisnis di KBMT Tadbiirul Ummah. Adapun yang termasuk faktor-faktor tersebut adalah pengalaman usaha, profit usaha, frekuensi pembiayaan, nisbah bagi hasil, tahun pendidikan, komposisi modal usaha, dan sektor usaha. Berdasarkan uji statistik-t, variabel bebas yang berpengaruh signifikan pada taraf nyata lima persen realisasi permintaan pembiayaan syariah untuk sektor agribisnis pada KBMT Tadbiirul Ummah adalah variabel nisbah bagi hasil. Sedangkan untuk faktor-faktor yang lain seperti pengalaman usaha, profit usaha, frekuensi pembiayaan, komposisi modal, tingkat pendidikan dan sektor usaha tidak berpengaruh secara signifikan terhadap penyaluran pembiayaan syariah untuk sektor agribisnis. Hasil penelitian Kurnialestari (2007) menunjukkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi besar pembiayaan mitra KBMT Ibbadurrahman dipengaruhi secara signifikan dan positif oleh variabel pendapatan bersih, lama menjadi mitra, dan dummy usaha lain. Sedangkan, secara negatif oleh dummy pinjaman lain dan dummy jenis kelamin. Adapun variabel yang memberikan pengaruh tidak signifikan terhadap besar pembiayaan adalah variabel jumlah tanggungan. Selain itu, penelitian mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi realisasi pembiayaan juga dilakukan oleh Mahliza (2011). Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa faktor-faktor yang berpengaruh nyata terhadap jumlah realisasi pembiayaan murabahah di KBMT Bil Barkah adalah lama pendidikan, lama usaha, pendapatan bersih usaha per bulan, dan agunan. Keempat faktor tersebut memiliki pengaruh positif terhadap realisasi pembiayaan murabahah tersebut. Persamaan penelitian ini dengan penelitian yang telah dilakukan sebelumnya terdapat dalam hal penentuan faktor-faktor yang diduga mempengaruhi pembiayaan, yaitu dengan melakukan penurunan variabel dari prinsip 5C pembiayaan. Adapun kelebihan dari penelitian ini adalah melakukan integrasi pemikiran dari dua sisi, yaitu sisi lembaga keuangan dari aspek rasio keuangan dan keberlanjutan finansial, serta sisi penerima manfaat yaitu anggota layanan koperasi. Oleh karena itu, analisis mengenai faktor-faktor yang 15 mempengaruhi pembiayaan ini merupakan salah satu bagian dari penelitian yang dilakukan dari sisi penerima manfaat. Perbedaan lain dari penelitian ini adalah menggunakan lembaga keuangan mikro dengan model pembiayaan Grameen Bank yang menggabungkan sistem perbankan dengan pendekatan kelompok. 16 III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Peranan Kredit Sebagai Barang Ekonomi Istilah kredit berasal dari bahasa Yunani (credere) yang berarti kepercayaan (truth atau faith). Berdasarkan UU No. 10 tahun 1998, kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga. Kasmir (2004) mengemukakan unsur-unsur kredit, yaitu : a. Kepercayaan merupakan keyakinan pemberi kredit bahwa penerima kredit akan mengembalikan kredit sesuai jangka waktu kredit b. Kesepakatan merupakan perjanjian antara pemberi dan penerima kredit yang ditandatangani oleh kedua belah pihak c. Jangka waktu merupakan batas waktu pengembalian angsuran kredit yang sudah disepakati kedua pihak d. Risiko merupakan adanya risiko tidak tertagihnya kredit e. Balas jasa merupakan pendapatan bank dari pemberian kredit Kredit merupakan sumber penting untuk menjaga likuiditas dan sekaligus merupakan suatu kekayaan (asset) yang dapat dikelola untuk kegiatan produksi suatu usaha (Kuntjoro 1983). Kredit bagi kegiatan usaha merupakan kredit yang menjadi sumber modal dari luar usaha dan sekaligus sebagai barang ekonomi bagi kegiatan usaha. Peranan kredit yang semakin luas menunjukkan bahwa kredit sangat dibutuhkan oleh semua pengusaha dalam menjalankan aktivitas usahanya. Aktivitas usaha ini membutuhkan keberadaan lembaga keuangan sebagai lembaga intermediasi antara dari pihak yang memiliki kelebihan dana kepada pihak yang kekurangan dana. Peranan lembaga keuangan mikro sebagai pemberi kredit dan pelaku usaha mikro sebagai penerima kredit juga menunjukkan pengertian bahwa kredit merupakan barang ekonomi. 17 3.1.2 Teori Keseimbangan Kredit Keseimbangan harga pada pasar barang dan jasa terbentuk adanya permintaan dan penawaran dalam pasar yang menghubungkan komponen harga dan kuantitas barang atau jasa. Hal yang sama terjadi pada pembentukan keseimbangan kredit pada pasar kredit dari perpotongan dua kurva, yaitu kurva penawaran (S0) dan kurva permintaan (D0). Keseimbangan tersebut akan menghasilkan tingkat suku bunga sebagai harga sebesar r0 dan kuantitas kredit sebesar L0 yang ditunjukkan pada Gambar 3. Suku Bunga S1 S0 S2 r1 r0 r2 D0 L1 L0 L2 Kuantitas Kredit Sumber : Hyman (1991) Gambar 3. Kurva Keseimbangan Kredit Pada kedua kurva tersebut dapat terjadi adanya pergerakan dan pergeseran kurva. Pada kurva permintaan kredit, gerakan sepanjang kurva berlaku apabila terdapat perubahan suku bunga kredit yang diminta pada suatu tingkat tertentu, sedangkan pergeseran kurva permintaan ke kanan atau ke kiri dapat terjadi apabila terdapat perubahan terhadap permintaan yang ditimbulkan oleh faktor-faktor selain suku bunga. Adapun faktor-faktor permintaan kredit pada pelaku usaha kecil selain suku bunga tersebut antara lain skala usaha, tingkat upah, pengeluaran untuk riset, proporsi lahan, tingkat pendidikan, ukuran keluarga, umur kepala keluarga, dan transitory income (Iqbal 1981). 18 Pada kurva penawaran kredit, gerakan sepanjang kurva juga terjadi apabila terdapat perubahan suku bunga kredit yang ditawarkan pada suatu tingkat tertentu, sedangkan pergeseran kurva penawaran dapat terjadi apabila terdapat perubahan terhadap penawaran yang ditimbulkan oleh faktor-faktor selain suku bunga. Apabila faktor selain suku bunga meningkat, maka kurva penawaran akan bergeser ke kiri atas (S1). Sedangkan apabila faktor selain suku bunga mengalami penurunan, maka kurva penawaran akan bergeser ke kanan bawah (S0). Faktor-faktor penawaran kredit pada lembaga keuangan selain suku bunga tersebut secara sederhana dapat dibagi menjadi dua faktor, yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Seperti halnya yang dikemukakan oleh Warjio (2004), faktor yang mempengaruhi penawaran kredit pada perbankan adalah permodalan (CAR), jumlah kredit macet (NPL), dan loan to deposit ratio yang dalam hal ini dapat dikategorikan sebagai faktor internal lembaga. Selain itu, diutarakan pula faktor persepsi lembaga terhadap prospek usaha debitur yang dalam hal ini dapat dikategorikan sebagai faktor eksternal lembaga. Prospek usaha debitur ini dapat dideskripsikan sebagai faktor yang berkaitan dengan omset usaha, pendapatan bersih, aset debitur dan lain sebagainya. Hal ini sesuai dengan prinsip pembiayaan yang dimiliki oleh lembaga keuangan, yaitu prinsip pembiayaan 5C. Dalam menyalurkan pembiayaan tersebut terdapat penilaian yang dilakukan lembaga keuangan terhadap permohonan pembiayaan dan harus memperhatikan beberapa prinsip utama yang berkaitan dengan kondisi secara keseluruhan anggota. Adapun prinsip pembiayaan 5C ini antara lain: a. Character, yaitu penilaian terhadap karakter atau kepribadian debitur dengan tujuan untuk memperkirakan kemungkinan bahwa anggota tersebut dapat memenuhi kewajibannya. Character dalam penelitian ini dapat dideskripsikan sebagai faktor yang berkaitan dengan lama keanggotaan dan frekuensi pembiayaan. Kedua faktor tersebut dinilai dapat mewakili karakter atau kepribadian yang dimiliki debitur. b. Capacity, yaitu penilaian secara subjektif tentang kemampuan debitur untuk melakukan pembayaran. Kemampuan diukur dengan catatan prestasi debitur di masa lalu yang didukung dengan pengamatan atas sarana usaha yang dijalankan. Dalam hal ini, capacity dapat dideskripsikan sebagai faktor yang 19 berkaitan dengan omset usaha dan pendapatan bersih debitur. Selain itu, berdasarkan kemampuan usaha debitur tersebut dapat diperoleh pula faktor jumlah pengajuan debitur yang dapat menggambarkan kapasitas usaha yang akan dijalankan. c. Capital, yaitu penilaian terhadap kemampuan modal yang dimiliki oleh debitur yang diukur dengan posisi usaha secara keseluruhan yang ditunjukkan pada penekanan komposisi modalnya. Capital dapat dideskripsikan sebagai faktor yang berkaitan dengan besarnya aset yang dimiliki debitur. Faktor ini dinilai dapat mewakili kondisi kemampuan modal debitur. d. Collateral, yaitu jaminan yang dimiliki debitur. Penilaian ini bertujuan untuk lebih meyakinkan bahwa jika suatu risiko kegagalan pembayaran terjadi, maka jaminan dapat dipakai sebagai pengganti dari kewajibannya. Namun, dalam penelitian ini collateral tidak dijadikan faktor yang berkaitan dengan agunan karena pada prinsipnya Grameen Bank tidak memerlukan jaminan dari nasabahnya. e. Conditions, yaitu pihak pemberi dana harus melihat kondisi ekonomi yang terjadi di masyarakat dan secara spesifik melihat adanya keterkaitan dengan jenis usaha yang dilakukan oleh anggota. Hal tersebut dilakukan karena kondisi eksternal berperan besar dalam proses berjalannya usaha debitur. Berdasarkan pemaparan di atas, dapat ditunjukkan bahwa penelitian ini berfokus pada pembahasan faktor-faktor yang mempengaruhi penyaluran kredit berdasarkan kondisi penawaran (supply) dari sisi eksternal (debitur). 3.1.3 Lembaga Keuangan Mikro Sebagai Lembaga Intermediasi Pembahasan mengenai fungsi Lembaga Keuangan Mikro (LKM) sebagai lembaga perantara keuangan penting dilakukan agar dapat mengetahui posisi dan peran LKM dalam keseluruhan sistem keuangan yang ada dan pada gilirannya dapat mempengaruhi keberlanjutan LKM. Ghate (1992) menemukan dua keunggulan komparatif LKM dalam melayani masyarakat berpenghasilan rendah di daerah pedesaan negara yang sedang berkembang, yaitu kemudahan prosedur kredit dan penyediaan pinjaman kecil berjangka pendek. Kemudahan LKM dalam persoalan agunan membuat LKM dapat membiayai sejumlah kegiatan jasa tanpa 20 harus menyediakan agunan. Begitu juga halnya dengan Koperasi Baytul Ikhtiar (KBI) sebagai lembaga intermediasi keuangan mikro yang berfokus pada pemberdayaan masyarakat miskin dengan pembiayaan berjangka pendek tanpa menggunakan agunan. Dengan kemudahan tersebut, KBI mampu menjangkau masyarakat khususnya bagi pelaku UMKM dari berbagai sektor usaha yang salah satunya adalah pertanian. Ghate (1992) menyatakan bahwa LKM dapat memberikan keunggulan komparatif dalam menyediakan pinjaman kecil dan jangka pendek sebagai pinjaman modal kerja pada bidang pertanian, seperti pinjaman produksi pertanian dan industri skala kecil. Berdasarkan hal tersebut, LKM memiliki peran penting sebagai perantara keuangan, seperti halnya yang dilakukan oleh KBI dalam menyalurkan pembiayaan yang berbasis syariah. 3.1.4 Pembiayaan pada Koperasi Syariah Sesuai dengan sifat dan fungsi koperasi simpan pinjam, dana yang diperoleh harus terus digulirkan dalam bentuk pembiayaan kepada anggota koperasi. Adapun produk pembiayaan tersebut dapat berupa bagi hasil (mudharabah atau musyarakah), jual beli (murabahah, salam, istsihna’), dan jasa umum (hawalah, ijarah, atau pemberian manfaat). Adapun jenis-jenis akad adalah sebagai berikut: 1. Prinsip jual beli dengan marjin (murabahah) Murabahah adalah transaksi jual beli antara bank yang bertindak sebagai penjual dan nasabah sebagai pembeli. Harga jual yang ditetapkan adalah harga beli bank dari pemasok dana ditambah dengan keuntungan tertentu. Kedua belah pihak harus menyepakati harga jual dan jangka waktu pembayaran. Harga jual tersebut dicantumkan dalam akad jual beli dan apabila telah disepakati tidak dapat berubah selama berlakunya akad. Istilah murabahah umumnya dilakukan dengan cara membayar cicilan dan barang akan diserahkan segera setelah akad sedangkan pembayaran dilakukan secara mengangsur, misalnya pembiayaan pembelian alat-alat pertanian. 2. Prinsip jual beli dengan pembayaran dimuka (salam) Salam adalah transaksi jual beli dengan kondisi barang yang diperjualbelikan belum tersedia, tetapi kualitas, kuantitas, harga dan waktu 21 penyerahan barang harus ditentukan secara pasti. Bank akan membayar secara tunai kepada supplier dan barang akan diserahkan kepada bank. Setelah itu, bank akan menjualnya kepada nasabah secara tunai atau secara angsuran, misalnya pembiayaan untuk pembelian hasil pertanian. 3. Prinsip jual beli dengan pesanan (istishna’) Produk istishna’ menyerupai produk salam, tetapi perbedaannya terdapat pada sistem pembayaran, yaitu pembayaran istishna’ dapat dilakukan oleh bank dalam beberapa kali pembayaran. Produk istishna’ dalam bank syariah umumnya diaplikasikan pada pembiayaan manufaktur dan konstruksi. 4. Prinsip sewa (ijarah) Ijarah adalah transaksi dengan posisi bank yang menyewakan suatu objek sewa kepada nasabah dan bank memperoleh ongkos sewa atas manfaat yang diterima oleh nasabah atas pengunaan objek sewa tersebut. Pada akhir masa sewa, bank dapat mengalihkan kepemilikan barang yang disewakan kepada nasabah, yaitu dikenal dengan istilah ijarah muntahhiyah bittamlik (sewa yang diikuti dengan berpindah tanggannya kepemilikan). 5. Prinsip kemitraan (musyarakah) Kemitraan (musyarakah) merupakan bentuk umum dari usaha bagi hasil. Transaksi musyarakah dilakukan pada usaha yang melibatkan dua pihak atau lebih yang secara bersama-sama menggunakan sumberdaya, baik yang berwujud maupun tidak berwujud. Secara spesifik, bentuk kontribusi dari pihak yang bekerjasama dapat berupa dana, barang dagangan (trading asset), kewiraswastaan (entrepreneurship), kepandaian (skill), kepemilikan (property), peralatan (equipment), atau intangible asset (seperti hak paten atau goodwill), reputasi (credit worthiness) dan barang-barang lainnya yang dapat dinilai dengan uang. 6. Prinsip penyertaan modal (mudharabah) Mudharabah adalah bentuk kerjasama antara dua pihak atau lebih dan salah satu pihak mempercayakan sejumlah modal kepada pihak lain yang bertindak sebagai pengelola (mudharib) dengan suatu perjanjian pembagian keuntungan. Dalam akad mudharabah tidak dipersyaratkan adanya wakil 22 pemilik modal (shohibul maal) dalam manajemen proyek, misalnya pembiayaan modal kerja ternak kambing. 7. Prinsip pengalihan piutang (hawalah) Hawalah merupakan produk pembiayaan yang timbul karena adanya peralihan kewajiban dari seseorang anggota terhadap pihak lain. Kewajibannya tersebut dapat dialihkan kepada koperasi sebagai lembaga pembiayaan. 8. Prinsip pinjaman lunak (qardh) Pembiayaan dengan bentuk qardh ini tergolong sebagai pinjaman lunak karena pembiayaan yang diberikan harus dikembalikan oleh anggota sejumlah dana yang diterima tanpa adanya tambahan. Pengecualian berlaku apabila anggota yang bersangkutan mengembalikan lebih tanpa persyaratan dimuka, maka kelebihan dana tersebut diperbolehkan diterima oleh koperasi dan dimasukkan ke dalam kelompok dana qardh. Sebagai LKM syariah, akad yang telah diaplikasikan oleh Koperasi Baytul Ikhtiar antara lain jual beli (murabahah), sewa (ijarah), pengalihan piutang (hiwalah), dan qard hasan. Adapun akad lainnya seperti kemitraan (musyarakah) maupun bagi hasil (mudharabah) belum diaplikasikan dalam pembiayaan syariah KBI. Namun, hingga saat ini KBI tetap berusaha agar produk-produk tersebut dapat diaplikasikan di KBI. Hal tersebut dilakukan dengan cara mempelajari lebih jauh prosedur dan risiko usaha dari kedua produk, serta menambah sumberdaya manusia KBI yang ahli dalam mengelola pendampingan usaha dari kedua produk tersebut. Hal tersebut tidak terlepas dari usia lembaga KBI yang masih tergolong muda. Dalam masa perkembangan yang memasuki tahun kelima, KBI harus mampu membenahi dan meningkatkan kualitasnya sebagai lembaga keuangan mikro. Oleh karena itu, diperlukan adanya analisis keberlanjutan finansial KBI yang diawali dengan analisis rasio keuangan dari aspek likuiditas, solvabilitas, rentabilitas, dan aktivitas usaha koperasi. Hal ini perlu dilakukan untuk mengetahui keadaan finansial koperasi agar dapat menjalankan aktivitas usahanya secara berkelanjutan 23 3.1.5 Analisis Rasio Keuangan Analisis keuangan dilakukan dengan menggunakan laporan keuangan (neraca) suatu lembaga atau perusahaan. Pada penelitian ini dilakukan analisis keuangan dengan pendekatan analisis horizontal dan vertikal. Munawir (1995) menyatakan bahwa analisis keuangan horizontal merupakan analisis yang membandingkan pos-pos laporan keuangan untuk beberapa periode akuntansi dengan menggunakan tahun dasar. Oleh karena itu, dengan analisis horizontal dapat diketahui perbandingan kondisi keuangan untuk beberapa periode sehingga dapat dilihat perkembangannya. Sedangkan analisis keuangan vertikal merupakan analisis proporsi item laporan keuangan terhadap sesuatu nilai dalam laporan keuangan yang hanya meliputi satu periode keuangan. Adapun dua komponen utama dalam suatu laporan keuangan (neraca) adalah aktiva dan pasiva. Menurut Munawir (2002), aktiva merupakan sarana atau sumberdaya ekonomi yang dimiliki oleh suatu kesatuan usaha atau perusahaan yang harga perolehannya harus diukur secara objektif. Adapun definisi dari pasiva adalah pengorbanan ekonomis yang harus dilakukan oleh suatu perusahaan pada masa yang akan datang akibat dari adanya kegiatan usaha. Rumus persamaan akuntansi antara kedua komponen tersebut adalah sebagai berikut : Persamaan di atas menunjukkan bahwa aktiva dan pasiva suatu badan usaha dan perusahaan harus bernilai sama atau dalam keadaan yang seimbang (balance). Komponen aktiva terdiri dari aktiva lancar dan aktiva tetap, sedangkan pasiva terdiri dari kewajiban (modal luar) dan ekuitas (modal sendiri). Kewajiban tersebut juga dapat digolongkan menjadi dua hal, yaitu kewajiban jangka pendek dan jangka panjang. Adapun tujuan dari analisis rasio finansial ini adalah untuk menilai dan mengevaluasi tujuan koperasi secara ekonomi. Analisis rasio akan memudahkan lembaga untuk mengetahui hal-hal kritis apa saja yang sedang dihadapi koperasi, sehingga dapat dilakukan perbaikan untuk mencegah semakin buruknya kondisi lembaga. Selain itu, analisis rasio berguna untuk mengetahui kinerja keuangan koperasi secara keseluruhan. Adapun analisis rasio yang sering digunakan oleh 24 pihak-pihak yang berkepentingan adalah rasio likuiditas, solvabilitas, dan rentabilitas (Munawir 2002), sedangkan rasio lain yang sering digunakan dalam menganalisis efektivitas usaha adalah rasio aktivitas usaha. 1. Likuiditas Kuswandi (2006) menyatakan bahwa rasio likuiditas bertujuan untuk mengetahui kemampuan koperasi dalam membayar kewajiban-kewajiban jangka pendeknya secara tepat waktu. Rasio likuiditas sangat penting bagi KBI mengingat koperasi ini merupakan LKM yang membutuhkan pasokan pembiayaan dari pihak ketiga sebagai modal dalam menyalurkan pembiayaan. Nilai rasio likuiditas ini adalah angka yang dapat meyakinkan pihak ketiga selaku pemasok dana untuk memberikan pinjaman pembiayaan, seperti halnya KBI terhadap Bank Syariah Mandiri, BMT, dan BPRS dibawah naungan Yayasan Peramu. Pada umumnya, rasio yang digunakan dalam likuiditas antara lain rasio lancar (quick ratio), rasio kas (cash ratio), dan rasio modal kerja dan total aset (working capital to total asset). Rasio lancar berguna untuk mengukur kemampuan KBI dalam membayar kewajiban-kewajiban jangka pendeknya, sedangkan rasio kas dapat menghasilkan analisa yang lebih tajam karena hanya membandingkan aktiva yang sangat likuid. 2. Solvabilitas Solvabilitas merupakan kemampuan koperasi untuk membayar hutang jangka panjang, baik hutang pokok maupun bunganya (Sartono 2001). Perhitungan ini diperlukan bagi KBI karena koperasi tersebut juga memiliki hutang jangka panjang terhadap Yayasan Peramu, Lembaga ESQ, dan Gerakan Masyarakat Mandiri (GMM). Rasio-rasio yang digunakan dalam solvabilitas adalah rasio modal sendiri dengan total aktiva (equity to total asset ratio), rasio modal sendiri dengan aktiva tetap (equity to fixed asset ratio), rasio aktiva tetap dengan hutang jangka panjang (fixed asset to long term debt ratio), rasio total hutang dengan total aktiva (debt ratio) dan rasio total hutang dengan total modal sendiri (debt equity ratio). Semakin rendah angka rasio, maka semakin tinggi solvabilitas koperasi dan menggambarkan bahwa beban hutang tidak terlalu berat. 25 Modal sendiri terhadap total aktiva menunjukkan semua total aktiva akan dapat direalisir sesuai dengan yang dilaporkan dalam neraca dan sangat penting untuk menunjukkan tingkat keamanan dan sumber permodalan yang dimiliki KBI. Hal tersebut disebabkan oleh modal sendiri koperasi yang tergolong rendah, yaitu hanya memiliki proporsi rata-rata 20,02 persen terhadap modal luar. Rasio modal sendiri terhadap aktiva tetap menunjukkan proporsi aktiva tetap yang dibiayai oleh modal sendiri. Modal sendiri yang lebih besar dari pada aktiva tetap keadaannya akan lebih baik karena dapat mempertahankan likuiditas koperasi saat terjadi pembayaran hutang saat itu, sebaliknya jika modal sendiri lebih kecil daripada aktiva tetap karena over investment dalam aktiva tetap atau kurangnya modal koperasi. Sedangkan rasio aktiva tetap dengan hutang jangka panjang menunjukkan kemampuan koperasi untuk memperoleh pinjaman baru dengan jaminan aktiva tetap. Nilai rasio tersebut dapat menunjukkan seberapa besar KBI dapat memenuhi kewajibannya atas aktiva tetap yang dimiliki, seperti tanah dan bagunan. Debt ratio merupakan rasio yang menunjukkan jumlah total aktiva yang digunakan untuk menjamin total hutang, sedangkan debt equity ratio merupakan rasio yang menunjukkan jumlah total hutang yang dijamin oleh total modal sendiri. Hal ini sangat penting karena proporsi modal sendiri koperasi KBI masih tergolong rendah, yaitu sekitar 20,02 persen. 3. Rentabilitas Penggunaan aktiva secara produktif oleh koperasi merupakan gambaran profitabilitas yang diperoleh koperasi. Hal ini sesuai dengan pernyataan Munawir (2002) bahwa rasio rentabilitas menunjukkan kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba. Walaupun KBI bukan sebagai perusahaan yang mencari keuntungan yang sebesar-besarnya, tetapi keadaan mengenai laba rugi lembaga perlu untuk diketahui. Hal tersebut disebabkan berkembangnya suatu koperasi juga ditentukan oleh besarnya keuntungan yang diperoleh. Semakin besarnya keuntungan bersih koperasi yang dikenal sebagai sisa hasil usaha (SHU), maka anggota koperasi yang tergabung didalamnya akan menjadi lebih sejahtera. Kemampuan koperasi dalam menghasilkan SHU tersebut, dapat dilihat dari rasio rentabilitas dengan menggunakan beberapa rasio seperti rasio 26 laba bersih (net profit margin), rasio operasional (operating margin ratio), rasio pengembalian modal sendiri (return on equity), dan tingkat pengembalian investasi (return on investment). 4. Aktivitas Usaha Efektivitas penggunaan dana dapat dilihat dari bagaimana dana tersebut digunakan dalam bentuk beban atau biaya yang dikeluarkan oleh koperasi (Kuswandi 2006). Sebagai koperasi simpan pinjam, aktivitas usaha yang dijalankan oleh KBI adalah penyaluran pembiayaan tanpa adanya penjualan produk. Oleh karena itu, rasio yang dapat dipergunakan dalam perhitungan ini adalah rasio perputaran total aktiva (total asset turn-over ratio) dan rasio perputaran piutang (account receivable turn-over ratio). Dengan dilakukannya perhitungan tersebut, KBI dapat mengetahui sejauh mana efisiensi koperasi dalam menggunakan aset untuk menyalurkan pembiayaan karena KBI harus dapat memanfaatkan sumberdaya secara efektif dan efisien agar memperoleh laba yang diinginkan. 3.1.6. Viabilitas Finansial Keberlanjutan finansial (viabilitas finansial) adalah kemampuan sebuah lembaga pembiayaan yang melayani tabungan untuk mempertahankan atau meningkatkan aliran manfaat (benefit), serta menyalurkan melalui dana-dana yang diciptakan secara internal. Menurut Consultative Group to Assist the Poor (CGAP), berkelanjutan adalah kemampuan penyedia keuangan mikro untuk menutupi seluruh biaya yang diperlukan. Kemampuan tersebut memungkinkan keberlanjutan operasional penyedia keuangan mikro dan penyediaan jasa keuangan yang terus menerus bagi masyarakat miskin. Mencapai keberlanjutan keuangan artinya mengurangi biaya-biaya transaksi, menawarkan produk dan jasa lebih baik yang sesuai dengan kebutuhan pelanggan, dan menemukan cara-cara baru untuk menjangkau masyarakat miskin yang belum mendapatkan pelayanan dari bank. Oleh karena itu, sebagai lembaga penyalur pembiayaan dan pelayanan tabungan anggota, maka penting bagi KBI untuk memperhatikan masalah keberlanjutan finansial lembaganya. 27 3.1.7 Grameen Bank pada Koperasi Baytul Ikhtiar Terdapat beberapa peraturan yang telah ditetapkan oleh KBI dalam menjalankan aktivitas usahanya dengan menggunakan model pembiayaan Grameen Bank, yaitu : 1. Majelis a. Majelis merupakan kelompok anggota layanan koperasi yang berjumlah sekitar 15-25 anggota. Majelis ini dibentuk berdasarkan wilayah tempat tinggal anggota layanan. b. Setiap kelompok memiliki ketua majelis yang telah disepakati oleh seluruh anggota majelis dan bertanggung jawab terhadap anggotanya. Adapun ikrar yang dipimpin oleh ketua majelis untuk mengawali setiap pertemuan adalah sebagai berikut : - “Ikrar Anggota Majelis Ikhtiar” Adalah menjadi tanggung jawab kami untuk berusaha menambah pendapatan keluarga. Membantu anggota kelompok atau majelis apabila mereka dalam kesulitan. Menggunakan pinjaman dari majelis ikhtiar Koperasi Baytul Ikhtiar untuk meningkatkan pendapatan keluarga. Mendorong anak-anak untuk terus bersekolah. Membayar kembali pembiayaan dan menabung setiap minggu atau sesuai ketentuan. Allah SWT menjadi saksi atas apa yang kami ucapkan dan kami lakukan. 2. Pengajuan Pembiayaan a. Pengajuan pembiayaan oleh anggota dilakukan dalam pertemuan mingguan majelis dan harus mendapat persetujuan anggota lainnya. Hal ini merupakan salah satu prasyarat yang harus dilakukan anggota karena apabila dalam pembayaran angsuran anggota tersebut mengalami kesulitan, maka anggota lainnya wajib untuk membantu anggota yang bersangkutan. b. Tenaga pendamping lapang (TPL) akan mengisi formulir pengajuan pembiayaan anggota (MAP) yang berisikan mengenai data diri, kondisi finansial anggota, peruntukan dan alokasi pembiayaan yang diajukan. c. Pengajuan pembiayaan tersebut akan diproses dalam komite uji kelayakan yang terdiri dari supervisi, manager unit koperasi, dan staf senior 28 penumbuhan (asisten supervisi). Komite tersebut akan menentukan besarnya pembiayaan yang dapat diberikan kepada anggota. 3. Penyaluran atau Pencairan Pembiayaan a. Apabila komite uji kelayakan telah menetapkan hasil, maka pencairan pembiayaan akan dilakukan pada pertemuan majelis minggu berikutnya. b. Transaksi pembiayaan antara TPL dengan anggota akan dilakukan dengan pembacaan akad oleh kedua belah pihak yang disaksikan oleh seluruh anggota majelis. Setelah kedua pihak sepakat mengenai besarnya jumlah yang harus diangsur tiap minggunya, maka kedua belah pihak akan menandatangani lembar persetujuan pembiayaan. 4. Angsuran Pembiayaan a. Angsuran pembiayaan dibayarkan setiap minggu pada saat pertemuan majelis dalam jangka waktu 50 minggu. b. Angsuran tersebut terdiri dari angsuran pokok, angsuran margin, tabungan wajib, tabungan cadangan, dan tabungan kelompok. Angsuran pokok berasal dari jumlah pokok pembiayaan yang besarnya berkisar antara Rp 6.000,hingga Rp 100.000,-, sedangkan angsuran margin berasal dari jumlah margin pembiayaan yang besarnya telah disepakati pada akad sebelumnya. Tabungan wajib, cadangan, dan kelompok besarnya akan semakin meningkat sesuai dengan plafon pembiayaan yang diterima anggota, sebagai contoh pada plafon pembiayaan Rp 500.000,- akan ditetapkan tabungan wajib sebesar Rp 200,-, tabungan cadangan Rp 500,-, dan tabungan kelompok senilai Rp 300,-. c. Tabungan wajib dan tabungan kelompok akan dikembalikan kepada anggota apabila anggota tersebut menyatakan keluar dari keanggotaan koperasi, sedangkan tabungan cadangan akan dikembalikan kepada anggota setelah anggota tersebut telah memenuhi kewajiban angsurannya. Ketentuan yang ditetapkan oleh KBI tersebut dibentuk atas dasar prinsip Grameen Bank. Djumilah Zain dalam Thoha (2000) menyatakan bahwa Grameen Bank dibangun atas dasar empat prinsip, yaitu sebagai berikut: a. Bantuan kredit diberikan dengan tidak ada jaminan (agunan) dan atau penjamin. 29 b. Tidak ada sangsi hukum bila anggota tidak bisa mengembalikan pinjaman dan kredit tersebut dihibahkan bila anggota meninggal dunia. c. Anggota tidak perlu datang ke kantor untuk mengurus pinjamannya, tetapi justru petugas yang mendatangi mereka dalam pertemuan rembug pusat. d. Prosedur perkreditan dibuat sesederhana mungkin dengan tidak menggunakan banyak formulir yang tidak dimengerti oleh anggota. 3.2. Kerangka Pemikiran Operasional Koperasi Baytul Ikhtiar (KBI) berperan sebagai lembaga keuangan mikro berbasis syariah. Dengan model pembiayaan Grameen Bank, KBI berfokus dalam menyalurkan pembiayaan masyarakat miskin, khususnya pengusaha mikro. KBI pada dasarnya memiliki potensi yang besar dalam menjangkau lapisan masyarakat miskin yang memiliki keterbatasan terhadap akses pembiayaan. Hal ini dapat dilihat dari wilayah jangkauan pembiayaan KBI yang semakin luas, yakni Kodya Bogor, Kabupaten Bogor, dan Kabupaten Sukabumi. Dengan jangkauan luas tersebut, KBI harus mampu menjadi lembaga keuangan mikro yang dapat menyalurkan pembiayaan secara berkelanjutan. Oleh karena itu, penelitian ini mengkaji mengenai keberlanjutan finansial KBI yang diawali dengan analisis kinerja keuangan KBI yang meliputi likuiditas, solvabilitas, rentabilitas, dan aktivitas usaha. Hasil pengukuran likuiditas dapat menunjukkan kemampuan koperasi dalam membayar kewajiban jangka pendek, sedangkan hasil pengukuran solvabilitas dapat menunjukkan kemampuan koperasi dalam memenuhi seluruh kewajibannya sehingga koperasi dapat mengetahui seberapa besar batasan dalam meminjam uang. Hasil pengukuran profitabilitas dapat menunjukkan besarnya laba yang dapat dihasilkan koperasi dalam periode tertentu. Adapun hasil pengukuran aktivitas usaha dapat menggambarkan kondisi perputaran aktiva dan piutang yang dilakukan oleh koperasi. Pengukuran rasio tersebut penting dilakukan bagi KBI mengingat lembaga tersebut juga memiliki hutang jangka pendek dan jangka yang cukup besar, sehingga proporsi modal sendiri KBI tergolong rendah, yaitu rata-rata hanya sekitar 20,02 persen. Hasil pengukuran dengan suatu standar tertentu dapat memperlihatkan tingkat kinerja koperasi dalam keadaan yang baik atau tidak baik. 30 Sebagai kelanjutan dari analisis rasio keuangan, penelitian ini akan menganalisis keberlanjutan KBI dari aspek finansial. Keberlanjutan finansial tersebut akan membandingkan komponen pendapatan koperasi dengan biaya operasional yang dibutuhkan. Sebagai lembaga keuangan, KBI berhadapan langsung dengan dua pihak, yaitu anggota layanan koperasi yang diberi pembiayaan dan lembaga lain sebagai pihak ketiga sebagai pemasok sumber dana pembiayaan. Keterkaitan tersebut membuat KBI harus mencapai kondisi yang berkelanjutan (viable) agar KBI dapat menutupi biaya pokok pinjaman kepada pihak ketiga dengan menggunakan pendapatan dari margin pembiayaan anggota. Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh Khandker (1998) bahwa indikator suatu pembiayaan mencapai tingkat viabilitas finansial adalah pendapatan yang diterima dari peminjam harus lebih besar dari biaya operasional yang dikeluarkan. Selain itu, penelitian ini akan mengkaji mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi besarnya pembiayaan KBI pada sektor agribisnis. Dalam penelitian ini, terdapat tujuh variabel yang diduga berpengaruh terhadap pembiayaan anggota sektor agribinis. Oleh karena itu, penelitian ini akan melihat pembiayaan dari sisi lembaga penyalur (KBI) yaitu sisi penawaran pembiayaan. Variabel yang digunakan merupakan turunan dari prinsip pembiayaan 5C, yaitu character, capacity, capital, collateral, dan conditions. Adapun ketujuh variabel tersebut adalah lama keanggotaan , aset anggota, omset usaha per tahun, pendapatan bersih per tahun, frekuensi pembiayaan, jumlah pengajuan pembiayaan, dan jenis usaha anggota. Variabel lama keanggotaan merupakan turunan dari prinsip pembiayaan character. Lama keanggotan dinilai dapat menggambarkan karakteristik anggota, termasuk sikap dan kepribadian didalamnya. Selain itu, karakter anggota dapat pula dilihat dari frekuensi pembiayaan anggota. Tidak hanya banyaknya frekuensi pembiayaan, tetapi juga dapat dilihat dalam hal kelancaran pembayaran, pengalaman pengembalian pembiayaan dan kehadiran anggota dalam melakukan angsuran pembiayaan. SehinggaKBI dapat mengetahui sifat atau karakter dari masing-masing anggota. Oleh karena itu, lama keanggotaan dan frekuensi pembiayaan diduga berpengaruh positif terhadap besarnya pembiayaan agribisnis, yaitu semakin lama keanggotaan dan atau frekuensi pembiayaan anggota, maka 31 KBI akan lebih mengetahui karakteristik anggota dan anggota tersebut akan lebih memahami penggunaan pembiayaan yang diberikan, sehingga diduga koperasi memiliki kepercayaan untuk memberikan pembiayaan yang lebih besar. Variabel aset anggota merupakan turunan dari prinsip pembiayaan capital karena variabel tersebut dapat mewakili kemampuan modal yang dimiliki anggota. Adapun aset yang digunakan dalam penelitian ini meliputi aset usaha dan aset rumah tangga. Variabel aset anggota pun diduga memiliki pengaruh yang positif terhadap besarnya pembiayaan agribisnis pada KBI . Semakin besar jumlah aset yang dimiliki anggota, maka diduga KBI akan lebih berani untuk memberikan jumlah pembiayaan atas besarnya kekayaan atau harta yang dimiliki anggota. Variabel hasil turunan dari prinsip pembiayaan capacity adalah omset usaha per tahun, pendapatan bersih per tahun, dan jumlah pembiayaan yang diajukan. Variabel omset usaha dan pendapatan bersih anggota dapat digunakan KBI untuk melihat kelancaran usaha dan kemampuan anggota dalam memenuhi kewajiban angsuran. Secara sederhana, kemampuan anggota tersebut dapat dilihat dari besarnya saving power anggota. Sedangkan variabel jumlah pembiayaan yang diajukan dapat menunjukkan seberapa besar kapasitas usaha yang akan dijalankan anggota. Oleh karena itu, ketiga variabel tersebut diduga berpengaruh positif terhadap besarnya pembiayaan agribisnis yang diberikan KBI. Semakin besar omset usaha, pendapatan bersih anggota, dan jumlah pembiayaan yang diajukan maka diduga akan meningkatkan besarnya pembiayaan yang diterima anggota. Adapun variabel yang diluar dari turunan prinsip pembiayaan adalah jenis usaha anggota. Variabel jenis usaha, dengan dummy jenis usaha on-farm diduga berpengaruh positif terhadap besarnya pembiayaan yang diterima anggota. Hal tersebut berarti anggota dengan usaha on-farm diduga akan memperoleh pembiayaan yang lebih besar daripada anggota berjenis usaha off-farm. Hasil penelitian dari ketiga analisis tersebut akan menggambarkan performa KBI, baik dari segi lembaga maupun dari segi penerima manfaat, yaitu anggota layanan koperasi. Analisis mengenai kinerja keuangan dan keberlanjutan finansial dari sisi lembaga dapat memberikan gambaran akan posisi keuangan KBI, sehingga KBI dapat segera membenahi dan meningkatkan kekurangan yang ada. 32 Sedangkan analisis faktor-faktor yang mempengaruhi pembiayaan agribisnis yang dilihat dari sisi anggota dapat menjadi evaluasi dan bahan pertimbangan bagi KBI untuk menetapkan besarnya pembiayaan agribisnis terhadap anggota yang tergolong sebagai usaha produktif. Pada intinya, keseluruhan hasil penelitian tersebut diharapkan dapat menjadi dasar pengembangan kualitas KBI sebagai lembaga intermediasi keuangan mikro yang memiliki jangkauan pembiayaan yang luas dan berkelanjutan. 33 Koperasi Baytul Ikhtiar (KBI) Kinerja Keuangan KBI Likuiditas Solvabilitas Rentabilitas Aktivitas Usaha Keberlanjutan Finansial 1. Lama Keanggotaan 2. Aset Anggota 3. Omset Usaha per Tahun 4. Pendapatan Bersih per Tahun 5. Frekuensi Pembiayaan 6. Jumlah Pengajuan Pembiayaan 7. Jenis Usaha Anggota Pembiayaan Agribisnis Berdasarkan Karakteristik Anggota Kinerja Keuangan dan Keberlanjutan Finansial KBI serta Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pembiayaan Agribisnis Pengembangan Kualitas KBI sebagai Lembaga Keuangan Mikro yang Melayani UMKM Gambar 4. Kerangka Operasional Keterangan : : Ruang Lingkup Analisis Kinerja Keuangan BAIK : Ruang Lingkup Analisis Uji Viabilitas : Ruang Lingkup Analisis Model Regresi Linear Berganda : Garis dipengaruhi langsung 34 IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini akan dilaksanakan di Koperasi Baytul Ikhtiar (KBI) yang bertempat di Komplek Pertanian Jalan Siaga No. 25 RT 02 RW 10, Kelurahan Loji, Kecamatan Bogor Barat, Kota Bogor. Pemilihan lokasi ini dilakukan secara purposive (sengaja) dengan pertimbangan bahwa KBI merupakan salah satu koperasi yang menerapkan sistem grameen bank dan presentase pembiayaan sektor agribisnis masih tergolong rendah bila dibandingkan dengan jumlah pembiayaan sektor lainnya. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari 2011 hingga April 2011, sedangkan upaya persiapan (prapenelitian) dilakukan pada bulan Januari 2011. 4.2. Metode Penentuan Sample Metode penentuan sample yang digunakan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi pembiayaan mitra sektor agribisnis adalah metode proportionated simple random sampling. Populasi dalam penelitian ini adalah anggota KBI yang memperoleh pembiayaan sektor agribisnis. Berdasarkan data tahun 2011, total anggota KBI yang memperoleh pembiayaan sektor agribisnis berjumlah 74 orang. Sample yang digunakan berjumlah 40 orang, yaitu sebesar 52,6 persen dari total populasi. Jumlah sample tersebut telah memenuhi persyaratan yang dikemukakan oleh Bailey (1999) bahwa ukuran minimum sampel yang diterima dalam suatu penelitian dengan analisis data statistik adalah 30 sampel. Penentuan sample diawali dengan perhitungan proporsi anggota menurut sebaran wilayah. Adapun populasi pada penelitian ini tersebar di tiga wilayah, yaitu Kecamatan Dramaga, Rumpin, dan Taman Sari. Perhitungan proporsi sampel dapat dilihat pada Tabel 5. 35 Tabel 5. Perhitungan Proporsi Sampel Penelitian KBI Tahun 2012 Jumlah Anggota Proporsi Sampel Wilayah (orang) (%) Kec. Dramaga 26 14,05 Kec. Taman Sari 25 13,51 Kec. Rumpin 23 12,43 Total 74 100 Sampel (orang) 14 14 12 40 Berdasarkan hasil perhitungan proporsi di atas, sampel yang diperoleh lebih representatif daripada sampel yang diambil dalam jumlah yang sama dari setiap wilayah. Selain itu, sampling dengan cara ini akan lebih menggambarkan keadaan populasi yang sesungguhnya sehingga kesalahan sampling dapat dikurangi 4.3. Data dan Instrumentasi Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer yang digunakan dalam penelitian ini berupa sejarah dan perkembangan Koperasi Baytul Ikhtiar dalam hal pembiayaan mikro, khususnya sektor agribisnis. Data primer mengenai mitra KBI meliputi data karakteristik mitra, kegiatan usaha, pendapatan usaha, dan hal yang mengenai pengajuan pembiayaan. Adapun data sekunder yang digunakan berupa laporan keuangan (neraca) dan laba rugi KBI tahun 2009-2011. Data sekunder lainnya berasal dari instansi terkait seperti Kementerian Koperasi dan UMKM Republik Indonesia, Badan Pusat Statistik, perpustakaan, jurnal-jurnal, penelitian terdahulu, dan penelusuran internet. Adapun instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner, daftar pertanyaan, alat pencatat, dan alat perekam dokumentasi. Kuesioner digunakan untuk melakukan tinjauan lapang terkait dengan mitra KBI sektor agribisnis, sedangkan alat lainnya digunakan dalam penelusuran informasi yang terkait dengan penelitian. 4.4. Metode Pengumpulan Data Pengumpulan data dilakukan pada bulan Februari 2012 hingga April 2012 yang berlokasi di daerah Bogor dan Jakarta. Teknik pengumpulan data yang 36 digunakan meliputi wawancara langsung terhadap key informan yaitu pengurus inti KBI mengenai kondisi internal koperasi, perkembangan, dan pembiayaan mikro khususnya sektor agribisnis. Pengurus inti tersebut terdiri dari manajer utama, manajer operasional, dan kepala unit koperasi. Wawancara langsung juga akan dilakukan dengan responden KBI yaitu penerima pembiayaan sektor agribisnis yang tersebar dibeberapa wilayah Kabupaten Bogor, yaitu Kecamatan Dramaga, Taman Sari, dan Rumpin. Wawancara responden diawali dengan pendekatan kelompok (majelis) yang telah dibentuk oleh KBI. Adapun pengumpulan data sekunder dapat dilakukan dengan penelusuran dokumen instansi terkait, literatur maupun internet. 4.5. Metode Pengolahan Data Nazir (2003) mendefinisikan analisis data sebagai bagian yang sangat penting dalam metode ilmiah. Dengan adanya analisis, data tersebut dapat diberi arti dan makna yang berguna dalam memecahkan masalah penelitian. Data hasil tinjauan lapangan akan dikelompokkan menjadi dua, yaitu data yang bersifat kualitatif dan kuantitatif. 4.5.1. Analisis Kualitatif Analisis kualitatif merupakan suatu metode dalam meneliti status sekelompok manusia, suatu objek, kondisi, pemikiran, ataupun peristiwa pada masa sekarang. Analisis ini akan diuraikan peneliti secara deskriptif. Tujuannya adalah untuk membuat deskripsi, gambaran atau lukisan secara sistematis, faktual dan aktual mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan antar fenomena yang diselidiki. Metode analisis kualitatif pada penelitian ini akan digunakan untuk menjelaskan gambaran umum KBI dan prosedur yang diterapkan KBI kepada mitra untuk memperoleh pembiayaan. 4.5.2. Analisis Kuantitatif Analisis kuantitatif yang digunakan pada penelitian ini terdiri dari tiga model, yaitu analisis rasio keuangan, viabilitas finansial, dan regresi linear berganda. Analisis rasio keuangan digunakan untuk mengetahui kinerja keuangan 37 koperasi yang mencakup rasio likuiditas, solvabilitas, rentabilitas, dan aktivitas usaha. Analisis viabilitas finansial digunakan untuk mengetahui keberlanjutan koperasi dari aspek keuangan, sedangkan analisis regresi linear berganda digunakan untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi besarnya pembiayaan KBI. Dengan menggunakan analisis regresi linier berganda tersebut, dapat diketahui variabel-variabel independent yang secara nyata berpengaruh atau tidak terhadap besarnya pembiayaan sebagai variabel dependent. Variabel independent tersebut terdiri dari lama keanggotaan, aset anggota, omset usaha per tahun, pendapatan bersih per tahun, frekuensi pembiayaan, jumlah pengajuan pembiayaan, dan jenis usaha anggota. Data yang terkumpul akan diolah menggunakan aplikasi program Microsoft Office Excel 2007 dan Eviews 7 for windows. 4.5.2.1. Analisis Rasio Keuangan Analisis rasio digunakan untuk melihat perkembangan kinerja keuangan koperasi. Analisis rasio yang digunakan terdiri dari rasio likuiditas, solvabilitas, rentabilitas, dan aktivitas usaha (Munawir 2002). 1. Rasio Likuiditas Rasio likuiditas menunjukkan kemampuan koperasi untuk membayar kewajiban keuangan yang harus segera dipenuhi. Likuiditas diukur dengan menggunakan rasio di bawah ini : a. Rasio lancar (Current Ratio) Rasio lancar menunjukkan kemampuan koperasi untuk memenuhi hutang lancar dengan aktiva lancar yang dimiliki. Standar yang baik adalah minimal 200 persen (Munawir 2002). Rasio ini dirumuskan sebagai berikut : 100% b. Rasio Kas (Cash Ratio) Rasio kas digunakan untuk mengukur jumlah kas tersedia yang dibandingkan dengan hutang lancar. Pengertian kas pada umumnya diperluas sehingga setara dengan surat berharga yang mudah diperjualbelikan. 38 Rasio kas tersebut dirumuskan sebagai berikut : 100% c. Rasio Modal Kerja dengan Total Aset (Working Capital to Total Asset) Rasio ini menunjukkan besarnya perbandingan antara modal kerja koperasi dengan total harta yang dimiliki. Adapun besarnya modal kerja diperoleh dari pengurangan aktiva lancar dengan hutang lancar. Standar umum yang baik untuk rasio ini adalah minimal 50 persen. Rasio ini dirumuskan sebagai berikut : 100% 2. Rasio Solvabilitas Rasio ini menunjukkan kemampuan koperasi untuk memenuhi seluruh kewajiban keuangannya baik jangka pendek maupun jangka panjang. Rasio solvabilitas diukur dengan menggunakan rasio di bawah ini : a. Rasio Modal Sendiri dengan Total Aktiva (Equity to Total Asset Ratio) Rasio ini menunjukkan tingkat solvabilitas koperasi dengan anggapan bahwa semua aktiva akan dapat direalisir sesuai dengan yang dilaporkan dalam neraca. Standar yang baik untuk rasio ini adalah minimal 50 persen (Suwandi 1985). Semakin tinggi rasio ini berarti semakin kecil jumlah pinjaman yang digunakan untuk membiayai aktiva koperasi. rasio ini dirumuskan : 100% b. Rasio Modal Sendiri dengan Aktiva Tetap (Equity to Fixed Asset Ratio) Rasio ini menunjukkan proporsi aktiva tetap yang dibiayai oleh modal sendiri. Standar yang baik untuk rasio ini adalah minimal 150 persen (Suwandi 1985), dengan rumus : 100% 39 c. Rasio Aktiva Tetap dengan Hutang Jangka Panjang (Fixed Asset tTo Long Term Debt Ratio) Rasio ini menunjukkan kemampuan koperasi untuk memperoleh pinjaman baru dengan jaminan aktiva tetap. Standar yang baik untuk rasio ini adalah minimal 150 persen (Suwandi 1985). Semakin tinggi rasio semakin besar jaminan, kreditur jangka panjang semakin aman atau terjamin, dan semakin besar kemampuan koperasi untuk mencari pinjaman. Rumus rasio ini adalah : 100% d. Rasio Total Hutang dengan Total Aktiva (Debt Ratio) Rasio ini menunjukkan berapa bagian dari keseluruhan dana yang dibiayai dari hutangnya. Standar yang baik untuk rasio ini adalah maksimum 50 persen (Suwandi 1985). Semakin kecil rasio ini maka semakin kecil resiko yang akan ditanggung oleh koperasi, yaitu dengan rumus : 100% e. Rasio Total Hutang dengan Total Modal Sendiri (Debt Equity Ratio) Rasio ini menunjukkan proporsi hutang yang dijamin oleh modal sendiri. Standar yang baik untuk rasio ini adalah maksimum 67 persen (Suwandi 1985). Jika nilai rasio ini lebih dari satu berarti kemampuan modal sendiri untuk menjamin hutang semakin rendah. Namun jika rasio lebih kecil dari satu maka kemampuan modal sendiri untuk menjamin selutuh hutangnya lebih besar. Rasio ini dirumuskan sebagai berikut : 100% 3. Rasio Rentabilitas Rasio rentabilitas menunjukkan kemampuan koperasi dalam menghasilkan laba dalam periode tertentu. Rentabilitas dapat diukur dengan beberapa rasio, antara lain: 40 a. Rasio Laba Bersih (Net Profit Margin Ratio) Rasio ini menunjukkan besarnya laba bersih yang dapat dihasilkan koperasi setiap satu satuan penjualan. Standar yang baik untuk rasio ini adalah minimal empat persen (Suwandi 1985). Semakin besar nilai rasio ini maka semakin besar kemampuan koperasi dalam memperoleh laba. Rasio ini dapat dirumuskan sebagai berikut : 100% b. Rasio Operasional (Operating Margin Ratio) Rasio operasional menunjukkan tingkat efisiensi koperasi dalam menjalankan usahanya. Standar yang baik untuk rasio ini adalah minimal dua persen (Suwandi 1985). Semakin besar rasio ini maka semakin besar kemampuan koperasi dalam memperoleh laba operasi, yaitu dengan rumus : 100% c. Ratio Tingkat Pengembalian Modal Sendiri (Return on Net Worth Ratio) Rasio ini menunjukkan tingkat produktivitas modal yang digunakan koperasi merupakan suatu pengukuran penghasilan yang tersedia bagi koperasi atas modal yang diinvestasikan. Standar yang baik untuk rasio ini adalah minimal 15 persen. Semakin besar rasio ini maka modal sendiri semakin produktif dalam menyumbangkan laba bersih bagi koperasi. rasio ini dirumuskan sebagai berikut : 100% d. Ratio Tingkat Pengembalian Investasi (Return on Investment) ROI menunjukkan kemampuan koperasi dalam menghasilkan pendapatan dan mengindikasikan koperasi menggunakan seluruh asset yang tersedia dengan baik. Rasio ini digunakan untuk mengevaluasi aktivitas keseluruhan koperasi. Analisis ROI merupakan hubungan antara pendapatan dengan investasi pada aktiva yang ditanamkan koperasi. Standar yang baik adalah minimal 4 persen. Perhitungan ROI dapat dilakukan dengan rumus : 100% 41 e. Rentabilitas Ekonomi (Return on Equity) Rentabilitas ekonomi menunjukkan kemampuan koperasi dalam menghasilkan laba bersih dari keseluruhan modal yang digunakan. Adapun rumus dari rentabilitas ekonomi adalah sebagai berikut : 100% 4. Rasio Aktivitas Usaha Rasio aktivitas usaha atau efektivitas menunjukkan sejauh mana koperasi menggunakan aset secara efisien untuk mencapai penjualan atau dalam penelitian ini disebut sebagai penyaluran pembiayaan. Rasio-rasio yang digunakan dalam rasio aktivitas usaha ini sebagai berikut : a. Rasio Perputaran Total Aktiva (Total Assets Turn-Over Ratio) Rasio ini menunjukkan tingkat efisiensi dari operasi koperasi tersebut. Standar yang baik untuk rasio ini adalah minimal 5 kali (Suwandi 1985). Semakin besar rasio perputaran total aktiva, maka akan semakin besar tingkat efisiensi penggunaan harta dari suatu koperasi. Perhitungan dapat dilakukan dengan rumus : 100% b. Rasio Perputaran Piutang ( Account Receivable Turn-Over Ratio) Rasio ini menunjukkan besarnya modal kerja yang ditanamkan sebagai piutang. Standar yang baik rasio ini adalah minimal 6 kali. Semakin besar nilai rasio ini maka modal kerja yang ditanamkan untuk piutang rendah atau sebaliknya. Semakin rendah rasio ini berarti terjadi over investment dalam piutang (Munawir 2002). Rasio ini dirumuskan sebagai berikut : 100% 4.5.2.2 Viabilitas Finansial Perhitungan untuk memperoleh kondisi viabilitas finansial atau kondisi break-even point (BEP) dapat dilakukan dengan menggunakan perhitungan manfaat biaya (perhitungan laba-rugi). Apabila total penerimaan adalah TR (Total 42 Revenue) dan total biaya adalah TC (Total Cost), maka kondisi BEP dapat dicapai pada saat TR=TC. Dalam kondisi tersebut, perusahaan akan berada pada titik impas, yaitu kondisi tidak memperoleh laba dan tidak menderita rugi. Adapun kondisi TR ≥ TC menunjukkan bahwa perusahaan memperoleh keuntungan. Hal tersebut berkaitan dengan kondisi lembaga perkreditan yang harus memperoleh pendapatan yang lebih besar daripada biaya peminjaman yang dikeluarkan. Khandker (1998) menyatakan bahwa viabilitas finansial adalah kondisi suatu skim kredit dapat menutupi seluruh biaya operasional dari pendapatan yang dibayar oleh peminjam (bunga), dengan persyaratan sebagai berikut : 1 Keterangan : r = tingkat bunga per unit pinjaman i = biaya untuk mendapatkan pokok pinjaman α = biaya administrasi dan supervise ρ = financial loss per unit pinjaman Persamaan tersebut dapat diuji untuk setiap periode waktu (per tahun). Dengan melakukan analisis dengan persamaan tersebut, maka akan diperoleh informasi kapan suatu skim kredit dapat mencapai viabilitas finansial. 4.5.2.3 Analisis Model Regresi Linear Berganda Model regresi linear berganda merupakan suatu model analisis untuk mengetahui pengaruh variabel-variabel independent yang berskala metrik terhadap variabel dependent yang juga berskala metrik. Adapun variabel yang belum berskala metrik, maka diubah menjadi dummy. Model ini merupakan model terbaik untuk memprediksi arah, besar koefisien, dan sensitifitas perubahan variabel dependent atas perubahan variabel-variabel independent. Variabel dependent pada penelitian ini adalah besarnya pembiayaan yang diterima oleh anggota KBI sektor agribisnis. Variabel independent terdiri dari lama keanggotaan, aset anggota, omset usaha per tahun, pendapatan bersih per tahun, frekuensi pembiayaan, jumlah pengajuan pembiayaan, dan jenis usaha 43 anggota. Estimasi model untuk analisis faktor-faktor yang mempengaruhi besarnya pembiayaan mikro KBI sektor agribisnis adalah : Y = β0 + β1X1 + β2X2 + β3X3 + β4X4 + β5X5 + β6X6 - C1D1 + e Dugaan nilai parameter : β0, β1, β2, β3, β4, β5, β6, C1 > 0 adalah koefisien untuk setiap faktor Keterangan : Y = Variabel dependent, yaitu besarnya pembiayaan yang diterima (rupiah) β0 = Konstanta atau intercept model garis regresi X1,…. X7 = Variabel independent β1 ,….. β7 = Koefisien variabel independent X1 = Lama keanggotan (tahun) X2 = Aset anggota (rupiah) X3 = Omset usaha per tahun (rupiah) X4 = Pendapatan bersih per tahun (rupiah) X5 = Frekuensi pembiayaan (kali) X6 = Jumlah pengajuan pembiayaan (rupiah) D1 = Jenis usaha, sebagai variabel dummy D1 bernilai 1 jika usaha on-farm dan bernilai 0 jika off-farm 1. Uji Signifikansi Model Untuk menentukan faktor yang berpengaruh nyata dan tidak berpengaruh nyata digunakan uji sebagai berikut: a. Pengujian parsial terhadap koefisien regresi (uji T) Keterangan: bi = koefisien regresi ke i S(bi) = standar deviasi koefisien regresi ke i Hipotesa: H0 = bi = 0 H1 = bi ≠ 0 44 Kriteria uji: H0 ditolak apabila : t-hitung > t-tabel atau P-value < α, derajat bebas tertentu H0 diterima apabila : t-hitung < t-tabel atau P-value > α, derajat bebas tertentu Uji T digunakan untuk melihat masing-masing koefisien regresi berpengaruh nyata atau tidak terhadap variabel terikat. Jika tolak Ho berarti variabel bebas yang diuji berpengaruh nyata terhadap variabel terikat, sedangkan jika terima Ho berarti variabel bebas yang diuji tidak berpengaruh nyata terhadap variabel terikat. b. Pengujian serentak seluruh koefisien regresi (uji F) / 1 Keterangan: SSR = jumlah dari kuadrat regresi SSE = jumlah kesalahan kuadrat k = jumlah variabel bebas n = jumlah pengamatan Hipotesa: H0 = bi = 0 H0 = bi ≠ 0 Kriteria uji: H0 ditolak apabila : F-hitung > F-tabel atau P-value < α H0 diterima apabila : F-hitung < F-tabel atau P-value < α Jika hasil perhitungan menunjukkan tolak Ho berarti seluruh variabel bebas X berpengaruh nyata terhadap variabel terikat Y. Sedangkan jika hasilnya adalah terima Ho berarti seluruh variabel bebas X tidak berpengaruh nyata terhadap variabel terikat Y. Pengujian ini menggunakan tingkat kepercayaan 90 persen atau taraf nyata (α) sebesar 10 persen yang masih dapat digunakan dalam penelitian yang bersifat ekonomi atau sosial. Selain itu, untuk menguji terhadap adanya masalah pada regresi linear berganda (Lind et al. 2007), antara lain: 45 i) Uji Normalitas Uji ini untuk memastikan bahwa kesimpulan yang diambil dalam uji global dan uji parsial valid adanya. Kenormalan diketahui melalui sebaran regresi yang merata disetiap nilai. Salah satu cara yang digunakan untuk melihat normalitas data adalah dengan melihat plot garis dari standardized residual cummulative probability (grafik probabilitas normal). Apabila sebaran data berada pada garis normal atau cukup dekat dengan garis lurus yang ditarik dari kiri bawah ke kanan atas dalam grafik, maka dapat dikatakan bahwa data yang diuji memiliki sebaran normal atau jika pada grafik standardized residual cummulative probability P-value > α, maka data menyebar normal. ii) Uji Autokorelasi Autokolerasi terjadi ketika residu-residu berhubungan yang berada dalam regresi saling berkolerasi. Masalah autokorelasi diuji dengan menggunakan uji Durbin-Watson. Nilai d dapat berkisar dari nol hingga empat. Jika nilai d berkisar pada angka dua, maka model tersebut tidak mengandung autokorelasi. iii) Uji Multikolinearitas Multikolinearitas terjadi ketika variabel-variabel bebasnya saling berkolerasi. Variabel-variabel yang berkorelasi ini membuat pendugaan koefisien menjadi tidak stabil. Pengujian masalah multikolinearitas dilakukan dengan melihat nilai VIF (Variance Inflation Factors) pada setiap variabel bebas, jika nilai VIF lebih besar dari sepuluh menunjukkan adanya masalah multikolinearitas. iv) Uji Heteroskedastisitas Heteroskedasitisitas terjadi ketika variasi di sekitar persamaan regresi bernilai berbeda untuk semua nilai variabel-variabel bebas. Untuk mengetahui ada tidaknya heteroskedasitisitas dengan cara membuat scatter plot dari model persamaan regresi. Jika membentuk pola tertentu, akan terjadi heteroskedastisitas. Jika tidak membentuk pola yang jelas serta titik-titik tersebut tersebar di atas dan di bawah angka nol pada sumbu Y, heteroskedastisitas tidak terjadi atau disebut dengan homokedastisitas. Hal ini juga dapat diperjelas dengan hasil White-Test. Jika Prob. Chi-square > α, maka data tersebut homogen atau komponen error tidak heterokedastisitas. 46 V. GAMBARAN UMUM KOPERASI BAYTUL IKHTIAR 5.1. Sejarah dan Perkembangan Koperasi Baytul Ikhtiar Koperasi Baytul Ikhtiar (KBI) merupakan salah satu Lembaga Keuangan Mikro Syariah yang berada di bawah naungan Yayasan Pengembangan Masyarakat Mustadh’afiin (Peramu). Koperasi Baytul Ikhtiar resmi berdiri sebagai koperasi berbadan hukum pada tahun 2008. Sebelum berbadan hukum koperasi, organisasi ini memulai aktivitasnya dengan melakukan program pemberdayaan masyarakat miskin melalui Unit Pelayanan Keuangan (UPK) Ikhtiar. Program ini dimulai pada tahun 1999 di wilayah pedesaan Kecamatan Tamansari dan berkembang di kawasan miskin perkotaan Bogor pada tahun 2002. Pada tahun 2003, pelayanan UPK Ikhtiar dapat digunakan sebagai proses pembentukan kelompok pedagang sayuran di pasar Jambu Dua kota Bogor. Tujuannya adalah untuk membangun kapasitas sosial dan ekonomi keluarga berpenghasilan rendah agar memiliki kemampuan dalam memenuhi kebutuhan dasar melalui pengelolaan aset ekonomi rumah tangga. Adapun wilayah jangkauan pembiayaan Koperasi Baytul Ikhtiar telah tersebar di berbagai kecamatan di Kodya Bogor, Kabupaten Bogor, dan Kabupaten Sukabumi. Hingga saat ini, Koperasi Baytul Ikhtiar melakukan aktivitas pemberdayaan berbasis komunitas melalui pelayanan keuangan mikro. Pemberdayaan ini merupakan replika dari pola grameen bank yang melakukan pendekatan secara kelompok yang ditujukan secara khusus bagi kaum perempuan dari keluarga berpenghasilan rendah. 5.2. Ruang Lingkup dan Struktur Organisasi 1. Visi dan Misi Visi KBI adalah menjadi organisasi keuangan mikro syariah yang memberdayakan masyarakat miskin melalui pelayanan simpan pinjam, pendidikan, dan pengorganisasian perempuan dari keluarga miskin. Adapun misi yang dimiliki oleh KBI, antara lain : a. Memperluas jangkauan pelayanan keuangan mikro syariah kepada masyarakat miskin 47 b. Melakukan pendampingan dan pelayanan kelompok yang terorganisir. c. Membangun jaringan untuk memperkuat pelayanan dan pendampingan dengan Non Government Organization (NGO), Lembaga Amil Zakat (LAZ), LKM, pemerintah, swasta, dan perorangan. 2. Struktur Organisasi Kemajuan suatu organisasi ditentukan dari kinerja sumberdaya organisasi yaitu pemimpin dan anggota organisasi. Adanya penempatan sumberdaya yang tepat dapat meningkatkan efisiensi kerja dari organisasi tersebut. Struktur organisasi koperasi KBI dapat dilihat pada Gambar 3. RAPAT ANGGOTA Pengawas Pengurus Direktur Divisi Audit Internal Divisi Usaha Divisi HRD Divisi Humas dan Kesekretariatan Divisi R&D Divisi IT Manager Unit Simpan Pinjam Kabag Financial Officer TPL Kabag Operasional ADMP Kas Pembukuan ANGGOTA Gambar 5. Struktur Organisasi Koperasi Baytul Ikhtiar 48 3. Susunan Organisasi Susunan organisasi Koperasi KBI secara garis besar terdiri dari pengawas, pengurus, support system, dan tenaga pendamping lapang. Adapun rincian susunan organisasi adalah sebagai berikut : Pengawas Ketua : Juhariah Anggota : Khoerudin Erna Indriastuti Pengurus Ketua : Latif Efendy Wakil Ketua : Aziz Muhammad Abduh Sekretaris 1 : Asep Zaenal Umami Sekretaris 2 : Hifni Permadi Bendahara : Titin Prasetyawati Manajer : Titin Prasetyawati Kabag Operasional : Yachya Supriyadi Support System : Kamiludin dan Ibrahim Aji TPL :71 orang Setiap bagian organisasi Koperasi KBI memiliki peranan dalam menjalankan tugas dan kewajibannya masing-masing, yaitu : 1. Rapat Anggota Tahunan Rapat Anggota Tahunan (RAT) merupakan kekuasaan tertinggi dalam koperasi dalam menetapkan anggaran dasar dan rumah tangga. RAT merupakan perangkat organisasi yang menentukan arah kegiatan usaha melalui kesepakatan bersama dari seluruh anggota. Hasil kesepakatan tersebut kemudian dimandatkan kepada pengurus selaku wakil anggota. 2. Pengawas Pengawas memiliki hak dan kewajiban melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan kebijaksanaan dan pengelolaan koperasi. 49 3. Pengurus Pengurus sebagai salah satu perangkat organisasi koperasi yang dipilih dari dan oleh anggota dalam rapat anggota. Pengurus bertanggungjawab atas penyelenggraan dan pengendalian usaha koperasi. 4. Manajemen Manajemen Koperasi KBI dilakukan oleh seorang manager yang dibantu oleh Kepala Bagian Financial Officer yang langsung membawahi tenaga pendamping lapang. Dalam hal administrasi pembiayaan, kas, dan pembukuan, manager dibantu oleh Kepala Bagian Operasional Koperasi. Manager koperasi berperan dalam melaksanakan kebijakan pengurus dalam pengelolaan koperasi. 5. Anggota Anggota KBI terbagi menjadi dua jenis, yaitu anggota koperasi dan anggota layanan koperasi. Anggota koperasi berperan sebagai pemilik karena berkewajiban memberikan modal dan mengawasi jalannya koperasi. Selain itu, anggota berperan sebagai pengguna jasa layanan koperasi yang berarti setiap anggota wajib berpartisipasi aktif dalam memanfaatkan layanan yang disediakan koperasi. 5.3. Program Koperasi Baytul Ikhtiar Program Ikhtiar diawali dengan tahap persiapan yang terdiri dari penentuan rencana kerja, pemilihan lokasi, dan organisasi kerja. Persiapan selanjutnya adalah mengenai operasional pelayanan dalam hal komputerisasi, pembekalan monitoring kelompok, pelatihan identifikasi kemiskinan, dan review pelayanan. Inti dari program ini adalah melakukan rekrutmen anggota yang dimulai dari tahap observasi blok-blok pemukiman dan kompilasi data calon anggota. Calon anggota tersebut kemudian akan melalui tahap Uji Kelayakan (UK) yang dilakukan oleh komite penentuan calon anggota. Pada tahap ini akan dipilih anggota yang sesuai dengan kriteria yang ditentukan. Calon anggota yang lolos UK wajib mengikuti Latihan Wajib Kelompok (LWK) selama tiga hari berturut-turut. Pada dasarnya, LWK bertujuan untuk 50 melihat karakter calon anggota, terutama dalam hal kedisiplinan dan kepribadiannya didalam majelis. Pada Rapat Anggota Tahunan (RAT) koperasi, anggota yang terpilih akan disahkan sebagai anggota resmi koperasi. Terdapat pula pertemuan mingguan yang harus dihadiri oleh anggota, pertemuan blok yang dihadiri oleh tiga orang perwakilan dari majelis tiap desa, dan pertemuan kader yang dihadiri oleh perwakilan dari kumpulan peserta blok. Persiapan Persiapan Operasional Pelayanan Training Identifikasi Kemiskinan Observasi Blok Pemukiman Pembekalan Metode Monitoring Kelompok Review Pelayanan SOP Rekruitmen Anggota Persiapan Alat-Alat Adm. pelayanan Kompilasi Data Calon Anggota Uji Kelayakan Calon Anggota (UK) Komputerisasi Pelayanan (Sirkah) Latihan Wajib Kelompok Monitoring Perkembangan Kelompok Pertemuan Pekanan dan Pencairan dengan pola 2:2:1 Gambar 6. Tahapan Program Koperasi Baytul Ikhtiar 51 VI. ANALISIS KEBERLANJUTAN FINANSIAL KOPERASI BAYTUL IKHTIAR 6.1. Analisis Rasio Keuangan Koperasi Analisis rasio keuangan KBI dilakukan untuk mengetahui perkembangan kinerja keuangan lembaga. Analisis ini merupakan salah satu cara untuk memberikan penilaian terhadap lembaga, keberhasilan maupun penurunan hasil operasional dari usaha lembaga. Selain itu, hasil dari penilaian ini dapat menjadi tolak ukur kinerja keuangan KBI terhadap kinerja keuangan lembaga lain yang sejenis, sehingga KBI dapat mengetahui keadaan dan posisi keuangannya diantara lembaga keuangan mikro lainnya. Analisis yang digunakan meliputi analisis likuiditas, solvabilitas, rentabilitas, dan aktivitas usaha. Pada analisis ini dilakukan penilaian pada laporan keuangan laba rugi dan neraca keuangan KBI tiga tahun terakhir, yaitu tahun 2009, 2010, dan 2011. Komponen keuangan pada kedua laporan tersebut akan dibandingkan dengan standar umum yang digunakan. 6.1.1. Likuiditas Rasio likuiditas menunjukkan kemampuan koperasi untuk membayar kewajiban keuangan yang harus segera dipenuhi. Hal ini berkaitan dengan ketersediaan harta yang mudah diuangkan apabila koperasi mengalami kebangkrutan. Rasio likuiditas yang diukur pada KBI antara lain rasio lancar (current ratio), rasio kas (cash ratio) , dan rasio total aset terhadap modal kerja (working capital to total asset). Hasil perhitungan analisis likuiditas KBI tahun 2009-2011 dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6. Likuiditas KBI Tahun 2009-2011 Tahun 2009 2010 2011 Rata-Rata (%) Pertumbuhan (%/thn) Rasio Lancar 2101,31 266,95 210,34 859,5 -945,48 Rasio Kas 821,69 75,87 54,02 317,19 -383,84 Rasio Modal Kerja dengan Total Aset 90,40 48,34 42,33 60,36 -24,03 Rasio (%) Sumber : Laporan Keuangan KBI (2012) 52 Secara umum, trend likuiditas koperasi bernilai negatif. Hal tersebut dilihat dari nilai pertumbuhan yang cenderung menurun pada rasio lancar, rasio kas, dan rasio WCTA. Rasio lancar merupakan perbandingan antara aktiva lancar dengan hutang lancar. Komponen yang termasuk dalam aktiva lancar adalah kas, piutang, biaya dibayar dimuka, dan persediaan koperasi, sedangkan hutang lancar terdiri dari modal pinjaman yang diterima dari lembaga keuangan milik Yayasan Peramu lainnya. Berdasarkan hasil perhitungan pada Tabel 5, nilai rata-rata rasio lancar KBI adalah 859,5 persen yang artinya koperasi mempunyai Rp 8,59 aktiva lancar untuk memenuhi setiap Rp 1,00 hutang lancar. Keadaan ini jauh diatas standar yang baik, yaitu 200 persen. Nilai rata-rata yang tinggi tersebut disebabkan adanya ketimpangan besar modal pinjaman yang diperoleh KBI pada tahun 2009 dan 2010. KBI baru melakukan pengajuan pinjaman kepada lembaga yang bersangkutan pada tahun 2009 dan pencairan pinjaman baru dapat diterima KBI pada tahun 2010. Kondisi tersebut yang menyebabkan nilai rasio ini cenderung menurun sebesar -945,4 persen per tahun. Walaupun demikian, rasio lancar KBI tiap tahunnya berada di atas standar yang baik. Hal ini menunjukkan bahwa KBI mampu menutupi hutang lancar dengan aktiva lancar yang dimilikinya. Rasio kas (cash ratio) merupakan perbandingan antara jumlah kas dengan hutang lancar yang dimiliki KBI. Nilai rata-rata rasio kas adalah 317,19 persen yang artinya koperasi mempunyai Rp 3,17 kas untuk memenuhi setiap Rp 1,00 hutang lancar. Dalam perhitungan rasio kas tidak terdapat standar yang ideal untuk menentukan kondisi baik atau buruk suatu lembaga karena tergantung dari jenis unit usaha yang dijalankan oleh koperasi. Nilai rasio kas mengalami tren pertumbuhan yang bernilai negatif, yaitu -383,8 persen per tahun. Penurunan tersebut disebabkan semakin besarnya hutang jangka pendek yang dilakukan oleh KBI pada tahun 2010. Working Capital to Total Asset (WCTA) menunjukkan rasio antara modal kerja terhadap total aktiva. Modal kerja diperoleh dari pengurangan nilai aktiva lancar dengan hutang lancar. Nilai rata-rata WCTA KBI adalah sebesar 60,36 persen, yang artinya berada pada kondisi di atas standar yang baik, yaitu 50 persen. Namun, laju pertumbuhan WCTA juga memiliki kecenderungan yang menurun sebesar -24,03 persen. Penurunan tersebut disebabkan adanya 53 peningkatan hutang lancar sehingga nilai dari modal kerja menurun. Namun, penurunan modal kerja tersebut tidak berpengaruh terhadap kegiatan operasional. 6.1.2. Solvabilitas Analisis solvabilitas Koperasi Baytul Ikhtiar menunjukkan kemampuan koperasi dalam memenuhi seluruh kewajiban keuangannya. Solvabilitas terdiri berbagai rasio yang digunakan antara lain rasio modal sendiri dengan total aktiva (equity to total asset ratio), rasio modal sendiri dengan total aktiva tetap (equity to fixed asset ratio), rasio aktiva tetap dengan hutang jangka panjang (fixed asset to long term debt ratio), rasio total hutang dengan total aktiva (debt ratio), dan rasio total hutang dengan total modal sendiri (debt equity ratio). Hasil perhitungan analisis solvabilitas KBI dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7. Solvabilitas KBI Tahun 2009-2011 Tahun Rasio Rasio Modal Sendiri dengan Total Aktiva Rasio Modal Sendiri dengan Aktiva Tetap Rasio Aktiva Tetap dengan Hutang Jangka Panjang Rasio Total Hutang dengan Total Aktiva Rasio Total Hutang dengan Total Modal Sendiri RataRata (%) Pertumbuhan (%/thn) 2009 2010 2011 27,76 17,64 18,36 21,26 -4,70 545,9 77,6 95,14 239,6 -225,42 38,29 223,6 290,4 184,1 126,06 46,95 64,72 72,46 61,3 12,76 169,1 366,8 394,5 310,1 112,73 Sumber : Laporan Keuangan KBI (2012) Rasio modal sendiri dengan total aktiva menunjukkan seberapa penting modal pinjaman bagi koperasi dan tingkat keamanan keuangan yang dimiliki koperasi sebagai kreditor. Selain itu, rasio ini menunjukkan bahwa modal KBI didominasi oleh modal luar koperasi dengan penurunan nilai rasio sebesar -4,70 persen tiap tahunnya . Nilai rata-rata rasio ini dari tahun 2009-2011 adalah sebesar 21,26 persen, yang artinya persentase modal sendiri baru mencapai 21,26 persen dari total modal yang dibutuhkan. Rasio ini menunjukkan kondisi koperasi yang tidak sehat karena sebagian besar modal koperasi masih berasal dari modal luar. Penurunan rasio modal sendiri pada tahun 2010 dan 2011 diakibatkan karena 54 adanya peningkatan total aktiva tanpa diiringi oleh peningkatan modal sendiri yang berupa simpanan wajib, simpanan pokok, dana LWK, dana cadangan, hibah, 50 persen modal penyertaan, dan 30 persen dari sisa hasil usaha koperasi Rasio modal sendiri dengan aktiva tetap menunjukkan proporsi aktiva tetap yang dibiayai oleh modal sendiri dari koperasi. Nilai rata-rata rasio ini adalah 239,6 persen yang masih berada di atas standar 150 persen. Namun, bila dilihat dari data rasio per tahun, rasio pada tahun 2010 dan 2011 yang berturutturut bernilai 77,6 persen dan 95,14 persen tidak memenuhi standar yang baik. Hal ini disebabkan oleh adanya peningkatan aktiva tetap yang sangat tinggi khususnya pada nilai kepemilikan tanah dan gedung yang dimiliki koperasi pada tahun tersebut. Peningkatan tersebut tidak diiringi oleh peningkatan modal sendiri yang mengakibatkan nilai rasio ini semakin menurun. Rasio aktiva tetap dengan hutang jangka panjang dapat menunjukkan kemampuan koperasi untuk memperoleh pinjaman baru dengan jaminan aktiva tetap. Rasio rata-ratanya adalah sebesar 184,1 persen yang artinya berada di atas standar 150 persen. Nilai rasio ini pun terus meningkat sebesar 126,06 persen tiap tahunnya karena aktiva tetap koperasi terus meningkat dengan kepemilikan tanah dan gedung baru. Dengan keadaan nilai rasio yang baik, koperasi dapat lebih mudah mengajukan dan memperoleh pinjaman baru dengan menggunakan aset tetap sebagai jaminan hutang jangka panjang. Selain itu, rasio total hutang dengan total aktiva menunjukkan seberapa besar bagian harta yang dibiayai dari hutang koperasi. Nilai rata-rata rasio ini adalah sebesar 61,3 persen berada pada keadaan yang tidak baik karena lebih dari 50 persen. Nilai rasio ini mengalami peningkatan sebesar 12,76 persen per tahun yang menunjukkan bahwa risiko yang ditanggung koperasi semakin besar. Proporsi hutang yang dijamin oleh modal sendiri KBI dapat ditunjukkan dengan nilai rasio total hutang dengan total modal sendiri. Nilai rasio ini adalah 310,01 persen yang artinya setiap Rp 1,00 modal sendiri digunakan untuk menjamin Rp 3,10 hutang yang dimilikinya. Hal tersebut menunjukkan besarnya nilai hutang yang harus dijamin dalam setiap rupiah modal yang dimiliki. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa kemampuan koperasi yang dalam menjamin hutangnya dengan modal sendiri yang dimiliki tergolong tidak sehat. Selain itu, 55 rasio ini terus mengalami peningkatan sebesar 112,73 persen tiap tahunnya yang menunjukkan kondisi rasio yang semakin memburuk karena adanya peningkatan hutang yang dimiliki koperasi. Secara umum, kondisi solvabilitas KBI pada tahun 2009-2011 cenderung mengalami penurunan kesehatan kinerja. Hal ini dapat dilihat dari perhitungan rasio modal sendiri terhadap total aktiva dan aktiva tetap mengalami laju pertumbuhan yang negatif, sedangkan perhitungan rasio hutang jangka panjang terhadap aktiva dan total modal memiliki kecenderungan yang positif. 6.1.3. Rentabilitas Rasio rentabilitas Koperasi Baytul Ihktiar menunjukkan kemampuan koperasi dalam menghasilkan laba dalam periode tertentu. Pengukuran rentabilitas pada KBI dilakukan dengan menggunakan rasio laba bersih (net profit margin), rasio tingkat pengembalian modal sendiri (return on net worth ratio), rasio operasional (operating margin ratio), dan rasio tingkat pengembalian investasi (return on investment). Hasil perhitungan rasio rentabilitas KBI pada tahun 20092011 dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 8. Rentabilitas KBI Tahun 2009-2011 Tahun Rasio (%) Rasio Laba Bersih Rasio Operasional Rasio Tingkat Pengembalian Modal Sendiri Rasio Tingkat Pengembalian Investasi RataRata (%) Pertumbuhan (%/thn) 1,71 -0,82 2009 2,37 2010 2,03 2011 0,72 7,92 15,38 4,62 9,31 -1,65 8,56 12,07 4,27 8,30 -2,14 2,38 2,13 0,78 1,76 -0,80 Sumber : Laporan Keuangan KBI (2012) Pada umumnya, rasio laba bersih merupakan perbandingan dari besarnya laba dibagi dengan total penjualan. Akan tetapi, mengingat KBI hanya bergerak di bidang pelayanan (jasa), maka nilai rasio laba bersih ini diperoleh dari perbandingan jumlah laba dibagi dengan total pembiayaan (dropping) yang diberikan kepada anggota. Nilai rata-rata rasio ini adalah 1,71 persen berada di bawah standar yang baik. Nilai tersebut berarti bahwa laba bersih yang dihasilkan 56 dari Rp 1,00 pembiayaan hanya mencapai Rp 0,01. Rasio ini pun memiliki laju pertumbuhan yang menurun sebesar -0,82 tiap tahunnya. Hal tersebut disebabkan semakin tingginya biaya operasional koperasi sehingga laba yang diterima rendah. Biaya operasional yang tinggi meliputi gaji pegawai, akomodasi, transportasi, administrasi, dan perencanaan. Biaya-biaya tersebut memang merupakan pengeluaran dasar dari lembaga yang menggunakan konsep grameen bank, mengingat setiap tenaga pendamping lapang (TPL) akan menghampiri setiap majelis yang tersebar di berbagai wilayah. Selain itu, biaya perencanaan memang sangat diperlukan untuk memperoleh wilayah baru dalam melakukan strategi penumbuhan majelis grameen bank. Rasio operasional menunjukkan tingkat efisiensi koperasi dalam menjalankan usahanya, yaitu dengan menggunakan perbandingan antara laba operasi dengan besarnya modal sendiri. Nilai rata-rata rasio ini adalah 9,31 persen yang berada di atas standar yang baik, yaitu 2 persen. Nilai tersebut menunjukkan bahwa setiap Rp 1,00 modal sendiri dapat menghasilkan Rp 0,09 laba operasi. Tingginya nilai rasio ini bisa jadi disebabkan karena koperasi sepenuhnya bergerak di bidang pelayanan jasa pembiayaan, sehingga laba operasi koperasi tidak dipengaruhi oleh stok akhir persediaan barang yang tidak terjual. Namun di sisi lain, tingginya nilai rasio ini juga dapat disebabkan karena modal sendiri koperasi yang jumlahnya masih lebih rendah dari modal luar koperasi. Nilai rasio laba operasional dari tahun 2009 hingga tahun 2011 mengalami fluktuasi dengan laju pertumbuhan yang bernilai negatif, yaitu -1,65 persen. Peningkatan nilai rasio pada tahun 2010 disebabkan oleh adanya peningkatan pembiayaan yang diterima dari lembaga lain yang masih di bawah naungan Yayasan Peramu, sedangkan penurunan rasio pada tahun 2011 disebabkan oleh peningkatan jumlah pegawai koperasi yang berpengaruh terhadap semakin besarnya biaya gaji pegawai, biaya asuransi kesehatan, dan biaya tunjangan pendidikan. Selain itu, biaya operasional yang mengalami peningkatan meliputi biaya penyusutan inventaris, penyusutan gedung, biaya akomodasi, transportasi, administrasi, dan perencanaan. Tingkat produktivitas modal koperasi dapat diukur dengan menggunakan rasio tingkat pengembalian modal sendiri. Rasio ini merupakan perbandingan antara laba bersih dibagi dengan total modal sendiri koperasi, sehingga dapat 57 diperoleh besarnya penghasilan koperasi atas modal sendiri yang diinvestasikan. Nilai rata-rata rasio ini adalah 8,30 persen yang masih berada di bawah standar yang baik, yaitu 15 persen. Hal ini menggambarkan bahwa modal sendiri koperasi belum dapat menghasilkan sisa hasil usaha (SHU) yang optimal. Bila dilihat dari data rasio per tahun, koperasi hampir memperoleh SHU yang optimal pada tahun 2010 dengan nilai rasio sekitar 12 persen. Hal ini disebabkan adanya peningkatan pendapatan dari margin pembiayaan dan biaya operasional yang lebih rendah dari tahun 2011. Biaya operasional yang semakin tinggi pada tahun 2011 menyebabkan nilai rasio ini mengalami penurunan. Adapun laju pertumbuhan rasio ini bernilai negatif, yaitu sebesar -2,14 persen. Rasio return on investment (ROI) merupakan kemampuan koperasi dalam menghasilkan pendapatan atas aset yang tersedia. Nilai rata-rata rasio ROI koperasi KBI baru mencapai 1,76 persen. Angka tersebut berada jauh di bawah standar yang baik, yaitu sebesar 8 persen. Berdasarkan nilai tersebut dapat disimpulkan bahwa kemampuan koperasi dalam menghasilkan laba (SHU) atas total aktiva belum optimal. Selain itu, nilai rasio ini terus mengalami penurunan sebesar -0,80 persen tiap tahunnya. Hal ini dapat disebabkan oleh adanya peningkatan jumlah aset yang tidak diiringi dengan peningkatan laba koperasi. 6.1.4. Aktivitas Usaha Rasio aktivitas usaha menggambarkan sejauh mana koperasi menggunakan aset secara efisien untuk memperoleh penjualan. Pada umumnya, pengukuran aktivitas usaha pada koperasi dilakukan dengan menggunakan rasio perputaran total aktiva (total assets turn-over ratio), rasio perputaran aktiva tetap (fixed assets turn-over ratio), rasio perputaran piutang (account receivable turn-over ratio) dan rasio perputaran persediaan (inventory turn-over ratio). Namun, karena Koperasi Baytul Ikhtiar hanya bergerak di bidang pelayanan jasa, maka rasio yang dapat digunakan untuk mengukur aktivitas usaha adalah rasio perputaran total aktiva dan rasio perputaraan piutang yang tidak menggunakan unsur persediaan dan penjualan barang. Hasil perhitungan rasio aktivitas usaha Koperasi Baytul Ikhtiar tahun 2009-2011 dapat dilihat pada Tabel 9. 58 Tabel 9. Aktivitas Usaha KBI Tahun 2009-2011 Rasio Perputaran Total Aktiva Rasio Perputaran Piutang Tahun Rata-Rata Pertumbuhan (%) 2009 2010 2011 1,004 1,05 1,087 1,047 0,042 1,364 2,128 1,382 1,625 0,009 Sumber : Laporan Keuangan KBI (2012) Rasio perputaran total aktiva menunjukkan tingkat efisiensi dari operasi KBI dalam hal pembiayaan (dropping). Nilai rata-rata rasio ini adalah 1,047 kali yang artinya total harta koperasi baru berputar rata-rata sebanyak 1,047 kali per tahun. Nilai tersebut masih di bawah standar perputaran yang baik, yaitu sebanyak 5 kali per tahun. Hal ini memperlihatkan kemampuan koperasi masih tergolong rendah dalam melakukan perputaran harta yang dimiliki dalam memberikan pembiayaan kepada anggota layanan. Walaupun demikian, nilai rasio ini mengalami peningkatan sebesar 0,042 persen tiap tahunnya. Peningkatan ini disebabkan oleh semakin besarnya jumlah pembiayaan (dropping) yang diberikan koperasi kepada anggota layanan tiap tahunnya. Selain itu, nilai rasio perputaran piutang pun memiliki laju pertumbuhan positif sebesar 0,011 persen. Dengan nilai rata-rata 1,6 kali perputaran, maka rasio ini masih di bawah standar yang baik, yaitu masih di bawah 6 kali perputaran per tahun. 6.2. Viabilitas Finansial Viabilitas finansial adalah kondisi skim kredit yang dapat menutupi seluruh biaya operasional dari pendapatan yang diperoleh, yaitu margin pembiayaan atas pembiayaan yang diberikan. Koperasi Baytul Ikhtiar dapat dikategorikan dalam kondisi viable apabila margin pembiayaan lebih besar daripada biaya operasional koperasi. Biaya operasional tersebut meliputi besarnya financial loss yaitu cadangan penghapusan piutang atas adanya tunggakan pembayaran (L), biaya untuk mendapatkan pokok pinjaman (i), serta biaya administasi dan supervisi (α). Viabilitas finansial pembiayaan KBI selama periode 2009-2011 dapat dilihat pada Tabel 10. Berdasarkan hasil perhitungan, dapat diketahui bahwa koperasi hanya mencapai kondisi viable pada tahum 2010, sedangkan pada tahun 2009 dan 2011 kondisi finansial koperasi berada pada kondisi yang tidak viable. 59 Tabel 10. Viabilitas Finansial KBI Tahun 2009-2011 Tahun L α i Hasil Bagi (i+α+L)/(1-L) Margin Pembiayaan (r) Selisih (marginhasil bagi) 2009 0,006 0,090 0,122 0,219 0,185 -0,033 2010 0,007 0,108 0,036 0,153 0,197 0,044 2011 0,002 0,096 0,110 0,209 0,196 -0,012 0,1933 -0,0005 Rata0,005 0,098 0,089 0,193 rata Sumber : Laporan Keuangan dan Laba Rugi KBI (2012) Keterangan Ket Tidak Viable Viable Tidak Viable : L = Finansial loss α = Biaya administrasi dan supervisi i = Biaya pokok pinjaman Kondisi viabilitas KBI di atas menunjukkan bahwa terdapat komponen biaya operasional yang cukup besar dan berfluktuatif setiap tahunnya, yaitu beban bagi hasil (i). Nilai beban bagi hasil terendah dimiliki koperasi pada tahun 2010 karena pada tahun tersebut koperasi memperoleh modal luar yang bersifat bantuan dari Yayasan Peramu sehingga tidak membebankan bagi hasil, sedangkan pada tahun 2011 KBI memperoleh pembiayaan sindikasi dari lembaga BMT dan BPRS dibawah naungan Yayasan Peramu serta Bank Syariah Mandiri (BSM) yang menetapkan sistem bagi hasil. Adapun beban bagi hasil yang ditetapkan oleh pembiayaan sindikasi dan BSM secara berturut-turut adalah sekitar 15 persen dan 14 persen. Besarnya biaya pokok pinjaman ini menjadi salah satu faktor yang menyebabkan biaya operasional KBI pada tahun 2009 dan 2011 meningkat, sehingga KBI tidak mencapai kondisi yang viable. Biaya administrasi dan supervisi yang dibutuhkan koperasi tergolong stabil dengan rata-rata 0,09 persen dan tidak mengalami peningkatan yang besar tiap tahunnya. Artinya, koperasi membutuhkan biaya administrasi dan supervisi sebesar Rp 0,09,- untuk setiap unit pinjaman. Nilai biaya tersebut terdiri dari biaya transaksi yang dibutuhkan untuk setiap rupiah yang disalurkan, yaitu gaji petugas, biaya transportasi dan akomodasi, dan biaya rupa-rupa persediaan. Komponen pembentuk viabilitas yang tergolong baik adalah finansial loss. Hal ini dapat dilihat dari persentase jumlah tunggakan pembayaran anggota yang hanya bernilai rata-rata 0,51 persen. Nilai tersebut dapat menggambarkan bahwa 60 tingkat pengembalian anggota terhadap pembiayaan koperasi sangat baik dan lancar. Prestasi ini merupakan salah satu keberhasilan koperasi dalam melakukan pendekatan terhadap anggota melalui majelis-majelis KBI, yaitu dalam hal pendampingan yang dilakukan oleh tenaga pendamping lapang (TPL) tiap minggunya. Selain itu, pola grameen bank dari KBI dinilai dapat memudahkan anggota dalam melakukan pengembalian pembiayaan karena angsuran dilakukan setiap minggu dan berlokasi di salah satu rumah anggota di sekitar kumpulan anggota majelis sehingga anggota tidak perlu mengunjungi kantor koperasi untuk melakukan pembayaran. Nilai margin pembiayaan yang diberikan KBI merupakan hasil kesepakatan antara petugas TPL koperasi dengan anggota yang bersangkutan dalam suatu akad. Selain itu, besarnya margin pembiayaan yang ditanggung anggota pun mempertimbangkan kemampuan dan kesanggupan anggota. Didasari dari prinsip bahwa adil tidak harus berarti sama nilai, maka KBI memberikan margin pembiayaan yang beragam kepada anggotanya, yaitu berkisar antara 17 persen hingga 33 persen per tahun dengan rata-rata 19,3 persen per tahunnya. Nilai rata-rata tersebut masih berada dibawah bunga yang diberikan oleh lembaga pembiayaan Mitra Bisnis Keluarga (MBK) yang memiliki sasaran yang sama dengan KBI, yakni dengan bunga flat sebesar 20 persen. Kondisi keuangan KBI tergolong tidak viable pada tahun 2009 dan 2011. Kondisi tersebut diakibatkan karena biaya pokok pinjaman pada kedua tahun tersebut sangat besar. Namun, selisih perhitungan antara margin pembiayaan dan besarnya biaya operasional masih tergolong rendah, yakni hanya sekitar -0.0005 persen. Oleh karena itu, terdapat kemungkinan yang besar bagi KBI untuk mencapai tingkat viabilitas finansial pada periode berikutnya. Beberapa langkah yang dapat ditempuh KBI adalah sebagai berikut : a. Meningkatkan efisiensi Tenaga Pendamping Lapang (TPL) dalam meningkatkan jumlah anggota koperasi. Dengan meningkatnya jumlah anggota, maka penyaluran pembiayaan oleh tiap petugas menjadi lebih besar. Kondisi tersebut dalam jangka panjang dapat menurunkan biaya operasional setiap rupiah yang disalurkan. 61 b. Meningkatkan besar plafon pembiayaan kepada anggota, terutama bagi anggota yang berkualitas. Peningkatan besar plafon tersebut tidak hanya mengurangi biaya operasional TPL, tetapi juga dapat meningkatnya margin pembiayaan yang diterima koperasi. Oleh karena itu, kondisi ini dapat meningkatkan efisiensi biaya untuk setiap rupiah yang disalurkan dengan jumlah anggota yang tetap. c. Memperoleh pinjaman dana dari lembaga yang menetapkan bagi hasil yang lebih rendah, salah satunya adalah Yayasan Peramu. Oleh karena itu, KBI harus dapat meningkatkan prestasinya sehingga lembaga penyalur dana memiliki tingkat kepercayaan yang besar dalam hal penyaluran pembiayaan. Berdasarkan analisis rasio KBI, terdapat beberapa hal yang dapat dikaji berkenaan dengan keberlanjutan finansial. Tabel 11 menunjukkan keseluruhan hasil analisis rasio keuangan KBI tahun 2009-2012. Tabel 11. Hasil Rekapan Analisis Rasio Keuangan KBI Tahun 2009-2012 Rasio Likuiditas Solvabilitas Rentabilitas Aktivitas Usaha Pertumbuhan (%/tahun) -9,455 -3,838 Rasio Lancar Rasio Kas Rasio Modal Kerja dengan Total Aset -0,240 Rasio Modal Sendiri dengan Total Aktiva Rasio Modal Sendiri dengan Aktiva Tetap -0,047 Rasio Aktiva Tetap dengan Hutang Jangka Panjang Rasio Total Hutang dengan Total Aktiva Rasio Total Hutang dengan Total Modal Sendiri Rasio Laba Bersih Rasio Operasional Rasio Tingkat Pengembalian Modal Sendiri Rasio Tingkat Pengembalian Investasi Rasio Perputaran Total Aktiva Rasio Perputaran Piutang 1,261 0,128 1,127 -0,008 -0,017 -0,021 -0,008 0,042 0,009 Analisis rasio keuangan dari segi -2,254 likuiditas menunjukkan laju pertumbuhan negatif yang memiliki arti bahwa kemampuan koperasi dalam memenuhi kewajiban jangka pendeknya semakin menurun dan telah terjadi peningkatan hutang jangka pendek koperasi (hutang lancar). Namun, peningkatan hutang tersebut sama sekali tidak memberikan dampak yang positif terhadap perolehan laba KBI, bahkan nilai rasio rentabilitas KBI tahun 2009-2011 memiliki 62 pertumbuhan yang negatif. Hal tersebut cenderung bertolak belakang dengan kondisi pada umumnya, yaitu hutang lancar yang diperoleh umumnya digunakan sebagai modal kerja koperasi yang dapat meningkatkan laba koperasi. Hal tersebut disebabkan oleh ketentuan KBI yang memanfaatkan hutang lancarnya untuk kebutuhan investasi dalam bentuk tanah dan bangunan pada tahun 2010. Adapun payback period pengadaan tanah dan bangunan tersebut mencapai lebih dari lima tahun, sehingga dampak positif bagi koperasi baru akan dirasakan pada tahun 2017 mendatang. Oleh karena itu, nilai rentabilitas koperasi hingga tahun ini masih tergolong negatif. Adapun kaitan antara kondisi likuiditas dan solvabilitas dengan keberlanjutan finansial terletak pada besarnya hutang KBI dengan biaya pokok pinjaman yang semakin meningkat. Sama halnya dengan kondisi likuiditas, solvabilitas koperasi pun cenderung mengalami penurunan kesehatan kinerja. Penurunan tersebut dapat dilihat dari proporsi modal sendiri yang semakin menurun dan semakin meningkatnya hutang KBI tiap tahunnya. Peningkatan hutang KBI terhadap pihak ketiga sebagai pemasok dana berdampak pada semakin besarnya biaya pokok pinjaman yang dikeluarkan KBI. Hal ini menjadi faktor yang membuat biaya operasional koperasi semakin meningkat sehingga berada pada kondisi yang tidak viable pada tahun 2009 dan 2011. Walaupun KBI tidak mencapai kondisi yang viable pada tahun 2009 dan 2011, KBI pada dasarnya mampu untuk mencapai kembali kondisi viabilitas finansial pada tahun-tahun berikutnya. Hal tersebut dapat terjadi karena pengeluaran biaya koperasi yang sangat besar pada tiga tahun terakhir diperuntukan untuk pembangunan kantor unit di beberapa wilayah baru. Dengan bertambahnya kantor unit KBI, maka KBI akan lebih mudah dalam melakukan kegiatan transaksi, yaitu dalam hal kemudahan mencapai lokasi tempat tinggal anggota sehingga biaya operasional yang dibutuhkan koperasi akan semakin rendah. Dengan kondisi demikian, KBI akan mencapai viabilitas finansial dalam menjalankan usahanya. Selain itu, penurunan biaya operasional juga dapat terjadi karena adanya peningkatan jumlah kantor unit baru yang secara langsung akan meningkatkan jumlah wilayah sasaran KBI sehingga jumlah anggota layanan KBI meningkat. 63 Peningkatan jumlah anggota koperasi tersebut akan meningkatkan efisiensi atas biaya operasional dan meningkatkan besar pembiayaan yang disalurkan oleh KBI sehingga margin pembiayaan yang diterima KBI akan meningkat. Kondisi ini dalam jangka panjang akan meningkatkan penerimaan koperasi sehingga KBI dapat mencapai kondisi yang viable. Oleh karena itu, dapat ditunjukkan bahwa kondisi keuangan KBI tergolong baik, tetapi pada tiga tahun terakhir ini belum dapat memperoleh laba yang optimal. Namun demikian, KBI masih memiliki prospek finansial yang baik dan akan semakin meningkat pada tahun berikutnya. 64 VII. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PEMBIAYAAN AGRIBISNIS PADA KOPERASI BAYTUL IKHTIAR 7.1. Karakteristik Umum Responden Responden penelitian ini adalah anggota Koperasi Baytul Ikhtiar yang sedang memperoleh pembiayaan dengan alokasi kebutuhan sektor agribisnis. Adapun jumlah responden adalah sebanyak 40 orang yang berasal dari tiga wilayah, yaitu Kecamatan Dramaga, Taman Sari, dan Rumpin. Responden dibagi menjadi dua jenis usaha, yaitu on-farm dan off-farm. Jenis usaha on-farm terdiri dari petani sebanyak 26 orang (65 persen) dan peternak sebanyak 6 orang (15 persen), sedangkan jenis usaha off-farm terdiri dari pedagang sebanyak 7 orang (17,5 persen), dan 1 orang pelaku industri rumah tangga (2,5 persen). Responden dengan jenis usahatani mayoritas menanam padi, jagung, umbiumbian, dan sayur-mayur seperti bayam dan kangkung, sedangkan peternak umumnya memiliki ternak pembesaran kambing dan budidaya ikan yaitu ikan gurame, ikan bawal, dan ikan mas. Adapun responden dengan usaha dagang memiliki usaha penjualan daging ayam segar dan sayur-mayur, sedangkan responden dengan usaha industri rumah tangga memiliki usaha pembuatan dan penjualan kripik singkong. Tabel 12. Jumlah dan Proporsi Responden KBI Menurut Jenis Usaha Tahun 2012 Jumlah Responden (orang) Proporsi (%) Petani 26 65,0 Peternak 6 15,0 Pedagang 7 17,5 Industri Rumah Tangga 1 2,5 Total 40 100,0 Jenis Usaha On-farm Off-farm Adapun beberapa karakteristik umum responden lainnya meliputi usia, jenis kelamin, dan tingkat pendidikan. Usia anggota yang menjadi responden dalam penelitian ini berkisar antara 19 tahun hingga 66 tahun. Berdasarkan Tabel 13 dapat dilihat bahwa sebagian besar responden dalam penelitian ini berada pada usia 26-36 tahun yaitu sebanyak 20 orang (50 persen), sedangkan responden 65 dalam rentang usia 37-47 tahun berjumlah 11 orang (27,5 persen). Proporsi responden terkecil adalah responden dengan usia 48-66 yaitu hanya berjumlah 4 orang (10 persen). Tabel 13. Jumlah dan Proporsi Responden KBI Menurut Usia Tahun 2012 Usia (Tahun) 19-25 26-36 37-47 48-66 Total Jumlah Responden (Orang) 5 20 11 4 40 Proporsi (%) 12,5 50,0 27,5 10,0 100,0 Jenis kelamin responden seluruhnya adalah wanita sesuai dengan ketentuan yang dimiliki oleh Koperasi Baytul Ikhtiar. Hal tersebut dikarenakan sistem Grameen Bank yang memang memiliki sasaran anggota layanan berjenis kelamin wanita. Oleh karena itu, anggota layanan Koperasi Baytul Ikhtiar tidak ada yang berjenis kelamin pria. Selain usia dan jenis kelamin, terdapat pula karakteristik umum responden lainnya yaitu tingkat pendidikan. Berdasarkan Tabel 14, tingkat pendidikan responden terbagi menjadi tiga tingkatan, yaitu tidak tamat SD, SD, dan SLTP/sederajat. Responden yang tidak menamatkan pendidikan SD berjumlah 13 orang (32,5 persen), sedangkan responden yang mendominasi adalah responden yang berpendidikan sampai dengan SD/sederajat dengan jumlah 23 orang (57,5 persen), dan sisanya adalah responden yang telah menempuh pendidikan hingga tingkat SLTP/sederajat sebanyak 4 orang (10 persen). Tabel 14. Jumlah dan Proporsi Responden KBI Menurut Tingkat Pendidikan Tahun 2012 Tingkat Pendidikan Tidak Tamat SD SD/sederajat SLTP/sederajat Total Jumlah Responden (Orang) Proporsi (%) 13 23 4 40 32,5 57,5 10,0 100,0 66 7.2. Karakteristik Pembiayaan Responden Sektor Agribisnis Berdasarkan hasil penelitian terhadap anggota Koperasi Baytul Ikhtiar, diperoleh karakteristik pembiayaan responden sektor agribisnis. Karakteristik anggota koperasi diidentifikasi melalui beberapa variabel yang dimiliki oleh masing-masing responden. Variabel-variabel tersebut meliputi lama keanggotaan, aset anggota, omset usaha per tahun, pendapatan bersih per tahun, frekuensi pembiayaan, jumlah pengajuan pembiayaan, dan jenis usaha. Karakteristik responden tersebut akan diterangkan pada Tabel 15 dengan pembagian perhitungan berdasarkan jenis usaha yang dijalankan. Tabel 15. Analisis Parameter yang Mempengaruhi Pembiayaan Sektor Agribisnis KBI Tahun 2012 Variabel Lama Keanggotan (Thn) On-Farm (N=32) Off-Farm (N=8) Rata-Rata 3 1.88 2.28 111.275.141 83.326.875 97.301.008 Omset Usaha (Rp/Tahun) 8.981.031 178.362.500 93.671.766 Pendapatan Bersih (Rp/Tahun) 3.735.206 26.739.000 15.237.103 2,75 2,125 2,44 Jumlah Pengajuan Pembiayaan (Rp) 996.875 1.062.500 1.029.688 Jumlah Pembiayaan yang Diterima (Rp) 903.125 975.000 939.063 Aset Anggota (Rp) Frekuensi Pembiayaan (Kali) Berdasarkan data yang terdapat pada Tabel 15, dapat dilihat beberapa karakteristik rata-rata yang dapat dideskripsikan dari variabel lama keanggotaan, aset anggota, omset usaha per tahun, pendapatan bersih per tahun, frekuensi pembiayaan, jumlah pengajuan pembiayaan, jenis usaha, dan jumlah pembiayaan yang diterima anggota. Oleh karena itu, data tersebut dapat menunjukkan adanya kecenderungan dari setiap jenis usaha agribisnis tersebut. Hasil rataan di atas dapat menunjukkan adanya keterkaitan antara lama keanggotaan dengan frekuensi pembiayaan responden. Frekuensi pembiayaan responden untuk jenis usaha on-farm adalah 2,75 kali dalam 3 tahun dan untuk usaha off-farm adalah 2,12 kali dalam 1,88 tahun keanggotaan. Hal ini dapat menunjukkan bahwa semakin lama keanggotan responden, maka semakin tinggi pula frekuensi pembiayaan yang diterima. Hal ini pun sesuai dengan ketentuan 67 koperasi yang memberikan jangka waktu angsuran selama 50 pekan, yang artinya setiap satu tahun sekali anggota dapat mengajukan pembiayaan kepada koperasi. Berdasarkan jumlah rata-rata aset responden, jenis usaha on-farm memiliki nilai rata-rata aset yang lebih besar daripada responden yang menjalankan usaha off-farm. Hal tersebut disebabkan responden sektor pertanian sebagian besar memiliki lahan usaha, sehingga nilai aset umumnya didominasi oleh nilai lahan tersebut. Adapun nilai lahan per meter persegi berkisar antara Rp 30.000,- hingga Rp 45.000,- di daerah Rumpin, sedangkan di daerah Taman Sari dan Dramaga mencapai Rp 50.000,- hingga Rp 75.000,- per meter persegi. Berdasarkan data luas lahan pada Tabel 16, terdapat 22 responden yang memiliki lahan milik dari total 30 responden yang mengusahakan lahan pertanian. Data tersebut menunjukkan bahwa mayoritas responden pertanian memiliki lahan milik sebagai aset responden. Tabel 16. Jumlah dan Proporsi Luas Lahan Milik dan Non Milik Responden Sektor Pertanian KBI Tahun 2012 Status Lahan Milik Non Milik Luas Lahan (m2) <500 500-5000 5001-10000 >10000 <500 500-5000 5001-10000 >10000 Total Jumlah Responden (Orang) Proporsi (%) 5 14 2 1 1 4 3 0 30 16,67 46,67 6,67 3,33 3,33 13,33 10,00 0,00 100 Berkaitan dengan omset usaha, responden usaha on-farm memiliki nilai omset usaha yang lebih rendah daripada usaha off-farm per tahunnya. Rendahnya nilai omset tersebut disebabkan oleh perputaran modal usaha on-farm yang membutuhkan waktu hingga hitungan bulan, sehingga penjualan komoditi hanya dapat dilakukan dalam beberapa kali dalam satu tahun. Berbeda halnya dengan rata-rata omset yang diterima oleh responden usaha off-farm, dimana perputaran modal terjadi setiap hari sehingga total penjualan per tahun tergolong tinggi. 68 Nilai pendapatan bersih responden bergantung pada jumlah pendapatan dan pengeluaran rumah tangga responden. Pendapatan rumah tangga responden umumnya berasal dari keuntungan usahatani, perdagangan, upah sebagai buruh tani, gaji suami, hingga bantuan dari anak, sedangkan pengeluaran rumah tangga responden berkisar antara biaya dapur, biaya listrik, pulsa, kredit, arisan, bahan bakar kendaraan, renovasi rumah, dan lain sebagainya. Berdasarkan data tersebut, nilai pendapatan bersih per tahun yang diperoleh responden jenis usaha on-farm lebih kecil daripada jenis usaha off-farm. Hal ini disebabkan oleh responden usaha off-farm yang dapat memperoleh pendapatan usaha setiap hari karena adanya perputaran penjualan produk secara cepat, sedangkan rensponden usaha on-farm hanya memperoleh pendapatan usaha pada saat panen dan pada waktu penjualan komoditi berlangsung. Jumlah pengajuan pembiayaan responden pada penelitian kali ini berkisar antara Rp 500.000,- sampai dengan Rp 3.000.000,-. Rata-rata jumlah pengajuan pembiayaan responden jenis usaha on-farm bernilai Rp 996.875,- sedangkan responden usaha off-farm memiliki rata-rata Rp 1.062.500,-. Pada umumnya, responden usaha on-farm mengajukan pembiayaan dengan peruntukan modal investasi pengadaan alat-alat pertanian dan modal tani, mulai dari bibit, pupuk, obat, sewa kerbau, dan upah tenaga kerja, sedangkan responden usaha off-farm memiliki peruntukan untuk modal pembelian komoditi yang akan diperdagangkan. Pada dasarnya, jumlah pengajuan ini bergantung pada kebutuhan tiap usaha responden. Selisih rata-rata jumlah pengajuan pembiayaan antara kedua jenis usaha pun tidak terlalu besar, walau responden dengan usaha off-farm memiliki rata-rata nilai yang lebih tinggi. Jumlah pembiayaan yang diterima responden pun beragam sesuai dengan kisaran jumlah yang diajukan. Realisasi pembiayaan yang tertinggi adalah sebesar yaitu Rp 3.000.000,- dan pembiayaan terendah yang diterima adalah senilai Rp 500.000,-. Adapun nilai rata-rata yang diterima responden usaha on-farm bernilai Rp 903.125,- sedangkan responden dengan usaha off-farm memiliki rata-rata Rp 975.000,- artinya nilai rata-rata yang diterima responden off-farm lebih besar daripada responden dengan usaha on-farm. 69 7.3. Keragaan Regresi Faktor-Faktor Pembiayaan Sektor Agribisnis Dalam membuat suatu persamaan regresi linear berganda diperlukan beberapa asumsi mendasar yang perlu diperhatikan, yaitu normalitas, autokorelasi, multikolinieritas, dan heterokedastisitas. 1. Normalitas ditunjukkan dengan hasil plot garis dari standarized residual cummulative probability. Berdasarkan hasil uji tersebut, sebaran data tidak berada pada garis normal yaitu P-value (0,000) < α (0,1). Oleh karena itu, salah satu cara agar sisaan menjadi normal dapat dilakukan dengan Transformasi BoxCox (Lampiran 1). Dengan dilakukannya transformasi tersebut, data berada pada garis normal dan nilai P-Value (0,977) > α (0,1) sehingga dapat disimpulkan bahwa asumsi normalitas terpenuhi (Lampiran 1). 2. Heteroskedastisitas ditunjukkan melalui plot antara standardized residual dengan variabel terikat yang memperlihatkan bahwa tidak terdapat suatu pola dalam plot tersebut sehingga data tersebut homogeni atau komponen error tidak heteroskedastisitas. Hal ini juga dapat diperjelas dengan hasil White Test yang menunjukkan nilai P-Value > α sehingga data tersebut homogen atau komponen error tidak heteroskedastisitas (Lampiran 2). 3. Autokorelasi dapat ditunjukkan melalui uji Durbin-Watson dan diperoleh nilai d=1,44 yang mendekati nilai d=2. Berdasarkan hasil tersebut, dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat autokorelasi pada komponen error sehingga hasil uji T dan uji F adalah valid (Lampiran 3). 4. Multikolinieritas ditunjukkan melalui hasil VIF (Variance Inflation Factors). Diketahui bahwa nilai VIF dari seluruh variabel bebas adalah lebih kecil dari 10. Hal ini menunjukkan bahwa tidak ada multikolinier pada variabel bebas atau tidak terdapat hubungan yang kuat antar variabel bebas yang digunakan dalam penelitian ini (Lampiran 4). 7.4. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pembiayaan Agribisnis Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi pembiayaan sektor agribisnis di Koperasi Baytul Ikhtiar, dapat dilakukan melalui pengujian dengan menggunakan analisis regresi linier berganda. Pada penelitian ini diduga terdapat tujuh faktor yang mempengaruhi pembiayaan sektor agribisnis. Faktor-faktor 70 tersebut terdiri dari yaitu lama keanggotaan (X1), aset anggota (X2), omset usaha per tahun (X3), pendapatan bersih per tahun (X4), frekuensi pembiayaan (X5), jumlah pengajuan pembiayaan (X6), dan jenis usaha (D1). Pengujian ini menggunakan tingkat kepercayaan 90 persen atau taraf nyata (α) 10 persen. Berdasarkan hasil analisis regresi linear berganda dari pengolahan 40 anggota responden pada Tabel 17, diperoleh persamaan sebagai berikut: Y = 2.34E-07 + 1.98E-09X1- 3.31E-11X2 -1.33E-10X3 + 2.59E-10X4 - 2.15E-08X5 4.93E-11X6 - 2.73E-08X7 Tabel 17. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pembiayaan Agribisnis di KBI Tahun 2012 Variabel Koefisien T-hitung P-value VIF Lama Keanggotaan 1.98E-09 0.2504 0.8039 7.385195 Aset Anggota -3.31E-11 -0.6293 0.5336 1.304202 Omset Usaha per Tahun -1.33E-10 -1.3866 0.1751 2.857057 Pendapatan Bersih per Tahun 2.59E-10 0.3660 0.7167 3.707163 Frekuensi Pembiayaan -2.15E-08 -1.9844 0.0558 9.235893 Jumlah Pengajuan Pembiayaan -4.93E-11 -2.7609 0.0095 3.697151 Jenis Usaha -2.73E-08 -1.2714 0.2127 1.872862 Konstanta 2.34E-07 11.207 0.0000 2 2 R = 78,10 % R (adj) = 73,31 % F-hitung = 16.30316 P-value = 0,000 Durbin Watson = 1.44151 Tabel 17 merupakan rangkuman hasil regresi model faktor-faktor yang mempengaruhi pembiayaan sektor agribisnis. Berdasarkan data tersebut, dapat dilihat beberapa hasil uji statistik yaitu uji T, uji F, dan koefisiensi determinasi (R2) sebagai uji ketepatan model. Nilai P-value dari statistik F lebih kecil dari taraf nyata 10 persen, yaitu P-value (0,000) < α (0,1) sehingga terdapat minimal satu variabel bebas yang berpengaruh nyata terhadap variabel terikat. Selain itu, hasil koefisien determinasi dapat menunjukkan akurasi model dugaan (goodness of fit). Pada penelitian ini koefisien determinasi (R2) memiliki nilai 78,1 persen yang menandakan bahwa sebesar 78,1 persen variasi variabel terikat (jumlah pembiayaan yang diterima) dapat dijelaskan secara nyata oleh variabel-variabel 71 bebas dalam model, sedangkan sisanya sebesar 21,9 persen dapat dijelaskan oleh variabel error, yaitu variabel lain yang tidak dimasukkan ke dalam model. Pengujian terhadap pengaruh nyata masing-masing variabel bebas secara parsial dilakukan dengan uji T. Berdasarkan hasil uji, variabel-variabel yang berpengaruh nyata terhadap jumlah pembiayaan yang diterima anggota koperasi sektor agribisnis berjumlah tiga dari tujuh variabel yang diduga. Variabel-variabel tersebut antara lain frekuensi pembiayaan dan jumlah pengajuan pembiayaan pada tingkat kepercayaan 90 persen dan variabel omset usaha per tahun pada tingkat kepercayaan 80 persen. Adapun variabel lainnya seperti lama keanggotaan, aset anggota, pendapatan bersih per tahun, dan jenis usaha tidak berpengaruh nyata terhadap besarnya pembiayaan yang diterima anggota koperasi sektor agribinis. 7.4.1. Lama Keanggotan (X1) Lama keanggotaan menjadi faktor penduga untuk mengetahui pengaruh besarnya pembiayaan yang diterima anggota sektor agribisnis karena semakin lama keanggotaan seseorang maka pihak koperasi akan lebih mengenal karakter anggota dan mengetahui sejauh mana perkembangan usaha anggota, sehingga pembiayaan yang diterima dapat lebih besar. Hal ini sesuai dengan hasil uji statistik yang menunjukkan terdapat hubungan yang positif antara lama keanggotan dengan jumlah pembiayaan yang diterima anggota, yakni apabila lama keanggotaan meningkat satu satuan, maka pembiayaan yang diterima anggota akan meningkat sebesar Rp 3.029,24, ceteris paribus. Oleh karena itu, dapat diketahui bahwa KBI tetap mempertimbangkan lama keanggotaan dalam menentukan besarnya pembiayaan yang diberikan kepada anggota sektor agribisnis. Walaupun demikian, hasil uji statistik menunjukkan hasil bahwa nilai p-value untuk lama keanggotaan (X1) bernilai 0,803 yakni lebih besar dari nilai α (0,1), maka p-value > α dan hal ini menunjukkan bahwa lama keanggotaan tidak signifikan mempengaruhi besarnya pembiayaan untuk sektor agribisnis. 72 Tabel 18. Lama Keanggotan Responden KBI Sektor Agribisnis Tahun 2012 Lama Keanggotan (Tahun) Jumlah (Orang) <3 22 Proporsi (%) 55,00 3-5 12 30,00 >5 6 15,00 Total 40 100,00 Data di atas menunjukkan bahwa responden sektor pertanian sebagian besar resmi tercatat sebagai anggota KBI kurang dari tiga tahun, yaitu mencapai 55 persen responden. Selain itu, terdapat 12 responden (30 persen) yang telah menjadi anggota selama 3-5 tahun dan hanya 6 responden (15 persen) yang telah menjadi anggota selama lebih dari 5 tahun. Hal ini sesuai dengan keadaan lapang yang menunjukkan bahwa responden dengan lama keanggotaan yang semakin tinggi akan memperoleh pembiayaan yang lebih besar. 7.4.2. Aset Anggota (X2) Aset anggota pada penelitian ini diukur dari nilai aset usaha dan aset rumah tangga responden. Hal tersebut didasari dari model Grameen Bank pada KBI yang menggunakan pendekatan rumah tangga anggota. Nilai aset anggota menjadi faktor penduga terhadap besarnya pembiayaan yang diterima responden karena dapat menggambarkan kepemilikan harta responden, sehingga apabila aset anggota semakin besar maka diduga pihak KBI berani untuk memberikan jumlah pembiayaan yang lebih tinggi. Namun, berdasarkan uji statistik diperoleh hasil bahwa variabel anggota memiliki hubungan yang negatif terhadap jumlah pembiayaan yang diterima anggota, yaitu apabila nilai aset anggota meningkat satu satuan, maka jumlah pembiayaan yang diterima anggota akan menurun sebesar Rp 15.562,- ceteris paribus. Hasil perhitungan tersebut tidak sesuai dengan dugaan sebelumnya. Hal ini dapat disebabkan karena KBI pada dasarnya tidak memperhitungkan besar aset yang dimiliki anggota. KBI menilai bahwa jaminan kepercayaan dari anggota jauh lebih penting dari aset yang dimiliki. Penentuan wilayah sasaran KBI pun diawali dengan melakukan pemetaan blok-blok pemukiman masyarakat miskin yang didukung dengan data sekunder wilayah setempat. Hal ini sesuai dengan misi KBI 73 untuk memprioritaskan pembiayaan bagi masyarakat miskin yang berlokasi sangat jauh dari perkotaan dan memiliki keterbatasan akses terhadap pembiayaan. Selain itu, berdasarkan hasil uji statistik, p-value bagi aset anggota bernilai 0,593 dan nilai tersebut lebih tinggi dari pada nilai α (0,1), maka p-value > α. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa aset anggota tidak signifikan mempengaruhi pembiayaan sektor agribisnis di KBI. Tabel 19. Aset Anggota Responden KBI Sektor Agribisnis Tahun 2012 Aset Anggota (Juta Rp) <50 50-100 101-245 >245 Total Jumlah Responden (Orang) Proporsi (%) 16 14 6 4 40 40,0 35,0 15,0 10,0 100,0 Berdasarkan data pada Tabel 19, dapat ditunjukkan bahwa sebanyak 40 persen atau 16 responden memiliki aset yang bernilai kurang dari Rp 50.000.000, sedangkan responden yang memiliki aset dikisaran lebih dari atau sama dengan Rp 50.000.000,- hingga Rp 100.000.000,- berjumlah 14 orang (35 persen). Responden yang memiliki nilai aset yang lebih tinggi, yaitu antara Rp 100.000.000,- sampai dengan Rp 245.000.000,- , berjumlah 6 orang dan sisanya sebanyak 4 orang memiliki aset yang bernilai lebih dari Rp 245.000.000,-. Nilai aset ini didominasi oleh nilai kepemilikan lahan yang dijabarkan pada Tabel 16 dan nilai bangunan tempat tinggal. Lahan dan bangunan tempat tinggal tersebut umumnya berasal dari warisan orang tua yang saat ini telah menjadi milik responden. Besarnya nilai aset yang dimiliki responden tidak menjamin besarnya pembiayaan yang diterima. Hal tersebut dibuktikan dengan adanya responden dengan kepemilikan aset dibawah Rp 50.000.000,- yang menerima pembiayaan lebih besar daripada responden yang memiliki aset di atas Rp 200.000.000,-. Oleh karena itu, nilai aset tidak menjadi pertimbangan pihak koperasi dalam memberikan pembiayaan karena yang terpenting bagi koperasi adalah dapat menjangkau lapisan masyarakat yang tidak memiliki akses terhadap pembiayaan mikro. 74 7.4.3. Omset Usaha per Tahun (X3) Omset usaha per tahun merupakan total penjualan yang diterima responden sehingga dapat menggambarkan aktivitas dan perkembangan usaha yang dijalankan. Omset usaha menjadi faktor penduga yang mempengaruhi pembiayaan KBI karena semakin besar omset usaha maka tingkat kemampuan usaha dalam menghasilkan penjualan produk semakin besar, sehingga koperasi dapat memberikan pembiayaan yang besar pula. Namun, tidak demikian dengan hasil uji statistik yang menunjukkan variabel omset usaha per tahun yang berhubungan negatif terhadap besarnya pembiayaan yang diterima anggota, yakni apabila omset usaha anggota naik satu satuan, maka jumlah pembiayaan yang diterima anggota menurun sebesar Rp 8.921,- ceteris paribus. Bahkan nilai tersebut berpengaruh signifikan terhadap pembiayaan sektor agribisnis dengan hasil p-value variabel omset usaha lebih kecil dari taraf nyata 20 persen, yaitu pvalue (0,175) < α (0,2). Tabel 20. Omset Usaha per Tahun Responden KBI Sektor Agribisnis Tahun 2012 Omset Usaha per Tahun (Juta Rp) < 45 45 – 155 > 156 Total Jumlah Responden (Orang) 33 4 3 40 Proporsi (%) 82,5 10,0 7,5 100,0 Berdasarkan data pada Tabel 20, dapat ditunjukkan bahwa omset per tahun yang diperoleh responden sektor agribisnis cukup beragam. Responden yang memiliki omset usaha per tahun kurang dari Rp 45.000.000,- merupakan jumlah responden dengan proporsi tertinggi yaitu 82,5 persen. Dalam memberikan pembiayaannya, KBI justru memprioritaskan bagi pembiayaan dengan omset usaha yang kecil. KBI menganggap bahwa usaha mikro dengan omset usaha yang rendah lebih membutuhkan pembiayaan daripada usaha yang telah lama berdiri dan memiliki omset yang besar. Dalam hal ini, konsep pemberdayaan masyarakat miskin bagi KBI sangat jelas nampaknya. 75 7.4.4. Pendapatan Bersih per Tahun (X4) Pendapatan bersih per tahun merupakan hasil dari perhitungan total pendapatan yang dikurangi dengan besarnya pengeluaran rumah tangga. Pendapatan bersih per tahun menjadi faktor penduga yang mempengaruhi besarnya pembiayaan sektor agribisnis. Semakin besar pendapatan bersih anggota maka diduga akan semakin besar pula kemampuan responden dalam melunasi angsuran tiap minggunya, sehingga dapat memberikan gambaran bagi koperasi bahwa usaha yang dijalankan memiliki prospek untuk dibiayai lebih besar. Hal ini sesuai dengan hasil uji stastistik yang menunjukkan bahwa variabel pendapatan bersih ini memiliki hubungan yang positif dengan jumlah pembiayaan yang diterima anggota, yakni apabila pendapatan bersih anggota naik satu satuan, maka jumlah pembiayaan yang diterima akan meningkat sebesar Rp 6.834,- ceteris paribus. Namun, nilai p-value untuk pendapatan bersih per tahun adalah 0,71 yang bernilai lebih besar dari taraf nyata 10 persen. Oleh karena itu, p-value > α (0,1) dan dapat disimpulkan bahwa faktor pendapatan bersih per tahun tidak berpengaruh signifikan terhadap pembiayaan sektor agribisnis. Tabel 21. Pendapatan Bersih per Tahun Responden KBI Sektor Agribisnis Tahun 2012 Pendapatan Bersih per Tahun (Juta Rp) <8 8 – 25 > 25 Total Jumlah Responden (Orang) Proporsi (%) 35 2 3 40 87,5 5,0 7,5 100,0 Pendapatan bersih per tahun responden koperasi didominasi oleh responden yang memiliki pendapatan bersih kurang dari Rp 8.000.000,- per tahun, yaitu mencapai 87,50 persen atau sebanyak 35 orang. Adapun responden dengan kisaran pendapatan bersih Rp 8.000.000,- hingga Rp 25.000.000,- per tahun hanya berjumlah 2 orang (5 persen). Nilai pendapatan bersih ini dapat dijadikan sebagai tolak ukur kekuatan menabung para responden per tahun (saving power). Oleh karena itu, semakin tinggi pendapatan bersih responden maka akan semakin tinggi pula saving power responden tersebut, sehingga kemampuan responden dalam 76 memenuhi kewajibannya semakin besar. Hal ini yang menyebabkan KBI cenderung memberikan pembiayaan yang lebih besar kepada responden yang memiliki pendapatan bersih besar. Oleh karena itu, faktor ini dinilai tepat untuk digunakan KBI sebagai penentu jumlah pembiayaan yang diberikan kepadaanggota. 7.4.5. Frekuensi Pembiayaan (X5) Frekuensi pembiayaan dapat diartikan sebagai ukuran pengalaman dalam mengambil pembiayaan. Frekuensi pembiayaan menjadi faktor penduga yang mempengaruhi pembiayaan koperasi sektor agribisnis. Semakin sering anggota melakukan pinjaman, maka anggota tersebut diduga lebih memahami tentang pembiayaan yang diberikan dan bagaimana mengalokasikan pembiayaan tersebut dengan baik, sehingga hasil nya pun diduga sesuai dengan yang diharapkan dan pengembalian pembiayaan dapat berjalan lancar. Namun, dugaan tersebut tidak sesuai dengan hasil uji yang menunjukkan bahwa variabel frekuensi pembiayaan memiliki hubungan yang negatif dengan besarnya pembiayaan yang diterima anggota, yakni apabila frekuensi pembiayaan meningkat satu satuan, maka pembiayaan yang diterima anggota akan turun sebesar Rp 1.166,- ceteris pasribus. Bahkan, p-value untuk frekuensi pembiayaan bernilai 0,057 yang artinya lebih kecil daripada taraf nyata 10 persen, sehingga faktor tersebut berpengaruh signifikan terhadap pembiayaan pada sektor agribisnis KBI. Tabel 22. Frekuensi Pembiayaan Responden KBI Sektor Agribisnis Tahun 2012 Frekuensi Pembiayaan (Kali) <3 3–5 >5 Total Jumlah (Orang) 20 17 3 40 Proporsi (%) 50,00 42,50 7,50 100,00 Proporsi terbesar dimiliki oleh responden sektor agribisnis dengan frekuensi pembiayaan kurang dari 3 kali, yaitu sebesar 50 persen atau sebanyak 20 orang responden. Selanjutnya, frekuensi pembiayaan sebanyak 3 sampai dengan 5 kali dimiliki oleh 17 orang (42,50 persen) dan responden yang telah melakukan 77 pembiayaan lebih dari 5 kali hanya berjumlah 3 orang (7,5 persen). KBI dalam hal ini lebih berfokus pada penyaluran pembiayaan anggota-anggota baru pada sektor agribisnis. Kondisi ini dapat dilihat dari proses koperasi dalam melakukan penumbuhan wilayah baru yang didominasi oleh sektor pertanian, yaitu di Desa Petir, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor. Di sisi lain, koperasi yang cenderung memberikan pembiayaan kepada anggota baru tersebut juga didasari dari adanya prinsip pemerataan pembiayaan bagi anggota, jadi dengan kata lain koperasi berfokus untuk dapat menjangkau anggota baru sebanyak-banyaknya dalam rangka misi perluasan jangkauan wilayah sasaran KBI. 7.4.6. Jumlah Pengajuan Pembiayaan (X6) Jumlah pengajuan pembiayaan merupakan faktor penduga yang mempengaruhi pembiayaan sektor agrbisnis yang diberikan oleh KBI. Jumlah pengajuan pembiayaan harus rasional dan sesuai dengan kebutuhan tiap anggota sehingga koperasi dapat melihat sejauh mana pengajuan tersebut akan dialokasikan terhadap usahanya. Diduga bahwa semakin besar jumlah pengajuan pembiayaan, maka diduga koperasi akan meningkatkan jumlah pembiayaan yang diberikan. Namun, hasil uji statistik menunjukkan bahwa variabel jumlah pengajuan pembiayaan memiliki hubungan yang negatif terhadap jumlah pembiayaan yang diterima anggota, yakni apabila jumlah pengajuan meningkat satu satuan, maka jumlah pembiayaan yang diberikan koperasi akan menurun sebesar Rp 13.269,- ceteris paribus. Bahkan, p-value variabel ini bernilai 0,0095 yang lebih kecil dari taraf nyata 10 persen, yaitu p-value < α sehingga faktor penduga ini berpengaruh signifikan terhadap besarnya pembiayaan sektor agribisnis. Tabel 23. Jumlah Pengajuan Pembiayaan Responden KBI Sektor Agribisnis Tahun 2012 Jumlah Pengajuan Pembiayaan (Rp) Jumlah (Orang) Proporsi (%) 500000 – 1000000 28 70,00 1000001 – 2000000 10 25,00 > 2000000 2 5,00 Total 40 100,00 78 Berdasarkan data pada Tabel 23, sebanyak 28 orang atau 70 persen responden mengajukan pembiayaan antara Rp 500.000,- hingga Rp 1.000.000,sedangkan responden yang mengajukan pembiayaan Rp 1.000.001,- hingga Rp 2.000.000,- berjumlah 10 orang (25 persen). Adapun responden yang mengajukan pembiayaan diatas Rp 2.000.000 hanya berjumlah 2 orang. Pada dasarnya, KBI tidak hanya mempertimbangkan besarnya pembiayaan yang diberikan berdasarkan jumlah pengajuan pembiayaan saja, tetapi juga mempertimbangkan dari segi pengalokasian pembiayaan yang akan diterima oleh anggota. Selain itu, hubungan negatif antara variabel ini dengan jumlah pembiayaan yang diberikan menunjukkan pula bahwa KBI lebih berfokus pada pembiayaan usaha mikro yang cenderung mengajukan pembiayaan yang lebih rendah daripada usaha skala yang lebih besar. 7.4.7. Jenis Usaha (D1) Jenis usaha merupakan penggolongan responden yang menjalankan jenis usaha pertanian atau peternakan pada sistem on-farm atau jenis usaha perdagangan maupun industri rumah tangga pada sistem off-farm. Dengan adanya penggolongan ini, diduga bahwa responden yang memiliki usaha on-farm akan menerima pembiayaan yang lebih besar dari pada jenis usaha off-farm. Hal tersebut diduga karena umumnya siklus perputaran modal responden dengan usaha on-farm lebih lambat daripada usaha off-farm, sehingga kebutuhan pembiayaan dari responden usaha on-farm diduga bernilai lebih tinggi. Namun, uji statistik menunjukkan nilai koefisien yang negatif yang berarti bahwa jenis usaha on-farm memiliki hubungan negatif dengan jumlah pembiayaan yang diterimanya, yakni apabila pengajuan pembiayaan dilakukan oleh responden dengan jenis usaha on-farm, maka jumlah pembiayaan yang diterima akan menurun sebesar Rp 1.060,- ceteris paribus. Tabel 24. Jenis Usaha Responden KBI Sektor Agribisnis Tahun 2012 Jenis Usaha Jumlah Responden (Orang) Proporsi (%) On-farm 32 80,00 Off-farm 8 20,00 Total 40 100,00 79 Berdasarkan data pada Tabel 24, dapat dilihat bahwa jenis usaha responden didominasi oleh jenis usaha on-farm, yaitu sebanyak 32 orang dengan proporsi sebesar 80 persen. Dengan hasil yang menunjukkan hubungan yang negatif antara jenis usaha on-farm dengan jumlah pembiayaan yang diterima anggota, maka dapat dikatakan bahwa KBI memperhitungkan risiko usaha on-farm yang dianggap lebih besar daripada risiko usaha off-farm. Hal tersebut menjadikan pembiayaan yang diberikan koperasi terhadap jenis usaha on-farm cenderung lebih kecil dari jenis usaha off-farm. 80 VIII. KESIMPULAN DAN SARAN 8.1. Kesimpulan 1. Berdasarkan hasil analisis rasio keuangan KBI tahun 2009-2011, dapat diketahui bahwa likuiditas dan solvabilitas koperasi menunjukkan kondisi yang menurun akibat proporsi modal luar koperasi yang semakin meningkat. Hal ini menujukkan beban yang ditanggung koperasi semakin berat. Dalam hal pencapaian laba, KBI dinilai belum optimal dalam menghasilkan sisa hasil usaha (SHU). Hal tersebut ditunjukkan dengan nilai rentabilitas yang cenderung bernilai negatif, sedangkan dalam hal aktivitas usaha, koperasi telah menunjukkan hasil pertumbuhan yang positif tetapi belum mencapai standar minimal yang dianjurkan. 2. Hasil perhitungan viabilitas finansial menunjukkan bahwa KBI mencapai kondisi viable pada tahun 2010, sedangkan pada tahun 2009 dan 2011 koperasi berada pada kondisi tidak viable. Hal ini disebabkan oleh besarnya komponen biaya operasional KBI sehingga bernilai lebih besar daripada pendapatan atas margin pembiayaan KBI. 3. Hasil analisis parameter yang mempengaruhi pembiayaan anggota sektor agribisnis menunjukkan bahwa responden jenis usaha on-farm memiliki nilai rata-rata yang lebih besar daripada responden usaha off-farm dalam hal lama keanggotaan, jumlah aset, dan frekuensi pembiayaan. Adapun faktor-faktor yang berpengaruh signifikan terhadap pembiayaan anggota sektor agribisnis KBI adalah frekuensi pembiayaan dan jumlah pengajuan pembiayaan pada taraf nyata 10 persen serta omset usaha per tahun yang berpengaruh signifikan pada taraf nyata 20 persen. 8.2. Saran Berdasarkan hasil penelitian ini, terdapat beberapa saran yang dapat direkomendasikan untuk Koperasi Baytul Ikhtiar, yaitu : 1. KBI disarankan untuk meningkatkan jumlah modal sendiri koperasi agar dapat memperbaiki kondisi likuiditas dan solvabilitas koperasi. 81 2. Dalam hal mencapai kondisi viabilitas finansial, koperasi disarankan untuk mengoptimalkan efisiensi tenaga pendamping lapang (TPL) dalam memberikan pelayanan pembiayaan pada anggota. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan total pembiayaan (dropping) per tenaga kerja tanpa meningkatkan biaya operasional. 3. Koperasi Baytul Ikhtiar disarankan untuk lebih mempertimbangkan frekuensi pembiayaan, jumlah pembiayaan yang diajukan, dan omset usaha per tahun yang dimiliki anggota untuk menetapkan besarnya pembiayaan yang disalurkan kepada anggota. 4. Penelitian selanjutnya mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi pembiayaan pada Grameen Bank diharapkan dapat menganalisis variabel bebas berupa kehadiran anggota pada Grameen Bank. Hal tersebut disebabkan kehadiran anggota merupakan faktor yang umumnya dipertimbangkan Grameen Bank dalam mengukur prestasi anggota. 82 DAFTAR PUSTAKA Bailey, K. D. 1999. Methods of Social Research. New York: The Free Press [BPS] Badan Pusat Statistika. 2010. Laporan Tahunan Ghate, P. 1992. Informal Finance: Some Findings from Asia. Oxford: Oxford University Press Ikatan Akuntan Indonesia. 1996. Standar Akuntansi Keuangan. Jakarta: Salemba Empat Iqbal, M. 1981. The Demand and Supply of Funds among Agricultural Households: A Teoritical and Empirical Analysis. [Dissertation]. Faculty of The Graduate School of Yale University Jakiyah, U. 2011. Analisis Partisipasi Anggota dan Kinerja Koperasi Unit Desa Sumber Alam (Studi Kasus Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor, Jawa Barat). [skripsi]. Bogor: Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor Jumingan, 2005, Analisis Laporan Keuangan. Jakarta: PT.Bumi Aksara Kementerian Negara Koperasi dan UKM Republik Indonesia. 2011. Statistik Usaha Kecil dan Menengah Tahun 2010-2011. Jakarta Kasmir. 2004. Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada Khandker, S. R. 1998. Fighting Poverty with Microcredit. New York: Oxford University Press Koperasi Baytul Ikhtiar. Laporan Keuangan dan Laba Rugi 2009-2011. Bogor Kuntjoro. 1983. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pembayaran Kembali Kredit Bimas Padi: Studi Kasus di Kabupaten Subang Jawa Barat. [disertasi]. Fakultas Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Bogor. Kurnia, F. 2009. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pembiayaan Syariah Pada Sektor Agribisnis. [skripsi]. Bogor: Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor Kurnialestari, A. 2007. Analisis Tingkat Kesehatan dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pembiayaan Mitra Koperasi Baitul Maal Wat Tamwil (KBMT) Ibbadurrahman. [skripsi]. Bogor: Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor 83 Kuswandi. 2006. Rasio-Rasio Keuangan, Jakarta :Elex Media Komputerindo Lind D. A, Marchal W. G, Wathen S. A. 2007. Teknik-Teknik Statistika dalam Bisnis dan Ekonomi Menggunakan Kelompok Data Global. Buku ke-2. Ed k-13. Sungkono C, penerjemah; Jakarta: Salemba Empat. Terjemahan dari: Statistical Techniques in Business and Economics Lismawati. 2009. Analisis Kinerja Keuangan dan Pelayanan KUD Sumber Alam. [skripsi]. Bogor: Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor Mahliza, F. 2011. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Realisasi Pembiayaan Murabahah Untuk Usaha Mikro Agribisnis Sektor Perdagangan (Studi Kasus: KBMT Bil Barkah. [skripsi]. Bogor: Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor Maulana, I. 2002. Menuju Lembaga Keuangan Mikro (LKM) yang Sehat dan Berkelanjutan (Sustainable). Jakarta Munawir. 2002. Analisa Laporan Keuangan, Edisi Keempat. Liberty. Yogyakarta Nazir, M. 2003. Metode Penelitian. Bogor: Ghalia Indonesia Purba, Y. O. 2011. Kinerja Organisasi dan Keuangan Koperasi Kelompok Tani Lisung Kiwari Desa Ciburuy Kecamatan Cigombong Kabupaten Bogor. [skripsi]. Bogor: Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor Sulaeman, S. 2004. Analisis Manfaat Lembaga Keuangan Berbentuk Koperasi (KSP/USP). Jurnal Ekonomi dan Bisnis 2. (9):75-76 Suwandi, I. 1985. Koperasi : Organisasi Ekonomi Yang Berwatak Sosial. Jakarta ; Bhratara Karya Aksara. Syarif, T. 2006. Grameen Bank Membuktikan Perempuan dan Orang Termiskin dari Yang Termiskin Punya Potensi Untuk Diberdayakan. Infokop Nomor 29 Tahun XXII. Kementrian Negara Koperasi dan UKM Syukur, M. 2002. Analisis Keberlanjutan dan Perilaku Ekonomi Peserta Skim Kredit Rumah Tangga Miskin. [disertasi]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor Thoha, M. 2000. Pemberdayaan Usaha Kecil Melalui Model Grameen Bank. Jakarta : PEP-LIPI Tohari, E. 2002. Pengalaman Pemberdayaan LKM-Agro di Indonesia “LKMAgro dan Kemandirian Petani”. Jakarta 84 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan Wardoyo, H. P. Kinerja Lembaga Keuangan Mikro bagi Upaya Penguatan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah di Wilayah Jabodetabek. Universitas Gunadarma Warjiyo, P. 2004. Mekanisme Transmisi Kebijakan Moneter di Indonesia. Pusat Pendidikan dan Studi Kebanksentralan (PPSK). Bank Indonesia, Jakarta. [WB]. CGAP. Prinsip-Prinsip Kunci Keuangan Mikro. Washington DC Wijono, W. W. 2005. Pemberdayaan Lembaga Keuangan Mikro Sebagai Salah Satu Pilar Sistem Keuangan Nasional : Upaya Konkrit Memutus Mata Rantai Kemiskinan. Jurnal Kajian Ekonomi dan Keuangan. (Desember):1-2 Yusiana, A. 2010. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Realisasi Kredit Modal Kerja (KMK) Usaha Mikro Pada PT. BPR Mitra Daya Mandiri Kota Bogor. [skripsi]. Bogor: Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor 85 LAMPIRAN 86 Lampiran 1. Uji Normalitas Pada Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pembiayaan Sektor Agribisnis di Koperasi Baytul Ikhtiar Bogor Tahun 2012 DATA AWAL 20 Series: Residuals Sample 1 40 Observations 40 16 12 8 4 Mean Median Maximum Minimum Std. Dev. Skewness Kurtosis 1.70e-13 8.210026 444.5809 -567.2110 184.7926 -0.879068 4.996829 Jarque-Bera Probability 11.79728 0.002743 0 -600 -400 -200 0 200 400 DATA TRANSFORMASI 14 Series: Residuals Sample 1 40 Observations 40 12 10 8 6 4 2 Mean Median Maximum Minimum Std. Dev. Skewness Kurtosis 1.99e-23 8.35e-09 8.90e-08 -6.90e-08 3.59e-08 0.008098 3.163066 Jarque-Bera Probability 0.044755 0.977871 0 -5.0e-08 -1.7e-23 5.0e-08 87 Lampiran 2. Uji Heterokedastisitas Pada Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pembiayaan Sektor Agribisnis di Koperasi Baytul Ikhtiar Bogor Tahun 2012 Heteroskedasticity Test: White F-statistic Obs*R-squared Scaled explained SS 10.26329 39.43495 27.29613 Prob. F(34,5) Prob. Chi-Square(34) Prob. Chi-Square(34) 0.0080 0.2398 0.7856 Lampiran 3. Output dan Uji Autokorelasi Pada Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pembiayaan Sektor Agribisnis di Koperasi Baytul Ikhtiar Bogor Tahun 2012 Dependent Variable: Y Method: Least Squares Date: 04/25/12 Time: 14:05 Sample: 1 40 Included observations: 40 Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. X1 X2 X3 X4 X5 X6 X7 C 1.98E-09 -3.31E-11 -1.33E-10 2.59E-10 -2.15E-08 -4.93E-11 -2.73E-08 2.34E-07 7.92E-09 5.25E-11 9.62E-11 7.08E-10 1.09E-08 1.79E-11 2.15E-08 2.09E-08 0.250401 -0.629398 -1.386660 0.366056 -1.984425 -2.760928 -1.271498 11.20793 0.8039 0.5336 0.1751 0.7167 0.0558 0.0095 0.2127 0.0000 R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood F-statistic Prob(F-statistic) 0.781005 0.733100 3.97E-08 5.03E-14 629.4241 16.30316 0.000000 Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat 1.04E-07 7.68E-08 -31.07121 -30.73343 -30.94908 1.441516 Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test: F-statistic Obs*R-squared 1.379987 3.369934 Prob. F(2,30) Prob. Chi-Square(2) 0.2671 0.1855 88 Lampiran 4. Uji Multikolinieritas Pada Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pembiayaan Sektor Agribisnis di Koperasi Baytul Ikhtiar Bogor Tahun 2012 Variance Inflation Factors Date: 04/25/12 Time: 21:24 Sample: 1 40 Included observations: 40 Variable Coefficient Variance Uncentered VIF Centered VIF C X1 X2 X3 X4 X5 X6 X7 4.37E-16 6.28E-17 2.76E-21 9.25E-21 5.02E-19 1.18E-16 3.19E-22 4.60E-16 11.12595 17.56966 2.087828 3.290001 4.610171 29.86927 11.96972 9.364309 NA 7.385195 1.304202 2.857057 3.707163 9.235893 3.697151 1.872862 89 Lampiran 5. Kuisioner Penelitian KUISIONER Analisis Kinerja Keuangan Dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pembiayaan Mitra Sektor Agribisnis Di Koperasi Baytul Ikhtiar Bogor No. kuisioner : Hari/Tanggal : Kuisioner ini digunakan sebagai bahan untuk penyusunan skripsi yang dilakukan oleh saya, Septiannisa Rahmi (H34080010), Mahasiswi Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Kesediaan Bapak/Ibu/Saudara/i dalam mengisi kuisioner penelitian ini sangat saya harapkan untuk memberikan informasi secara lengkap dan sesuai dengan keadaan yang sebenarnya. Informasi yang diperoleh dari kuisioner ini bersifat rahasia dan hanya digunakan untuk kepentingan akademik. Terima kasih atas bantuan dan kesediaannya dalam mengisi kuisioner ini. I. KARAKTERISTIK RESPONDEN 1. Nama : …………………………………………………………………. 2. Alamat : …………………………………………….................................. 3. Jenis Kelamin : Perempuan 4. Usia : …………………………………………………………. tahun 5. Status : a. Belum menikah b. Menikah c. Janda/Duda 6. Data Keluarga : Istri/Suami …………………………………………….. orang Anak …………………………………………………... orang Lainnya …………………………………………………orang 7. Pendidikan : a. Tidak Tamat SD c. SLTP/sederajat b. SD/sederajat d. SLTA/sederajat 8. Pekerjaan Utama : ……………………………............................ sejak …………. 9. Usaha Lain : Industri ……………………....................................................... Jasa …………………………………………............................ Dagang ………………………………………………………… 10. Jumlah Tanggungan : ………………………………………………….orang 11. Pemilikan Aset Fisik Rumah Tangga Saat ini (Maret 2011) No. Jenis Aset Ket Unit Nilai (Rp) A. Aset Usaha Lahan (Ha) a. Lahan ………. 1 b. Lahan……….. c. Kolam Bangunan (m2) 2 a. b. Peralatan a. 3 b. c. d. Tanaman/ Ternak 4 a. b. 6 Lainnya ………… 90 B. Aset Non Usaha 1 Rumah (m2) Kendaraan 2 a. b. Elektronik a. TV b. DVD/VCD 3 c. Telp/HP d. Kulkas e. ……………… 4 Lainnya ………… Total 12. Pemilikan Aset Finansial No Jenis Aset 1 Tabungan a. Bank/Koperasi b. Arisan Total Rp Nilai (Rp) Nama LK Alasan 13. Sumber Pendapatan Rumah Tangga per Bulan No. Sumber Pendapatan Pelaku Usaha (Suami/Istri/Anak) Pendapatan (Rp) 1 2 3 4 5 Total Pendapatan 14. Pengeluaran Rumah Tangga per Bulan No. Jenis Pengeluaran 1 Bahan makanan 2 Pemeliharaan rumah 3 Gas 4 Listrik 5 PDAM 6 Pulsa 7 Pendidikan 8 Jajan Anak 9 Bahan bakar kendaraan 10 Lainnya a. Kredit b. Arisan c. Paket d. …………………………… Total Biaya Biaya (Rp) Keterangan 15. Total Penerimaan Bersih (Total Pendapatan – Total Biaya Rumah ……………………………………………………………………………………….. Tangga) : 91 II. KARAKTERISTIK USAHA (Responden Usahatani) 1. Aset Lahan a. Luas lahan milik : ……………… Ha b. Luas lahan non milik : ……………… Ha *(sewa/sakap/gadai/garap) 2. Aset Non Lahan Saat ini (Maret 2011) Unit Nilai (Rp) No. Jenis Aset 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Traktor kecil/besar Handsprayer/sprayer Mesin……………… Cangkul Sekop Sabit/kored Pompa air Terpal Gudang Lainnya ……….. Tujuan Pemanfaatan 3. Penggunaan Sarana Produksi No Jenis Unit Komoditi I ……………………. Harga Satuan Total (Rp/sat) Unit Komoditi II …………………………. Satuan Harga Total (Rp/sat) Total Biaya : Keterangan : 4. Produksi Usahatani : Orientasi Pasar / Konsumsi *) Jumlah yang dikonsumsi : ……………………. Jumlah yang dijual : ……………………. 92 5. Pemasaran Hasil (berdasarkan jumlah yang dijual) Komoditas Jumlah (kg) Harga (Rp/sat) Total penjualan (Rp) Biaya jual (Rp/sat) 1. 2. 3. 4. Total Omset : Rp Keterangan : 6. Total pendapatan yang diterima (Total hasil penjualan – total biaya pembelian input – biaya pemasaran): Rp …………………………………………………………………………. III. KARAKTERISTIK PEMBIAYAAN 1. Struktur Permodalan (satu tahun terakhir) No Uraian 1 Total kebutuhan modal ustan untuk semua lahan yang diusahakan (Rp Juta) 2 Komposisi sumber modal ustan a. Modal sendiri (Rp) b. Modal luar/pinjaman (Rp) 3 Sumber modal sendiri a. Arisan b. Tabungan c. Warisan/hibah 4 Sumber modal pinjaman (Rp) a. Bank umum/syariah/BPR b. Koperasi/BMT c. Keluarga/kerabat d. Rentenir/Lainnya……………….. Keterangan 3. Pembiayaan di Koperasi Baytul Ikhtiar (BAIK) a. Alasan memilih BAIK : …………………………………………………………………….. b. Lama keanggotan : …………………./ Frekuensi pembiayaan : ………………. .kali c. Akad pembiayaan yang diambil : …………………………………………………. d. Jumlah pembiayaan yang diajukan : Rp ……………………………………………… e. Jumlah pembiayaan yang diterima : Rp ……………………………………………... f. Margin yang disepakati : Rp ……………………………………………… g. Alokasi fasilitas pembiayaan Penggunaan Pembiayaan Alokasi (Rp) h.Kendala pembiayaan : …………………………………………………………………………… 93 II. KARAKTERISTIK USAHA (Responden Non-Usahatani) 1. Aset Usaha …………………………………………………… Saat ini (Maret 2011) No. Jenis Aset Unit Nilai (Rp) Tujuan Pemanfaatan 2. Biaya Pengadaan Input Usaha No Jenis Unit Usaha I ……………………. Harga Satuan Total (Rp/sat) Unit Usaha II …………………………. Satuan Harga Total (Rp/sat) Total Biaya : Keterangan : 3. Penjualan Produk Komoditas Jumlah (kg) Harga (Rp/sat) Total penjualan (Rp) Biaya jual (Rp/sat) 1. 2. 3. 4. Total Omset : Rp Keterangan : 6. Total pendapatan yang diterima (Total hasil penjualan – total biaya pengadaan input – biaya pemasaran): Rp …………………………………………………………………………. 94 95