Bab 2 - Widyatama Repository

advertisement
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pengendalian Intern
Dengan semakin besarnya skala operasional yang ada di perusahaan akan
semakin kompleks. Maka untuk itu pimpinan perusahaan harus dapat mengawasi
kegiatannya dengan lebih terarah.
Dalam melaksanakan pengawasan di
perusahaan tersebut, pimpinan perusahaan mutlak untuk menerapkan sistem
pengendalian intern yang memadai.
2.1.1. Pengertian Pengendalian Intern
Pengertian Sistem Pengendalian Internal telah mengalami beberapa
perubahan dan dapat diartikan baik secara sempit maupun secara luas. Sistem
Pengendalian Internal dalam artian sempit sama dengan dengan pengertian
“Internal Check”, yaitu suatu sistem dan prosedur yang secara otomatis dapat
saling memeriksa pencatatan antar bagian atau fungsi dalam organisasi dan
mengutamakan ketelitian data administrative, biasanya hal ini dilakukan dengan
mempekerjakan 2 orang atau lebih secara independen.
Pengertian Pengendalian Intern dari American Institute of Certified Public
Accountants (AICPA) yang dialih bahasakan oleh La Midjan & Azhar Susanto
(2000 : 45) adalah Sebagai Berikut :
“Meliputi sistem organisasi dan segala cara-cara serta tindakantindakan dalam suatu perusahaan yang saling dikoordinasikan
dengan tujuan untuk mengamankan hartanya, mengaji ketelitian dan
kebenaran data akuntansinya, meningkatkan efisiensi operasinya,
serta mendorong ketaatan pada kebijakan-kebijakan yang telah
digariskan oleh pimpinan perusahaan”.
Dari pernyataan diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa pengertian sistem
pengendalian intern dalam arti luas tidak hanya mencakup bidang akuntansi saja,
tetapi mencakup juga bidang diluar akuntansi seperti rencana organisasi, metodemetode dan prosedur-prosedur yang berhubungan dengan peningkatan efisiensi
operasi dan mendorong ketaatan pada kebijaksanaan manajemen yang telah
ditetapkan.
8
Definisi pengendalian internal menurut Arens & Loebbecke yang dikutip
oleh Hiro Tugiman (2001:26) mengemukakan :
”A system of internal control consist of policies and procedures designed
to provide management with reasonable assurance that the company
achieves its objectives and goals”.
Terdapat paradoks melekat dalam pengendalian internal, berupa
pengendalian-pengendalian seperti aturan-aturan atau prosedur-prosedur yang
dipengaruhi oleh manusia secara ideal.
Dari pandangan manusiawi, harus
bertanggung jawab atas pengendalian diri sendiri & pengaturan diri sendiri.
Ketidak konsistenan dapat terjadi dalam setiap sistem pengendalian di dalam
organisasi.
Tugas-tugas menajemen adalah untuk meyakinkan keefisienan operasi.
Jadi, perilaku dan aktivitas-aktivitas perlu dikelola dan dikendalikan sehingga
tujuan organisasi dapat dicapai. Sistem pengendalian internal berkaitan dengan
pengendalian individu secara pribadi. Tetapi dengan meningkatkan perhatian dan
penjagaan atas harta seluruh organisasi, sistem pengendalian internal benar-benar
akan menjaga perhatian dan kejujuran setiap pegawai sebagai bagian organisasi.
Tujnuan pengendalian internal harus dipandang secara relevan dengan
individu yang menjalankan sistem pengendalian tersebut. Sistem pengendalian
bertujuan melindungi kesulitan-kesulitan atau krisis-krisis dalam operasi
organisasi yang sebaliknya dapat mempengaruhi mereka secara pribadi.
2.1.2. Unsur-unsur Pengendalian Intern
Kebutuhan akan sistem pengendalian intern berbeda antar satu perusahaan
dengan perusahaan lainnya. Suatu sistem pengendalian intern yang memadai bagi
suatu perusahaan belum tentu akan berhasil dengan baik bila diterapkan di
perusahaan lain, karena masing-masing perusahaan mempunyai ruang lingkup dan
sifat yang berbeda.
Adapun unsur-unsur pokok pengendalian intern ini, salah satunya
dikemukakan oleh La Midjan & Azhar Susanto (2001 : 60) yaitu sebagai berikut :
1. Adanya struktur organisasi yang menggambarkan pemisahan
fungsi (segretion of function) dan pekerjaan yang tepat.
2. Sistem pemberian wewenang dan prosedur pencatatan.
3. Unsur pelaksanaan yang wajar (praktik yang sehat).
9
4. Unsur kualitas pegawai.
5. Bagian pengawasan intern (internal auditing).
1. Struktur Organisasi yang menggambarkan pemisahan fungsi
Struktur organisasi merupakan kerangka pembagian tanggung jawab
fungsional kepada unit-unit organisasi yang dibentuk untuk melaksanakan
kegiatan-kegiatan pokok perusahaan, dengan kata lain setiap petugas atau pejabat
tidak boleh melaksanakan pekerjaan sendiri dari semua tahap rangkaian
pekerjaan. Pemisahan fungsi merupakan dasar terciptanya sistem pengendalian
intern yang mana dalam pemisahan fungsi ini mencakup beberapa fungsi-fungsi
yang menggambarkan pelaksanaan tugas yang harus dipisahkan, antara lain :
•
Fungsi penguasaan atau operasi
•
Fungsi pencatatan
•
Fungsi penyimpanan
•
Fungsi pengawasan
Pemisahan fungsi diatas harus benar-benar dapat diterapkan dalam
aktivitas operasional perusahaan, sehingga unsure struktur organisasi dan
pemisahan fungsi ini dapat diandalkan dalam mendukung terlaksananya sistem
pengendalian intern.
2. Sistem pemberian wewenang dan prosedur pencatatan
Dengan adanya sistem pemberian wewenang dan prosedur pencatatan
akan memberikan perlindungan yang cukup terhadap kekayaan, utang, pendapatan
dan biaya perusahaan, hal ini tercipta dari adanya rasa tanggung jawab yang
dimiliki karyawan perusahaan atas pemberian wewenang dari atasan.
Dalam organisasi, setiap transaksi hanya terjadi atas dasar otorisasi dari
pejabat yang memiliki wewenang untuk menyetujui terjadinya transaksi tersebut.
Oleh karena itu, dalam organisasi harus dibuat sistem yang mengatur pembagian
wewenang untuk otorisasi atas terlaksananya setiap transaksi.
3. Praktik yang sehat
Dalam melaksanakan tugas dan fungsi di setiap unit organisasi karyawan
haruslah benar-benar dilaksanakan dengan penuh tanggung jawab dan kesadaran
untuk melakukan tugas dengan sebaik-baiknya.
10
Pembagian tanggung jawab fungsional dan sistem pemberian wewenang
dan prosedur pencatatan yang telah ditetapkan tidak akan terlaksana dengan baik
jika tidak terciptanya cara-cara untuk menjamin praktik yang sehat dalam
pelaksanaannya. Hal ini akan tergantung pada setiap sumber daya manusia yang
dimilikinya dalam melaksanakan fungsi dan tugas yang diembannya. Hal yang
menjamin terlaksananya praktik yang sehat adalah adanya suatu sistem yang
mengatur pelaksanaan pekerjaan secara sistematis melalui peraturan-peraturan
yang ditetapkan oleh pihak perusahaan, yang memungkinkan pegawai
melaksanakan tugas dengan penuh kesadaran dan tanggung jawab, karena praktik
yang sehat dapat diartikan sebagai suatu aktivitas yang dilandasi pada ketentuanketentuan yang telah ditetapkan perusahaan melalui mekanisme kerja yang telah
ditetapkan pula.
Sehingga apabila ada aktivitas yang keluar dari ketentuan-
ketentuan yang telah ditetapkan maka dapat dinilai sebagai praktik yang tidak
sehat dan dapat merugikan perusahaan.
4. Kualitas pegawai
Bagaimanapun baik struktur organisasi, sistem otorisasi dan prosedur
pencatatan, serta berbagai cara yang diciptakan untuk mendorong praktik yang
sehat, semuanya sangat tergantung kepada manusia yang melaksanakannya,
sehingga karyawan yang jujur dan ahli dalam bidangnya akan mampu melakukan
pekerjaannya secara efisien dan efektif. Pegawai yang tidak kompeten dan tidak
jujur akan mengurangi keandalan dari sistem pengendalian intern karena unsur
sumber daya manusia merupakan unsur pelaksanan yang sangat menentukan
dalam terciptanya keandalan pengendalian intern. Salah satu cara yang dapat
ditempuh agar memiliki pegawai yang bertanggung jawab dan berkualitas adalah
mengembangkan pola penerimaan pegawai dengan tingkat persaingan yang tinggi,
yang mengacu pada standar penerimaan pegawai yang ditetapkan.
Untuk meningkatkan mutu serta kualitas sumber daya manusia yang telah
ada, pihak perusahaan dapat mengirimkan sejumlah pegawainya untuk ikut serta
dalam setiap seminar-seminar yang berhubungan dengan tugasnya masingmasing, yang dapat memungkinkan bertambahnya wawasan serta pengetahuan
terhadap tugas yang diembannya, memberikan kesempatan pada setiap pegawai
untuk meningkatkan jenjang pendidikannya pada tingkat yang lebih tinggi,
11
pembinaan ahlak dan moral pada setiap pegawai melalui berbagai kegiatan
keagamaan. Sehingga diharapkan akan terbentuk sumber daya yang berkualitas
dan bermoral tinggi.
5. Bagian pengawasan intern
Bagian pengawas intern selain berfungsi untuk mengamankan harta
kekayaan perusahaan antara lain : melalui pemeriksaan fisik, mengevaluasi
peraturan-peraturan yang berlaku, juga mempunyai peranan untuk menilai apakah
sistem dan prosedur yang sedang berjalan masih sesuai dengan yang ditetapkan
sebelumnya. Karakteristik yang harus dimiliki oleh orang-orang yang melakukan
prosedur verifikasi internal adalah independensi terhadap orang-orang yang
bertanggung jawab menyiapkan data, karena tanpa adanya independensi nilai
pemeriksaan akan percuma. Pelaksanaan verifikasi ini akan lebih efektif bila
dilaksanakan oleh staf internal auditing yang independen.
Dari uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa adanya struktur organisasi,
adanya pemberian wewenang, praktik yang sehat, pegawai yang cakap, serta
pengawasan intern yang memadai merupakan dasar terciptanya pengendalian
intern yang baik, yang juga harus didukung oleh pelaksanaan yang sehat serta
kualitas karyawan yang terlibat didalamnya yang merupakan unsur pelaksanan
aktivitas perusahaan.
2.1.3. Tujuan Pengendalian Intern
Dalam rangka untuk meningkatkan efektivitas pengendalian intern,
perusahaan harus dapat menetapkan terlebih dahulu tujuan sistem pengendalian
tersebut sehingga dapat dijadikan tolak ukur dalam pencapaian peningkatan
efektivitas.
Tujuan utama dari sistem pengendalian intern menurut Mulyadi (2001 :
164) adalah sebagai berikut :
1. Pengendalian intern akuntansi (internal accounting control) :
a) Menjaga kekayaan organisasi,
b) Menguji ketelitian dan keandalan data akunansi,
2. Pengendalian intern administratif (internal administrative control) :
a) Mendorong efisiensi operasi perusahaan, dan
b) Mendorong dipatuhinya kebijaksanaan manajemen
12
1. Dalam menjaga kekayaan organisasi perusahaan dari segala kemungkinan
yang akan merugikan perusahaan berupa pencurian, penyelewengan,
kecurangan dan lain-lain.
Baik secara fisik maupun secara administratif,
misalnya kenaikan barang dalam pembelian yang dilaksanakan oleh bagian
pembelian dikarenakan adanya komisi, membuat laporan penerimaan barang
oleh bagian penerimaan barang, yang tidak sesuai dengan keadaan fisik barang
sebenarnya. Untuk mengatasi kemungkinan tersebut maka perlu dirancang
berbagai metode & cara untuk mencegah pembelian & persediaan disamping
prosedur yang memadai untuk mengendalikan kemungkinan kenaikan harga
barang melalui pembelian.
2. Informasi yang keluar dari catatan akuntansi dalam bentuk laporan keuangan
yang berisi informasi akuntansi keuangan & laporan manajemen yang berisi
antara lain informasi akuntansi manajemen harus dapat dipercaya , tidak
menyesatkan & dapat diuji kebenarannya.
Catatan akuntansi harus terus
menerus diuji (internal check) agar kebenaran data akuntansi dapat
dipertahankan. Untuk dapat melaksanakan uji coba, maka perlu dipisahkan
berbagai fungsi yang ada dalam system organisasi perusahaan terutama yang
menyangkut suatu transaksi pembayaran utang.
Catatan-catatan berbagai
bagian yang menangani transaksi tersebut harus dapat saling menguji antara
lain catatan petugas kas dengan catatan bagian akuntansi & catatan bagian
utang.
Laporan keuangan dan laporan manajemen yang diterbitkan dari
catatan-catatan akuntansi yang saling diuji coba, akan menghasilkan laporan
keuangan yang terkendali (built in control).
3. Dengan digunakannya berbagai metode dan prosedur untuk mengendalikan
biaya yaitu dengan menyusun budget, biaya standar, akan menjadi alat yang
efektif untuk mengendalikan biaya dengan tujuan akhir menciptakan efisiensi.
4. Kebijakan pimpinan yang telah ditetapkan dengan surat keputusan, juga
merupakan alat pengendalian yang penting didalam perusahaan yang harus
ditaati dan dijalankan oleh setiap karyawan.
Dengan surat keputusan,
pimpinan perusahaan dapat mengendalikan berbagai aktivitas perusahaan
khususnya pengeluaran antara lain biaya dan penerimaan antara lain dari
13
pendapatan.
Surat keputusan harus dilaksanakan dengan konsekuen.
Kebijakan pimpinan yang ditetapkan kemudian yang mulai menyimpang dari
surat keputusan tersebut selain akan menghilangkan kewibawaan atas surat
keputusan tersebut yang secara tidak langsung juga kewibawaan pimpinan
perusahaan.
Apabila kebijaksanaan
tersebut
dilanggar maka
akan
memudarkan arti dan makna surat keputusan tersebut.
Dalam upaya mencapai tujuan, suatu organisasi harus dapat memanfaatkan
sumber daya yang ada sebaik mungkin. Menurut Arens & Loebbecke (2000:290),
pengendalian internal yang efektif dapat tercipta apabila tujuan-tujuan berikut ini
terpenuhi :
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Recorded transactions exist (existence).
Existing transactions are recorded (completeness).
Recorded transactions are stated at the correct amount (accuracy).
Transaction are properly classified (classification).
Transactions are recorded on the correct dates (timing).
Recordded transactions are properly included in the master files &
correctly summarized (posting & summarization).
Pengendalian internal dapat berjalan secara efektif apabila suatu organisasi yang
didukung oleh sumber daya yang ada dapat memenuhi semua tujuan-tujuan yang
telah ditetapkan oleh organisasi tersebut, antaran lain : setiap transaksi yang
dicatat benar-benar terjadi, semua transaksi yang terjadi dicatat, setiap transaksi
dinilai dengan tepat, setiap transaksi diklasifikasikan dengan tepat, setiap transaksi
dicatat pada waktu yang tepat, serta setiap transaksi dimasukan dengan tepat ke
dalam catatan tambahan dan diikhtisarkan dengan benar.
2.1.4. Pentingnya Pengendalian Intern
Pengendalian intern dibutuhkan untuk mengurangi eksposur-eksposur.
Organisasi tergantung pada beragam eksposur yang dapat menimbulkan efek yang
buruk bagi operasi atau bahkan itu timbul terus menerus. Eksposur terdiri dari
dampak
keuangan
potensial
yang
berlipat
ganda
karena
probabilitas
kemunculannya. Istilah risiko sinonim dengan probabilitas kemunculan. Jadi
eksposur adalah risiko dikalikan dengan konsekuensi keuangannya.
Kejadian-kejadian yang tidak diinginkan seperti banjir atau pencurian
bukanlah eksposur. Eksposur organisasi untuk jenis kejadian ini adalah kerugian
14
keuangan potensial organisasi dikalikan dengan probabilitas kemunculan kejadian
ini. Eksposur tidak timbul dari kurangnya pengendalian. Pengendalian cenderung
untuk mengurangi eksposur, tetapi kurangnya pengendalian jarang menyebabkan
eksposur. Eksposur melekat dalam setiap organisasi dan dapat timbul karena
berbagai sebab. Eksposur-eksposur umum menurut Bodnar & Hopwood (2004 :
103) antara lain :
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
Excessive Costs.
Deficient Revenue.
Loss of Assets.
Inaccurate Accounting.
Business Interuption.
Statutory Sanctions.
Competitive Disadvantage.
Fraud & Embezzlement.
1. Biaya berlebihan.
Biaya Berlebihan mengurangi laba. Setiap pembelanjaan yang dibuat oleh
satu organisasi berpotensi berlebihan.
Jumlah yang dibayarkan untuk
pembelian aktiva untuk digunakan di organisasi mungkin saja berlebihan.
Cek gaji mungkin saja didistribusikan kepada karyawan tidak efektif, tidak
efisien atau bahkan keduanya.
Produksi mungkin saja tidak efisien yang
disebabkan pembelian bahan & tenaga kerja secara berlebihan, serta
penggunaan biaya berlebihan untuk iklan & biaya perjalanan mungkin saja
terjadi.
Tagihan pajak mungkin saja dibayar diluar tenggat waktu, yang
menyebabkan pembayaran denda & biaya bunga.
2. Penurunan pendapatan.
Penurunan pendapatan dapat mengurangi laba. Biaya piutang tak tertagih
dengan kredit penjualan mungkin saja berlebihan.
Penjualan barangkali
dikirimkan kepada pelanggan tetapi tidak tercatat & dengan begitu tidak dapat
ditagih. Jumlah yang ditagihkan kepada pelanggan mungkin saja salah atau
bahkan lebih kecil daripada yang seharusnya. Tagihan mungkin saja hilang
atau salah perhitungan dalam jumlah piutang. Penjualan yang dikembalikan
(retur) atau dibatalkan dikarenakan keterlambatan pengiriman, kualitas barang
yang tidak bisa diterima, atau barang yang dikirim tidak sesuai dengan barang
15
yang dipesan. Komisi penjualan yang berlebihan mungkin saja terjadi untuk
alasan serupa.
3. Kehilangan aktiva.
Aktiva mungkin saja hilang sehubungan dengan pencurian, tindakan
kekerasan atau bencana alam. Suatu organisasi mempunyai pengawasan pada
sebagian besar aktivanya, dari kesemuanya ada beberapa yang memiliki
kemungkinan hilang. Aktiva tersebut mungkin saja hilangan tanpa disengaja.
Uang tunai, bahan atau peralatan mungkin saja secara kebetulan salah
meletakkan atau dirusakkan oleh karyawan yang teledor atau bahkan
karyawan yang hati-hati, termasuk juga manajemen.
4. Akuntansi yang tidak akurat.
Kebijakan-kebijakan Akuntansi & prosedur-prosedur mungkin saja cenderung
salah, tidak sesuai atau secara signifikan berbeda dari yang dianggap sebagai
secara umum bisa diterima. Kesalahan dalam pencatatan meliputi pemilihan
waktu valuasi atau klasifikasi transaksi. Error didalam tata kearsipan mungkin
saja tak disengaja atau disengaja.
Kesalahan bisa mengakibatkan tidak
akuratnya informasi bagi manajemen dalam mengambil keputusan & secara
material menyesatkan laporan keuangan.
5. Interupsi bisnis.
Interupsi dapat mengakibatkan penundaan sementara dari kegiatan operasinya
atau bahkan berakhirnya operasi & akhir organisasi. Interupsi bisnis dapat
muncul dari eksposur operasi yang berlebihan, dari tindakan fisik, dari
kekerasan atau dari bencana alam.
6. Sanksi wajib.
Sanksi menurut undang-undang meliputi hukuman apapun yang diberikan
oleh pengadilan atau pihak yang mempunyai kewenangan atas satu organisasi
& operasi nya.
Satu organisasi harus memastikan bahwa aktivitas-
aktivitasnya telah berjalan sesuai dengan hukum & peraturan yang berlaku.
Pemberhentian kegiatan operasi organisasi atau bahkan tutupnya perusahaan
merupakan salah satu hukuman yang dikenakan oleh pengadilan atau pejabat
berwenang apabila terbukti melakukan pelanggaran.
16
7. Kerugian kompetitif.
Kerugian kompatitif adalah ketidak-mampuan dari satu organisasi untuk
tinggal atau tetap bertahan dalam pasar.
Kerugian kompetitif dapat
disebabkan oleh keputusan manajemen yang tidak efektif.
8. Penipuan dan penggelapan.
Penipuan dan penggelapan dapat dilakukan oleh orang di luar perusahaan
maupun orang di dalam perusahaan. Biaya berlebihan, penurunan pendapatan,
kehilangan aktiva, akuntansi yang tidak akurat, interupsi bisnis, sanksi wajib
dan kerugian kompetitif dapat merupakan hasil dari penipuan dan
penggelapan.
2.1.5. Keterbatasan Pengendalian Intern
Sistem pengendalian intern tidaklah dimaksudkan untuk meniadakan sama
sekali kemungkinan terjadinya kesalahan atau penyelewengan. Tapi suatu sistem
pengendalian intern dapat menjamin kelayakan sasaran manajemen dapat tercapai.
Tetapi dalam kenyataannya suatu sistem pengendalian intern masih memiliki
beberapa keterbatasan. Yang dimaksud dengan keterbatasan disini adalah kondisi
dimana tidak tercapainya pembentukan dan pelaksanaan sistem pengendalian
intern yang memadai.
Keterbatasan-keterbatasan itu dikemukakan lebih mendalam oleh La
Midjan & Azhar Susanto (2001 : 68) yang antara lain :
1. “Collusion” berupa kerjasama yang tidak sehat.
2. Mental, personil yang bermental tidak baik.
3. Biaya, yaitu biaya tenaga dan alat-alat yang mungkin akan
memberatkan
perusahaan
dalam
menerapkan
sistem
pengendalian intern.
1. Persekongkolan
Suatu sistem pengendalian yang idealpun akan mengalami kerusakan
apabila pihak-pihak yang seharusnya dipisahkan adalah tanggung jawab dan
wewenangnya justru bekerjasama untuk memenuhi kepentingan pribadi mereka.
Dengan adanya persekongkolan, pemisahan fungsi seperti yang tercantum dalam
rencana dan prosedur perusahaan merupakan tulisan atau berkas sementara. Oleh
17
karena itu sistem pengendalian intern harus dibuat sedemikian rupa sehingga
kesempatan untuk bersekongkol ini berkurang.
2. Faktor Manusia
Elemen yang paling penting dalam sistem pengendalian intern adalah
pegawai. Jika pegawai perusahaan tersebut kompeten dan dapat dipercaya, maka
elemen sistem pengendalian intern lainnya tidak perlu ada. Namun jika elemen
lain kuat, sementara pegawainya tidak kompeten dan tidak jujur, maka sistem
pengendalian intern itu akan hancur dan tidak berguna. Disamping itu manusia
pun mempunyai keterbatasan dan kelemahan alamiah, misalnya : cepat bosan,
merasa tidak puas dan masalah-masalah pribadi lainnya, yang akan merusak atau
mengganggu pekerjaannya.
3. Faktor Biaya
Untuk menyusun suatu sistem pengendalian intern yang memadai dan
layak tentunya memerlukan biaya yang besar. Pihak perusahaan tentu saja akan
menghitung cost benefit dari penyusunan sistem tersebut.
Oleh karena itu
perusahaan yang sedang dalam tahap berkembang enggan untuk menanamkan
modalnya dalam sistem pengendalian intern yang ideal.
2.2. Pendapatan
Keberhasilan suatu perusahaan tidak hanya disebabkan oleh keadaan
ekonomi atau lingkungan yang menguntungkan, serta bisa juga karena
keberhasilan manajemen.
Manajemen harus mampu menjalankan perusahaan
sehingga perusahaan dapat menghasilkan pendapatan, karena besar kecilnya
pendapatan
akan
mempengaruhi
perusahaan
dalam
mempertahankan
kelangsungan hidup usahanya dengan demikian keseimbangan pendapatan dari
periode ke periode harus selalu diperhatikan.
2.2.1. Pengertian Pendapatan
Didalam suatu perusahaan pendapatan merupakan jantung perusahaan
untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya dan pendapatan juga dapat
mencerminkan berhasil atau tidaknya suatu perusahaan dalam melaksanakan
18
operasinya, dimana besar kecilnya pendapatan itu sendiri yang menjadi tolak
ukurnya dalam menilai kinerja perusahaan tersebut.
Adapun definisi pendapatan menurut IAI – Komite SAK (2002 : 23)
dalam PSAK No. 23 adalah sebagai berikut :
“Yang dimaksud dengan pendapatan adalah arus kas masuk bruto
dari manfaat ekonomis yang timbul dari aktivitas normal perusahaan
selama satu periode, bila arus kas masuk itu mengakibatkan kenaikan
akuitas yang berasal dari kontribusi penanam modal”.
Selain definisi diatas, ada pendapat lain yang diantaranya dikemukakan
oleh Ahmed Riahi Belkaoui (2006:279) :
“Pendapatan berasal dari penjualan barang dan pemberian jasa dan
diukur oleh bahan yang dikenakan pada pelanggan, klien atau
penyewa untuk barang dan jasa yang diberikan kepada mereka.”
Jadi pengertian pendapatan diatas, merupakan suatu pendapatan yang
dihasilkan perusahaan dari penjualan produk dan jasa kepada konsumen dan dapat
disimpulkan bahwa pendapatan mempunyai cirri-ciri sebagai berikut :
1. Adanya peningkatan jumlah aktiva atau penurunan jumlah kewajiban.
2. Adanya penyerahan barang dan jasa kepada pihak konsumen.
3. Adanya penentuan periode pengakuan.
2.2.2. Sumber Pendapatan
Berdasarkan
pengertian
diatas
makin
jelaslah
bahwa
pengertian
pendapatan tadi cukup jelas, jadi tidak hanya dari hasil operasi perusahaan semata
tapi juga dari hasil diluar operasi perusahaan, oleh karena itu pendapatan dapat
diklasifikasikan dalam beberapa jenis dilihat dari sumber pendapatan perusahaan.
Seperti yang dikemukakan oleh Suryo (2006:64) yang antara lain :
1. Pendapatan hasil usaha.
2. Pendapatan dari luar usaha.
1. Pendapatan hasil usaha adalah semua pendapatan yang diperoleh perusahaan
dari kegiatan usaha normal perusahaan tersebut. Yang merupakan hasil dari
penyerahan produk dan jasa utama perusahaan kepada langganan dimana
produk dan jasa ini memang untuk dijual oleh perusahaan.
19
2. Pendapatan dari luar usaha adalah pendapatan yang diperoleh di luar usaha itu.
Yang merupakan perolehan insidentil, maksudnya pendapatan tersebut
diperoleh dari hasil kegiatan yang tidak ada hubungan langsung dengan usaha
pokok dari perusahaan tersebut.
2.2.3. Pengakuan Pendapatan
Telah disebutkan sebelumnya bahwa pendapatan merupakan hasil
perusahaan dari penjualan produk dan jasa, pada saatnya ada pengakuan
pendapatan dari hasil penjualan barang dan jasa.
Pengakuan pendapatan
merupakan suatu masalah yang paling sulit dan mendesak yang dihadapi profesi
akutansi dan harus diketahui keadaannya, karena bias menggambarkan keadaan
dari penentuan, kapan dan pada jumlah berapa pendapatan harus diakui.
Pendapatan dalam satu periode umumnya ditentukan tersendiri terlepas
dari bahan dengan menerapkan prinsip pengakuan pendapatan yang dikemukakan
oleh Munawir (2002:54) adalah sebagai berikut :
“Prinsip pengakuan pendapatan menetapkan bahwa pendapatan
dapat diakui :
1. Pada saat realisasi.
2. Pada saat terjadi”.
1. Pendapatan direalisasi bila barang-barang dan jasa dipertukarkan untuk kas
atau klaim atas kas (piutang). Pendapatan dapat direlisasi bila aktiva yang
diterima segera dapat dikonversikan pada jumlah kas atau klaim atas kas yang
diketahui.
2. Pada saat terjadi, antara lain :
a. Pendapatan dari penjualan diakui pada saat penjualan (saat penyerahan
barang).
b. Pendapatan dari penjualan diakui pada saat jasa selesai dikerjakan dan
dapat difakturkan.
c. Pendapatan dari penggunaan aktiva perusahaan oleh pihak lain seperti
pendapatan bunga, pendapatan sewa atau royalty, diakui sesuai dengan
berlakunya waktu atau sesuai dengan penggunaan aktiva tersebut.
d. Pendapatan dari penghentian aktiva selain barang dagangan diakui saat
penjualan.
20
Maka dari itu pendapatan direalisasikan bila barang-barang dan jasa-jasa
dipertukarkan untuk kas atau klaim atas kas (piutang).
Pendapatan dapat
direlisasikan bila aktiva yang diterima segera dapat dikonversikan pada jumlah
kas atau klaim atas kas yang diketahui. Pendapatan dihasilkan bila kesatuan itu
sebagian besar telah menyelesaikan apa yang seharusnya dilakukan agar berhak
atas manfaat yang diberikan dari pendapatan.
2.3. Pengelolaan Pendapatan Penjualan
Pengelolaan menurut La Midjan & Azhar Susanto (2000:23) terbagi ke
dalam 3 aktivitas, yang antara lain :
1. Perencanaan.
2. Pelaksanaan.
3. Pengendalian.
1. Aktivitas perencanaan terdiri atas :
a. Pemilihan
tujuan
organisasi,
memprediksi
hasilnya
dengan
cara
pencapaian tujuan yang berbeda, memutuskan bagaimana cara mencapai
hasil yang diinginkan.
b. Mengkomunikasikan tujuan serta cara bagaimana mencapai tujuan tersebut
kepada seluruh bagian organisasi.
Salah satu alat perencanaan yang paling popular adalah anggaran yang
merupakan gambaran kuantitatif rencana tindakan yang diusulkan manajemen
dan merupakan alat untuk mengkordinasi apa yang harus dilakukan dalam
implementasi rencana tersebut.
2. Aktivitas pelaksanaan terdiri atas :
a. Prosedur pembelian.
b. Prosedur penjualan.
3. Aktivitas pengendalian terdiri atas :
a. Tindakan yang merupakan implementasi keputusan perencanaan.
b. Membuat keputusan bagaimana menilai kinerja serta umpan balik yang
perlu disajikan untuk membantu pengambilan keputusan di masa depan.
Pendapatan penjualan harus dikelola dengan baik, yaitu dengan adanya
pembagian wewenang, tugas, dan tanggung jawab yang tercantum dalam struktur
21
organisasi. Karena kegiatan tersebut memiliki peran yang sangat penting dalam
kelangsungan operasional perusahaan.
2.3.1. Struktur Organisasi dari Fungsi Pendapatan Penjualan
Dalam suatu perusahaan yang berskala besar dan sudah memiliki sistem
pengendalian intern, pemisahan fungsi antar bagian akan jelas terlihat, terutama
apabila bagian-bagian tersebut memiliki peran yang sangat besar bagi
kelangsugan operasional perusahaan, sehingga perusahaan betul-betul akan
menjamin keamanan dan mengurangi seminim mungkin tingkat penyelewengan
yang akan terjadi.
Salah satu bagian yang terpenting itu adalah bagian
penerimaan, dimana dalam bagian penerimaan seluruh aktivitas dibatasi oleh
pemisahan fungsi, yang masing-masing mempunyai tanggung jawab dan ruang
lingkup kerja yang sudah ditetapkan.
Menurut La Midjan & Azhar Susanto (2001:171), dalam fungsi
penerimaan ini terdapat unit organisasi yang antara lain memiliki tugas dan
wewenang masing-masing, yaitu :
1. Bagian Akuntansi (selaku bagian pencatatan).
2. Bagian Administrasi Persediaan Barang (selaku bagian
pengkoordinasian barang persediaan).
3. Bagian Penjualan (selaku bagian yang mengkoordinasikan
penjualan).
4. Bagian Kas (selaku bagian yang menerima dan mengeluarkan
uang).
5. Bagian Gudang (selaku bagian yang menerima dan mengeluarkan
barang).
6. Bagian Ekspedisi (selaku bagian yang menyerahkan barang baik
masuk ataupun keluar).
Seluruh bagian tersebut saling memiliki keterkaitan tugas antara satu
bagian
dengan
bagian-bagian
lainnya,
sehingga
kemungkinan
adanya
penyimpangan akan seminimum mungkin diatasi, akan tetapi tidak menutup
kemungkinan terjadinya penyimpangan, hal ini tergantung dari sumber daya
manusia dan sistem yang diterapkannya.
22
2.3.2. Prosedur Pendapatan Penjualan
Menurut La Midjan & Azhar Susanto (2001:171), aktivitas dari fungsi
penjualan yang merupakan sistem akuntansi penjualan didukung oleh beberapa
prosedur, yaitu :
1. Prosedur penerimaan order atau pesanan.
2. Prosedur pengiriman barang.
3. Prosedur pencatatan akibat adanya penjualan.
Prosedur-prosedur tersebut memperlihatkan berbagai kegiatan sejak
timbulnya pensanan penjualan sampai dengan pengiriman barang kelangganan,
termasuk kegiatan pencatatan pesanan-pesanan (order) yang diterima serta
pencatatan berbagai akibat yang materil secara finansial dari penjualan. Kegiatan
penjualan melibatkan berbagai bagian yaitu : bagian penjualan itu sendiri, bagian
gudang, bagian pengiriman, bagian akuntansi dan bagian administrasi persediaan
barang.
Dalam fungsi penjualan ini, seperti yang telah dijelaskan diatas bahwa
fungsi ini memiliki bagian-bagian yang satu dengan yang lainnya saling memiliki
keterkaitan, oleh karena itu prosedur penjualan ini akan dijelaskan dengan
melibatkan beberapa bagian antara lain :
•
Bagian Akuntansi
Seluruh penerimaan atas pendapatan dalam bagian akuntansi akan dicatat dan
dibukukan dengan menganalisa data penjualan yang diterima dari bagian
penjualan untuk dikonfirmasikan kepada bagian-bagian lainnya dengan
dokumen berupa invoice untuk ditindak lanjuti oleh bagian-bagian lain
tersebut.
•
Bagian Administrasi Persediaan Barang
Bagian ini menerima informasi data penjualan untuk dianalisa dalam
pemenuhan kebutuhan pesanan, berdasarkan data informasi dari bagian
gudang yang kemudian sama dengan bagian diatas akan ditindak lanjuti oleh
bagian lainnya.
•
Bagian Penjualan
Suatu transaksi penjualan akan disetujui atau tidaknya harus berdasarkan
keputusan bagian penjualan, selaku bagian yang berwenang atas semua itu
yang data informasinya didapat dari bagian-bagian terkait seperti yang telah
23
diuraikan diatas. Dalam bagian penjualan semua transaksi akan terlihat jelas
karena bagian ini merupakan control atas semua transaksi penjualan, tanpa
melalui bagian ini suatu transaksi tidak dapat dipenuhi.
•
Bagian Gudang
Pada bagian ini, semua barang baik itu yang bersifat keluar ataupun masuk
harus seijin bagian menurut masuk atau keluarnya barang, apabila barang
keluar sudah tentu bagian yang kompeten dalam memberikan kuasanya adalah
bagian penjualan dan apabila barang akan masukpun harus seijin bagian
pembelian selaku bagian yang kompeten.
•
Bagian Ekspedisi
Bagian ekspedisi bertugas mengantarkan barang sesuai dengan yang tertera
dalam invoice yang telah disahkan oleh bagian akuntansi selaku bagian yang
mengeluarkan surat tersebut. Begitu pula apabila terjadi pembayaran secara
langsung terhadap bagian ini, maka harus adanya konfirmasi pada bagian
akuntansi untuk ditindak lanjuti, sebagai bahan penyerahan keuangan, pada
bagian lain yakni bagian kas.
Dengan adanya pemisahan fungsi, kemungkinan tingkat penyelewengan
dapat ditekan sekecil mungkin, walaupun semua itu tergantung pada sumber daya
manusianya. Walaupun sistem yang digunakan sudah memadai, tidak menutup
kemungkinan akan terjadinya penyelewengan, dikarenakan sistem pengendalian
intern pun memiliki kelemahan-kelemahan yang tidak dapat mengantisipasi
penyelewengan secara keseluruhan.
2.3.3. Pencatatan dan Pelaporan Pendapatan
Pendapatan adalah darah kehidupan dari suatu perusahaan.
Tanpa
pendapatan, tidak ada laba. Tanpa laba, tidak ada perusahaan. Oleh karena itu
karyawan serta manajemen perusahaan harus dapat mengelolanya dengan baik,
agar perusahaan tersebut dapat bertahan hidup (going concern).
Untuk
mengetahui apakah perusahaan tersebut mengelola pendapatannya dengan baik
salah satu caranya dengan melihat pencatatan serta pelaporan pendapatan tersebut.
Menurut Kusnadi, dkk (2000:345), pencatatan pendapatan dalam laporan
akuntansi harus didasarkan pada kriteria sebagai berikut :
24
1. Nilai ekonomi sudah ditambahkan oleh perubahan kepada produk
yang dihasilkannya.
2. Jumlah pendapatan harus dapat diukur.
3. Pengukuran tersebut haruslah dapat diverifikasi dan secara relatif
bebas dari bias.
4. Biaya-biaya yang dikeluarkan untuk menghasilkan pendapatan
harus dapat diukur dengan tingkat keakuratan yang cukup baik.
Secara umum, laporan akuntansi dapat diperbaiki apabila dilaporkan secepat
mungkin sesudah peningkatan nilai dapat diukur.
Akan tetapi pengukuran-
pengukuran probabilitas pendapatan akan merupakan suatu perbaikan atas laporan
satu jumlah nilai (single valued amount) yang mengantarkan adanya ekuivalen
tingkat kepastian.
Menurut Kusnadi, dkk (2000:347), pelaporan pendapatan dapat dibuat pada saat :
1.
2.
3.
4.
Selama masa produksi.
Pada saat penyelesaian produksi.
Pada saat penjualan.
Pada saat pengumpulan.
1. Pelaporan pendapatan selama masa produksi.
Penetapan harga oleh perusahaan atas dasar kontrak, kebiasaan-kebiasaan
yang umum berlaku dalam dunia bisnis atau adanya harga-harga pasar pada
tahapan-tahapan proses produksi. Contoh : akrual, kontrak jangka panjang
dan accretion.
2. Pelaporan pendapatan pada saat penyelesaian produksi.
Adanya harga yang dapat ditentukan atau adanya harga pasar yang stabil.
Serta biaya-biaya pemasaran yang tidak terlalu besar. Contoh : logam-logam
berharga, produk agraris dan service.
3. Pelaporan pendapatan pada saat penjualan.
Harga yang pasti untuk produk.
Merupakan metode yang dianggap baik
dalam mengestimasikan jumlah yang tidak dapat tertagih.
Estimasi
keseluruhan expenses yang material. Sebagian besar barang dijual.
4. Pelaporan pendapatan pada saat pengumpulan.
Tidak mungkin menilai aktiva yang diterima dengan tingkat keakuratan yang
cukup baik. Hampir dapat dipastikan adanya tambahan-tambahan expenses
yang material dan hal ini tidak dapat diestimasikan dengan tingkat keakuratan
25
yang cukup baik pada saat penjualan.
Contoh : penjualan angsuran,
pertukaran untuk aktiva tetap tanpa verifikasi nilai yang ditentukan.
2.4. Pengendalian Internal Dalam Menunjang Efektivitas Pengelolaan
Pendapatan Penjualan
Setelah adanya pengakuan atas pendapatan maka yang menjadi
permasalahan selanjutnya adalah bagaimana pengendalian internal diterapkan
dalam pendapatan penjualan yang sebenarnya harus diterima oleh perusahaan.
Apabila pengendalian internal dapat diterapkan dengan baik dalam pendapatan
penjualan, maka perusahaan akan mencapai tujuannya yaitu memperoleh laba.
Laba tersebut sangat dibutuhkan perusahaan dalam menunjang kegiatan
operasional agar dapat terus beroperasi (going concern).
Dalam kaitannya dengan permasalahan pengendalian internal dalam
menunjang efektivitas pengelolaan pendapatan penjualan, menurut La Midjan &
Azhar Susanto pengendalian internal yang diterapkan oleh perusahaan harus
memenuhi unsur-unsur pengendalian internal berikut ini :
1. Adanya struktur organisasi yang menggambarkan pemisahan
fungsi (segretion of function) dan pekerjaan yang tepat.
2. Sistem pemberian wewenang dan prosedur pencatatan.
3. Unsur pelaksanaan yang wajar (praktik yang sehat).
4. Unsur kualitas pegawai.
5. Bagian pengawasan intern (internal auditing).
1. Adanya struktur organisasi yang menggambarkan pemisahan fungsi. Yang
merupakan dasar terciptanya suatu pengendalian internal, dimana dalam
struktur organisasi harus mencakup beberapa fungsi yang harus dipisahkan
dalam pelaksanaan tugasnya.
Fungsi-fungsi tersebut antara lain : fungsi
penguasaan, fungsi pencatatan, fungsi penyimpanan, dan fungsi pengawasan.
2. Sistem pemberian wewenang & prosedur pencatatan. Dimana setiap transaksi
hanya terjadi atas dasar otorisasi dari pegawai yang memiliki wewenang untuk
menyetujui terjadinya transaksi tersebut. Oleh karena itu, dalam organisasi
harus dibuat sistem yang mengatur pembagian wewenang untuk otorisasi atas
terlaksananya setiap transaksi.
3. Unsur pelaksanaan yang wajar.
Adanya suatu sistem yang mengatur
pelaksanaan pekerjaan secara sistematis melalui peraturan-peraturan yang
26
ditetapkan
oleh
pihak
perusahaan,
yang
memungkinkan
pegawai
melaksanakan tugas dengan penuh kesadaran dan tanggung jawab, karena
praktik yang sehat dapat diartikan sebagai suatu aktivitas yang dilandasi pada
ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan perusahaan melalui mekanisme
kerja yang telah ditetapkan pula. Sehingga apabila ada aktivitas yang keluar
dari ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan maka dapat dinilai sebagai
praktik yang tidak sehat dan dapat merugikan perusahaan.
4. Unsur kualitas pegawai.
Pegawai yang kompeten dalam bidangnya akan
mampu melaksanakan pekerjaannya dengan efektif dan efiisien, serta
merupakan unsur penting dalam terciptanya suatu pengendalian internal yang
baik.
5. Bagian pengawas intern. Bagian ini harus bersifat independent, yang mana
bagian pengawas intern tidak terlibat dalam proses penyiapan data.
Ini
ditujukan agar bagian pengawas intern dapat menilai atas keandalan laporan
keuangan, menjaga harta kekayaan perusahaan, serta menilai apakah setiap
peraturan atau prosedur yang ditetapkan berjalan dengan baik atau tidak.
Apabila semua unsur tersebut dapat terpenuhi oleh perusahaan, maka akan
sangat membantu dalam mengelola suatu organisasi atau perusahaan terutama
yang bersifat profit oriented. Menurut La Midjan & Azhar Susanto (2000:23),
pengelolaan atas pendapatan penjualan dapat dikelompokan ke dalam 3 aktivitas
yang antara lain :
1. Perencanaan.
2. Pelaksanaan.
3. Pengendalian.
1. Aktivitas perencanaan. Dalam aktivitas ini ditetapkan suatu tujuan perusahaan
serta prosedur-prosedur yang akan diterapkan, yang mana alat perencanaan
yang sering digunakan adalah anggaran.
Karena manajemen dapat
merencanakan tindakan yang akan diambil untuk mencapai tujuan tersebut
dengan menggunakan gambaran kuantitatif sebagai dasarnya.
2. Aktivitas pelaksanaan. Merupakan hasil dari aktivitas perencanaan, dimana
setiap prosedur dan peraturan yang telah ditetapkan perusahaan harus
dilaksanakan dengan konsekuen. Diantaranya prosedur dalam penjualan dan
pembelian.
27
3. Aktivitas pengendalian. Dalam aktivitas ini perusahaan biasanya menetapkan
suatu prosedur serta peraturan-peraturan sesuai dengan aktivitas perencanaan
yang berfungsi sebagai alat pengendalian terutama dalam mendukung aktivitas
pelaksanaan. Dimana harus ada bagian yang independen yang memegang
fungsi tersebut terutama dalam penilaian kinerja perusahaan terutama dalam
kepatuhan terhadap prosedur serta peraturan yang telah ditetapkan
sebelumnya. Bagian ini tidak boleh terlibat dalam penyiapan data, karena
akan berpengaruh dalam penilaian atas keandalan laporan tersebut.
Menurut Arens & Loebbecke (2000:290), agar pengendalian internal yang
ada dalam suatu organisasi dapat berfungsi dengan baik terutama dalam
menunjang
pengelolaan
kegiatannya
maka
organisasi
tersebut
harus
memperhatikan beberapa hal sebagai berikut :
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Recorded transactions exist (existence).
Existing transactions are recorded (completeness).
Recorded transactions are stated at the correct amount (accuracy).
Transaction are properly classified (classification).
Transactions are recorded on the correct dates (timing).
Recordded transactions are properly included in the master files &
correctly summarized (posting & summarization).
Dari Uraian-uraian diatas dapat dijabarkan lagi lebih lanjut, dimana
masing-masing mempunyai indikasi sebagai pengendalian internal dalam
menunjang efektivitas pengelolaan pendapatan penjualan. Antara lain sebagai
berikut :
1. Setiap transaksi yang dicatat benar-benar terjadi (Existence).
Setiap prosedur yang dimiliki perusahaan harus memberikan pengendalian
untuk mencegah penghilangan setiap transaksi dari catatan. Dimana semua
transaksi yang menyangkut dengan timbulnya pendapatan dicatat pada buku
besar pendapatan dengan benar.
2. Semua transaksi yang terjadi dicatat (Completeness).
Semua transaksi yang menyangkut dengan timbulnya pendapatan dicatat pada
buku besar pendapatan dengan benar.
Semua administrasi/dokumen
pendapatan diberi nomor urut.
28
3. Setiap transaksi dinilai dengan tepat (Accuracy).
Struktur pengendalian internal yang memadai selalu disertai dengan prosedur
untuk menghindari kesalahan dalam penghitungan dan pencatatan setiap
transaksi pada berbagai langkah proses pencatatan.
4. Setiap transasksi diklasifikasikan dengan tepat (Classification).
Klasifikasi perkiraan yang tepat, sesuai dengan bagan perkiraan perusahaan,
harus ditetapkan dalam jurnal kalau laporan keuangan hendak dinyatakan
dengan tepat. Klasifikasi ini juga mencakup berbagai kategori seperti divisi
dan hasil produk.
5. Setiap transaksi dicatat pada waktu yang tepat (Timing).
Pencatatan setiap transaksi baik sebelum atau setelah saat terjadinya, selalu
menimbulkan kemungkinan adanya kelalaian untuk mencatatnya atau dicatat
dengan jumlah yang tidak benar. Jika keterlambatan pencatatan terjadi pada
akhir periode maka laporan keuangan akan mengandung kesalahan.
6. Setiap transaksi dimasukan dengan tepat ke dalam catatan tambahan dan
diikhtisarkan dengan benar (Posting & Summarization).
Dalam beberapa keadaan, masing-masing transaksi diikhtisarkan (dirangkum
menjadi satu) dan dijumlahkan sebelum dicatat ke dalam jurnal yang
bersangkutan. Kemudian jurnal tersebut diposting (dibukukan) ke dalam buku
besar, dan buku besar tersebut diikhtisarkan lagi dan digunakan untuk
menyusun laporan keuangan. Selain metode yang digunakan untuk
memasukan setiap transaksi ke dalam catatan tambahan dan untuk
mengikhtisarkan setiap transaksi pengendalian yang memadai selalu
dibutuhkan untuk memastikan bahwa pengikhtisaran tersebut adalah benar.
Uraian-uraian diatas harus benar-benar dapat dilaksanakan oleh pihak
perusahaan, sehingga akan memperkecil terjadinya tingkat penyelewengan.
29
Download