KARAKTERISASI DAN ANALISIS KANDUNGAN NITRAT TANAMAN PAKIS SAYUR (Pleocnemia irregularis (C. Presl) Holttum) DI KECAMATAN DRAMAGA, BOGOR Oleh FUZY NOVASARI A24051213 DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011 RINGKASAN FUZY NOVASARI. Karakterisasi dan Analisis Kandungan Nitrat Tanaman Pakis Sayur (Pleocnemia irregularis (C. Presl) Holttum) di Kecamatan Dramaga, Bogor. (Dibimbing oleh Herdhata Agusta dan Juang Gema Kartika). Penelitian ini bertujuan untuk mengkarakterisasi tanaman pakis sayur (Pleocnemia irregularis (C. Presl) Holttum), mempelajari perbedaan karakter morfologi dan karakter pertumbuhan tanaman antar lokasi, serta menganalisis kandungan nitrat pada jaringan tanaman pakis sayur. Penelitian dilakukan di tiga lokasi di kecamatan Dramaga (Arboretum Fahutan, CIFOR 1, CIFOR 2) selama bulan Oktober 2009 sampai Maret 2010. Percobaan disusun menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) satu faktor dengan lokasi sebagai faktor uji dan terdiri dari 10 ulangan untuk masingmasing lokasi. Data kualitatif dibandingkan secara sederhana antar lokasi. Data kuantitatif yang diperoleh dianalisis dibawah program SAS 9.1.3 dengan menggunakan ANOVA (Uji F), dan dilanjutkan Uji Jarak Berganda Duncan (DMRT) jika terdapat perbedaan yang nyata pada taraf 5%. Hasil penelititan terhadap bibit Pleocnemia irregularis di tiga lokasi di Kecamatan Dramaga menunjukkan laju pertumbuhan bibit P. irregularis di ketiga lokasi tidak menunjukkan perbedaan yang nyata. Karakterisasi terhadap karakter morfologi tanaman dewasa P. irregularis di ketiga lokasi menunjukkan Pleocnemia irregularis di lokasi CIFOR 2 memiliki ukuran terkecil untuk seluruh karakter morfologi di antara lokasi yang diuji. Hasil analisis kandungan nitrat (NO3-) pada fiddlehead P. irregularis di ketiga lokasi menunjukkan bahwa ketiga lokasi memiliki nilai di bawah Acceptable Daily Intake (ADI) untuk ion nitrat berdasarkan berat badan 60 kg dengan asumsi konsumsi harian 100g/hari. Bobot basah panen dan tinggi fiddlehead layak panen P. irregularis di lokasi CIFOR 2 memiliki nilai yang terendah di antara lokasi yang diuji, sedangkan persentase edible part di ketiga lokasi tidak berbeda. Rata-rata siklus panen P. irregularis di lokasi Arboretum Fahutan, CIFOR 1, dan CIFOR 2 berturut-turut adalah 4.13, 5.37, dan 6.27 minggu. Rata-rata siklus panen P. irregularis terpendek dimiliki oleh lokasi Arboretum Fahutan. ABSTRACT Characterization and Nitrate Content Analysis of Pleocnemia irregularis (C. Presl ) Holttum at Dramaga, Bogor. Fuzy Novasari1, Herdhata Agusta2, Juang Gema Kartika2 1 2 Student of Agronomy and Horticulture, Agriculture Faculty of IPB Lecture of Agronomy and Horticulture, Agriculture Faculty of IPB The aimed of the study was to characterizing and learning the differences of Pleocnemia irregularis character in three different places at Dramaga and to analize nitrate content of edible part from Pleocnemia irregularis. The research was conducted from October 2009 to March 2010 at Arboretum of Forestry Faculty, Bogor Agricultural University (Arboretum Fahutan) as the first place and Dramaga Research Forest of Bogor Research Centre and Forest Concervacy for the second and third places (CIFOR 1 and CIFOR 2). The result showed that there are no differences of qualitative character among those three location. Based on quantitave character, P. irregularis at CIFOR 2 is the smallest than the other location. The nitrate content of edible part P. irregularis at all of tested locations are under the safe limit of Acceptable Daily Intake for human with 60 kg of body weight and 100 g per day consumption. The harvest intensity of Arboretum Fahutan are the fastest (4.13 week/ harvest) without differences in percentage of edible part among locations. Key words : characterization, nitrate content, Pleocnemia irregularis KARAKTERISASI DAN ANALISIS KANDUNGAN NITRAT TANAMAN PAKIS SAYUR (Pleocnemia irregularis (C. Presl) Holttum) DI KECAMATAN DRAMAGA, BOGOR Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor FUZY NOVASARI A24051213 DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011 LEMBAR PENGESAHAN Judul : KARAKTERISASI DAN ANALISIS KANDUNGAN NITRAT TANAMAN PAKIS SAYUR (Pleocnemia irregularis (C. Presl) Holttum) DI KECAMATAN DRAMAGA, BOGOR Nama : Fuzy Novasari NRP : A24051213 Menyetujui, Dosen Pembimbing Pembimbing I Pembimbing II Dr. Ir. Herdhata Agusta Juang Gema Kartika, SP. MSi. NIP. 19590813 198303 1 003 NIP. 19810701 200501 2 005 Mengetahui, Ketua Departemen Agronomi dan Hortikultura Fakultas Pertanian IPB Dr. Ir. Agus Purwito, MSc. Agr. NIP. 19611101 198703 1 003 Tanggal Lulus : . . . . . . . . . . . . RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan pada tanggal 24 Nopember 1986 di Cianjur, Jawa Barat. Penulis merupakan anak kedua dari pasangan (Alm.) Tamsil dan Sumartini. Penulis menempuh pendidikan tingkat dasar di SD Negeri 09 Pagi, Kebon Baru, Jakarta, dan lulus pada tahun 2001 dengan NEM tertinggi. Selanjutnya penulis menyelesaikan pendidikan menengah pertamanya di SMP Negeri 30 Jakarta pada tahun 2003. Pada tahun 2005, penulis lulus dari SMA Negeri 13 Jakarta, dan diterima di IPB melalui jalur USMI. Setelah satu tahun menempuh Tingkat Persiapan Bersama, penulis pun diterima di Mayor Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian dan mengambil Supporting Course dari beberapa Fakultas yang berbeda. Sepanjang masa studinya penulis aktif sebagai pengurus di Forum Komunikasi Rohis Departemen (FKRD) Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor dan sebagai sekretaris Rohis Agronomi dan Hortikultura (RAGHA) 42 pada tahun 2007-2009. Pada tahun ajaran 2008-2009 penulis juga tercatat sebagai asisten mata kuliah Pendidikan Agama Islam. Penulis juga aktif mengikuti beragam kepanitiaan untuk kegiatan-kegiatan kampus maupun di luar kampus. Penulis bersama tim juga pernah mengikuti Program Kreativitas Mahasiswa (2008) dan lolos sebagai salah satu tim yang mendapatkan pembiayaan dari DIKTI bidang pengabdian masyarakat. Selain itu, bersama rekan-rekannya, penulis juga kini merintis sebuah lembaga di wilayah Bogor yang bergerak pada bidang pemberdayaan sumberdaya manusia dan pertanian. KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas nikmat kekuatan yang diberikanNya sehingga penulis mampu menyelesaikan penelitiannya. Shalawat serta salam juga senantiasa tercurah pada teladan kita, Rasulullah Muhammad SAW beserta keluarga, para sahabat, dan para pengikutnya sampai akhir zaman. Penelitian mengenai pakis sayur (Pleocnemia irregularis (C. Presl) Holttum) ini terdorong oleh ketertarikan penulis terhadap tanaman hortikultura, khususnya sayuran daun. Pakis sayur merupakan salah satu sayuran indigenous Indonesia yang perlu mendapatkan perhatian untuk dikembangkan Penulis menyampaikan terima kasih kepada, 1. Ibu, Mba Tanti, beserta keluarga yang atas kesabaran, pengertian, bantuan serta dukungan tiada henti yang diberikan kepada penulis selama masa studi. 2. Dr. Ir. Herdhata Agusta dan Juang Gema Kartika, SP. MSi. atas kesabaran dan bimbingannya selama masa penelitian dan penyelesaian skripsi. 3. Dr. Ir. Shandra Arifin Azis atas arahan dan sarannya dalam rangka penyempurnaan skripsi ini. 4. Dr. Ir. Soewarto yang telah memberikan arahan akademik selama penulis menempuh studi di Departemen Agronomi dan Hortikultura. 5. Bapak Zaenal dan seluruh staf lapang Hutan Penelitian Darmaga, Situgede dan Kebun Percobaan Cikabayan atas bantuannya selama penulis melakukan penelitian. 6. Sahabat-sahabat penulis di FKRD, FA Faperta 42, Departemen Agronomi dan Hortikultura 42, Lingkaran Cahaya, Pragalas, K‟Kamal beserta keluarga, Fefin, Amy, Atika, dan Erwansyah atas segala bantuan dan motivasi yang tak pernah lelah untuk diberikan kepada penulis. Jazakumullah khairan katsiran. Penulis berharap, penelitian ini dapat memberikan informasi berharga terkait pengembangan pakis sayur di masa yang akan datang. Bogor, Mei 2011 Penulis DAFTAR ISI Halaman PENDAHULUAN………………………………………………………….. Latar Belakang……………………………………………………… Tujuan……………………………………………………………..... Hipotesis……………………………………………………………. 1 1 2 2 TINJAUAN PUSTAKA……………………………………………………. Sayuran Indigenous…………………………………………………. Botani Pteridophyta………………………………………………… Syarat Tumbuh……………………………………………………… Siklus Hidup Pteridophyta………………………………………….. Pleocnemia irregularis (C. Presl) Holttum………………..……….. Nitrat (NO3-) dalam Tanaman………………………………………. Akumulasi Nitrat pada Sayuran…………………………………….. Bahaya Nitrat Bagi Kesehatan……………………………………… Acceptable Daily Intake (ADI) Nitrat……………………………… 3 3 4 6 7 8 11 11 13 13 BAHAN DAN METODE………………………………………………….. Waktu dan Tempat………………………………………………….. Bahan dan Alat……………………………………………………… Metode Percobaan…………………………………………………... Pengamatan…………………………………………………………. Pemeliharaan………………………………………………………... Analisis Data………………………………………………………... 15 15 15 15 17 20 20 HASIL DAN PEMBAHASAN……………………………………….......... Kondisi Umum……………………………………………………… Karakter Pertumbuhan Vegetatif Bibit P. irregularis di Ketiga Lokasi……………………………………………………………….. Laju Pertumbuhan…………………………………………... Tinggi Tanaman…………………………………………….. Panjang Daun……………………………………………….. Panjang Stipe………………………………………….…….. Lebar Daun …………………………………………….…… Jumlah Daun………………………………………………... Karakter Kuantitatif Morfologi Tanaman Dewasa P. irregularis….. Akar-Batang………………………………………………… Frond (Blade dan Stipe)….…………………………………. Bobot Basah Total, Bobot Kering Total, dan Kadar Air Total ………………………………………………………... Karakter Kualitatif Tanaman Dewasa P. irregularis……………….. Fitografi Batang dan Akar………………………………….. Fitografi Stipe………………………………………………. Fitografi Daun………………………………………………. Fitografi Organ Generatif…………………………………... 22 22 22 23 24 25 25 26 27 27 27 28 30 30 30 32 32 34 Karakter Fisiologis…………………………………………………. Analisis Kandungan Nitrat (NO3-) pada Bagian yang Dapat Dikonsumsi (Edible Part) dari P. irregularis di Ketiga Lokasi……………………………………………………….. Perbandingan Kandungan Nitrat Edible Part P. irregularis di Ketiga Lokasi dengan Nilai ADI Nitrat…………………….. Karakter Organ Reproduksi Generatif……………………………… Karakter Panen P. irregularis………………………………………. Persentase Bagian Tajuk P. irregularis…………………….. Bobot Basah dan Persentase Edible Part……………..…….. Tinggi Fiddlehead…………………………………………... Siklus Panen………………………………………………… 37 KESIMPULAN DAN SARAN……………………………………………... Kesimpulan………………………………………………………….. Saran………………………………………………………………… 45 45 45 DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………. 46 LAMPIRAN………………………………………………………………… 49 37 38 39 40 40 41 42 43 DAFTAR TABEL Nomor Halaman 1. Perkiraan Asupan NO3 Dari Berbagai Sumber Bahan Pangan di Dunia………………………………………………………………….. 12 2. Klasifikasi Sayuran Berdasarkan Pada Kadar NO3-…………………... 12 3. Acceptable Daily Intake (ADI) untuk Ion Nitrat Berdasarkan Berat Badan Manusia…………………………………….………………….. 14 4. Kondisi Tanah di Lokasi Hutan Penelitian Dramaga CIFOR 1 dan CIFOR 2………………………………………………………………. 23 5. Rata-rata Laju Pertumbuhan Bibit P. irregularis………………...…… 23 6. Rata-rata Tinggi Bibit (cm) P. irregularis di Ketiga Lokasi…….…… 24 7. Rata-rata Panjang Daun (cm) P. irregularis di Ketiga Lokasi……...… 25 8. Rata-rata Panjang Stipe (cm) P. irregularis di Ketiga Lokasi……...… 26 9. Rata-rata Lebar Daun (cm) P. irregularis di Ketiga Lokasi…….…… 26 10. Rata-rata Jumlah Daun Bibit P. irregularis di Ketiga Lokasi ……….. 27 11. Karakter Kuantitatif Morfologi P .irregularis di Ketiga Lokasi….….. 29 12. Karakter Kualitatif Tanaman Dewasa Pleocnemia irregularis di Ketiga Lokasi ………………………………………………………… 36 13. Acceptable Daily Intake (ADI) untuk Ion Nitrat (NO3-) Berdasarkan pada Berat Badan Manusia…………………………………………… 39 14. Nilai Rata-Rata untuk Karakter Generatif Tanaman P. Irregularis...… 40 15. Rata-rata Bobot Basah Fiddlehead Layak Panen dan Persentase Edible Part P. irregularis di Ketiga Lokasi…………………………... 41 16. Kerapatan Relatif (KR) P. irregularis di Ketiga Lokasi Pengamatan... 44 . DAFTAR GAMBAR Nomor Halaman 1. Stuktur Tumbuhan Paku Sejati.......................................................... 5 2. Siklus Hidup Tanaman Paku Siklus Hidup Tanaman Paku.............. 7 3. Pleonemia irregularis (C. Presl) Holttum......................................... 9 4. Pelabelan Tanaman P. irregularis di Lokasi …………………...…. 16 5. Kondisi Umum Lokasi Pengamatan ………………………………. 22 6. Keragaan P. irregularis …………………………………...………. 31 7. Fitografi Bagian Daun P. irregularis di Ketiga Lokasi……………. 33 8. Karakter Daun P. irregularis di Ketiga Lokasi……………..……... 33 9. Karakter Penyebaran Sorus Pada Daun P. irregularis ……...…….. 34 10. Karakter Organ Generatif P. irregularis………………………….. 35 11. Rata-rata Kandungan Nitrat P. irregularis di Ketiga Lokasi …….. 37 12. Persentase Bagian Tajuk P. irregularis di Ketiga Lokasi Berdasarkan Bobot Basah Masing-Masing Bagian Tajuk………... 41 13. Rata-Rata Tinggi Fiddlehead Layak Panen di Ketiga Lokasi…….. 42 14. Fiddlehead P. irregularis Layak Panen di Ketiga Lokasi…………. 43 15. Rata-Rata Siklus Panen P. Irregularis di Ketiga Lokasi Untuk Tiga Kali Siklus……………………………………………………. 44 DAFTAR LAMPIRAN Nomor Halaman 1. Surat Keterangan Identifikasi Tanaman………………………………. 49 2. Kunci Deskripsi Tanaman…………………………………………….. 50 3. Colour Chart……………………………………………...…………... 58 4. Glosarium……………………………………………………………... 61 5. Kriteria Penilaian Sifat Kimia Tanah…………………….…………… 63 6. Rekapitulasi Nilai F Hitung dan Koefisien Keragaman (KK) Karakter Pertumbuhan Bibit P. irregularis di Ketiga Lokasi …………….……. 63 7. Nilai F Hitung dan Koefisien Keragaman (KK) Karakter Kuantitatif Vegetatif Tanaman Dewasa P. irregularis di Ketiga Lokasi.……...…. 64 8. Nilai F Hitung dan Koefisien Keragaman (KK) Bobot Basah Panen, Persentase Edible Part, Tinggi Fiddlehead Layak Panen dan Hasil Analisis Kandungan Nitrat fiddlehead P. irregularis di Ketiga Lokasi 64 9. Nilai F Hitung dan Koefisien Keragaman (KK) Siklus Panen P. irregularis di Ketiga Lokasi ….………………………………………. 64 10. Deskripsi Tanaman Pleocnemia irregularis…...……………………... 65 11. Metode Analisis Kandungan Nitrat pada Fiddlehead………………… 66 PENDAHULUAN Latar Belakang Sayuran merupakan merupakan bagian dari diet manusia yang berfungsi sebagai sumber vitamin, karbohidrat, dan mineral yang tidak dapat disubstitusi dengan makanan pokok. Di beberapa daerah, ditemukan jenis sayuran asli daerah yang telah banyak diusahakan dan dikonsumsi sejak zaman dahulu, atau sayuran introduksi yang telah berkembang lama dan dikenal masyarakat di suatu daerah tertentu yang biasa didefinisikan sebagai sayuran indigenous (Putrasamedja, 2005). Salah satu sayuran indigenous yang tumbuh liar di alam dan seringkali dimanfaatkan sebagai sayuran ialah pakis sayur. Banyak jenis pakis yang dikenal memiliki daun yang dapat dikonsumsi sebagai sayuran. Beberapa memiliki rasa yang sangat enak dan dijual sebagai makanan yang sangat lezat, terutama bagian daun mudanya yang masih menggulung (fiddleheads) (de Winter and Amoroso, 2003). Jenis pakis yang paling umum untuk dikonsumsi sebagai sayuran di wilayah Asia Tenggara ialah „green fern’ atau Diplazium esculentum (Retz.) Swartz, „red fern‟ atau Stenochlaena palustris (Burm. f.) Bedd, Marsilea crenata, Nephrolepis hirsutula (G. Forst.) C. Presl, dan Pleocnemia irregularis (C. Presl) Holttum (de Winter and Amoroso, 2003). Jenis yang terakhir disebut merupakan jenis yang paling mudah ditemui di alam dan memiliki wilayah penyebaran yang luas. Pleocnemia juga merupakan jenis yang paling banyak dikenal serta dijual di pasar tradisional di daerah Jawa Barat selain Diplazium sp. Daun pakis muda yang tumbuh secara liar telah dikonsumsi sebagai sayuran, namun potensi budidayanya hanya menerima sedikit perhatian (Mertzo, 1999). Pakis sayur yang dikonsumsi umumnya dapat ditemui di pasar dan diperoleh dari hasil panen di sekitar hutan. Tanaman ini belum dibudidayakan secara komersial sehingga ketersediaannya di pasar rendah dan tidak berkesinambungan. Tanaman pakis sayur yang merupakan salah satu plasma nutfah yang potensial sebagai salah satu sayuran indigenous Indonesia perlu diberdayakan dengan cara karakterisasi. Soemantri et. al., (2004) menyatakan bahwa karakterisasi merupakan kegiatan dalam rangka mengidentifikasi sifat-sifat penting yang bernilai ekonomis, atau yang merupakan penciri dari varietas yang bersangkutan. Dalam usaha pengembangan tanaman pakis sayur, keamanan pakis sayur sebagai bahan konsumsi juga patut menjadi perhatian. Sejumlah sayuran mengakumulasi nitrat pada level yang tinggi pada bagian tertentu dari jaringan tanaman. Menurut laporan Vermer et al. (1998), melalui aliran darah, nitrat bereaksi dengan hemoglobin untuk membentuk methehemoglobin yang menyebabkan transport oksigen terhambat. Methehemoglobinemia menjadi resiko kesehatan yang besar. Secara teoritis terdapat kaitan antara cahaya dengan kandungan nitrat tanaman (Sirait, 2006). Terdapat kecenderungan peningkatan kandungan nitrat pada tanaman seiring peningkatan taraf naungan (Van Eysinga, 1984), karenanya perlu diwaspadai adanya kemungkinan terjadinya akumulasi nitrat dengan kadar yang tinggi pada jaringan tanaman pakis sayur yang biasa tumbuh pada kondisi naungan berat. Penelitian ini dilakukan untuk mempelajari karakter morfologi dan karakter pertumbuhan tanaman pakis sayur dari beberapa aksesi serta melakukan analisis terhadap kandungan nitrat yang terakumulasi pada jaringan tanaman tersebut sebagai informasi dalam pengembangan tanaman pakis sayur sebagai sayuran indigenous. Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk mengkarakterisasi tanaman pakis sayur (Pleocnemia irregularis (C. Presl) Holttum), mempelajari perbedaan karakter morfologi dan karakter pertumbuhan setiap tanaman antar aksesi, serta menganalisis kandungan nitrat pada jaringan tanaman pakis sayur. Hipotesis 1. Terdapat perbedaan karakter morfologi antar aksesi tanaman pakis sayur. 2. Terdapat perbedaan potensi produksi antar aksesi. 3. Terdapat akumulasi kadar nitrat yang tinggi pada jaringan tanaman pakis sayur yang tumbuh pada kondisi naungan berat. TINJAUAN PUSTAKA Sayuran Indigenous Sayuran indigenous adalah sayuran asli daerah yang telah banyak diusahakan dan dikonsumsi atau sayuran introduksi yang telah berkembang lama dan dikenal masyarakat di suatu daerah tertentu. Sayuran indigenous biasanya tumbuh di pekarangan rumah maupun kebun secara alami dan dimanfaatkan untuk kepentingan keluarga, baik sebagai sayuran yang dimasak maupun lalapan. Pada kenyataannya di daerah Jawa Barat sayuran indigenous sudah memasuki pasar di rumah makan yang digunakan sebagai lalap. Banyak sayuran indigenous yang berfungsi sebagai obat dari suatu penyakit manusia. Beberapa contoh sayuran indigenous di Jawa Barat yang biasa dimanfaatkan sebagai lalapan adalah kemangi; kecipir; roay; gambas; dan paria. Pemanfaatan sayuran indigenous dan nilai ekonominya dari masingmasing daerah berbeda-beda. Hal ini dipengaruhi oleh permintaan pasar maupun keadaan geografis daerah setempat. Sayuran indigenous mempunyai peranan untuk membantu mengatasi masalah gizi di Indonesia, terutama untuk keluarga pra sejahtera mengingat tanaman indigenous telah beradaptasi terhadap lingkungan setempat dengan cara budi daya yang mudah dan biaya yang murah. Sayuran indigenous masih memerlukan kajian nilai ekonomi, potensi kandungan gizi maupun prospek pengembangannya (Putrasamedja, 2005). Pemanfaatan sayuran indigenous Indonesia pada umumnya dilakukan oleh masyarakat sekitar dalam jumlah kecil dan tidak berkelanjutan. Rashid, et. al. (2008) dalam sebuah penelitian di India menyampaikan bahwa keberadaan tanaman-tanaman liar yang dapat dikonsumsi (edible) menghadapi ancaman dalam habitat alaminya dari beragam aktivitas manusia. Besar pengaruhnya bervariasi dari satu tempat ke tempat lainnya. Lima faktor utama yang mengancam keberadaan tanaman-tanaman liar edible antara lain : jumlah pemanenan berlebihan untuk makanan ternak, perluasan lahan pertanian, penebangan hutan untuk bahan konstruksi dan teknologi, eksploitasi berlebihan dari produk-produk kehutanan, serta pembakaran hutan yang tidak terkontrol. Salah satu solusi untuk mengatasi pemanfaatan sayuran indigenous yang belum optimum ini adalah melalui kegiatan eksplorasi dan koleksi (Hermanto, 2008). Tidak cukup dengan kegiatan eksplorasi saja, namun plasma nutfah yang sudah terkoleksi harus diberdayakan dengan cara dikarakterisasi dan dievaluasi. Karakterisasi merupakan kegiatan dalam rangka mengidentifikasi sifat-sifat penting yang bernilai ekonomis, atau yang merupakan penciri dari varietas yang bersangkutan. Sifat/karakter yang diamati dapat berupa karakter morfologis (bentuk daun, bentuk buah, warna kulit biji, dan sebagainya), karakter agronomis (umur panen, tinggi tanaman, panjang tangkai daun, jumlah anakan, dan sebagainya), karakter fisiologis (senyawa alelopati, fenol, alkaloid, reaksi pencoklatan, dan sebagainya), marka isoenzim, dan marka molekular (Soemantri, et. al., 2004). Botani Pteridophyta Pteridophyta (paku sejati) merupakan kelompok tumbuhan paku yang memiliki daun lebar dan helaian daunnya memiliki pertulangan daun yang menonjol dan bercabang-cabang (Gambar 1). Daunnya berfungsi baik untuk fotosintesis maupun reproduksi. Kebanyakan tanaman dari kelompok ini menyukai daerah lembab. Tumbuhan paku sejati dicirikan oleh pucuk (daun muda) yang menggulung (circinate). Daunnya secara menyeluruh dikenal sebagai ental (frond) dan helaian anak daun terkecil disebut pinnule (Laboratorium Taksonomi Tumbuhan, 2007). Proses pertumbuhan daun paku-pakuan merupakan salah satu cirinya yang paling menonjol. Pada perkembangannya, seluruh jaringan daun paku terbentuk melalui pertumbuhan ujung yang lama dan terus menerus. Ujungnya menggulung seperti pegas. Selama pertumbuhan, perpanjangan yang lebih cepat pada sel-sel bagian dalam daun menyebabkan ujung tersebut lambat membuka gulungannya. Ujung yang melengkung pada daun muda dikenal dengan istilah fiddlehead (Sudarnadi dan Zakaria, 1984). Pada umumnya, pada tanaman paku-pakuan dikenal dua macam daun, yang satu disebut sporofil, bersifat fertile dan membentuk sporangia, sedangkan daun lainnya bersifat steril, tidak membentuk sporangia dan fungsinya semata- mata vegetatif. Kondisi tanaman dengan dua jenis fungsi daun dalam satu tanaman seperti ini disebut sebagai dimorfisme (Sudarnadi dan Zakaria, 1984). Gambar 1. Stuktur Tumbuhan Paku Sejati (de Winter dan Amoroso, 2003) Tak seperti tanaman lainnya yang tumbuh dari biji, paku tumbuh dari spora yang kemudian berkembang menjadi sporofit. Spora terbentuk dalam kotak spora (sporangium) dan biasa ditemukan di permukaan daun bagian bawah (Thomas and Garber, 1999). Kumpulan sporangia disebut sorus (jamak : sori) dan biasanya sori terdapat pada sisi bawah daun fertile (Laboratorium Taksonomi Tumbuhan, 2007). Pola penyebaran sori berbeda-beda tergantung pada jenis tanaman paku (Djuita, 2007). Syarat Tumbuh Temperatur Di daerah tropis, paku biasa ditemui di bawah penutupan tajuk pohon yang rapat. Tanaman ini menyukai temperatur sejuk dan kelembaban tinggi untuk pertumbuhannya (Thomas and Garber, 1999). Tanaman paku tumbuh baik pada temperatur yang sesuai dengan kebutuhan jenisnya. Paku-paku yang tumbuh di daerah tropis pada umumnya menghendaki kisaran 21-27o C untuk pertumbuhannya (Hoshizaki and Moran, 2001). Kelembaban Menurut Thomas dan Garber (1999), kelembaban ialah salah satu faktor pembatas dalam budidaya paku. Tanpa kelembaban udara yang tinggi, umumnya paku akan tumbuh tidak sehat. Tingkat kelembaban 30% ialah persentase terendah yang masih dapat ditoleransi oleh paku untuk pertumbuhannya. Hoshizaki dan Moran (2001) dalam bukunya tentang budidaya paku, menyatakan bahwa kelembaban relatif yang baik bagi pertumbuhan tanaman paku pada umumnya berkisar antara 60-80 %. Intensitas Cahaya Kebanyakan tanaman paku tumbuh baik pada kondisi ternaungi. Kisaran intensitas cahaya terbaik bagi pertumbuhan paku adalah antara 200 sampai 600 f.c. (foot-candles). Paku pada stadia dewasa membutuhkan cahaya yang lebih banyak dibandingkan paku pada stadia yang lebih muda. Kondisi naungan yang rapat kurang cocok bagi pertumbuhan paku. Kondisi ini dapat menyebabkan frond memanjang dan kurus, memperlambat siklus produksinya, serta cenderung menguning dan mati lebih cepat. Paku yang tumbuh pada intensitas cahaya rendah namun cukup biasanya berukuran besar dan tumbuh subur. Pada kondisi cahaya tinggi, frond tanaman paku menjadi lebih keras, lebih tebal, lebih banyak memproduksi sori, serta menjadi lebih toleran terhadap perubahan lingkungan. Sedangkan tanaman paku yang kelebihan cahaya biasanya berukuran lebih kecil, kurang subur, daunnya hijau menguning serta bagian tepi daunnya berwarna cokelat (Hoshizaki and Moran, 2001). Siklus Hidup Pteridophyta (Paku Sejati) Gambar 2. Siklus Hidup Tanaman Paku (Conqruist, 1971 dalam Djuita, 2007) Siklus hidup tanaman paku tidak biasa karena terdiri dari dua fase tanaman yang berbeda. Paku yang biasa kita lihat merupakan fase generatif atau yang biasa disebut sebagai sporofit (Thomas and Garber, 1999). Sporofit memproduksi spora yang kemudian berkecambah membentuk rumput kecil memasuki fase gametofit (Dickinson, 1998). Gametofitnya disebut protalus dan bentuknya seperti hati. Siklus hidup pteridophyta ditampilkan pada Gambar 2. Rhizoid, anteridia, dan arkegonia terdapat pada sisi bawah gametofit. Anteridium menghasilkan gamet jantan dan arkegonium menghasilkan gamet betina. Setelah gamet betina dibuahi gamet jantan, akan terbentuk zigot yang kemudian berkembang menjadi embrio. Embrio memiliki kaki, akar primer, batang primer, dan daun primer. Setelah sporofit baru tumbuh dan berkembang menjadi tanaman bebas, gametofit lambat laun mengalami degenerasi dan mati. Sporofit yang tumbuh dewasa akan menghasilkan sporangia yang memproduksi spora (Djuita, 2007). Bergantung pada jenisnya, umumnya dibutuhkan waktu antara 2-6 bulan sejak pembuahan terjadi sampai tunas pertama muncul (Thomas and Garber, 1999). Pleocnemia irregularis (C. Presl) Holttum Pleocnemia irregularis (C. Presl) Holttum atau juga dikenal sebagai Arcypteris irregularis (C. Presl) Ching (1940) merupakan tanaman paku yang masuk dalam divisi Pteridophyta dan kelas Pteridopsida. Jenis ini diklasifikasikan dalam PROSEA (1993) masuk dalam family Dryiopteridaceae. Di Indonesia, tumbuhan ini memiliki nama lokal paku andam (Melayu); paku kapal; dan paku kebo (Sunda), sedangkan di Malaysia, paku ini dikenal sebagai paku siar. Darnaedi dan Praptosuwiryo memaparkan deskripsi tanaman beserta kebiasaan tumbuhnya dalam PROSEA (2003). Deskripsi tanaman Pleocnemia irregularis merupakan tanaman paku berukuran besar yang hidup di atas permukaan tanah (terrestrial). Daunnya berstruktur bipinnatifid, dengan pinnules terbawah berukuran sangat besar. Rhizomenya (batang) pendek dan tumbuh tegak (erect). Bagian apex dan dasar petiolenya (stipe) ditutupi oleh sisik yang rapat. Sisiknya tipis, linear atau lanceolate dengan panjang antara 3-4 cm, dan berwarna cokelat gelap. Stipenya tegak dengan panjang berkisar antara 30-80 cm, berwarna hijau ketika hidup dan pucat ketika mengering, gelap pada bagian dasar, tidak memiliki sisik kecuali pada bagian dasar. Keragaan P. irregularis ditunjukkan pada Gambar 3. 2 3 5 mm 4 Gambar 3. Pleonemia irregularis (C. Presl) Holttum. Keragaan Tanaman (1); Pinna (2); Pinna dengan Sori (3); Perbesaran Lobe untuk Menunjukkan Venasi dan Posisi Sori (4). Helai daunnya (blade) lanceolate, berukuran panjang 50-200 cm dan lebarnya 60-70 cm, mantap dan herbaceous. Warna blade pada umumnya hijau terang dan menjadi cokelat jika mengering. Pada daun muda, warna daunnya lebih pucat dan menarik perhatian. Pinnae tersusun berhadapan dan dalam jumlah yang banyak, ukuran pinna terbawah (basal pinnae) merupakan yang terbesar. Basal pinnae memiliki pinnule yang terletak asimetris dan mengarah ke pangkal (basiscopic), berukuran 12-20 cm x 6 cm, tak memiliki stipe (sessile), dengan lekukan tepi daun yang dalam, biasanya berukuran lebih panjang dari yang lainnya. Urat daun membentuk baris tunggal areoles yang sempit di sepanjang kedua sisi costae dan areoles yang lebih pendek di kedua sisi costules. Sisanya, seluruh bagian lamina diisi dengan 4-6 elongated areoles yang saling berhadapan. Sori (tunggal : sorus) membulat atau seringkali membentang sepanjang urat daun dan kadang-kadang juga confluent. Ukurannya kecil, tersebar dengan jarak yang berdekatan, kadang berpencar teratur, dan tidak memiliki indusial. Distribusi P. irregularis terdistribusi dari wilayah selatan Burma (Myanmar) melalui Asia Tenggara sampai Kepulauan Caroline, Kepulauan Solomon, dan Fiji. P. irregularis tidak dibudidayakan secara komersial dan tidak diperdagangkan secara internasional. Daun mudanya dikumpulkan dari alam dan dikonsumsi secara lokal sebagai sayuran atau dijual di pasar lokal. Manfaat Pleocnemia irregularis (C. Presl) Holttum merupakan salah satu sayuran indigenous yang tumbuh liar di alam dan seringkali dimanfaatkan sebagai sayuran. Bagian daun muda yang menggulung (fiddlehead) dari paku sayur ialah bagian yang dapat dikonsumsi. Di Asia Tenggara, daunnya yang sukulen, muda dan masih menggulung biasa dimakan mentah sebagai salad/lalap atau dikukus sebagai sayuran. Bagian akar dan rhizomanya yang dihancurkan dapat diaplikasikan untuk mengobati kulit yang terinfeksi kudis, sedangkan daun dan pucuknya yang dimemarkan dapat digosokkan pada tubuh untuk menanggulangi demam akibat malaria. Ekstrak rebusan daunnya efektif untuk menanggulangi diarrhoe. Ekologi dan Perbanyakan P. irregularis terbiasa tumbuh di permukaan hutan yang ternaungi sebagian dan pada tepi hutan di bukit-bukit. Selain itu, juga mudah ditemukan di sekitar perumahan dan pada areal pertanaman. P. irregularis tumbuh pada tanah lempung berat, liat berkapur, atau tanah yang kaya akan humus berbatu, pada ketinggian permukaan laut sampai 800 m dpl. Tumbuhan paku ini toleran terhadap kondisi kering dibandingkan jenis paku terestrial lainnya. Jika ingin diperbanyak, P. irregularis mudah untuk diperbanyak menggunakan spora. Nitrat (NO3-) dalam Tanaman Nitrat adalah senyawa yang pembentukannya di alam merupakan bagian dari siklus nitrogen, sebagaimana bahan tambahan makanan yang diterima. Nitrat memegang peranan penting dalam nutrisi dan fungsi tanaman karena potensinya untuk terakumulasi. Faktor lingkungan dan teknik budidaya tanaman yang mempengaruhi konsentrasi nitrat dalam tanaman, diantaranya adalah kelembaban tanah, intensitas cahaya dan suhu udara, pupuk, varietas tanaman, dan strategi proteksi tanaman (EFSA, 2008). Faktor lainnya yang mempengaruhi ialah panjang hari, genangan, intensitas cahaya dan durasi pencahayaan, serta temperatur (Lorenz, 1978). Cahaya merupakan faktor lingkungan yang paling berpengaruh (Maynard, 1978). Menurut Sirait (2006), terdapat kecenderungan peningkatan kandungan nitrat pada tanaman seiring peningkatan taraf naungan, karena itu perlu diwaspadai adanya kemungkinan keracunan nitrat pada tanaman yang tumbuh dalam kondisi naungan berat dengan taraf pemupukan yang tinggi. Kebanyakan tanaman tingkat tinggi mengambil nitrogen dari tanah dalam bentuk ion amonium (NH4+) atau ion nitrat (NO3-). Nitrat adalah bentuk yang paling sesuai dan banyak diambil oleh tanaman. Nitrat harus dirubah menjadi amonium di dalam tanaman sebelum membentuk asam amino dan senyawa nitrogen lainnya. Proses reduksi nitrat menjadi nitrit maupun nitrit menjadi ion amonium memerlukan cahaya matahari. Aktivitas enzim nitrat reduktase meningkat dengan adanya cahaya yang bekerja lewat fotosintesis. Maynard (1978) menyatakan bahwa kebutuhan cahaya untuk mengaktifkan nitrat reduktase tercermin pada fluktuasi harian dari konsentrasi nitrat. Peningkatan konsentrasi nitrat berkaitan dengan intensitas cahaya. Pengurangan konsentrasi nitrat terjadi setelah periode pencahayaan penuh. Akumulasi Nitrat pada Sayuran Manusia memperoleh asupan nitrat melalui berbagai cara, sebagian besar secara eksogenetik melalui konsumsi sayuran, dan pada tingkat yang lebih sedikit melalui air dan makanan lainnya (Tabel 1) . Nitrat juga terbentuk secara endogenetik. Dalam kebalikan dari metabolismenya, nitrit sebagian besar berasal dari konversi endogenetik nitrat (EFSA, 2008). Tabel 1. Perkiraan Asupan NO3- dari Berbagai Sumber Bahan Pangan di Dunia (Berdasarkan pada Berat Badan 60 Kg) Wilayah Middle Eastern Far Eastern Afrika Amerika Selatan Eropa Asupan (mg/hari) 40 28 20 55 155 ADI (µg/mg) 200 100 100 250 700 Sayuran 650 450 300 650 900 Kontributor utama (µg/mg) Air Serealia 200 100 300 150 400 150 150 50 50 <50 Buah 50 100 100 100 50 Sumber : (Santamaria, 2006) Sejumlah sayuran mengakumulasi nitrat pada level yang tinggi. Derajat akumulasi utamanya berkaitan dengan jenis tanaman, bagian tanaman, umur tanaman, dan jumlah nitrat yang terkandung dalam media (Lorenz, 1978). Santamaria et al. (1999) mengurutkan bagian-bagian tanaman berdasarkan kandungan nitratnya sebagai berikut : tangkai daun > daun > batang > akar > inflorescence > tuber > bulb > buah > biji. Dalam penelitiannya, Santamaria (2006) mengklasifikasikan beberapa sayuran berdasarkan pada kadar akumulasi nitrat seperti yang ditampilkan pada Tabel 2. Tabel 2. Klasifikasi Sayuran Berdasarkan pada Kadar NO3- (mg kg-1 Bobot Segar) Sangat Rendah (<200) Artichoke Asparagus Broad bean Brussels sprouts Bawang putih Bawang bombay Kacang hijau Melon Jamur Cabai Kentang Summer squash Ubi jalar Tomat Semangka Rendah (200-500) Brokoli Wortel Kembang kol Timun Labu Sumber : Santamaria (2006). Sedang (500-1000) Kol Dill Radicchio Kol savoy Turnip Tinggi (1000-2500) Seledri Chinese cabbage Endive Escarole Fennel Kohlrabi Daun chicory Leek Parsley Sangat Tinggi (>2500) Seledri Chervil Selada air Lamb‟s lettuce Lettuce Radish Bit merah Rocket Bayam Selada swiss Bahaya Nitrat Bagi Kesehatan - Nitrat (NO3 ) dalam tubuh manusia dikonversi menjadi nitrit (NO2-). Dengan bantuan suatu enzym yang spesifik, nitrit berkonversi menjadi nitrosamine yang dapat memicu kanker. Efek yang lebih berbahaya dari nitrit adalah kemampuannya untuk bereaksi dengan haemoglobin (oxyHb) untuk membentuk methaemoglobin (metHb) dan nitrat berdasarkan pada skema berikut (Santamaria, 2006), NO2- + oxyHb(Fe2+) → metHb(Fe3+) + NO3Efek biologis utama dari nitrit pada manusia adalah pada keterlibatannya dalam oksidasi Hb normal ke metHb yang tidak dapat mentransportasikan oksigen pada jaringan. Penurunan transport oksigen menjadi nyata ketika konsentrasi metHb dalam darah mencapai 10% dari konsentrasi Hb normal. Jika kadarnya melebihi 10% maka disebut sebagai methaemoglobinaemia, yang menyebabkan cyanosis, dan dalam konsentrasi yang tinggi menyebabkan asphyxia. Normalnya, kadar metHb pada manusia adalah kurang dari 2%, sedangkan pada anak-anak berusia di bawah tiga bulan, kurang dari 3% (WHO, 2007). Sampai sekarang, nitrat disebut sebagai komponen pangan berbahaya yang dapat menyebabkan infantile methaemoglobinaemia, karsinogenesis, dan bahkan teratogenesis (Santamaria, 2006). Acceptable Daily Intake (ADI) Nitrat World Health Organization (WHO) telah menentukan Acceptable Daily Intake (ADI) untuk ion nitrate dan nitrit. Dalam kajian terhadap toksisitas nitrat, NOEL (no-observed-effect-level) sebesar 370 mg NO3-/kg bobot segar merupakan nilai yang paling sesuai untuk evaluasi keamanan. Berdasarkan nilai tersebut, ADI untuk ion nitrat (NO3-) ditetapkan sebesar 0-3.7 mg/kg berat badan (Speijers, 1996) dan sebesar 0-0.07 mg/kg berat badan yang terekspresi sebagai ion nitrit berdasarkan pada NOEL sebesar 6.7 mg/kg bobot segar per hari untuk pengaruhnya pada hati dan lambung dalam penelitian terhadap tikus selama 2 tahun (Speijers and van den Brandt, 2003). Toksisitas oral akut untuk nitrat pada manusia adalah sekitar 330 mg/kg berat badan (EFSA, 2008). European Commission’s Scientific Committee for Food juga memberikan rekomendasi terkait ADI untuk ion nitrat berdasarkan beragam berat badan manusia seperti yang tertampil pada Tabel 3. Tabel 3. Acceptable Daily Intake (ADI) untuk Ion Nitrat Sebagaimana yang Direkomendasikan oleh European Commission’s Scientific Committee for Food (1995) Berdasarkan Berat Badan Manusia. Berat badan (kg) 30 40 50 60 70 80 Sumber : ADI (mg day–1) 109.5 146.0 182.5 219.0 255.5 292.0 European Commission’s Scientific Committee for Food (1995) dalam Santamaria, et al. (1999) Terdapat dua strategi dasar untuk mengurangi resiko kontak nitrosamine sewaktu meningkatkan konsumsi sayuran, khususnya sayuran berdaun. Yang pertama adalah mengurangi jumlah nitrat dalam menu makanan, dan yang kedua adalah mencegah konversi nitrat menjadi nitrit di dalam tubuh. (Kennedy, 1995). Di sisi lain, vitamin C dan berbagai antioksidan yang terkandung pada sayur-sayuran dapat menghambat pembentukan nitrosamino (EFSA, 2008). Vitamin C, atau asam askorbat sangat efisien dalam mencegah konversi nitrat menjadi nitrit pada jaringan tanaman di dalam tubuh manusia. Hijauan yang sangat kaya akan vitamin C, seperti kale, memiliki vitamin C yang cukup untuk melindungi kita sepenuhnya terhadap nitrat yang dikandungnya (Kennedy, 1995). BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan Oktober 2009 hingga Maret 2010 di tiga lokasi di Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor. Pengamatan lapang dilakukan Arboretum Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor (Arboretum Fahutan) sebagai lokasi pertama dan Hutan Penelitian Dramaga, milik Pusat Penelitian dan Konservasi Hutan sebagai lokasi kedua (CIFOR 1) dan lokasi ketiga (CIFOR 2). Pengamatan laboratorium dilakukan di Laboratorium Pasca Panen dan Laboratorium Ekofisiologi Tanaman Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian IPB. Bahan dan Alat Bahan tanaman yang digunakan pada penelitian ini ialah tanaman dewasa dan bibit tanaman Pleocnemia irregularis (C. Presl) Holttum yang tumbuh alami di ketiga lokasi, daun muda yang menggulung (fiddlehead) P. irregularis untuk analisis kandungan nitrat, serta daun fertil untuk pengamatan karakter spora. Bahan pendukung lain yang juga digunakan adalah aquades. Peralatan yang digunakan antara lain penggaris, meteran gulung, Color Chart, Horibameter C-141, camera digital, jangka sorong, alat ekstraksi, pipet tetes, tissue, label, amplop kertas coklat, cutter, gunting, pinset, ajir bambu, tali plastik, timbangan analitik, oven, mikroskop stereo, dan kaca preparat. Metode Percobaan Pelabelan Tanaman Contoh Pemilihan tanaman contoh dilakukan secara acak dan selektif terhadap 10 bibit tanaman dan 10 tanaman dewasa P. Irregularis yang tumbuh alami di masing-masing lokasi. Bibit P. irregularis yang dipilih adalah bibit dengan tinggi antara 15-30 cm, sedangkan pemilihan tanaman dewasa P. Irregularis dilakukan dengan memilih tanaman yang berukuran relatif homogen secara visual di masing-masing lokasi. Metode ini dilakukan karena jumlah tanaman yang ada di lokasi sangat terbatas dan beragam, maka contoh tanaman diambil dari individuindividu yang kebetulan dijumpai di lapang. Alasan lain digunakannya metode ini adalah karena tanaman P. irregularis merupakan tanaman yang tumbuh alami di masing-masing lokasi dan tidak diketahui umurnya. Metode seperti ini pernah dilakukan oleh Putrasamedja (2005). Pelabelan dilakukan dengan memasang papan label untuk tanaman dewasa dan bibit, serta dilakukan pemagaran di sekeliling tanaman dewasa menggunakan ajir bambu dan tali plastik seperti yang ditampilkan pada Gambar 4. a b Gambar 4. Pelabelan Bibit (a) dan Tanaman Dewasa P. Irregularis (b) di Lokasi Pengamatan. Pengamatan Bibit Pleocnemia irregularis Pertumbuhan Bibit Pengamatan terhadap pertumbuhan bibit P. irregularis di masing-masing lokasi dilakukan satu minggu sekali selama 7 minggu, ditambah pengamatan pada minggu ke- 13. Pengamatan dimulai sejak minggu ke-1 setelah pelabelan (MSP). Variabel kuantitatif pertumbuhan yang diamati antara lain sebagai berikut : 1. Tinggi tanaman (cm) Tinggi tanaman diukur dari permukaan tanah sampai ujung daun tertinggi yang ditegakkan. 2. Panjang daun (cm) Panjang daun diukur dari pusat tanaman sampai ujung helai daun pada seluruh daun dewasa yang telah membuka sempurna. 3. Lebar daun (cm) Lebar daun diukur membujur pada bagian daun terlebar, dalam hal ini pinnae terbawah. Lebar daun diukur pada seluruh daun dewasa yang telah membuka sempurna. 4. Panjang stipe (cm) Panjang stipe diukur dari pusat tanaman sampai batas pangkal helai daun pada seluruh daun dewasa yang telah membuka sempurna. 5. Jumlah daun Jumlah daun yang dihitung ialah daun dewasa yang telah membuka sempurna, utuh, dan tidak layu/rusak. 6. Laju pertumbuhan mingguan Laju pertumbuhan diperoleh dari selisih nilai karakter kuantitatif pengamatan mingguan. Tanaman Dewasa Pleocnemia irregularis Karakter Morfologi Karakterisasi dilakukan terhadap karakter morfologi P. irregularis dewasa berdasarkan tuntunan bundel deskriptor P. irregularis (Lampiran 2) yang disusun mengacu pada buku Penuntun Praktikum Taksonomi Tumbuhan Berpembuluh (2007) dan disesuaikan dengan deskripsi tumbuhan pakis oleh Hoshizaki and Moran (2001). Variabel yang diamati meliputi karakter kuantitatif dan kualitatif. Karakter kualitatif yang diamati meliputi tipe akar-batang, tipe daun (frond dan blade), tipe stipe, dan tipe spora. Sedangkan karakter kuantitatif yang diamati terdiri dari panjang daun (frond), lebar daun (frond), panjang stipe, diameter stipe, jumlah pinna per frond, panjang rachis, jumlah frond per tanaman, diameter akarbatang, tinggi akar-batang, panjang akar, bobot basah (BB), bobot kering (BK), dan kadar air (KA). Bobot basah tanaman diperoleh dengan cara memanen tanaman contoh P. irregularis di masing-masing lokasi di akhir pengamatan lalu ditimbang bobot basahnya. Bobot kering tanaman diperoleh dengan cara mengeringkan tanaman contoh menggunakan oven selama 3x24 jam dengan temperatur 105o C. Pengovenan dilakukan secara terpisah untuk setiap bagian tanaman, terdiri dari bagian akar dan batang; stipe; dan blade. Kadar air adalah selisih antara bobot basah dan bobot kering tanaman yang dihitung menggunakan rumus sebagai berikut, KA (%) = x 100 % Siklus panen Pengamatan siklus panen dilakukan terhadap tanaman dewasa P. Irregularis yang telah ditandai di masing-masing lokasi. Pengamatan dilakukan setiap minggu sampai siklus panen ke-3. Siklus panen pertama dihitung sejak minggu ke-0 pelabelan (MSP) sampai tanaman tersebut memiliki fiddlehead atau bagian daun muda yang memenuhi kriteria panen dan layak untuk dikonsumsi. Kriteria panen dari daun muda atau fiddlehead merupakan kriteria visual berupa tinggi dan besar fiddlehead atau daun muda yang bersumber dari kriteria P. irregularis yang dijual di pasaran. Kriteria ini berbeda-beda untuk masing-masing lokasi, bergantung pada ukuran tanaman. Melalui pengamatan siklus panen ini juga diperoleh data kriteria fiddlehead atau daun muda siap panen dan layak konsumsi. Karakter Agronomi Fiddlehead Panen Karakter agronomi fiddlehead layak panen yang diamati meliputi karakter tinggi dan bobot basah. Tinggi fiddlehead yang layak panen diukur dari pusat tanaman tempat keluarnya fiddlehead sampai ujung fiddlehead. Bobot basah fiddlehead panen diperoleh dengan melakukan penimbangan terhadap bobot segar fiddlehead yang dipanen dengan menggunakan timbangan analitik. Persentase Edible Part Persentase bagian tanaman yang dapat dikonsumsi (% edible part) diperoleh dengan membandingkan antara bobot basah (BB) bagian yang dapat dikonsumsi dengan bobot basah brangkasan tanaman. Perhitungan yang digunakan ialah sebagai berikut : % edible part x 100 % Analisis Kandungan Nitrat (Karakter Fisiologis) Analisis terhadap kandungan nitrat dilakukan pada bagian jaringan daun muda atau fiddlehead dari tanaman P. Irregularis yang biasa dipanen dan dikonsumsi. Analisis kandungan nitrat dilakukan dengan mengambil ekstrak bagian daun muda (fiddlehead) kemudian ekstrak diuji dengan menggunakan Horibameter C-141. Analisis dilakukan sebanyak empat kali dengan jumlah sampel uji yang berbeda-beda pada tiap pengujian, bergantung pada ketersediaan bahan di lapang. Gambar metode analisis kandungan nitrat dilampirkan pada Lampiran 17. Potensi Reproduksi Generatif Dilakukan pengamatan mikroskopik terhadap jumlah sporangium pada daun-daun fertil tanaman P. Irregularis di lokasi Arboretum Fahutan dan CIFOR 1, sedangkan lokasi CIFOR 2 tidak diamati karena belum masuk ke fase generatif. Pengamatan dilakukan pada tiga helai pinna yang berada pada bagian tengah frond. Pinna-pinna ini dipilih karena ukurannya yang relatif seragam dan memiliki sorus yang tersebar memenuhi seluruh bagian pinna sehingga cukup representatif. Hasil pengamatan kemudian dikonversi sehingga diperoleh potensi reproduktif generatif tanaman di masing-masing lokasi uji berdasarkan perhitungan berikut, ∑ SPR/tan = ∑ SPR/PN x ∑ PN/frond x ∑ FRF/tan Keterangan : ∑ SPR/tan : jumlah sporangium per tanaman ∑ SPR/PN : jumlah sporangium per pinna ∑ PN/frond : jumlah pinna per frond ∑ FRF/tan : jumlah frond fertil per tanaman (sporofil) Kerapatan Relatif (KR) Banyaknya tanaman P. irregularis di masing-masing lokasi dihitung dengan peubah kerapatan dan kerapatan relatif. Kerapatan (K) ialah banyaknya individu per satuan luas dan kerapatan relatif (KR) ialah persentase jumlah individu dari suatu jenis di suatu lokasi (Soerianegara dan Indrawan, 2005). Nilai K dan KR diperoleh menggunakan rumus sebagai berikut : K = KR = x 100 % Pemeliharaan Tidak dilakukan pemeliharaan khusus terhadap seluruh tanaman sampel di masing-masing lokasi. Hal ini bertujuan agar dapat mengamati karakter asli dari masing-masing tanaman yang tumbuh di habitat alaminya. Analisis Data Penelitian merupakan penelitian eksploratif yang terdiri dari kegiatan pengamatan mingguan dan karakterisasi. Percobaan dilakukan menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) satu faktor dengan lokasi sebagai faktor uji dan terdiri dari 10 ulangan untuk masing-masing lokasi. Percobaan ini menggunakan model matematis sebagai berikut, Yij = μ + αi + βj + εij dimana, Yij = nilai pengamatan ke-ij μ = nilai tengah populasi αi = pengaruh aksesi ke-i βj = pengaruh kelompok ke-j εij = pengaruh galat ke-ij Informasi yang diperoleh dari kegiatan pengamatan mingguan dan karakterisasi disusun sebagai data kuantitatif dan data kualitatif. Data kualitatif hasil pengamatan karakter morfologi dianalisis sederhana dengan membandingkan karakter morfologi P. irregularis di masing-masing lokasi. Data kuantitatif hasil pengamatan yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan analisis ragam (Uji F), dilanjutkan Uji Jarak Berganda Duncan (DMRT) jika terdapat perbedaan yang nyata pada taraf 5%. Data diolah dibawah program SAS 9.1.3. HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Lokasi pengamatan berjumlah tiga lokasi, yaitu Arboretum Fahutan; CIFOR 1; dan CIFOR 2. Arboretum Fahutan merupakan hutan buatan dengan jenis tegakan campuran, sedangkan kedua lokasi lainnya memiliki jenis tegakan utama Pinus merkusii Jungh.et.de.Vr. (CIFOR 1) dan Hymenaea courbaril L. (CIFOR 2). Luas masing-masing petak pengamatan sekitar 0.1 Ha. Jenis tanaman pakis yang menjadi bahan pengamatan adalah Pleocnemia irregularis (C. Presl) Holttum, seperti yang diterangkan pada dokumen hasil identifikasi tanaman oleh Pusat Konservasi Tanaman Kebun Raya Bogor, LIPI (Lampiran 1). Tipe curah hujan di Darmaga termasuk tipe A (Klasifikasi Schmidt dan Ferguson). Curah hujan rata-rata tahunan sebesar 3.552 mm dengan kelembaban nisbi rata-rata per tahun di atas 80% dan suhu rata-rata sepanjang tahun sebesar 25 o C (Pratiwi, 2010). Kondisi ketiga lokasi pengamatan ditunjukkan pada Gambar 5. b a c Gambar 5. Kondisi Umum Lokasi Pengamatan di Arboretum Fahutan (a); CIFOR 1 (b); dan CIFOR 2 (c). Data statistik Badan Pemerintahan Daerah Kabupaten Bogor menyatakan tanah di areal Kampus IPB Darmaga termasuk jenis latosol yang memiliki kedalaman efektif lebih dari 90 cm dengan tekstur sedang. Lahan penelitian berada pada ketinggian 223 m dpl dengan lahan yang datar (Pratiwi, 2010). Kondisi tanah tergolong sangat masam dengan kandungan C dan N organik yang rendah (berdasarkan tabel kriteria penilaian sifat kimia tanah pada Lampiran 5). Hasil analisis tanah di lokasi percobaan ditampilkan pada Tabel 4. Tabel 4. Kondisi Tanah di Lokasi Hutan Penelitian Dramaga CIFOR 1 dan CIFOR 2 Parameter Satuan pH (H20) C Organik N Organik Ca Mg K Na CEC g/kg g/kg cmol(+)/kg cmol(+)/kg cmol(+)/kg cmol(+)/kg cmol(+)/kg Kedalaman 0-10 cm Nilai Kriteria 4.2 sangat masam 14.20 rendah 1.10 rendah 0.94 sangat rendah 0.25 sangat rendah 0.06 sangat rendah 0.04 sangat rendah 21.58 sedang Kedalaman 10-20 cm Nilai Kriteria 4.3 sangat masam 10.10 rendah 1.00 rendah 1.08 sangat rendah 0.38 sangat rendah 0.07 sangat rendah 0.06 sangat rendah 20.23 sedang Sumber : Laporan Pemantauan Hujan Asam di Indonesia. PUSARPEDAL-KLH. 2007 Karakter Pertumbuhan Bibit Tanaman P. irregularis di Ketiga Lokasi. Laju Pertumbuhan Tabel 5. Rata-rata Laju Pertumbuhan Bibit Tanaman P. irregularis di Ketiga Lokasi pada 1-7 Minggu. Karakter Satuan Tinggi tanaman Panjang frond Panjang stipe Lebar daun Jumlah daun cm minggu-1 cm minggu-1 cm minggu-1 cm minggu-1 helai minggu-1 Keterangan : tn Laju Pertumbuhan Arboretum CIFOR 1 CIFOR 2 Fahutan 0.36 0.33 0.16 0.30 0.52 0.27 0.03 0.23 0.15 0.15 0.16 0.06 0.29 0.20 0.13 tidak berbeda nyata berdasarkan uji F pada taraf 5% Uji F tn tn tn tn tn Laju pertumbuhan mingguan untuk karakter-karakter agronomis bibit P. irregularis di ketiga lokasi ditampilkan pada Tabel 5. Laju pertumbuhan P. irregularis pada stadia bibit relatif rendah. Berdasarkan hasil uji F, pengamatan selama 7 minggu menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang nyata dari laju pertumbuhan bibit P. irregularis di ketiga lokasi. Tinggi Tanaman Pengamatan terhadap karakter tinggi tanaman bibit P. irregularis selama 7 minggu ditambah pengamatan minggu ke-13 ditampilkan pada Tabel 6. Tinggi bibit P. irregularis di ketiga lokasi bertambah dengan laju 0.36 cm minggu-1 (Arboretum Fahutan), 0.33 cm minggu-1 (CIFOR 1), dan 0.16 cm minggu-1 (CIFOR 2) (Tabel 5). Tabel 6. Rata-rata Tinggi Bibit (cm) P. irregularis di Ketiga Lokasi. Pengamatan Minggu Ke- Lokasi 1 2 3 4 5 6 7 13 Arboretum Fahutan 24.28 24.24 25.57 25.46 25.28ab 25.65ab 26.41ab 28.80a CIFOR 1 27.24 26.27 26.50 27.35 27.76a 29.12a 29.22a 31.72a CIFOR 2 20.63 21.08 21.58 20.15 21.43b 21.74b 21.57b 21.77b tn tn tn tn * * * ** Uji F Keterangan : tn tidak nyata, * nyata pada taraf 5%, ** sangat nyata pada taraf 1%. Angka yang diikuti huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata berdasarkan uji jarak berganda Duncan pada taraf 5%. Hasil uji F terhadap karakter tinggi tanaman untuk bibit P. irregularis menunjukkan tidak terdapat perbedaan tinggi tanaman antara ketiga lokasi sampai minggu ke-4. Hasil uji jarak berganda Duncan menunjukkan terdapat perbedaan yang nyata antara tinggi bibit P. irregularis di lokasi CIFOR 1 dengan CIFOR 2 pada minggu ke-5 sampai minggu ke-7. Pada minggu ke-13, perbedaan yang sangat nyata terlihat pada tinggi bibit P. irregularis di lokasi CIFOR 2, bibit di CIFOR 2 memiliki tinggi bibit terendah di antara lokasi lainnya. Bibit tanaman P. irregularis di lokasi Arboretum Fahutan tidak berbeda dengan kedua lokasi lainnya sepanjang masa pengamatan kecuali pada minggu ke-13. Hasil rekapitulasi uji F terhadap karakter tinggi bibit P. irregularis di ketiga lokasi dilampirkan pada Lampiran 6. Panjang Daun Pengamatan terhadap karakter panjang daun bibit P. irregularis selama 7 minggu ditambah pengamatan minggu ke-13 ditampilkan pada Tabel 7. Panjang daun bibit P. irregularis di ketiga lokasi bertambah dengan laju 0.30 cm minggu-1 (Arboretum Fahutan), 0.52 cm minggu-1 (CIFOR 1), dan 0.27 cm minggu-1 (CIFOR 2) (Tabel 5). Tabel 7. Rata-rata Panjang Daun (cm) P. irregularis di Ketiga Lokasi. Pengamatan Minggu Ke- Lokasi 1 2 3 4 5 6 7 13 Arboretum Fahutan 20.68 20.85 20.77 21.45 21.39 22.07ab 22.28 21.93b CIFOR 1 20.95 21.77 22.43 22.26 22.11 23.91a 24.08 26.86a CIFOR 2 17.26 17.84 18.37 17.35 18.86 17.89b 18.89 19.17b tn tn tn tn tn * tn ** Uji F Keterangan : tn tidak nyata, * nyata pada taraf 5%, ** sangat nyata pada taraf 1%. Angka yang diikuti huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata berdasarkan uji jarak berganda Duncan pada taraf 5%. Hasil uji F terhadap karakter panjang daun untuk bibit P. irregularis antara lokasi menunjukkan tidak terdapat perbedaan panjang daun selama masa pengamatan, kecuali pada minggu ke-6 dan minggu ke-13. Hasil uji jarak berganda Duncan menunjukkan terdapat perbedaan panjang daun P. irregularis antara lokasi CIFOR 1 dan CIFOR 2 pada minggu ke-6, sedangkan pada minggu ke-13, perbedaan yang sangat nyata terlihat pada lokasi CIFOR 1. Bibit P. irregularis di CIFOR 1 memiliki panjang daun terpanjang di antara kedua lokasi lainnya. Hasil rekapitulasi uji F terhadap karakter panjang daun P. irregularis di ketiga lokasi dilampirkan pada Lampiran 6. Panjang Stipe Pengamatan terhadap karakter panjang stipe bibit P. irregularis selama 7 minggu ditambah pengamatan minggu ke-13 ditampilkan pada Tabel 8. Panjang stipe bibit P. irregularis di ketiga lokasi bertambah dengan laju 0.03 cm minggu-1 (Arboretum Fahutan), 0.23 cm minggu-1 (CIFOR 1), dan 0.15 cm minggu-1 (CIFOR 2) (Tabel 5). Tabel 8. Rata-rata Panjang Stipe (cm) P. irregularis di Ketiga Lokasi. Pengamatan Minggu Ke- Lokasi 1 2 3 4 5 6 7 13 Arboretum Fahutan 12.49 13.14 13.48 15.13 12.32 12.72 12.67 12.57 CIFOR 1 10.43 10.52 10.88 10.44 11.39 11.75 11.78 12.38 CIFOR 2 9.15 9.55 9.76 9.58 9.99 9.80 10.04 9.89 tn tn tn tn tn tn tn tn Uji F Keterangan : tn tidak berbeda nyata berdasarkan uji F pada taraf 5% Rata-rata panjang stipe pada awal pengamatan hingga akhir tidak memiliki perubahan yang signifikan. Hal ini pun didukung oleh hasil uji F terhadap karakter panjang stipe bibit P. irregularis antar lokasi di Arboretum Fahutan, CIFOR 1, dan CIFOR 2 menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang nyata sepanjang masa pengamatan. Hasil rekapitulasi uji F terhadap karakter panjang stipe P. irregularis di ketiga lokasi dilampirkan pada Lampiran 6. Lebar Daun Pengamatan terhadap karakter lebar daun bibit P. irregularis selama 7 minggu ditambah pengamatan minggu ke-13 ditampilkan pada Tabel 9. Lebar daun bibit P. irregularis di ketiga lokasi bertambah dengan laju 0.15 cm minggu-1 (Arboretum Fahutan), 0.16 cm minggu-1 (CIFOR 1), dan 0.06 cm minggu-1 (CIFOR 2) (Tabel 5). Tabel 9. Rata-rata Lebar Daun (cm) P. irregularis di Ketiga Lokasi. Pengamatan Minggu Ke- Lokasi 1 2 3 8.97b 9.44 9.93 9.46b 9.80b 9.98b 9.87b 11.04b CIFOR 1 11.47a 11.64 11.82 11.84a 12.09a 12.78a 12.39a 13.36a CIFOR 2 8.65b 8.61 8.64 8.82b 8.97b 8.30b 8.99b 9.30b tn tn ** ** Arboretum Fahutan Uji F * 4 * 5 6 7 * 13 ** Keterangan : tn tidak nyata, * nyata pada taraf 5%, ** sangat nyata pada taraf 1%. Angka yang diikuti huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata berdasarkan uji jarak berganda Duncan pada taraf 5%. Hasil uji jarak berganda Duncan terhadap karakter lebar daun untuk bibit P. irregularis antar lokasi menunjukkan perbedaan yang nyata kecuali pada minggu ke-2 dan ke-3. Perbedaan yang sangat nyata terlihat pada minggu ke- 5, 6, dan 13 pada lokasi CIFOR 1. Lebar daun bibit P. irregularis di lokasi CIFOR 1 tertinggi di antara lokasi uji lainnya sepanjang masa pengamatan, sedangkan lebar daun bibit P. irregularis di lokasi Arboretum Fahutan dan CIFOR 2 tidak berbeda. Hasil rekapitulasi uji F terhadap karakter lebar daun P. irregularis di ketiga lokasi dilampirkan pada Lampiran 6. Jumlah Daun Jumlah daun bibit P. irregularis di ketiga lokasi bertambah dengan laju 0.29 cm minggu-1 (Arboretum Fahutan), 0.20 cm minggu-1 (CIFOR 1), dan 0.13 cm minggu-1 (CIFOR 2) (Tabel 5). Hasil uji F terhadap karakter jumlah daun untuk bibit P. irregularis antara ketiga lokasi tidak menunjukkan hasil yang berbeda sepanjang masa pengamatan (Tabel 10). Hasil rekapitulasi uji F terhadap karakter jumlah daun P. irregularis di ketiga lokasi dilampirkan pada Lampiran 6. Tabel 10. Rata-rata Jumlah Daun Bibit P. irregularis di Ketiga Lokasi. Pengamatan Minggu Ke- Lokasi 1 2 3 4 5 6 7 13 Arboretum Fahutan 3.8 3.9 4.2 4.4 4.7 5.1 5.6 5.7 CIFOR 1 4.4 4.5 4.5 5.0 5.4 5.6 5.6 4.9 CIFOR 2 3.3 3.5 4.5 3.6 3.8 4.2 4.1 4.1 Uji F tn tn tn tn tn tn tn tn Keterangan : tn tidak berbeda nyata berdasarkan uji F pada taraf 5% Karakter Kuantitatif Morfologi Tanaman Dewasa Pleocnemia irregularis di Ketiga Lokasi. Akar-Batang Hasil karakterisasi terhadap akar-batang tanaman dewasa P. irregularis di lokasi Arboretum Fahutan, CIFOR 1, dan CIFOR 2 dan hasil uji jarak berganda Duncan antar pasangan lokasi ditampilkan pada Tabel 11. Berdasarkan hasil uji jarak berganda Duncan, terdapat perbedaan yang sangat nyata antar lokasi untuk karakter tinggi akar-batang dan diameter akar-batang. Akar-batang P. irregularis di CIFOR 2 memiliki diameter terkecil di antara keseluruhan lokasi, sedangkan antara kedua lokasi lainnya tidak berbeda. Arboretum Fahutan memiliki nilai ratarata tertinggi untuk karakter tinggi akar-batang antara lokasi yang diuji, sedangkan di lokasi CIFOR 1 dan CIFOR 2 tidak terdapat perbedaan yang nyata. Tidak ditemukan perbedaan yang nyata di antara ketiga lokasi untuk karakter panjang akar. Rekapitulasi hasil uji F terhadap karakter akar-batang tanaman dewasa Pleocnemia irregularis di ketiga lokasi ditampilkan pada Lampiran 7. Frond (Blade dan Stipe) Hasil karakterisasi terhadap frond (daun) tanaman dewasa P. irregularis di lokasi Arboretum Fahutan, CIFOR 1, dan CIFOR 2 dan hasil uji jarak berganda Duncan terhadap variabel-variabel kuantitatif karakter daun P. irregularis antara ketiga lokasi ditampilkan pada Tabel 11. Berdasarkan karakter panjang blade, lebar frond, diameter stipe, jumlah pinna, dan jumlah frond per tanaman, hasil uji jarak berganda Duncan menunjukkan terdapat perbedaan yang sangat nyata terhadap ukuran frond antara P. irregularis di ketiga lokasi. CIFOR 2 memiliki nilai rata-rata terendah untuk keseluruhan karakter uji, sedangkan P. irregularis di lokasi Arboretum Fahutan dan CIFOR 2 tidak memiliki perbedaan yang nyata. Hasil uji jarak berganda Duncan terhadap karakter panjang stipe dan panjang rachis menunjukkan perbedaan yang sangat nyata antar lokasi. Pleocnemia irregularis di lokasi CIFOR 1 memiliki nilai rata-rata tertinggi untuk kedua karakter tersebut, sedangkan nilai terendah dimiliki oleh P. irregularis di lokasi CIFOR 2. Rekapitulasi hasil uji F terhadap karakter frond tanaman dewasa Pleocnemia irregularis di ketiga lokasi ditampilkan pada Lampiran 7. Tabel 11. Karakter Kuantitatif Morfologi Pleocnemia irregularis di Ketiga Lokasi. Karakter Panjang Akar (cm) Tinggi Akar-Batang (cm) Diameter Akar-Batang (mm) Diameter Stipe (mm) Panjang Stipe (cm) Panjang Rachis (cm) Panjang Blade (cm) Lebar Fornd(cm) Jumlah Pinna /Frond Jumlah Frond /Tanaman Jumlah Sporofil Bobot Basah Total (g) Bobot Kering Total (g) Kadar Air Total (%) Bobot Basah/Bobot Kering Rasio Tajuk-Akar Arboretum Fahutan Rataan Kisaran 37.58 24.50-50.60 14.97a 9.00-24.00 4.400a 3.095-5.455 0.596a 0.502-0.705 32.31b 22.00-44.60 7.65b 6.00-8.70 64.11a 50.60-81.30 35.74a 22.10-46.30 16.60a 13.00-21.00 6.33a 4.00-8.00 0.75 0.00-2.00 304.65a 118.81-481.21 94.06a 31.68-145.30 69.10 60.79-73.69 3.29b 2.55-3.80 0.42b 0.15-0.91 CIFOR 1 Rataan Kisaran 38.69 19.30-67.70 11.72b 8.00-17.00 3.912a 2.445-4.785 0.572a 0.335-0.725 45.40a 39.00-61.00 9.20a 7.50-13.20 70.37a 45.00-85.80 36.47a 29.30-47.50 16.11a 7.00-25.00 7.00a 5.00-10.00 0.75 0.00-2.00 284.47a 79.51-418.60 62.86b 41.15-85.11 73.42 48.25-86.68 4. 47a 1.93-7.51 1.47a 0.45-2.20 CIFOR 2 Rataan Kisaran 36.98 25.00-60.30 10.44b 8.00-14.50 3.111b 2.015-3.605 0.388b 0.325- 0.465 24.99c 17.00-37.00 5.91c 4.50-7.20 47.70b 30.00-57.50 28.76b 25.60-33.90 12.00b 11.00-15.00 4.78b 3.00-7.00 118.56b 80.45-164.05 40.35c 31.55-48.44 65.29 58.72-70.97 2.92b 2.42-3.44 0.53b 0.43-0.68 Rataan Total Uji F tn ** ** ** ** ** ** ** * ** 38.14 12.22 3.81 0.52 34.65 7.62 60.81 33.74 14.50 5.96 - ** ** tn ** ** 235.89 65.76 69.27 3.56 0.81 Keterangan : Nilai yang dicetak tebal pada baris yang sama merupakan nilai terendah dan tertinggi yang ditemui di antara keseluruhan tanaman contoh. tn tidak nyata, * nyata pada taraf 5%, ** sangat nyata pada taraf 1% pada uji F. A ngka yang diikuti huruf yang sama pada baris yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan uji jarak berganda Duncan pada taraf 5%. Bobot Basah Total, Bobot Kering Total, dan Kadar Air Total Hasil karakterisasi dan uji jarak berganda Duncan terhadap karakter bobot basah total, bobot kering total, kadar air total, bobot basah per bobot kering, dan rasio tajuk-akar tanaman dewasa P. irregularis antar pasangan lokasi ditampilkan pada Tabel 11. Berdasarkan hasil uji jarak berganda Duncan, ditemukan perbedaan yang sangat nyata untuk seluruh karakter, kecuali karakter kadar air total yang memiliki nilai rata-rata yang tidak berbeda antar ketiga lokasi uji. CIFOR 2 memiliki nilai terendah untuk karakter bobot basah total, sedangkan antar kedua lokasi lainnya tidak berbeda. Perbedaan yang sangat nyata antara ketiga lokasi uji terlihat pada karakter bobot kering total tanaman. Nilai tertinggi dimiliki oleh Arboretum Fahutan, sedangkan nilai rata-rata terendah dimiliki oleh CIFOR 2. Bobot basah per bobot kering serta rasio tajuk-akar P. irregularis di lokasi CIFOR 1 merupakan yang tertinggi di antara ketiga lokasi uji, sedangkan kedua lokasi lainnya tidak memiliki perbedaan yang nyata. Rekapitulasi hasil uji F terhadap karakter-karakter tersebut ditampilkan pada Lampiran 7. Karakter Kualitatif Pleoicnemia irregularis merupakan jenis tumbuhan paku sejati yang Tumbuh di tanah (terrestrial). Berdasarkan bentuknya, P. irregularis masuk pada kategori tumbuhan tidak berkayu atau terna (herbaceous). Sedangkan berdasarkan umurnya, digolongkan sebagai tanaman tahunan (perennial). Keragaan tanaman dewasa P. irregularis ditampilkan pada Gambar 6a. Rekapitulasi karakter kualitatif morfologi P. irregularis di ketiga lokasi pengamatan ditampilkan pada Tabel 12. Fitografi Batang dan Akar Bentuk batang yang ditemukan pada P. irregularis yang tumbuh alami di Arboretum Fahutan, CIFOR 1, dan CIFOR 2 ialah tegak (erect). Bagian atas batang padat ditutupi oleh petiole (stipe) dan sisik (scale) yang tipis berwarna cokelat kemerahan, sedangkan bagian bawah dipenuhi oleh akar serabut berwarna cokelat kehitaman. Bagian ujung batang memproduksi fiddlehead yang akan tumbuh menjadi daun, sedangkan ke arah bawah memproduksi akar. Karena fungsinya yang penting inilah bagian ujungnya ditutupi dengan padat oleh sisik. a b c d Gambar 6. Keragaan P. irregularis (a); Bentuk Akar-Batang P. irregularis (b); Ilustrasi Susunan Stipe pada Batang (c); Bentuk Stipe P. irregularis (d). Stipe tersusun berseling pada batang. Batang akan semakin tinggi seiring dengan pertambahan stipe, seperti diilustrasikan pada Gambar 6c. Makin tinggi batang menunjukkan makin tua umur dari tumbuhan pakis tersebut. Tinggi dan besar batang P. irregularis di ketiga lokasi yang beragam menunjukkan bahwa umur tumbuhan pakis di ketiga lokasi tersebut tidaklah sama. Akar P. irregularis yang ditemukan di ketiga lokasi tumbuh dari batang. Akarnya halus, berserabut dan memiliki percabangan tertier yang padat. Warnanya cokelat gelap dan akar-akarnya yang besar ditutupi oleh bulu-bulu halus kemerahan. Akarnya tumbuh dekat dengan permukaan tanah. Fitografi Stipe Stipe tumbuh tegak berseling pada batang. Bentuknya persegi dan berwarna gelap pada bagian dasar. Secara umum, warna stipe yang ditemukan pada keseluruhan sampel di ketiga lokasi adalah hijau, namun juga ditemukan variasi terutama pada bagian dasar stipe yang umumnya berwarna cokelat gelap bahkan cokelat kemerahan. Variasi ini ditemui pada 1 tanaman sampel di lokasi Arboretum Fahutan, 5 tanaman di lokasi CIFOR 1, dan 1 tanaman di CIFOR 2. Pada masa hidup, warna stipe hijau dan akan berubah pucat jika mengering. Variasi warna ini diduga dipengaruhi oleh umur tanaman. Pada bagian dasar, stipe padat dipenuhi oleh sisik tipis yang berwarna cokelat kemerahan. Fitografi Daun Keseluruhan daun pakis disebut frond, terdiri atas stipe (tangkai daun) dan blade (helai daun). Daunnya (blade) tersusun atas sejumlah anak daun (pinna) yang terletak berhadapan pada tangkai daunnya. Makin ke ujung, ukuran pinna makin mengecil dan pangkal-pangkalnya menyatu. Ujung daunnya membentuk seperti mata anak panah. Pinna yang paling bawah berukuran sangat besar dan memiliki variasi bentuk membentuk anak pinna atau disebut pinnules. Kehadiran pinnules pada pasangan pinna terbawah ini membuat helai daun berbentuk seperti sayap kupukupu. Bentuk daun seperti ini disebut bipinnatifid. Ditemukan dua variasi bentuk tepi daun P. irregularis di lokasi Arboretum Fahutan, yaitu crenate dan lobed. Jenis tepi daun crenate bergelombang dengan lekukan dangkal, sedangkan jenis tepi daun lobed bergelombang dengan lekukan yang dalam. P. irregularis dengan tepi daun lobed ditemukan lebih banyak jumlahnya (7 tanaman) daripada bentuk crenate (3 tanaman) dari keseluruhan sampel. Sedangkan bentuk tepi daun P. irregularis yang ditemukan di CIFOR 1 dan CIFOR 2 keseluruhannya lobed. Bagian ujung-ujung helai daun (blade maupun pinna) P. irregularis yang ditemukan di ketiga lokasi bentuknya meruncing (acuminate). Sedangkan bagian pangkalnya bentuknya asimetris (oblique), salah satu bagian sisinya lebih pendek dari sisi yang lain. Bentuk-bentuk ujung dan pangkal daun seperti ini ditemui pada semua sampel tanaman (Gambar 7). a b c d e f Gambar 7. Fitografi Bagian Daun P. irregularis di Ketiga Lokasi. Tepi Daun Crenate (a); Lobed di Arboretum Fahutan (b); CIFOR 1 (c); CIFOR 2 (d); Bentuk Ujung Daun Acuminate (e), Bentuk Pangkal Daun Oblique (f). Gambar 8. Karakter Daun P. irregularis di Ketiga Lokasi. Tipe Pertulangan Daun dan Warna Permukaan Daun Bagian Atas (Kiri) dan Bawah (Tengah); Permukaan Daun Gundul Dilihat di Bawah Mikroskop (Kanan). Pleocnemia irregularis yang ditemui di ketiga lokasi memiliki tipe pertulangan daun (venasi) utama yang sederhana dan menjala (areolate) di antara venasinya. Permukaan daun P. irregularis bagian atas berwarna hijau terang, sedangkan permukaan bawahnya berwarna hijau kecoklatan. P. irregularis memiliki permukaan daun yang gundul atau glabrous. Karakter venasi, warna daun, serta permukaan daun seperti ini ditemui pada sampel P. irregularis di ketiga lokasi (Gambar 8). Fitografi Organ Generatif Tanaman pakis bereproduksi secara generatif menggunakan spora. Spora diproduksi dalam kotak spora (sporangium). Kumpulan kotak spora disebut sorus. Pola penyebaran sorus menjadi karakter spesifik bagi beragam jenis pakis. P. irregularis memiliki sorus yang membulat dan terletak pada permukaan bawah daun. Sorus muncul sepanjang urat-urat daun yang halus di antara venasi utama, menyebar tidak teratur, rapat, dan berukuran kecil (Gambar 9). Hanya tanaman sampel P. irregularis di lokasi Arboretum Fahutan dan CIFOR 1 yang memiliki daun fertil (sporofil). Sedangkan tanaman P. irregularis di lokasi CIFOR 2 belum memasuki fase generatif. Keberadaan spora pada daun tanaman P. irregularis yang sudah memasuki fase generatif tidak selalu tersedia sepanjang tahun. Diduga kemunculan spora ini dipengaruhi oleh kondisi iklim. Pengamatan terhadap karakter spora pada P. irregularis di lokasi Arboretum Fahutan dan CIFOR 1 diamati pada akhir bulan Maret dan awal bulan April 2010. Gambar 9. Karakter Penyebaran Sorus pada Daun P. irregularis. Penyebaran Sorus Dilihat dari Permukaan Bawah Daun (Kiri); Letak Sorus pada Venasi Daun Dilihat dari Permukaan Atas Daun (Kanan). Sorus yang berisi spora yang belum matang biasanya berwarna hijau, sedangkan yang sudah matang berwarna cokelat kehitaman (Gambar 10a dan b). Sorus yang sudah menyebarkan sporanya berwarna cokelat terang. Kotak spora P. irregularis yang ditemukan pada sampel di lokasi Arboretum Fahutan dan CIFOR 1 tidak memiliki indusia. Indusia merupakan selaput yang menutupi sorus dan melindungi kotak spora. a b c d e Gambar 10. Karakter Organ Generatif P. irregularis. Sorus dengan Kotak Spora yang Belum Matang (a); Sorus dengan Kotak Spora Matang dan Siap Berpencar (b); Potongan Melintang Daun Bersorus di Bawah Mikroskop (c); Bentuk Kotak Spora dengan Posisi Annulus Vertikal (d); dan Bentuk Spora Monolate (e). Kotak sporanya memiliki annulus dengan posisi vertikal (Gambar 10d). Annulus adalah cincin berwarna gelap yang mengitari kotak spora dan berfungsi seperti pelontar spora yang akan membuat spora berpencar jika cincin annulus pecah (Hoshizaki dan Moran, 2001). Sistem kerja annulus ini, seperti yang diuraikan oleh Sudarnadi dan Zakaria (1984) dipengaruhi oleh kadar air kotak spora. Dengan kasat mata, spora yang matang terlihat seperti debu-debu halus kecoklatan. Di bawah mikroskop, terlihat spora P. irregularis berbentuk seperti kacang-kacangan. Bentuk seperti ini disebut monolate. Sporanya berwarna cokelat. Menurut Hoshizaki dan Moran (2001), spora berwarna selain warna hijau biasanya memiliki viabilitas yang baik selama beberapa tahun, namun memiliki waktu germinasi yang lebih lambat. Tabel 12. Karakter Percabangan Akar Warna Akar Bentuk Stipe Warna Stipe Arah Tumbuh Rambut Sisik Tipe Daun Bentuk Daun Pangkal Daun Ujung Daun Tepi Daun Pertulangan Daun Permukaan Daun Kedudukan pinna Warna Daun Bagian Atas Warna Daun Bagian Bawah Kedudukan sorus indusia posisi anulus bentuk spora Rekapitulasi Karakter Kualitatif Tanaman Pleocnemia irregularis di Ketiga Lokasi. Dewasa Arboretum Fahutan tertier cokelat gelap persegi hijau tua kekuningan erect + bipinnate pinnatifid, pangkal menyatu oblique acuminate lobed, crenate menjala gundul berhadapan CIFOR 1 CIFOR 2 tertier cokelat gelap persegi hijau tua kekuningan erect + bipinnate pinnatifid, pangkal menyatu oblique acuminate lobed menjala gundul berhadapan tertier cokelat gelap persegi hijau tua kekuningan erect + bipinnate pinnatifid, pangkal menyatu oblique acuminate lobed menjala gundul berhadapan hijau hijau hijau hijau kekuningan hijau kekuningan hijau kekuningan membulat vertikal monolate membulat vertikal monolate Keterangan : (-) tidak ada; (+) ada membulat vertikal monolate Analisis Kandungan Nitrat (NO3-) pada Bagian yang Dapat Dikonsumsi (edible part) dari P. irregularis di Ketiga Lokasi. Rata-rata kandungan nitrat dari bagian yang dapat dikonsumsi (edible part) P. irregularis di ketiga lokasi ditampilkan pada Gambar 11. Jumlah sampel yang diuji pada tiap pengujian beragam bergantung pada ketersediaan bahan uji di lapang karena kemunculan fiddlehead (edible part) untuk P. irregularis di masing-masing lokasi tidak serempak. Dilakukan empat kali pengujian dengan Rata-rata NO3- (mg 100-1 g) rentang waktu antar pengujian satu minggu. 60.00 56.81b 51.65ab 50.00 38.08a 40.00 30.00 20.00 10.00 0.00 Arboretum Fahutan CIFOR 1 CIFOR 2 Lokasi Uji Gambar 11. Rata-rata Kandungan Nitrat pada Edible part P. irregularis di Ketiga Lokasi. Angka yang Diikuti Huruf yang Sama Menunjukkan Tidak Berbeda Nyata Berdasarkan Uji Jarak Berganda Duncan pada Taraf 5 %. Berdasarkan hasil uji jarak berganda Duncan antar lokasi yang diamati menunjukkan terdapat perbedaan yang nyata kandungan nitrat pada edible part P. irregularis di ketiga lokasi. Kandungan tertinggi dimiliki oleh edible part di lokasi CIFOR 2, sedangkan yang terendah di lokasi CIFOR 1. Menurut Lorenz (1978), derajat akumulasi nitrat pada sejumlah sayuran utamanya berkaitan dengan jenis tanaman, bagian tanaman, umur tanaman, dan jumlah nitrat yang terkandung dalam media. Tanaman P. irregularis di lokasi CIFOR 2 berada pada fase vegetatif sedangkan di kedua lokasi lainnya sudah memasuki fase generatif. Perbedaan umur/fase tanaman di ketiga lokasi ini diduga mempengaruhi nilai NO3- yang terkandung pada sampel uji. Selain karena faktor dari tanaman tersebut, variasi kandungan nitrat pada edible part P. Irregularis di ketiga lokasi uji juga diduga dipengaruhi oleh kondisi lingkungan. Seperti yang dikemukakan oleh Maynard (1978), komponen lingkungan mempengaruhi penyerapan nitrat oleh tanaman, asimilasi nitrat, atau pertumbuhan tanaman yang dapat mempengaruhi fluktuasi konsentrasi nitrat pada seluruh bagian tanaman. Cahaya merupakan faktor lingkungan yang paling berpengaruh. Hal ini sejalan dengan yang dikemukakan oleh Lorenz (1978), bahwa faktor lain yang mempengaruhi derajat akumulai nitrat pada sayuran ialah panjang hari, genangan, intensitas cahaya dan durasi pencahayaan, serta temperatur (Lorenz, 1978). Kondisi lingkungan (jenis tegakan penaung, kondisi lingkungan, dan intensitas naungan) dari masing-masing lokasi uji dapat dilihat pada Bab Kondisi Umum. Tidak dilakukan pengujian terhadap bagian lain dari P. irregularis di ketiga lokasi. Namun berdasarkan beberapa penelitian yang telah dilakukan terhadap sejumlah sayuran, kadar akumulasi ion nitrat untuk bagian tanaman yang berbeda menunjukkan nilai yang beragam. Hasil penelitian di Italy terhadap 26 jenis sayuran dan buah di pasar selama 15 bulan menunjukkan bahwa sayuran daun mengandung nitrat dalam kadar yang lebih tinggi dibandingkan sayuran dari jenis pucuk, umbi lapis, umbi akar, umbi batang, dan sayuran berbunga (Santamaria et al., 1999). Ditemukan perbedaan yang nyata kandungan nitrat dari daun, batang, dan bagian yang dapat dikonsumi dari chingentsai dan tahtsai antara musim panas dan musim dingin ( Shimada dan Ko, 2004). Penelitian serupa oleh Anjana et al, (2007) juga menunjukkan hasil yang sama. Perbandingan Antara Kandungan Nitrat Edible Part P. Irregularis di Ketiga Lokasi dengan Nilai Batas Acceptable Daily Intake (ADI) untuk Nitrat. Sejak SCF (Scientific Committee on Food ) menentukan nilai ADI (Acceptable Daily Intake ) untuk ion nitrat (NO3-) berdasarkan berat badan manusia, yaitu 3.65 mg/kg berat badan/hari, setara dengan 219 mg/hari untuk manusia dengan berat badan 60 kg (European Commission’s Scientific Committee for Food, 1995 dalam Santamaria, et al., 1999), penting untuk mengetahui nilai ADI untuk beragam berat badan yang berbeda pada manusia. Tabel 13. Acceptable Daily Intake (ADI) untuk Ion Nitrat (NO3-) Seperti yang Direkomendasikan Oleh European Commission’s Scientific Committee For Food Tahun 1995 Berdasarkan pada Berat Badan Manusia. Berat badan (kg) 30 40 50 60 70 80 Sumber : ADI (mg/hari) 109,5 146,0 182,5 219,0 255,5 292,0 European Commission’s Scientific Committee for Food (1995) dalam Santamaria, et al. (1999). Nilai ADI untuk nitrat telah dihitung berdasarkan kisaran berat badan manusia dari 30 sampai 80 kg (Tabel 14). Nilai tersebut, kemudian dibandingkan dengan nilai rata-rata kandungan ion nitrat pada edible part P. irregularis di ketiga lokasi (Gambar 11). Berdasarkan hasil pengujian, jika menggunakan asumsi bahwa konsumi harian fiddlehead P. irregularis adalah 100 g per hari, maka keseluruhan sampel yang diuji dari ketiga lokasi untuk semua pengujian memiliki nilai NO3- di bawah nilai ADI untuk seluruh kategori berat badan manusia. Dengan demikian, P. irregularis di ketiga lokasi uji (Arboretum Fahutan, CIFOR 1, CIFOR 2) dapat dikatakan aman untuk dikonsumsi. Karakter Organ Reproduksi Generatif Pengamatan terhadap organ generatif pada P. irregularis hanya dilakukan pada lokasi Arboretum Fahutan dan CIFOR 1 karena tanaman P. irregularis di lokasi CIFOR 2 belum memasuki fase generatif (belum menghasilkan spora). Data yang tersaji pada Tabel 14 merupakan pendugaan untuk potensi regenerasi P. irregularis di Arboretum Fahutan dan CIFOR 1 dengan menggunakan organ generatif berupa spora. Berdasarkan data tersebut sampel tanaman P. irregularis untuk lokasi Arboretum Fahutan memiliki rata- rata jumlah sporangium atau kotak spora per tanaman yang sebesar 935 055.07, sedangkan CIFOR 1 sebesar 778 334.11. Faktor yang diduga mempengaruhi potensi perbanyakan generatif ini antara lain faktor-faktor lingkungan yang akan mempengaruhi produksi spora dan besarnya persentase keberhasilan germinasi spora. Menurut Hoshizaki dan Moran (2007), tanaman paku yang tumbuh pada kondisi cahaya tinggi frondnya akan lebih banyak memproduksi sori, serta menjadi lebih toleran terhadap perubahan lingkungan. Tabel 14. Nilai Rata-Rata untuk Karakter Generatif Tanaman P. irregularis di Arboretum Fahutan dan CIFOR-1. Lokasi Arboretum Fahutan CIFOR 1 CIFOR 2 Jumlah Sporangium /Sorus Jumlah Sorus/Pinna Jumlah Pinna/Frond Jumlah Sporofil /Tanaman Jumlah Sporangium /Tanaman 64.96 1 156.20 16.60 0.75 935 055.07 71.00 - 907.30 - 16.11 - 0.75 - 778 334.11 - Selain itu juga perlu menjadi catatan bahwa pendugaan tersebut menggunakan asumsi ukuran semua pinna pada frond sama. Ujung helai daun dari frond sejatinya terdiri dari beberapa helai pinna berukuran kecil yang menyatu. Dalam perhitungan ini. diasumsikan keseluruhan bagian ujung daun yang menyatu tersebut sebagai satu pinna. Karakter Panen Pleocnemia irregularis Persentase Bagian Tajuk Rata-rata persentase bagian-bagian tajuk tanaman P. irregularis di ketiga lokasi berdasarkan rata-rata bobot basah masing-masing bagian tanaman ditampilkan dalam diagram lingkaran (Gambar 12). Secara umum, bagian tajuk tanaman P. irregularis di ketiga lokasi didominasi oleh bagian daun, kemudian diikuti oleh stipe, bagian fiddlehead non edible, dan yang paling kecil adalah bagian edible. 10.01 % 14.55 % 6.28 % 29.88 % 49.28 % FA Edible part 11.00 % 3.51 % 19.21 % 30.22 % 56.26 % 64.85 % CIFOR 1 Panen non edible 4.95 % CIFOR 2 Daun Stipe Gambar 12. Persentase Bagian Daun, Stipe, Panen Non Edible, dan Edible Part P. irregularis di Ketiga Lokasi Berdasarkan Bobot Basah Masing-masing Bagian Tajuk. Bobot Basah Panen dan % Edible Part Tabel 15. Rata-rata Bobot Basah Fiddlehead Layak Panen dan Persentase Edible Part P. irregularis di Ketiga Lokasi. Lokasi Arboretum Fahutan CIFOR 1 CIFOR 2 Uji F BB Fiddlehead Panen (g) 18.50a 17.11a 5.95b ** Edible Part (%) 2.93 2.31 2.21 tn Keterangan : angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan uji jarak berganda Duncan pada taraf 5%. Hasil uji jarak berganda Duncan terhadap karakter bobot basah Fiddlehead panen dan persentase edible part fiddlehead P. irregularis layak panen di ketiga lokasi uji ditunjukkan pada Tabel 15. Berdasarkan hasil uji jarak berganda Duncan, terdapat perbedaan yang sangat nyata dari karakter bobot basah fiddlehead layak panen di ketiga lokasi. Bobot basah fiddlehead layak panen di lokasi CIFOR 2 merupakan yang terendah di antara lokasi uji lainnya, sedangkan di lokasi Arboretum Fahutan dan CIFOR 1 tidak berbeda. Persentase edible part P. irregularis di ketiga lokasi cenderung tidak berbeda berdasarkan hasil uji F. Rekapitulasi hasil uji F terhadap karakter bobot basah fiddlehead layak panen dan persentase edible part fiddlehead panen P. irregularis antar ketiga lokasi dilampirkan pada Lampiran 8. Tinggi Fiddlehead Layak Panen Rata-rata tinggi fiddlehead layak panen P. irregularis di ketiga lokasi ditampilkan pada Gambar 13. Hasil uji jarak berganda Duncan terhadap karakter tinggi fiddlehead layak panen antar lokasi uji menunjukkan terdapat perbedaan yang sangat nyata dari tinggi fiddlehead layak panen antar lokasi. CIFOR 2 memiliki fiddlehead P. irregularis terpendek di antara ketiga lokasi yang diuji, sedangkan tinggi fiddlehead P. irregularis Arboretum Fahutan dan CIFOR 1 tidak berbeda. Keragaan fiddlehead layak panen di masing-masing lokasi ditunjukkan pada Gambar 14. Rekapitulasi hasil uji F terhadap karakter tinggi fiddlehead layak panen P. irregularis antar ketiga lokasi dilampirkan pada Lampiran 8. Tinggi Fiddlehead (cm) 80.00 66.95a 70.00 60.00 58.01a 50.00 39.46b 40.00 30.00 20.00 10.00 0.00 Arboretum Fahutan CIFOR 1 CIFOR 2 Lokasi Gambar 13. Rata-Rata Tinggi Fiddlehead Layak Panen Di Ketiga Lokasi. Nilai yang Diikuti Huruf yang Sama Menunjukkan Tidak Berbeda Nyata Berdasarkan uji jarak berganda Duncan pada Taraf 5%. Arboretum Fahutan Gambar 14. CIFOR 1 CIFOR 2 Fiddlehead P. irregularis Layak Panen di Ketiga Lokasi. Siklus Panen P. irregularis Rata-rata siklus panen P. irregularis di masing-masing lokasi untuk tiga kali siklus panen ditampilkan pada Gambar 15. Berdasarkan hasi uji jarak berganda Duncan, lamanya siklus panen antara ketiga lokasi pengamatan pada siklus pertama tidak berbeda. Perbedaan yang sangat nyata terlihat antara lokasi Arboretum Fahutan dengan CIFOR 2 pada siklus ketiga, siklus panen terpendek dimiliki oleh P. irregularis di lokasi Arboretum Fahutan. Rata-rata siklus panen P. irregularis di loksi Arboretum Fahutan adalah sebesar 4.13 minggu, sedangkan siklus panen untuk lokasi CIFOR 1 dan CIFOR 2 berturut-turut adalah 5.37 minggu dan 6.27 minggu. Rekapitulasi hasil uji F terhadap karakter siklus panen P. irregularis di ketiga lokasi ditampilkan pada Lampiran 9. Pleocnemia irregularis dikenal sebagai tumbuhan gulma yang tumbuh di antara tanaman budidaya, khususnya pada tanaman perkebunan. Kemampuan gulma tahunan untuk melakukan regenerasi dari organ vegetatif membuat mereka berkompetisi dengan kuat dan sulit dikendalikan. Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi produksi tanaman tahunan yang berasal dari organ vegetatif (inisiasi tunas), di antaranya adalah umur (fase pertumbuhan) tanaman; kerapatan tanaman; cahaya; dan kandungan nutrisi tanah. Pengaruh kerapatan tanaman tahunan terhadapat karakter reproduksi organ vegetatif bervariasi bergantung pada karakter kompetisi tanaman tersebut. Reproduksi organ vegetatif pada tipe tanaman dengan kompetisi tinggi akan menurun seiring dengan meningkatnya kerapatan tanaman (Aldrich, 1925). Lokasi CIFOR 2 5.30a CIFOR 1 6.60a 4.60a Arboretum Fahutan 5.60a 5.00a 0 3.50b 6.90a 5.90ab 3.90b 5 10 15 20 Minggu Siklus Panen 1 Gambar 15. Siklus Panen 2 Siklus Panen 3 Rata-Rata Siklus Panen P. irregularis di Ketiga Lokasi. Nilai yang Diikuti Huruf yang Berbeda pada Warna Blok yang Sama Menunjukkan Berbeda Nyata Berdasarkan Uji Jarak Berganda Duncan pada Taraf 5%. Tabel 16 menunjukkan Kerapatan Relatif (KR) dari P. irregularis di masing-masing lokasi pengamatan. Berdasarkan tabel tersebut, KR tertinggi dimiliki oleh lokasi CIFOR 2. Hal inilah yang diduga menyebabkan siklus panen P. irregularis di lokasi CIFOR 2 yang juga menggambarkan kecepatan reproduksi organ vegetatifnya, memiliki rentang yang terpanjang di antara lokasi lainnya. Tabel 16. Kerapatan Relatif (KR) P. irregularis di Ketiga Lokasi Pengamatan. Lokasi Arboretum Fahutan CIFOR 1 CIFOR 2 Kerapatan Relatif (%) 6.33 2.66 19.00 KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Hasil penelititan terhadap karakter Pleocnemia irregularis di tiga lokasi di Kecamatan Dramaga menunjukkan laju pertumbuhan bibit P. irregularis di ketiga lokasi tidak menunjukkan perbedaan yang nyata berdasarkan hasil uji jarak berganda Duncan. Karakterisasi terhadap karakter morfologi tanaman dewasa P. irregularis di ketiga lokasi menunjukkan hasil yang berbeda nyata antar ketiga lokasi uji kecuali untuk karakter panjang akar dan kadar air total. Pleocnemia irregularis di lokasi CIFOR 2 memiliki ukuran terkecil untuk seluruh karakter morfologi di antara lokasi yang diuji. Hasil analisis kandungan nitrat (NO3-) pada fiddlehead P. irregularis di ketiga lokasi menunjukkan nilai yang rendah dengan kandungan tertinggi dimiliki oleh edible part di lokasi CIFOR 2, sedangkan yang terendah di lokasi CIFOR 1. Nilai kandungan nitrat pada fiddlehead P. irregularis di ketiga lokasi memiliki nilai di bawah Acceptable Daily Intake (ADI) untuk ion nitrat berdasarkan berat badan 60 kg dengan asumsi konsumsi harian 100g/hari. Bobot basah panen dan tinggi fiddlehead layak panen P. irregularis di lokasi CIFOR 2 memiliki nilai yang terendah di antara lokasi yang diuji, sedangkan persentase edible part di ketiga lokasi tidak berbeda. Rata-rata siklus panen P. irregularis terpendek dimiliki oleh lokasi Arboretum Fahutan. Saran Perlu dilakukan penelitian yang lebih mendalam terkait kondisi ekofisiologi Pleocnemia irregularis yang tumbuh pada lingkungan yang berbeda sehingga dapat diperoleh infromasi terkait pengaruh lingkungan terhadap karakter P. irregularis. Selain itu juga perlu dilakukan penelitian pada fase gametofit, sehingga diperoleh gambaran secara utuh terkait pertumbuhan dan siklus hidup P. irregularis. DAFTAR PUSTAKA Aldrich, R. J. 1925. Weed-Crop Ecology : Principles in Weed Management. Breton Publisher. Massachusetts. 465 p. Bioversityinternational. 2006. Traditonal food „domisticated‟ http://www.bioversityinternational.org. [16 Februari 2009]. in Fiji. Darnaedi, D., T. Ng. Praptosuwiryo. 2003. Pleocnemia irregularis (C. Presl) Holttum, p. 159-161. In W. P. de Winter and V. B. Amoroso (Eds.). Plant Resources of South-East Asia No. 15 (2), Cryptogams : Ferns and Ferns Allies. Plant Resources of South-East Asia. Bogor. Dickinson, T. 1998. Growing ferns from spores. Shropshire Flora Group Newsletter (7) : 7-10. Djuita, N. R. 2007. Modul Pteridophyta (Tumbuhan Paku-pakuan). Departemen Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor, Bogor. 52 hal. EFSA. 2008. Nitrate in vegetables. Scientific Opinion of The Panel on Contaminants in The Food Chain. The EFSA Journal 689 : 1-79. Elly. 2009. Semai spora tanaman paku. http://www.kebonkembang.com. [6 Februari 2009]. Hardjowigeno, S. 1995. Ilmu Tanah. Edisi Revisi. Penerbit Akademika Pressindo. Jakarta. Hal. 126. Hermanto, D. 2008. Koleksi dan Karakterisasi Plasma Nutfah Sayuran Indigenous. Skripsi. Program Studi Hortikultura. Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Bogor. Hoshizaki, B. J., and R. C. Moran. 2001. Fern Grower‟s Manual. Timber Press. Portland. 604 p. Kennedy, David. 1995. Leafy vegetables and nitrates. www.leafforlife.org. [25 Oktober 2010]. Laboratorium Taksonomi Tumbuhan. 2007. Penuntun Praktikum Taksonomi Tumbuhan Berpembuluh. Laboratorium Taksonomi Tumbuhan, Departemen Biologi, Institut Pertanian Bogor. 66 hal. Lorenz, O. A. 1978. Potential nitrate level in edible plant parts, p. 201-219. In D. R. Nielsen and J. G. MacDonald (Eds.) Nitrogen In The Environment. Academic Press. New York. Maynard, D. N. 1978. Critique of “potential nitrate level in edible plant parts”, p. 221-233. In D. R. Nielsen and J. G. MacDonald (Eds.) Nitrogen In The Environment. Academic Press. New York. Mertzo. 1999. Cultivation potential of two edible ferns, Diplazium esculentum and Stenochlaena palustris. Tropic. Agri. 76(1) : 10-16. Musinguzi, E., Kikafunda, J. K., and Kiremire, B. T. 2007. Promoting indigenous wild edible fruits to complement roots and tuber crops in alleviating vitamin A deficiencies in Uganda. Proceeding of the 13th ISTRC Symposium. Arusha. Tanzania. p. 763-769. Perry, L. 2009. Growing ferns successfully indoors. http://www.pss.uvm.edu. [6 Februari 2009]. Plantamor. 2008. Pakis sayur. http://www.plantamor.com. [6 Februari 2009]. Pratiwi, Emma. 2010. Pertumbuhan Porang (Amorphophallus Onchophyllus) Menggunakan Katak atau Bubil pada Dosis Pupuk Organik dan Intensitas Naungan yang Berbeda di Bawah Tegakan Sengon (Paraserianthes Falcataria (L.) Nielsen). Skripsi. Departemen Silvikultur, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor. Bogor. PROSEA. 1993. Basic List of Species and Commodity Grouping : final version. In P.C.M. Jansen, R.H.M.J. Lemmens, L.P.A. Oyen, J.S. Siemonsma, F.M. Stavast and J.L.C.H. van Valkenburg (Eds.). PROSEA. Bogor. 372 p. PROSEA. 2003. Plant Resources of South-East Asia No. 15 (2), Cryptogams : Ferns and Ferns Allies. In W. P. de Winter and V. B. Amoroso (Eds.). Plant Resources of South-East Asia. Bogor. 268 p. PUSARPEDAL-KLH. 2007. Laporan Pemantauan Hujan Asam di Indonesia. Pusat Pengendalian Dampak Lingkungan, Kementrian Lingkungan Hidup. Jakarta. Putrasamedja, S. 2005. Eksplorasi dan koleksi sayuran indigenous di kabupaten Karawang, Purwakarta, dan Subang. Bul. Plasma Nutfah 11 (1) : 16-20. Rashid, A., V. K. Anand, and J. Serwar. 2008. Less known edible plants used by the Gujjar tribe of District Rajouri, Jammu and Kashmir State-India. Int. J. Bot. 4 (2) : 219-224. Santamaria, P., A. Elia, F. Serio, and E. Todaro. 1999. A survey of nitrate and oxalate content in fresh vegetables. J Sci Food Agric. 79 : 1882-1888. Santamaria, P. 2006. Review nitrate in vegetables : toxicity, content, intake and EC regulation. J Sci Food Agric. 86 : 10-17. Shimada, Yoshiro and S. Ko. 2004. Nitrate in vegetables. Chugokugakuen Journal. 3 : 7-10. Sirait, J. 2006. Dinamika nitrogen dan produksi rumput benggala (Panicum maximum cv riversdale) pada tiga taraf naungan dan pemupukan. Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Galang. 958-966. Soemantri, I. H., M. Hasanah, H. Kurniawan. 2004. Teknik konservasi ex-situ, rejuvenasi, karakterisasi, evaluasi, dokumentasi, dan pemanfaatan plasma nutfah. www.indoplasma.or.id. [16 Februari 2009]. Soerianegara, I., dan A. Indrawan. 2005. Modul Ekologi Hutan Indonesia. Laboratorium Ekologi Hutan, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor, Bogor. 103 hal. Speijers, G. J. A. 1996. Nitrate in Toxicological evaluation of certain food additives and contaminants in food. WHO Food Additives Series 35. www.inchem.org. [8 Januari 2011]. Speijers, G. J. A. and P. A. van den Brandt. 2003. Nitrite (and potential endogenous formation of N-nitroso compounds). WHO Food Additives Series 50. www.inchem.org. [8 Januari 2011]. Sudarnadi, H., dan Zakaria, M. A. 1984. Pteridophyta, p. 110-115. Dalam S. S. Tjitrosomo (Ed.). Botani Umum 3. Angkasa. Bandung. Thomas, A. and M. P. Garber. 1999. Growing fern. http://www.ces.uga.edu. [6 Februari 2009]. Van Eysinga, JPNL. R. 1984. Nitrate and glasshouse vegetables. Fertilizer Research. 5 : 149-156. Vermeer, I.T.M., D.M.F.A. Pachen, J.W. Dallinga, J.C.S. Kleinjans, and J.M.S. van Maanen. 1998. Volatile N-Nitrosamine formation after intake of nitrate at the ADI level in combination with an amine-rich diet. Environmental Health Perspectives Vol. 106. (8). Voon, B. H., and Kueh H. S. 2002. The nutritional value of indigenous fruits and vegetables in Sarawak. Asia Pacific Journal of Clinical Nutrition 8 (1) : 2423. WHO. 2007. WHO Guidelines for Drinking-Water Quality : Nitrate and nitrite in drinking-water. World Health Organization. Geneva. 21 p. Lampiran 1. Surat Keterangan Identifikasi Tanaman Lampiran 2. Kunci Deskripsi Tanaman 1. Organ vegetatif a. Tipe Akar - akar tunggang - akar serabut - pipih b. Batang b.1 bentuk batang - membulat - persegi b.2 arah tumbuh Macam Arah Pertumbuhan Batang : a. tegak (erect); b. rhizome, tumbuh pendek; c. rhizome, tumbuh lebar menjalar dan bercabang; d. rhizome, tumbuh lebar menjalar dan bercabang dari bagian utama rhizome; e. rhizome menjalar, bercabang dan berdaging; f. stolon; g. batang dari pakis pohon. (Hoshizaki and Moran, 2001). b.3. Rambut dan Sisik a b Variasi Modifikasi Epidermis Batang. (a) rambut; (b) sisik. (Hoshizaki and Moran, 2001). c. Daun c.1 bentuk daun Bentuk frond sederhana : a. simple; b. bifurcate; c. pinnatifid dengan pangkal yang menyatu; d. pinnatitfid. (Hoshizaki and Moran, 2001). c.2 ciri pangkal daun acute acuminate obsulate rounded truncater cardate oblique hastate sagiltate peltate Tipe Pangkal Daun (Laboratorium Taksonomi Tanaman, 2007). c.3 ciri ujung daun acute acuminate obtuse rounded mucronate emerginate truncate Tipe Ujung Daun (Laboratorium Taksonomi Tanaman, 2007). c.4 ciri tepi daun Ciri Tepi Daun : a. entire; b. undulate; c. crenate; d. serrate; e. lobed; f. pinnatifid; g. incised (Hoshizaki and Moran, 2001). c.5 tipe daun Tipe Fronds (r = rachis; p = pinna; sp = pinnule sekunder; tp = pinnule tersier) : a. pinnatifid ke atas dan pinnate ke bawah; b. pinnate; c. pinnatepinnatifid; d. bipinnate; e. tripinnate; f. pedate; g. palmate atau radiate, pinnaenya pinnate (Hoshizaki and Moran, 2001). c.6 ciri pertulangan daun Ciri Pertulangan Daun : a. sederhana; b. menggarpu dengan pertulangan bebas di ujung; c. menjala atau areolate; d. menjala dengan veinlets di dalamnya (Hoshizaki and Moran, 2001). c.7 ciri permukaan daun Tipe Permukaan Daun (Laboratorium Taksonomi Tanaman, 2007). c.8 Kedudukan anak daun - Tersebar/spiral : pada setiap buku batang/petiole hanya ada 1 daun, antar daun tersusun spiral - Berseling : pada setiap buku hanya ada 1 daun, antar daun tersusun berselang-seling kanan-kiri - Berhadapan : pada setiap buku ada 2 daun tersusun berhadapan, antar daun pada setiap buku tersusun sejajar - Berhadapan/bersilang : pada setiap buku ada 2 daun tersusun berhadapan, antar buku tersusun bersilangan - Berkarang : pada setiap buku terdapat >2 daun - Berkas : daun tersusun dalam berkas yang terdiri dari 2 atau lebih daun (ex : pinus) - Menyirip : daun tersusun saling menutupi seperti genteng - Roset basal/roset akar : pada setiap buku hanya terdapat 1 daun, namun karena ruas batangnya pendek, daun tersusun rapat pada pangkal daun - Roset apical/roset batang : daun tersusun rapat pada bagian ujung batang (ex : kelapa) - Equitant : daun tersusun kanan-kiri dengan bagian pagkal daun atau pelepah pangkal daun di atasnya menutupi 2. Organ Generatif a. Pola penyebaran sorus Sorus : a. sepanjang pertulangan daun; b. membulat; c. linear dan marginal; d. linear dan medial (Hoshizaki dan Moran, 2001). b. Bentuk indusia Indusia : a. peltate atau bentuk paying; b. bentuk sisik; c. false indusium; d. bentuk mangkok (Hoshizaki dan Moran, 2001). c. Posisi annulus Posisi Annulus : a. lateral; b. apical; c. oblique; d. vertical (Hoshizaki and Moran, 2001). d. Bentuk spora (pengamatan mikroskopik) Macam bentuk spora : a-c. monolate; d-e. trilete (Hoshizaki and Moran, 2001). 2. Umur tumbuhan a. Annual b. Biennial c. Perennial b. Semak (shrub) c. Pohon (tree) 3. Bentuk Tumbuhan a. Terna (herbaceous) Lampiran 3. Colour Chart (www.pagetutor.com). Lampiran 4. Glosarium acroscopic : mengarah ke puncak acuminate : meruncing ke suatu titik, bertahap anastomosing : urat, membentuk jaringan atau retikulum annulus : membentuk cincin antheridium : organ subur dari gametofit jantan, tempat gamet jantan terbentuk arborescent : menyerupai pohon dalam hal ketinggian arkegonium : struktur yang menghasilkan gamet betina areole : ruang tertutup oleh pembuluh suatu retikulum basiscopic : mengarah ke arah dasar circinnate : melingkar membentuk spiral, ujungnya berada di bagian terdalam costa : pelepah pinna costule : pelepah dari pinnule atau segmen terbawah crenate : bergigi bulat kecil deciduous : semusim, tipe tanaman dentate : bergigi distal : jauh dari titik asal echinate : bentuk spora berduri exindusia : tidak memiliki indusia frond : pelepah; seluruh bagian daun paku termasuk lamina dan stipe gametofit : generasi seksual dalam siklus hidup paku glabrescent : gundul glabrous : tanpa bulu atau sisik hastate : berbentuk tombak (bagian ujung daun), sempit dan menunjuk tetapi dengan dua lobus basal menyebar pada sudut kanan herbaceous : memiliki tekstur lembut hirsute : memiliki rambut relatif panjang dan kasar hispid : diselimuti rambut yang kaku dan pendek indusium : tudung sorus, baik berupa organ khusus atau modifikasi dari lamina lamina : „helai daun‟ dari daun paku monolete : bentuk spora, bilateral, memiliki goresan lurus tunggal palmate : bentuk daun, daun terbagi menjadi beberapa lembar yang muncul dari satu titik pinna : segmen primer dari lamina dalam daun majemuk pinnate : menyirip; lamina dibagi-bagi menjadi pinna yang muncul dari titik-titik sepanjang malai pinnatifid : potongan dalam (namun bukan untuk pelepah) pada lobus yang keluar sepanjang sumbu pinnule : segmen utama pinna prothallus : gametofit dari tanaman paku rachis : pelepah lamina scale : sisik, sebuah trikoma tipis dan pipih sorus : kumpulan dari sporangia sporangium : struktur tempat spora terbentuk spora : sebuah sel tunggal atau beberapa sel seksual atau aseksual sporofil : organ daun yang memiliki sporangia sporofit : fase generatif tanaman paku stipe : tangkai daun paku (petiole) venasi : susunan pembuluh lamina propagul reproduksi Lampiran 5 . Kriteria Penilaian Sifat Kimia Tanah (Staf Pusat Penelitian Tanah, 1983). Sangat Rendah < 0.1 < 0.10 <5 <10 <10 <10 <10 <5 <0.1 <0.1 <0.4 <0.2 <20 <10 Sifat tanah C -Organik (%) Nitrogen (%) C/N P2O5 HCl (mg/100g) P2O5 Bray-1 (ppm) P2O5 Olsen (ppm) K2O HCl 25% (mg/100g) KTK (me/100g) K (me/100g) Na (me/100g) Mg (me/100g) Ca (me/100g) Kejenuhan Basa (%) Aluminium (%) Sangat Masam Masam pH H2O < 4.5 4.5-5.5 Rendah Sedang Tinggi Sangat Tinggi > 5.00 > 0.75 >25 >60 >35 >60 >60 >40 >1.0 >1.0 >8.0 >20 >70 >60 1.00-2.00 2.01-3.00 3.01-5.00 0.10-0.20 0.21-0.50 0.51-0.75 5-10 11-15 16-25 10-20 21-40 41-60 10-15 16-25 26-35 10-25 26-45 45-60 10-20 21-40 41-60 5-16 17-24 25-40 0.1-0.2 0.3-0.5 0.6-1.0 0.1-0.3 0.4-0.7 0.8-1.0 0.4-1.00 1.1-2.0 2.1-8.0 2-5 6-10 11-20 20-35 36-50 51-70 10-20 21-30 31-60 Agak Agak Netral Alkalis Masam Alkalis 5.6-6.5 6.6-7.5 7.6-8.5 > 8.5 Sumber : Hardjowigeno, (1995). Lampiran 6. Uji F F Hitung KK F Hitung KK F Hitung KK F Hitung KK F Hitung KK Rekapitulasi Nilai F Hitung dan Koefisien Keragaman (KK) Karakter Pertumbuhan Bibit P. irregularis di Ketiga Lokasi. Pengamatan Minggu Ke1 2 3 4 5 Tinggi Tanaman (cm) 2.99 1.94 2.20 3.25 25.17 24.87 22.62 26.91 Panjang Daun (cm) 1.40 1.25 0.98 2.38 27.99 28.87 25.48 26.54 Panjang Stipe (cm) 2.78 2.45 2.30 2.47 29.82 33.82 34.97 28.67 Lebar Daun (cm) 3.97 2.89 0.61 4.24 25.28 27.79 29.04 24.31 Jumlah Daun 1.36 0.98 0.11 1.78 38.92 40.56 38.28 38.41 6 7 13 3.36 22.16 3.93 23.10 3.78 24.44 6.29 23.61 1.32 22.55 3.61 24.11 2.45 24.47 9.76 17.46 1.47 27.22 2.48 26.10 1.92 26.62 2.71 25.27 5.48 21.20 8.49 23.72 5.28 23.30 7.41 21.31 2.34 35.75 1.23 40.80 2.07 37.29 1.35 44.41 Lampiran 7. Nilai F Hitung dan Koefisien Keragaman (KK) Karakter Kuantitatif Vegetatif Tanaman Dewasa P. irregularis di Ketiga Lokasi. Karakter Panjang Blade Lebar Frond Panjang Stipe Panjang Rachis Diameter Stipe Jumlah Pinnae Jumlah Frond Diameter Akar Tinggi Akar Panjang Akar Bobot Basah Total Bobot Kering Total Kadar Air Tanaman Bobot Basah/Bobot Kering Rasio Tajuk/Akar Lampiran 8. Uji F F Hitung KK Lampiran 9. Uji F F Hitung KK F Hitung 5.87 5.86 22.69 19.02 15.61 4.65 8.59 9.02 5.84 0.07 12.30 16.91 3.03 5.87 27.49 KK 29.78 16.51 20.05 15.73 17.51 23.00 20.09 18.00 24.68 27.70 39.02 31.53 10.67 29.78 43.27 Nilai F Hitung dan Koefisien Keragaman (KK) Bobot Basah Panen, Persentase Edible Part, Tinggi Fiddlehead Layak Panen dan Hasil Analisis Kandungan Nitrat fiddlehead P. irregularis di Ketiga Lokasi. BB Panen % Edible Part 18.01 37.09 2.16 33.83 Tinggi Fiddlehead 11.21 24.15 Kandungan Nitrat 5.66 16.65 Nilai F Hitung dan Koefisien Keragaman (KK) Siklus Panen P. irregularis di Ketiga Lokasi. Panen 1 0.69 26.98 Panen 2 5.39 41.16 Panen 3 4.90 39.22 Lampiran 10. Keragaan Tanaman Pleocnemia irregularis Keragaan Tanaman Dewasa (Kiri) dan Bibit (Kanan) P. irregularis di Arboretum Fahutan Keragaan Tanaman Dewasa (Kiri) dan Bibit (Kanan) P. irregularis di CIFOR 1 Keragaan Tanaman Dewasa (Kiri) dan Bibit (Kanan) P. irregularis di CIFOR 2 Lampiran 11. Metode Analisis Kandungan Nitrat Pada Fiddlehead Pengukuran Tinggi Fiddlehead Layak Panen (kiri); Penimbangan Bobot Basah Fiddlehead Layak Panen (kanan). Proses Ekstraksi Fiddlehead P. irregularis Menggunakan Pemeras Bawang. Ekstrak Fiddlehead yang akan Diuji (Kiri); Pengujian Ekstrak Fiddlehead Menggunakan Horiba C-141 (Kanan).