KARAKTERISASI DAN ANALISIS KANDUNGAN NITRAT TANAMAN

advertisement
KARAKTERISASI DAN ANALISIS KANDUNGAN NITRAT
TANAMAN PAKIS SAYUR (Pleocnemia irregularis (C. Presl) Holttum)
DI KECAMATAN DRAMAGA, BOGOR
Oleh
FUZY NOVASARI
A24051213
DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2011
RINGKASAN
FUZY NOVASARI. Karakterisasi dan Analisis Kandungan Nitrat Tanaman
Pakis Sayur (Pleocnemia irregularis (C. Presl) Holttum) di Kecamatan
Dramaga, Bogor. (Dibimbing oleh Herdhata Agusta dan Juang Gema
Kartika).
Penelitian ini bertujuan untuk mengkarakterisasi tanaman pakis sayur
(Pleocnemia irregularis (C. Presl) Holttum), mempelajari perbedaan karakter
morfologi dan karakter pertumbuhan tanaman antar lokasi, serta menganalisis
kandungan nitrat pada jaringan tanaman pakis sayur. Penelitian dilakukan di tiga
lokasi di kecamatan Dramaga (Arboretum Fahutan, CIFOR 1, CIFOR 2) selama
bulan Oktober 2009 sampai Maret 2010.
Percobaan disusun menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) satu
faktor dengan lokasi sebagai faktor uji dan terdiri dari 10 ulangan untuk masingmasing lokasi. Data kualitatif dibandingkan secara sederhana antar lokasi. Data
kuantitatif yang diperoleh dianalisis dibawah program SAS 9.1.3 dengan
menggunakan ANOVA (Uji F), dan dilanjutkan Uji Jarak Berganda Duncan
(DMRT) jika terdapat perbedaan yang nyata pada taraf 5%.
Hasil penelititan terhadap bibit Pleocnemia irregularis di tiga lokasi di
Kecamatan Dramaga menunjukkan laju pertumbuhan bibit P. irregularis di ketiga
lokasi tidak menunjukkan perbedaan yang nyata. Karakterisasi terhadap karakter
morfologi tanaman dewasa P. irregularis di ketiga lokasi menunjukkan
Pleocnemia irregularis di lokasi CIFOR 2 memiliki ukuran terkecil untuk seluruh
karakter morfologi di antara lokasi yang diuji. Hasil analisis kandungan nitrat
(NO3-) pada fiddlehead P. irregularis di ketiga lokasi menunjukkan bahwa ketiga
lokasi memiliki nilai di bawah Acceptable Daily Intake (ADI) untuk ion nitrat
berdasarkan berat badan 60 kg dengan asumsi konsumsi harian 100g/hari. Bobot
basah panen dan tinggi fiddlehead layak panen P. irregularis di lokasi CIFOR 2
memiliki nilai yang terendah di antara lokasi yang diuji, sedangkan persentase
edible part di ketiga lokasi tidak berbeda. Rata-rata siklus panen P. irregularis di
lokasi Arboretum Fahutan, CIFOR 1, dan CIFOR 2 berturut-turut adalah 4.13,
5.37, dan 6.27 minggu. Rata-rata siklus panen P. irregularis terpendek dimiliki
oleh lokasi Arboretum Fahutan.
ABSTRACT
Characterization and Nitrate Content Analysis of Pleocnemia irregularis (C.
Presl ) Holttum at Dramaga, Bogor.
Fuzy Novasari1, Herdhata Agusta2, Juang Gema Kartika2
1
2
Student of Agronomy and Horticulture, Agriculture Faculty of IPB
Lecture of Agronomy and Horticulture, Agriculture Faculty of IPB
The aimed of the study was to characterizing and learning the differences
of Pleocnemia irregularis character in three different places at Dramaga and to
analize nitrate content of edible part from Pleocnemia irregularis. The research
was conducted from October 2009 to March 2010 at Arboretum of Forestry
Faculty, Bogor Agricultural University (Arboretum Fahutan) as the first place
and Dramaga Research Forest of Bogor Research Centre and Forest Concervacy
for the second and third places (CIFOR 1 and CIFOR 2). The result showed that
there are no differences of qualitative character among those three location.
Based on quantitave character, P. irregularis at CIFOR 2 is the smallest than the
other location. The nitrate content of edible part P. irregularis at all of tested
locations are under the safe limit of Acceptable Daily Intake for human with 60 kg
of body weight and 100 g per day consumption.
The harvest intensity of
Arboretum Fahutan are the fastest (4.13 week/ harvest) without differences in
percentage of edible part among locations.
Key words : characterization, nitrate content, Pleocnemia irregularis
KARAKTERISASI DAN ANALISIS KANDUNGAN NITRAT
TANAMAN PAKIS SAYUR (Pleocnemia irregularis (C. Presl) Holttum)
DI KECAMATAN DRAMAGA, BOGOR
Skripsi sebagai salah satu syarat
untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian
pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor
FUZY NOVASARI
A24051213
DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2011
LEMBAR PENGESAHAN
Judul
: KARAKTERISASI
DAN ANALISIS KANDUNGAN NITRAT
TANAMAN PAKIS SAYUR (Pleocnemia irregularis (C. Presl)
Holttum) DI KECAMATAN DRAMAGA, BOGOR
Nama
: Fuzy Novasari
NRP
: A24051213
Menyetujui,
Dosen Pembimbing
Pembimbing I
Pembimbing II
Dr. Ir. Herdhata Agusta
Juang Gema Kartika, SP. MSi.
NIP. 19590813 198303 1 003
NIP. 19810701 200501 2 005
Mengetahui,
Ketua Departemen Agronomi dan Hortikultura
Fakultas Pertanian IPB
Dr. Ir. Agus Purwito, MSc. Agr.
NIP. 19611101 198703 1 003
Tanggal Lulus : . . . . . . . . . . . .
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan pada tanggal 24 Nopember 1986 di Cianjur, Jawa Barat.
Penulis merupakan anak kedua dari pasangan (Alm.) Tamsil dan Sumartini.
Penulis menempuh pendidikan tingkat dasar di SD Negeri 09 Pagi, Kebon Baru,
Jakarta, dan lulus pada tahun 2001 dengan NEM tertinggi. Selanjutnya penulis
menyelesaikan pendidikan menengah pertamanya di SMP Negeri 30 Jakarta pada
tahun 2003. Pada tahun 2005, penulis lulus dari SMA Negeri 13 Jakarta, dan
diterima di IPB melalui jalur USMI. Setelah satu tahun menempuh Tingkat
Persiapan Bersama, penulis pun diterima di Mayor Agronomi dan Hortikultura,
Fakultas Pertanian dan mengambil Supporting Course dari beberapa Fakultas
yang berbeda.
Sepanjang masa studinya penulis aktif
sebagai pengurus di Forum
Komunikasi Rohis Departemen (FKRD) Fakultas Pertanian, Institut Pertanian
Bogor dan sebagai sekretaris Rohis Agronomi dan Hortikultura (RAGHA) 42
pada tahun 2007-2009. Pada tahun ajaran 2008-2009 penulis juga tercatat sebagai
asisten mata kuliah Pendidikan Agama Islam.
Penulis juga aktif mengikuti beragam kepanitiaan untuk kegiatan-kegiatan
kampus maupun di luar kampus. Penulis bersama tim juga pernah mengikuti
Program Kreativitas Mahasiswa (2008) dan lolos sebagai salah satu tim yang
mendapatkan pembiayaan dari DIKTI bidang pengabdian masyarakat. Selain itu,
bersama rekan-rekannya, penulis juga kini merintis sebuah lembaga di wilayah
Bogor yang bergerak pada bidang pemberdayaan sumberdaya manusia dan
pertanian.
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas nikmat kekuatan
yang diberikanNya sehingga penulis mampu menyelesaikan penelitiannya.
Shalawat serta salam juga senantiasa tercurah pada teladan kita, Rasulullah
Muhammad SAW beserta keluarga, para sahabat, dan para pengikutnya sampai
akhir zaman.
Penelitian mengenai pakis sayur (Pleocnemia irregularis (C. Presl)
Holttum) ini terdorong oleh ketertarikan penulis terhadap tanaman hortikultura,
khususnya sayuran daun. Pakis sayur merupakan salah satu sayuran indigenous
Indonesia yang perlu mendapatkan perhatian untuk dikembangkan
Penulis menyampaikan terima kasih kepada,
1. Ibu, Mba Tanti, beserta keluarga yang atas kesabaran, pengertian, bantuan
serta dukungan tiada henti yang diberikan kepada penulis selama masa studi.
2. Dr. Ir. Herdhata Agusta dan Juang Gema Kartika, SP. MSi. atas kesabaran dan
bimbingannya selama masa penelitian dan penyelesaian skripsi.
3. Dr. Ir. Shandra Arifin Azis atas arahan dan sarannya dalam rangka
penyempurnaan skripsi ini.
4. Dr. Ir. Soewarto yang telah memberikan arahan akademik selama penulis
menempuh studi di Departemen Agronomi dan Hortikultura.
5. Bapak Zaenal dan seluruh staf lapang Hutan Penelitian Darmaga, Situgede
dan Kebun Percobaan Cikabayan atas bantuannya selama penulis melakukan
penelitian.
6. Sahabat-sahabat penulis di FKRD, FA Faperta 42, Departemen Agronomi dan
Hortikultura 42, Lingkaran Cahaya, Pragalas, K‟Kamal beserta keluarga,
Fefin, Amy, Atika, dan Erwansyah atas segala bantuan dan motivasi yang tak
pernah lelah untuk diberikan kepada penulis. Jazakumullah khairan katsiran.
Penulis berharap, penelitian ini dapat memberikan informasi berharga
terkait pengembangan pakis sayur di masa yang akan datang.
Bogor, Mei 2011
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
PENDAHULUAN…………………………………………………………..
Latar Belakang………………………………………………………
Tujuan…………………………………………………………….....
Hipotesis…………………………………………………………….
1
1
2
2
TINJAUAN PUSTAKA…………………………………………………….
Sayuran Indigenous………………………………………………….
Botani Pteridophyta…………………………………………………
Syarat Tumbuh………………………………………………………
Siklus Hidup Pteridophyta…………………………………………..
Pleocnemia irregularis (C. Presl) Holttum………………..………..
Nitrat (NO3-) dalam Tanaman……………………………………….
Akumulasi Nitrat pada Sayuran……………………………………..
Bahaya Nitrat Bagi Kesehatan………………………………………
Acceptable Daily Intake (ADI) Nitrat………………………………
3
3
4
6
7
8
11
11
13
13
BAHAN DAN METODE…………………………………………………..
Waktu dan Tempat…………………………………………………..
Bahan dan Alat………………………………………………………
Metode Percobaan…………………………………………………...
Pengamatan………………………………………………………….
Pemeliharaan………………………………………………………...
Analisis Data………………………………………………………...
15
15
15
15
17
20
20
HASIL DAN PEMBAHASAN………………………………………..........
Kondisi Umum………………………………………………………
Karakter Pertumbuhan Vegetatif Bibit P. irregularis di Ketiga
Lokasi………………………………………………………………..
Laju Pertumbuhan…………………………………………...
Tinggi Tanaman……………………………………………..
Panjang Daun………………………………………………..
Panjang Stipe………………………………………….……..
Lebar Daun …………………………………………….……
Jumlah Daun………………………………………………...
Karakter Kuantitatif Morfologi Tanaman Dewasa P. irregularis…..
Akar-Batang…………………………………………………
Frond (Blade dan Stipe)….………………………………….
Bobot Basah Total, Bobot Kering Total, dan Kadar Air
Total ………………………………………………………...
Karakter Kualitatif Tanaman Dewasa P. irregularis………………..
Fitografi Batang dan Akar…………………………………..
Fitografi Stipe……………………………………………….
Fitografi Daun……………………………………………….
Fitografi Organ Generatif…………………………………...
22
22
22
23
24
25
25
26
27
27
27
28
30
30
30
32
32
34
Karakter Fisiologis………………………………………………….
Analisis Kandungan Nitrat (NO3-) pada Bagian yang Dapat
Dikonsumsi (Edible Part) dari P. irregularis di Ketiga
Lokasi………………………………………………………..
Perbandingan Kandungan Nitrat Edible Part P. irregularis di
Ketiga Lokasi dengan Nilai ADI Nitrat……………………..
Karakter Organ Reproduksi Generatif………………………………
Karakter Panen P. irregularis……………………………………….
Persentase Bagian Tajuk P. irregularis……………………..
Bobot Basah dan Persentase Edible Part……………..……..
Tinggi Fiddlehead…………………………………………...
Siklus Panen…………………………………………………
37
KESIMPULAN DAN SARAN……………………………………………...
Kesimpulan…………………………………………………………..
Saran…………………………………………………………………
45
45
45
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………….
46
LAMPIRAN…………………………………………………………………
49
37
38
39
40
40
41
42
43
DAFTAR TABEL
Nomor
Halaman
1. Perkiraan Asupan NO3 Dari Berbagai Sumber Bahan Pangan di
Dunia…………………………………………………………………..
12
2. Klasifikasi Sayuran Berdasarkan Pada Kadar NO3-…………………...
12
3. Acceptable Daily Intake (ADI) untuk Ion Nitrat Berdasarkan Berat
Badan Manusia…………………………………….…………………..
14
4. Kondisi Tanah di Lokasi Hutan Penelitian Dramaga CIFOR 1 dan
CIFOR 2……………………………………………………………….
23
5. Rata-rata Laju Pertumbuhan Bibit P. irregularis………………...……
23
6. Rata-rata Tinggi Bibit (cm) P. irregularis di Ketiga Lokasi…….……
24
7. Rata-rata Panjang Daun (cm) P. irregularis di Ketiga Lokasi……...…
25
8. Rata-rata Panjang Stipe (cm) P. irregularis di Ketiga Lokasi……...…
26
9. Rata-rata Lebar Daun (cm) P. irregularis di Ketiga Lokasi…….……
26
10. Rata-rata Jumlah Daun Bibit P. irregularis di Ketiga Lokasi ………..
27
11. Karakter Kuantitatif Morfologi P .irregularis di Ketiga Lokasi….…..
29
12. Karakter Kualitatif Tanaman Dewasa Pleocnemia irregularis di
Ketiga Lokasi …………………………………………………………
36
13. Acceptable Daily Intake (ADI) untuk Ion Nitrat (NO3-) Berdasarkan
pada Berat Badan Manusia……………………………………………
39
14. Nilai Rata-Rata untuk Karakter Generatif Tanaman P. Irregularis...…
40
15. Rata-rata Bobot Basah Fiddlehead Layak Panen dan Persentase
Edible Part P. irregularis di Ketiga Lokasi…………………………...
41
16. Kerapatan Relatif (KR) P. irregularis di Ketiga Lokasi Pengamatan...
44
.
DAFTAR GAMBAR
Nomor
Halaman
1. Stuktur Tumbuhan Paku Sejati..........................................................
5
2. Siklus Hidup Tanaman Paku Siklus Hidup Tanaman Paku..............
7
3. Pleonemia irregularis (C. Presl) Holttum.........................................
9
4. Pelabelan Tanaman P. irregularis di Lokasi …………………...….
16
5. Kondisi Umum Lokasi Pengamatan ……………………………….
22
6. Keragaan P. irregularis …………………………………...……….
31
7. Fitografi Bagian Daun P. irregularis di Ketiga Lokasi…………….
33
8. Karakter Daun P. irregularis di Ketiga Lokasi……………..……...
33
9. Karakter Penyebaran Sorus Pada Daun P. irregularis ……...……..
34
10. Karakter Organ Generatif P. irregularis…………………………..
35
11. Rata-rata Kandungan Nitrat P. irregularis di Ketiga Lokasi ……..
37
12. Persentase Bagian Tajuk P. irregularis di Ketiga Lokasi
Berdasarkan Bobot Basah Masing-Masing Bagian Tajuk………...
41
13. Rata-Rata Tinggi Fiddlehead Layak Panen di Ketiga Lokasi……..
42
14. Fiddlehead P. irregularis Layak Panen di Ketiga Lokasi………….
43
15. Rata-Rata Siklus Panen P. Irregularis di Ketiga Lokasi Untuk
Tiga Kali Siklus…………………………………………………….
44
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor
Halaman
1. Surat Keterangan Identifikasi Tanaman……………………………….
49
2. Kunci Deskripsi Tanaman……………………………………………..
50
3. Colour Chart……………………………………………...…………...
58
4. Glosarium……………………………………………………………...
61
5. Kriteria Penilaian Sifat Kimia Tanah…………………….……………
63
6. Rekapitulasi Nilai F Hitung dan Koefisien Keragaman (KK) Karakter
Pertumbuhan Bibit P. irregularis di Ketiga Lokasi …………….…….
63
7. Nilai F Hitung dan Koefisien Keragaman (KK) Karakter Kuantitatif
Vegetatif Tanaman Dewasa P. irregularis di Ketiga Lokasi.……...….
64
8. Nilai F Hitung dan Koefisien Keragaman (KK) Bobot Basah Panen,
Persentase Edible Part, Tinggi Fiddlehead Layak Panen dan Hasil
Analisis Kandungan Nitrat fiddlehead P. irregularis di Ketiga Lokasi
64
9. Nilai F Hitung dan Koefisien Keragaman (KK) Siklus Panen P.
irregularis di Ketiga Lokasi ….……………………………………….
64
10. Deskripsi Tanaman Pleocnemia irregularis…...……………………...
65
11. Metode Analisis Kandungan Nitrat pada Fiddlehead…………………
66
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Sayuran merupakan merupakan bagian dari diet manusia yang berfungsi
sebagai sumber vitamin, karbohidrat, dan mineral yang tidak dapat disubstitusi
dengan makanan pokok. Di beberapa daerah, ditemukan jenis sayuran asli daerah
yang telah banyak diusahakan dan dikonsumsi sejak zaman dahulu, atau sayuran
introduksi yang telah berkembang lama dan dikenal masyarakat di suatu daerah
tertentu yang biasa didefinisikan sebagai sayuran indigenous (Putrasamedja,
2005).
Salah satu sayuran indigenous yang tumbuh liar di alam dan seringkali
dimanfaatkan sebagai sayuran ialah pakis sayur. Banyak jenis pakis yang dikenal
memiliki daun yang dapat dikonsumsi sebagai sayuran. Beberapa memiliki rasa
yang sangat enak dan dijual sebagai makanan yang sangat lezat, terutama bagian
daun mudanya yang masih menggulung (fiddleheads) (de Winter and Amoroso,
2003).
Jenis pakis yang paling umum untuk dikonsumsi sebagai sayuran di
wilayah Asia Tenggara ialah „green fern’ atau Diplazium esculentum (Retz.)
Swartz, „red fern‟ atau Stenochlaena palustris (Burm. f.) Bedd, Marsilea crenata,
Nephrolepis hirsutula (G. Forst.) C. Presl, dan Pleocnemia irregularis (C. Presl)
Holttum (de Winter and Amoroso, 2003). Jenis yang terakhir disebut merupakan
jenis yang paling mudah ditemui di alam dan memiliki wilayah penyebaran yang
luas. Pleocnemia juga merupakan jenis yang paling banyak dikenal serta dijual di
pasar tradisional di daerah Jawa Barat selain Diplazium sp.
Daun pakis muda yang tumbuh secara liar telah dikonsumsi sebagai
sayuran, namun potensi budidayanya hanya menerima sedikit perhatian (Mertzo,
1999). Pakis sayur yang dikonsumsi umumnya dapat ditemui di pasar dan
diperoleh dari hasil panen di sekitar hutan. Tanaman ini belum dibudidayakan
secara komersial sehingga ketersediaannya di pasar rendah dan tidak
berkesinambungan. Tanaman pakis sayur yang merupakan salah satu plasma
nutfah yang potensial sebagai salah satu sayuran indigenous Indonesia perlu
diberdayakan dengan cara karakterisasi. Soemantri et. al., (2004) menyatakan
bahwa karakterisasi merupakan kegiatan dalam rangka mengidentifikasi sifat-sifat
penting yang bernilai ekonomis, atau yang merupakan penciri dari varietas yang
bersangkutan.
Dalam usaha pengembangan tanaman pakis sayur, keamanan pakis sayur
sebagai bahan konsumsi juga patut menjadi perhatian.
Sejumlah sayuran
mengakumulasi nitrat pada level yang tinggi pada bagian tertentu dari jaringan
tanaman. Menurut laporan Vermer et al. (1998), melalui aliran darah, nitrat
bereaksi dengan hemoglobin untuk membentuk methehemoglobin
yang
menyebabkan transport oksigen terhambat. Methehemoglobinemia menjadi resiko
kesehatan yang besar.
Secara teoritis terdapat kaitan antara cahaya dengan kandungan nitrat
tanaman (Sirait, 2006). Terdapat kecenderungan peningkatan kandungan nitrat
pada tanaman seiring peningkatan taraf naungan (Van Eysinga, 1984), karenanya
perlu diwaspadai adanya kemungkinan terjadinya akumulasi nitrat dengan kadar
yang tinggi pada jaringan tanaman pakis sayur yang biasa tumbuh pada kondisi
naungan berat. Penelitian ini dilakukan untuk mempelajari karakter morfologi dan
karakter pertumbuhan tanaman pakis sayur dari beberapa aksesi serta melakukan
analisis terhadap kandungan nitrat yang terakumulasi pada jaringan tanaman
tersebut sebagai informasi dalam pengembangan tanaman pakis sayur sebagai
sayuran indigenous.
Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk mengkarakterisasi tanaman pakis sayur
(Pleocnemia irregularis (C. Presl) Holttum), mempelajari perbedaan karakter
morfologi dan karakter pertumbuhan setiap tanaman antar aksesi, serta
menganalisis kandungan nitrat pada jaringan tanaman pakis sayur.
Hipotesis
1. Terdapat perbedaan karakter morfologi antar aksesi tanaman pakis sayur.
2. Terdapat perbedaan potensi produksi antar aksesi.
3. Terdapat akumulasi kadar nitrat yang tinggi pada jaringan tanaman pakis
sayur yang tumbuh pada kondisi naungan berat.
TINJAUAN PUSTAKA
Sayuran Indigenous
Sayuran indigenous adalah sayuran asli daerah yang telah banyak
diusahakan dan dikonsumsi atau sayuran introduksi yang telah berkembang lama
dan dikenal masyarakat di suatu daerah tertentu. Sayuran indigenous biasanya
tumbuh di pekarangan rumah maupun kebun secara alami dan dimanfaatkan untuk
kepentingan keluarga, baik sebagai sayuran yang dimasak maupun lalapan. Pada
kenyataannya di daerah Jawa Barat sayuran indigenous sudah memasuki pasar di
rumah makan yang digunakan sebagai lalap. Banyak sayuran indigenous yang
berfungsi sebagai obat dari suatu penyakit manusia. Beberapa contoh sayuran
indigenous di Jawa Barat yang biasa dimanfaatkan sebagai lalapan adalah
kemangi; kecipir; roay; gambas; dan paria.
Pemanfaatan sayuran indigenous dan nilai ekonominya dari masingmasing daerah berbeda-beda. Hal ini dipengaruhi oleh permintaan pasar maupun
keadaan geografis daerah setempat. Sayuran indigenous mempunyai peranan
untuk membantu mengatasi masalah gizi di Indonesia, terutama untuk keluarga
pra sejahtera mengingat tanaman indigenous telah beradaptasi terhadap
lingkungan setempat dengan cara budi daya yang mudah dan biaya yang murah.
Sayuran indigenous masih memerlukan kajian nilai ekonomi, potensi kandungan
gizi maupun prospek pengembangannya (Putrasamedja, 2005).
Pemanfaatan sayuran indigenous Indonesia pada umumnya dilakukan oleh
masyarakat sekitar dalam jumlah kecil dan tidak berkelanjutan. Rashid, et. al.
(2008) dalam sebuah penelitian di India menyampaikan bahwa keberadaan
tanaman-tanaman liar yang dapat dikonsumsi (edible) menghadapi ancaman
dalam habitat alaminya dari beragam aktivitas manusia. Besar pengaruhnya
bervariasi dari satu tempat ke tempat lainnya. Lima faktor utama yang
mengancam keberadaan tanaman-tanaman liar edible antara lain : jumlah
pemanenan berlebihan untuk makanan ternak, perluasan lahan pertanian,
penebangan hutan untuk bahan konstruksi dan teknologi, eksploitasi berlebihan
dari produk-produk kehutanan, serta pembakaran hutan yang tidak terkontrol.
Salah satu solusi untuk mengatasi pemanfaatan sayuran indigenous yang
belum optimum ini adalah melalui kegiatan eksplorasi dan koleksi (Hermanto,
2008). Tidak cukup dengan kegiatan eksplorasi saja, namun plasma nutfah yang
sudah terkoleksi harus diberdayakan dengan cara dikarakterisasi dan dievaluasi.
Karakterisasi merupakan kegiatan dalam rangka mengidentifikasi sifat-sifat
penting yang bernilai ekonomis, atau yang merupakan penciri dari varietas yang
bersangkutan. Sifat/karakter yang diamati dapat berupa karakter morfologis
(bentuk daun, bentuk buah, warna kulit biji, dan sebagainya), karakter agronomis
(umur panen, tinggi tanaman, panjang tangkai daun, jumlah anakan, dan
sebagainya), karakter fisiologis (senyawa alelopati, fenol, alkaloid, reaksi
pencoklatan, dan sebagainya), marka isoenzim, dan marka molekular (Soemantri,
et. al., 2004).
Botani Pteridophyta
Pteridophyta (paku sejati) merupakan kelompok tumbuhan paku yang
memiliki daun lebar dan helaian daunnya memiliki pertulangan daun yang
menonjol dan bercabang-cabang (Gambar 1). Daunnya berfungsi baik untuk
fotosintesis maupun reproduksi. Kebanyakan tanaman dari kelompok ini
menyukai daerah lembab. Tumbuhan paku sejati dicirikan oleh pucuk (daun
muda) yang menggulung (circinate). Daunnya secara menyeluruh dikenal sebagai
ental (frond) dan helaian anak daun terkecil disebut pinnule (Laboratorium
Taksonomi Tumbuhan, 2007).
Proses pertumbuhan daun paku-pakuan merupakan salah satu cirinya yang
paling menonjol. Pada perkembangannya, seluruh jaringan daun paku terbentuk
melalui pertumbuhan ujung yang lama dan terus menerus. Ujungnya menggulung
seperti pegas. Selama pertumbuhan, perpanjangan yang lebih cepat pada sel-sel
bagian dalam daun menyebabkan ujung tersebut lambat membuka gulungannya.
Ujung yang melengkung pada daun muda dikenal dengan istilah fiddlehead
(Sudarnadi dan Zakaria, 1984).
Pada umumnya, pada tanaman paku-pakuan dikenal dua macam daun,
yang satu disebut sporofil, bersifat fertile dan membentuk sporangia, sedangkan
daun lainnya bersifat steril, tidak membentuk sporangia dan fungsinya semata-
mata vegetatif. Kondisi tanaman dengan dua jenis fungsi daun dalam satu
tanaman seperti ini disebut sebagai dimorfisme (Sudarnadi dan Zakaria, 1984).
Gambar 1. Stuktur Tumbuhan Paku Sejati (de Winter dan Amoroso, 2003)
Tak seperti tanaman lainnya yang tumbuh dari biji, paku tumbuh dari
spora yang kemudian berkembang menjadi sporofit. Spora terbentuk dalam kotak
spora (sporangium) dan biasa ditemukan di permukaan daun bagian bawah
(Thomas and Garber, 1999). Kumpulan sporangia disebut sorus (jamak : sori) dan
biasanya sori terdapat pada sisi bawah daun fertile (Laboratorium Taksonomi
Tumbuhan, 2007). Pola penyebaran sori berbeda-beda tergantung pada jenis
tanaman paku (Djuita, 2007).
Syarat Tumbuh
Temperatur
Di daerah tropis, paku biasa ditemui di bawah penutupan tajuk pohon yang
rapat. Tanaman ini menyukai temperatur sejuk dan kelembaban tinggi untuk
pertumbuhannya (Thomas and Garber, 1999). Tanaman paku tumbuh baik pada
temperatur yang sesuai dengan kebutuhan jenisnya. Paku-paku yang tumbuh di
daerah
tropis
pada
umumnya
menghendaki
kisaran
21-27o
C
untuk
pertumbuhannya (Hoshizaki and Moran, 2001).
Kelembaban
Menurut Thomas dan Garber (1999), kelembaban ialah salah satu faktor
pembatas dalam budidaya paku. Tanpa kelembaban udara yang tinggi, umumnya
paku akan tumbuh tidak sehat. Tingkat kelembaban 30% ialah persentase terendah
yang masih dapat ditoleransi oleh paku untuk pertumbuhannya. Hoshizaki dan
Moran (2001) dalam bukunya tentang budidaya paku, menyatakan bahwa
kelembaban relatif yang baik bagi pertumbuhan tanaman paku pada umumnya
berkisar antara 60-80 %.
Intensitas Cahaya
Kebanyakan tanaman paku tumbuh baik pada kondisi ternaungi. Kisaran
intensitas cahaya terbaik bagi pertumbuhan paku adalah antara 200 sampai 600
f.c. (foot-candles). Paku pada stadia dewasa membutuhkan cahaya yang lebih
banyak dibandingkan paku pada stadia yang lebih muda. Kondisi naungan yang
rapat kurang cocok bagi pertumbuhan paku. Kondisi ini dapat menyebabkan frond
memanjang dan kurus, memperlambat siklus produksinya, serta cenderung
menguning dan mati lebih cepat. Paku yang tumbuh pada intensitas cahaya rendah
namun cukup biasanya berukuran besar dan tumbuh subur. Pada kondisi cahaya
tinggi, frond tanaman paku menjadi lebih keras, lebih tebal, lebih banyak
memproduksi sori, serta menjadi lebih toleran terhadap perubahan lingkungan.
Sedangkan tanaman paku yang kelebihan cahaya biasanya berukuran lebih kecil,
kurang subur, daunnya hijau menguning serta bagian tepi daunnya berwarna
cokelat (Hoshizaki and Moran, 2001).
Siklus Hidup Pteridophyta (Paku Sejati)
Gambar 2. Siklus Hidup Tanaman Paku (Conqruist, 1971 dalam Djuita,
2007)
Siklus hidup tanaman paku tidak biasa
karena terdiri dari dua fase
tanaman yang berbeda. Paku yang biasa kita lihat merupakan fase generatif atau
yang biasa disebut sebagai sporofit (Thomas and Garber, 1999). Sporofit
memproduksi spora yang kemudian berkecambah membentuk rumput kecil
memasuki fase gametofit (Dickinson, 1998). Gametofitnya disebut protalus dan
bentuknya seperti hati. Siklus hidup pteridophyta ditampilkan pada Gambar 2.
Rhizoid, anteridia, dan arkegonia terdapat pada sisi bawah gametofit.
Anteridium menghasilkan gamet jantan dan arkegonium menghasilkan gamet
betina. Setelah gamet betina dibuahi gamet jantan, akan terbentuk zigot yang
kemudian berkembang menjadi embrio. Embrio memiliki kaki, akar primer,
batang primer, dan daun primer. Setelah sporofit baru tumbuh dan berkembang
menjadi tanaman bebas, gametofit lambat laun mengalami degenerasi dan mati.
Sporofit yang tumbuh dewasa akan menghasilkan sporangia yang memproduksi
spora (Djuita, 2007). Bergantung pada jenisnya, umumnya dibutuhkan waktu
antara 2-6 bulan sejak pembuahan terjadi sampai tunas pertama muncul (Thomas
and Garber, 1999).
Pleocnemia irregularis (C. Presl) Holttum
Pleocnemia irregularis (C. Presl) Holttum atau juga dikenal sebagai
Arcypteris irregularis (C. Presl) Ching (1940) merupakan tanaman paku yang
masuk dalam divisi Pteridophyta dan kelas Pteridopsida. Jenis ini diklasifikasikan
dalam PROSEA (1993) masuk dalam family Dryiopteridaceae. Di Indonesia,
tumbuhan ini memiliki nama lokal paku andam (Melayu); paku kapal; dan paku
kebo (Sunda),
sedangkan di Malaysia, paku ini dikenal sebagai paku siar.
Darnaedi dan Praptosuwiryo memaparkan deskripsi tanaman beserta kebiasaan
tumbuhnya dalam PROSEA (2003).
Deskripsi tanaman
Pleocnemia irregularis merupakan tanaman paku berukuran besar yang
hidup di atas permukaan tanah (terrestrial). Daunnya berstruktur bipinnatifid,
dengan pinnules terbawah berukuran sangat besar. Rhizomenya (batang) pendek
dan tumbuh tegak (erect). Bagian apex dan dasar petiolenya (stipe) ditutupi oleh
sisik yang rapat. Sisiknya tipis, linear atau lanceolate dengan panjang antara 3-4
cm, dan berwarna cokelat gelap. Stipenya tegak dengan panjang berkisar antara
30-80 cm, berwarna hijau ketika hidup dan pucat ketika mengering, gelap pada
bagian dasar, tidak memiliki sisik kecuali pada bagian dasar. Keragaan P.
irregularis ditunjukkan pada Gambar 3.
2
3
5 mm
4
Gambar 3. Pleonemia irregularis (C. Presl) Holttum. Keragaan Tanaman
(1); Pinna (2); Pinna dengan Sori (3); Perbesaran Lobe untuk
Menunjukkan Venasi dan Posisi Sori (4).
Helai daunnya (blade) lanceolate, berukuran panjang 50-200 cm dan
lebarnya 60-70 cm, mantap dan herbaceous. Warna blade pada umumnya hijau
terang dan menjadi cokelat jika mengering. Pada daun muda, warna daunnya lebih
pucat dan menarik perhatian. Pinnae tersusun berhadapan dan dalam jumlah yang
banyak, ukuran pinna terbawah (basal pinnae) merupakan yang terbesar. Basal
pinnae memiliki pinnule yang terletak asimetris dan mengarah ke pangkal
(basiscopic), berukuran 12-20 cm x 6 cm, tak memiliki stipe (sessile), dengan
lekukan tepi daun yang dalam, biasanya berukuran lebih panjang dari yang
lainnya.
Urat daun membentuk baris tunggal areoles yang sempit di sepanjang
kedua sisi costae dan areoles yang lebih pendek di kedua sisi costules. Sisanya,
seluruh bagian lamina diisi dengan 4-6 elongated areoles yang saling berhadapan.
Sori (tunggal : sorus) membulat atau seringkali membentang sepanjang urat daun
dan kadang-kadang juga confluent. Ukurannya kecil, tersebar dengan jarak yang
berdekatan, kadang berpencar teratur, dan tidak memiliki indusial.
Distribusi
P. irregularis terdistribusi dari wilayah selatan Burma (Myanmar) melalui
Asia Tenggara sampai Kepulauan Caroline, Kepulauan Solomon, dan Fiji. P.
irregularis tidak dibudidayakan secara komersial dan tidak diperdagangkan secara
internasional. Daun mudanya dikumpulkan dari alam dan dikonsumsi secara lokal
sebagai sayuran atau dijual di pasar lokal.
Manfaat
Pleocnemia irregularis (C. Presl) Holttum merupakan salah satu sayuran
indigenous yang tumbuh liar di
alam dan seringkali dimanfaatkan sebagai
sayuran. Bagian daun muda yang menggulung (fiddlehead) dari paku sayur ialah
bagian yang dapat dikonsumsi. Di Asia Tenggara, daunnya yang sukulen, muda
dan masih menggulung biasa dimakan mentah sebagai salad/lalap atau dikukus
sebagai sayuran.
Bagian akar dan rhizomanya yang dihancurkan dapat diaplikasikan untuk
mengobati kulit yang terinfeksi kudis, sedangkan daun dan pucuknya yang
dimemarkan dapat digosokkan pada tubuh untuk menanggulangi demam akibat
malaria. Ekstrak rebusan daunnya efektif untuk menanggulangi diarrhoe.
Ekologi dan Perbanyakan
P. irregularis terbiasa tumbuh di permukaan hutan yang ternaungi
sebagian dan pada tepi hutan di bukit-bukit. Selain itu, juga mudah ditemukan di
sekitar perumahan dan pada areal pertanaman. P. irregularis tumbuh pada tanah
lempung berat, liat berkapur, atau tanah yang kaya akan humus berbatu, pada
ketinggian permukaan laut sampai 800 m dpl. Tumbuhan paku ini toleran
terhadap kondisi kering dibandingkan jenis paku terestrial lainnya. Jika ingin
diperbanyak, P. irregularis mudah untuk diperbanyak menggunakan spora.
Nitrat (NO3-) dalam Tanaman
Nitrat adalah senyawa yang pembentukannya di alam merupakan bagian
dari siklus nitrogen, sebagaimana bahan tambahan makanan yang diterima. Nitrat
memegang peranan penting dalam nutrisi dan fungsi tanaman karena potensinya
untuk terakumulasi. Faktor lingkungan dan teknik budidaya tanaman
yang
mempengaruhi konsentrasi nitrat dalam tanaman, diantaranya adalah kelembaban
tanah, intensitas cahaya dan suhu udara, pupuk, varietas tanaman, dan strategi
proteksi tanaman (EFSA, 2008). Faktor lainnya yang mempengaruhi ialah
panjang hari, genangan, intensitas cahaya dan durasi pencahayaan, serta
temperatur (Lorenz, 1978). Cahaya merupakan faktor lingkungan yang paling
berpengaruh (Maynard, 1978). Menurut Sirait (2006), terdapat kecenderungan
peningkatan kandungan nitrat pada tanaman seiring peningkatan taraf naungan,
karena itu perlu diwaspadai adanya kemungkinan keracunan nitrat pada tanaman
yang tumbuh dalam kondisi naungan berat dengan taraf pemupukan yang tinggi.
Kebanyakan tanaman tingkat tinggi mengambil nitrogen dari tanah dalam
bentuk ion amonium (NH4+) atau ion nitrat (NO3-). Nitrat adalah bentuk yang
paling sesuai dan banyak diambil oleh tanaman. Nitrat harus dirubah menjadi
amonium di dalam tanaman sebelum membentuk asam amino dan senyawa
nitrogen lainnya. Proses reduksi nitrat menjadi nitrit maupun nitrit menjadi ion
amonium memerlukan cahaya matahari. Aktivitas enzim nitrat reduktase
meningkat dengan adanya cahaya yang bekerja lewat fotosintesis. Maynard
(1978) menyatakan bahwa kebutuhan cahaya untuk mengaktifkan nitrat reduktase
tercermin pada fluktuasi harian dari konsentrasi nitrat. Peningkatan konsentrasi
nitrat berkaitan dengan intensitas cahaya. Pengurangan konsentrasi nitrat terjadi
setelah periode pencahayaan penuh.
Akumulasi Nitrat pada Sayuran
Manusia memperoleh asupan nitrat melalui berbagai cara, sebagian besar
secara eksogenetik melalui konsumsi sayuran, dan pada tingkat yang lebih sedikit
melalui air dan makanan lainnya (Tabel 1) . Nitrat juga terbentuk secara
endogenetik. Dalam kebalikan dari metabolismenya, nitrit sebagian besar berasal
dari konversi endogenetik nitrat (EFSA, 2008).
Tabel 1. Perkiraan Asupan NO3- dari Berbagai Sumber Bahan Pangan di
Dunia (Berdasarkan pada Berat Badan 60 Kg)
Wilayah
Middle Eastern
Far Eastern
Afrika
Amerika Selatan
Eropa
Asupan
(mg/hari)
40
28
20
55
155
ADI
(µg/mg)
200
100
100
250
700
Sayuran
650
450
300
650
900
Kontributor utama (µg/mg)
Air
Serealia
200
100
300
150
400
150
150
50
50
<50
Buah
50
100
100
100
50
Sumber : (Santamaria, 2006)
Sejumlah sayuran mengakumulasi nitrat pada level yang tinggi. Derajat
akumulasi utamanya berkaitan dengan jenis tanaman, bagian tanaman, umur
tanaman, dan jumlah nitrat yang terkandung dalam media (Lorenz, 1978).
Santamaria et al. (1999) mengurutkan bagian-bagian tanaman berdasarkan
kandungan nitratnya sebagai berikut : tangkai daun > daun > batang > akar >
inflorescence > tuber > bulb > buah > biji. Dalam penelitiannya, Santamaria
(2006) mengklasifikasikan beberapa sayuran berdasarkan pada kadar akumulasi
nitrat seperti yang ditampilkan pada Tabel 2.
Tabel 2. Klasifikasi Sayuran Berdasarkan pada Kadar NO3- (mg kg-1
Bobot Segar)
Sangat Rendah
(<200)
Artichoke
Asparagus
Broad bean
Brussels sprouts
Bawang putih
Bawang bombay
Kacang hijau
Melon
Jamur
Cabai
Kentang
Summer squash
Ubi jalar
Tomat
Semangka
Rendah
(200-500)
Brokoli
Wortel
Kembang kol
Timun
Labu
Sumber : Santamaria (2006).
Sedang
(500-1000)
Kol
Dill
Radicchio
Kol savoy
Turnip
Tinggi
(1000-2500)
Seledri
Chinese cabbage
Endive
Escarole
Fennel
Kohlrabi
Daun chicory
Leek
Parsley
Sangat Tinggi
(>2500)
Seledri
Chervil
Selada air
Lamb‟s lettuce
Lettuce
Radish
Bit merah
Rocket
Bayam
Selada swiss
Bahaya Nitrat Bagi Kesehatan
-
Nitrat (NO3 ) dalam tubuh manusia dikonversi menjadi nitrit (NO2-).
Dengan bantuan suatu enzym yang spesifik, nitrit berkonversi menjadi
nitrosamine yang dapat memicu kanker. Efek yang lebih berbahaya dari nitrit
adalah kemampuannya untuk bereaksi dengan haemoglobin (oxyHb) untuk
membentuk methaemoglobin (metHb) dan nitrat berdasarkan pada skema berikut
(Santamaria, 2006),
NO2- + oxyHb(Fe2+) → metHb(Fe3+) + NO3Efek biologis utama dari nitrit pada manusia adalah pada keterlibatannya
dalam oksidasi Hb normal ke metHb yang tidak dapat mentransportasikan oksigen
pada jaringan. Penurunan transport oksigen menjadi nyata ketika konsentrasi
metHb dalam darah mencapai 10% dari konsentrasi Hb normal. Jika kadarnya
melebihi 10% maka disebut sebagai methaemoglobinaemia, yang menyebabkan
cyanosis, dan dalam konsentrasi yang tinggi menyebabkan asphyxia. Normalnya,
kadar metHb pada manusia adalah kurang dari 2%, sedangkan pada anak-anak
berusia di bawah tiga bulan, kurang dari 3% (WHO, 2007). Sampai sekarang,
nitrat disebut sebagai komponen pangan berbahaya yang dapat menyebabkan
infantile methaemoglobinaemia, karsinogenesis, dan bahkan teratogenesis
(Santamaria, 2006).
Acceptable Daily Intake (ADI) Nitrat
World Health Organization (WHO) telah menentukan Acceptable Daily
Intake (ADI) untuk ion nitrate dan nitrit. Dalam kajian terhadap toksisitas nitrat,
NOEL (no-observed-effect-level) sebesar 370 mg NO3-/kg bobot segar merupakan
nilai yang paling sesuai untuk evaluasi keamanan. Berdasarkan nilai tersebut, ADI
untuk ion nitrat (NO3-) ditetapkan sebesar 0-3.7 mg/kg berat badan (Speijers,
1996) dan sebesar 0-0.07 mg/kg berat badan yang terekspresi sebagai ion nitrit
berdasarkan pada NOEL sebesar 6.7 mg/kg bobot segar per hari untuk
pengaruhnya pada hati dan lambung dalam penelitian terhadap tikus selama 2
tahun (Speijers and van den Brandt, 2003). Toksisitas oral akut untuk nitrat pada
manusia adalah sekitar 330 mg/kg berat badan (EFSA, 2008).
European Commission’s Scientific Committee for Food juga memberikan
rekomendasi terkait ADI untuk ion nitrat berdasarkan beragam berat badan
manusia seperti yang tertampil pada Tabel 3.
Tabel 3. Acceptable Daily Intake (ADI) untuk Ion Nitrat Sebagaimana
yang Direkomendasikan oleh European Commission’s
Scientific Committee for Food (1995) Berdasarkan Berat Badan
Manusia.
Berat badan (kg)
30
40
50
60
70
80
Sumber :
ADI (mg day–1)
109.5
146.0
182.5
219.0
255.5
292.0
European Commission’s Scientific Committee for Food (1995) dalam Santamaria, et al.
(1999)
Terdapat dua strategi dasar untuk mengurangi resiko kontak nitrosamine
sewaktu meningkatkan konsumsi sayuran, khususnya sayuran berdaun. Yang
pertama adalah mengurangi jumlah nitrat dalam menu makanan, dan yang kedua
adalah mencegah konversi nitrat menjadi nitrit di dalam tubuh. (Kennedy, 1995).
Di sisi lain, vitamin C dan berbagai antioksidan yang terkandung pada
sayur-sayuran dapat menghambat pembentukan nitrosamino (EFSA, 2008).
Vitamin C, atau asam askorbat sangat efisien dalam mencegah konversi nitrat
menjadi nitrit pada jaringan tanaman di dalam tubuh manusia. Hijauan yang
sangat kaya akan vitamin C, seperti kale, memiliki vitamin C yang cukup untuk
melindungi kita sepenuhnya terhadap nitrat yang dikandungnya (Kennedy, 1995).
BAHAN DAN METODE
Waktu dan Tempat
Penelitian dilaksanakan pada bulan Oktober 2009 hingga Maret 2010 di
tiga lokasi di Kecamatan Dramaga,
Kabupaten Bogor. Pengamatan lapang
dilakukan Arboretum Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor (Arboretum
Fahutan) sebagai lokasi pertama dan Hutan Penelitian Dramaga, milik Pusat
Penelitian dan Konservasi Hutan sebagai lokasi kedua (CIFOR 1) dan lokasi
ketiga (CIFOR 2). Pengamatan laboratorium dilakukan di Laboratorium Pasca
Panen dan Laboratorium Ekofisiologi Tanaman Departemen Agronomi dan
Hortikultura, Fakultas Pertanian IPB.
Bahan dan Alat
Bahan tanaman yang digunakan pada penelitian ini ialah tanaman dewasa
dan bibit tanaman Pleocnemia irregularis (C. Presl) Holttum yang tumbuh alami
di ketiga lokasi, daun muda yang menggulung (fiddlehead) P. irregularis untuk
analisis kandungan nitrat, serta daun fertil untuk pengamatan karakter spora.
Bahan pendukung lain yang juga digunakan adalah aquades.
Peralatan yang digunakan antara lain penggaris, meteran gulung, Color
Chart, Horibameter C-141, camera digital, jangka sorong, alat ekstraksi, pipet
tetes, tissue, label, amplop kertas coklat, cutter, gunting, pinset, ajir bambu, tali
plastik, timbangan analitik, oven, mikroskop stereo, dan kaca preparat.
Metode Percobaan
Pelabelan Tanaman Contoh
Pemilihan tanaman contoh dilakukan secara acak dan selektif terhadap 10
bibit tanaman dan 10 tanaman dewasa P. Irregularis yang tumbuh alami di
masing-masing lokasi. Bibit P. irregularis yang dipilih adalah bibit dengan tinggi
antara 15-30 cm, sedangkan pemilihan tanaman dewasa P. Irregularis dilakukan
dengan memilih tanaman yang berukuran relatif homogen secara visual di
masing-masing lokasi. Metode ini dilakukan karena jumlah tanaman yang ada di
lokasi sangat terbatas dan beragam, maka contoh tanaman diambil dari individuindividu yang kebetulan dijumpai di lapang. Alasan lain digunakannya metode ini
adalah karena tanaman P. irregularis merupakan tanaman yang tumbuh alami di
masing-masing lokasi dan tidak diketahui umurnya. Metode seperti ini pernah
dilakukan oleh Putrasamedja (2005). Pelabelan dilakukan dengan memasang
papan label untuk tanaman dewasa dan bibit, serta dilakukan pemagaran di
sekeliling tanaman dewasa menggunakan ajir bambu dan tali plastik seperti yang
ditampilkan pada Gambar 4.
a
b
Gambar 4. Pelabelan Bibit (a) dan Tanaman Dewasa P. Irregularis (b) di
Lokasi Pengamatan.
Pengamatan
Bibit Pleocnemia irregularis
Pertumbuhan Bibit
Pengamatan terhadap pertumbuhan bibit P. irregularis di masing-masing
lokasi dilakukan satu minggu sekali selama 7 minggu, ditambah pengamatan pada
minggu ke- 13. Pengamatan dimulai sejak minggu ke-1 setelah pelabelan (MSP).
Variabel kuantitatif pertumbuhan yang diamati antara lain sebagai berikut :
1. Tinggi tanaman (cm)
Tinggi tanaman diukur dari permukaan tanah sampai ujung daun tertinggi
yang ditegakkan.
2. Panjang daun (cm)
Panjang daun diukur dari pusat tanaman sampai ujung helai daun pada seluruh
daun dewasa yang telah membuka sempurna.
3. Lebar daun (cm)
Lebar daun diukur membujur pada bagian daun terlebar, dalam hal ini pinnae
terbawah. Lebar daun diukur pada seluruh daun dewasa yang telah membuka
sempurna.
4. Panjang stipe (cm)
Panjang stipe diukur dari pusat tanaman sampai batas pangkal helai daun pada
seluruh daun dewasa yang telah membuka sempurna.
5. Jumlah daun
Jumlah daun yang dihitung ialah daun dewasa yang telah membuka sempurna,
utuh, dan tidak layu/rusak.
6. Laju pertumbuhan mingguan
Laju pertumbuhan diperoleh dari selisih nilai karakter kuantitatif pengamatan
mingguan.
Tanaman Dewasa Pleocnemia irregularis
Karakter Morfologi
Karakterisasi dilakukan terhadap karakter morfologi P. irregularis dewasa
berdasarkan tuntunan bundel deskriptor P. irregularis (Lampiran 2) yang disusun
mengacu pada buku Penuntun Praktikum Taksonomi Tumbuhan Berpembuluh
(2007) dan disesuaikan dengan deskripsi tumbuhan pakis oleh Hoshizaki and
Moran (2001). Variabel yang diamati meliputi karakter kuantitatif dan kualitatif.
Karakter kualitatif yang diamati meliputi tipe akar-batang, tipe daun (frond
dan blade), tipe stipe, dan tipe spora. Sedangkan karakter kuantitatif yang diamati
terdiri dari panjang daun (frond), lebar daun (frond), panjang stipe, diameter stipe,
jumlah pinna per frond, panjang rachis, jumlah frond per tanaman, diameter akarbatang, tinggi akar-batang, panjang akar, bobot basah (BB), bobot kering (BK),
dan kadar air (KA). Bobot basah tanaman diperoleh dengan cara memanen
tanaman contoh P. irregularis di masing-masing lokasi di akhir pengamatan lalu
ditimbang bobot basahnya. Bobot kering tanaman diperoleh dengan cara
mengeringkan tanaman contoh menggunakan oven selama 3x24 jam dengan
temperatur 105o C. Pengovenan dilakukan secara terpisah untuk setiap bagian
tanaman, terdiri dari bagian akar dan batang; stipe; dan blade. Kadar air adalah
selisih antara bobot basah dan bobot kering tanaman yang dihitung menggunakan
rumus sebagai berikut,
KA (%) =
x 100 %
Siklus panen
Pengamatan siklus panen dilakukan terhadap tanaman dewasa P.
Irregularis yang telah ditandai di masing-masing lokasi. Pengamatan dilakukan
setiap minggu sampai siklus panen ke-3. Siklus panen pertama dihitung sejak
minggu ke-0 pelabelan (MSP) sampai tanaman tersebut memiliki fiddlehead atau
bagian daun muda yang memenuhi kriteria panen dan layak untuk dikonsumsi.
Kriteria panen dari daun muda atau fiddlehead merupakan kriteria visual berupa
tinggi dan besar fiddlehead atau daun muda yang bersumber dari kriteria P.
irregularis yang dijual di pasaran. Kriteria ini berbeda-beda untuk masing-masing
lokasi, bergantung pada ukuran tanaman. Melalui pengamatan siklus panen ini
juga diperoleh data kriteria fiddlehead atau daun muda siap panen dan layak
konsumsi.
Karakter Agronomi Fiddlehead Panen
Karakter agronomi fiddlehead layak panen yang diamati meliputi karakter
tinggi dan bobot basah. Tinggi fiddlehead yang layak panen diukur dari pusat
tanaman tempat keluarnya fiddlehead sampai ujung fiddlehead. Bobot basah
fiddlehead panen diperoleh dengan melakukan penimbangan terhadap bobot segar
fiddlehead yang dipanen dengan menggunakan timbangan analitik.
Persentase Edible Part
Persentase bagian tanaman yang dapat dikonsumsi (% edible part)
diperoleh dengan membandingkan antara bobot basah (BB) bagian yang dapat
dikonsumsi dengan bobot basah brangkasan tanaman. Perhitungan yang
digunakan ialah sebagai berikut :
% edible part
x 100 %
Analisis Kandungan Nitrat (Karakter Fisiologis)
Analisis terhadap kandungan nitrat dilakukan pada bagian jaringan daun
muda atau fiddlehead dari tanaman P. Irregularis yang biasa dipanen dan
dikonsumsi. Analisis kandungan nitrat dilakukan dengan mengambil ekstrak
bagian daun muda (fiddlehead) kemudian ekstrak diuji dengan menggunakan
Horibameter C-141. Analisis dilakukan sebanyak empat kali dengan jumlah
sampel uji yang berbeda-beda pada tiap pengujian, bergantung pada ketersediaan
bahan di lapang. Gambar metode analisis kandungan nitrat dilampirkan pada
Lampiran 17.
Potensi Reproduksi Generatif
Dilakukan pengamatan mikroskopik terhadap jumlah sporangium pada
daun-daun fertil tanaman P. Irregularis di lokasi Arboretum Fahutan dan CIFOR
1, sedangkan lokasi CIFOR 2 tidak diamati karena belum masuk ke fase generatif.
Pengamatan dilakukan pada tiga helai pinna yang berada pada bagian tengah
frond. Pinna-pinna ini dipilih karena ukurannya yang relatif seragam dan
memiliki sorus yang tersebar memenuhi seluruh bagian pinna sehingga cukup
representatif. Hasil pengamatan kemudian dikonversi sehingga diperoleh potensi
reproduktif generatif tanaman di masing-masing lokasi uji berdasarkan
perhitungan berikut,
∑ SPR/tan = ∑ SPR/PN x ∑ PN/frond x ∑ FRF/tan
Keterangan :
∑ SPR/tan
: jumlah sporangium per tanaman
∑ SPR/PN
: jumlah sporangium per pinna
∑ PN/frond
: jumlah pinna per frond
∑ FRF/tan
: jumlah frond fertil per tanaman (sporofil)
Kerapatan Relatif (KR)
Banyaknya tanaman P. irregularis di masing-masing lokasi dihitung
dengan peubah kerapatan dan kerapatan relatif. Kerapatan (K) ialah banyaknya
individu per satuan luas dan kerapatan relatif (KR) ialah persentase jumlah
individu dari suatu jenis di suatu lokasi (Soerianegara dan Indrawan, 2005). Nilai
K dan KR diperoleh menggunakan rumus sebagai berikut :
K =
KR =
x 100 %
Pemeliharaan
Tidak dilakukan pemeliharaan khusus terhadap seluruh tanaman sampel di
masing-masing lokasi. Hal ini bertujuan agar dapat mengamati karakter asli dari
masing-masing tanaman yang tumbuh di habitat alaminya.
Analisis Data
Penelitian merupakan penelitian eksploratif
yang terdiri dari kegiatan
pengamatan mingguan dan karakterisasi. Percobaan dilakukan menggunakan
Rancangan Acak Kelompok (RAK) satu faktor dengan lokasi sebagai faktor uji
dan terdiri dari 10 ulangan untuk masing-masing lokasi. Percobaan ini
menggunakan model matematis sebagai berikut,
Yij = μ + αi + βj + εij
dimana, Yij = nilai pengamatan ke-ij
μ = nilai tengah populasi
αi = pengaruh aksesi ke-i
βj = pengaruh kelompok ke-j
εij = pengaruh galat ke-ij
Informasi yang diperoleh dari kegiatan pengamatan mingguan dan
karakterisasi disusun sebagai data kuantitatif dan data kualitatif. Data kualitatif
hasil
pengamatan
karakter
morfologi
dianalisis
sederhana
dengan
membandingkan karakter morfologi P. irregularis di masing-masing lokasi. Data
kuantitatif hasil pengamatan yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan
analisis ragam (Uji F), dilanjutkan Uji Jarak Berganda Duncan (DMRT) jika
terdapat perbedaan yang nyata pada taraf 5%. Data diolah dibawah program SAS
9.1.3.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Umum
Lokasi pengamatan berjumlah tiga lokasi, yaitu Arboretum Fahutan;
CIFOR 1; dan CIFOR 2. Arboretum Fahutan merupakan hutan buatan dengan
jenis tegakan campuran, sedangkan kedua lokasi lainnya memiliki jenis tegakan
utama Pinus merkusii Jungh.et.de.Vr. (CIFOR 1) dan Hymenaea courbaril L.
(CIFOR 2). Luas masing-masing petak pengamatan sekitar 0.1 Ha. Jenis tanaman
pakis yang menjadi bahan pengamatan adalah Pleocnemia irregularis (C. Presl)
Holttum, seperti yang diterangkan pada dokumen hasil identifikasi tanaman oleh
Pusat Konservasi Tanaman Kebun Raya Bogor, LIPI (Lampiran 1).
Tipe curah hujan di Darmaga termasuk tipe A (Klasifikasi Schmidt dan
Ferguson). Curah hujan rata-rata tahunan sebesar 3.552 mm dengan kelembaban
nisbi rata-rata per tahun di atas 80% dan suhu rata-rata sepanjang tahun sebesar 25
o
C (Pratiwi, 2010). Kondisi ketiga lokasi pengamatan ditunjukkan pada Gambar 5.
b
a
c
Gambar 5. Kondisi Umum Lokasi Pengamatan di Arboretum Fahutan (a);
CIFOR 1 (b); dan CIFOR 2 (c).
Data statistik Badan Pemerintahan Daerah Kabupaten Bogor menyatakan
tanah di areal Kampus IPB Darmaga termasuk jenis latosol yang memiliki
kedalaman efektif lebih dari 90 cm dengan tekstur sedang. Lahan penelitian
berada pada ketinggian 223 m dpl dengan lahan yang datar (Pratiwi, 2010).
Kondisi tanah tergolong sangat masam dengan kandungan C dan N organik yang
rendah (berdasarkan tabel kriteria penilaian sifat kimia tanah pada Lampiran 5).
Hasil analisis tanah di lokasi percobaan ditampilkan pada Tabel 4.
Tabel 4. Kondisi Tanah di Lokasi Hutan Penelitian Dramaga CIFOR 1
dan CIFOR 2
Parameter
Satuan
pH (H20)
C Organik
N Organik
Ca
Mg
K
Na
CEC
g/kg
g/kg
cmol(+)/kg
cmol(+)/kg
cmol(+)/kg
cmol(+)/kg
cmol(+)/kg
Kedalaman 0-10 cm
Nilai
Kriteria
4.2
sangat masam
14.20
rendah
1.10
rendah
0.94
sangat rendah
0.25
sangat rendah
0.06
sangat rendah
0.04
sangat rendah
21.58
sedang
Kedalaman 10-20 cm
Nilai
Kriteria
4.3
sangat masam
10.10
rendah
1.00
rendah
1.08
sangat rendah
0.38
sangat rendah
0.07
sangat rendah
0.06
sangat rendah
20.23
sedang
Sumber : Laporan Pemantauan Hujan Asam di Indonesia. PUSARPEDAL-KLH. 2007
Karakter Pertumbuhan Bibit Tanaman P. irregularis di Ketiga Lokasi.
Laju Pertumbuhan
Tabel 5. Rata-rata Laju Pertumbuhan Bibit Tanaman P. irregularis di
Ketiga Lokasi pada 1-7 Minggu.
Karakter
Satuan
Tinggi tanaman
Panjang frond
Panjang stipe
Lebar daun
Jumlah daun
cm minggu-1
cm minggu-1
cm minggu-1
cm minggu-1
helai minggu-1
Keterangan : tn
Laju Pertumbuhan
Arboretum
CIFOR 1
CIFOR 2
Fahutan
0.36
0.33
0.16
0.30
0.52
0.27
0.03
0.23
0.15
0.15
0.16
0.06
0.29
0.20
0.13
tidak berbeda nyata berdasarkan uji F pada taraf 5%
Uji F
tn
tn
tn
tn
tn
Laju pertumbuhan mingguan untuk karakter-karakter agronomis bibit P.
irregularis di ketiga lokasi ditampilkan pada Tabel 5. Laju pertumbuhan P.
irregularis pada stadia bibit relatif rendah. Berdasarkan hasil uji F, pengamatan
selama 7 minggu menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang nyata dari laju
pertumbuhan bibit P. irregularis di ketiga lokasi.
Tinggi Tanaman
Pengamatan terhadap karakter tinggi tanaman bibit P. irregularis selama 7
minggu ditambah pengamatan minggu ke-13 ditampilkan pada Tabel 6. Tinggi
bibit P. irregularis di ketiga lokasi bertambah dengan laju 0.36 cm minggu-1
(Arboretum Fahutan), 0.33 cm minggu-1 (CIFOR 1), dan 0.16 cm minggu-1
(CIFOR 2) (Tabel 5).
Tabel 6.
Rata-rata Tinggi Bibit (cm) P. irregularis di Ketiga Lokasi.
Pengamatan Minggu Ke-
Lokasi
1
2
3
4
5
6
7
13
Arboretum Fahutan
24.28
24.24
25.57
25.46
25.28ab
25.65ab
26.41ab
28.80a
CIFOR 1
27.24
26.27
26.50
27.35
27.76a
29.12a
29.22a
31.72a
CIFOR 2
20.63
21.08
21.58
20.15
21.43b
21.74b
21.57b
21.77b
tn
tn
tn
tn
*
*
*
**
Uji F
Keterangan : tn tidak nyata, * nyata pada taraf 5%, ** sangat nyata pada taraf 1%. Angka yang diikuti huruf yang berbeda
pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata berdasarkan uji jarak berganda Duncan pada taraf 5%.
Hasil uji F terhadap karakter tinggi tanaman untuk bibit P. irregularis
menunjukkan tidak terdapat perbedaan tinggi tanaman antara ketiga lokasi sampai
minggu ke-4. Hasil uji jarak berganda Duncan menunjukkan terdapat perbedaan
yang nyata antara tinggi bibit P. irregularis di lokasi CIFOR 1 dengan CIFOR 2
pada minggu ke-5 sampai minggu ke-7. Pada minggu ke-13, perbedaan yang
sangat nyata terlihat pada tinggi bibit P. irregularis di lokasi CIFOR 2, bibit di
CIFOR 2 memiliki tinggi bibit terendah di antara lokasi lainnya. Bibit tanaman P.
irregularis di lokasi Arboretum Fahutan tidak berbeda dengan kedua lokasi
lainnya sepanjang masa pengamatan kecuali pada minggu ke-13. Hasil
rekapitulasi uji F terhadap karakter tinggi bibit P. irregularis di ketiga lokasi
dilampirkan pada Lampiran 6.
Panjang Daun
Pengamatan terhadap karakter panjang daun bibit P. irregularis selama 7
minggu ditambah pengamatan minggu ke-13 ditampilkan pada Tabel 7. Panjang
daun bibit P. irregularis di ketiga lokasi bertambah dengan laju 0.30 cm minggu-1
(Arboretum Fahutan), 0.52 cm minggu-1 (CIFOR 1), dan 0.27 cm minggu-1
(CIFOR 2) (Tabel 5).
Tabel 7.
Rata-rata Panjang Daun (cm) P. irregularis di Ketiga Lokasi.
Pengamatan Minggu Ke-
Lokasi
1
2
3
4
5
6
7
13
Arboretum Fahutan
20.68
20.85
20.77
21.45
21.39
22.07ab
22.28
21.93b
CIFOR 1
20.95
21.77
22.43
22.26
22.11
23.91a
24.08
26.86a
CIFOR 2
17.26
17.84
18.37
17.35
18.86
17.89b
18.89
19.17b
tn
tn
tn
tn
tn
*
tn
**
Uji F
Keterangan : tn tidak nyata, * nyata pada taraf 5%, ** sangat nyata pada taraf 1%. Angka yang diikuti huruf yang berbeda
pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata berdasarkan uji jarak berganda Duncan pada taraf 5%.
Hasil uji F terhadap karakter panjang daun untuk bibit P. irregularis antara
lokasi
menunjukkan tidak terdapat perbedaan panjang daun selama masa
pengamatan, kecuali pada minggu ke-6 dan minggu ke-13. Hasil uji jarak
berganda Duncan menunjukkan terdapat perbedaan panjang daun P. irregularis
antara lokasi CIFOR 1 dan CIFOR 2 pada minggu ke-6, sedangkan pada minggu
ke-13, perbedaan yang sangat nyata terlihat pada lokasi CIFOR 1. Bibit P.
irregularis di CIFOR 1 memiliki panjang daun terpanjang di antara kedua lokasi
lainnya. Hasil rekapitulasi uji F terhadap karakter panjang daun P. irregularis di
ketiga lokasi dilampirkan pada Lampiran 6.
Panjang Stipe
Pengamatan terhadap karakter panjang stipe bibit P. irregularis selama 7
minggu ditambah pengamatan minggu ke-13 ditampilkan pada Tabel 8. Panjang
stipe bibit P. irregularis di ketiga lokasi bertambah dengan laju 0.03 cm minggu-1
(Arboretum Fahutan), 0.23 cm minggu-1 (CIFOR 1), dan 0.15 cm minggu-1
(CIFOR 2) (Tabel 5).
Tabel 8.
Rata-rata Panjang Stipe (cm) P. irregularis di Ketiga Lokasi.
Pengamatan Minggu Ke-
Lokasi
1
2
3
4
5
6
7
13
Arboretum Fahutan
12.49
13.14
13.48
15.13
12.32
12.72
12.67
12.57
CIFOR 1
10.43
10.52
10.88
10.44
11.39
11.75
11.78
12.38
CIFOR 2
9.15
9.55
9.76
9.58
9.99
9.80
10.04
9.89
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
Uji F
Keterangan : tn
tidak berbeda nyata berdasarkan uji F pada taraf 5%
Rata-rata panjang stipe pada awal pengamatan hingga akhir tidak memiliki
perubahan yang signifikan. Hal ini pun didukung oleh hasil uji F terhadap
karakter panjang stipe bibit P. irregularis antar lokasi di Arboretum Fahutan,
CIFOR 1, dan CIFOR 2 menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang nyata
sepanjang masa pengamatan. Hasil rekapitulasi uji F terhadap karakter panjang
stipe P. irregularis di ketiga lokasi dilampirkan pada Lampiran 6.
Lebar Daun
Pengamatan terhadap karakter lebar daun bibit P. irregularis selama 7
minggu ditambah pengamatan minggu ke-13 ditampilkan pada Tabel 9. Lebar
daun bibit P. irregularis di ketiga lokasi bertambah dengan laju 0.15 cm minggu-1
(Arboretum Fahutan), 0.16 cm minggu-1 (CIFOR 1), dan 0.06 cm minggu-1
(CIFOR 2) (Tabel 5).
Tabel 9.
Rata-rata Lebar Daun (cm) P. irregularis di Ketiga Lokasi.
Pengamatan Minggu Ke-
Lokasi
1
2
3
8.97b
9.44
9.93
9.46b
9.80b
9.98b
9.87b
11.04b
CIFOR 1
11.47a
11.64
11.82
11.84a
12.09a
12.78a
12.39a
13.36a
CIFOR 2
8.65b
8.61
8.64
8.82b
8.97b
8.30b
8.99b
9.30b
tn
tn
**
**
Arboretum Fahutan
Uji F
*
4
*
5
6
7
*
13
**
Keterangan : tn tidak nyata, * nyata pada taraf 5%, ** sangat nyata pada taraf 1%. Angka yang diikuti huruf yang berbeda
pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata berdasarkan uji jarak berganda Duncan pada taraf 5%.
Hasil uji jarak berganda Duncan terhadap karakter lebar daun untuk bibit
P. irregularis antar lokasi menunjukkan perbedaan yang nyata kecuali pada
minggu ke-2 dan ke-3. Perbedaan yang sangat nyata terlihat pada minggu ke- 5, 6,
dan 13 pada lokasi CIFOR 1. Lebar daun bibit P. irregularis di lokasi CIFOR 1
tertinggi di antara lokasi uji lainnya sepanjang masa pengamatan, sedangkan lebar
daun bibit P. irregularis di lokasi Arboretum Fahutan dan CIFOR 2 tidak berbeda.
Hasil rekapitulasi uji F terhadap karakter lebar daun P. irregularis di ketiga lokasi
dilampirkan pada Lampiran 6.
Jumlah Daun
Jumlah daun bibit P. irregularis di ketiga lokasi bertambah dengan laju
0.29 cm minggu-1 (Arboretum Fahutan), 0.20 cm minggu-1 (CIFOR 1), dan 0.13
cm minggu-1 (CIFOR 2) (Tabel 5). Hasil uji F terhadap karakter jumlah daun
untuk bibit P. irregularis antara ketiga lokasi tidak menunjukkan hasil yang
berbeda sepanjang masa pengamatan (Tabel 10). Hasil rekapitulasi uji F terhadap
karakter jumlah daun P. irregularis di ketiga lokasi dilampirkan pada Lampiran 6.
Tabel 10. Rata-rata Jumlah Daun Bibit P. irregularis di Ketiga Lokasi.
Pengamatan Minggu Ke-
Lokasi
1
2
3
4
5
6
7
13
Arboretum Fahutan
3.8
3.9
4.2
4.4
4.7
5.1
5.6
5.7
CIFOR 1
4.4
4.5
4.5
5.0
5.4
5.6
5.6
4.9
CIFOR 2
3.3
3.5
4.5
3.6
3.8
4.2
4.1
4.1
Uji F
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
Keterangan : tn
tidak berbeda nyata berdasarkan uji F pada taraf 5%
Karakter Kuantitatif Morfologi Tanaman Dewasa Pleocnemia irregularis di
Ketiga Lokasi.
Akar-Batang
Hasil karakterisasi terhadap akar-batang tanaman dewasa P. irregularis di
lokasi Arboretum Fahutan, CIFOR 1, dan CIFOR 2 dan hasil uji jarak berganda
Duncan antar pasangan lokasi ditampilkan pada Tabel 11. Berdasarkan hasil uji
jarak berganda Duncan, terdapat perbedaan yang sangat nyata antar lokasi untuk
karakter tinggi akar-batang dan diameter akar-batang. Akar-batang P. irregularis
di CIFOR 2 memiliki diameter terkecil di antara keseluruhan lokasi, sedangkan
antara kedua lokasi lainnya tidak berbeda. Arboretum Fahutan memiliki nilai ratarata tertinggi untuk karakter tinggi akar-batang antara lokasi yang diuji,
sedangkan di lokasi CIFOR 1 dan CIFOR 2 tidak terdapat perbedaan yang nyata.
Tidak ditemukan perbedaan yang nyata di antara ketiga lokasi untuk karakter
panjang akar. Rekapitulasi hasil uji F terhadap karakter akar-batang tanaman
dewasa Pleocnemia irregularis di ketiga lokasi ditampilkan pada Lampiran 7.
Frond (Blade dan Stipe)
Hasil karakterisasi terhadap frond (daun) tanaman dewasa P. irregularis di
lokasi Arboretum Fahutan, CIFOR 1, dan CIFOR 2 dan hasil uji jarak berganda
Duncan terhadap variabel-variabel kuantitatif karakter daun P. irregularis antara
ketiga lokasi ditampilkan pada Tabel 11. Berdasarkan karakter panjang blade,
lebar frond, diameter stipe, jumlah pinna, dan jumlah frond per tanaman, hasil uji
jarak berganda Duncan menunjukkan terdapat perbedaan yang sangat nyata
terhadap ukuran frond antara P. irregularis di ketiga lokasi. CIFOR 2 memiliki
nilai rata-rata terendah untuk keseluruhan karakter uji, sedangkan P. irregularis di
lokasi Arboretum Fahutan dan CIFOR 2 tidak memiliki perbedaan yang nyata.
Hasil uji jarak berganda Duncan terhadap karakter panjang stipe dan panjang
rachis menunjukkan perbedaan yang sangat nyata antar lokasi. Pleocnemia
irregularis di lokasi CIFOR 1 memiliki nilai rata-rata tertinggi untuk kedua
karakter tersebut, sedangkan nilai terendah dimiliki oleh P. irregularis di lokasi
CIFOR 2. Rekapitulasi hasil uji F terhadap karakter frond tanaman dewasa
Pleocnemia irregularis di ketiga lokasi ditampilkan pada Lampiran 7.
Tabel 11. Karakter Kuantitatif Morfologi Pleocnemia irregularis di Ketiga Lokasi.
Karakter
Panjang Akar (cm)
Tinggi Akar-Batang (cm)
Diameter Akar-Batang (mm)
Diameter Stipe (mm)
Panjang Stipe (cm)
Panjang Rachis (cm)
Panjang Blade (cm)
Lebar Fornd(cm)
Jumlah Pinna /Frond
Jumlah Frond /Tanaman
Jumlah Sporofil
Bobot Basah Total (g)
Bobot Kering Total (g)
Kadar Air Total (%)
Bobot Basah/Bobot Kering
Rasio Tajuk-Akar
Arboretum Fahutan
Rataan
Kisaran
37.58
24.50-50.60
14.97a
9.00-24.00
4.400a
3.095-5.455
0.596a
0.502-0.705
32.31b
22.00-44.60
7.65b
6.00-8.70
64.11a
50.60-81.30
35.74a
22.10-46.30
16.60a
13.00-21.00
6.33a
4.00-8.00
0.75
0.00-2.00
304.65a
118.81-481.21
94.06a
31.68-145.30
69.10
60.79-73.69
3.29b
2.55-3.80
0.42b
0.15-0.91
CIFOR 1
Rataan
Kisaran
38.69
19.30-67.70
11.72b
8.00-17.00
3.912a
2.445-4.785
0.572a
0.335-0.725
45.40a
39.00-61.00
9.20a
7.50-13.20
70.37a
45.00-85.80
36.47a
29.30-47.50
16.11a
7.00-25.00
7.00a
5.00-10.00
0.75
0.00-2.00
284.47a
79.51-418.60
62.86b
41.15-85.11
73.42
48.25-86.68
4. 47a
1.93-7.51
1.47a
0.45-2.20
CIFOR 2
Rataan
Kisaran
36.98
25.00-60.30
10.44b
8.00-14.50
3.111b
2.015-3.605
0.388b
0.325- 0.465
24.99c
17.00-37.00
5.91c
4.50-7.20
47.70b
30.00-57.50
28.76b
25.60-33.90
12.00b
11.00-15.00
4.78b
3.00-7.00
118.56b
80.45-164.05
40.35c
31.55-48.44
65.29
58.72-70.97
2.92b
2.42-3.44
0.53b
0.43-0.68
Rataan
Total
Uji F
tn
**
**
**
**
**
**
**
*
**
38.14
12.22
3.81
0.52
34.65
7.62
60.81
33.74
14.50
5.96
-
**
**
tn
**
**
235.89
65.76
69.27
3.56
0.81
Keterangan : Nilai yang dicetak tebal pada baris yang sama merupakan nilai terendah dan tertinggi yang ditemui di antara keseluruhan tanaman contoh.
tn tidak nyata, * nyata pada taraf 5%, ** sangat nyata pada taraf 1% pada uji F. A ngka yang diikuti huruf yang sama pada baris yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata
berdasarkan uji jarak berganda Duncan pada taraf 5%.
Bobot Basah Total, Bobot Kering Total, dan Kadar Air Total
Hasil karakterisasi dan uji jarak berganda Duncan terhadap karakter bobot
basah total, bobot kering total, kadar air total, bobot basah per bobot kering, dan
rasio tajuk-akar tanaman dewasa P. irregularis antar pasangan lokasi ditampilkan
pada Tabel 11. Berdasarkan hasil uji jarak berganda Duncan, ditemukan
perbedaan yang sangat nyata untuk seluruh karakter, kecuali karakter kadar air
total yang memiliki nilai rata-rata yang tidak berbeda antar ketiga lokasi uji.
CIFOR 2 memiliki nilai terendah untuk karakter bobot basah total, sedangkan
antar kedua lokasi lainnya tidak berbeda. Perbedaan yang sangat nyata antara
ketiga lokasi uji terlihat pada karakter bobot kering total tanaman. Nilai tertinggi
dimiliki oleh Arboretum Fahutan, sedangkan nilai rata-rata terendah dimiliki oleh
CIFOR 2. Bobot basah per bobot kering serta rasio tajuk-akar P. irregularis di
lokasi CIFOR 1 merupakan yang tertinggi di antara ketiga lokasi uji, sedangkan
kedua lokasi lainnya tidak memiliki perbedaan yang nyata. Rekapitulasi hasil uji F
terhadap karakter-karakter tersebut ditampilkan pada Lampiran 7.
Karakter Kualitatif
Pleoicnemia irregularis merupakan jenis tumbuhan paku sejati yang
Tumbuh di tanah (terrestrial). Berdasarkan bentuknya, P. irregularis masuk pada
kategori tumbuhan tidak
berkayu atau terna (herbaceous). Sedangkan
berdasarkan umurnya, digolongkan sebagai tanaman tahunan (perennial).
Keragaan tanaman dewasa P. irregularis ditampilkan pada Gambar 6a.
Rekapitulasi karakter kualitatif morfologi P. irregularis di ketiga lokasi
pengamatan ditampilkan pada Tabel 12.
Fitografi Batang dan Akar
Bentuk batang yang ditemukan pada P. irregularis yang tumbuh alami di
Arboretum Fahutan, CIFOR 1, dan CIFOR 2 ialah tegak (erect). Bagian atas
batang padat ditutupi oleh petiole (stipe) dan sisik (scale) yang tipis berwarna
cokelat kemerahan, sedangkan bagian bawah dipenuhi oleh akar serabut berwarna
cokelat kehitaman. Bagian ujung batang memproduksi fiddlehead yang akan
tumbuh menjadi daun, sedangkan ke arah bawah memproduksi akar. Karena
fungsinya yang penting inilah bagian ujungnya ditutupi dengan padat oleh sisik.
a
b
c
d
Gambar 6. Keragaan P. irregularis (a); Bentuk Akar-Batang P.
irregularis (b); Ilustrasi Susunan Stipe pada Batang (c);
Bentuk Stipe P. irregularis (d).
Stipe tersusun berseling pada batang. Batang akan semakin tinggi seiring
dengan pertambahan stipe, seperti diilustrasikan pada Gambar 6c. Makin tinggi
batang menunjukkan makin tua umur dari tumbuhan pakis tersebut. Tinggi dan
besar batang P. irregularis di ketiga lokasi yang beragam menunjukkan bahwa
umur tumbuhan pakis di ketiga lokasi tersebut tidaklah sama.
Akar P. irregularis yang ditemukan di ketiga lokasi tumbuh dari batang.
Akarnya halus, berserabut dan memiliki percabangan
tertier yang padat.
Warnanya cokelat gelap dan akar-akarnya yang besar ditutupi oleh bulu-bulu
halus kemerahan. Akarnya tumbuh dekat dengan permukaan tanah.
Fitografi Stipe
Stipe tumbuh tegak berseling pada batang. Bentuknya persegi dan
berwarna gelap pada bagian dasar. Secara umum, warna stipe yang ditemukan
pada keseluruhan sampel di ketiga lokasi adalah hijau, namun juga ditemukan
variasi terutama pada bagian dasar stipe yang umumnya berwarna cokelat gelap
bahkan cokelat kemerahan. Variasi ini ditemui pada 1 tanaman sampel di lokasi
Arboretum Fahutan, 5 tanaman di lokasi CIFOR 1, dan 1 tanaman di CIFOR 2.
Pada masa hidup, warna stipe hijau dan akan berubah pucat jika mengering.
Variasi warna ini diduga dipengaruhi oleh umur tanaman. Pada bagian dasar, stipe
padat dipenuhi oleh sisik tipis yang berwarna cokelat kemerahan.
Fitografi Daun
Keseluruhan daun pakis disebut frond, terdiri atas stipe (tangkai daun) dan
blade (helai daun). Daunnya (blade) tersusun atas sejumlah anak daun (pinna)
yang terletak berhadapan pada tangkai daunnya. Makin ke ujung, ukuran pinna
makin mengecil dan pangkal-pangkalnya menyatu. Ujung daunnya membentuk
seperti mata anak panah.
Pinna yang paling bawah berukuran sangat besar dan memiliki variasi
bentuk membentuk anak pinna atau disebut pinnules. Kehadiran pinnules pada
pasangan pinna terbawah ini membuat helai daun berbentuk seperti sayap kupukupu. Bentuk daun seperti ini disebut bipinnatifid.
Ditemukan dua variasi bentuk tepi daun P. irregularis di lokasi Arboretum
Fahutan, yaitu crenate dan lobed. Jenis tepi daun crenate bergelombang dengan
lekukan dangkal, sedangkan jenis tepi daun lobed bergelombang dengan lekukan
yang dalam. P. irregularis dengan tepi daun lobed ditemukan lebih banyak
jumlahnya (7 tanaman) daripada bentuk crenate (3 tanaman) dari keseluruhan
sampel. Sedangkan bentuk tepi daun P. irregularis yang ditemukan di CIFOR 1
dan CIFOR 2 keseluruhannya lobed.
Bagian ujung-ujung helai daun (blade maupun pinna) P. irregularis yang
ditemukan di ketiga lokasi bentuknya meruncing (acuminate). Sedangkan bagian
pangkalnya bentuknya asimetris (oblique), salah satu bagian sisinya lebih pendek
dari sisi yang lain. Bentuk-bentuk ujung dan pangkal daun seperti ini ditemui pada
semua sampel tanaman (Gambar 7).
a
b
c
d
e
f
Gambar 7. Fitografi Bagian Daun P. irregularis di Ketiga Lokasi. Tepi
Daun Crenate (a); Lobed di Arboretum Fahutan (b); CIFOR 1
(c); CIFOR 2 (d); Bentuk Ujung Daun Acuminate (e), Bentuk
Pangkal Daun Oblique (f).
Gambar 8.
Karakter Daun P. irregularis di Ketiga Lokasi. Tipe
Pertulangan Daun dan Warna Permukaan Daun Bagian Atas
(Kiri) dan Bawah (Tengah); Permukaan Daun Gundul Dilihat
di Bawah Mikroskop (Kanan).
Pleocnemia irregularis yang ditemui di ketiga lokasi memiliki tipe
pertulangan daun (venasi) utama yang sederhana dan menjala (areolate) di antara
venasinya.
Permukaan daun P. irregularis bagian atas berwarna hijau terang,
sedangkan permukaan bawahnya berwarna hijau kecoklatan. P. irregularis
memiliki permukaan daun yang gundul atau glabrous. Karakter venasi, warna
daun, serta permukaan daun seperti ini ditemui pada sampel P. irregularis di
ketiga lokasi (Gambar 8).
Fitografi Organ Generatif
Tanaman pakis bereproduksi secara generatif menggunakan spora. Spora
diproduksi dalam kotak spora (sporangium). Kumpulan kotak spora disebut sorus.
Pola penyebaran sorus menjadi karakter spesifik bagi beragam jenis pakis. P.
irregularis memiliki sorus yang membulat dan terletak pada permukaan bawah
daun. Sorus muncul sepanjang urat-urat daun yang halus di antara venasi utama,
menyebar tidak teratur, rapat, dan berukuran kecil (Gambar 9).
Hanya tanaman sampel P. irregularis di lokasi Arboretum Fahutan dan
CIFOR 1 yang memiliki daun fertil (sporofil). Sedangkan tanaman P. irregularis
di lokasi CIFOR 2 belum memasuki fase generatif. Keberadaan spora pada daun
tanaman P. irregularis yang sudah memasuki fase generatif tidak selalu tersedia
sepanjang tahun. Diduga kemunculan spora ini dipengaruhi oleh kondisi iklim.
Pengamatan terhadap karakter spora pada P. irregularis di lokasi Arboretum
Fahutan dan CIFOR 1 diamati pada akhir bulan Maret dan awal bulan April 2010.
Gambar 9.
Karakter Penyebaran Sorus pada Daun P. irregularis.
Penyebaran Sorus Dilihat dari Permukaan Bawah Daun
(Kiri); Letak Sorus pada Venasi Daun Dilihat dari Permukaan
Atas Daun (Kanan).
Sorus yang berisi spora yang belum matang biasanya berwarna hijau,
sedangkan yang sudah matang berwarna cokelat kehitaman (Gambar 10a dan b).
Sorus yang sudah menyebarkan sporanya berwarna cokelat terang. Kotak spora P.
irregularis yang ditemukan pada sampel di lokasi Arboretum Fahutan dan CIFOR
1 tidak memiliki indusia. Indusia merupakan selaput yang menutupi sorus dan
melindungi kotak spora.
a
b
c
d
e
Gambar 10. Karakter Organ Generatif P. irregularis. Sorus dengan Kotak
Spora yang Belum Matang (a); Sorus dengan Kotak Spora
Matang dan Siap Berpencar (b); Potongan Melintang Daun
Bersorus di Bawah Mikroskop (c); Bentuk Kotak Spora
dengan Posisi Annulus Vertikal (d); dan Bentuk Spora
Monolate (e).
Kotak sporanya memiliki annulus dengan posisi vertikal (Gambar 10d).
Annulus adalah cincin berwarna gelap yang mengitari kotak spora dan berfungsi
seperti pelontar spora yang akan membuat spora berpencar jika cincin annulus
pecah (Hoshizaki dan Moran, 2001). Sistem kerja annulus ini, seperti yang
diuraikan oleh Sudarnadi dan Zakaria (1984) dipengaruhi oleh kadar air kotak
spora. Dengan kasat mata, spora yang matang terlihat seperti debu-debu halus
kecoklatan. Di bawah mikroskop, terlihat spora P. irregularis berbentuk seperti
kacang-kacangan. Bentuk seperti ini disebut monolate. Sporanya berwarna
cokelat. Menurut Hoshizaki dan Moran (2001), spora berwarna selain warna hijau
biasanya memiliki viabilitas yang baik selama beberapa tahun, namun memiliki
waktu germinasi yang lebih lambat.
Tabel 12.
Karakter
Percabangan Akar
Warna Akar
Bentuk Stipe
Warna Stipe
Arah Tumbuh
Rambut
Sisik
Tipe Daun
Bentuk Daun
Pangkal Daun
Ujung Daun
Tepi Daun
Pertulangan Daun
Permukaan Daun
Kedudukan pinna
Warna Daun Bagian
Atas
Warna Daun Bagian
Bawah
Kedudukan sorus
indusia
posisi anulus
bentuk spora
Rekapitulasi Karakter Kualitatif Tanaman
Pleocnemia irregularis di Ketiga Lokasi.
Dewasa
Arboretum
Fahutan
tertier
cokelat gelap
persegi
hijau tua
kekuningan
erect
+
bipinnate
pinnatifid,
pangkal menyatu
oblique
acuminate
lobed, crenate
menjala
gundul
berhadapan
CIFOR 1
CIFOR 2
tertier
cokelat gelap
persegi
hijau tua
kekuningan
erect
+
bipinnate
pinnatifid,
pangkal menyatu
oblique
acuminate
lobed
menjala
gundul
berhadapan
tertier
cokelat gelap
persegi
hijau tua
kekuningan
erect
+
bipinnate
pinnatifid,
pangkal menyatu
oblique
acuminate
lobed
menjala
gundul
berhadapan
hijau
hijau
hijau
hijau kekuningan
hijau kekuningan hijau kekuningan
membulat
vertikal
monolate
membulat
vertikal
monolate
Keterangan : (-) tidak ada; (+) ada
membulat
vertikal
monolate
Analisis Kandungan Nitrat (NO3-) pada Bagian yang Dapat Dikonsumsi
(edible part) dari P. irregularis di Ketiga Lokasi.
Rata-rata kandungan nitrat dari bagian yang dapat dikonsumsi (edible
part) P. irregularis di ketiga lokasi ditampilkan pada Gambar 11. Jumlah sampel
yang diuji pada tiap pengujian beragam bergantung pada ketersediaan bahan uji di
lapang karena kemunculan fiddlehead (edible part) untuk P. irregularis di
masing-masing lokasi tidak serempak. Dilakukan empat kali pengujian dengan
Rata-rata NO3- (mg 100-1 g)
rentang waktu antar pengujian satu minggu.
60.00
56.81b
51.65ab
50.00
38.08a
40.00
30.00
20.00
10.00
0.00
Arboretum
Fahutan
CIFOR 1
CIFOR 2
Lokasi Uji
Gambar 11. Rata-rata Kandungan Nitrat pada Edible part P. irregularis di
Ketiga Lokasi. Angka yang Diikuti Huruf yang Sama
Menunjukkan Tidak Berbeda Nyata Berdasarkan Uji Jarak
Berganda Duncan pada Taraf 5 %.
Berdasarkan hasil uji jarak berganda Duncan antar lokasi yang diamati
menunjukkan terdapat perbedaan yang nyata kandungan nitrat pada edible part P.
irregularis di ketiga lokasi. Kandungan tertinggi dimiliki oleh edible part di
lokasi CIFOR 2, sedangkan yang terendah di lokasi CIFOR 1. Menurut Lorenz
(1978), derajat akumulasi nitrat pada sejumlah sayuran utamanya berkaitan
dengan jenis tanaman, bagian tanaman, umur tanaman, dan jumlah nitrat yang
terkandung dalam media. Tanaman P. irregularis di lokasi CIFOR 2 berada pada
fase vegetatif sedangkan di kedua lokasi lainnya sudah memasuki fase generatif.
Perbedaan umur/fase tanaman di ketiga lokasi ini diduga mempengaruhi nilai
NO3- yang terkandung pada sampel uji.
Selain karena faktor dari tanaman tersebut, variasi kandungan nitrat pada
edible part P. Irregularis di ketiga lokasi uji juga diduga dipengaruhi oleh kondisi
lingkungan. Seperti yang dikemukakan oleh Maynard (1978), komponen
lingkungan mempengaruhi penyerapan nitrat oleh tanaman, asimilasi nitrat, atau
pertumbuhan tanaman yang dapat mempengaruhi fluktuasi konsentrasi nitrat pada
seluruh bagian tanaman. Cahaya merupakan faktor lingkungan yang paling
berpengaruh. Hal ini sejalan dengan yang dikemukakan oleh Lorenz (1978),
bahwa faktor lain yang mempengaruhi derajat akumulai nitrat pada sayuran ialah
panjang hari, genangan, intensitas cahaya dan durasi pencahayaan, serta
temperatur (Lorenz, 1978). Kondisi lingkungan (jenis tegakan penaung, kondisi
lingkungan, dan intensitas naungan) dari masing-masing lokasi uji dapat dilihat
pada Bab Kondisi Umum.
Tidak dilakukan pengujian terhadap bagian lain dari P. irregularis di
ketiga lokasi. Namun berdasarkan beberapa penelitian yang telah dilakukan
terhadap sejumlah sayuran, kadar akumulasi ion nitrat untuk bagian tanaman yang
berbeda menunjukkan nilai yang beragam. Hasil penelitian di Italy terhadap 26
jenis sayuran dan buah di pasar selama 15 bulan menunjukkan bahwa sayuran
daun mengandung nitrat dalam kadar yang lebih tinggi dibandingkan sayuran dari
jenis pucuk, umbi lapis, umbi akar, umbi batang, dan sayuran berbunga
(Santamaria et al., 1999). Ditemukan perbedaan yang nyata kandungan nitrat dari
daun, batang, dan bagian yang dapat dikonsumi dari chingentsai dan tahtsai antara
musim panas dan musim dingin ( Shimada dan Ko, 2004). Penelitian serupa oleh
Anjana et al, (2007) juga menunjukkan hasil yang sama.
Perbandingan Antara Kandungan Nitrat Edible Part P. Irregularis di Ketiga
Lokasi dengan Nilai Batas Acceptable Daily Intake (ADI) untuk Nitrat.
Sejak SCF (Scientific Committee on Food ) menentukan nilai ADI
(Acceptable Daily Intake ) untuk ion nitrat (NO3-) berdasarkan berat badan
manusia, yaitu 3.65 mg/kg berat badan/hari, setara dengan 219 mg/hari untuk
manusia dengan berat badan 60 kg (European Commission’s Scientific Committee
for Food, 1995 dalam Santamaria, et al., 1999), penting untuk mengetahui nilai
ADI untuk beragam berat badan yang berbeda pada manusia.
Tabel 13. Acceptable Daily Intake (ADI) untuk Ion Nitrat (NO3-) Seperti
yang Direkomendasikan Oleh European Commission’s
Scientific Committee For Food Tahun 1995 Berdasarkan pada
Berat Badan Manusia.
Berat badan (kg)
30
40
50
60
70
80
Sumber :
ADI (mg/hari)
109,5
146,0
182,5
219,0
255,5
292,0
European Commission’s Scientific Committee for Food (1995) dalam Santamaria, et
al. (1999).
Nilai ADI untuk nitrat telah dihitung berdasarkan kisaran berat badan
manusia dari 30 sampai 80 kg (Tabel 14). Nilai tersebut, kemudian dibandingkan
dengan nilai rata-rata kandungan ion nitrat pada edible part P. irregularis di
ketiga lokasi (Gambar 11). Berdasarkan hasil pengujian, jika menggunakan
asumsi bahwa konsumi harian fiddlehead P. irregularis adalah 100 g per hari,
maka keseluruhan sampel yang diuji dari ketiga lokasi untuk semua pengujian
memiliki nilai NO3- di bawah nilai ADI untuk seluruh kategori berat badan
manusia. Dengan demikian, P. irregularis di ketiga lokasi uji (Arboretum
Fahutan, CIFOR 1, CIFOR 2) dapat dikatakan aman untuk dikonsumsi.
Karakter Organ Reproduksi Generatif
Pengamatan terhadap organ generatif pada P. irregularis hanya
dilakukan pada lokasi Arboretum Fahutan dan CIFOR 1 karena tanaman P.
irregularis di lokasi CIFOR 2 belum memasuki fase generatif (belum
menghasilkan spora). Data yang tersaji pada Tabel 14 merupakan pendugaan
untuk potensi regenerasi P. irregularis di Arboretum Fahutan dan CIFOR 1
dengan menggunakan organ generatif berupa spora. Berdasarkan data tersebut
sampel tanaman P. irregularis untuk lokasi Arboretum Fahutan memiliki rata-
rata jumlah sporangium atau kotak spora per tanaman yang sebesar 935 055.07,
sedangkan CIFOR 1 sebesar 778 334.11. Faktor yang diduga mempengaruhi
potensi perbanyakan generatif ini antara lain faktor-faktor lingkungan yang akan
mempengaruhi produksi spora dan besarnya persentase keberhasilan germinasi
spora. Menurut Hoshizaki dan Moran (2007), tanaman paku yang tumbuh pada
kondisi cahaya tinggi frondnya akan lebih banyak memproduksi sori, serta
menjadi lebih toleran terhadap perubahan lingkungan.
Tabel 14. Nilai Rata-Rata untuk Karakter Generatif Tanaman P.
irregularis di Arboretum Fahutan dan CIFOR-1.
Lokasi
Arboretum
Fahutan
CIFOR 1
CIFOR 2
Jumlah
Sporangium
/Sorus
Jumlah
Sorus/Pinna
Jumlah
Pinna/Frond
Jumlah
Sporofil
/Tanaman
Jumlah
Sporangium
/Tanaman
64.96
1 156.20
16.60
0.75
935 055.07
71.00
-
907.30
-
16.11
-
0.75
-
778 334.11
-
Selain itu juga perlu menjadi catatan bahwa pendugaan tersebut
menggunakan asumsi ukuran semua pinna pada frond sama. Ujung helai daun dari
frond sejatinya terdiri dari beberapa helai pinna berukuran kecil yang menyatu.
Dalam perhitungan ini. diasumsikan keseluruhan bagian ujung daun yang
menyatu tersebut sebagai satu pinna.
Karakter Panen Pleocnemia irregularis
Persentase Bagian Tajuk
Rata-rata persentase bagian-bagian tajuk tanaman P. irregularis di ketiga
lokasi berdasarkan rata-rata bobot basah masing-masing bagian tanaman
ditampilkan dalam diagram lingkaran (Gambar 12). Secara umum, bagian tajuk
tanaman P. irregularis di ketiga lokasi didominasi oleh bagian daun, kemudian
diikuti oleh stipe, bagian fiddlehead non edible, dan yang paling kecil adalah
bagian edible.
10.01
%
14.55
%
6.28
%
29.88
%
49.28
%
FA
Edible part
11.00
%
3.51
%
19.21
%
30.22
%
56.26
%
64.85
%
CIFOR 1
Panen non edible
4.95
%
CIFOR 2
Daun
Stipe
Gambar 12. Persentase Bagian Daun, Stipe, Panen Non Edible, dan Edible
Part P. irregularis di Ketiga Lokasi Berdasarkan Bobot Basah
Masing-masing Bagian Tajuk.
Bobot Basah Panen dan % Edible Part
Tabel 15. Rata-rata Bobot Basah Fiddlehead Layak Panen dan Persentase
Edible Part P. irregularis di Ketiga Lokasi.
Lokasi
Arboretum Fahutan
CIFOR 1
CIFOR 2
Uji F
BB Fiddlehead Panen (g)
18.50a
17.11a
5.95b
**
Edible Part (%)
2.93
2.31
2.21
tn
Keterangan : angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata
berdasarkan uji jarak berganda Duncan pada taraf 5%.
Hasil uji jarak berganda Duncan terhadap karakter bobot basah Fiddlehead
panen dan persentase edible part fiddlehead P. irregularis layak panen di ketiga
lokasi uji ditunjukkan pada Tabel 15. Berdasarkan hasil uji jarak berganda
Duncan, terdapat perbedaan yang sangat nyata dari karakter bobot basah
fiddlehead layak panen di ketiga lokasi. Bobot basah fiddlehead layak panen di
lokasi CIFOR 2 merupakan yang terendah di antara lokasi uji lainnya, sedangkan
di lokasi Arboretum Fahutan dan CIFOR 1 tidak berbeda. Persentase edible part
P. irregularis di ketiga lokasi cenderung tidak berbeda berdasarkan hasil uji F.
Rekapitulasi hasil uji F terhadap karakter bobot basah fiddlehead layak panen dan
persentase edible part fiddlehead panen P. irregularis antar ketiga lokasi
dilampirkan pada Lampiran 8.
Tinggi Fiddlehead Layak Panen
Rata-rata tinggi fiddlehead layak panen P. irregularis di ketiga lokasi
ditampilkan pada Gambar 13. Hasil uji jarak berganda Duncan terhadap karakter
tinggi fiddlehead layak panen antar lokasi uji menunjukkan terdapat perbedaan
yang sangat nyata dari tinggi fiddlehead layak panen antar lokasi. CIFOR 2
memiliki fiddlehead P. irregularis terpendek di antara ketiga lokasi yang diuji,
sedangkan tinggi fiddlehead P. irregularis Arboretum Fahutan dan CIFOR 1 tidak
berbeda. Keragaan fiddlehead layak panen di masing-masing lokasi ditunjukkan
pada Gambar 14. Rekapitulasi hasil uji F terhadap karakter tinggi fiddlehead layak
panen P. irregularis antar ketiga lokasi dilampirkan pada Lampiran 8.
Tinggi Fiddlehead (cm)
80.00
66.95a
70.00
60.00
58.01a
50.00
39.46b
40.00
30.00
20.00
10.00
0.00
Arboretum Fahutan
CIFOR 1
CIFOR 2
Lokasi
Gambar 13.
Rata-Rata Tinggi Fiddlehead Layak Panen Di Ketiga
Lokasi. Nilai yang Diikuti Huruf yang Sama Menunjukkan
Tidak Berbeda Nyata Berdasarkan uji jarak berganda
Duncan pada Taraf 5%.
Arboretum Fahutan
Gambar 14.
CIFOR 1
CIFOR 2
Fiddlehead P. irregularis Layak Panen di Ketiga Lokasi.
Siklus Panen P. irregularis
Rata-rata siklus panen P. irregularis di masing-masing lokasi untuk tiga
kali siklus panen ditampilkan pada Gambar 15. Berdasarkan hasi uji jarak
berganda Duncan, lamanya siklus panen antara ketiga lokasi pengamatan pada
siklus pertama tidak berbeda. Perbedaan yang sangat nyata terlihat antara lokasi
Arboretum Fahutan dengan CIFOR 2 pada siklus ketiga, siklus panen terpendek
dimiliki oleh P. irregularis di lokasi Arboretum Fahutan. Rata-rata siklus panen
P. irregularis di loksi Arboretum Fahutan adalah sebesar
4.13 minggu,
sedangkan siklus panen untuk lokasi CIFOR 1 dan CIFOR 2 berturut-turut adalah
5.37 minggu dan 6.27 minggu. Rekapitulasi hasil uji F terhadap karakter siklus
panen P. irregularis di ketiga lokasi ditampilkan pada Lampiran 9.
Pleocnemia irregularis dikenal sebagai tumbuhan gulma yang tumbuh di
antara tanaman budidaya, khususnya pada tanaman perkebunan. Kemampuan
gulma tahunan untuk melakukan regenerasi dari organ vegetatif membuat mereka
berkompetisi dengan kuat dan sulit dikendalikan. Terdapat beberapa faktor yang
mempengaruhi produksi tanaman tahunan yang berasal dari organ vegetatif
(inisiasi tunas), di antaranya adalah umur (fase pertumbuhan) tanaman; kerapatan
tanaman; cahaya; dan kandungan nutrisi tanah. Pengaruh kerapatan tanaman
tahunan terhadapat karakter reproduksi organ vegetatif bervariasi bergantung pada
karakter kompetisi tanaman tersebut. Reproduksi organ vegetatif pada tipe
tanaman dengan kompetisi tinggi akan menurun seiring dengan meningkatnya
kerapatan tanaman (Aldrich, 1925).
Lokasi
CIFOR 2
5.30a
CIFOR 1
6.60a
4.60a
Arboretum Fahutan
5.60a
5.00a
0
3.50b
6.90a
5.90ab
3.90b
5
10
15
20
Minggu
Siklus Panen 1
Gambar 15.
Siklus Panen 2
Siklus Panen 3
Rata-Rata Siklus Panen P. irregularis di Ketiga Lokasi.
Nilai yang Diikuti Huruf yang Berbeda pada Warna Blok
yang Sama Menunjukkan Berbeda Nyata Berdasarkan Uji
Jarak Berganda Duncan pada Taraf 5%.
Tabel 16 menunjukkan Kerapatan Relatif (KR) dari P. irregularis di
masing-masing lokasi pengamatan. Berdasarkan tabel tersebut, KR tertinggi
dimiliki oleh lokasi CIFOR 2. Hal inilah yang diduga menyebabkan siklus panen
P. irregularis di lokasi CIFOR 2 yang juga menggambarkan kecepatan reproduksi
organ vegetatifnya, memiliki rentang yang terpanjang di antara lokasi lainnya.
Tabel 16. Kerapatan Relatif (KR) P. irregularis di Ketiga Lokasi
Pengamatan.
Lokasi
Arboretum Fahutan
CIFOR 1
CIFOR 2
Kerapatan Relatif (%)
6.33
2.66
19.00
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Hasil penelititan terhadap karakter Pleocnemia irregularis di tiga lokasi di
Kecamatan Dramaga menunjukkan laju pertumbuhan bibit P. irregularis di ketiga
lokasi tidak menunjukkan perbedaan yang nyata berdasarkan hasil uji jarak
berganda Duncan.
Karakterisasi terhadap karakter morfologi tanaman dewasa P. irregularis
di ketiga lokasi menunjukkan hasil yang berbeda nyata antar ketiga lokasi uji
kecuali untuk karakter panjang akar dan kadar air total. Pleocnemia irregularis di
lokasi CIFOR 2 memiliki ukuran terkecil untuk seluruh karakter morfologi di
antara lokasi yang diuji.
Hasil analisis kandungan nitrat (NO3-) pada fiddlehead P. irregularis di
ketiga lokasi menunjukkan nilai yang rendah dengan kandungan tertinggi dimiliki
oleh edible part di lokasi CIFOR 2, sedangkan yang terendah di lokasi CIFOR 1.
Nilai kandungan nitrat pada fiddlehead P. irregularis di ketiga lokasi memiliki
nilai di bawah Acceptable Daily Intake (ADI) untuk ion nitrat berdasarkan berat
badan 60 kg dengan asumsi konsumsi harian 100g/hari. Bobot basah panen dan
tinggi fiddlehead layak panen P. irregularis di lokasi CIFOR 2 memiliki nilai
yang terendah di antara lokasi yang diuji, sedangkan persentase edible part di
ketiga lokasi tidak berbeda. Rata-rata siklus panen P. irregularis terpendek
dimiliki oleh lokasi Arboretum Fahutan.
Saran
Perlu dilakukan penelitian yang lebih mendalam terkait kondisi
ekofisiologi Pleocnemia irregularis yang tumbuh pada lingkungan yang berbeda
sehingga dapat diperoleh infromasi terkait pengaruh lingkungan terhadap karakter
P. irregularis. Selain itu juga perlu dilakukan penelitian pada fase gametofit,
sehingga diperoleh gambaran secara utuh terkait pertumbuhan dan siklus hidup P.
irregularis.
DAFTAR PUSTAKA
Aldrich, R. J. 1925. Weed-Crop Ecology : Principles in Weed Management.
Breton Publisher. Massachusetts. 465 p.
Bioversityinternational. 2006. Traditonal food „domisticated‟
http://www.bioversityinternational.org. [16 Februari 2009].
in
Fiji.
Darnaedi, D., T. Ng. Praptosuwiryo. 2003. Pleocnemia irregularis (C. Presl)
Holttum, p. 159-161. In W. P. de Winter and V. B. Amoroso (Eds.). Plant
Resources of South-East Asia No. 15 (2), Cryptogams : Ferns and Ferns
Allies. Plant Resources of South-East Asia. Bogor.
Dickinson, T. 1998. Growing ferns from spores. Shropshire Flora Group
Newsletter (7) : 7-10.
Djuita, N. R. 2007. Modul Pteridophyta (Tumbuhan Paku-pakuan). Departemen
Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut
Pertanian Bogor, Bogor. 52 hal.
EFSA. 2008. Nitrate in vegetables. Scientific Opinion of The Panel on
Contaminants in The Food Chain. The EFSA Journal 689 : 1-79.
Elly. 2009. Semai spora tanaman paku. http://www.kebonkembang.com. [6
Februari 2009].
Hardjowigeno, S. 1995. Ilmu Tanah. Edisi Revisi. Penerbit Akademika Pressindo.
Jakarta. Hal. 126.
Hermanto, D. 2008. Koleksi dan Karakterisasi Plasma Nutfah Sayuran
Indigenous. Skripsi. Program Studi Hortikultura. Fakultas Pertanian, Institut
Pertanian Bogor. Bogor.
Hoshizaki, B. J., and R. C. Moran. 2001. Fern Grower‟s Manual. Timber Press.
Portland. 604 p.
Kennedy, David. 1995. Leafy vegetables and nitrates. www.leafforlife.org. [25
Oktober 2010].
Laboratorium Taksonomi Tumbuhan. 2007. Penuntun Praktikum Taksonomi
Tumbuhan Berpembuluh. Laboratorium Taksonomi Tumbuhan, Departemen
Biologi, Institut Pertanian Bogor. 66 hal.
Lorenz, O. A. 1978. Potential nitrate level in edible plant parts, p. 201-219. In D.
R. Nielsen and J. G. MacDonald (Eds.) Nitrogen In The Environment.
Academic Press. New York.
Maynard, D. N. 1978. Critique of “potential nitrate level in edible plant parts”, p.
221-233. In D. R. Nielsen and J. G. MacDonald (Eds.) Nitrogen In The
Environment. Academic Press. New York.
Mertzo. 1999. Cultivation potential of two edible ferns, Diplazium esculentum
and Stenochlaena palustris. Tropic. Agri. 76(1) : 10-16.
Musinguzi, E., Kikafunda, J. K., and Kiremire, B. T. 2007. Promoting indigenous
wild edible fruits to complement roots and tuber crops in alleviating
vitamin A deficiencies in Uganda. Proceeding of the 13th ISTRC
Symposium. Arusha. Tanzania. p. 763-769.
Perry, L. 2009. Growing ferns successfully indoors. http://www.pss.uvm.edu. [6
Februari 2009].
Plantamor. 2008. Pakis sayur. http://www.plantamor.com. [6 Februari 2009].
Pratiwi, Emma. 2010. Pertumbuhan Porang (Amorphophallus Onchophyllus)
Menggunakan Katak atau Bubil pada Dosis Pupuk Organik dan Intensitas
Naungan yang Berbeda di Bawah Tegakan Sengon (Paraserianthes
Falcataria (L.) Nielsen). Skripsi. Departemen Silvikultur, Fakultas
Kehutanan, Institut Pertanian Bogor. Bogor.
PROSEA. 1993. Basic List of Species and Commodity Grouping : final version.
In P.C.M. Jansen, R.H.M.J. Lemmens, L.P.A. Oyen, J.S. Siemonsma, F.M.
Stavast and J.L.C.H. van Valkenburg (Eds.). PROSEA. Bogor. 372 p.
PROSEA. 2003. Plant Resources of South-East Asia No. 15 (2), Cryptogams :
Ferns and Ferns Allies. In W. P. de Winter and V. B. Amoroso (Eds.). Plant
Resources of South-East Asia. Bogor. 268 p.
PUSARPEDAL-KLH. 2007. Laporan Pemantauan Hujan Asam di Indonesia.
Pusat Pengendalian Dampak Lingkungan, Kementrian Lingkungan Hidup.
Jakarta.
Putrasamedja, S. 2005. Eksplorasi dan koleksi sayuran indigenous di kabupaten
Karawang, Purwakarta, dan Subang. Bul. Plasma Nutfah 11 (1) : 16-20.
Rashid, A., V. K. Anand, and J. Serwar. 2008. Less known edible plants used by
the Gujjar tribe of District Rajouri, Jammu and Kashmir State-India. Int. J.
Bot. 4 (2) : 219-224.
Santamaria, P., A. Elia, F. Serio, and E. Todaro. 1999. A survey of nitrate and
oxalate content in fresh vegetables. J Sci Food Agric. 79 : 1882-1888.
Santamaria, P. 2006. Review nitrate in vegetables : toxicity, content, intake and
EC regulation. J Sci Food Agric. 86 : 10-17.
Shimada, Yoshiro and S. Ko. 2004. Nitrate in vegetables. Chugokugakuen
Journal. 3 : 7-10.
Sirait, J. 2006. Dinamika nitrogen dan produksi rumput benggala (Panicum
maximum cv riversdale) pada tiga taraf naungan dan pemupukan. Prosiding
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Galang. 958-966.
Soemantri, I. H., M. Hasanah, H. Kurniawan. 2004. Teknik konservasi ex-situ,
rejuvenasi, karakterisasi, evaluasi, dokumentasi, dan pemanfaatan plasma
nutfah. www.indoplasma.or.id. [16 Februari 2009].
Soerianegara, I., dan A. Indrawan. 2005. Modul Ekologi Hutan Indonesia.
Laboratorium Ekologi Hutan, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor,
Bogor. 103 hal.
Speijers, G. J. A. 1996. Nitrate in Toxicological evaluation of certain food
additives and contaminants in food. WHO Food Additives Series 35.
www.inchem.org. [8 Januari 2011].
Speijers, G. J. A. and P. A. van den Brandt. 2003. Nitrite (and potential
endogenous formation of N-nitroso compounds). WHO Food Additives
Series 50. www.inchem.org. [8 Januari 2011].
Sudarnadi, H., dan Zakaria, M. A. 1984. Pteridophyta, p. 110-115. Dalam S. S.
Tjitrosomo (Ed.). Botani Umum 3. Angkasa. Bandung.
Thomas, A. and M. P. Garber. 1999. Growing fern. http://www.ces.uga.edu. [6
Februari 2009].
Van Eysinga, JPNL. R. 1984. Nitrate and glasshouse vegetables. Fertilizer
Research. 5 : 149-156.
Vermeer, I.T.M., D.M.F.A. Pachen, J.W. Dallinga, J.C.S. Kleinjans, and J.M.S.
van Maanen. 1998. Volatile N-Nitrosamine formation after intake of nitrate
at the ADI level in combination with an amine-rich diet. Environmental
Health Perspectives Vol. 106. (8).
Voon, B. H., and Kueh H. S. 2002. The nutritional value of indigenous fruits and
vegetables in Sarawak. Asia Pacific Journal of Clinical Nutrition 8 (1) : 2423.
WHO. 2007. WHO Guidelines for Drinking-Water Quality : Nitrate and nitrite in
drinking-water. World Health Organization. Geneva. 21 p.
Lampiran 1. Surat Keterangan Identifikasi Tanaman
Lampiran 2. Kunci Deskripsi Tanaman
1. Organ vegetatif
a. Tipe Akar
-
akar tunggang
-
akar serabut
-
pipih
b. Batang
b.1 bentuk batang
-
membulat
-
persegi
b.2 arah tumbuh
Macam Arah Pertumbuhan Batang : a. tegak (erect); b. rhizome, tumbuh
pendek; c. rhizome, tumbuh lebar menjalar dan bercabang; d. rhizome,
tumbuh lebar menjalar dan bercabang dari bagian utama rhizome; e.
rhizome menjalar, bercabang dan berdaging; f. stolon; g. batang dari pakis
pohon. (Hoshizaki and Moran, 2001).
b.3. Rambut dan Sisik
a
b
Variasi Modifikasi Epidermis Batang. (a) rambut; (b) sisik. (Hoshizaki and
Moran, 2001).
c. Daun
c.1 bentuk daun
Bentuk frond sederhana : a. simple; b. bifurcate; c. pinnatifid dengan
pangkal yang menyatu; d. pinnatitfid. (Hoshizaki and Moran, 2001).
c.2 ciri pangkal daun
acute
acuminate
obsulate
rounded
truncater
cardate
oblique
hastate
sagiltate
peltate
Tipe Pangkal Daun (Laboratorium Taksonomi Tanaman, 2007).
c.3 ciri ujung daun
acute
acuminate obtuse
rounded mucronate emerginate truncate
Tipe Ujung Daun (Laboratorium Taksonomi Tanaman, 2007).
c.4 ciri tepi daun
Ciri Tepi Daun : a. entire; b. undulate; c. crenate; d. serrate; e. lobed;
f. pinnatifid; g. incised (Hoshizaki and Moran, 2001).
c.5 tipe daun
Tipe Fronds (r = rachis; p = pinna; sp = pinnule sekunder; tp = pinnule
tersier) : a. pinnatifid ke atas dan pinnate ke bawah; b. pinnate; c. pinnatepinnatifid; d. bipinnate; e. tripinnate; f. pedate; g. palmate atau radiate,
pinnaenya pinnate (Hoshizaki and Moran, 2001).
c.6 ciri pertulangan daun
Ciri Pertulangan Daun : a. sederhana; b. menggarpu dengan
pertulangan bebas di ujung; c. menjala atau areolate; d. menjala
dengan veinlets di dalamnya (Hoshizaki and Moran, 2001).
c.7 ciri permukaan daun
Tipe Permukaan Daun (Laboratorium Taksonomi Tanaman, 2007).
c.8 Kedudukan anak daun
- Tersebar/spiral
: pada setiap buku batang/petiole hanya ada
1 daun, antar daun tersusun spiral
- Berseling
: pada setiap buku hanya ada 1 daun, antar
daun tersusun berselang-seling kanan-kiri
- Berhadapan
: pada setiap buku ada 2 daun tersusun
berhadapan, antar daun pada setiap buku
tersusun sejajar
- Berhadapan/bersilang
: pada setiap buku ada 2 daun tersusun
berhadapan,
antar
buku
tersusun
bersilangan
- Berkarang
: pada setiap buku terdapat >2 daun
- Berkas
: daun tersusun dalam berkas yang terdiri
dari 2 atau lebih daun (ex : pinus)
- Menyirip
: daun tersusun saling menutupi seperti
genteng
- Roset basal/roset akar
: pada setiap buku hanya terdapat 1 daun,
namun karena ruas batangnya pendek,
daun tersusun rapat pada pangkal daun
- Roset apical/roset batang : daun tersusun rapat pada bagian ujung
batang (ex : kelapa)
- Equitant
: daun tersusun kanan-kiri dengan bagian
pagkal
daun
atau
pelepah
pangkal daun di atasnya
menutupi
2. Organ Generatif
a. Pola penyebaran sorus
Sorus : a. sepanjang pertulangan daun; b. membulat; c. linear dan
marginal; d. linear dan medial (Hoshizaki dan Moran, 2001).
b. Bentuk indusia
Indusia : a. peltate atau bentuk paying; b. bentuk sisik; c. false indusium;
d. bentuk mangkok (Hoshizaki dan Moran, 2001).
c. Posisi annulus
Posisi Annulus : a. lateral; b. apical; c. oblique; d. vertical (Hoshizaki and
Moran, 2001).
d. Bentuk spora (pengamatan mikroskopik)
Macam bentuk spora : a-c. monolate; d-e. trilete (Hoshizaki and Moran,
2001).
2. Umur tumbuhan
a. Annual
b. Biennial
c. Perennial
b. Semak (shrub)
c. Pohon (tree)
3. Bentuk Tumbuhan
a. Terna (herbaceous)
Lampiran 3. Colour Chart (www.pagetutor.com).
Lampiran 4. Glosarium
acroscopic
: mengarah ke puncak
acuminate
: meruncing ke suatu titik, bertahap
anastomosing
: urat, membentuk jaringan atau retikulum
annulus
: membentuk cincin
antheridium
: organ subur dari gametofit jantan, tempat gamet jantan
terbentuk
arborescent
: menyerupai pohon dalam hal ketinggian
arkegonium
: struktur yang menghasilkan gamet betina
areole
: ruang tertutup oleh pembuluh suatu retikulum
basiscopic
: mengarah ke arah dasar
circinnate
: melingkar membentuk spiral, ujungnya berada di bagian
terdalam
costa
: pelepah pinna
costule
: pelepah dari pinnule atau segmen terbawah
crenate
: bergigi bulat kecil
deciduous
: semusim, tipe tanaman
dentate
: bergigi
distal
: jauh dari titik asal
echinate
: bentuk spora berduri
exindusia
: tidak memiliki indusia
frond
: pelepah; seluruh bagian daun paku termasuk lamina dan stipe
gametofit
: generasi seksual dalam siklus hidup paku
glabrescent
: gundul
glabrous
: tanpa bulu atau sisik
hastate
: berbentuk tombak (bagian ujung daun), sempit dan menunjuk
tetapi dengan dua lobus basal menyebar pada sudut kanan
herbaceous
: memiliki tekstur lembut
hirsute
: memiliki rambut relatif panjang dan kasar
hispid
: diselimuti rambut yang kaku dan pendek
indusium
: tudung sorus, baik berupa organ khusus atau modifikasi dari
lamina
lamina
: „helai daun‟ dari daun paku
monolete
: bentuk spora, bilateral, memiliki goresan lurus tunggal
palmate
: bentuk daun, daun terbagi menjadi beberapa lembar yang
muncul dari satu titik
pinna
: segmen primer dari lamina dalam daun majemuk
pinnate
: menyirip; lamina dibagi-bagi menjadi pinna yang muncul dari
titik-titik sepanjang malai
pinnatifid
: potongan dalam (namun bukan untuk pelepah) pada lobus yang
keluar sepanjang sumbu
pinnule
: segmen utama pinna
prothallus
: gametofit dari tanaman paku
rachis
: pelepah lamina
scale
: sisik, sebuah trikoma tipis dan pipih
sorus
: kumpulan dari sporangia
sporangium
: struktur tempat spora terbentuk
spora
: sebuah sel tunggal atau beberapa sel
seksual atau aseksual
sporofil
: organ daun yang memiliki sporangia
sporofit
: fase generatif tanaman paku
stipe
: tangkai daun paku (petiole)
venasi
: susunan pembuluh lamina
propagul reproduksi
Lampiran 5 . Kriteria Penilaian Sifat Kimia Tanah (Staf Pusat Penelitian
Tanah, 1983).
Sangat
Rendah
< 0.1
< 0.10
<5
<10
<10
<10
<10
<5
<0.1
<0.1
<0.4
<0.2
<20
<10
Sifat tanah
C -Organik (%)
Nitrogen (%)
C/N
P2O5 HCl (mg/100g)
P2O5 Bray-1 (ppm)
P2O5 Olsen (ppm)
K2O HCl 25% (mg/100g)
KTK (me/100g)
K (me/100g)
Na (me/100g)
Mg (me/100g)
Ca (me/100g)
Kejenuhan Basa (%)
Aluminium (%)
Sangat
Masam
Masam
pH H2O
< 4.5
4.5-5.5
Rendah
Sedang
Tinggi
Sangat
Tinggi
> 5.00
> 0.75
>25
>60
>35
>60
>60
>40
>1.0
>1.0
>8.0
>20
>70
>60
1.00-2.00
2.01-3.00 3.01-5.00
0.10-0.20
0.21-0.50 0.51-0.75
5-10
11-15
16-25
10-20
21-40
41-60
10-15
16-25
26-35
10-25
26-45
45-60
10-20
21-40
41-60
5-16
17-24
25-40
0.1-0.2
0.3-0.5
0.6-1.0
0.1-0.3
0.4-0.7
0.8-1.0
0.4-1.00
1.1-2.0
2.1-8.0
2-5
6-10
11-20
20-35
36-50
51-70
10-20
21-30
31-60
Agak
Agak
Netral
Alkalis
Masam
Alkalis
5.6-6.5
6.6-7.5
7.6-8.5
> 8.5
Sumber : Hardjowigeno, (1995).
Lampiran 6.
Uji F
F Hitung
KK
F Hitung
KK
F Hitung
KK
F Hitung
KK
F Hitung
KK
Rekapitulasi Nilai F Hitung dan Koefisien Keragaman
(KK) Karakter Pertumbuhan Bibit P. irregularis di Ketiga
Lokasi.
Pengamatan Minggu Ke1
2
3
4
5
Tinggi Tanaman (cm)
2.99 1.94
2.20
3.25
25.17 24.87 22.62 26.91
Panjang Daun (cm)
1.40 1.25
0.98
2.38
27.99 28.87 25.48 26.54
Panjang Stipe (cm)
2.78 2.45
2.30
2.47
29.82 33.82 34.97 28.67
Lebar Daun (cm)
3.97 2.89
0.61
4.24
25.28 27.79 29.04 24.31
Jumlah Daun
1.36 0.98
0.11
1.78
38.92 40.56 38.28 38.41
6
7
13
3.36
22.16
3.93
23.10
3.78
24.44
6.29
23.61
1.32
22.55
3.61
24.11
2.45
24.47
9.76
17.46
1.47
27.22
2.48
26.10
1.92
26.62
2.71
25.27
5.48
21.20
8.49
23.72
5.28
23.30
7.41
21.31
2.34
35.75
1.23
40.80
2.07
37.29
1.35
44.41
Lampiran 7.
Nilai F Hitung dan Koefisien Keragaman (KK) Karakter
Kuantitatif Vegetatif Tanaman Dewasa P. irregularis di
Ketiga Lokasi.
Karakter
Panjang Blade
Lebar Frond
Panjang Stipe
Panjang Rachis
Diameter Stipe
Jumlah Pinnae
Jumlah Frond
Diameter Akar
Tinggi Akar
Panjang Akar
Bobot Basah Total
Bobot Kering Total
Kadar Air Tanaman
Bobot Basah/Bobot Kering
Rasio Tajuk/Akar
Lampiran 8.
Uji F
F Hitung
KK
Lampiran 9.
Uji F
F Hitung
KK
F Hitung
5.87
5.86
22.69
19.02
15.61
4.65
8.59
9.02
5.84
0.07
12.30
16.91
3.03
5.87
27.49
KK
29.78
16.51
20.05
15.73
17.51
23.00
20.09
18.00
24.68
27.70
39.02
31.53
10.67
29.78
43.27
Nilai F Hitung dan Koefisien Keragaman (KK) Bobot
Basah Panen, Persentase Edible Part, Tinggi Fiddlehead
Layak Panen dan Hasil Analisis Kandungan Nitrat
fiddlehead P. irregularis di Ketiga Lokasi.
BB Panen
% Edible Part
18.01
37.09
2.16
33.83
Tinggi
Fiddlehead
11.21
24.15
Kandungan
Nitrat
5.66
16.65
Nilai F Hitung dan Koefisien Keragaman (KK) Siklus
Panen P. irregularis di Ketiga Lokasi.
Panen 1
0.69
26.98
Panen 2
5.39
41.16
Panen 3
4.90
39.22
Lampiran 10. Keragaan Tanaman Pleocnemia irregularis
Keragaan Tanaman Dewasa (Kiri) dan Bibit (Kanan) P. irregularis di Arboretum
Fahutan
Keragaan Tanaman Dewasa (Kiri) dan Bibit (Kanan) P. irregularis di CIFOR 1
Keragaan Tanaman Dewasa (Kiri) dan Bibit (Kanan) P. irregularis di CIFOR 2
Lampiran 11. Metode Analisis Kandungan Nitrat Pada Fiddlehead
Pengukuran Tinggi Fiddlehead Layak Panen (kiri); Penimbangan Bobot
Basah Fiddlehead Layak Panen (kanan).
Proses Ekstraksi Fiddlehead P. irregularis Menggunakan Pemeras
Bawang.
Ekstrak Fiddlehead yang akan Diuji (Kiri); Pengujian Ekstrak Fiddlehead
Menggunakan Horiba C-141 (Kanan).
Download