BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tinggi angka kematian ibu masih menjadi permasalahan utama, terutama di negara yang sedang berkembang, sepeti di Indonesia. Di perkirakan 500.000 Ibu meninggal di seluruh dunia akibat proses reproduksi setiap tahun, sedangkan Indonesia 370 Ibu per 100.000 ( sensus kesehatan 2003 ) dan angka tersebut terlalu tinggi bila di bandingkan dengan Malaysia, yakni 28 kematian setiap 100.000 Ibu melahirkan, umumnya kematian Ibu berhubungan dengan keadaan obstetri emergensi (kedaruratan kebidanan), persalinan lama dan komplikasi aborsi ( Andalas, 2007 ) Millennium Development Goals atau disingkat dalam bahasa Inggris MDGs adalah delapan tujuan yang diupayakan untuk dicapai pada tahun 2015, merupakan tantangan-tantangan utama dalam pembangunan diseluruh dunia. Banyak upaya yang dilakukan oleh Pemerintah dan ornop dalam meningkatkan kesehatan ibu dan anak. Baik dalam hal peningkatan keterampilan pada tenaga kesehatan, pemberdayaan pada kader atau masyarakat, maupun penyusunan peraturan pemerintah dalam pelayanan kesehatan. Hanya saja masih dihadapi banyak kesulitan dalam meningkatkan kesehatan ibu dan anak, sehingga angka kematian ibu masih tinggi dan masih ditemukan kematian bayi dan balita (Mellyna,2003). Banyak permasalahan kesehatan yang timbul pada masa pertama post 1 2 partum, tetapi hampir 70% ibu yang melahirkan tidak memperdulikan perawatan kesehatan post partum (WHO, 2002). Angka kematian ibu di Indonesia masih sangat tinggi yaitu 248/100.000 kelahiran hidup pada tahun 2007, dan di Jawa Timur sendiri sebesar 137/100.000 kelahiran hidup (Dinkes Jatim. 2004). Sebab utama hal ini adalah perdarahan, infeksi, eklamsi, partus lama, dan komplikasi abortus. Dan sebab secara tidak langsung adalah adanya anemia. Berdasarkan SKRT 1995 prevalensi anemia ibu hamil adalah 51%, dan pada ibu nifas 45% (Depkes RI. 2001). Persalinan adalah merupakan peristiwa penting dan mulia, kejadian penuh ketegangan yang menguras tenaga dan sangat melelahkan. Oleh karena itu ibu yang telah melahirkan perlu mendapatkan perawatan sebaikbaiknya. (Mellyna, 2003). Perawatan pasca persalinan dapat mencakup berbagai hal seperti mobilisasi, laktasi, hygiene dan istirahat. Hal yang tidak kalah penting adalah diet gizi seimbang (Mellyna, 2003). Karena selama menyusui, gizi ibu yang baik menentukan bayi yang sehat dan berkualitas. Kebutuhan gizi pada masa menyusui akan meningkat 25%, yaitu untuk memproduksi ASI dan memenuhi kebutuhan cairan yang meningkat tiga kali dari biasa (Mellyna, 2003). Keadaan dan tahap kesehatan serta makanan ketika hamil dan melahirkan anak adalah penting dan harus diutamakan supaya proses pemulihan dapat berjalan dengan cepat. Jika seorang wanita itu mengalami masalah kekurangan 3 makanan dan keadaan kesehatan tidak baik. Niscaya proses pemulihan akan berlangsung lebih lama. Beberapa tradisi perlu dihindari demi menjaga kesehatan ibu juga anak yang kini bergantung sepenuhnya pada ibu. Pantang makan merupakan warisan leluhur yang menurun dari generasi ke generasi dan tidak diketahui kapan dimulai serta apa sebabnya. Perilaku pantang makanan adalah salah satu yang perlu dihindari demi pemulihan luka rahim dan pada saluran kemaluaan (Penny, 2007) Dalam hal ini orang terdekat (suami dan keluarga) memegang peranan penting. Kehadiran suami dan keluarga sebagai pemberi petuah dan nasehat sangat berarti bagi ibu. Karena terbukti keberadaan dukungan keluarga yang adekuat dapat menurunkan kecemasan dan ibu lebih mudah sembuh dari sakit (Januar,2002) Demikian halnya dalam pantang makan, larangan dari keluarga pun menjadi hal yang sangat berpengaruh. Dukungan sosial keluarga yang mengarah pada kesehatan akan menjadi bantuan selama masa pemulihan. Seperti dikutip Niven, N (2000) kesejahteraan ibu adalah fungsi dari dukungan yang didapatkan. Hidangan yang pedas, gatal, berlemak dan terlalu berminyak tidak boleh di makan, kalau di tanya pada orang-orang tua dan bidan di kampung, mereka akan mengatakan ia, adakah untuk mengembalikan peranakan menjadi seperti semula, minum air terlalu banyak juga menyebabkan urat dan peranakan menjadi kembang. Pantang makanan setelah bersalin membuat ibu kembali sehat malahan anggun dan ceria karena mengurangkan pengambilan lemak, 4 gula dan minyak yang berlebihan (WHO,2002) Pemenuhan kebutuhan nutrisi yang baik merupakan salah satu faktor yang membantu proses penyembuhan ibu. Jadi kebiasaan berpantang makanan pada ibu akan kurang menguntungkan bahkan merugikan. Hal ini perlu dibahas lebih lanjut, sehingga perlu diadakan suatu penelitian. di Puskesmas Kuta Baro, jumlah ibu nifas berjumlah 416 (77,76 %) 2012, terhitung dari Januari - Desember 2012 (Puskesmas Kuta Baro). Berdasarkan survey pendahuluan yang peneliti lakukan pada bulan Febuari 2013, masyarakat Aceh Besar khususnya ibu nifas selalu menjalani pantangan pola makan, baik dari anak pertama hingga seterusnya, tradisi ini selalu dipatuhi setiap ibu nifas, dari 8 responden hanya 2 yang tidak melakukan pantangan, biasanya yang harus dipantang oleh ibu nifas, yaitu seperti tidak boleh makan nasi terlalu banyak, minum air putih yang terlalu banyak, dan ibu tidak boleh makan yang pedas-pedas dan berlemak. Diketahui bahwa ibu yang menjalani pantangan pola makan diwaktu nifas kurangnya pengetahuan berapa pentingnya kesehatan disaat nifas, dan seharusnya ibu memmenuhi gizi dan protein diwaktu nifas. Dan dari 47 desa rata-ratanya pendikan terakhir ibu hanya SMP dan SMA Saja. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas maka perumusan masalah adalah “Apakah ada Hubungan Dukungan Sosial Keluarga Dengan Pola Pantang Makan Ibu Nifas Di Wilayah Kerja Puskesmas Kuta Baro Kabupaten Aceh Besar 2013 ? 5 C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Untuk mengetahui hubungan dukungan sosial keluarga dengan pola pantang makan ibu nifas di Wilayah Kerja Puskesmas Kuta Baro Kabupaten Aceh Besar. 2. Tujuan Khusus a. Untuk mengetahui pengetahuan dukungan sosial keluarga dengan pola pantang makanan ibu nifas di Wilayah Kerja Puskesmas. b. Untuk mengetahui budaya dukungan sosial keluarga dengan pola pantang makanan ibu nifas di Wilayah Kerja Puskesmas. c. Untuk mengetahui pendidikan dukungan sosial keluarga dengan pola pantang makanan ibu nifas di Wilayah Kerja Puskesmas. D. Manfaat Penelitian 1. Bagi Peneliti Menambah wawasan, pengetahuan, dan keterampilan dalam melakukan penelitian yang lebih luas tentang pola pantang ibu nifas serta sebagai penerapan ilmu yang di dapat selama perkuliahan. 2. Bagi pendidikan Sebagai bahan bacaan, menambah literature kepustakaan dan untuk penelitian lanjutan oleh mahasiswa lain. 3. Bagi Masyarakat Sebagai bahan masukan atau informasi dan menambah penegtahuan ibu dalam pola makan ibu nifas. 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pantang Makan Pantang makanan adalah bahan makanan atau masakan yang tidak boleh dimakan oleh para individu dalam masyarakat karena alasan yang bersifat budaya. Adat menantang tersebut diajarkan secara turun temurun dan cenderung ditaati walaupun individu yang menjalankan tidak terlalu paham atau yakin dari alasan menantang makanan yang bersangkutan (Swasono, 2004). Tarak atau pantangan makanan adalah kebiasaan, budaya atau anjuran yang tidak diperbolehkan untuk mengkonsumsi jenis makanan tertentu misalnya sayuran, buah, ikan dan biasanya berkaitan dengan proses pemulihan kondisi fisik misalnya yang dapat mempengaruhi produksi ASI, ada pula makanan tertentu yang dilarang karena dianggap dapat mempengaruhi kesehatan bayi (Iskandar, 2006) B. Pantangan pola makan ibu nifas Banyak faktor yang mempengaruhi makanan antara lain kemampuan keluarga untuk membeli makanan atau pengetahuan tentang zat gizi. Dalam kehidupan sehari-hari sering kali terlihat keluarga sangguppun penghasilan cukup sakan tetapi makanan yang dihidangkan seadanya dan adanya larangan makanan untuk ibu nifas dan ibu hamil, tidak mutunya jika dibandingkan dengan keluarga yang berpenghasilan rendah (Erna, 2004) Jika ibu menyusui atau ibu nifas, ibu akan perlu mengkonsumsi makanan seperti ketika ibu masih hamil oleh karena itu ibu akan memerlukan gizi dan 7 kalori tambahan untuk menghasilkan air susu dan untuk membantu tubuh pulih kembali (Lia, 2011). Ibu harus ingat bahwa makanan dan minuman yang ibu konsumsi akan mempengaruhi bayi saat ia meminum ASI ibu. Kafein dan nakotin adalah sangat penting untuk dihindari, bukan hanya kopi yang mengandung kafeinbanyak soda, teh dan coklat juga mengandung kafein didalamnya (Bahiyatun, 2009 ) Ibu nifas yang biasanya memiliki budaya pantang makan seperti telur, ayam dan daging akan mempengaruhi proses kesembuhan luka perenium. Bila gizi ibu nifas tidak terpenuhi, maka proses penyembuhan lika perenium menjadi lama. Maka itu makanan yang bergizi akan mempercepat masa penyembuhan luka perenium (Fathi, 2009). Ibu yang lebih tua memiliki lebih banyak kepercayaan atau tradisi yang diperoleh dari orang tuanya, kakek atau nenek. Mereka menerima kepercayaan itu berdasarkan keyakinan dan tanpa adanya pembuktian terlebih dahulu (Notoadmodjo, 2003). Sedangkan kepercayaan tersebut belum tentu bermanfaat, malah kadang dapat membahayakan dirinya sendiri, seperti halnya tradisi berpantang makanan setelah melahirkan (Fathi, 2009) Untuk ibu nifas yang berpantang makanan, kebutuhan nutrisi akan berkurang sehingga makanan yang dikonsumsi sebaiknya mengandung protein, banyak cairan, sayur-sayuran dan buah-buahan. Dan ini akan mempengaruhi dalam proses penyembuhan pada ibu, yaitu mengakibatkan 8 luka menjadi tidak sembuh dengan baik atau buruk. Sedangkan ibu nifas yang nutrisinya sudah cukup akan tetapi masih mengikuti adat kebiasaan berpantang makanan seperti yang telah dikatakan oleh orang tua, sehingga bisa juga menyebabkan proses kesembuhan menjadi kurang baik. Sedangkan ibu nifas yang nutrisinya sudah cukup maka proses penyembuhan akan lebih cepat dan sembuh dengan baik (Ikmal, 2012) C. Pengertian Nifas Masa nifas adalah dimulai setelah plasenta lahir dan berakhir ketika alatalat kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil, masa nifas berlangsung kira-kira 6 minggu (Lia, 2011). Pada saat persalinan telah dilalui oleh seorang ibu berjalan normal tanpa adanya bahaya, akan tetapi masa nifas yaitu masa dua jam setelah persalinan sampai dengan enam minggu, harus diwaspadai terjadi bahaya yang akan mengancam keselamatan ibu (Lia, 2010) Perawatan pasca persalinan dapat mencakup berbagai hal seperti mobilisasi, laktasi, hygiene dan istirahat. Hal yang tidak kalah penting adalah diet gizi seimbang (Mellyna, 2003). Perubahan-perubahan yang terdapat pada endometrium ialah timbulnya trombosis degenerasi dan nekrosis ditempat implantasi placenta. Pada hari pertama endrometrium yang kira-kira setebal 2-5 mm itu mempunyai permukaan yang kasra akibat pelepasan desidua dan selaput janin. Setelah 3 hari, permukaan endometrium mulai rata akibat lepasnya sel-sel dari bagian yang mengalami degenerasi. Sebagian besar endometrium terlepas, regenerasi 9 endometrium terjadi dari sisa-sisa sel desidua balis, yang memakan waktu 2-3 minggu. Otot-otot uterus berkontraksi segera postpartum, pembuluh-pembuluh darah yang berada diantara otot-otot uterus akan terjepit (Wikjosastro, 2002) D. Hal-hal yang perlu diperhatikan pada masa nifas meliputi: 1. Keadaan umum baik Seperti tanda-tanda vital normal dan hemoglobin lebih dari 10 mg/dl 2. Mobilisasi Mobilisasi sangat bervariasi tergantung pada komplikasi persalinan nifas atau persalinan normal. 3. Diet dan obat-obatan Sebaiknya selama menyusui ibu tidak melakukan diet untuk menghilangkan kelebihan berat badan. 4. Perawatan payudara Perawatan payudara dilakukan rutin agar tidak terjadi pembengkakan akibat bendungan Asi. 5. Menyusui Berikan asi kepada bayi sesering mungkin (sesuai kebutuhan) tanpa memakai jadwal. 6. Rahim (uterus) Penciutan rahim dapat diketahui dengan meraba bagian bulat agak keras di bawah 7. Lochea Penciutan rahim terjadi karena lancarnya pengeluaran cairan dari vagina 10 (lochea) dan sisa-sisa penanaman placenta, lochea lubra berwarna kemerah-merahan dan keluar sampai hari ke 3 atau hari ke 4, lochea serosa berwarna kuning dan keluar antara hari ke 5 hampir hari ke 9, lochea alba berwarna putih dan keluar 2-3 minggu dan lochea sanguinoleta berwarna coklat terdiri dari cairan bercampur darah. 8. Perinium Perenium adalah daerah antara vulva dan anus. Biasanya setelah melahirkan perenium menjadi agak bengkak/memar dan mungkin ada luka jahitan bekas robekan episiotomi yaitu sayatan untuk memperluas pengeluaran bayi. Sebaiknya jaga kebersihan dengan mencucinya dengan menggunakan sabun, selanjutnya keringkan sebelum memakai pembalut wanita. 9. Buang Air Kecil (BAK) Pengeluaran air seni (urine) akan meningkat pada 24-25 jam pertama sampai sekitar hari ke 5 setelah melahirkan. Ini terjadi karena volume darah ekstra yang dibutuhkan waktu ibu hamil tidak diperlukan lagi saat persalinan. 10. Buang Air Besar (BAK) Sulit Buang Air Besar (konstipasi) dapat terjadi karena ketakutan akan rasa sakit, takut jahitan terbuka atau karena adanya haemorid (wasir). Kesulitan ini dapat dibantu dengan mobilisasi dini, mengkonsumsi makanan tinggi serat dan cukup minum sehingga bisa buang air besar dengan lancar. 11 11. Senam nifas Senam nifas dilakukan untuk mempelancar sirkulasi darah dan mengembalikan otot-otot yang kendur, terutama rahim dan perut yang memuai saat hamil, lakukan senam seperti yang dianjurkan bidan. 12. Kebersihan pribadi Jaga kebersihan diri secara keseluruhan untuk menghindari infeksi baik pada luka jahitan maupun kulit. 13. Istirahat Setelah mengalami ketegangan dan kelelahan saat melahirkan usahakan untuk rileks dan istirahat yang cukup, terutama saat bayi sedang tidur. 14. Lingkungan hidup Bersosialisasi dengan lingkukan hidup disekitar ibu, ciptakan suasana tenang dan harmonis dengan keluarga. 15. Penyesuaian seksual Pada pasangan perubahan karena kehamilan dapat terganggu keseimbangan dalam kehidupan mereka, terutama dalam hubungan seksual, begitu juga setelah persalinan (Huliana, 2003). E. Pola Makan Pada Ibu Nifas Kebutuhan energi wanita usia reproduksi sebesar 2100 kcal/hari, seorang ibu menyusui memerlukan asupan rata-rata 2700 kcal dalam kesehariannya. Tambahn sebesar 500-700 kcal tersebut tak lain diperlukan untuk keperluan biosintetis ASI. Ekstra energi tersebutpun tidak semuanya harus didapatkan dari intake makanan yang dikonsumsi busui sehari hari. 200 kcal ternyata 12 telah tersedia dibutuh ibu berupa cadangan deposit yang telah dibentuk sejak dimulainya proses kehamilan. Sisa 300-500 kcal/hari lah yang baru diharapkan diperoleh dari intake makanan keseharian sang ibu. Jadi tidak tepat bila di katakan seorang busui harus makan dengan porsi ”besar-besaran” agar tidak kelaparan dan produksi ASI lancar. Asupan energi ibu menyusui yang kurang dari 15%. Kandungan total lemak pun akan menurun disertai dengan perubahan pola asam lemak yang ada. Komponen imun dalam ASI ( juga kolostrum) kuntitasnya akan rendah seiring dengan semakin buruknya statusnya nutrisi ibu menyusui (Maryani, 2008). Ibu biasanya lapar setelah melahirkan, sehingga ia boleh mengkinsumsi makanan ringan. Ibu sering kali cepat lapar setelah melahirkan dan siap makan pada 1-2 jam post primodial, dan dapat ditoleransi dengan diet yang ringan. Setelah benar-benar pulih dari efek analgesia, anastesia dan keletihan, kebanyakan ibu merasa sangat lapar. (Maryani, 2008). Makanan harus bermutu, bergizi dan cukup kalori, sebaiknya makan makanan yang mengandung protein, banyak cairan, sayur-sayuran dan buahbuahan. (Rustam, 2002) F. Kehilangan Nafsu Makan Yang Lama Sesudah bayi lahir, ibu akan merasa lelah dan mungkin juga lemas karena kehabisan tenaga. Hendaknya ibu lekas diberikan minuman hangat, susu, kopi atau teh yang bergula. Apabila ibu menghendaki makanan, berikan makanan yang sifatnya ringan. Walaupun lambung dan alat pencernaan tidak terlibat langsung dalam proses persalinan, tetapi fungsi pencernaan 13 dipengaruhi oleh proses persalinan. Organ pencernaan memerlukan waktu istirahat untuk memulihkan keadaannya. Oleh karena itu, tidak benar bila ibu diberi makanan terlalu banyak, walau ibu menginginkanya. Akan tetapi, biasanya disebabkan oleh adanya kelelahan yang amat berat, nafsu makan terganggu, sehingga ibu tidak ingin makan sampai kelelahan hilang. (Bahiyatun, 2009). G. Elergi Makanan Makanan yang paling berpotensi untuk menimbulkan reaksi adalah susu sapi, telur, ikan, kerang, dan kacang. Beberapa bayi beraksi terhadap makanan tertentu dalam jumlah besar yang dikonsumsi ibunya seperti semangku besar ceri, sari buah dalam jumlah besar, atau coklat dalam jumlah besar. Jika anda berpendapat ada makanan tertentu yang akan mengganggu bayi, hilangkan jenis makanan itu dari menu anda dan amati apakah hal ini membuat perubahan pada anak (Penny, 2007). Para bidan harus menyarankan ibu untuk mengkonsumsi makanan dan diet yang sehat dan seimbang, mempertahankan kesehatan tampaknya menjadi tugas jangka panjang bagi wanita dan keluarganya. Bagi beberapa wanita mungkin kandungan diet perlu dijelaskan secara terinci, yang harus disesuaikan dengan budaya, pendapatan, gaya hidup dan keinginan untuk mengembalikan berat badan ibu kebentuk semula. Wanita yang menyusui tidak perlu mendifikasikan makanannya atau mengkonsumsi kalori tambahan untuk menambah laktasi (Henderson, 2006). Nutrisi yang terpenting untuk pemuluhan tubuh pasca-persalinan, 14 cadangan tenaga, kesehatan yang optimum, dan menyusui, diet juga diperlukan untuk menjaga kecukupan ASI. Berikut ini zat-zat yang dibutuhkan dalam diet ibu pasca-persalinan (Fathi,2009) 1. Kalori Anda harus makan dengan kalori sesuai dengan kebutuhan anda agar anda tidak kelebihan berat badan. Jika anda menyusui tambahkan 400 hingga 500 kalori dari jumlah kalori yang anda lakukan. Jika kebutuhan wanita dewasa memerlukan 1800 kalori/hari, maka anda membutuhkan 2300 kalori. Anda juga harus melipatkan jumlah kalori jika anda menyusui bayi kembar. Jangan pernah sekali-kali anda mencoba untuk mengurangi pasokan kalori secara drastis, karena hal ini akan mengganggu proses metabolisme tubuh anda dan menyebabkan ASI rusak. 2. Protein Dalam kondisi menyusui, anda membutuhakan 3 porsi protein perhari. Satu protein sama dengan tiga gelas susu, dua butir telur, lima putih telur, 120 gram keju, 120-140 gram ikan (seafood)/daging (sapi, domba)/unggas, 200-240 gram tahu, atau 5-6 sendok selai kacang. 3. Kalsium dan vitamin D Berguna untuk pembentukan tulang dan gigi. Vitamin D dan kalsium terserap masuk ke dalam ASI. Untuk mengatasi asupan vitamin D dan kalsium tersebut, atasila dengan minum susu rendah kalori atau berjemur 15 dipagi dan sore hari. Sebaiknya tingkatkan konsumsi kalsium anda menjadi 5 porsi perhari. Selama menyusui anda membutuhkan 5 porsi kalsium perhari. Satu porsi setara dengan 50-60 gram keju, satu cangkir susu krim, 11/2 – 13/4 brokoli, 160 gram ikan salmon, 120 gram ikan sarden, atau 280 gram tahu kalsium. 4. Magnesium Dibutuhkan dalam setiap sel tubuh untuk membantu gerak otot, fungsi syaraf dan memperkuat tulang. Terdapat dalam gandum dan kacang-kacang. 5. Sayuran hijau dan buah Sedikitnya tiga porsi sehari, satu porsi setara dengan 1/8 semangka, ¼ mangga, ¾ cangkir brokoli, ½ wortel, ¼ - 1/2 cangkir sayuran hijau yang telah dimasak (tanpa kuah), satu tomat, atau ½ paprika merah. 6. Bijian utuh dan karbohidrat kompleks Ibu butuh enam porsi perhari selama anda menyusui. Satu porsi setara dengan ½ cangkir nasi, ¼ cangkir jagung pipil, satu porsi sereal atau obat, satu iris roti dari bijian utuh, ½ cangkir kacang-kacangan, 2/3 cangkir kacang koro, atau 40 gram mi/pasta dari bijian utuh. 7. Lemak Hanya butuh sedikit lemak dan anda harus berhati-hati memilih jenis lemak khususnya bila anda mempunyai resiko terkena penyakit jantung. Rata-rata kebutuhan lemak wanita dewasa adalah 41 /2 porsi lemak (14 gram perporsi) kacang tanah atau kenari, empat sendok makan krim, secangkir es 16 krim, ½ buah alpukat, dua sendok makan selai goring, dua iris cake, satu sendok makan mayones atau mentega, atau dua sendok makan saus salad. 8. Garam Batasilah konsumsi garam anda. Hindari makanan yang dibubuhi garam seperti kacang asin, keripik kentang atau acar. 9. Cairan Sedikitnya 8 gelas cairan harus anda konsumsi. Minum sedikitnya 3 liter tiap hari, akan menjadi suatu hal yang sangat baik seandainya anda membiasakan diri segera mengkonsumsi cairan segera setelah anda menyusui bayi anda. Cairan ini bisa diperoleh dari air putih, sari buah, susu dan sup. 10. Vitamin Selama menyusui anda sebaiknya tidak dilarang minum vitamin tambahan yang baik. Hal ini dilakukan bukan hanya untuk berjaga-jaga saja, anda dapat melanjutkan vitamin selama hamil setidaknya sampai 6 bulan pasca melahirkan. Selanjutnya anda cukup meminum mineral standart yang mengandung vitamin B12, vitamin D (ini diberikan karena selama nifas anda jarang terkena sinar matahari), asam folik, zat besi dan seng jika diperlukan. Sebaiknya ada juga mengkonsumsi asam folik atau tablet tambah darah selama 40 hari setelah anda melahirkan. Karena itu akan lebih baik bagi anda. Menjaga daya tahan tubuh, meningkatkan vitalitas dan produktivitas. Zat besi tersebut dapat anda dapatkan dalam 17 mencegah terjadinya anemia (kurang darah) dapat anda temui dalam hati ayam, bayam dan sayuran hijau. 11. Vitamin A Vitamin A sangat penting bagi kesehatan kulit, kelenjar, serta fungsi mata. Sekalipun pada waktu lahir bayi memiliki simpanan vitamin A, ASI tetap menjadi sumber penting dari vitamin A dan karoten (zat gizi yang banyak terdapat secara alami dalam buah-buahan dan sayur-sayuran). Penyelidikan menunjukan bhwa karoten dapat membentuk meningkatkan sistem kekebalam tubuh. Wanita yang menyusui berusia 19 tahun keatas dianjurkan mengkonsumsi 1,300 mcg vitamin A per hari. Hati, telur dan keju merupakan sumber-sumber vitamin A yang baik. Vitamin A juga terdapat dalam beta-karoten serta karotenoid lainya. 12. Vitamin B6 Vitamin B6 membantu penyerapan protein dan meningkatkan fungsi syaraf. Oleh karena kebutuhan protein meningkatkan selama menyusui, anda memerlukan lebih banyak vitamin B6. Asupan vitamin B6 sebesar 2,0 mg per hari dianjurkan bagi wanita menyusui. Daging , hati, padipadian, kacang polong, dan kentang adalah sumber-sumber vitamin B6 yang baik. 13. Vitamin E Berfungsi sebagai antioksida yang melindungi dari radikal bebas, meningkatkan stamina dan daya tahan tubuh. Terdapat dalam makanan berserat, kacang-kacangan, minyak nabati dan gandum. 18 14. Zinc Mendukung sistem kekebalan tubuh, penyembuhan luka dan mendukung pertumbuhan normal. Terdapat dalam daging, telur dan gandum. Lebih dari 100 enzim yang terlibat dalam perencanaan dan metabolisme memerlukan seng. ASI rendah seng akan mengganggu selera makanan dan pertumbuhan bayi. Asupan seng harian sebesarnya 12 mg dianjurkan bagi wanita menyusui berusia 19 tahun keatas, hati, dan daging banyak mengandung seng, H. Pengetahuan Pengetahuan adalah hasil “tahu”, dan ini terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap sesuatu objek tertentu. Pengindraan terjadi melalui pancaindra manusia yakni: indara penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga (Notoadmodjo, 2003 ). Menurut Notoadmodjo (2003) pengetahuan mempunyai 6 tingkatkan, yakni: 1. Tahu (know) Tahu diartikan sebagai mengingatkan suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk kedalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali terhadap suatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab itu “tahu” ini adalah tingkat pengetahuan yang paling rendah. 19 2. Memahami (comprehension) Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat menginterprestasi materi tersebut secara benar. Orang yang telah paham terhadap objek atau materi harus dapat menjelaskan, menyebutkan, meramalkan dan sebagainya terhadap objek yang dipelajari. 3. Analisis Analisa adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek kedalam komponen-komponen, tetapi masih didalam suatu struktur organisasi tersebut, dan masih ada kaitannya satu sama lain. 4. Aplikasi Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi dan kondisi riil (sebenarnya). 5. Sintesis Sintesis menunjukan kepada suatu kemampuan untuk melakukan atau menghubungkan bagian-bagian didalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata lain sintesis itu suatu kemampuan untuk menyusun formulasi-formulasi yang ada. 6. Evaluasi Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian itu berdasarkan suatu kriteria yang ditentukan sendiri atau menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada. 20 Nursalam (2003) menyatakan tingkat pengetahuan dibagi dalam 3 kategori, yaitu: 1. Tinggi (76% - 100%) 2. Sedang (56% - 75%) 3. Rendah (<56%) I. Kebudayaan Budaya berasal dari bahasa sangsekerta (buddhayah) yaitu bentuk jamak dari budhhi yang berarti “budi” atau “akal” semua hal-hal yang berkaitan dengan akal. Kebudayaan merupkan keseluruhan yang kompleks, yang didalamnya terkandung ilmu pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, kebiasaan yang didapatkan oleh manusia sebagai anggota masyarak (Syarifuddin, 2009). Kebudayaan adalah suatu kondisi yang menggambarkan sifat non fisik, seperti nilai, keyakinan, sikap, atau adat-istiadat yang disepakati oleh kelompok masyarakat dan diwariskan dari satu generasi ke generasi berikutnya. (Potter, 2005). Citra budaya yang bersifat memaksa tersebut membekali anggotaanggotanya dengan pedoman menetapkan dunia makna dan mengenai nilai logis yang perilaku dapat yang layak dipinjam dan anggota- anggotanya yang paling bersahaja untuk memperoleh rasa bermartabat dan pertalian dengan hidup mereka (ikmal, 2012) 21 Dengan demikian, budayalah yang menyediakan suatu kerangka yang koheren untuk mengorganisasikan aktivitas seseorang dan memungkinkannya meramalkan perilaku orang lain (Ikmal,2012). J. Pendidikan Pendidikan merupakan jalur yang ditempuh untuk mendapatkan informasi. Informasi memberikan pengaruh besar terhadap perilaku ibu nifas. Apabila ibu nifas diberikan informasi tentang bahaya pantang makanan dengan jelas, benar dan komprehensif termasuk akibatnya maka ibu nifas tidak akan mudah terpengaruh atau mencoba melakukan pantanng makanan (Paath, 2005). UU, No. 20 tentang pendidikan, 2003 tingkat pendidikan di bagi dalam 3 kategori : 1. Tinggi apabila responden telah menamatkan pendidikan Diploma atau sarjana 2. Menengah apabila responden telah menamatkan pendidikan di sekolah lanjutan atas atau sederajat. 3. Dasar apabila responden telah menamatkan pendidikan SMP, SD, atau tidak menamatkan sekolah. K. Kerangka Teoritis Dalam penelitian ini di kemukakan oleh para ahli tentang dukungan sosial keluarga yang berpengaruh terhadap pola pantang ibu nifas, yaitu: Paath, 2005 22 - Pengetahuan - Budaya - Pendidikan - Pekerjaan - Ekonomi Dukungan sosial keluarga dengan pola Pantang Makan Ibu Nifas Iskandar, 2006 - Budaya - Pengetahuan Gambar 2.1 Kerangka Teoritis 23 BAB III KERANGKA KONSEP A. Kerangka Konsep Kerangka konsep penelitian pada dasarnya adalah kerangka hubungan antara konsep-konsep yang ingin diamati atau di ukur melalui penelitianpenelitian yang akan dilakukan. Kerangka konsep pada penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut Variabel Independen Variabel Dependen Pengetahuan Pola Pantang Makan Ibu Nifas Budaya Pendidikan Gambar 3.1 Kerangka Konsep 24 B. Definisi Oprasional Tabel 3.1 Definisi Oprasional No. 1. No. Variabel Dependen Definisi Cara Ukur Oprasio nal Pantangan pola Motivasi Wawancara makan Ibu Ibu saat nifas melakuk an pantanga n pola makan waktu nifas 1. Variabel Independe n Pengetahuan 2. Budaya 3. Pendidikan Definisi Cara Ukur Oprasio nal Pemahaman Wawancara ibu Dengan kriteria: tentang - Tinggi: pantanga (>76%100%) n pola - Sedang: makan (56%-75%) saat - Rendah: (<56%) nifas Keyakinan Wawancara ibu Dengan kriteria : terhadap - Yakin:Apabila pantanga ibu melakukan n pola pantangan makan - Tidak yakin: jika saat ibu tidak nifas melakuka pantangan. Jenjang Wawancara pendidik Dengan kriteria: an - Tinggi: terakhir (DIII, S1,S2) yang - Menengah: pernah SMA/Sederajat di ikuti - Dasar: SD/SMP/ oleh Sederajat responde Alat Ukur Hasil Ukur Skala ukur kuesioner Ordinal Alat Ukur Ya Tidak Hasil Ukur Skala uku r Ordinal Kuesioner Tinggi Sedang Rendah Kuesioner Yakin Tidak yakin Ordinal Kuesioner Tinggi Menengah Dasar Ordinal 25 n C. Hipotesis Ha : Ada hubungan antara pengetahuan dengan pola pantang makan ibu nifas. Ha : Ada hubungan antara budaya dengan pola pantang makan ibu nifas. Ho : Tidak ada hubungan antara pendidikan dengan pola pantang makan ibu nifas. 26 BAB IV METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian ini bersifat analitik dengan pendekatan Cross Sectional yaitu variabel penelitian, variabel sebab (independen varaibel) maupun variabel akibat (dependen variable) dilakukan secara bersama-bersama atau sekaligus (Notoatmodjo, 2005). B. Populasi dan Sampel 1. Populasi Populasi adalah keseluruhan obyek penelitian atau obyek yang diteliti (Arikunto, 2006). Populasi dalam penelitian adalah seluruh ibu nifas yang melakukan pemeriksaan dengan 416 orang tahun 2012 di Puskesmas Kuta Baro Kabupaten Aceh Besar. 2. Sampel Dalam penelitian ini pengambilan sampel dilakukan dengan random Sampling. Dan memakai rumus slovin dengan 81 responden. kriteria sampel : Melakukan pola pantang Ibu yang pernah mengalami nifas Ibu yang melakukan tradisi pantangan 27 Keterangan: n : jumlah sampel N : jumlah populasi d : Tingkat kepercayaan / ketetapan yang di gunakan (0,1) Maka sampel dalam penelitian ini berjumlah : 81 orang. C. Lokasi dan Waktu Penelitian 1. Lokasi Penelitian Lokasi yang dipilih untuk melakukan penelitian ini adalah Puskemas Kuta Baro Kabupaten Aceh Besar Tahun 2013. 2. Waktu Penelitian Waktu penelitian telah dilakukan pada tanggal 23 Agustus s/d 24 Agustus 2013 D. Cara Pengumpulan Data 1. Data Primer Data yang dikumpulkan langsung dari responden dan menggunakan kuesioner dalam penelitian ini. 28 2. Data Sekunder Data yang dikumpulkan melalui data yang sudah ada, diperoleh dari Puskesmas Kuta Baro. E. Instrument Penelitian Instrument/alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah chek list dan kuesioner yang berisikan pertanyaan-pertanyaan yang terdiri dari 1 pertanyaan tentang pola pantang makan ibu nifas, 5 pertanyaan tentang pengetahuan, 5 pertanyaan tentang budaya, dan 1 pertanyaan tentang pendidikan di Puskesmas Kuta Baro yang menjadi sampel. F. Teknik Pengolahan Data Data yang telah dikumpulkan dari sejumlah kuesioner yang telah disebarkan kepada responden, kemudian diolah secara manual dengan cara (Notoadmodjo, 2002) 1. Editing Yaitu data telah dikumpulkan diperiksa kebenarannya. 2. Coding Yaitu mengklarifikasikan jawaban-jawaban yang ada menurut macam dengan memberi kode tertentu. 3. Scoring Yaitu dengan cara memberikan nilai kepada masing-masing pertanyaan. 4. Tabulating Yaitu data yang telah terkumpul ditabulasikan dalam bentuk tabel frekuensi dan tabel silang. 29 G. Analisa Data 1. Analisa univariat Selanjutnya data yang telah dimajukan ke dalam table distribusi frekuensi dilakukan frekuensi dilakukan presentasi perolehan (P) untuk tiap-tiap kategori dengan menggunakan rumus oleh budiarto (2002) sebagai berikut: P= × 100% Keterangan : P : Presentasi F : Frekuensi N : Jumlah responden yang menjadi sampel 2. Analisa Bivariat Analisa Bivariat merupakan hasil dari variabel independen yang diduga mempunyai hubungan dengan variabel dependen. Analisa yang digunakan adalah tabulasi silang. Untuk menguji hipotesa di lakukan analisa statistik dengan menggunakan uji data chi- square test pada tingkat kemaknaanya adalah 95 % (P<0,05), sehingga dapat diketahui ada tidaknya hubungan yang bermakna secara statistik dengan menggunakan program perhitungan uji chi- square selanjutnya ditarik suatu kesimpulan bila P lebih kecil dari alpha (P<0,05) maka Ho ditolak dan Ha diterima, menunjukkan ada hubungan bermakna antara variabel dependent dengan variabel independent. 30 Perhitungan yang digunakan pada Chi – Square untuk program komputerisasi seperti program SPSS adalah sebagai berikut (Hartono, 2005) : 1. Bila pada tabel contingensy 2x2 dijumpai nilai e (harapan) kurang dari 5, maka uji yang digunakan adalah fisher axact tes. 2. Bila pada tabel contingency 2x2 dan tidak dijumpai nilai e (harapan) kurang dari 5, maka hasil uji yang digunakan adalah contiuty correction. 3. Bila pada tabel 2x2 masih juga terdapat frekeunsi (harapan) me kurang dari 5, maka dilakukan koreksi dengan menggunakan rumus yate’s correction continu. 4. Pada uji chi – square hanya digunakan untuk mengetahui ada tidaknya hubungan tiga variabel. 31 BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian Kecamatan Kuta Baro merupakan salah satu daerah Dengan Ibu Kota Lambaro Bileu yang terletak di Kabupaten Aceh Besar dengan jumlah 47 desa dan jumlah penduduk 4130 jiwa, yang dibagi kedalam 5 mukin dengan luas 83.81 Km 2 (8,381 Ha). Batasan wilayah Kecamatan Kuta Baro adalah sebagai berikut: 1. Sebelah utara berbatasan dengan Kecamatan Darussalam 2. Sebelah barat berbatasan dengan Kecamatan Krueng Barona Jaya 3. Sebelah timur berbatasan dengan Kecamatan Blang Bintang dan Kecamatan Mesjid Raya 4. Sebelah selatan berbatasan dengan Kecamatan Ingin Jaya. B. Hasil Penelitian Berdasarkan hasil Penelitian yang dilaksanakan di Wilayah Kerja Puskesmas Kuta Baro Kabupaten Aceh Besar pada tanggal 23 Agustus sampai 24 Agustus 2013. Pengumpulan data dilakukan dengan membagikan kuesioner yang berisikan pertanyaan dukungan sosial keluarga dengan pola pantang, Sebelum membagikan koesioner peneliti terlebih dahulu memberikan penjelasan mengenai tujuan penelitian, maka diperoleh hasil sehabagai berikut : 1. Analisa Univariat 32 Penyajian hasil penelitian memberikan gambaran mengenai distribusi frekuensi. a. Pengetahuan Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi Pengetahuan Tentang Pola Pantang Makan Ibu Nifas di Wilayah Kerja Puskesmas Kuta Baro Kabupaten Aceh Besar Tahun 2013 Frekuensi % 1 Tinggi 41 50,6 2 Sedang 27 33,3 3 Rendah 13 16 81 100 No Pengetahuan Total Sumber data primer (di olah tahun 2013) Berdasarkan tabel 5.1 menunjukkan dari 81 responden dengan pengetahuan tentang pola pantang makan ibu nifas yang tinggi sebanyak 41 responden (50,6%) dan pengetahuan yang sedang sebanyak 27 responden (33,3%). b. Budaya Tabel 5.2 Distribusi Frekuensi Budaya Tentang Pola Pantang Makan Ibu Nifas di Wilayah Kerja Puskesmas Kuta Baro Kabupaten Aceh Besar Tahun 2013 No Budaya Frekuensi % 1 Yakin 65 80,2 2 Tidak Yakin 16 19,8 81 100 Total Sumber data primer (di olah tahun 2013) 33 Berdasarkan tabel 5.2 menunjukkan dari 81 responden dengan budaya tentang pola pantang makan ibu nifas yang yakin sebanyak 65 responden (80,2%) dan budaya yang tidak yakin sebanyak 16responden (19,8%). c. Pendidikan Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Pendidikan Tentang Pola Pantang Makan Ibu Nifas di Wilayah Kerja Puskesmas Kuta Baro Kabupaten Aceh Besar Tahun 2013 No Pendidikan Frekuensi % 1 Tinggi 15 18,5 2 Menengah 29 35,8 3 37 45,7 81 100 Dasar Total Sumber data primer (di olah tahun 2013) Berdasarkan tabel 5.3 menunjukkan dari 81 responden dengan pendidikan tentang pola pantang makan ibu nifas yang dasar sebanyak 37 responden (45,7%) dan pendidikan yang menengah sebanyak 29 responden (35,8%). d. Pantangan Pola Makan Tabel 5.4 Distribusi Frekuensi Responden Tentang Pola Pantang Makan Ibu Nifas di Wilayah Kerja Puskesmas Kuta Baro Kabupaten Aceh Besar Tahun 2013 No Pantangan Pola Makan Frekuensi % 1 Ya 45 55,6 2 Tidak 36 44,4 81 100 Total Sumber data primer (di olah tahun 2013) 34 Berdasarkan tabel 5.4 menunjukkan dari 81 responden dengan pola pantangan makan ibu nifas yang melakukan sebanyak 45 responden (55,6%), dan pantangan makanan ibu nifas yang tidak melakukan sebanyak 36 responden (44,4%). 2. Analisa Bivariat a. Hubungan Pengetahuan Dengan Pantangan Pola Makan Tabel 5.5 Hubungan Pengetahuan dengan Pantangan Pola Makan Ibu Nifas di Wilayah Kerja Puskesmas Kuta Baro Kabupaten Aceh Besar Tahun 2013 No Pantangan Pola Makan Ya Pengetahuan Tidak Total % 1 Tinggi f % 29 70,7 f 12 % 29,3 41 100 2 Sedang 10 37 17 63 27 100 3 Rendah 6 46,2 7 53,8 13 100 81 100 TOTAL 45 45 p value 0.018 Sumber data primer (di olah tahun 2013) Berdasarkan tabel 5.5 menunjukkan dari 41 responden yang ada melakukan pantangan pola makan sebanyak (70,7%) memiliki pengetahuan tinggi, dan dari 27 responden yang tidak melakukan pantangan pola makan sebanyak (63%) memiliki pengetahuan yang sedang Berdasarkan uji statistik uji chi-square didapatkan nilai P.Value 0,018 (>0,05), maka dapat disimpulkan bahwa ada hubungan antara pengetahuan dengan pantangan pola makan ibu nifas. b. Hubungan Budaya dengan Pantangan Pola Makan Tabel 5.6 35 Hubungan Budaya dengan Pantangan Pola Makan Ibu Nifas di Wilayah Kerja Puskesmas Kuta Baro Kabupaten Aceh Besar Tahun 2013 No Budaya Pantangan Pola Makan Ya Tidak Total % 1 Yakin f % 32 49,2 f 33 % 50,8 65 100 2 Tidak Yakin 13 3 16,8 16 100 81 100 TOTAL 45 81,2 45 p value 0.021 Sumber data primer (di olah tahun 2013) Berdasarkan tabel 5.6 menunjukkan dari 65 responden yang tidak ada melakukan pantangan pola makan sebanyak 3 (50,8%) memiliki budaya yakin, dan dari 16 responden yang ada melakukan pantangan pola makan sebanyak (81,2%) memiliki budaya tidak yakin. Berdasarkan uji statistik uji chi-square didapatkan nilai P.Value 0,021 (>0,05), maka dapat disimpulkan bahwa ada hubungan antara budaya dengan pantangan pola makan ibu nifas c. Hubungan Pendidikan dengan Pantangan Pola Makan Tabel 5.7 36 Hubungan Pendidikan dengan Pantangan Pola Makan Ibu Nifas di Wilayah Kerja Puskesmas Kuta Baro Kabupaten Aceh Besar Tahun 2013 Pendidikan No Pantangan Pola Makan Ya Tidak Total % 1 Tinggi f % 7 46,7 f 8 % 53,3 15 100 2 Menengah 13 44,8 16 55,2 29 100 3 Dasar 25 67,6 12 32,4 37 100 81 100 TOTAL 45 45 p value 0,136 Sumber data primer (di olah tahun 2013) Berdasarkan tabel 5.7 menunjukkan dari 37 responden yang ada melakukan pantangan pola makan sebanyak (67,6%) memiliki pendidikan dasar, dan dari 29 responden yang tidak melakukan pantangan pola makan sebanyak (55,3%) memiliki pendidikan menengah Berdasarkan uji statistik uji chi-square didapatkan nilai p.value 0,136 (<0,05), maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan antara pendidikan dengan pantangan pola makan ibu nifas. C. Pembahasan 1. Hubungan Pengetahuan dengan Pantangan Pola Makan Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan menunjukkan dari 41 responden yang ada melakukan pantangan pola makan sebanyak (70,7%) memiliki pengetahuan tinggi, dan dari 27 responden yang tidak melakukan pantangan pola makan sebanyak (63%) memiliki pengetahuan yang sedang Berdasarkan uji statistik uji chi-square didapatkan nilai P.Value 0,018 (>0,05), maka dapat disimpulkan bahwa ada hubungan antara pengetahuan dengan pantangan pola makan ibu nifas. 37 Menurut Notoadmodjo (2003) pengetahuan adalah hasil “tahu”, dan ini terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap sesuatu objek tertentu. Pengindraan terjadi melalui pancaindra manusia yakni: indara penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Nurhaema (2009) Universitas Hasanudin, responden yang memiliki pengetahuan yang tinggi tidak akan melakukan pantangan pola makan. Dari 40 orang responden yang diteliti, 32 orang responden yang berpengetahuan tinggi, tidak melakukan pantangan pola makan, dan 8 orang yang berpengetahuan tinggi melakukan pantangan pola makan p value 0,011 dengan uji Chi - square. Menurut asumsi peneliti bahwa responden yang memiliki pengetahuan tinggi belum tentu tidak melakukan pantangan pola makan, karena pantangan pola makan pada ibu nifas masih sangat berpengaruh oleh lingkungan luar, ini berbeda dengan asumsi dari penelitian yang dilakukan olehNurhaema dari Universitas Hasanudin, yang mengatakan orang berpengetahuan tinggi, tidak melakukan pola makan. Dan ini sesuai dengan teori Notoadmodjo 2003 yaitu tahu diartikan sebagai mengingatkan suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk kedalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali terhadap suatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab itu “tahu” ini adalah tingkat pengetahuan yang paling rendah. 2. Hubungan Budaya dengan Pantangan Pola Makan 38 Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan menunjukkan dari 65 responden yang tidak ada melakukan pantangan pola makan sebanyak (50,8%) memiliki budaya yakin, dan dari 16 responden yang ada melakukan pantangan pola makan sebanyak (81,2%) memiliki budaya tidak yakin. Berdasarkan uji statistik uji chi-square didapatkan nilai P.Value 0,021 (>0,05), maka dapat disimpulkan bahwa ada hubungan antara budaya dengan pantangan pola makan ibu nifas. Menurut Potter (2005) kebudayaan adalah suatu kondisi yang menggambarkan sifat non fisik, seperti nilai, keyakinan, sikap, atau adat-istiadat yang disepakati oleh kelompok masyarakat dan diwariskan dari satu generasi ke generasi berikutnya. Budaya terbentuk dari banyak unsur yang rumit, termasuk sistem agama dan politik, adat istiadat, bahasa, perkakas, pakaian, bangunan, dan karya seni. Bahasa, sebagaimana juga budaya, merupakan bagian tak terpisahkan dari diri manusia sehingga banyak orang cenderung menganggapnya diwariskan secara genetis. Kebudayaan sangat erat hubungannya dengan masyarakat. Melville J. Herskovits dan Bronislaw Malinowski mengemukakan bahwa segala sesuatu yang terdapat dalam masyarakat ditentukan oleh kebudayaan yang dimiliki oleh masyarakat itu sendiri. Istilah untuk pendapat itu adalah Cultural-Determinism (id.wikipedia.org) Berdasarkan hasil penelitian Rahmaniar (2010) Universitas Hasanudin Dan dari hasil penelitian didapatkan (77,6%) yakin akan budaya, dan 15 orang (22,4%) tidak yakin akan budaya. Menurut asumsi dari Rahmaniar orang yang memiliki 39 budaya yang tinggi akan melakukan pantangan pola makan p value 0,009 dengan uji Chi - square. Menurut asumsi peneliti budaya akan terus dijalani oleh generasi ke generasi, tergantung tanggapan dari orang tersebut. Karena kebudayaan tidak akan lepas dari kehidupan sehari-hari. Ini juga sama dengan teori dari Rahmaniar yang juga berasumsi seperti itu. Seperti teori ikmal (2012) Citra budaya yang bersifat memaksa tersebut membekali anggota-anggotanya dengan pedoman mengenai perilaku yang layak dan menetapkan dunia makna dan nilai logis yang dapat dipinjam anggota-anggotanya yang paling bersahaja untuk memperoleh rasa bermartabat dan pertalian dengan hidup mereka. 3. Hubungan Pendidikan dengan Pantangan Pola Makan. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan menunjukkan dari 37 responden yang ada melakukan pantangan pola makan sebanyak (67,6%) memiliki pendidikan dasar, dan dari 29 responden yang tidak melakukan pantangan pola makan sebanyak (55,3%) memiliki pendidikan menengah Berdasarkan uji statistik uji chi-square didapatkan nilai P.Value 0,136 (<0,05), maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan antara pendidikan dengan pantangan pola makan ibu nifas. Menurut Mubarak (2007) pendidikan berarti bimbingan yang diberikan seseorang kepada orang lain terhadap suatu hal agar mereka dapat memahami. Tidak dapat dipungkiri bahwa makin tinggi pendidikan seseorang semakin mudah pula mereka menerima informasi, dan pada akhirnya makin banyak pula pengetahuan yang dimilikinya. Sebaliknya, jika seseorang tingkat pendidikannya 40 rendah, akan menghambat perkembangan sikap seseorang terhadap penerimaan informasi dan nilai-nilai baru diperkenalkan. Berdasarkan penelitian Wahida (2005) Dari Universitas Diponegoro didapatkan 24 responden yang berpendidikan tinggi tidak melakukan pantangan pola makan. Dan dari 33 responden yang berpendidikan rendah juga tidak melakukan pantangan pola makan. Dan menurut asumsi Wahida, seseorang yang berpendidikan tinggi, belum tentu tidak melakukan pantangan pola makan dengan p value 0,420 dengan uji Chi - square. Menurut asumsi peneliti, pendidikan tidak terlalu berpengaruh akan Pantangan pola makan, karena masukan-masukan dari lingkungan dan keluarga lebih berpengaruh dibandingkan pendidikan seseorang. Ini hampir sama denga asumsi dari Wahida dari Universitas Diponegoro. 41 BAB VI PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilaksanakan di Puskesmas Kuta Baro Aceh Besar dengan 81 orang responden, maka dapat disimpulkan bahwa: 1. Ada hubungan antara pengetahuan dengan pantangan pola makan ibu nifas, dengan nilai P.Value 0,018 (>0,05) 2. Ada hubungan antara budaya dengan pantangan pola makan ibu nifas. Dengan nilai P.Value 0,021 (>0,05) 3. Tidak ada hubungan antara pendidikan dengan pantangan pola makan ibu nifas, dengan nilai P.Value 0,136 (<0,05), B. Saran 1. Bagi Peneliti Pada peneliti untuk menambah wawasan dan dapat mengembangkan kemampuan berfikir secara objektif dan menjadi bahan untuk penelitian lebih lanjut mengenai pantangan pola makan. 2. Bagi Responden Diharapkan kepada responden untuk tidak melakukan pantangan pola makan. 42 3. Institusi Pendidikan Sebagai bahan masukan dan informasi bagi siswi tentang dukungan social keluarga dengan pola pantang makan ibu nifas serta diharapkan dapat bermanfaat dimasa yang akan datang. 4. Bagi institusi Puskesmas Diharapkan pada Puskesmas Kuta Baro Aceh Besar untuk memberikan dukungan dan pengarahan kepada bidan untuk lebih memberi tahu kepada ibu-ibu nifas tentang tidak bolehnya dilakukan pantangan pola makan.