1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tinggi angka kematian ibu masih menjadi permasalahan utama, terutama
di negara yang sedang berkembang, sepeti di Indonesia. Di perkirakan
500.000 Ibu meninggal di seluruh dunia akibat proses reproduksi setiap tahun,
sedangkan Indonesia 370 Ibu per 100.000 ( sensus kesehatan 2003 ) dan angka
tersebut terlalu tinggi bila di bandingkan dengan Malaysia, yakni 28 kematian
setiap 100.000 Ibu melahirkan, umumnya kematian Ibu berhubungan dengan
keadaan obstetri emergensi (kedaruratan kebidanan), persalinan lama dan
komplikasi aborsi ( Andalas, 2007 )
Millennium Development Goals atau disingkat dalam bahasa Inggris
MDGs adalah delapan tujuan yang diupayakan untuk dicapai pada tahun 2015,
merupakan tantangan-tantangan utama dalam pembangunan diseluruh dunia.
Banyak upaya yang dilakukan oleh Pemerintah dan ornop dalam
meningkatkan kesehatan ibu dan anak. Baik dalam hal peningkatan
keterampilan pada tenaga kesehatan, pemberdayaan pada kader atau
masyarakat, maupun penyusunan peraturan pemerintah dalam pelayanan
kesehatan. Hanya saja masih dihadapi banyak kesulitan dalam meningkatkan
kesehatan ibu dan anak, sehingga angka kematian ibu masih tinggi dan masih
ditemukan kematian bayi dan balita (Mellyna,2003).
Banyak permasalahan kesehatan yang timbul pada masa pertama post
1
2
partum, tetapi hampir 70% ibu yang melahirkan tidak memperdulikan
perawatan kesehatan post partum (WHO, 2002).
Angka kematian ibu di Indonesia masih sangat tinggi yaitu 248/100.000
kelahiran hidup pada tahun 2007, dan di Jawa Timur sendiri sebesar
137/100.000 kelahiran hidup (Dinkes Jatim. 2004).
Sebab utama hal ini adalah perdarahan, infeksi, eklamsi, partus lama, dan
komplikasi abortus. Dan sebab secara tidak langsung adalah adanya anemia.
Berdasarkan SKRT 1995 prevalensi anemia ibu hamil adalah 51%, dan pada
ibu nifas 45% (Depkes RI. 2001).
Persalinan adalah merupakan peristiwa penting dan mulia, kejadian
penuh ketegangan yang menguras tenaga dan sangat melelahkan. Oleh
karena itu ibu yang telah melahirkan perlu mendapatkan perawatan sebaikbaiknya. (Mellyna, 2003).
Perawatan pasca persalinan dapat mencakup berbagai hal seperti
mobilisasi, laktasi, hygiene dan istirahat. Hal yang tidak kalah penting
adalah diet gizi seimbang (Mellyna, 2003).
Karena selama menyusui, gizi ibu yang baik menentukan bayi yang sehat
dan berkualitas. Kebutuhan gizi pada masa menyusui akan meningkat 25%,
yaitu untuk memproduksi ASI dan memenuhi kebutuhan cairan yang
meningkat tiga kali dari biasa (Mellyna, 2003).
Keadaan dan tahap kesehatan serta makanan ketika hamil dan melahirkan
anak adalah penting dan harus diutamakan supaya proses pemulihan dapat
berjalan dengan cepat. Jika seorang wanita itu mengalami masalah kekurangan
3
makanan dan keadaan kesehatan tidak baik. Niscaya proses pemulihan akan
berlangsung lebih lama. Beberapa tradisi perlu dihindari demi menjaga
kesehatan ibu juga anak yang kini bergantung sepenuhnya pada ibu. Pantang
makan merupakan warisan leluhur yang menurun dari generasi ke generasi
dan tidak diketahui kapan dimulai serta apa sebabnya. Perilaku pantang
makanan adalah salah satu yang perlu dihindari demi pemulihan luka rahim
dan pada saluran kemaluaan (Penny, 2007)
Dalam hal ini orang terdekat (suami dan keluarga) memegang peranan
penting. Kehadiran suami dan keluarga sebagai pemberi petuah dan nasehat
sangat berarti bagi ibu. Karena terbukti keberadaan dukungan keluarga yang
adekuat dapat menurunkan kecemasan dan ibu lebih mudah sembuh dari
sakit (Januar,2002)
Demikian halnya dalam pantang makan, larangan dari keluarga pun
menjadi hal yang sangat berpengaruh. Dukungan sosial keluarga yang
mengarah pada kesehatan akan menjadi bantuan selama masa pemulihan.
Seperti dikutip Niven, N (2000) kesejahteraan ibu adalah fungsi dari dukungan
yang didapatkan.
Hidangan yang pedas, gatal, berlemak dan terlalu berminyak tidak boleh
di makan, kalau di tanya pada orang-orang tua dan bidan di kampung, mereka
akan mengatakan ia, adakah untuk mengembalikan peranakan menjadi seperti
semula, minum air terlalu banyak juga menyebabkan urat dan peranakan
menjadi kembang. Pantang makanan setelah bersalin membuat ibu kembali
sehat malahan anggun dan ceria karena mengurangkan pengambilan lemak,
4
gula dan minyak yang berlebihan (WHO,2002)
Pemenuhan kebutuhan nutrisi yang baik merupakan salah satu faktor
yang membantu proses penyembuhan ibu. Jadi kebiasaan berpantang makanan
pada ibu akan kurang menguntungkan bahkan merugikan. Hal ini perlu
dibahas lebih lanjut, sehingga perlu diadakan suatu penelitian.
di Puskesmas Kuta Baro, jumlah ibu nifas berjumlah 416 (77,76 %)
2012, terhitung dari Januari - Desember 2012 (Puskesmas Kuta Baro).
Berdasarkan survey pendahuluan yang peneliti lakukan pada bulan
Febuari 2013, masyarakat Aceh Besar khususnya ibu nifas selalu menjalani
pantangan pola makan, baik dari anak pertama hingga seterusnya, tradisi ini
selalu dipatuhi setiap ibu nifas, dari 8 responden hanya 2 yang tidak
melakukan pantangan, biasanya yang harus dipantang oleh ibu nifas, yaitu
seperti tidak boleh makan nasi terlalu banyak, minum air putih yang terlalu
banyak, dan ibu tidak boleh makan yang pedas-pedas dan berlemak. Diketahui
bahwa ibu yang menjalani pantangan pola makan diwaktu nifas kurangnya
pengetahuan berapa pentingnya kesehatan disaat nifas, dan seharusnya ibu
memmenuhi gizi dan protein diwaktu nifas. Dan dari 47 desa rata-ratanya
pendikan terakhir ibu hanya SMP dan SMA Saja.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas maka perumusan
masalah adalah “Apakah ada Hubungan Dukungan Sosial Keluarga Dengan
Pola Pantang Makan Ibu Nifas Di Wilayah Kerja Puskesmas Kuta Baro
Kabupaten Aceh Besar 2013 ?
5
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui hubungan dukungan sosial keluarga dengan pola
pantang makan ibu nifas di Wilayah Kerja Puskesmas Kuta Baro
Kabupaten Aceh Besar.
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui pengetahuan dukungan sosial keluarga dengan pola
pantang makanan ibu nifas di Wilayah Kerja Puskesmas.
b. Untuk mengetahui budaya dukungan sosial keluarga dengan pola
pantang makanan ibu nifas di Wilayah Kerja Puskesmas.
c. Untuk mengetahui pendidikan dukungan sosial keluarga dengan pola
pantang makanan ibu nifas di Wilayah Kerja Puskesmas.
D. Manfaat Penelitian
1. Bagi Peneliti
Menambah
wawasan,
pengetahuan,
dan
keterampilan
dalam
melakukan penelitian yang lebih luas tentang pola pantang ibu nifas serta
sebagai penerapan ilmu yang di dapat selama perkuliahan.
2. Bagi pendidikan
Sebagai bahan bacaan, menambah literature kepustakaan dan untuk
penelitian lanjutan oleh mahasiswa lain.
3. Bagi Masyarakat
Sebagai bahan masukan atau informasi dan menambah penegtahuan
ibu dalam pola makan ibu nifas.
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pantang Makan
Pantang makanan adalah bahan makanan atau masakan yang tidak
boleh dimakan oleh para individu dalam masyarakat karena alasan yang
bersifat budaya. Adat menantang tersebut diajarkan secara turun temurun dan
cenderung ditaati walaupun individu yang menjalankan tidak terlalu paham
atau yakin dari alasan menantang makanan yang bersangkutan (Swasono,
2004). Tarak atau pantangan makanan adalah kebiasaan, budaya atau anjuran
yang tidak diperbolehkan untuk mengkonsumsi jenis makanan tertentu
misalnya sayuran, buah, ikan dan biasanya berkaitan dengan proses
pemulihan kondisi fisik misalnya yang dapat mempengaruhi produksi ASI,
ada pula makanan tertentu yang dilarang karena dianggap dapat
mempengaruhi kesehatan bayi (Iskandar, 2006)
B. Pantangan pola makan ibu nifas
Banyak faktor yang mempengaruhi makanan antara lain kemampuan
keluarga untuk membeli makanan atau pengetahuan tentang zat gizi. Dalam
kehidupan sehari-hari sering kali terlihat keluarga sangguppun penghasilan
cukup sakan tetapi makanan yang dihidangkan seadanya dan adanya larangan
makanan untuk ibu nifas dan ibu hamil, tidak mutunya jika dibandingkan
dengan keluarga yang berpenghasilan rendah (Erna, 2004)
Jika ibu menyusui atau ibu nifas, ibu akan perlu mengkonsumsi makanan
seperti ketika ibu masih hamil oleh karena itu ibu akan memerlukan gizi dan
7
kalori tambahan untuk menghasilkan air susu dan untuk membantu tubuh
pulih kembali (Lia, 2011).
Ibu harus ingat bahwa makanan dan minuman yang ibu konsumsi akan
mempengaruhi bayi saat ia meminum ASI ibu. Kafein dan nakotin adalah
sangat penting untuk dihindari, bukan hanya kopi yang mengandung kafeinbanyak soda, teh dan coklat juga mengandung kafein didalamnya (Bahiyatun,
2009 )
Ibu nifas yang biasanya memiliki budaya pantang makan seperti telur,
ayam dan daging akan mempengaruhi proses kesembuhan luka perenium. Bila
gizi ibu nifas tidak terpenuhi, maka proses penyembuhan lika perenium
menjadi lama. Maka itu makanan yang bergizi akan mempercepat masa
penyembuhan luka perenium (Fathi, 2009).
Ibu yang lebih tua memiliki lebih banyak kepercayaan atau tradisi yang
diperoleh dari orang tuanya, kakek atau nenek. Mereka menerima kepercayaan
itu berdasarkan keyakinan dan tanpa adanya pembuktian terlebih dahulu
(Notoadmodjo, 2003).
Sedangkan kepercayaan tersebut belum tentu bermanfaat, malah kadang
dapat membahayakan dirinya sendiri, seperti halnya tradisi berpantang
makanan setelah melahirkan (Fathi, 2009)
Untuk ibu nifas yang berpantang makanan, kebutuhan nutrisi akan
berkurang sehingga makanan yang dikonsumsi sebaiknya mengandung
protein, banyak cairan, sayur-sayuran dan buah-buahan. Dan ini akan
mempengaruhi dalam proses penyembuhan pada ibu, yaitu mengakibatkan
8
luka menjadi tidak sembuh dengan baik atau buruk. Sedangkan ibu nifas yang
nutrisinya sudah cukup akan tetapi masih mengikuti adat kebiasaan
berpantang makanan seperti yang telah dikatakan oleh orang tua, sehingga
bisa juga menyebabkan proses kesembuhan menjadi kurang baik. Sedangkan
ibu nifas yang nutrisinya sudah cukup maka proses penyembuhan akan lebih
cepat dan sembuh dengan baik (Ikmal, 2012)
C. Pengertian Nifas
Masa nifas adalah dimulai setelah plasenta lahir dan berakhir ketika alatalat kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil, masa nifas
berlangsung kira-kira 6 minggu (Lia, 2011).
Pada saat persalinan telah dilalui oleh seorang ibu berjalan normal tanpa
adanya bahaya, akan tetapi masa nifas yaitu masa dua jam setelah persalinan
sampai dengan enam minggu, harus diwaspadai terjadi bahaya yang akan
mengancam keselamatan ibu (Lia, 2010)
Perawatan pasca persalinan dapat mencakup berbagai hal seperti
mobilisasi, laktasi, hygiene dan istirahat. Hal yang tidak kalah penting
adalah diet gizi seimbang (Mellyna, 2003).
Perubahan-perubahan yang terdapat pada endometrium ialah timbulnya
trombosis degenerasi dan nekrosis ditempat implantasi placenta. Pada hari
pertama endrometrium yang kira-kira setebal 2-5 mm itu mempunyai
permukaan yang kasra akibat pelepasan desidua dan selaput janin. Setelah 3
hari, permukaan endometrium mulai rata akibat lepasnya sel-sel dari bagian
yang mengalami degenerasi. Sebagian besar endometrium terlepas, regenerasi
9
endometrium terjadi dari sisa-sisa sel desidua balis, yang memakan waktu 2-3
minggu. Otot-otot uterus berkontraksi segera postpartum, pembuluh-pembuluh
darah yang berada diantara otot-otot uterus akan terjepit (Wikjosastro, 2002)
D. Hal-hal yang perlu diperhatikan pada masa nifas meliputi:
1. Keadaan umum baik
Seperti tanda-tanda vital normal dan hemoglobin lebih dari 10 mg/dl
2. Mobilisasi
Mobilisasi sangat bervariasi tergantung pada komplikasi persalinan nifas
atau persalinan normal.
3. Diet dan obat-obatan
Sebaiknya
selama
menyusui
ibu
tidak
melakukan
diet
untuk
menghilangkan kelebihan berat badan.
4. Perawatan payudara
Perawatan payudara dilakukan rutin agar tidak terjadi pembengkakan
akibat bendungan Asi.
5. Menyusui
Berikan asi kepada bayi sesering mungkin (sesuai kebutuhan) tanpa
memakai jadwal.
6. Rahim (uterus)
Penciutan rahim dapat diketahui dengan meraba bagian bulat agak keras di
bawah
7. Lochea
Penciutan rahim terjadi karena lancarnya pengeluaran cairan dari vagina
10
(lochea) dan sisa-sisa penanaman placenta, lochea lubra berwarna
kemerah-merahan dan keluar sampai hari ke 3 atau hari ke 4, lochea serosa
berwarna kuning dan keluar antara hari ke 5 hampir hari ke 9, lochea alba
berwarna putih dan keluar 2-3 minggu dan lochea sanguinoleta berwarna
coklat terdiri dari cairan bercampur darah.
8. Perinium
Perenium adalah daerah antara vulva dan anus. Biasanya setelah
melahirkan perenium menjadi agak bengkak/memar dan mungkin ada luka
jahitan bekas robekan episiotomi yaitu sayatan untuk memperluas
pengeluaran bayi. Sebaiknya jaga kebersihan dengan mencucinya dengan
menggunakan sabun, selanjutnya keringkan sebelum memakai pembalut
wanita.
9. Buang Air Kecil (BAK)
Pengeluaran air seni (urine) akan meningkat pada 24-25 jam pertama
sampai sekitar hari ke 5 setelah melahirkan. Ini terjadi karena volume
darah ekstra yang dibutuhkan waktu ibu hamil tidak diperlukan lagi saat
persalinan.
10. Buang Air Besar (BAK)
Sulit Buang Air Besar (konstipasi) dapat terjadi karena ketakutan akan
rasa sakit, takut jahitan terbuka atau karena adanya haemorid (wasir).
Kesulitan ini dapat dibantu dengan mobilisasi dini, mengkonsumsi
makanan tinggi serat dan cukup minum sehingga bisa buang air besar
dengan lancar.
11
11. Senam nifas
Senam nifas dilakukan untuk mempelancar sirkulasi darah dan
mengembalikan otot-otot yang kendur, terutama rahim dan perut yang
memuai saat hamil, lakukan senam seperti yang dianjurkan bidan.
12. Kebersihan pribadi
Jaga kebersihan diri secara keseluruhan untuk menghindari infeksi baik
pada luka jahitan maupun kulit.
13. Istirahat
Setelah mengalami ketegangan dan kelelahan saat melahirkan usahakan
untuk rileks dan istirahat yang cukup, terutama saat bayi sedang tidur.
14. Lingkungan hidup
Bersosialisasi dengan lingkukan hidup disekitar ibu, ciptakan suasana
tenang dan harmonis dengan keluarga.
15. Penyesuaian seksual
Pada
pasangan
perubahan
karena
kehamilan
dapat
terganggu
keseimbangan dalam kehidupan mereka, terutama dalam hubungan
seksual, begitu juga setelah persalinan (Huliana, 2003).
E. Pola Makan Pada Ibu Nifas
Kebutuhan energi wanita usia reproduksi sebesar 2100 kcal/hari, seorang
ibu menyusui memerlukan asupan rata-rata 2700 kcal dalam kesehariannya.
Tambahn sebesar 500-700 kcal tersebut tak lain diperlukan untuk keperluan
biosintetis ASI. Ekstra energi tersebutpun tidak semuanya harus didapatkan
dari intake makanan yang dikonsumsi busui sehari hari. 200 kcal ternyata
12
telah tersedia dibutuh ibu berupa cadangan deposit yang telah dibentuk sejak
dimulainya proses kehamilan. Sisa 300-500 kcal/hari lah yang baru
diharapkan diperoleh dari intake makanan keseharian sang ibu. Jadi tidak tepat
bila di katakan seorang busui harus makan dengan porsi ”besar-besaran” agar
tidak kelaparan dan produksi ASI lancar. Asupan energi ibu menyusui yang
kurang dari 15%. Kandungan total lemak pun akan menurun disertai dengan
perubahan pola asam lemak yang ada. Komponen imun dalam ASI ( juga
kolostrum) kuntitasnya akan rendah seiring dengan semakin buruknya
statusnya nutrisi ibu menyusui (Maryani, 2008).
Ibu biasanya lapar setelah melahirkan, sehingga ia boleh mengkinsumsi
makanan ringan. Ibu sering kali cepat lapar setelah melahirkan dan siap makan
pada 1-2 jam post primodial, dan dapat ditoleransi dengan diet yang ringan.
Setelah benar-benar pulih dari efek analgesia, anastesia dan keletihan,
kebanyakan ibu merasa sangat lapar. (Maryani, 2008).
Makanan harus bermutu, bergizi dan cukup kalori, sebaiknya makan
makanan yang mengandung protein, banyak cairan, sayur-sayuran dan buahbuahan. (Rustam, 2002)
F. Kehilangan Nafsu Makan Yang Lama
Sesudah bayi lahir, ibu akan merasa lelah dan mungkin juga lemas
karena kehabisan tenaga. Hendaknya ibu lekas diberikan minuman hangat,
susu, kopi atau teh yang bergula. Apabila ibu menghendaki makanan, berikan
makanan yang sifatnya ringan. Walaupun lambung dan alat pencernaan tidak
terlibat langsung dalam proses persalinan, tetapi fungsi pencernaan
13
dipengaruhi oleh proses persalinan. Organ pencernaan memerlukan waktu
istirahat untuk memulihkan keadaannya. Oleh karena itu, tidak benar bila ibu
diberi makanan terlalu banyak, walau ibu menginginkanya. Akan tetapi,
biasanya disebabkan oleh adanya kelelahan yang amat berat, nafsu makan
terganggu, sehingga ibu tidak ingin makan sampai kelelahan hilang.
(Bahiyatun, 2009).
G. Elergi Makanan
Makanan yang paling berpotensi untuk menimbulkan reaksi adalah susu
sapi, telur, ikan, kerang, dan kacang. Beberapa bayi beraksi terhadap
makanan tertentu dalam jumlah besar yang dikonsumsi ibunya seperti
semangku besar ceri, sari buah dalam jumlah besar, atau coklat dalam jumlah
besar. Jika anda berpendapat ada makanan tertentu yang akan mengganggu
bayi, hilangkan jenis makanan itu dari menu anda dan amati apakah hal ini
membuat perubahan pada anak (Penny, 2007).
Para bidan harus menyarankan ibu untuk mengkonsumsi makanan dan
diet yang sehat dan seimbang, mempertahankan kesehatan tampaknya menjadi
tugas jangka panjang bagi wanita dan keluarganya. Bagi beberapa wanita
mungkin kandungan diet perlu dijelaskan secara terinci, yang harus
disesuaikan dengan budaya, pendapatan, gaya hidup dan keinginan untuk
mengembalikan berat badan ibu kebentuk semula. Wanita yang menyusui
tidak perlu mendifikasikan makanannya atau mengkonsumsi kalori tambahan
untuk menambah laktasi (Henderson, 2006).
Nutrisi yang terpenting untuk pemuluhan tubuh pasca-persalinan,
14
cadangan tenaga, kesehatan yang optimum, dan menyusui, diet juga
diperlukan untuk menjaga kecukupan ASI. Berikut ini zat-zat yang dibutuhkan
dalam diet ibu pasca-persalinan (Fathi,2009)
1. Kalori
Anda harus makan dengan kalori sesuai dengan kebutuhan anda agar
anda tidak kelebihan berat badan. Jika anda menyusui tambahkan 400
hingga 500 kalori dari jumlah kalori yang anda lakukan. Jika kebutuhan
wanita dewasa memerlukan 1800 kalori/hari, maka anda membutuhkan
2300 kalori. Anda juga harus melipatkan jumlah kalori jika anda menyusui
bayi kembar. Jangan pernah sekali-kali anda mencoba untuk mengurangi
pasokan kalori secara drastis, karena hal ini akan mengganggu proses
metabolisme tubuh anda dan menyebabkan ASI rusak.
2. Protein
Dalam kondisi menyusui, anda membutuhakan 3 porsi protein perhari.
Satu protein sama dengan tiga gelas susu, dua butir telur, lima putih telur,
120 gram keju, 120-140 gram ikan (seafood)/daging (sapi, domba)/unggas,
200-240 gram tahu, atau 5-6 sendok selai kacang.
3. Kalsium dan vitamin D
Berguna untuk pembentukan tulang dan gigi. Vitamin D dan kalsium
terserap masuk ke dalam ASI. Untuk mengatasi asupan vitamin D dan
kalsium tersebut, atasila dengan minum susu rendah kalori atau berjemur
15
dipagi dan sore hari. Sebaiknya tingkatkan konsumsi kalsium anda menjadi
5 porsi perhari. Selama menyusui anda membutuhkan 5 porsi kalsium
perhari. Satu porsi setara dengan 50-60 gram keju, satu cangkir susu krim,
11/2 – 13/4 brokoli, 160 gram ikan salmon, 120 gram ikan sarden, atau 280
gram tahu kalsium.
4. Magnesium
Dibutuhkan dalam setiap sel tubuh untuk membantu gerak otot, fungsi
syaraf dan memperkuat tulang. Terdapat dalam gandum dan kacang-kacang.
5. Sayuran hijau dan buah
Sedikitnya tiga porsi sehari, satu porsi setara dengan 1/8 semangka, ¼
mangga, ¾ cangkir brokoli, ½ wortel, ¼ - 1/2 cangkir sayuran hijau yang
telah dimasak (tanpa kuah), satu tomat, atau ½ paprika merah.
6. Bijian utuh dan karbohidrat kompleks
Ibu butuh enam porsi perhari selama anda menyusui. Satu porsi setara
dengan ½ cangkir nasi, ¼ cangkir jagung pipil, satu porsi sereal atau obat,
satu iris roti dari bijian utuh, ½ cangkir kacang-kacangan, 2/3 cangkir kacang
koro, atau 40 gram mi/pasta dari bijian utuh.
7. Lemak
Hanya butuh sedikit lemak dan anda harus berhati-hati memilih jenis
lemak khususnya bila anda mempunyai resiko terkena penyakit jantung.
Rata-rata kebutuhan lemak wanita dewasa adalah
41
/2 porsi lemak (14 gram
perporsi) kacang tanah atau kenari, empat sendok makan krim, secangkir es
16
krim, ½ buah alpukat, dua sendok makan selai goring, dua iris cake, satu
sendok makan mayones atau mentega, atau dua sendok makan saus salad.
8. Garam
Batasilah konsumsi garam anda. Hindari makanan yang dibubuhi
garam seperti kacang asin, keripik kentang atau acar.
9. Cairan
Sedikitnya 8 gelas cairan harus anda konsumsi. Minum sedikitnya 3
liter tiap hari, akan menjadi suatu hal yang sangat baik seandainya anda
membiasakan diri segera mengkonsumsi cairan segera setelah anda
menyusui bayi anda. Cairan ini bisa diperoleh dari air putih, sari buah,
susu dan sup.
10. Vitamin
Selama menyusui anda sebaiknya tidak dilarang minum vitamin
tambahan yang baik. Hal ini dilakukan bukan hanya untuk berjaga-jaga
saja, anda dapat melanjutkan vitamin selama hamil setidaknya sampai 6
bulan pasca melahirkan. Selanjutnya anda cukup meminum mineral
standart yang mengandung vitamin B12, vitamin D (ini diberikan karena
selama nifas anda jarang terkena sinar matahari), asam folik, zat besi dan
seng jika diperlukan. Sebaiknya ada juga mengkonsumsi asam folik atau
tablet tambah darah selama 40 hari setelah anda melahirkan. Karena itu
akan lebih baik bagi anda. Menjaga daya tahan tubuh, meningkatkan
vitalitas dan produktivitas. Zat besi tersebut dapat anda dapatkan dalam
17
mencegah terjadinya anemia (kurang darah) dapat anda temui dalam hati
ayam, bayam dan sayuran hijau.
11. Vitamin A
Vitamin A sangat penting bagi kesehatan kulit, kelenjar, serta fungsi
mata. Sekalipun pada waktu lahir bayi memiliki simpanan vitamin A, ASI
tetap menjadi sumber penting dari vitamin A dan karoten (zat gizi yang
banyak terdapat secara alami dalam buah-buahan dan sayur-sayuran).
Penyelidikan menunjukan bhwa karoten dapat membentuk meningkatkan
sistem kekebalam tubuh. Wanita yang menyusui berusia 19 tahun keatas
dianjurkan mengkonsumsi 1,300 mcg vitamin A per hari. Hati, telur dan
keju merupakan sumber-sumber vitamin A yang baik. Vitamin A juga
terdapat dalam beta-karoten serta karotenoid lainya.
12. Vitamin B6
Vitamin B6 membantu penyerapan protein dan meningkatkan fungsi
syaraf. Oleh karena kebutuhan protein meningkatkan selama menyusui,
anda memerlukan lebih banyak vitamin B6. Asupan vitamin B6 sebesar
2,0 mg per hari dianjurkan bagi wanita menyusui. Daging , hati, padipadian, kacang polong, dan kentang adalah sumber-sumber vitamin B6
yang baik.
13. Vitamin E
Berfungsi sebagai antioksida yang melindungi dari radikal bebas,
meningkatkan stamina dan daya tahan tubuh. Terdapat dalam makanan
berserat, kacang-kacangan, minyak nabati dan gandum.
18
14. Zinc
Mendukung sistem kekebalan tubuh, penyembuhan luka dan
mendukung pertumbuhan normal. Terdapat dalam daging, telur dan
gandum. Lebih dari 100 enzim yang terlibat dalam perencanaan dan
metabolisme memerlukan seng. ASI rendah seng akan mengganggu selera
makanan dan pertumbuhan bayi. Asupan seng harian sebesarnya 12 mg
dianjurkan bagi wanita menyusui berusia 19 tahun keatas, hati, dan daging
banyak mengandung seng,
H. Pengetahuan
Pengetahuan adalah hasil “tahu”, dan ini terjadi setelah orang melakukan
pengindraan terhadap sesuatu objek tertentu. Pengindraan terjadi melalui
pancaindra manusia yakni: indara penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa
dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan
telinga (Notoadmodjo, 2003 ).
Menurut Notoadmodjo (2003) pengetahuan mempunyai 6 tingkatkan, yakni:
1. Tahu (know)
Tahu diartikan sebagai mengingatkan suatu materi yang telah dipelajari
sebelumnya. Termasuk kedalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat
kembali terhadap suatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari
atau rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab itu “tahu” ini adalah
tingkat pengetahuan yang paling rendah.
19
2. Memahami (comprehension)
Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan menjelaskan secara benar
tentang objek yang diketahui dan dapat menginterprestasi materi tersebut
secara benar. Orang yang telah paham terhadap objek atau materi harus
dapat menjelaskan, menyebutkan, meramalkan dan sebagainya terhadap
objek yang dipelajari.
3. Analisis
Analisa adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu
objek kedalam komponen-komponen, tetapi masih didalam suatu struktur
organisasi tersebut, dan masih ada kaitannya satu sama lain.
4. Aplikasi
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang
telah dipelajari pada situasi dan kondisi riil (sebenarnya).
5. Sintesis
Sintesis menunjukan kepada suatu kemampuan untuk melakukan atau
menghubungkan bagian-bagian didalam suatu bentuk keseluruhan yang
baru. Dengan kata lain sintesis itu suatu kemampuan untuk menyusun
formulasi-formulasi yang ada.
6. Evaluasi
Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi
atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian itu
berdasarkan suatu kriteria yang ditentukan sendiri atau menggunakan
kriteria-kriteria yang telah ada.
20
Nursalam (2003) menyatakan tingkat pengetahuan dibagi dalam 3
kategori, yaitu:
1. Tinggi (76% - 100%)
2. Sedang (56% - 75%)
3. Rendah (<56%)
I. Kebudayaan
Budaya berasal dari bahasa sangsekerta (buddhayah) yaitu bentuk jamak
dari budhhi yang berarti “budi” atau “akal” semua hal-hal yang berkaitan
dengan akal. Kebudayaan merupkan keseluruhan yang kompleks, yang
didalamnya terkandung ilmu pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral,
kebiasaan yang didapatkan oleh manusia sebagai anggota masyarak
(Syarifuddin, 2009).
Kebudayaan adalah suatu kondisi yang menggambarkan sifat non fisik,
seperti nilai, keyakinan, sikap, atau adat-istiadat yang disepakati oleh
kelompok masyarakat dan diwariskan dari satu generasi ke generasi
berikutnya. (Potter, 2005).
Citra budaya yang bersifat memaksa tersebut membekali anggotaanggotanya
dengan
pedoman
menetapkan dunia makna dan
mengenai
nilai logis yang
perilaku
dapat
yang
layak
dipinjam
dan
anggota-
anggotanya yang paling bersahaja untuk memperoleh rasa bermartabat dan
pertalian dengan hidup mereka (ikmal, 2012)
21
Dengan demikian, budayalah yang menyediakan suatu kerangka yang
koheren untuk mengorganisasikan aktivitas seseorang dan memungkinkannya
meramalkan perilaku orang lain (Ikmal,2012).
J.
Pendidikan
Pendidikan merupakan jalur yang ditempuh untuk mendapatkan
informasi. Informasi memberikan pengaruh besar terhadap perilaku ibu nifas.
Apabila ibu nifas diberikan informasi tentang bahaya pantang makanan dengan
jelas, benar dan komprehensif termasuk akibatnya maka ibu nifas tidak akan
mudah terpengaruh atau mencoba melakukan pantanng makanan (Paath, 2005).
UU, No. 20 tentang pendidikan, 2003 tingkat pendidikan di bagi dalam 3
kategori :
1. Tinggi apabila responden telah menamatkan pendidikan Diploma atau
sarjana
2. Menengah apabila responden telah menamatkan pendidikan di sekolah
lanjutan atas atau sederajat.
3. Dasar apabila responden telah menamatkan pendidikan SMP, SD, atau
tidak menamatkan sekolah.
K. Kerangka Teoritis
Dalam penelitian ini di kemukakan oleh para ahli tentang dukungan sosial
keluarga yang berpengaruh terhadap pola pantang ibu nifas, yaitu:
Paath, 2005
22
- Pengetahuan
- Budaya
- Pendidikan
- Pekerjaan
- Ekonomi
Dukungan sosial keluarga
dengan pola Pantang
Makan Ibu Nifas
Iskandar, 2006
- Budaya
- Pengetahuan
Gambar 2.1 Kerangka Teoritis
23
BAB III
KERANGKA KONSEP
A. Kerangka Konsep
Kerangka konsep penelitian pada dasarnya adalah kerangka hubungan
antara konsep-konsep yang ingin diamati atau di ukur melalui penelitianpenelitian yang akan dilakukan.
Kerangka konsep pada penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut
Variabel
Independen
Variabel Dependen
Pengetahuan
Pola Pantang Makan Ibu
Nifas
Budaya
Pendidikan
Gambar 3.1 Kerangka Konsep
24
B. Definisi Oprasional
Tabel 3.1 Definisi Oprasional
No.
1.
No.
Variabel
Dependen
Definisi
Cara Ukur
Oprasio
nal
Pantangan pola Motivasi
Wawancara
makan Ibu
Ibu saat
nifas
melakuk
an
pantanga
n pola
makan
waktu
nifas
1.
Variabel
Independe
n
Pengetahuan
2.
Budaya
3.
Pendidikan
Definisi
Cara Ukur
Oprasio
nal
Pemahaman Wawancara
ibu
Dengan kriteria:
tentang
- Tinggi:
pantanga (>76%100%)
n pola
- Sedang:
makan (56%-75%)
saat
- Rendah: (<56%)
nifas
Keyakinan
Wawancara
ibu
Dengan kriteria :
terhadap - Yakin:Apabila
pantanga
ibu melakukan
n pola
pantangan
makan
- Tidak yakin: jika
saat
ibu tidak
nifas
melakuka
pantangan.
Jenjang
Wawancara
pendidik Dengan kriteria:
an
- Tinggi:
terakhir
(DIII, S1,S2)
yang
- Menengah:
pernah
SMA/Sederajat
di ikuti - Dasar: SD/SMP/
oleh
Sederajat
responde
Alat Ukur Hasil
Ukur
Skala
ukur
kuesioner
Ordinal
Alat Ukur
Ya
Tidak
Hasil
Ukur
Skala
uku
r
Ordinal
Kuesioner
Tinggi
Sedang
Rendah
Kuesioner
Yakin
Tidak
yakin
Ordinal
Kuesioner
Tinggi
Menengah
Dasar
Ordinal
25
n
C. Hipotesis
Ha : Ada hubungan antara pengetahuan dengan pola pantang makan ibu
nifas.
Ha : Ada hubungan antara budaya dengan pola pantang makan ibu nifas.
Ho : Tidak ada hubungan antara pendidikan dengan pola pantang makan ibu
nifas.
26
BAB IV
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini bersifat analitik dengan pendekatan Cross Sectional
yaitu variabel penelitian, variabel sebab (independen varaibel) maupun
variabel akibat (dependen variable) dilakukan secara bersama-bersama atau
sekaligus (Notoatmodjo, 2005).
B. Populasi dan Sampel
1. Populasi
Populasi adalah keseluruhan obyek penelitian atau obyek yang
diteliti (Arikunto, 2006). Populasi dalam penelitian adalah seluruh ibu
nifas yang melakukan pemeriksaan dengan 416 orang tahun 2012 di
Puskesmas Kuta Baro Kabupaten Aceh Besar.
2. Sampel
Dalam penelitian ini pengambilan sampel dilakukan dengan random
Sampling. Dan memakai rumus slovin dengan 81 responden.
kriteria sampel :

Melakukan pola pantang

Ibu yang pernah mengalami nifas

Ibu yang melakukan tradisi pantangan
27
Keterangan:
n
:
jumlah sampel
N
:
jumlah populasi
d
:
Tingkat kepercayaan / ketetapan yang di gunakan (0,1)
Maka sampel dalam penelitian ini berjumlah : 81 orang.
C. Lokasi dan Waktu Penelitian
1. Lokasi Penelitian
Lokasi yang dipilih untuk melakukan penelitian ini adalah Puskemas
Kuta Baro Kabupaten Aceh Besar Tahun 2013.
2. Waktu Penelitian
Waktu penelitian telah dilakukan pada tanggal 23 Agustus s/d 24
Agustus 2013
D. Cara Pengumpulan Data
1. Data Primer
Data yang dikumpulkan langsung dari responden dan menggunakan
kuesioner dalam penelitian ini.
28
2. Data Sekunder
Data yang dikumpulkan melalui data yang sudah ada, diperoleh
dari Puskesmas Kuta Baro.
E. Instrument Penelitian
Instrument/alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah chek list
dan kuesioner yang berisikan pertanyaan-pertanyaan yang terdiri dari 1
pertanyaan tentang pola pantang makan ibu nifas, 5 pertanyaan tentang
pengetahuan, 5 pertanyaan tentang budaya, dan 1 pertanyaan tentang
pendidikan di Puskesmas Kuta Baro yang menjadi sampel.
F. Teknik Pengolahan Data
Data yang telah dikumpulkan dari sejumlah kuesioner yang telah
disebarkan kepada responden, kemudian diolah secara manual dengan cara
(Notoadmodjo, 2002)
1. Editing
Yaitu data telah dikumpulkan diperiksa kebenarannya.
2. Coding
Yaitu mengklarifikasikan jawaban-jawaban yang ada menurut macam
dengan memberi kode tertentu.
3. Scoring
Yaitu dengan cara memberikan nilai kepada masing-masing pertanyaan.
4. Tabulating
Yaitu data yang telah terkumpul ditabulasikan dalam bentuk tabel
frekuensi dan tabel silang.
29
G. Analisa Data
1. Analisa univariat
Selanjutnya data yang telah dimajukan ke dalam table distribusi
frekuensi dilakukan frekuensi dilakukan presentasi perolehan (P) untuk
tiap-tiap kategori dengan menggunakan rumus oleh budiarto (2002)
sebagai berikut:
P=
× 100%
Keterangan :
P
: Presentasi
F
: Frekuensi
N
: Jumlah responden yang menjadi sampel
2. Analisa Bivariat
Analisa Bivariat merupakan hasil dari variabel independen yang
diduga mempunyai hubungan dengan variabel dependen. Analisa yang
digunakan adalah tabulasi silang. Untuk menguji hipotesa di lakukan
analisa statistik dengan menggunakan uji data chi- square test pada tingkat
kemaknaanya adalah 95 % (P<0,05), sehingga dapat diketahui ada
tidaknya hubungan yang bermakna secara statistik dengan menggunakan
program perhitungan uji chi- square selanjutnya ditarik suatu kesimpulan
bila P lebih kecil dari alpha (P<0,05) maka Ho ditolak dan Ha diterima,
menunjukkan ada hubungan bermakna antara variabel dependent dengan
variabel independent.
30
Perhitungan yang digunakan pada Chi – Square untuk program
komputerisasi seperti program SPSS adalah sebagai berikut (Hartono,
2005) :
1. Bila pada tabel contingensy 2x2 dijumpai nilai e (harapan) kurang dari
5, maka uji yang digunakan adalah fisher axact tes.
2. Bila pada tabel contingency 2x2 dan tidak dijumpai nilai e (harapan)
kurang dari 5, maka hasil uji yang digunakan adalah contiuty
correction.
3. Bila pada tabel 2x2 masih juga terdapat frekeunsi (harapan) me kurang
dari 5, maka dilakukan koreksi dengan menggunakan rumus yate’s
correction continu.
4. Pada uji chi – square hanya digunakan untuk mengetahui ada tidaknya
hubungan tiga variabel.
31
BAB V
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian
Kecamatan Kuta Baro merupakan salah satu daerah Dengan Ibu Kota
Lambaro Bileu yang terletak di Kabupaten Aceh Besar dengan jumlah 47 desa dan
jumlah penduduk 4130 jiwa, yang dibagi kedalam 5 mukin dengan luas 83.81 Km 2
(8,381 Ha).
Batasan wilayah Kecamatan Kuta Baro adalah sebagai berikut:
1. Sebelah utara berbatasan dengan Kecamatan Darussalam
2. Sebelah barat berbatasan dengan Kecamatan Krueng Barona Jaya
3. Sebelah timur berbatasan dengan Kecamatan Blang Bintang dan Kecamatan
Mesjid Raya
4. Sebelah selatan berbatasan dengan Kecamatan Ingin Jaya.
B. Hasil Penelitian
Berdasarkan hasil Penelitian yang dilaksanakan di Wilayah Kerja Puskesmas Kuta
Baro Kabupaten Aceh Besar pada tanggal 23 Agustus sampai 24 Agustus 2013.
Pengumpulan data dilakukan dengan membagikan kuesioner yang berisikan
pertanyaan dukungan sosial keluarga dengan pola pantang, Sebelum membagikan
koesioner peneliti terlebih dahulu memberikan penjelasan mengenai tujuan
penelitian, maka diperoleh hasil sehabagai berikut :
1. Analisa Univariat
32
Penyajian hasil penelitian memberikan gambaran mengenai distribusi
frekuensi.
a. Pengetahuan
Tabel 5.1
Distribusi Frekuensi Pengetahuan Tentang Pola Pantang Makan
Ibu Nifas di Wilayah Kerja Puskesmas Kuta Baro
Kabupaten Aceh Besar Tahun 2013
Frekuensi
%
1 Tinggi
41
50,6
2 Sedang
27
33,3
3 Rendah
13
16
81
100
No
Pengetahuan
Total
Sumber data primer (di olah tahun 2013)
Berdasarkan tabel 5.1 menunjukkan dari 81 responden dengan
pengetahuan tentang pola pantang makan ibu nifas yang tinggi sebanyak 41
responden (50,6%) dan pengetahuan yang sedang sebanyak 27 responden
(33,3%).
b.
Budaya
Tabel 5.2
Distribusi Frekuensi Budaya Tentang Pola Pantang Makan
Ibu Nifas di Wilayah Kerja Puskesmas Kuta Baro
Kabupaten Aceh Besar Tahun 2013
No
Budaya
Frekuensi
%
1
Yakin
65
80,2
2
Tidak Yakin
16
19,8
81
100
Total
Sumber data primer (di olah tahun 2013)
33
Berdasarkan tabel 5.2 menunjukkan dari 81 responden dengan budaya
tentang pola pantang makan ibu nifas yang yakin sebanyak 65 responden
(80,2%) dan budaya yang tidak yakin sebanyak 16responden (19,8%).
c.
Pendidikan
Tabel 5.3
Distribusi Frekuensi Pendidikan Tentang Pola Pantang Makan
Ibu Nifas di Wilayah Kerja Puskesmas Kuta Baro
Kabupaten Aceh Besar Tahun 2013
No
Pendidikan
Frekuensi
%
1 Tinggi
15
18,5
2 Menengah
29
35,8
3
37
45,7
81
100
Dasar
Total
Sumber data primer (di olah tahun 2013)
Berdasarkan tabel 5.3 menunjukkan dari 81 responden dengan
pendidikan tentang pola pantang makan ibu nifas yang dasar sebanyak 37
responden (45,7%) dan pendidikan yang menengah sebanyak 29 responden
(35,8%).
d. Pantangan Pola Makan
Tabel 5.4
Distribusi Frekuensi Responden Tentang Pola Pantang Makan
Ibu Nifas di Wilayah Kerja Puskesmas Kuta Baro
Kabupaten Aceh Besar Tahun 2013
No
Pantangan Pola Makan
Frekuensi
%
1
Ya
45
55,6
2
Tidak
36
44,4
81
100
Total
Sumber data primer (di olah tahun 2013)
34
Berdasarkan tabel 5.4 menunjukkan dari 81 responden dengan pola
pantangan makan ibu nifas yang melakukan sebanyak 45 responden (55,6%),
dan pantangan makanan ibu nifas yang tidak melakukan sebanyak 36
responden (44,4%).
2. Analisa Bivariat
a. Hubungan Pengetahuan Dengan Pantangan Pola Makan
Tabel 5.5
Hubungan Pengetahuan dengan Pantangan Pola Makan Ibu
Nifas di Wilayah Kerja Puskesmas Kuta Baro
Kabupaten Aceh Besar Tahun 2013
No
Pantangan Pola Makan
Ya
Pengetahuan
Tidak
Total
%
1 Tinggi
f %
29 70,7
f
12
%
29,3
41
100
2 Sedang
10
37
17
63
27
100
3 Rendah
6
46,2
7
53,8
13
100
81
100
TOTAL
45
45
p value
0.018
Sumber data primer (di olah tahun 2013)
Berdasarkan tabel 5.5 menunjukkan dari 41 responden yang ada
melakukan pantangan pola makan sebanyak (70,7%) memiliki pengetahuan
tinggi, dan dari 27 responden yang tidak melakukan pantangan pola makan
sebanyak (63%) memiliki pengetahuan yang sedang
Berdasarkan uji statistik uji chi-square didapatkan nilai P.Value 0,018
(>0,05), maka dapat disimpulkan bahwa ada hubungan antara pengetahuan
dengan pantangan pola makan ibu nifas.
b. Hubungan Budaya dengan Pantangan Pola Makan
Tabel 5.6
35
Hubungan Budaya dengan Pantangan Pola Makan Ibu
Nifas di Wilayah Kerja Puskesmas Kuta Baro
Kabupaten Aceh Besar Tahun 2013
No
Budaya
Pantangan Pola Makan
Ya
Tidak
Total
%
1 Yakin
f %
32 49,2
f
33
%
50,8
65
100
2 Tidak Yakin
13
3
16,8
16
100
81
100
TOTAL
45
81,2
45
p value
0.021
Sumber data primer (di olah tahun 2013)
Berdasarkan tabel 5.6 menunjukkan dari 65 responden yang tidak
ada melakukan pantangan pola makan sebanyak 3 (50,8%) memiliki budaya
yakin, dan dari 16 responden yang ada melakukan pantangan pola makan
sebanyak (81,2%) memiliki budaya tidak yakin.
Berdasarkan uji statistik uji chi-square didapatkan nilai P.Value 0,021
(>0,05), maka dapat disimpulkan bahwa ada hubungan antara budaya
dengan pantangan pola makan ibu nifas
c. Hubungan Pendidikan dengan Pantangan Pola Makan
Tabel 5.7
36
Hubungan Pendidikan dengan Pantangan Pola Makan Ibu
Nifas di Wilayah Kerja Puskesmas Kuta Baro
Kabupaten Aceh Besar Tahun 2013
Pendidikan
No
Pantangan Pola Makan
Ya
Tidak
Total
%
1 Tinggi
f %
7
46,7
f
8
%
53,3
15
100
2 Menengah
13
44,8
16
55,2
29
100
3 Dasar
25
67,6
12
32,4
37
100
81
100
TOTAL
45
45
p value
0,136
Sumber data primer (di olah tahun 2013)
Berdasarkan tabel 5.7 menunjukkan dari 37 responden yang ada
melakukan pantangan pola makan sebanyak (67,6%) memiliki pendidikan
dasar, dan dari 29 responden yang tidak melakukan pantangan pola makan
sebanyak (55,3%) memiliki pendidikan menengah
Berdasarkan uji statistik uji chi-square didapatkan nilai p.value 0,136
(<0,05), maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan antara
pendidikan dengan pantangan pola makan ibu nifas.
C. Pembahasan
1. Hubungan Pengetahuan dengan Pantangan Pola Makan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan menunjukkan dari 41
responden yang ada melakukan pantangan pola makan sebanyak (70,7%) memiliki
pengetahuan tinggi, dan dari 27 responden yang tidak melakukan pantangan pola
makan sebanyak (63%) memiliki pengetahuan yang sedang
Berdasarkan uji statistik uji chi-square didapatkan nilai P.Value 0,018
(>0,05), maka dapat disimpulkan bahwa ada hubungan antara pengetahuan
dengan pantangan pola makan ibu nifas.
37
Menurut Notoadmodjo (2003) pengetahuan adalah hasil “tahu”, dan ini
terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap sesuatu objek tertentu.
Pengindraan terjadi melalui pancaindra manusia yakni: indara penglihatan,
pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia
diperoleh melalui mata dan telinga.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Nurhaema (2009)
Universitas Hasanudin, responden yang memiliki pengetahuan yang tinggi tidak
akan melakukan pantangan pola makan. Dari 40 orang responden yang diteliti, 32
orang responden yang berpengetahuan tinggi, tidak melakukan pantangan pola
makan, dan 8 orang yang berpengetahuan tinggi melakukan pantangan pola
makan p value 0,011 dengan uji Chi - square.
Menurut asumsi peneliti bahwa responden yang memiliki pengetahuan
tinggi belum tentu tidak melakukan pantangan pola makan, karena pantangan
pola makan pada ibu nifas masih sangat berpengaruh oleh lingkungan luar, ini
berbeda dengan asumsi dari penelitian yang dilakukan olehNurhaema dari
Universitas Hasanudin, yang mengatakan orang berpengetahuan tinggi, tidak
melakukan pola makan. Dan ini sesuai dengan teori Notoadmodjo 2003 yaitu tahu
diartikan sebagai mengingatkan suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya.
Termasuk kedalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali terhadap
suatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah
diterima. Oleh sebab itu “tahu” ini adalah tingkat pengetahuan yang paling
rendah.
2. Hubungan Budaya dengan Pantangan Pola Makan
38
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan menunjukkan dari 65
responden yang tidak ada melakukan pantangan pola makan sebanyak (50,8%)
memiliki budaya yakin, dan dari 16 responden yang ada melakukan pantangan
pola makan sebanyak (81,2%) memiliki budaya tidak yakin.
Berdasarkan uji statistik uji chi-square didapatkan nilai P.Value 0,021 (>0,05),
maka dapat disimpulkan bahwa ada hubungan antara budaya dengan pantangan
pola makan ibu nifas.
Menurut
Potter
(2005)
kebudayaan
adalah
suatu
kondisi
yang
menggambarkan sifat non fisik, seperti nilai, keyakinan, sikap, atau adat-istiadat
yang disepakati oleh kelompok masyarakat dan diwariskan dari satu generasi ke
generasi berikutnya.
Budaya terbentuk dari banyak unsur yang rumit, termasuk sistem agama dan
politik, adat istiadat, bahasa, perkakas, pakaian, bangunan, dan karya seni.
Bahasa, sebagaimana juga budaya, merupakan bagian tak terpisahkan dari diri
manusia sehingga banyak orang cenderung menganggapnya diwariskan secara
genetis. Kebudayaan sangat erat hubungannya dengan masyarakat. Melville J.
Herskovits dan Bronislaw Malinowski mengemukakan bahwa segala sesuatu yang
terdapat dalam masyarakat ditentukan oleh kebudayaan yang dimiliki oleh
masyarakat itu sendiri. Istilah untuk pendapat itu adalah Cultural-Determinism
(id.wikipedia.org)
Berdasarkan hasil penelitian Rahmaniar (2010) Universitas Hasanudin Dan
dari hasil penelitian didapatkan (77,6%) yakin akan budaya, dan 15 orang (22,4%)
tidak yakin akan budaya. Menurut asumsi dari Rahmaniar orang yang memiliki
39
budaya yang tinggi akan melakukan pantangan pola makan p value 0,009 dengan
uji Chi - square.
Menurut asumsi peneliti budaya akan terus dijalani oleh generasi ke
generasi, tergantung tanggapan dari orang tersebut. Karena kebudayaan tidak
akan lepas dari kehidupan sehari-hari. Ini juga sama dengan teori dari Rahmaniar
yang juga berasumsi seperti itu. Seperti teori ikmal (2012) Citra budaya yang
bersifat memaksa tersebut membekali anggota-anggotanya dengan pedoman
mengenai perilaku yang layak dan menetapkan dunia makna dan nilai logis yang
dapat dipinjam anggota-anggotanya yang paling bersahaja untuk memperoleh
rasa bermartabat dan pertalian dengan hidup mereka.
3. Hubungan Pendidikan dengan Pantangan Pola Makan.
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan menunjukkan dari 37
responden yang ada melakukan pantangan pola makan sebanyak (67,6%) memiliki
pendidikan dasar, dan dari 29 responden yang tidak melakukan pantangan pola
makan sebanyak (55,3%) memiliki pendidikan menengah
Berdasarkan uji statistik uji chi-square didapatkan nilai P.Value 0,136
(<0,05), maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan antara pendidikan
dengan pantangan pola makan ibu nifas.
Menurut Mubarak (2007) pendidikan berarti bimbingan yang diberikan
seseorang kepada orang lain terhadap suatu hal agar mereka dapat memahami.
Tidak dapat dipungkiri bahwa makin tinggi pendidikan seseorang semakin mudah
pula mereka menerima informasi, dan pada akhirnya makin banyak pula
pengetahuan yang dimilikinya. Sebaliknya, jika seseorang tingkat pendidikannya
40
rendah, akan menghambat perkembangan sikap seseorang terhadap penerimaan
informasi dan nilai-nilai baru diperkenalkan.
Berdasarkan penelitian Wahida (2005) Dari Universitas Diponegoro
didapatkan 24 responden yang berpendidikan tinggi tidak melakukan pantangan
pola makan. Dan dari 33 responden yang berpendidikan rendah juga tidak
melakukan pantangan pola makan. Dan menurut asumsi Wahida, seseorang yang
berpendidikan tinggi, belum tentu tidak melakukan pantangan pola makan
dengan p value 0,420 dengan uji Chi - square.
Menurut asumsi peneliti, pendidikan tidak terlalu berpengaruh akan
Pantangan pola makan, karena masukan-masukan dari lingkungan dan keluarga
lebih berpengaruh dibandingkan pendidikan seseorang. Ini hampir sama denga
asumsi dari Wahida dari Universitas Diponegoro.
41
BAB VI
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilaksanakan di Puskesmas
Kuta Baro Aceh Besar dengan 81 orang responden, maka dapat disimpulkan
bahwa:
1. Ada hubungan antara pengetahuan dengan pantangan pola makan ibu
nifas, dengan nilai P.Value 0,018 (>0,05)
2. Ada hubungan antara budaya dengan pantangan pola makan ibu nifas.
Dengan nilai P.Value 0,021 (>0,05)
3. Tidak ada hubungan antara pendidikan dengan pantangan pola makan ibu
nifas, dengan nilai P.Value 0,136 (<0,05),
B. Saran
1. Bagi Peneliti
Pada peneliti untuk menambah wawasan dan dapat mengembangkan
kemampuan berfikir secara objektif dan menjadi bahan untuk penelitian
lebih lanjut mengenai pantangan pola makan.
2. Bagi Responden
Diharapkan kepada responden untuk tidak melakukan pantangan pola
makan.
42
3. Institusi Pendidikan
Sebagai bahan masukan dan informasi bagi siswi tentang dukungan
social keluarga dengan pola pantang makan ibu nifas serta diharapkan
dapat bermanfaat dimasa yang akan datang.
4. Bagi institusi Puskesmas
Diharapkan pada Puskesmas Kuta Baro Aceh Besar untuk
memberikan dukungan dan pengarahan kepada bidan untuk lebih memberi
tahu kepada ibu-ibu nifas tentang tidak bolehnya dilakukan pantangan pola
makan.
Download