Jurnal Didaktika Matematika ISSN: 2355-4185 Rahmi Fuadi, dkk Peningkatkan Kemampuan Pemahaman dan Penalaran Matematis melalui Pendekatan Kontekstual Rahmi Fuadi1, Rahmah Johar2, Said Munzir3 1,2 Program Studi Magister Pendidikan Matematika Universitas Syiah Kuala 3 Program Studi Magister Matematika Universitas Syiah Kuala Email: [email protected] Abstract. The low achievement on students’ mathematical comprehension and reasoning was still low due to the informational pattern of material in mathematics has been delivered to students informatively which means students get the information only from the teacher, so students’ mathematical ability also low. The purpose of this research was to examine the differences of comprehension ability and mathematical reasoning between students who learned mathematics through contextual learning and students who learned through conventional approach. Design for this research was pretest-posttest control group design. To obtain the research data, comprehension ability and mathematical reasoning test were used as the instrument. This research conducted at Madrasah Tsanawiyah Negeri Model Banda Aceh. The population of this study was all students at grade VIII while samples were chosen from 2 of 11 of grade VIII by purposive sampling. The data analysis was done quantitative way. Quantitative analysis conducted on the normalized average gain between two samples by using t-test. The result showed that overall learning mathematics by using contextual learning treatment can encourage students; comprehension ability and mathematical reasoning ability. Learning mathematics by contextual learning approach significantly better in encourage the students’ comprehension ability and mathematical reasoning than using conventional approach. Learning by contextual approach can be a good alternative learning approach that can be implemented in Junior High School. Keywords: mathematical comprehension and reasoning, contextual approach Pendahuluan Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi memungkinkan semua pihak dapat memperoleh informasi dengan melimpah, cepat dan mudah dari berbagai sumber dan tempat di dunia. Oleh karena itu,penguasaan materi matematika bagi siswa menjadi suatu keharusan yang tidak bisa ditawar lagi di dalam penataan nalar dan pengambilan keputusan dalam era persaingan yang semakin kompetitif pada saat ini. Siswa perlu memiliki kemampuan memperoleh, memilih dan mengolah informasi untuk bertahan pada keadaan yang selalu berubah, tidak pasti dan kompetitif. Kemampuan ini membutuhkan kemampuan berpikir kritis, sistematis, logis, kreatif dan kemampuan bekerjasama yang efektif. Cara berpikir seperti ini dapat dikembangkan melalui belajar matematika, karena matematika memiliki struktur dan keterkaitan yang kuat dan jelas antar konsepnya sehingga memungkinkan siswa terampil berpikir rasional (Depdiknas, 2003). Tujuan pembelajaran matematika menurut Kurikulum 2013 (Kemendikbud, 2013) 47 Jurnal Didaktika Matematika Vol. 3, No. 1, April 2016 menekankan pada dimensi pedagogik modern dalam pembelajaran, yaitu menggunakan pendekatan scientific (ilmiah). Dalam pembelajaran matematika kegiatan yang dilakukan agar pembelajaran bermakna yaitu mengamati, menanya, mencoba, menalar, menyaji, dan mencipta. Semua kemampuan yang telah dinyatakan di atas, diharapkan dapat dimiliki oleh siswa. Namun tidak dapat terwujud apabila hanya mengandalkan proses pembelajaran yang selama ini terbiasa ada di sekolah kita, seperti mengajarkan dengan diajari teori/definisi/teorema, kemudian diberikan contoh-contoh dan terakhir diberikan latihan soal (Soedjadi, 2000). Proses belajar seperti ini tidak membuat anak didik berkembang dan memiliki bernalar berdasarkan pemikirannya, tapi justru lebih menerima ilmu secara pasif. Dengan demikian, langkahlangkah dan proses pembelajaran yang selama ini umumnya dilakukan oleh para guru di sekolah adalah kurang tepat, karena justru akan membuat anak didik menjadi pribadi yang pasif. Turmudi (2008) mengemukakan bahwa “pembelajaran matematika selama ini disampaikan kepada siswa secara informatif, artinya siswa hanya memperoleh informasi dari guru saja sehinga derajat kemelekatannya juga dapat dikatakan rendah”. Dengan pembelajaran seperti ini, siswa sebagai subjek kurang dilibatkan dalam menemukan konsep-konsep pelajaran yang harus dikuasainya. Hal ini menyebabkan konsep-konsep yang diberikan tidak membekas tajam dalam ingatan siswa sehingga siswa mudah lupa dan sering kebingungan dalam memecahkan suatu permasalahan yang berbeda dari yang pernah dicontohkan oleh gurunya. Kondisi cara dan hasil belajar matematika siswa yang kurang memuaskan antara lain dikemukakan oleh Mettes (1979) siswa belajar matematika hanya mencontoh dan mencatat penyelesaian soal dari guru, sedangkan menurut Slettenhaar (2000) pembelajaran matematika kurang melibatkan siswa belajar aktif, kurang menekankan pada pemahaman siswa dan siswa hanya menerima penjelasan guru. Beberapa penelitian tentang pemahaman dan penalaran siswa sudah dilakukan. Hasil penelitian Sumarmo (1987) menemukan bahwa skor kemampuan siswa dalam pemahaman dan penalaran matematis masih rendah. Siswa masih banyak mengalami kesukaran dalam pemahaman relasional dan berpikir derajat kedua. Penelitian Wahyudin (1999) menemukan lima kelemahan yang ada pada siswa antara lain: kurang memiliki pengetahuan materi prasyarat yang baik, kurang memiliki kemampuan untuk memahami serta mengenali konsepkonsep dasar matematika (aksioma, definisi, kaidah, teorema) yang berkaitan dengan pokok bahasan yang sedang dibicarakan, kurang memiliki kemampuan dan ketelitian dalam menyimak atau mengenali sebuah persoalan atau soal-soal matematika yang berkaitan dengan pokok bahasan tertentu, kurang memiliki kemampuan menyimak kembali sebuah jawaban yang diperoleh (apakah jawaban itu mungkin atau tidak), dan kurang memiliki kemampuan nalar yang logis dalam menyelesaikan persoalan atau soal-soal matematika. 48 Jurnal Didaktika Matematika Rahmi Fuadi, dkk Nasution (2011: 9) menyatakan rendahnya penalaran matematis siswa disebabkan guru hanya menerapkan materi pelajaran dilengkapi dengan contoh dan latihan soal rutin, namun ketika diberi soal non rutin siswa mengalami kesulitan harus mulai bekerja dari mana. Dari beberapa penelitian di atas dapat disimpulkan bahwa penalaran siswa dalam pembelajaran matematika mempunyai peran yang cukup besar. Untuk mengurangi lemahnya kemampuan pemahaman konsep dan penalaran dalam pembelajaran matematika siswa perlu dibiasakan untuk memberikan argumen atas setiap jawabannya serta memberikan tanggapan atas jawaban yang diberikan oleh orang lain, sehingga apa yang sedang dipelajari menjadi lebih bermakna baginya. Hal ini berarti bahwa penting memberikan waktu bagi siswa untuk berdiskusi dalam menjawab pertanyaan dan pernyataan orang lain dengan argumentasi yang benar dan jelas (Pugalee, 2001). Dari uraian yang menunjukkan kurangnya kemampuan pemahaman dan penalaran matematis di atas, jelas bahwa kemampuan siswa dalam pemahaman dan penalaran matematis perlu mendapat perhatian untuk lebih ditingkatkan. Penalaran matematis merupakan bagian dari berpikir matematis tingkat tinggi yang kompleks. Karena itu pembelajaran yang berfokus pada kemampuan penalaran memerlukan konsep tahapan yang lebih rendah. Artinya kemampuan penalaran matematis siswa tidak ada tanpa kemampuan pemahaman yang baik. Hal ini meliputi materi maupun cara mempelajari atau mengajarkannya. Untuk dapat mencapai standar-standar pembelajaran itu, seorang guru hendaknya dapat menciptakan suasana belajar yang memungkinkan bagi siswa untuk secara aktif belajar dengan mengkonstruksi, menemukan dan mengembangkan pengetahuannya. Karena mengajar matematika tidak sekedar menyusun urutan informasi, tetapi perlu meninjau relevansinya bagi kegunaan dan kepentingan siswa dalam kehidupannya. Dengan belajar matematika diharapkan siswa mampu menyelesaikan masalah, menemukan dan mengkomunikasikan ide-ide yang muncul dalam benak siswa. Salah satu upaya dalam meningkatkan kemampuan pemahaman dan penalaran matematis siswa yaitu dengan memilih pendekatan pembelajaran yang tepat untuk meningkatkan keaktifan siswa selama belajar mengajar berlangsung. Ada begitu banyak pendekatan yang ditawarkan para ahli, salah satunya adalah pendekatan pembelajaran kontekstual. Pendekatan kontekstual memiliki tujuh komponen, yaitu; konstruktivisme, menemukan, bertanya, masyarakat belajar, pemodelan, refleksi, dan penilaian yang sebenarnya (Depdiknas, 2003). Menurut Wilson (2001) pembelajaran kontekstual dapat membantu guru dalam mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata yang dikenal siswa dan dapat mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimiliki siswa dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari. Karena proses pembelajaran diawali dengan 49 Jurnal Didaktika Matematika Vol. 3, No. 1, April 2016 pemberian masalah dalam kehidupan sehari-hari, diharapkan siswa terbiasa untuk menganalisa, mengaplikasikan dan mengaitkan suatu konsep. Berdasarkan latar belakang masalah, maka rumusan masalah yang dikemukakan dalam penelitian ini adalah 1) Apakah peningkatan kemampuan pemahaman matematis siswa yang mendapat pembelajaran dengan pendekatan kontekstual lebih baik daripada siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional? 2) Apakah peningkatan kemampuan penalaran matematis siswa yang mendapat pembelajaran dengan pendekatan kontekstual lebih baik daripada siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional? Metode Penelitian ini merupakan penelitian eksprimen dengan pendekatan kuantitatif. Penelitian ini menggunakan dua kelompok subjek penelitian yaitu kelompok eksprimen dan kelompok kontrol. Kedua kelompok diberikan pretest dan posttest dengan menggunakan instrumen yang sama. Pendekatan kuantitatif digunakan untuk memperoleh gambaran tentang kemampuan pemahaman dan penalaran matematis siswa, pada materi geometri yang meliputi memahami sifat–sifat kubus, balok, prisma, limas dan bagian – bagiannya, serta menentukan ukurannya. Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah “pretest – posttest Control Group Design”. Desaian penelitian ini digunakan karena penelitian ini menggunakan kelompok kontrol, kelompok eksprimen, dan pengambilan sampel dilakukan secara purposive. Pengamatan dilakukan dua kali yaitu sebelum pembelajaran, yang disebut pretest dan sesudah proses pembelajaran, yang disebut postes. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa Kelas VIII Madrasah Tsanawiyah Negeri (MTsN) Model Banda Aceh. Sedangkan sampel dalam penelitian ini adalah Kelas VIII– 3 Kelas VIII–9 yang dipilih secara purposive, dengan jumlah sampel masing-masing kelas 36 siswa. Pengambilan sampel secara purposive bertujuan untuk mendapatkan kelas yang memiliki kemampuan awal pemahaman dan penalaran matematis yang tidak berbeda secara signifikan. Hasil dan Pembahasan Setelah pretest dan postest diberikan kepada siswa, untuk melihat perbedaan rata-rata kemampuan pemahaman dan penalara matematis menggunakan uji-t. Peningkatan kemampuan siswa dilihat dengan membandingkan nilai tes awal (pretest) dan tes akhir (postest) dari setiap indikator kemampuan pemahaman dan penalaran matematis. Berdasarkan hasil analisis normalitas sebaran data pretest dan postest diperoleh data pretest dan postes kemampuan pemahaman matematis berasal dari data yang berdistribusi normal. Selanjutnya analisis data yang dilakukan yaitu uji perbedaan rata-rata data sampel. 50 Jurnal Didaktika Matematika Rahmi Fuadi, dkk Dalam hal ini menggunakan uji t. Uji ini dilakukan untuk melihat perbedaan rata-rata kemampuan pemahaman matematis sebelum dan sesudah diterapkan pendekatan kontekstual dengan taraf signifikansi α = 0,05. Adapun hipotesis dalam penelitian ini adalah: Ho : µpte = µptk H1 : µpte > µptk Keterangan: µpte : rataan gain ternormalisasi pemahaman kelompok eksprimen µptk: rataan gain ternormalisasi pemahaman kelompok kontrol Secara ringkas hasil uji perbedaan rata-rata soal kemampuan pemahaman matematis dapat disajikan pada Tabel 1. Tabel 1. Uji Perbedaan Rataan Gain Ternormalisai Pemahaman Aspek Asimp.Sig Kelompok thitung Keterangan Kemampuan (2-tailed) Pemahaman Eksprimen 2,603 0,043 Matematis Kontrol Tabel 1 menunjukkan bahwa nilai thitung diperoleh sebesar 2,603 dengan nilai signifikansi sebesar 0,043. Nilai signifikansi tersebut kurang dari taraf signifikansi (α) 0,05, dan t hitung=2,603 lebih dari ttabel = 1,994, karena thitung>ttabel maka H0 ditolak dan H1 diterima, sehingga dapat disimpulkan rataan gain ternormalisasi kemampuan pemahaman kelompok eksperimen lebih baik daripada rataan gain ternormalisasi kelompok kontrol. Hal ini juga menunjukkan bahwa pembelajaran melalui pendeketan kontekstual lebih baik dalam meningkatkan kemampuan pemahaman matematis siswa dibandingkan dengan pembelajaran konvensional. Adanya peningkatan menunjukkan bahwa siswa telah memahami konsep-konsep yang diberikan atau diajarkan sehingga mereka dapat mencari pemahaman dari dua kasus atau hal yang berbeda pada setiap soal. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Heruman (2003) pada siswa di SD dengan kesimpulan bahwa pembelajaran dengan pendekatan kontekstual dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Hasil penelitian Heruman (2003) pembelajaran konsteksual terhadap hasil belajar siswa pada mata pelajaran matematika di kelas IV Sekolah Dasar. Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) pembelajaran kontekstual dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada mata pelajaran matematika khususnya pokok bahasan pecahan. Selain itu dalam pembelajaran kontekstual siswa terlihat lebih aktif, baik secara kelompok maupun perorangan. Siswa dapat belajar secara mandiri sedikit ketergantungan bantuan guru, mampu mengaitkan topik yang lalu dengan masalah yang dihadapi dan terjadi kegairahan dalam belajar. (2) Kualitas hasil belajar matematika siswa yang memperoleh pembelajaran kontekstual lebih baik dibandingkan dengan 51 Jurnal Didaktika Matematika Vol. 3, No. 1, April 2016 kualitas hasil belajar siswa yang memperoleh pembelajaran biasa. Siswa yang memperoleh pembelajaran kontekstual dapat menyelesaikan soal cerita lebih baik dari siswa yang memperoleh pembelajaran biasa, sedangkan dalam menyelesaikan soal berhitung kedua pembelajaran sama baiknya. (3) selama pembelajaran kontekstual, siswa menunjukkan sikap yang positif, senang belajar secara kelompok maupun perorangan, tidak putus asa dalam menghadapi masalah yang sulit, dan percaya diri dalam pemecahan masalah sehari-haari. Namun demikian mereka kurang berani dalam bertanya dan mengemukakan pendapat. Berdasarkan hasil analisis normalitas sebaran data pretest dan postest diperoleh data pretest dan postest kemampuan pemahaman matematis berasal dari data yang berdistribusi normal. Selanjutnya analisis data yang dilakukan yaitu uji perbedaan rata-rata data sampel. Hipotesis statistik yang diajukan sebagai berikut: Ho : µnte = µntk H1 : µnt> µntk Keterangan: µnte : rataan gain ternormalisasi penalaran kelompok eksprimen µntk: rataan gain ternormalisasi penalaran kelompok kontrol Tabel 2. Uji Perbedaan Rataan Gain Ternormalisai Penalaran Aspek Asimp.Sig Asimp.Sig Kelompok thitung Kemampuan (2-tailed) (1-tailed) Pemahaman Eksprimen 0,00 3,771 0,00 Matematis Kontrol Keterangan Berdasarkan perhitungan uji-t pada taraf signifikan α = 0,05 dengan derajat kebebasan (df) = 70, diperoleh thitung= 3,712 dan ttabel= 1,994 yang berarti bahwa thitung > ttabel, maka H0 ditolak. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa rata-rata peningkatan kemampuan Penalaran matematis siswa yang mendapat pembelajaran dengan pendekatan kontekstual lebih tinggi dibandingkan dengan siswa yang mendapat pembelajaran konvensional. Meningkatnya kemampuan penalaran siswa disebabkan dalam pembelajaran selalu mengaitkan materi dengan pengalaman siswa, sehingga siswa senang dalam belajar dan lebih berkesan dibandingkan dengan pembelajaran dimana diperoleh bergantung pada informasi dari guru. Demikian pula aktivitas dimana siswa mengkonstruksi sendiri pengetahuannya, siswa menemukan sendiri aturan, siswa bebas berdiskusi dengan teman dalam kelompok, siswa bebas bertanya pada guru, memungkinkan siswa lebih mudah mengingat materi yang dipelajarinya. Akibatnya pemahaman dan penalaran siswa tentang konsep matematika lebih baik dibandingkan dengan pemahaman kosep hasil informasi dari guru. Di samping itu melalui pembelajaran yang mengaitkan materi dengan pengalaman siswa, secara tidak langsung mendidik siswa untuk 52 Jurnal Didaktika Matematika Rahmi Fuadi, dkk dapat menghubungkan antar konsep dalam matematika, menghubungkan konsep matematika dengan kehidupan sehari-hari. Pendekatan pembelajaran kontekstual dengan tujuh komponennya, dapat memberi kontribusi tehadap peningkatan kemampuan pemahaman dan penalaran siswa dalam pembelajaran matematika. Penelitian yang dilakukan Wachyar (2012) tentang penerapan pendekatan kontekstual untuk meningkatkan kemampuan penalaran dan komunikasi matematika siswa SMP, diperoleh kesimpulan peningkatan kemampuan penalaran matematis siswa yang pembejarannya menerapkan pendekatan kontekstual dengan penggunaan mathematical manipulative lebih baik daripada siswa yang pembelajarannya menerapkan pembelajaran biasa. Menurut Supinah (2008), dalam pembelajaran dengan pendekatan kontekstual siswa lebih tertarik dalam belajar dan mudah memahami materi yang diajarkan karena soal-soal yang diberikan dikaitkan dengan kehidupan sehari-hari. Pembelajaran matematika dengan cara guru melaksanakan pembelajaran yang dimulai atau dikaitkan dengan dunia nyata, diawali dengan bercerita atau tanya jawab lisan tentang kondisi kehidupan siswa, kemudian diarahkan dengan informasi modeling agar siswa termotivasi, berpikir, sehingga akan terasa mamfaat materi yang disajikan, dan suasana belajar menjadi menyenangkan. Simpulan dan Saran Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dikemukakan pada bagian terdahulu dapat diambil beberapa simpulan yang berkaitan dengan peningkatan kemampuan pemahaman dan penalaran matematis dengan pendekatan kontekstual yaitu: 1) peningkatan kemampuan pemahaman matematis siswa yang mendapat pembelajaran dengan menggunakan pendekatan kontekstual lebih baik daripada siswa yang memperoleh pembelajaran dengan konvensional, dan 2) peningkatan kemampuan penalaran matematis siswa yang mendapat pembelajaran melalui pendekatan kontekstual lebih baik daripada siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional. Beberapa saran hasil penelitian yaitu: 1) bagi para guru matematika, pendekatan kontekstual dapat dijadikan sebagai salah satu alternatif model pembelajaran untuk diimplementasikan dalam pengembangan pembelajaran matematika terutama untuk meningkatkan kemampuan pemahaman dan penalaran matematis, 2) untuk menerapkan pembelajaran dengan kontekstual guru harus merancang skenario pembelajaran dengan baik dan mencari benda nyata atau model yang sesuai dengan materi pembelajaran, 3) untuk penelitian lanjutan perlu diperhatikan waktu penelitian yang maksimal dan pokok bahasan matematika yang dikembangkan tidak hanya satu topik, sehingga diperoleh hasil yang maksimal, 4) perlu 53 Jurnal Didaktika Matematika Vol. 3, No. 1, April 2016 dilakukan penelitian lanjutan, tetapi pada level sekolah tinggi atau rendah atau terhadap jenjang pendidikan lain seperti sekolah dasar, sekolah menengah atas dan perguruan tinggi. Daftar Pustaka Dahlan, J. A. (2004). Meningkatkan Kemampuan Penalaran dan Pemahaman Matematika Siswa Sekolah Menengah Lanjutan Tingkat Pertama Melalui Pendekatan Pembelajaran Open-Ended. Disertasi Doktor PPS UPI Bandung. Tidak diterbitkan. Depdiknas. (2003). Kumpulan Pedoman Kurikulum 2004. Jakarta: Depdiknas Hudoyo, H. (1985). Teori Belajar dalam Proses Belajar-Mengajar Matematika. Jakarta: Depdikbud. Kemendikbud. (2013). Kerangka Dasar dan Struktur Kurikulum 2013. Jakarta: Kemendikbud. Mettes, C.T.W. (1979). Teaching and Learning Problem Solving in Science A General strategy. International Journal of Science Education, 57 (3), 882 - 885 Pugalee, D.A. (2001). Using Communication to Develop Students’ Mathematical Literacy. Journal Research of Mathematics Education, 6(5). 296-299. Rusman. (2011). Model- model Pembelajaran (Mengembangkan Profesionalisme Guru). Cetakan keempat. Jakarta :Rajawali Pers. Slettenhaar. (2000). Adapting Realistic Mathematics Education in the Indonesian Context. Prosiding Konperensi Naional Matematika X ITB, 17-20 Juli 2000. Soedjadi, R. (2000). Kiat Pendidikan Matematika di Indonesia; Konstatasi Keadaan Masa Kini Menuju Harapan Masa Depan. Jakarta: Dirjen Dikti. Depdiknas. Sumarmo, U.(1987). Kemampuan Pemahamandan Penalaran Matematika Siswa SMA dikaitkan dengan Kemampuan Penalaran Logik Siswa dan Beberapa Unsur Proses Belajar Mengajar. Disertasi. UPI: Tidakditerbitkan. Suryadi, D. (2005). Penggunaan Pendekatan Pembelajaran Tidak Langsung serta Pendekatan Gabungan Langsung dan Tidak Langsung dalam Rangka Meningkatkan Kemampuan Berpikir Matematik Tingkat Tinggi Siswa SLTP. Disertasi. PPS UPI Bandung: Tidak diterbitkan. Turmudi. (2008). Landasan Filsafat dan Teori Pembelajaran Matematika (Berparadigma Eksploratif dan Investigatif). Jakarta: Leuser Cipta Pustaka. Wachyar, Y (2012).Penerapan Pendekatan Kontekstual Dengan Penggunaan Mathematical manipulative untuk Meningkatkan Kemampuan Penalaran dan Komunikasi Matematika siswa SMP. Tesis tidak diterbitkan. Universitas Pendidikan Indonesia. Wahyudin. (1999). Kemampuan Guru Matematika, Calon Guru Matematika, dan Siswa dalam Mata Pelajaran Matematika. Disertasi doktor PPS UPI Bandung, tidak diterbitkan. Wilson, J. (2001). Sylabus for EMAT 4600/ 6600: Problem Solving in Mathematics. [on line] Tersedia: http://www.jwilson.coe.uga.edu.htm.l 54