Pengujian Pecking Order Theory (POT)

advertisement
The 2nd National Conference UKWMS
Surabaya, 6 September 2008
Pengujian Pecking Order Theory (POT):
Pengaruh Leverage Terhadap Pendanaan Surplus dan Defisit Pada Industri
Manufaktur di Bursa Efek Indonesia
Ari Christianti
Abstract:
This research is empirically examines the Pecking Order Theory (POT). This is important since
the POT discuss the factors effected the level of debt used by the company such as: the capacity
of deficit due to internal cash flow inadequacy for exercising the investment and its commitment
to regularly pay dividend. On doing so, this research is intended to specifically examine the
effect of surplus and deficit financing on the use of debt. The samples are drawn from companies
within manufacturing sector which are listed at the Indonesian Capital Stock Exchange during
2000-2005. Furthermore the data will be analyzed using the regression with dummy variables.
The result shows, there is a negatively effect between long term debt with deficit. The possible
explanation is market and economic condition effect the capital stucture decision.
Keyword: Pecking Order Theory (POT), debt, surplus, deficit
A.
Latar Belakang
Seorang
manajer
keuangan
dalam
mengambil
keputusan
pendanaan
harus
mempertimbangkan secara teliti sifat dan biaya dari sumber dana yang akan dipilih. Hal ini
karena masing-masing sumber pendanaan mempunyai konsekuensi finansial yang berbeda-beda.
Proporsi penggunaan sumber dana intern dan/ ekstern dalam memenuhi kebutuhan dana
perusahaan yang selanjutnya disebut dengan struktur modal menjadi sangat penting dalam
manajemen keuangan perusahaan.
Oleh karena itu, penelitian mengenai struktur modal dalam manajemen keuangan terus
dilakukan untuk menentukan penggunaan struktur modal yang optimal. Beberapa teori struktur
modal telah ditemukan untuk mencari teori struktur modal terbaik yang bisa menjelaskan
perilaku keputusan pendanaan perusahaan. Salah satu teori struktur modal yang akhir-akhir ini
The 2nd National Conference UKWMS
Surabaya, 6 September 2008
dianggap bisa menjelaskan perilaku pendanaan perusahaan karena banyaknya penelitian yang
mendukung adalah Pecking Order Theory (POT). POT pertama kali dikemukan oleh Myers dan
Majluf (1984) yang menyatakan bahwa perusahaan melakukan keputusan pendanaan secara
hierarki dari pendanaan internal dan eksternal, dari pendanaan yang bersumber pada profit,
hutang, sampai pada saham (dimulai dari sumber dana dengan biaya termurah).
Sejauh ini penelitian mengenai struktur modal POT bertujuan untuk membuktikan apakah
teori struktur modal tersebut benar-benar dapat menjelaskan perilaku keputusan pendanaan
perusahaan. Shyam-Sunder dan Myers (1999) melakukan pengujian POT secara empiris dengan
dasar bahwa perusahaan menggunakan hutang tergantung dari kondisi defisit pendanaannya,
sebagai akibat adanya ketidakcukupan arus kas internal (internal cash flow) untuk investasi dan
komitmen perusahaan untuk membagi dividen. Penelitian tersebut menggunakan regresi
sederhana antara defisit finansial perusahaan (variabel bebas) terhadap perubahan penggunaan
hutang perusahaan (variabel tidak bebas) dengan menggunakan sampel semua perusahaan yang
tercatat dalam Compustat dari tahun 1971-1989, besarnya estimasi koefisien pecking order
(variabel bebas) sebesar 0,75. Berdasarkan hasil temuan tersebut, Shyam-Sunder dan Myers
dalam penelitiannya menyimpulkan bahwa POT merupakan teori struktur modal yang istimewa
yang dapat menjelaskan perilaku pendanaan perusahaan.
Penelitian yang sama juga dilakukan oleh Frank dan Goyal (2003) yang juga melakukan
pengujian POT dengan mempertimbangkan variabel ukuran (size) perusahaan. Hasil penelitian
Frank dan Goyal ini menyatakan bahwa perusahaan besar lebih menunjukkan perilaku pecking
order dibandingkan dengan perusahaan kecil. Pengaruh ukuran perusahaan terhadap struktur
modal ini diperkuat oleh hasil penelitian Fama dan French (2002) yang justru menemukan bahwa
The 2nd National Conference UKWMS
Surabaya, 6 September 2008
perusahaan kecil mempunyai potensi asymetric information yang tinggi, akibatnya perusahaan
kecil dalam keputusan pendanaannya menggunakan POT.
Selain hasil temuan di atas, Frank dan Goyal juga menemukan bahwa kekuatan (power)
POT dalam menjelaskan perilaku pendanaan perusahaan semakin lama akan menurun. Hal ini
dibuktikan dari hasil temuan Frank dan Goyal dalam penelitiannya yang menggunakan periode
1971-1998, hasil estimasi menunjukkan bahwa koefisien pecking order pada tahun 1974-1989
adalah sebesar 0,28 sedangkan untuk periode tahun 1990-1998 koefisien pecking order menjadi
lebih rendah yaitu sebesar 0,15.
Dengan demikian, dari hasil temuan di atas dapat diambil kesimpulan bahwa POT masih
memiliki dua kelemahan dalam menjelaskan perilaku pendanaan. Adapun kelemahan yang
dimaksud adalah POT ternyata berpengaruh terhadap ukuran (size) perusahaan dan POT tidak
bisa menjelaskan perilaku keputusan pendanaan sepanjang waktu.
Selanjutnya Jong, Verbeek, dan Verwijmeren (2005) melakukan pengujian POT dengan
menggunakan model yang merupakan pengembangan dari model Shyam-Sunder dan Myers
(1999); Frank dan Goyal (2003). Penelitiannya menggunakan model yang diharapkan dapat
menjawab dua kelemahan POT yaitu, POT berpengaruh terhadap ukuran (size) perusahaan
[Frank dan Goyal (2003); Fama dan French (2002)] dan kekuatan (power) POT yang melemah
dan tidak stabil sepanjang waktu [Frank dan Goyal (2003)].
Penelitian Jong, Verbeek, dan Verwijmeren ini menggunakan periode dari tahun 19712005 menyatakan bahwa perusahaan kecil-meskipun mempunyai potensi asymmetric
information yang tinggi tidak berperilaku sesuai dengan POT dalam keputusan pendanaannya;
dan kekuatan POT seiring waktu akan mengalami penurunan bahkan hilang. Hasil temuan Jong,
The 2nd National Conference UKWMS
Surabaya, 6 September 2008
Verbeek, dan Verwijmeren tentang kekuatan POT yang mengalami penurunan karena waktu
memperkuat hasil temuan Opler dan Titman (2000) yang secara eksplisit menyatakan bahwa
keputusan pendanaan berubah sepanjang waktu, seiring dengan perubahan kondisi keuangan
perusahaan. Dengan demikian, keputusan struktur modal di masa lalu sangat berperan penting
dalam menentukan keputusan struktur modal saat ini.
Jong, Verbeek, dan Verwijmeren dalam penelitiannya juga menemukan bahwa frekuensi
pendanaan defisit justru lebih besar terdapat pada perusahaan yang tergolong kecil dan terus
meningkat sepanjang tahun. Berdasar dari hasil temuan di atas Jong, Verbeek, dan Verwijmeren
mengambil kesimpulan bahwa hasil temuannya mendukung POT dalam kaitannya dengan
penggunaan kapasitas hutang perusahaan (firms’ debt capacities).
Berdasarkan pada hasil penemuan di atas, penelitian ini mencoba untuk menguji apakah
POT digunakan dan diterapkan di BEI (Bursa Efek Indonesia). Pengujian ini dilakukan dengan
menggunakan faktor perubahan leverage sebagai variabel terikat dan defisit finansial sebagai
variabel bebas. Diharapkan dengan menggunakan pendekatan pooled data dapat dilakukan
pengujian POT dalam menjelaskan perilaku keputusan pendanaan yang dikaitkan dengan kondisi
pendanaan surplus dan defisit.
B.
Landasan Teori
Penelitian ini bertujuan untuk menguji secara empiris Pecking Order Theory (POT)
kaitannya dengan pendanaan surplus dan defisit. Berikut ini adalah penjelasan mengenai teori
POT dan pendanaan defisit:
The 2nd National Conference UKWMS
Surabaya, 6 September 2008
B.1. Pecking Order Theory (POT)
Pecking Order Theory (POT) merupakan bentuk pengembangan dari teori Static TradeOff (STO) yang dikemukakan oleh Myers dan Maijluf (1984). POT menyatakan bahwa
penentuan struktur modal yang optimal didasarkan pada keputusan pendanaan secara hierarki
berdasarkan biaya modal yang paling murah yang bersumber pada sumber dana internal (profit)
sampai pada sumber dana eksternal (hutang dan saham). Dengan demikian, penentuan struktur
modal berdasarkan POT dimulai ketika arus kas internal perusahaan tidak cukup untuk mendanai
investasi real dan deviden, maka perusahaan akan menerbitkan hutang, dan saham akan
diterbitkan jika financial ditress perusahaan tinggi.
B.2. Pendanaan Defisit (Financing Deficit) dan Kapasitas Hutang (Debt Capacity)
Penentuan struktur modal berdasarkan POT dimulai ketika arus kas internal perusahaan
tidak cukup (defisit) untuk mendanai investasi real dan deviden, maka perusahaan akan
menerbitkan hutang. Chirinko dan Singha (2000) dalam penelitiannya menunjukkan koefisien
pecking order secara signifikan lebih kecil dari satu bahkan ketika perusahaan mengambil
keputusan pendanaan secara hierarki sesuai dengan POT. Secara rasional, jika defisit perusahaan
besar, perusahaan mungkin mempunyai keterbatasan untuk menggunakan hutang dan harus
mendanai defisitnya yang tersisa dengan ekuitas. Selain itu, Chirinko dan Singha (2000) juga
menyatakan bahwa keterbatasan untuk menggunakan hutang akan tinggi ketika perusahaan
mempunyai leverage ratio yang tinggi.
Penelitian yang sama juga dilakukan oleh Lemon dan Zender (2004), dengan menggunakan
kapasitas hutang perusahaan (firms’ debt capacities) untuk menguji POT. Lemon dan Zender
The 2nd National Conference UKWMS
Surabaya, 6 September 2008
dalam hasil penelitiannya menyatakan bahwa perusahaan yang mempunyai rasio hutang pada
level rata-rata tidak mempunyai keterbatasan untuk menggunakan hutang.
C. Studi Literatur dan Hipotesis
Penentuan perilaku struktur modal perusahaan sampai sekarang masih menjadi isu yang
sangat penting dalam manajemen keuangan. Banyak penelitian empiris dilakukan untuk
menentukan perilaku struktur modal yang paling optimal. Salah satu teori struktur modal yang
akhir-akhir ini dianggap bisa menjelaskan perilaku pendanaan perusahaan adalah Pecking Order
Theory (POT). Berbagai model pengujian POT telah banyak digunakan diantaranya dengan
menggunakan dasar kondisi defisit pendanaannya, sebagai akibat adanya ketidakcukupan arus
kas intenal (internal cash flow) untuk investasi dan komitmen perusahaan untuk membagi
dividen
Beberapa penelitian tentang pengujian POT dengan menggunakan variabel defisit
pendanaan telah dilakukan [Shyam-Sunder dan Myers (1999); Fama dan French (2002); Frank
dan Goyal (2003); Jong, Verbeek, dan Verwijmeren (2005); Hovakimian dan Vulavonic (2007)]
yang semuanya membuktikan adanya perilaku POT. Penelitian yang sama juga dilakukan oleh
Chirinko dan Singha (2000); Lemon dan Zender (2004) yang juga menggunakan variabel defisit
pendanaan untuk menguji POT dengan mempertimbangkan kapasitas hutang perusahaan yang
juga mendukung perilaku pendanaan POT. Berdasarkan pada hasil dari penelitian di atas, dapat
diambil hipotesis penelitian sebagai berikut:
H1: Industri manufaktur di Bursa Efek Indonesia menggunakan POT dalam keputusan
pendanaannya yang didasarkan pada defisit pendanaan.
The 2nd National Conference UKWMS
Surabaya, 6 September 2008
D. Model dan Data
Adapun model penelitian ini menggunakan model yang digunakan oleh Jong, Verbeek, dan
Verwijmeren (2005) yang merupakan pengembangan dari model Shyam-Sunder dan Myers
(1999); Chirinko dan Singha (2000) yang terdiri dari:
(1) Modifikasi dari Shyam-Sunder dan Myers (1999) dalam model penelitiannya yang tidak
membedakan pengaruh antara kondisi finasial defisit dan surplus terhadap perubahan
leverage perusahaan. Oleh karena itu penelitian ini, mencoba untuk membedakannya
pengaruh antara kondisi finasial defisit dan surplus.
(2) Modifikasi dari Chirinko dan Singha (2000) jika defisit perusahaan besar, perusahaan
mungkin mempunyai keterbatasan untuk menggunakan hutang dan harus mendanai
defisitnya yang tersisa dengan ekuitas. Bagaimanapun juga Chirinko dan Singha tidak
melakukan pengujian empiris terhadap peryataan tersebut di atas. Oleh karena itu, penelitian
ini mencoba membedakan perusahaan dalam empat kondisi finansial yaitu, perusahaan
dengan kondisi finansial surplus dan defisit masing-masing dalam 4 kategori yakni: large,
medium large, medium small, dan smallest.
D.1. Menentukan Defisit Pendanaan Perusahaan (Deficit Financing)
Penentuan defisit pendanaan perusahaan ditentukan dengan rumus sebagai berikut: ShyamSunder dan Myers (1999),
DEFt DIVt I t Wt C t ……………………...……………………………………..(1)
Keterangan:
DEF = Defisit pendanaan tahun ke t
The 2nd National Conference UKWMS
Surabaya, 6 September 2008
DIV = Dividen kas pada tahun ke t
I
= Arus kas investasi tahun ke t
∆W = Working capital tahun ke t
C
= Arus kas operasi tahun ke t
D.2. Pengujian Pecking Order Theory (POT)
D.2.1.
Pengujian POT: Defisit Pendanaan
Shyam-Sunder dan Myers (1999) dalam menguji teori Pecking Order menggunakan model
empiris yang berhubungan dengan pendanaan defisit sebagai berikut:
Dit po DEFit it ………………………………………………………...….(2)
Keterangan:
D = perubahan net debt
po = koefisien pecking order
DEF = deficit financial
Berdasarkan persamaan regresi sederhana tersebut di atas digunakan defisit finansial perusahaan
sebagai variabel bebas dan perubahan penggunaan hutang sebagai variabel terikat. Koefisien
slope memberikan informasi mengenai proporsi pendanaan yang didanai dengan hutang untuk
setiap peningkatan setiap rupiah defisit dan POT menyatakan bahwa besarnya koefisien slope
adalah mendekati satu. Semua variabel estimasi dalam model tersebut menggunakan skala total
aset.
The 2nd National Conference UKWMS
Surabaya, 6 September 2008
D.2.2. Pengujian POT: Defisit dan Surplus
Untuk melakukan investigasi terhadap perbedaan perilaku perusahaan dengan pendanaan
defisit dan surplus selama periode penelitian, digunakan model regresi pooled data
(Jong,
Verbeek, dan Verwijmeren) sebagai berikut:
Dit 1 d it po DEFit it …………...…………………………………….(3)
dimana dit adalah variabel dummy yaitu 1 jika DEFit < 0 (defisit), dan 0 jika DEFit > 0 (surplus).
D.2.3. Pengujian POT: Waktu
Untuk melakukan investigasi perbedaan perilaku perusahaan dengan pendanaan defisit dari
waktu ke waktu, digunakan model regresi pooled data
(Jong, Verbeek, dan Verwijmeren)
sebagai berikut:
Dit 1 d it po DEFit sur d it * DEFit it ……………………………….(4)
dimana dit adalah variabel dummy yaitu 1 jika DEFit < =2002, dan 0 jika DEFit > 2003.
D.2.4. Pengujian POT: Ukuran Perusahaan
Untuk melakukan investigasi perbedaan perilaku perusahaan dengan pendanaan defisit
berdasarkan ukuran (size) perusahaan, digunakan model regresi pooled data. Ukuran (size)
perusahaan dibagi dalam 4 kategori yakni large, medium large, medium small, dan smallest yang
diukur dari aset perusahaan. Adapun model penelitian untuk menjawab hipotesis yang keempat
adalah sebagai berikut:
Dit 1 d it 2 bit 3 c it po DEFit it …………...………………………..….(5)
Dengan demikian dit adalah variabel dummy yaitu 1 jika ukuran aset merupakan kategori large,
dan 0 jika ukuran aset termasuk kategori medium large, medium small, dan smallest. bit adalah
The 2nd National Conference UKWMS
Surabaya, 6 September 2008
variabel dummy yaitu 1 jika ukuran aset merupakan kategori medium large, dan 0 jika ukuran
aset termasuk kategori large, medium small, dan smallest. cit adalah variabel dummy yaitu 1 jika
ukuran aset merupakan kategori medium small, dan 0 jika ukuran aset termasuk kategori large,
medium large, dan smallest.
D.2.5. Pengujian POT: Size Surplus
Estimasi selanjutnya menggunakan ukuran surplus pendanaan untuk menguji POT. Tingkat
surplus pendanaan perusahaan dibedakan dengan menggunakan perhitungan kuartil untuk
variabel DEF >0 dalam persamaan (2) yang menghasilkan perbadaan smallest deficit, medium
small deficit, medium large deficit, dan largest deficit. Berikut ini adalah model estimasinya:
Dit 1 d it 2 bit 3 c it 4 SURit it …………………………………………….(6)
Dengan demikian dit adalah variabel dummy yaitu 1 jika DEF merupakan kategori large, dan 0
jika DEF termasuk kategori medium large, medium small, dan smallest. bit adalah variabel
dummy yaitu 1 jika DEF merupakan kategori medium large, dan 0 jika DEF termasuk kategori
large, medium small, dan smallest. cit adalah variabel dummy yaitu 1 jika DEF merupakan
kategori medium small, dan 0 jika DEF termasuk kategori large, medium large, dan smallest.
D.2.6. Pengujian POT: Size Deficit
Estimasi selanjutnya menggunakan kapasitas hutang untuk menguji POT. Kapasitas hutang
perusahaan dibedakan dengan menggunakan perhitungan kuartil untuk variabel DEF dalam
persamaan (2 ) yang menghasilkan perbadaan smallest deficit, medium small deficit, medium
large deficitt, dan largest deficit. Berikut ini adalah model estimasinya:
Dit 1 d it 2 bit 3 c it 4 DEFit it …………………………………………….(7 )
The 2nd National Conference UKWMS
Surabaya, 6 September 2008
Dengan demikian dit adalah variabel dummy yaitu 1 jika DEF merupakan kategori large, dan 0
jika DEF termasuk kategori medium large, medium small, dan smallest. bit adalah variabel
dummy yaitu 1 jika DEF merupakan kategori medium large, dan 0 jika DEF termasuk kategori
large, medium small, dan smallest. cit adalah variabel dummy yaitu 1 jika DEF merupakan
kategori medium small, dan 0 jika DEF termasuk kategori large, medium large, dan smallest.
E.
Populasi dan Sample
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh perusahaan sektor industri manufaktur yang
listing di BEJ. Selanjutnya, pengambilan sample dilakukan dengan menggunakan metode
Purposive Sampling. Adapun ciri dan sifat dari perusahaan yang dijadikan sebagai sampel dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Perusahaan telah terdaftar di BEJ sejak Desember 1999-2005 dan tidak mengalami delisting
selama periode penelitiannya
2. Perusahaan tidak menghentikan operasinya selama tahun 1999-2005
3. Perusahaan memberikan laporan keuangan tahunan secara periodik kepada BEJ selama
periode berjalan
F.
Data dan Pengukurannya
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder dari tahun 1999-2005 yang
meliputi data akuntansi berupa laporan keuangan berupa arus kas operasi, arus kas investasi,
dividen kas, total hutang, working capital untuk masing-masing sampel dalam penelitian.
The 2nd National Conference UKWMS
Surabaya, 6 September 2008
G.
G.1.
Hasil Estimasi
Populasi dan Sampel
Populasi dalam penelitian ini adalah perusahaan Industri Manufaktur yang terdaftar di
Bursa Efek Jakarta sejak Desember 1999 sampai dengan Desember 2005. Selanjutnya diambil
119 perusahaan setelah melalui metode Purposive Sampling. Penelitinan ini menggunakan
periode 2000-2005, data awal penelitian terdiri dari 119 perusahaan sehingga data yang
diperoleh sebanyak 714.
G.2.
Outlier dan Normalitas
Agar data yang diolah benar-benar layak untuk diproses maka terlebih dahulu dilakukan
screening data yang meliputi membuang data outlier dengan mengeluarkan data-data ekstrim
dan melakukan uji normalitas. Hal ini dilakukan mengingat data dalam penelitian ini banyak
terdapat data outlier sehingga setelah dilakukan cleaning data, jumlah sampel dalam penelitian
ini berkurang dari 714 menjadi 693.
Asumsi data terdistribusi normal didasarkan pada teori central limit theorem (McClaveSincich, 2003:275) yang mengatakan bahwa semakin besar jumlah sampel maka bentuk
distribusi binomial akan semakin menyerupai distribusi/kurva normal yang merupakan distribusi
kontinyu dari distribusi binomial apabila jumlah observasi diperbesar. Dengan demikian maka
asumsi bahwa data terdistribusi normal telah terpenuhi karena jumlah sampel lebih dari 30.
G.3.
Statistik Deskiptive
Statistik deskriptif untuk masing-masing variabel yang dipakai dalam penelitian ini dapat
dilihat pada tabel 1 di halaman lampiran.
The 2nd National Conference UKWMS
Surabaya, 6 September 2008
Tabel 1. Statistik Deskriptif
N
Minimum
Maximum
Mean
Std. Deviation
DTL/TA
693
-1,6996
0,7753
0,019000
0,2362269
DEF
693
-1,8313
2,7984
-0,072342
0,3376825
Valid N (listwise)
693
G.4.
Hasil Pengujian Hipotesis
G.4.1.
Pengujian POT: Defisit
Berdasarkan hasil pengolahan data dengan menggunakan regresi sederhana antara defisit
pendanaan (DEF) sebagai variabel bebas terhadap perubahan hutang ( D ) sebagai variabel tidak
bebas (persamaan 2) yang disajikan pada tabel berikut ini:
Tabel 2. Hasil Estimasi Pengujian POT: Defisit
Variabel
Koefisien
t-statistik
Probabilitas
Intercept
-0,015
-2,114
0,035**
DEF
-0,464
-23,263
0,000***
R square = 0,439
F stat = 541,145***
Sumber: Data yang diolah
(Catatan: *** sig. pada =1%, ** sig. pada =5%, dan sig. pada =10%)
Berdasarkan pada tabel estimasi hipotesis tersebut di atas terlihat bahwa koefisien PO adalah
sebesar 0,464 dengan Rsquare sebesar 0,439. Hal ini menunjukkan bahwa pendanaan defisit
(DEF) mempunyai pengaruh yang cukup besar terhadap penggunaan hutang perusahaan. Namun,
koefisien PO menunjukkan tanda negatif dan signifikan. Dengan demikian hipotesis yang
menyatakan bahwa terdapat pengaruh positif antara kondisi defisit keuangan tidak terbukti.
The 2nd National Conference UKWMS
Surabaya, 6 September 2008
G.4.2.
Pengujian POT: Defisit dan Surplus
Kondisi perusahaan yang mengalami surplus maupun defisit pendanaan tentunya mempunyai
pengaruh yang berbeda terhadap penggunaan hutang. Untuk itu, digunakan alat analisis berupa
regresi dengan variabel dummy (persamaan 3) guna mengetahui apakah terdapat perbedaan
koefisien PO pada kedua kondisi finansial (surplus dan defisit). Berikut ini adalah hasil
estimasinya:
Tabel 3. Hasil Estimasi Pengujian POT: Defisit dan Surplus
Variabel
Koefisien
t-statistik
Probabilitas
Intercept
-0,360
2,503
0,013**
dDEF
-0,076
-3,995
0,000***
DEF
-0,525
-20,985
0,000***
R square = 0,452
F stat = 284,411***
Sumber: Data yang diolah
(Catatan: *** sig. pada =1%, ** sig. pada =5%, dan sig. pada =10%)
Berdasarkan pada tabel estimasi hipotesis tersebut di atas terlihat bahwa koefisien PO adalah
sebesar 0,525 dengan R 2 sebesar 0,452, hal ini menunjukkan bahwa pendanaan defisit (DEF)
mempunyai pengaruh yang cukup besar terhadap penggunaan hutang perusahaan. Nilai intercept
untuk kedua kondisi surplus dan defisit secara statistik berbeda yaitu, -0,360 untuk defisit dan 0,436 (-0,360 + -0,076) untuk surplus. Namun tanda koefisien PO menunjukkan tanda negatif
dan signifikan. Selain itu, koefisien dummy sebesar 0,076 pada tingkat signifikansi 1%
menunjukkan bahwa terdapat perbedaan koefisien PO antara perusahaan yang mengalami defisit
maupun surplus pendanaan. Ini menunjukkan bahwa terdapat perbedaan penggunaan hutang
The 2nd National Conference UKWMS
Surabaya, 6 September 2008
perusahaan yang mengalami defisit pendanaan dengan kondisi keuangan perusahaan yang
surplus.
G.4.3.
Pengujian POT: Waktu
Berdasarkan hasil pengolahan data dengan menggunakan regresi dengan variabel dummy yang
menunjukkan kategori waktu (persamaan 4) yang hasil estimasinya disajikan pada tebel berikut
ini:
Tabel 4. Hasil Estimasi Pengujian POT: Waktu
Variabel
Koefisien
t-statistik
Probabilitas
Intercept
0,003
0,330
0,074
dPer
-0,024
-1,718
0,086*
DEF
-0,285
-7,253
0,000***
DEF*dPer
-0,237
-5,241
0,000***
R square = 0,461
F stat = 196,258***
Sumber: Data yang diolah
(Catatan: *** sig. pada =1%, ** sig. pada =5%, dan sig. pada =10%)
Berdasarkan pada tabel estimasi hipotesis tersebut di atas terlihat bahwa koefisien PO adalah
sebesar 0,285 dengan R2 sebesar 0,461, hal ini menunjukkan bahwa pendanaan defisit (DEF)
mempunyai pengaruh yang cukup besar juga terhadap penggunaan hutang perusahaan. Selain itu,
hasil regresi menunjukkan bahwa intercept dan slope koefisien berbeda secara statistik, hal ini
mengindikasikan bahwa regresi hutang–defisit untuk kedua periode pengamatan berbeda.
Koefisien PO untuk periode 2000-2002 adalah sebesar -0,021 (0,003 + -0,024) sedangkan
koefisien PO untuk periode 2003-2005 adalah sebesar -0,543 ((0,003 + -0,024) + (-0,285 + 0,237). Namun tanda koefisien PO menunjukkan tanda negatif dan signifikan. Selain itu,
The 2nd National Conference UKWMS
Surabaya, 6 September 2008
koefisien dummy sebesar 0,086 pada tingkat signifikansi 10 % menunjukkan bahwa terdapat
perbedaan koefisien PO antar periode. Ini menunjukkan bahwa terdapat perbedaan penggunaan
hutang perusahaan yang mengalami defisit pendanaan dengan kondisi keuangan perusahaan yang
surplus dari waktu ke waktu.
G.4.4.
Pengujian POT: Size Perusahaan
Berdasarkan hasil pengolahan data dengan menggunakan regresi dengan menggunakan variabel
dummy yang menunjukkan kategori ukuran (size) perusahaan pada persamaan 4, hasil estimasi
dengan menggunakan regresi disajikan pada tabel berikut ini:
Tabel 5. Hasil Estimasi Pengujian POT: Size Perusahaan
Variabel
Koefisien
t-statistik
Probabilitas
Intercept
-0,024
-1,747
0,081*
DEF
-0,463
-23,111
d1Size
0,006
0,233
0,815
d2Size
0,015
0,857
0,392
d3Size
0,011
0,569
0,570
0,000***
R square = 0,440
F stat = 135,045***
Sumber: Data yang diolah
(Catatan: *** sig. pada =1%, ** sig. pada =5%, dan sig. pada =10%)
Berdasarkan pada tabel estimasi hipotesis tersebut di atas terlihat bahwa koefisien PO adalah
sebesar 0,463 dengan R2 sebesar 0,440, hal ini menunjukkan bahwa pendanaan defisit (DEF)
mempunyai pengaruh yang cukup besar terhadap penggunaan hutang perusahaan. Namun tanda
koefisien PO menunjukkan tanda negatif dan signifikan. Koefisien masing-masing variabel
dummy yang menunjukkan ukuran (size) perusahaan tidak ada satupun yang signifikan secara
The 2nd National Conference UKWMS
Surabaya, 6 September 2008
statistik. Ini menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan penggunaan hutang untuk semua jenis
ukuran perusahaan di BEI khususnya industri manufaktur.
G.4.5.
Pengujian POT: Size Surplus
Berdasarkan hasil pengolahan data dengan menggunakan regresi dengan menggunakan variabel
dummy yang menunjukkan kategori ukuran (size) surplus perusahaan (persamaan 5), hasil
estimasi dengan menggunakan regresi disajikan pada tabel berikut ini:
Tabel 6. Hasil Estimasi Pengujian POT: Size Surplus
Variabel
Koefisien
t-statistik
Probabilitas
Intercept
0,227
4,172
0,000***
d1SUR
-0,113
-2,061
0,041**
d2SUR
-0,170
-2,863
0,005***
d3SUR
-0,214
-3,424
0,001***
DEF
-0,795
-13,636
0,000***
R square = 0,621
F stat = 76,860***
Sumber: Data yang diolah
(Catatan: *** sig. pada =1%, ** sig. pada =5%, dan sig. pada =10%)
Berdasarkan pada tabel estimasi hipotesis tersebut di atas terlihat bahwa koefisien PO adalah
sebesar 0,795 dengan R 2 sebesar 0,621, hal ini menunjukkan bahwa pendanaan defisit (DEF)
mempunyai pengaruh yang cukup besar terhadap penggunaan hutang perusahaan. Nilai intercept
untuk keempat kategori surplus secara statistik berbeda yaitu, 0,277 untuk large surplus, 0,114
(0,227 + -0,113) untuk medium large surplus, 0,057 (0,227 + -0,170) untuk medium small
surplus, dan 0,013 (0,227 + -0,214) untuk smallest surplus. Ini menunjukkan bahwa terdapat
The 2nd National Conference UKWMS
Surabaya, 6 September 2008
perbedaan penggunaan hutang diantara ukuran (size) surplus perusahaan di BEI khususnya
industri manufaktur.
G.4.6.
Pengujian POT: Size Defisit
Berdasarkan hasil pengolahan data dengan menggunakan regresi dengan menggunakan variabel
dummy yang menunjukkan kategori ukuran (size) defisit perusahaan (persamaan 6), hasil
estimasi dengan menggunakan regresi disajikan pada tabel berikut ini:
Tabel 7. Hasil Estimasi Pengujian POT: Size Defisit
Variabel
Koefisien
t-statistik
Probabilitas
Intercept
-0,004
-0,135
0,983
d1DEF
-0,008
-0,340
0,734
d2DEF
-0,015
-0,560
0,574
d3DEF
0,035
1,201
0,230
DEF
-0,330
-5,965
0,000***
R square = 0,149
F stat = 21,798***
Sumber: Data yang diolah
(Catatan: *** sig. pada =1%, ** sig. pada =5%, dan sig. pada =10%)
Berdasarkan pada tabel estimasi hipotesis tersebut di atas terlihat bahwa koefisien PO adalah
sebesar 0,330 dengan Rsquare sebesar 0,149, hal ini menunjukkan bahwa pendanaan defisit
(DEF) mempunyai pengaruh yang cukup besar terhadap penggunaan hutang perusahaan. Namun
tanda koefisien PO menunjukkan tanda negatif dan signifikan. Koefisien masing-masing variabel
dummy yang menunjukkan ukuran (size) perusahaan tidak ada satupun yang signifikan secara
statistik. Ini menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan penggunaan hutang untuk semua
ukuran (size) defisit pendanaan perusahaan di BEI khususnya industri manufaktur.
The 2nd National Conference UKWMS
Surabaya, 6 September 2008
K.
Pembahasan
Pecking Order Theory (POT) menyatakan bahwa perusahaan melakukan keputusan
pendanaan secara hierarki dari pendanaan internal dan eksternal, dari pendanaan yang bersumber
pada profit, hutang, sampai pada saham (dimulai dari sumber dana dengan biaya termurah).
Namun hasil dari estimasi dalam penelitian ini menunjukkan bahwa koefisien PO untuk hampir
semua persamaan estimasi mempunyai arah negatif. Dengan demikian hasil dari penelitian ini
menunjukkan hal yang berbeda dengan hasil temuan [Shyam-Sunder dan Myers (1999); Fama
dan French (2002); Frank dan Goyal (2003); Jong, Verbeek, dan Verwijmeren (2005);
Hovakimian dan Vulavonic (2007); Chirinko dan Singha (2000); Lemon dan Zender (2004)].
Namun, hasil penelitian ini memperkuat hasil temuan Yau, Lau, dan Liwan (2008) yang menguji
POT dengan dasar defisit pendanaan di Malaysia untuk periode 1999-2005 yang juga
menemukan pengaruh negatif antara defisit pendanaan terhadap penggunaan hutang.
Hal yang mungkin dapat dijelaskan dari hasil penelitian ini adalah kondisi pasar modal
Indonesia yang berbeda dengan pasar modal negara maju (US) seperti yang diteliti oleh ShyamSunder dan Myers (1999), Frank dan Goyal (2003) dan Jong, Verbeek, dan Verwijmeren (2005).
Selain itu, dampak krisis ekonomi di tahun 1997 masih berpengaruh pada kondisi ekonomi
Indonesia sampai tahun 2005, dimana terjadi kenaikan harga BBM yang menyebabkan laju
inflasi di Indonesia meningkat. Hal ini berdampak pada kondisi pasar modal dan perbankan,
dimana investor dan kreditur akan lebih berhati-hati ketika melakukan investasi atau
memberikan kredit karena risiko yang harus diambil menjadi lebih besar.
The 2nd National Conference UKWMS
Surabaya, 6 September 2008
I.
Kesimpulan
1.
Hasil penelitian ini tidak sepenuhnya mendukung POT dalam menjelaskan perilaku
pendanaan perusahaan di BEI terutama sektor industri manufaktur. Hal ini dapat dijelaskan
dari hasil estimasi yang menunjukkan koefisien PO negatif dan signifikan
2.
Hal yang mungkin dapat dijelaskan dari hasil penelitian ini adalah kondisi pasar modal
Indonesia yang berbeda dengan pasar modal negara maju seperti yang diteliti oleh ShyamSunder dan Myers (1999), Frank dan Goyal (2003) dan Jong, Verbeek, dan Verwijmeren
(2005). Selain itu, dampak krisis ekonomi di tahun 1997 masih berpengaruh pada kondisi
ekonomi Indonesia sampai tahun 2005.
J.
Keterbatasan
1.
Penelitian ini menggunakan periode yang pendek dan hanya terbatas pada sektor industri
manufaktur saja.
2.
Penelitian ini tidak memasukkan variabel-variabel yang lain yang diharapkan berpengaruh
terdahap kondisi struktur modal perusahaan.
K.
Penelitian Selanjutnya
1.
Penelitian berikutnya menggunakan periode penelitian yang lebih panjang dan
membedakan perusahaan antara sektor keuangan dan non-keuangan
2.
Penelitian berikutnya membandingkan antara emerging market dengan developed market
The 2nd National Conference UKWMS
Surabaya, 6 September 2008
3.
Mempertimbangkan faktor lain yang berpengaruh terhadap penggunaan hutang perusahaan
seperti, faktor fundamental perusahaan (tangibility, market to book value, sales, dan
probability), struktur kepemilikan, CG, pengaruh tax, sikap optimis manajer, dll.
Daftar Pustaka
B. Elliott, William, Koeter-Kant, Johanna, and S. Warr, Richard, 2004, Futher Evidence on The
Financing Deficit: The Impact of Market Timing, Southwest Finance Meetings, 1-32
Chirinko, R., Singha, A., 2000, Testing Static Trade Off Againts Pecking Order Models of
Capital Structure; A Critical Comment. Journal of Financial Economics 58, 417-425.
Fama, E., French, K., 2002. Testing Trade Off and Pecking Order Predictions About Devidends
and Debt. The Review of Finacial Studies 15, 1-33
Frank, M., Goyal, V., 2003, Testing the Pecking Order Theory of Capital Structure. Journal of
Finacial Economics 67, 217-248.
Hovakimian, A, Vulanovic, M, 2007, Corporate Financing of Maturing Long Term Debt,
www.ssrn.com/abstract =1137972
Jalal, Abu. 2007, The Pecking Order, Information Asymetry, and Financial Market Efficiency,
Preliminary Version, www.ssrn.com/abstract =939588, 1-49
Jong, Abe de., Verbeek, Marno., Verwijmeren, Patrick., 2005. Testing The Pecking Order
Theory: The Impact of Finacing Surpluses and Large Financing Deficits.
Lemmon, M., Zender, J., 2002. Debt Capacity and Test of Capital Structure Theories.
Unpublished working paper. University of Utah and University of Arizona.
Syam-Sunder, L., Myers, S., 1999. Testing Static Trade Off Againts Pecking Order Models of
Capital Structure. Journal of Financial Economics 51, 219-244
Yau, J., Lau, E., Liwan, L, 2008. Do Malaysia Firms Practice The Pecking Order Theory In
Their Capital Structure?. Proceeding of The MFA Conference 2008. 244-253
Download