BAB II - Widyatama Repository

advertisement
BAB II
LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN
2.1
Landasan Teori
2.1.1
Manajemen SDM
Dalam bukunya, Stephen Robbins dan Mary Coulter (2010 : 7)
menulis bahwa manajemen mengacu pada proses mengkoordinasi
dan mengintegrasikan kegiatan-kegiatan kerja agar diselesaikan
secara efisien dan efektif dengan dan melalui orang lain.
Sementara Ismail Solihin (2009 : 4) mendefinisikan manajemen
adalah sebagai sebuah proses perencanaan, pengorganisasian,
kepemimpinan dan pengendalian dari berbagai sumber daya
organisasi untuk mencapai tujuan secara efektif dan efisien.
Mulai disadari bahwa manusia tidak hanya sebagai sumber
daya penting yang memiliki kemampuan untuk mengerjakan
sesuatu dalam proses kerja, tetapi sebagai potensi talents human
capital, sebagai intangible assets yang memiliki pengetahuan,
ketrampilan, dan motivasi. Talents dilihat sebagai semua
kemampuan atau ketrampilan yang potensial dan dapat dilatih
demi kepentingan organisasi semata untuk mencapai high
performance melalui pendidikan, pelatihan atau pengembangan.
Manajemen SDM dilihat sebagai suatu proses yang berkelanjutan
dari awal pekerja masuk untuk bekerja di suatu perusahaan
hingga akhirnya keluar dari perusahaan tersebut.
1
0
PROSES MANAJEMEN SDM
Proses manajemen sumber daya manusia sebagaimana
disampaikan oleh Pigors dan Myers (1961) yaitu menekankan
pada; recruitment (pengadaan), maintenance (pemeliharaan) dan
development (pengembangan).
1. Pengadaan Sumber Daya Manusia
Recruitment disini diartikan pengadaan, yaitu suatu proses
kegiatan
mengisi
formasi
yang
lowong,
mulai
dari
perencanaan, pengumuman, pelamaran, penyaringan sampai
dengan pengangkatan dan penempatan. Pengadaan yang
dimaksud disini lebih luas maknanya, karena pengadaan
dapat merupakan salah satu upaya dari pemanfaatan. Jadi
pengadaan disini adalah upaya penemuan calon dari dalam
organisasi maupun dari luar untuk mengisi jabatan yang
memerlukan SDM yang berkualitas. Jadi bisa berupa
recruitment from outside dan recruitment from within.
Recruitment from within merupakan bagian dari upaya
pemanfaatan SDM yang sudah ada, antara lain melalui
pemindahan dengan promosi atau tanpa promosi. Untuk
pengadaan pekerja dari luar tahapan seleksi memegang peran
penting. Seleksi yang dianjurkan bersifat terbuka (open
competition) yang didasarkan kepada standar dan mutu yang
sifatnya dapat diukur (measurable). Pada seleksi pekerja baru
maupun perpindahan baik promosi dan tanpa promosi, harus
memperhatikan
unsur-unsur
2
antara
lain;
kemampuan,
kompetensi, kecakapan, pengetahuan, keterampilan, sikap dan
kepribadian.
Tahapan pemanfaatan SDM ini sangat memegang peranan
penting, dan merupakan tugas utama dari seorang pimpinan.
Suatu hal yang penting disini adalah memanfaatkan SDM
atau pekerja secara efisien, atau pemanfaatan SDM secara
optimal, artinya pekerja dimanfaatkan sebesar-besarnya
namun dengan tetap memperhatikan dan mempertimbangkan
batas-batas kemungkinan pemanfaatan yang wajar. Orang
tidak merasa diperas karena secara wajar pula orang tersebut
menikmati kemanfaatannya.
Prinsip pemanfaatan SDM yang terbaik adalah prinsip
satisfaction yaitu tingkat kepuasan yang dirasakan sendiri
oleh pekerja yang menjadi pendorong untuk berprestasi lebih
tinggi, sehingga makin bermanfaat bagi organisasi dan pihakpihak lain. Pemanfaatan SDM dapat dilakukan dengan
berbagai cara, mulai dari yang paling mudah dan sederhana
sampai cara yang paling canggih. Pemanfaatan SDM perlu
dimulai dari tahap pengadaan, dengan prinsip the right man
on the right job.
2. Pemeliharaan Sumber Daya Manusia
Pemeliharaan atau maintenance merupakan tanggung
jawab setiap pimpinan. Pemeliharaan SDM yang disertai
dengan ganjaran (reward system) akan berpengaruh terhadap
jalannya suatu organisasi. Tujuan utama dari pemeliharaan
adalah untuk membuat orang yang ada dalam organisasi betah
3
dan bertahan, serta dapat berperan secara optimal. Sumber
daya manusia yang tidak terpelihara dan merasa tidak
memperoleh ganjaran atau imbalan yang wajar, dapat
mendorong pekerja tersebut keluar dari organisasi atau
bekerja tidak optimal.
Pemeliharaan
SDM
pada
dasarnya
adalah
untuk
memperhatikan dan mempertimbangkan secara seksama
hakikat manusianya. Manusia memiliki persamaan disamping
perbedaan, manusia mempunyai kepribadian, mempunyai
rasa, karsa dan karyacipta. Manusia mempunyai kepentingan,
kebutuhan, keinginan atau kehendak serta kemampuan, dan
manusia juga mempunyai harga diri. Hal-hal tersebut di atas
harus menjadi perhatian pimpinan dalam manajemen SDM.
Pemeliharaan SDM perlu diimbangi dengan sistem ganjaran
(reward system), baik yang berupa finansial; seperti gaji,
tunjangan, Yang bersifat material seperti fasilitas kendaraan,
pengobatan, dan lain-lain; lalu immaterial seperti kesempatan
untuk pendidikan dan pelatihan, dan lain-lain. Pemeliharaan
dengan sistem ganjaran ini diharapkan dapat membawa
pengaruh terhadap tingkat prestasi dan produktitas kerja.
3. Pengembangan Sumber Daya Manusia
Sumber daya manusia yang ada didalam suatu organisasi
perlu pengembangan sampai pada taraf tertentu sesuai dengan
perkembangan
organisasinya. Apabila
organisasi ingin
berkembang sebaiknya diikuti oleh pengembangan sumber
4
daya manusia. Pengembangan sumber daya manusia ini dapat
dilaksanakan
melalui
pendidikan
dan
pelatihan
yang
berkesinambungan.
Pendidikan dan pelatihan merupakan upaya untuk
pengembangaan
SDM,
terutama
untuk
pengembangan
kemampuan intelektual dan kepribadian. Pendidikan pada
umumnya berkaitan dengan mempersiapkan calon tenaga
yang digunakan oleh suatu organisasi, sedangkan pelatihan
lebih berkaitan dengan peningkatan kemampuan atau
keterampilan pekerja yang sudah menduduki suatu jabatan
atau tugas tertentu.
Untuk pendidikan dan pelatihan ini, langkah awalnya perlu
dilakukan analisis kebutuhan atau need assessment, yang
menyangkut tiga aspek, yaitu : (1) analisis organisasi, untuk
menjawab pertanyaan : „Bagaimana organisasi melakukan
pelatihan bagi pekerjanya‟, (2) analisis pekerjaan, dengan
pertanyaan : „Apa yang harus diajarkan atau dilatihkan agar
pekerja mampu melaksanakan tugas atau pekerjaannya‟ dan
(3) analisis pribadi, menekankan „Siapa membutuhkan
pendidikan dan pelatihan apa‟. Hasil analisis ketiga aspek
tersebut dapat memberikan gambaran tingkat kemampuan
atau kinerja pegawai yang ada di organisasi tersebut.
Kinerja atau performance dipengaruhi oleh beberapa faktor
yang
disingkat
"ACIEVE"
yaitu
:
ability
(kemampuan
pembawaan), capacity (kemampuan yang dapat dikembangkan),
5
incentive (insentif material dan non-material), environment
(lingkungan tempat kerja), validity (pedoman, petunjuk dan
uraian kerja) dan evaluation (umpan balik hasil kerja). Dari
beberapa faktor di atas, yang dapat diintervensi dengan
pendidikan dan pelatihan adalah capacity atau kemampuan
pekerja yang dapat dikembangkan, sedangkan faktor lainnya
diluar jangkauan pendidikan dan pelatihan.
Namun
sejalan
berjalannya
waktu
proses
SDM
pun
berkembang seperti pada Skema manajemen SDM dapat dilihat
pada gambar di bawah ini :
Gambar 2.1 Sistem strategis HRD
2.1.1.1 Perspektif dan Definisi Talent Management
Istilah “talent management” menjadi terkenal sekitar sepuluh
tahun yang lalu, ketika perusahaan konsultan manajemen yang
bernama McKinsey melaporkan bahwa pengusaha menghadapi
“perang untuk talent” (“war for talent”) dan merasa sulit untuk
merekrut karyawan yang berbakat karena pasar tenaga kerja yang
6
ketat (Collings & Mellahi , 2009; Zheng et al, 2008 dalam
Hartmann, Feisel, & Schober, 2010). Sejak saat itu, topik talent
management menjadi semakin penting dan telah mendapat
perhatian baik dalam literatur maupun praktek bisnis. Telah
diklaim bahwa ''lebih penting dari yang pernah ada untuk
keberhasilan strategis organisasi'' (Boudreau, 2005 dalam
Hartmann et al., 2010) dan “cepat mendapatkan prioritas utama
dalam organisasi di seluruh negara'' (Bhatnagar, 2008 dalam
Hartmann et al., 2010).
Definisi dari talent management itu sendiri adalah sebuah
upaya strategis sistematis yang direncanakan oleh perusahaan
untuk menggunakan sekumpulan praktik manajemen sumber daya
manusia yang meliputi mendapatkan dan menilai karyawan,
pembelajaran dan pengembangan, manajemen kinerja, dan
kompensasi untuk menarik, mempertahankan, mengembangkan,
dan memotivasi karyawan yang berketerampilan tinggi dan
manajer (Noe et al., 2012). Teori yang lain menyebutkan bahwa
meskipun istilah talent management telah digunakan secara luas,
dalam penelitian akademik agak terfragmentasi. Hal ini mencakup
berbagai aspek strategis HRM (Human Resource Management)
(Bhatnagar, 2007; Collings & Mellahi, 2009 dalam Hartmann et
al., 2010). Dalam review tentang konsep talent management,
Lewis dan Heckman (2006 dalam Hartmann et al., 2010)
mengidentifikasi ada tiga aliran penelitian yang berbeda: (1)
talent management sebagai sekumpulan praktek HRM yang khas,
(2) talent management sebagai klasifikasi umum karyawan dalam
7
kelompok talent yang berbeda, dan (3) talent managment sebagai
konsep kolam bakat internal. Akhir-akhir ini, Collings dan
Mellahi (2009 dalam Hartmann et al., 2010) menemukan aliran
keempat yang berfokus mengidentifikasi posisi kunci yang
memiliki dampak cukup signifikan pada keunggulan kompetitif
perusahaan. Keempat aliran yang memiliki pemikiran berbeda
akan diuraikan secara singkat di bawah ini.
Perspektif pertama pada talent management berfokus pada
“pengumpulan praktek, fungsi atau kegiatan HRM yang khas”
(Lewis & Heckman, 2006:140 dalam Hartmann et al., 2010).
Peneliti aliran ini memiliki pandangan yang luas dari talent
management. Talent management dapat dibedakan dari HRM
tradisional dengan lebih strategis dan berorientasi masa depan,
serta sejalan dengan keseluruhan tujuan strategis perusahaan
(Blackman & Kennedy, 2008; Lewis & Heckman, 2006;
Schweyer, 2004 dalam Hartmann et al., 2010). Secara umum,
perspektif ini pada talent management relatif dekat dengan
pemikiran dari literatur strategis manajemen sumber daya
manusia (Collings & Mellahi, 2009 dalam Hartmann et al., 2010).
Perspektif kedua talent management melihat karyawan yang
berbakat sebagai barang berharga (''potensi tinggi”), yang perlu
dicari, terlepas dari kebutuhan spesifik organisasi. Peneliti aliran
ini biasanya mengklasifikasikan karyawan menjadi individu yang
berperforma tinggi, menengah dan rendah (juga dilabel a, b, dan
c) serta menyarankan bahwa kegiatan pembangunan harus
berkonsentrasi hanya pada individu berperforma tinggi (Michaels,
8
Handfield, & Axelrod, 2001; Smart, 2005 dalam Hartmann et al.,
2010). Argumen khas diajukan oleh perspektif ini pada talent
management adalah “organisasi hanya sekuat yang terlihat pada
talenta puncaknya'' (Walker & LaRocco, 2002:12 dalam
Hartmann et al., 2010). Pendekatan ini juga telah menerima
banyak
perhatian
dalam
praktiknya.
Penerapannya
harus
dipertanyakan karena hal ini tidak diinginkan untuk mengisi
semua posisi dalam sebuah organisasi dengan top performer
(Collings & Mellahi, 2009 dalam Hartmann et al., 2010).
Perspektif
ketiga
tentang
talent
management,
yang
berkonsentrasi pada aliran kerja karyawan dalam sebuah
organisasi, juga dikenal sebagai “suksesi atau perencanaan
sumber daya manusia'' (Barlow, 2006; Groves, 2007; Jackson &
Schuler, 1990; Lewis & Heckman , 2006 dalam Hartmann et al.,
2010). Pendekatan ini berfokus pada internal daripada pasar
tenaga kerja eksternal dan biasanya dimulai dengan identifikasi
dan mobilisasi kolam talenta internal (Boudreau & Ramstad,
2005; Bryan, Joyce, & Weiss, 2006 dalam Hartmann et al., 2010).
Perspektif keempat yang baru ditambahkan oleh Collings dan
Mellahi (2009 dalam Hartmann et al., 2010) menekankan
identifikasi posisi kunci yang memiliki potensi untuk berdampak
pada keunggulan kompetitif suatu organisasi. Perspektif ini
menyatakan bahwa talent management harus dimulai dengan
identifikasi posisi penting daripada melihat talenta karyawan
perseorangan. Karyawan yang bertalenta kemudian diidentifikasi
9
dan dikembangkan untuk mengisi posisi penting yang telah
diidentifikasi sebelumnya.
Adanya empat perspektif yang berbeda ini, pada jurnal yang
lain juga dinyatakan bahwa salah satu tantangan utama dalam
talent management yaitu belum adanya definisi yang jelas dan
batas-batas intelektual. Lewis dan Heckman (2006 dalam “Global
talent management”, 2010) menyimpulkan bahwa ada “kurang
jelasnya mengenai definisi, ruang lingkup, dan tujuan keseluruhan
talent management”. Selanjutnya Lewis dan Heckman (2006
dalam “Global talent management”, 2010) sendiri membagi tiga
aliran talent management yang kurang lebih sama dengan tiga
aliran yang telah disebutkan di atas, hanya secara sederhana aliran
yang pertama mereka nyatakan yaitu talent management
sebenarnya nama lain dari label “human resource management”
Melihat luasnya variasi ini, jurnal “Global talent management”
(2010) menyebutkan bahwa ada dua tantangan yang perlu
diselesaikan yaitu pertama, para akademisi dalam area ini harus
mendapatkan kejelasan dan membangun konsensus mengenai
makna talent management dari sisi praktik, konseptual, dan teori,
serta kedua, talent management harus dibedakan dengan human
resource management.
Pada teori yang lain, ada peneliti yang membagi talent
management menjadi empat perspektif berdasarkan dua sumbu
yaitu eksklusifitas atau inklusifitas dari fokus karyawan, dan
sumbu lainnya, fokus pada posisi organisasi atau karyawan itu
10
sendiri. Keempat perspektif tersebut diuraikan sebagai berikut
(Iles, Chuai, & Preece, 2010):
1. Exclusive – people: Perspektif ini menggunakan pandangan
yang relatif sempit dari talent yaitu orang-orang yang memiliki
kemampuan untuk membuat perbedaan yang signifikan terhadap
kinerja saat ini dan masa depan organisasi (Morton, 2005 dalam
Iles et al., 2010). Berdasarkan perspektif ini, tidak mungkin bagi
setiap orang dalam organisasi dianggap sebagai bertalenta dan
dikelola dimana karyawan yang bertalenta dipandang sebagai hal
yang fundamental berbeda dari orang lain dalam hal kinerja
mereka saat ini dan masa lalu dan kompetensi, serta potensi
mereka. Perspektif 'exclusise - people' menyiratkan bahwa talent
bukanlah titel atau posisi terkait, melainkan berdasarkan
segmentasi-pembagian tenaga kerja menjadi beberapa bagian
yang harus diperlakukan berbeda, seperti melalui pembedaan
'employee value propositions‟.
2. Exclusive – positions: Perspektif ini pada talent management
juga mengambil posisi yang sempit atau eksklusif, tetapi pada
dasar yang berbeda. Proses talent erat digabungkan dengan
identifikasi 'posisi kunci‟ dalam organisasi. Organisasi fokus pada
'topgrade' atau merekrut hanya 'Pemain A' di seluruh isi
perusahaan dan menghapus semua „Pemain C'. Perspektif ini
memiliki beberapa kesamaan dengan salah satu 'exclusive people' dalam hal itu menekankan 'diferensiasi tenaga kerja' yaitu
berbagai 'pemain' harus mendapatkan perhatian dan investasi
11
yang tidak proporsional sesuai dengan kepentingan strategis dari
posisi mereka bagi organisasi.
3. Inclusive – people: Berbeda dengan dua perspektif eksklusif
sebelumnya, persepektif ini mengambil sikap 'inklusif', sering
disebut pertimbangan 'humanistik' yaitu secara potensial, setiap
orang dalam organisasi memiliki 'talent' dan tugas organisasi
adalah mengelola semua karyawan untuk memberikan kinerja
tinggi . Hal ini menegaskan bahwa, dalam organisasi yang ideal,
setiap orang memiliki peran untuk bermain dan sesuatu untuk
berkontribusi dengan sering menawarkan sedikit petunjuk
mengenai cara untuk melakukan sesuatu. Menurut Stainton (2005
dalam Iles et al., 2010), talent management harus mengadopsi
pendekatan yang luas dengan mengakui bahwa setiap orang
memiliki kemampuan dan potensi untuk menampilkan talentanya
karena itu semua orang harus melalui proses identifikasi bakat
yang sama. Peluang menjadi sangat penting, karena talent
memerlukan kesempatan menampilkan diri; peluang reguler perlu
disediakan bagi setiap orang untuk belajar, tumbuh dan berusaha
untuk memenuhi potensi mereka (Walker, 2002 dalam Iles et al.,
2010). Ashton dan Morton (2005:30 dalam Iles et al., 2010)
berpendapat bahwa talent management 'bercita-cita untuk
menghasilkan peningkatan kinerja diantara semua level dalam
angkatan kerja, sehingga memungkinkan setiap orang untuk
mencapai potensi dirinya, tidak peduli nanti menjadi apa'.
4. Social Capital: Perspektif ini memandang mayoritas talent
management terlalu tergantung pada orientasi individualistik yang
12
melihat talent secara esensial sebagai human capital. Hal ini
mengabaikan pentingnya konteks, modal sosial dan modal
organisasi dalam kaitannya dengan kinerja organisasi. Iles dan
Preece (2006 dalam Iles et al., 2010) mengikuti argumen Day
(2000 dalam Iles et al., 2010), membedakan 'pengembangan
pemimpin
(difokuskan
pada
individu,
bertujuan
untuk
meningkatkan sumber daya manusia para pemimpin) dari
program pengembangan kepemimpinan (difokuskan pada aksi
kolektif atau kelompok yang bertujuan untuk meningkatkan
modal sosial melalui pengembangan bonds, bridges, kepercayaan
dan jaringan). Pada nada yang sama, talent management biasanya
dipandang sebagai lebih menekankan bakat individu (atribut atau
karakteristik individu), dan mengecilkan peran faktor atau
kontingensi sebagai tim, budaya, pembagian kerja, kepemimpinan
dan jaringan dalam memberikan arah talent dan peluang.
DEFINISI MANAJEMEN TALENTA
Manajemen talenta telah didefinisikan dengan berbagai uraian
dalam beberapa versi. Di antaranya adalah sebagai berikut:
- Identifikasi pengembangan dan manajemen portfolio talenta –
yaitu jumlah, tipe dan kualitas para karyawan yang akan
mencapai sasaran operasional strategis perusahaan secara efektif.
Fokusnya adalah pada pentingnya melakukan identifikasi
terhadap portfolio talenta yang optimal, dengan menghitung
dampak investasi pada kemampuan perusahaan untuk mencapai
sasaran strategik dan operasional yang sesuai atau melebihi dari
13
yang diharapkan. (Knez & Ruse, dalam Berger & Berger 2004,
231)
- An integrated set of corporate initiatives aimed at improving the
calibre, availability and flexible utilization of exceptionally
capable
(high
potential)
employee
who
can
have
a
disproportionate impact on business performance (Smilansky,
2006)
Proses ini harus terintegrasi dengan proses regular manajemen
sumber daya manusia. Proses manajemen talenta didesain untuk
memastikan
bahwa
bisnis
mengembangkan
keunggulan
kompetitifnya melalui utilisasi optimal sekelompok kecil individu
dalam posisi kunci kepemimpinan.
Kedua definisi di atas menyatakan bahwa manajemen talenta
pada dasarnya adalah gabungan inisiatif yang dilakukan
perusahaan untuk menciptakan keunggulan bisnisnya dengan
mengoptimalisasikan karyawan bertalentanya. Kuncinya pada
proses mengidentifikasi, mengembangkan, dan mempertahankan
karyawan bertalenta untuk dapat terus menciptakan keunggulan
bisnis bagi perusahaan.
Untuk memudahkan penulisan tesis ini selanjutnya, maka
penulis akan mengambil definisi manajemen talenta sebagai:
“serangkaian
inisiatif
perusahaan
yang
bertujuan
untuk
mengoptimalisasikan sumber daya karyawan bertalenta dalam
menghasilkan dampak optimal bagi kinerja perusahaan”.
14
2.1.1.2 Penelitian
Terdahulu
Pengembangan
Karyawan
dalam Talent management
Manajemen talenta saat ini dirasakan sangat penting. Survei
dari berbagai lembaga dunia dan wacana dari beberapa penulis
mengidentifikasikan bahwa karyawan bertalenta dan pemimpin
semakin hari semakin sulit dicari. Kutipan-kutipan berikut akan
memperlihatkan mengapa dan betapa manajemen talenta dan
pengembangan kepemimpinana dilihat semakin penting. Riset
yang dilakukan Boston Consulting Group (2008) di beberapa
benua dengan judul “Creating People Advantage – How to
address HR Challenges Worldwide through 2015” menyimpulkan
beberapa hal :
- Karyawan bertalenta dan kepemimpinan akan menjadi
sumber daya yang semakin langka
- Usia angkatan kerja secara rata-rata akan semakin tua, dan
kini orang berkecenderungan untuk memiliki lebih sedikit
anak
- Perusahaan-perusahaan akan bergerak menjadi organisasi
global
- Kebutuhan emosional karyawan akan semakin penting dari
sebelumnya
Data lain yang menarik berkaitan dengan manajemen talenta ini
adalah research dari McKinsey (2001) yang juga mengungkapkan
beberapa hal yang menarik:
15
1.
Pertumbuhan perusahaan terbatas karena tidak cukupnya
karyawan bertalenta yang tepat.
2.
Perusahaan kekurangan pimpinan bertalenta.
3.
Dalam lima tahun, rata-rata perusahaan akan kehilangan
30% dari staf eksekutifnya.
4.
Tingkat kesalahan tinggi (40-50%) ketika karyawan
eksekutif bertalenta dibajak dari luar perusahaan
5.
Dua pertiga karyawan memiliki tingkat kepercayaan yang
rendah sampai menengah akan pimpinan puncak mereka.
Tiga perempat di antara eksekutif mereka juga berkata
sama,
6.
Karyawan menyatakan bahwa kepemimpinan perusahaan
menjadi faktor utama kepuasan bekerja, komitmen dan
faktor penahan dalam perusahaan.
7.
Karyawan paling menghargai kualitas kejujuran dan
integritas pada pemimpin
8.
Hanya satu persen perusahaan yang menyatakan suksesi
dalam perusahaan mereka adalah sangat baik, sementara
dua pertiga di antaranya menyatakan buruk atau biasa
saja.
Terlihat bahwa kebanyakan organisasi masih belum memiliki
kemampuan dalam pengelolaan karyawan bertalentanya, sehingga
kelangkaan kepemimpinan banyak terjadi dalam organisasi. BCG
global study : Creating People Advantage: Key Challenge
through 2015 (2008) memaparkan hasil surveinya sebagai berikut
16
Gambar 2.2. Riset BCG tentang Isu Global Dalam SDM
Sumber : LM FE UI dalam HR Champion (2010:44)
Mengacu dari gambar di atas, terlihat bahwa ada tiga hal
utama yang perlu menjadi fokus perhatian saat ini di bidang
sumber daya manusia dikarenakan kepentingannya di masa depan
yang tinggi sementara kemampuan saat ini masih rendah. Adapun
ketiga hal tersebut adalah :
- Pengelolaan karyawan bertalenta
- Memperbaiki pengembangan kepemimpinan
- Pengelolaan keseimbangan pekerjaan-kehidupan pribadi
Lagi-lagi dapat kita lihat bahwa pengelolaan karyawan
bertalenta dan pengembangan kepemimpinan menjadi fokus
utama di bidang sumber daya manusia saat ini. Dalam manajemen
talenta, hal yang terpenting adalah pengembangan karyawan
bertalenta (CIPD, 2006). Dua pertiga dari responden menyatakan
bahwa dalam manajemen talenta, fokus mereka adalah pada
pengembangan talenta. Berikut ini adalah grafik hasil surveinya :
17
Gambar 2.3. Pentingnya Pengembangan Manajemen Talenta
Sumber: Smilansky (2006 : 19)
Dari keseluruhan hasil survei dan riset di atas dapat terlihat
jelas betapa pentingnya manajemen talenta dalam perusahaan saat
ini. Komponen terbesar dalam manajemen talenta yang menjadi
perhatian kini adalah pada pengembangan karyawan bertalenta.
Walaupun ilmu tentang manajemen talenta saat ini memang
belum terlalu banyak didapat, namun ada beberapa model yang
dapat dilihat sebagai wacana :
- BCG Consulting Model
BCG Consulting mengemukakan bahwa ada lima elemen penting
yang saling terintegrasi dalam people management yang perlu
diperhatikan dalam pengaturan talent. Dimulai dari perencanaan
karyawan, sampai usaha membuat karyawan tetap berkomitmen
menjadi bagian dari perusahaan. Berikut adalah konsepnya :
18
Gambar 2.4 Model BCG dalam People Development
- General Electric Model
General Electric, sebuah perusahaan terkemuka dunia juga
memiliki model tersendiri dalam manajemen talentanya. Dimulai
dari usaha untuk menarik karyawan bertalenta, mengembangkan
sesuai kebutuhan organisasi dan aspirasi karyawan, pengaturan
karyawan sehingga tercipta kinerja baik, sampai mempertahankan
mereka untuk tetap tinggal di dalam perusahaan dan tidak dibajak
perusahaan lain. Konsepnya dapat dilihat :
Attract : hire outstanding talent
r people to excel, to develop
their skills and to achieve their dreams
-driven
culture
19
Bila dicermati dari model-model manajemen talenta yang
terpapar di atas dapat dilihat bahwa salah satu komponen kunci
dalam manajemen talenta adalah pada pilar pengembangannya.
Tetapi tentunya pilar pengembangan ini tidak dapat berdiri sendiri
tanpa didukung oleh pilar lainnya. Sebaik-baiknya pengembangan
karyawan talent, akan percuma bila tidak didukung dengan sistem
penilaian kinerja yang baik atau suksesi yang baik. Sebaikbaiknya proses pengembangan karyawan talent tidak akan
berhasil maksimal dalam menciptakan pimpinan perusahaan bila
‟bahan baku‟ dalam proses rekrutmennya tidak dapat menyaring
karyawan bertalenta. Kesemuanya ini menunjukkan betapa
pentingnya pengembangan karyawan ini terintegrasi secara utuh
dengan proses manajemen talenta yang lainnya.
2.1.1.3 Pengembangan Kepemimpinan Karyawan Bertalenta
Michaels, Handfield-Jones & Axelroad (2001), The War of
Talent, Mc Kinsey & Company, Inc menyatakan bahwa ada
beberapa pendekatan yang berbeda dalam pengembangan
karyawan pada konteks manajemen bertalenta. Berikut adalah
perbedaannya :
Tabel 2.1 Perbedaan Pendekatan Pengembangan Karyawan
Bertalenta
Pendekatan Lama
Pendekatan Baru
Pengembangan akan terjadi
Pengembangan
dengan sendirinya
penting dalam organisasi
Pengembangan berarti
Pengembangan
20
menjadi
berarti
bagian
pengalaman
pelatihan
yang menantang, coaching, umpan
balik dan mentoring
Unit kerja yang memiliki
Perusahaan yang memiliki karyawan
karyawan
bertalenta
akan
bertalenta
berpindah
tidak
ke
unit
dan
karenanya
dapat
berputar dengan mudah di dalam
lainnya
perusahaan.
Hanya karyawan yang buruk
Setiap
membutuhkan pengembangan
kebutuhan
karyawan
mempunyai
pengembangan
dan
membutuhkan coaching
Hanya orang yang beruntung
Mentor
ditugaskan
yang menemukan mentor
karyawan bertalenta
kepada
setiap
2.1.1.4 Integrasi Metodologi Pengembangan
Terdapat berbagai macam jenis pengembangan. Menurut
Jonathan Smilansky Ph.D (2006:179-190) disebutkan bahwa
pengembangan eksekutif dapat dilakukan dengan beberapa
metode sebagai berikut :
- Penyediaan in depth insight
Insight adalah sebuah proses individual yang didapat melalui
serangkaian pertemuan dengan coach eksternal atau business
psychologist, menginternalisasikan apa yang harus dilakukan
untuk memahami kekuatan mereka dan membangun mereka
untuk dapat menjadi luar biasa di bidang tersebut. Dengan
dipandu oleh coach atau business psychologist, diharapkan
mereka dapat menemukan peluang-peluang baru dalam diri
mereka yang belum dapat ditemukan sendiri sebelumnya.
21
- Corporate training program
Corporate training program dapat dibedakan menjadi dua :
a. Program pembentukan kepemimpinan secara terintegrasi sesuai
dengan jenjang kepemimpinannya
b. Program modular yang menyesuaikan dengan area kebutuhan
tertentu
Keduanya sangat bermanfaat untuk diberikan kepada para talents.
- Coaching
Coaching merupakan salah satu bentuk pengembangan yang
sangat ampuh. Prosesnya perlu dilakukan secara sistematik,
dengan menyesuaikan kebutuhannya secara spesifik. Coach nya
bisa didapatkan dari internal maupun eksternal organisasi. Jika
coach didatangkan dari luar, maka human resource dan line
managers perlu memastikan bahwa antara coach dan coachee
terjalin hubungan jangka panjang yang membangun dan bukan
hanya transaksional semata.
- Mentoring
Mentor dari dalam perusahaan bukan saja harus menguasai
bidang yang dimentorinya, tetapi yang terpenting adalah mentor
mengetahui cara melakukan mentoring sesuai dengan tipe
karyawan bertalenta tersebut. Selain itu proses yang sistematis
dalam mentoring juga sangat penting menentukan keberhasilan
proses mentoring.
22
- Strategic forum
Strategic forum membantu executives untuk memahami bisnis
sebagai satu kesatuan dan memikirkan isu-isu yang belum mereka
ketahui sebelumnya. Beberapa strategi forum dapat diikuti oleh
Action Learning format, di mana individu-individu tersebut
mengadakan pertemuan berkala dan di antara mereka diharapkan
memberi ide-ide untuk dilakukan di tempat kerja mereka.
- Short assignment
Short assignments memberikan pengalaman langsung kepada
karyawan dalam beberapa bulan untuk mengerti tentang isu dan
kondisi di tempat lain secara riil. Serta ketrampilan untuk
menambah wawasan mereka. Ketika penugasan dilakukan,
penting untuk dijelaskan tujuan pengembangan dan sasaran yang
hendak dicapai.
- On line management resources & on line library
Beberapa perusahaan menyediakan resource on line yang dapat
diakses untuk personal development masing-masing individu.
- Membaca buku-buku manajemen secara regular
Beberapa buku yang sama, dibaca oleh seluruh eksekutif
perusahaan akan menciptakan konsep dan pemikiran yang sama
pula di antara mereka yang kemudian dapat dijadikan bahan
diskusi bagi pengembangan karyawan bertalenta eksekutif. Dari
keseluruhan input pengembangan yang dijelaskan di atas, yang
terpenting adalah agar bagaimana input pengembangan ini dapat
sesuai dengan kebutuhan spesifik karyawan bertalenta dan dapat
23
membangun kekuatan mereka serta membatasi dampak negatif
dari kekurangan mereka.
Pembelajaran yang terstruktur merupakan kombinasi antara
penentuan sasaran dan assesment (Berger & Berger, 2004).
Dengan didukung berbagai variasi pengembangan dan reward
system yang dikaitkan dengan hasil bisnis yang jelas akan
semakin mengoptimalkan potensi belajar mereka. Kesemuanya
ini harus melalui proses evaluasi secara berkala dua kali setahun
untuk memastikan semuanya dapat berjalan dengan lancar.
Sebuah program perencanaan karyawan bertalenta yang baik
ditujukan bagi pengembangan jangka pendek dan jangka panjang
serta dikaitkan dengan tujuan pembelajaran individu yang selaras
terhadap
bisnis.
Berikut
ada
beberapa
macam
variasi
pengembangan yang dapat dilakukan terhadap karyawan talenta:
- Orientasi organisasi yang terstruktur
Penting untuk menginformasikan sasaran, harapan dan praktekpraktek etis sesuai budaya perusahaan dengan jelas di awal.
Orientasi dapat dilakukan secara formal, terstruktur, maupun
informal, yang penting terdapat konsistensi dalam menyampaikan
pesan-pesan. Bila ada pesan yang hendak mendapatkan
penekanan lebih lanjut, maka perlu manajemen yang lebih senior
menyampaikannya.
- Pembimbingan (Coaching)
Selain coaching formal, sesekali proses pembimbingan dan
mentoring dapat dilakukan secara informal. Pembimbingan
24
bukanlah sesuatu yang cukup sekali dilakukan, melainkan
memerlukan pendampingan yang secara sistematis. Idealnya,
penugasan-penugasan formal yang diberikan satu demi satu
dikaitkan dengan aktifitas pengembangan kepemimpinan, strategi
bisnis dan juga praktek-praktek SDM (Kram & Bragar, dalam
Smilansky, 2006). Fokus coaching dimulai dari orientasi sampai
dengan bisnis dan berawal dari tugas membina hubungan sampai
dengan pemberian umpan balik serta melakukan konsultasi
berkaitan dengan perilaku karyawan baru agar self-awareness nya
berkembang.
- Rapat Pemecahan Masalah
Rapat yang dimaksud adalah apabila rapat dipolakan menjadi
pertemuan yang tidak hanya bersifat rutin. Dalam rapat
pemecahan masalah, seorang mendapat kesempatan untuk
mengamati gaya dan proses berpikir, yang mungkin suatu ketika
nanti
diperlukan
olehnya.
Seorang
juga
dapat
belajar
memfasilitasi rapat yang produktif dan manajemen konflik bila
kesempatan menjadi pimpinan rapat digilir.
Dalam jaman teknologi yang semakin canggih, konferensi
melalui video dan hubungan komunikasi melalui satelit membuka
kesempatan untuk melakukan diskusi secara maya di antara
peserta yang berkepentingan di manapun mereka berada. Sarana
ini menawarkan berbagai nara sumber pembelajaran yang
menarik bagi para profesional jalur cepat.
25
- Rotasi pekerjaan
Rotasi pekerjaan akan memberikan pengalaman yang luas dan
mendalam untuk membentuk pengetahuan operasional atau bisnis
yang solid. Tingkat pembelajaran dan asimilasi terhadap tugas
baru biasanya terjadi lebih cepat pada orang-orang yang
potensinya tinggi, sehingga perlu adanya penyesuaian antara level
kompetensi individu dengan kesempatan untuk mendapatkan
pengetahuan dan ketrampilan baru. Agar rotasi pekerjaan berhasil
diperlukan perencanaan, sasaran pembelajaran harus ditentukan
terlebih dahulu, demikian pula kinerja yang diharapkan dan pada
setiap fase, harus ditentukan kapan mulainya dan kapan pula
berakhirnya. Mentor di tempat kerja baru juga harus ditentukan
dan mentor ini harus bermitra dengan SDM atau pimpinan
perusahaan yang terkait untuk memberikan arahan dan umpan
balik terhadap kinerja yang dihasilkan secara periodik. Perlu
waktu belajar untuk menghasilkan perubahan perilaku dan
menghasilkan kinerja yang mantap. Penugasan yang lain dalam
waktu
kurang
dari
18 bulan
tidak
akan
menghasilkan
pembelajaran yang mendalam.
- Penugasan antara (interim) dan Darurat
Setiap organisasi pasti pernah mengalami kekosongan pemimpin
yang tidak diharapkan, sebagai akibat dari turnover, perubahan
besar-besaran atau krisis. Pada saat inilah para karyawan
bertalenta merupakan opsinya. Bagi para karyawan bertalenta,
berperan lebih besar dalam kepemimpinan atau melaksanakan
26
kegiatan untuk menyelesaikan sebuah proyek penting, merupakan
kesempatan yang langka sekaligus kesempatan pengembangan
yang penting. Kondisi darurat menciptakan situasi untuk menguji
ketrampilan pribadi sekalipun dalam tekanan, yang mungkin tidak
muncul pada situasi biasa. Hal ini juga dapat menjadi ajang
pengujian sebagai persiapan untuk promosi ke jenjang berikutnya.
- Penugasan melalui Gugus Tugas (task force)
Berpartisipasi pada tim yang fokus untuk mengatasi masalah atau
penugasan pada proyek yang dilakukan melalui gugus tugas
terbukti telah memberikan pengembangan pengalaman yang
sangat berarti. Task force sangat diminati dan membutuhkan
keterlibatan karyawan bertalenta. Tim gugus tugas biasanya
terdiri atas teknisi yang handal, pemimpin pemikir dan para
pemikir kritis lainnya dari seluruh fungsi di dalam organsiasi.
Partisipasi di dalam gugus tugas akan memberikan pemahaman
yang luas tentang bisnis, karena para anggota gugus tugas berbagi
perspektif dan berdebat tentang apa yang akan dan tidak akan
dilakukan sehubungan dengan ide atau solusi tertentu. Juga dapat
mengembangkan kemampuan manajemen konflik.
- Pendidikan dan pelatihan internal
Pendidikan dan pelatihan internal ditujukan untuk pengembangan
yang disesuaikan dengan kebutuhan tertentu. Adanya corporate
university yang memiliki berbagai program yang sesuai dengan
kebutuhan organisasi dan kesiapan pemimpin akan sangat
membantu dalam pengembangan karyawan pada umumnya dan
27
karyawan bertalenta pada khususnya. Tahun 2015, STIE Ekuitas
Bandung telah berganti nama dengan new launching icon bjb
University. Dalam era teknologi ini, program informasi rutin
dapat disediakan di dalam CD-ROM atau format rekaman audio
lainnya. Hal ini membuat pembelajaran menjadi lebih mudah.
- Program eksekutif dan lokakarya eksternal
Bila secara internal perusahaan tidak memiliki program-program
pengembangan yang formal atau sedang ingin memiliki program
pembelajaran yang lain yang berbeda dengan kepemimpinan,
maka mungkin program eksekutiflah yang diperlukan. Program
pembelajaran
eksternal
lainnya
adalah
konferensi
yang
diselenggarakan oleh asosiasi profesional, yang dilaksanakan
secara singkat ( 1 – 5 hari), dengan subyek hasil penelitian suatu
akademi atau universitas.
- Membaca dengan bimbingan (guided reading)
Penugasan secara periodik untuk membaca buku-buku bisnis
terkini juga merupakan bagian dari pengembangan. Tentunya
gaya belajar seseorang juga harus dipertimbangkan dalam hal ini.
Hal ini seiring dengan perkembangan trend karyawan bertalenta
generasi
muda
yang
cenderung
menghendaki
adanya
keseimbangan antara pekerjaan dengan kehidupan pribadi dan
lebih menuntut waktu untuk diri mereka sendiri. Dengan guided
reading, pengembangan dapat dilakukan secara lebih fleksibel.
Daftar buku terbaru dapat diperoleh melalui klub buku kemudian
28
disesuaikan dengan tujuan pengembangan organisasi maupun
yang bersangkutan.
- Mengajar sebagai pembelajaran
Belajar mengajar atau menyampaikan kepada audience dan
menyusun bahan presentasi merupakan suatu ketrampilan
tersendiri. Mengajar dapat membangun rasa percaya diri dan
berani tampil di depan umum juga dapat meningkatkan
komunikasi lisan dan mendorong individu untuk berpikir kreatif
tentang bagaimana menyampaikan subjek secara baik.
- Aktifitas ekstrakurikuler
Pengembangan
bisa diperoleh
secara luas
dari
kegiatan
ekstrakurikuler. Aktifitas eksternal bisa membuat para profesional
bebas dari protokoler kepemimpinan di organisasi, lebih kreatif
dan lebih berani menangggung resiko, dan dapat membantu para
individu yang ingin mengaktualisasikan diri.
- E-Learning
Organisasi yang memiliki sumber daya untuk melakukan
investasi pada pembelajaran berbasis web, berarti telah membuat
saluran pada seluruh kesempatan untuk pembelajaran dan
mendapatkan informasi, yang dapat diakses di mana saja dan
kapan saja. Orang yang perlu mengembangkan kepemimpinannya
atau yang menunjang program manajemen kinerjanya akan
senang mengikuti program web modul pendek yang menyediakan
fasilitas dialog dan mentoring online.
29
Kesemua perencanaan pengembangan harus sesuai dengan
minat, kebutuhan pengembangan dan strategi pengembangan
yang sesuai dengan individu, serta waktu pengembangan,
sehingga benar-benar mencapai batas fleksibilitas individu tanpa
merusak kepercayaan diri mereka.
Banyak manajer berpikir bahwa pelatihan adalah kunci dari
pengembangan. Tetapi survey yang dilakukan membuktikan,
bahwa bukan training yang memberikan dampak utama terhadap
pembelajaran, melainkan pengalaman kerja itu sendiri. Artinya
pengembangan yang dikaitkan dengan pekerjaan dalam kondisi
riil. Berikut adalah survei tentang beberapa faktor yang diakui
memacu pengembangan karyawan (Michaels, Handfield-Jones &
Axelroad, 2001). Faktor-faktor tersebut digambarkan di dalam
sebuah bagan sebagai berikut:
Job assignments 1. Mempermudah promosi high performers 2. Membangun ketrampilan
untuk memajukan karir 3. Mempercepat rotasi dan pengembangan 4.Peran dalam tangung
jawab terhadap laba/rugi perusahaan 5. Kesempatan proyek special 6. On the job training
30
Coaching, Umpan Balik 7.Menginformasikan kelebihan dan kekurangan 8. Umpan balik
360° 9. Candid, umpan balik yang insightful 10. Coaching informal dari atasan
Mentoring 11. Mentor yang hebat 12. Role model senior yang hebat 13. Nasehat
mentoring untuk pengembangan
Training 14. Pelatihan di dalam kelas tradisional
Gambar 2.5. Faktor-faktor Pemacu Pengembangan
Sumber: Michaels, Handfield-Jones & Axelroad, (2001 : 100)
2.1.1.5 Pengembangan Berdasarkan Kuadran HAV
Ram Charan (2001) dalam laporan penelitian Hyacintha
(2009) juga menyatakan bahwa pengembangan pemimpin harus
dibedakan antara karyawan di kuadran yang berbeda. Ia
membaginya menjadi sembilan kuadran dalam Leadership
Development Matrix
Gambar 2.6 Pengembangan Menurut Kuadran HAV
Exceptional performers pada kuadran satu telah siap
dikembangkan untuk penugasan level kepemimpinan organisasi
yang selanjutnya. Penugasan ke fungsi atau bisnis yang berbeda
juga dapat dilakukan kepada karyawan bertalenta di kuadran ini.
Pengembangan karyawan di kotak kedua adalah dengan
memberikan tugas yang menantang pada level kepemimpinannya
31
sekarang, untuk mempersiapkan mereka ke level kepemimpinan
yang berikutnya. Pengembangan mereka untuk mempersiapkan
mereka menuju level kepemimpinan selanjutnya. Cross functional
project merupakan salah satu bentuk pengembangan yang baik
agar mereka memiliki pengalaman secara cross function.
Pengembangan karyawan di kotak ketiga adalah dengan
memberikan mereka target yang menantang sehingga mereka
dapat meningkatkan kinerja mereka. Mereka memiliki potensi
yang besar untuk mencapai kinerja yang lebih lagi.
Pengembangan karyawan di kotak keempat adalah dengan
tetap mempertahankan mereka pada levelnya sekarang dan
memberikan penghargaan atas kontribusinya. Tempatkan mereka
dalam satu tim untuk pengembangan produk, program atau proses
baru. Jangan abaikan mereka, karena pada dasarnya mereka bagus
untuk mempertahankan hal yang standar. Walau potensi mereka
tidak besar, namun mereka berusaha bekerja sebaik mungkin.
Mereka juga perlu diperhatikan dengan memberikan pengakuan
terhadap kontribusinya.
Pengembangan karyawan di kotak kelima – full growth adalah
untuk memacu kinerja mereka (performance improvement).
Mereka harus ditantang dengan penugasan-penugasan yang lebih
besar pada level yang sekarang dan monitorlah apakah hasilnya
bisa lebih baik. Goal yang menantang perlu untuk pengembangan.
Pengembangan karyawan di kotak enam (not yet full/turn).
Karyawan yang baru saja dipromosi biasanya berada di kotak ini
dan biasanya mereka hanya membutuhkan waktu, penugasan
32
/pengalaman dan coaching untuk dapat menunjukkan prestasi
mereka. Perusahaan seharusnya tidak memiliki terlalu banyak
orang di kotak ini. Perlu analisis/penggalian yang lebih mendalam
apbila ada orang yang sudah lama tidak berpindah dari kotak ini.
Pengembangan karyawan di kotak tujuh (Full/Mastery) adalah
dengan melakukan coaching dan kesempatan pengembangan
lainnya yang memungkinkan mereka meningkatkan kinerjanya.
Pengembangan karyawan di kotak delapan (not yet full
/Growth) perlu mendapat perhatian karena karyawan ini
seharusnya memiliki potensi namun tidak terlihat dalam kinerja.
Pengembangannya adalah dengan memfokuskan energi mereka
secara lebih tepat ke pekerjaan dan pengaturan waktu mereka.
Pengembangan karyawan di kotak sembilan (not yet Full
/Mastery) adalah dengan mengkonfrontasi mereka secara
langsung terhadap kinerja mereka. Bila mereka tidak mempunyai
kendala terhadap kelengkapan sumber daya yang dibutuhkan atau
faktor lain maka sebaiknya karyawan ini segera dikeluarkan dari
perusahaan. Pemetaan dan proses tindak lanjut terhadap Human
Asset Value ini harus dilakukan secara serius dan sering.
Peta HAV ini merupakan suatu alat bagi talent resource
planning dalam perencanaan suksesi perusahaan. Karena itu
proses ini tidak bisa dilakukan hanya beberapa tahun sekali,
melainkan lebih sering dalam setahun adalah lebih baik, agar
menjamin kesiapan calon pemimpin di masa mendatang bagi
organisasi.
33
2.1.1.6 Talent Imperative dan Perencanaan Suksesi
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pengembangan
manajemen talenta (Cheese, Thomas, & Craig, 2007) sebagai
berikut:
- Kembangkan mindset dari pimpinan puncak hingga ke bawah
untuk melihat karyawan bertalenta sebagai suatu isu yang
strategis dan human capital sebagai bagian intrinsik dari strategi
pengembangan bisnis.
- Mengakui dan menumbuhkan perbedaan sebagai salah satu aset
terbesar perusahaan. Kemampuan untuk menarik dan bekerja
dengan karyawan bertalenta yang beragam sebagai suatu
keunggulan kompetitif perusahaan
- Membangun pengembangan pembelajaran dan ketrampilan
karyawan menjadi kapabilitas organisasi
- Meningkatkan keselarasan dan keterikatan karyawan terhadap
organisasi dan misinya
- Memastikan bahwa seluruh karyawan dalam perusahaan,
khususnya mereka yang ada di level senior, melihat manajemen
talenta sebagai bagian dari pekerjaan dan tanggung jawab mereka.
Perencanaan Suksesi
Adanya talent pools akan membuat perencanaan suksesi
menjadi lebih fleksibel. Suksesi bisa dicari dari talent pools
tersebut, dan tidak harus hanya mengandalkan fungsi tertentu
saja. Suksesor biasanya diputuskan berdasarkan kinerja dan
potensi, dan diprioritaskan mereka yang berasal dari talent pools
34
perusahaan. Dalam management development review, pimpinan
mendiskuikan setiap posisi, calon suksessor, dan dalam waktu
berapa lama mereka akan siap menggantikan pada posisi tersebut.
Penggunaan database karyawan akan sangat bermanfaat dalam
management development review tersebut. Yang agaknya perlu
diperhatikan agar setiap fungsi jangan hanya melihat peluang
suksesi hanya dari divisinya, melainkan lintas fungsi lainnya.
Talent pool adalah sekelompok eksekutif high potential yang
diperkirakan akan siap sedia menduduki berbagai macam posisi
eksekutif di jenjang manajemen selanjutnya di dalam bisnis. Best
practice pada organisasi-organisasi besar memiliki beberapa
talent pools yang berbeda. Pertama adalah sekelompok kandidat
dari jenjang eksekutif level kedua dan ketiga yang memiliki
kemampuan menjadi bagian dari eksekutif puncak perusahaan.
Talent pool ini terdiri dari 8 – 10 individu (dari 100 – 120 orang
eksekutif) yang diperkirakan akan dapat menjadi pimpinan
puncak dalam waktu maksimum dua tahun. Talent pool yang
kedua terdiri dari eksekutif-eksekutif yang dapat menggantikan
posisi pada jenjang kedua dan ketiga di dalam organisasi. Pada
kelompok ini ada sekitar 40 – 50 kandidat dari sekitar 500-600
karyawan. Kelompok kedua ini adalah penting bagi organisasi
karena merupakan tulang punggung pengambilan keputusan di
dalam perusahaan.
Kunci dari perencanaan suksesi ini bukan hanya pada
pengidentifikasian
kandidat
bagi
executive
pools
dan
mempersiapkan mereka sehingga mereka memiliki kapabilitas
35
penuh pada saat dibutuhkan, tetapi juga ketika proses pemilihan.
Kebanyakan eksekutif di posisi senior memiliki pandangan
konservatif bahwa eksekutif yang berhasil adalah yang memiliki
jalur karir seperti mereka pada bidang yang sama. Pandangan ini
harus dihilangkan. Suksesi dapat diambil dari berbagai fungsi
lainnya juga. Diperlukan proses untuk meyakinkan pemilihan
eksekutif dari lintas fungsi ini. Talent pool seharusnya dimiliki
oleh perusahaan, dan bukan oleh fungsi tertentu darimana dia
berasal.
2.1.2
Kompetensi
2.1.2.1 Pengertian Kompetensi
Menurut Clark (1997a:297), Competency is a knowledge or
know how for doing a effective job. Sementara itu menurut Davis
(1999:299), Competency is a capability perspective and people
knowledge, especialy to impact on ability for need in a business
via minimize cost and optimalization services to customer more
for less. Kompetensi menurut Spencer & Spencer dalam Palan
(2007) adalah sebagai karakteristik dasar yang dimiliki oleh
seorang individu yang berhubungan secara kausal dalam
memenuhi kriteria yang diperlukan dalam menduduki suatu
jabatan. Kompetensi terdiri dari 5 tipe karakteristik, yaitu motif
(kemauan konsisten sekaligus menjadi sebab dari tindakan),
faktor bawaan (karakter dan respon yang konsisten), konsep diri
(gambaran diri), pengetahuan (informasi dalam bidang tertentu)
dan keterampilan (kemampuan untuk melaksanakan tugas).
36
Hal ini sejalan dengan pendapat Becker and Ulrich dalam
Suparno (2005:24) bahwa competency refers to an individual’s
knowledge, skill, ability or personality characteristics that
directly
influence
job
performance.
Artinya,
kompetensi
mengandung aspek-aspek pengetahuan, ketrampilan (keahlian)
dan
kemampuan
ataupun
karakteristik
kepribadian
yang
mempengaruhi kinerja.
Berbeda dengan Fogg (2004:90) yang membagi Kompetensi
kompetensi menjadi 2 (dua) kategori yaitu kompetensi dasar dan
yang membedakan kompetensi dasar (Threshold) dan kompetensi
pembeda (differentiating) menurut kriteria yang digunakan untuk
memprediksi
kinerja
suatu
pekerjaan.
Kompetensi
dasar
(Threshold competencies) adalah karakteristik utama, yang
biasanya berupa pengetahuan atau keahlian dasar seperti
kemampuan membaca, sedangkan kompetensi differentiating
adalah yang membuat seseorang tampil berbeda dari yang lain.
Kompetensi berasal dari kata “competency” merupakan kata
benda yang menurut Powell (1997:142) diartikan sebagai 1)
kecakapan, kemampuan, kompetensi 2) wewenang. Kata sifat dari
competence adalah competent yang berarti cakap, mampu, dan
tangkas. Pengertian kompetensi ini pada prinsipnya sama dengan
pengertian kompetensi menurut Stephen Robbin (2007:38) bahwa
kompetensi adalah “kemampuan (ability) atau kapasitas seseorang
untuk mengerjakan berbagai tugas dalam suatu pekerjaan, dimana
kemampuan ini ditentukan oleh 2 (dua) faktor yaitu kemampuan
intelektual dan kemampuan fisik.
37
Pengertian kompetensi sebagai kecakapan atau kemampuan
juga dikemukakan oleh Robert A. Roe (2001:73) sebagai berikut:
“Competence is defined as the ability to adequately perform a
task, duty or role. Competence integrates knowledge, skills,
personal values and attitudes. Competence builds on knowledge
and skills and is acquired through work experience and learning
by doing“ Kompetensi dapat digambarkan sebagai kemampuan
untuk melaksanakan satu tugas, peran atau tugas, kemampuan
mengintegrasikan pengetahuan, ketrampilan-ketrampilan, sikapsikap dan nilai-nilai pribadi, dan kemampuan untuk membangun
pengetahuan dan keterampilan yang didasarkan pada pengalaman
dan pembelajaran yang dilakukan
Secara lebih rinci, Spencer dan Spencer dalam Palan (2007:84)
mengemukakan bahwa kompetensi menunjukkan karakteristik
yang
mendasari
perilaku
karakteristik pribadi
(ciri
yang
menggambarkan
motif,
khas), konsep diri, nilai-nilai,
pengetahuan atau keahlian yang dibawa seseorang yang
berkinerja
unggul
(superior
performer)
di
tempat
kerja.
Pernyataan di atas mengandung makna bahwa kompetensi adalah
karakteristik seseorang yang berkaitan dengan kinerja efektif dan
atau unggul dalam situasi pekerjaan tertentu.
Kompetensi dikatakan sebagai karakteristik dasar (underlying
characteristic) karena karakteristik individu merupakan bagian
yang mendalam dan melekat pada kepribadian seseorang yang
dapat dipergunakan untuk memprediksi berbagai situasi pekerjaan
tertentu. Kemudian dikatakan berkaitan antara perilaku dan
38
kinerja karena kompetensi menyebabkan atau dapat memprediksi
perilaku dan kinerja.
Dari uraian pengertian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa
kompetensi yaitu sifat dasar yang dimiliki atau bagian
kepribadian yang mendalam dan melekat kepada seseorang serta
perilaku yang dapat diprediksi pada berbagai keadaan dan tugas
pekerjaan sebagai dorongan untuk mempunyai prestasi dan
keinginan berusaha agar melaksanakan tugas dengan efektif.
Ketidaksesuaian dalam kompetensi-kompetensi inilah yang
membedakan seorang pelaku unggul dari pelaku yang berprestasi
terbatas. Kompetensi terbatas dan kompetensi istimewa untuk
suatu pekerjaan tertentu merupakan pola atau pedoman dalam
pemilihan karyawan (personal selection), perencanaan pengalihan
tugas (succession planning), penilaian kerja (performance
appraisal) dan pengembangan (development)
Dengan kata lain, kompetensi adalah penguasaan terhadap
seperangkat pengetahuan, ketrampilan, nilai nilai dan sikap yang
mengarah kepada kinerja dan direfleksikan dalam kebiasaan
berpikir dan bertindak sesuai dengan profesinya. Dari pengertian
kompetensi tersebut di atas, terlihat bahwa fokus kompetensi
adalah untuk memanfaatkan pengetahuan dan ketrampilan kerja
guna mencapai kinerja optimal. Dengan demikian kompetensi
adalah segala sesuatu yang dimiliki oleh seseorang berupa
pengetahuan ketrampilan dan faktor-faktor internal individu
lainnya untuk dapat mengerjakan sesuatu pekerjaan. Dengan kata
lain, kompetensi adalah kemampuan melaksanakan tugas
39
berdasarkan pengetahuan dan ketrampilan yang dimiliki setiap
individu.
2.1.2.2 Karakteristik Kompetensi
Menurut Spencer dalam Palan (2007) terdapat 5 karakteristik
kompetensi, yaitu :
1. Motif (motive) adalah hal-hal yang seseorang pikir atau
inginkan secara konsisten yang menimbulkan tindakan.
2. Sifat (traits) adalah karakteristik fisik dan respons-respons
konsisten terhadap situasi atau informasi..
3. Konsep diri (Self – Concept) adalah sikap dan nilai-nilai
yang dimiliki seseorang.
4. Pengetahuan (Knowledge), adalah informasi yang dimiliki
seseorang untuk bidang tertentu. Pengetahuan (knowledge)
merupakan kompetensi yang kompleks
5. Ketrampilan
(Skill)
adalah
kemampuan
untuk
melaksanakan suatu tugas tertentu baik secara fisik maupun
mental.
Sedangkan menurut Spencer and Spencer yang dikutip oleh
Surya Dharma (2003:17), konsep diri (Self-concept), watak/sifat
(traits) dan motif kompetensi lebih tersembunyi (hidden), dalam
(deeper) dan berbeda pada titik sentral kepribadian seseorang.
Kompetensi
pengetahuan
(Knowledge
Competencies)
dan
keahlian (Skill Competencies) cenderung lebih nyata (visible) dan
relatif berbeda di permukaan sebagai salah satu karakteristik yang
dimiliki manusia.
40
Kompetensi dapat dihubungkan dengan kinerja dalam sebuah
model alir sebab akibat yang menunjukkan bahwa tujuan,
perangai, konsep diri, dan kompetensi pengetahuan yang
kemudian memperkirakan kinerja kompetensi mencakup niat,
tindakan dan hasil akhir. Misalnya, motivasi untuk berprestasi,
keinginan kuat untuk berbuat lebih baik dari pada ukuran baku
yang berlaku dan untuk mencapai hasil yang maksimal,
menunjukkan kemungkinan adanya perilaku kewiraswastaan,
penentuan tujuan, bertanggung jawab atas hasil akhir dan
pengambilan resiko yang diperhitungkan
Intent
Action
Outcome
Characteristics
Behavior
Job
(Karakteristik
Skill
Performance
personal)
(Ketrampilan)
Personal
- Motive Trait
- Profitability
(sifat)
- Productivity
- Self-Concept
- Quality
- Knowledge
Gambar 2.7 Alur Hubungan Kompetensi dan Kinerja
Sumber : Spencer &Spencer dalam Palan, 2007
Lebih lanjut menurut Spencer and Spencer, karakteristik
pribadi yang mencakup perangai, konsep dan pengetahuan
memprediksi tindakan-tindakan perilaku keterampilan, yang pada
41
gilirannya akan memprediksi prestasi kerja. Jika kita melihat arah
pada gambar tersebut bahwa bagi organisasi yang tidak memilih,
mengembangkan dan menciptakan motivasi kompetensi untuk
karyawan, jangan harap akan terjadi perbaikan dan produktivitas,
maupun profitabilitas dan kualitas terhadap suatu produk dan jasa.
Dari gambar hubungan kompetensi di atas terlihat bahwa
pengetahuan merupakan input utama karakteristik personal
(kompetensi) yang perlu dikembangkan untuk meningkatkan
kinerja. Hal ini sesuai dengan pengertian pengetahuan itu sendiri
sebagaimana dikemukakan oleh Carrillo, P., Robinson, (2004:46)
bahwa:
1. Tacit Knowledge.
Pada dasarnya tacit knowledge adalah bersifat personal, yang
dikembangkan melalui pengalaman individu. Hal ini sulit untuk
diformulasikan dan dikomunikasikan. Berdasarkan pengertiannya,
maka tacit knowledge dikategorikan sebagai personal knowledge
atau dengan kata lain yang diperoleh dari individu (perorangan).
2. Explicit knowledge
Explicit knowledge bersifat formal dan sistematis yang mudah
untuk dikomunikasikan dan dibagi. Penerapan explicit knowledge
ini lebih mudah karena pengetahuan yang diperoleh dalam bentuk
tulisan atau pernyataan yang didokumentasikan, sehingga setiap
karyawan dapat mempelajarinya secara independent.
Explicit knowledge adalah prosedur kerja (job procedure) dan
teknologi. Job procedure adalah tanggung jawab atau tugas yang
bersifat formal atau perintah resmi atau cara melakukan hal-hal
42
tertentu, dimana salah satu bentuk konkrit dari explicit knowledge
adalah Standard Operation Procedure. Standard Operation
Procedure atau prosedur pelaksanaan dasar dibuat untuk
mempertahankan kualitas dan hasil kerja, dimana tugas-tugas
akan semakin mudah dikerjakan dan tamu akan terbiasa dengan
sistem pelayanan yang ada yang terdapat pada knowledge
management, dikenal sebagai media yang mempermudah
penyebaran explicit knowledge. Salah satu teknologi paling
mutakhir yang saat ini digunakan oleh banyak perusahaan untuk
proses penyebaran knowledge adalah intranet, dimana hal ini
didasarkan pada kebutuhan untuk mengakses knowledge dan
melakukan kolaborasi, komunikasi serta sharing knowledge
secara ”on line”.
Pada dasarnya kinerja dari seseorang merupakan hal yang
bersifat individu karena masing-masing dari karyawan memiliki
tingkat kemampuan yang berbeda. Kinerja seseorang tergantung
pada kombinasi dari kemampuan, usaha, dan kesempatan yang
diperoleh Carrillo, P., Robinson, (2004:47).
2.1.2.3 Jenis Kompetensi
Kompetensi oleh Spencer&Spencer, dibagi dua kategori yaitu :
1). Kompetensi dasar (Threshold Competency, dan
2). Kompetensi pembeda (differentiating Competency).
Threshold competencies adalah karakteristik utama (biasanya
pengetahuan atau keahlian dasar seperti kemampuan untuk
membaca) yang harus dimiliki oleh seseorang agar dapat
43
melaksanakan
pekerjaannya.
Sedangkan
Differentiating
competencies adalah faktor-faktor yang membedakan individu
yang berkinerja tinggi dan rendah.
Charles E. Jhonson dalam Wina Sanjaya (2005:34) membagi
kompetensi kedalam 3 bagian yakni : 1). Kompetensi pribadi,
yakni kompetensi yang berhubungan dengan pengembangan
kepribadian (personal competency), 2). Kompetensi professional,
yakni kompetensi atau kemampuan yang berhubungan dengan
penyelesaian tugas-tugas tertentu, dan 3). Kompetensi sosial,
yakni kompetensi yang berhubungan dengan kepentingan sosial.
Sedangkan pada Kusnandar (2007:41), kompetensi dapat
dibagi 5 (lima) bagian yakni:
1. Kompetensi
intelektual,
yaitu
berbagai
perangkat
pengetahuan yang ada pada diri individu yang diperlukan
untuk menunjang kinerja
2. Kompetensi fisik, yakni perangkat kemampuan fisik yang
diperlukan untuk pelaksanaan tugas
3. Kompetensi pribadi, yakni perangkat perilaku yang
berkaitan
dengan
kemampuan
individu
dalam
mewujudkan diri, transformasi diri, identitas diri dan
pemahaman diri.
4. Kompetensi sosial, yakni perangkat perilaku tertentu yang
merupakan dasar dari pemahaman diri sebagai bagian
yang tidak terpisahkan dari lingkungan sosial.
44
5. Kompetensi spiritual, yakni pemahaman, penghayatan
serta pengamalan kaidah-kaidah keagamaan.
Mengenai kategori atau klasifikasi kompetensi, Palan (2007)
mengatakan kompetensi dapat meliputi aspek pengetahuan,
keterampilan, sikap dan perilaku karyawan. Dalam arti luas,
kompetensi ini akan terkait dengan strategi organisasi dan
pengertian kompetensi ini dapatlah kita padukan dengan
ketrampilan dasar (soft skill), ketrampilan baku (hard skill),
ketrampilan sosial (social skill), dan ketrampilan mental (mental
skill). Ketrampilan baku (hard skill mencerminkan pengetahuan
dan keterampilan fisik SDM, ketrampilan dasar (soft skill)
menunjukkan intuisi, kepekaan SDM; ketrampilan sosial (social
skill) menunjukkan keterampilan dalam hubungan sosial SDM,
ketrampilan mental (mental skill) menunjukkan ketahanan mental
SDM. Di dalam perkembangan manajemen SDM, saat ini sedang
ramai dibicarakan mengenai bagaimana mengelola SDM berbasis
kompetensi.
Berdasarkan uraian tentang jenis kompetensi di atas,
kompetensi diklasifikasikan kedalam 2 (dua) jenis, pertama
kompetensi profesional, yaitu kompetensi yang berhubungan
dengan peran yang kita pilih. Kedua adalah kompetensi umum,
yaitu kompetensi yang harus kita miliki sebagai seorang manusia.
Misalnya kompetensi untuk menjadi suami atau istri yang baik.
Proses perolehan kompetensi (competency acquisition process)
menurut Spencer & Spencer (1993) dalam Workitect.com yang
45
telah dikembangkan untuk meningkatkan tingkat kompetensi
yang meliputi :
1. Pengakuan (Recognition). suatu simulasi atau studi kasus
yang memberikan kesempatan peserta untuk mengenali satu
atau lebih kompetensi yang dapat memprediksi individu
berkinerja tinggi di dalam pekerjaannya sehingga seseorang
dapat berjalan dari pengalaman simulasi tersebut.
2. Pemahaman (Understanding).
instruksi kasus termasuk
modeling perilaku tentang apa itu kompetensi dan
bagaimana penerapan kompetensi tersebut.
3. Pengkajian (Assessment). umpan balik kepada peserta
tentang berapa banyak kompetensi yang dimiliki peserta
(membandingkan skor peserta). Cara ini dapat memotivasi
peserta mempelajari kompetensi sehingga mereka sadar
adanya hubungan antara kinerja yang aktual dan kinerja
yang ideal.
4. Umpan balik (Feedback). suatu latihan dimana peserta
dapat mempraktekkan kompetensi dan memperoleh umpan
balik bagaimana peserta dapat melaksanakan pekerjaan
tertentu dibanding dengan seseorang yang berkinerja tinggi.
5. Permohonan
kerja
(Job
Application)
agar
dapat
menggunakan kompetensi didalam kehidupan nyata.
Apa yang dapat kita katakan atau perkirakan mengenai
kompetensi yang mungkin dibutuhkan untuk memenuhi tantangan
baru dimasa depan dan bentuk-bentuk organisasi baru yang akan
kita hadapi. Dari pemikiran Mitrani, Palziel dan Fitt (1992) dapat
46
diindentifikasi beberapa pokok pikiran tentang kualitas yang perlu
dimiliki orang pada tingkat eksekutif, manajer, dan karyawan.
1. Tingkat
Eksekutif.
Pada
tingkat
eksekutif
diperlukan
kompetensi tentang :
a. Pemikiran
Strategis
(Strategic
thinking),
adalah
kompetensi untuk melihat peluang pasar, ancaman, kekuatan
dan kelemahan organisasi agar dapat mendefinisikan respons
strategis (strategic response) secara optimal.
b. Kepemimpinan perubahan (change leadership). Aspek ini
adalah merupakan kompetensi untuk mengkomunikasikan
visi dan strategi perusahaan dapat ditransformasikan kepada
pegawai.
c. Manajemen hubungan (Relationship management) adalah
kemampuan untuk meningkatkan hubungan dan jaringan
dengan negara lain. Kerjasama dengan negara lain sangat
dibutuhkan bagi keberhasilan organisasi.
2. Tingkat Manajer. Pada tingkat manajer paling tidak diperlukan
aspek-aspek kompetensi seperti:
1) Keluwesan (flexibility) adalah kemampuan merubah
struktur dan proses manajerial.
2) Saling
pengertian
antar
pribadi
(Interpersonal
understanding) adalah kemampuan untuk memahami nilai
dari berbagai tipe manusia.
3) Empowering (pemberdayaan) adalah kemampuan berbagi
informasi,
penyampaian
47
ide-ide
oleh
bawahan,
mengembangkan
karyawan
serta
mendelegasikan
tanggungjawab,
memberikan
saran
umpan
balik,
mengatakan harapan-harapan yang positif untuk bawahan
dan memberikan reward bagi peningkatan kinerja.
3. Tingkat karyawan. Pada tingkat karyawan diperlukan kualitas
kompetensi seperti :
1) Fleksibilitas/keluwesan adalah kemampuan untuk melihat
perubahan sebagai suatu kesempatan yang menggembirakan
ketimbang sebagai ancaman.
2) Kompetensi menggunakan dan mencari berita.
3) Motivasi dan kemampuan untuk belajar, motivasi
berprestasi, motivasi kerja di bawah tekanan waktu;
kolaborasi dan orientasi pelayanan kepada pelanggan.
2.1.2.4 Manfaat Kompetensi
Kompetensi pegawai sangat diperlukan setiap organisasi
terutama untuk meningkatkan kinerja. Menurut Prihadi (2004:57)
manfaat kompetensi adalah:
1). Prediktor kesuksesan kerja. Model kompetensi yang akurat
akan dapat menentukan dengan tepat pengetahuan serta
ketrampilan apa saja yang dibutuhkan untuk berhasil dalam suatu
pekerjaan. Apabila seseorang pemegang posisi mampu memiliki
kompetensi yang dipersyaratkan pada posisinya maka ia dapat
diprediksikan akan sukses.
2). Merekrut karyawan yang andal. Apabila telah berhasil
ditentukan kompetensi- kopentensi apa saja yang diperlukan
48
suatu posisi tertentu, maka dengan mudah dapat dijadikan
kriteria dasar dalam rekrutmen karyawan baru
3). Sebagai dasar penilaian dan pengembangan karyawan.
Identifikasi kompetensi pekerjaan yang akurat juga dapat dipakai
sebagai tolak ukur kemampuan seseorang. Dengan demikian,
berdasarkan sistem kompetensi ini dapat diketahui apakah
seseorang telah bagaimana mengembangkannya, dengan pelatihan
dan pembinaan atau perlu dimutasikan kebagian lain.
Pentingnya kompetensi dalam mendorong suatu organisasi
mencapai posisi kompetitif juga ditekankan oleh Glick (2004:62)
bahwa suatu organisasi perlu memperhatikan keberhasilannya di
masa depan sebagai persiapan untuk pengembangan dan
kerjasama. Menurutnya kompetensi seseorang dapat ditunjukkan
dalam
bentuk
kemampuan
individu
untuk
menerapkan
pengetahuan ke dalam bentuk tindakan. Dalam penerapan
kompetensi ini, tentunya tiap organisasi memiliki perspektif
berbeda
berdasarkan
nilai
strategisnya
bagi
organisasi
bersangkutan. Olson dan Bolton (2002:49) mengilustrasikan
cakupan konsep kompetensi dalam literatur organisasi bahwa
kompetensi
merujuk
pada
individu
maupun
organisasi.
Karakteristik individu mencakup pengetahuan teknis dan
keterampilan (knowledge technical and skills) kinerja, serta
kompetensi penyumbang individu.
Menurut
Mathis
and
Jackson
(2002:99),
kompetensi
ketrampilan dan pengetahuan cenderung lebih nyata (visible) dan
49
relatif berada di permukaan (ujung) sebagai karakteristik yang
dimiliki manusia. Kompetensi pengetahuan dan keahlian relatif
mudah untuk dikembangkan, misalnya dengan program pelatihan
untuk meningkatkan tingkat kemampuan sumber daya manusia.
Oleh karena itu, kompetensi dalam penelitian ini dibatasi
kedalam dua aspek yakni pengetahuan dan ketrampilan kerja. Hal
ini sesuai dengan pendapat Palan (2007) bahwa ada dua unsur
kompetensi yang menonjol yakni pengetahuan dan keahlian atau
ketrampilan. Kedua kompetensi ini biasanya mudah untuk
dikembangkan dan tidak memerlukan biaya pelatihan yang besar
untuk
menguasainya
sedangkan
kompetensi
konsep
diri,
karakteristik pribadi dan motif sifatnya tersembunyi dan karena
itu lebih sulit untuk dikembangkan atau dinilai.
Pengetahuan sebagai aspek pertama dari kompetensi pegawai
dalam penelitian ini bukanlah merupakan pengetahuan umum
semata melainkan pengetahuan tentang tugas yang sangat penting
bagi setiap staf untuk melaksanakan tugasnya. Lebih lanjut
menurut Gibson (2003:56) merupakan tingkat pemahaman lisan
seseorang pegawai tentang apa yang dia ketahui dari pengalaman
dan proses belajar. Pengetahuan yang baik tentang tugas di dalam
diri pegawai cenderung akan meningkatkan kualitas pekerjaannya
Apabila pegawai tersebut memiliki pengetahuan yang baik
tentang pekerjaannya, maka dia akan dapat menyelesaikan
pekerjaan tersebut dengan baik, dan demikian sebaliknya.
Ketrampilan sebagai variabel kedua dari kompetensi adalah
kecakapan yang berhubungan dengan tugas yang dimiliki dan
50
dipergunakan oleh seseorang pada waktu yang tepat (Gibson,
2003:41). Staf yang bertugas memberikan pelayanan kepada
masyarakat harus dapat berperilaku professional yang dapat
ditunjukkan dengan memiliki dan menerapkan ilmu pengetahuan
ilmiah dan teknologi, memiliki dan menerapkan keterampilan
profesional dan kehidupan profesional (Mathis&Jackson, 2002:8).
Notoadmojo (2003) dalam Hyacintha (2009:15) mengutarakan
bahwa semakin tinggi keterampilan yang dimiliki oleh tenaga
kerja, semakin efisien badan, tenaga, dan pemikirannya dalam
melaksanakan pekerjaan. Sirait (2006:27) dalam penelitiannya
juga menyatakan bahwa pendidikan dan latihan memberikan
pegawai keterampilan yang mereka butuhkan dan dengan adanya
keterampilan dapat meningkatkan rasa percaya diri staf dalam
melaksanakan pekerjaannya.
2.1.2.5 Hubungan Kompetensi dengan Prestasi Kerja
Kinerja adalah tingkat keberhasilan dalam melaksanakan
tugas, serta kemampuan untuk mencapai tujuan yang telah
ditetapkan. Kinerja dikatakan baik dan sukses jika tujuan yang
diinginkan dapat tercapai dengan baik (Gibson et.al., 2007:171).
Kinerja karyawan adalah prestasi (hasil) kerja karyawan atau
pegawai selama periode tertentu dibandingkan dengan berbagai
kemungkinan (standar, target, atau kriteria) yang telah ditentukan
terlebih dahulu dan disepakati bersama (Soeprihanto, 2007:7)
Irawan dkk. (2007:11) yang dimaksud dengan kinerja
(performance) adalah hasil kerja yang bersifat konkrit, dapat
51
diukur, dan dapat diamati. Lebih lanjut dikatakan bahwa kinerja
bersifat aktual (riil) sedang tujuan bersifat ideal. Kinerja diartikan
sebagai hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh
pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung
jawab yang diberikan kepadanya.
Kinerja adalah hasil kerja yang dicapai oleh seseorang atau
sekelompok orang dalam suatu organisasi, sesuai dengan
wewenang dan tanggung jawab masing-masing, dalam rangka
upaya mencapai tujuan organisasi bersangkutan secara legal, tidak
melanggar hukum dan sesuai dengan moral atau etika
(Prawirosentono, 2009:2).
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kinerja berarti (1)
sesuatu yang dicapai, (2) prestasi yang diperhatikan, dan (3)
kemampuan kerja. Salim dalam The Contemporary EnglishIndonesia Dictionary mengatakan, istilah kinerja (performance)
digunakan bila seorang menjalankan suatu tugas atau proses
dengan terampil sesuai dengan prosedur dan ketentuan yang ada
(Salim, 2006:631). Dalam kajian manajemen kinerja berarti hasil
dari sukses kerja seseorang atau sekelompok untuk mencapai
sasaran-sasaran yang relevan (Kast dan Rozenweing, 2005:25).
Dari uraian tersebut dapat dikemukakan bahwa kinerja
(performance) dapat berupa hasil kerja, prestasi kerja, atau tingkat
keberhasilan seseorang dalam tugas dan tanggung jawabnya yang
diberikan kepadanya.
Timpe (2002:33) menyebutkan bahwa kinerja dipengaruhi oleh
faktor-faktor internal dan eksternal. Kinerja individu akan baik
52
jika dari faktor internal: memiliki kemampuan tinggi dan kerja
keras, dan dari faktor eksternal: adanya pekerjaan mudah, nasib
baik, bantuan dari rekan kerja, dan pimpinan yang baik. Jika tidak
demikian halnya, maka kinerja individu adalah buruk. Pernyataan
yang senada dikemukakan Griffin (2004:394-395), bahwa kinerja
kerja ditentukan oleh tiga hal, yaitu kemampuan, keinginan, dan
lingkungan. Untuk itu agar individu mempunyai kinerja yang
baik, maka harus mengetahui bagaimana cara melakukannya
dengan benar, mempunyai keinginan yang tinggi, dan lingkungan
kerja yang mendukung.
Dasar kinerja dipengaruhi oleh faktor-faktor harapan mengenai
imbalan, dorongan, kemampuan-kebutuhan-sifat, persepsi kita
terhadap tugas, imbalan intrinsik dan ekstrinsik, persepsi terhadap
tingkat imbalan, dan kepuasan kerja. Hal yang sama (Palan,
2010:24-25), mengemukakan bahwa kinerja dalam menjalankan
tugasnya tidak berdiri sendiri, ia berhubungan dengan kepuasan
dan tingkat imbalan atau harapan. Kinerja yang baik dipengaruhi
oleh kemampuan (knowledge dan skill) dan motivasi (attitude dan
situation) seseorang.
Performance = Ability + Motivation
Gordon (2003:141) menyatakan bahwa : “performance was a
function of employee’s ability, acceptance of the goals, level of
the goals and the interaction of the goal with their ability”. Dari
definisi ini, mengungkapkan bahwa kinerja terdiri dari empat
unsur; yaitu: kemampuan, penerimaan tujuan-tujuan, tingkatan
53
tujuan-tujuan yang dicapai, dan interaksi antar tujuan dengan
kemampuan para anggota organisasi.
Masing-masing unsur tersebut turut berpengaruh terhadap
kinerja seseorang. Kinerja seseorang dapat ditingkatkan apabila
ada kesesuaian antara pekerjaan dan kemampuan (Robbins,
2006:83). Kemampuan individu adalah suatu faktor yang merujuk
ke suatu kapasitas individu untuk mengerjakan berbagai tugas
dalam suatu pekerjaan. Kemampuan ini banyak faktor yang
mempengaruhinya, diantaranya adalah pendidikan dan pelatihan.
Bila kemampuan ini disertai dengan bakat seseorang akan dapat
merupakan faktor yang menentukan prestasi seseorang.
Pelatihan dapat mengembangkan kemampuan, kecakapan, dan
keterampilan. Kemampuan dapat dibedakan atas kemampuan
fisik dan kemampuan intelektual. Kemampuan intelektual adalah
kemampuan yang digunakan untuk menjalankan kegiatan mental,
sedangkan kemampuan fisik (jasmani) untuk melakukan tugas
yang menuntut stamina, kekuatan, dan kecekatan.
Seseorang karyawan yang memiliki kemampuan kurang dari
yang dipersyaratkan akan besar kemungkinannya untuk gagal.
Jika sebaliknya, yaitu memiliki kemampuan lebih tinggi dari yang
dipersyaratkan, maka akan menjadi tidak efisien di dalam
organisasi dan bahkan dapat berakibat kurang puas kerja atau
dapat
pula
menimbulkan
stress/frustrasi,
dan
sebagainya
(Robbins, 2006:84). Jadi pegawai sangat perlu ditempatkan pada
pekerjaan yang sesuai dengan posisinya dan sesuai dengan
54
keahliannya (the right man in the right place, the right man on the
right job).
Tujuan organisasi harus diketahui dengan jelas oleh setiap
anggota organisasi. Hal demikian akan memberikan arah bagi
mereka dalam menyelesaikan tugas. Sejauh mana penerimaan
tujuan organisasi akan mempengaruhi hasil kerja anggota
organisasi yang bersangkutan. Jika tujuan organisasi diketahui
dengan jelas dan disertai dengan kemampuan tinggi untuk
menyelesaikan pekerjaan dalam pencapaian tujuan tersebut, maka
pekerjaan itu akan memberikan hasil yang memuaskan.
Kinerja merupakan tanda keberhasilan suatu organisasi dan
orang-orang yang berada dalam organisasi (Hickman, 2000:225).
Senada dengan itu, Stoner, et.al. (2006:249) mengemukakan:
kinerja adalah kunci yang harus berfungsi secara efektif agar
organisasi secara keseluruhan dapat berhasil. Untuk itu kinerja
yang baik, harus dilakukan evaluasi secara terus menerus agar
mencapai keberhasilan secara individu ataupun secara organisasi.
Ada tiga kriteria dalam mengevaluasi kinerja individu, yaitu
tugas individu, perilaku individu, dan ciri individu (Robbins,
2006:649-651). Menilai kinerja individu melalui hasil tugas yang
dimaksudkan adalah menilai hasil pekerjaan kerja individu.
Misalnya
terhadap
produk
yang
dihasilkan,
efektivitas
pemanfaatan waktu, dan sebagainya. Penilaian kinerja individu
melalui perilaku, agak sulit dilakukan, namun dapat diamati
dengan cara membandingkan perilaku rekan kerja mereka yang
setara, atau dapat pula dilihat dari cara penerimaan melalui tugas
55
dan berkomunikasi. Sedangkan menilai kinerja individu dengan
melalui pendekatan ciri individu adalah dengan melihat ciri-ciri
individu, misalnya melalui sikap, persepsi, dan sebagainya.
Sutarto Wijono (2010:81) menyebutkan beberapa faktor yang
perlu diketahui sehubungan dengan penilaian kerja pegawai,
yaitu: (1) pengetahuan tentang pekerjaan, (2) kemampuan
membuat pertimbangan, (3) pengetahuan tentang standar mutu
pekerjaan yang disyaratkan, (4) tingkat produktivitas/kualitas
hasil kerja karyawan tersebut, (5) pengetahuan teknis atas
pekerjaan, (6) kemandirian dalam bekerja, (7) kemampuan relasi
& berkomunikasi, (8) kepemimpinan & delegasi, (9) minat dan
motivasi, (10) sikap positif (11) efektifitas. Kesemua faktor
tersebut
dapat
disederhanakan
menjadi
tiga,
yaitu:
(1)
pelaksanaan tugas yang meliputi nomor 1, 2, 3, dan 5, (2) perilaku
karyawan yang meliputi nomor 6, 7, 8, 9, 10 dan (3) hasil tugas
yang meliputi nomor 4 dan 11.
Dari uraian di atas dapat dikatakan bahwa yang disebut kinerja
adalah tingkat keberhasilan karyawan dalam melaksanakan tugas
dan tanggung jawab yang diberikan kepadanya dan mencapai
tujuan yang ditetapkan, ditunjukkan dengan kemampuan, cara
berperilaku, dan hasil tugasnya. Dari beberapa indikator yang
dikemukakan oleh para ahli, pada dasarnya memiliki pandangan
yang sama, bahwa untuk mencapai tujuan organisasi diperlukan
tingkat kinerja yang baik secara individual maupun organisasi.
Banyak pendekatan yang dilakukan dalam mengembangkan
kerangka kerja kompetensi. Framework yang paling sering
56
digunakan adalah kompetensi Spencer. Kompetensi
menurut
Spencer &Spencer (1993:82) adalah karakteristik dasar yang
dimiliki seorang individu yang berhubungan secara kausal dalam
memenuhi kriteria yang diperlukan dalam menduduki suatu
jabatan. Kompetensi terdiri dari 5 tipe karakteristik, yaitu motif
(kemauan dan menjadi sebab dari tindakan), faktor bawaan
(karakter dan respon yang konsisten), konsep diri (gambaran diri),
pengetahuan (informasi dalam bidang tertentu) dan keterampilan
(kemampuan untuk melaksanakan tugas). Kamus kompetensi
menurut Spencer&Spencer bisa dilihat pada gambar dibawah ini:
Gambar 2.8 Peta Hubungan Kompetensi dan Kinerja
Sumber Competency Theory of Spencer (1999)
2.1.2.6 Kebutuhan Pengembangan Talents Berdasarkan Gap
Kompetensi
Palan (2007:21) mengatakan bahwa hal yang mendorong
organisasi untuk fokus pada kompetensi adalah organisasi harus
57
selalu meningkatkan kompetensi karyawan agar berprestasi dan
sukses. Sekarang organisasi-organisasi melakukan upaya besarbesaran agar berkinerja unggul, yang hanya dapat dicapai dengan
berinvestasi pada tenaga kerja yang kompeten. Konsep hubungan
kerja dengan sendirinya mengalami perubahan; dipekerjakan
bukan lagi untuk seumur hidup, melainkan dipekerjakan selama
keahliannya dibutuhkan oleh perusahaan. Apabila ada karyawan
tidak lagi mengembangkan kompetensinya melalui belajar dan
berkinerja, maka mereka akan menciptakan kesalahan fatal.
Sindrom seperti ini dikenal dengan nama Peter’s Principle.
Kompetensi sering digunakan sebagai kriteria utama untuk
menentukan kerja karyawan seperti profesional, manajerial atau
senior manajer. Perusahaan akan mempromosikan karyawan yang
siap memenuhi kriteria kompetensi yang dibutuhkan dan
dipersyaratkan untuk ke jenjang yang lebih tinggi. Karena
kompetensi merupakan suatu kecakapan dan kemampuan individu
dalam mengembangkan dan menggunakan potensi-potensi dirinya
dalam
merespon
perubahan-perubahan
yang
terjadi
pada
lingkungan organisasi atau tuntutan dari pekerjaan yang
menggambarkan satu kinerja.
Kompetensi dapat juga digunakan sebagai kriteria untuk
menentukan penempatan kerja karyawan. Karyawan yang
ditempatkan pada tugas tertentu akan mengetahui kompetensi apa
yang diperlukan, serta jalan yang harus ditempuh untuk
mencapainya dengan mengevaluasi kompetensi-kompetensi yang
sesuai dengan tolok ukur penilaian kinerja. Sehingga sistem
58
pengelolaan sumber daya manusia lebih terarah, karyawan dapat
dikembangkan untuk meningkatkan pengetahuan, ketrampilan,
keahlian, tingkat kompetensi dan kinerjanya.
Mencermati berbagai uraian tentang konsep kompetensi di
atas, terlihat adanya hubungan erat antara kompetensi dengan
kinerja. Hal yang sama juga dikemukakan oleh Prihadi (2004:38)
bahwa kompetensi menghasilkan kinerja yang efektif dan/atau
superior. Ini berarti kompetensi mempunyai hubungan yang erat
dengan kinerja. Bisa dikatakan bila pegawai memiliki kompetensi
di bidangnya maka pegawai tersebut akan meningkatkan kinerja
yang efektif. Demikian pula bila motivasi kerja karyawan tinggi
maka akan meningkatkan kinerja.
Menurut Spencer dan Spencer (2003:84), dikutip oleh Sutoto
(2004:16), kompetensi mencakup kesadaran dalam berorganisasi
(organizational awareness/OA), membangun/membina hubungan
(relationship building/RB) dan orientasi pencapaian (achievement
orientation/ACH). Kesadaran berorganisasi (OA) merupakan
kemampuan untuk memahami hubungan kekuasan atau posisi
dalam organisasi, pembinaan hubungan
(RB) merupakan
besarnya usaha untuk menjalin dan membina hubungan sosial
atau jaringan hubungan sosial agar tetap hangat dan akrab.
Orientasi pencapaian (ACH) merupakan derajat kepedulian
seorang pegawai terhadap pekerjaannya, sehingga terdorong
berusaha untuk bekerja lebih baik atau di atas standar.
Prayitno dan Suprato (2002:31), mengatakan bahwa standar
kompetensi adalah spesifikasi atau sesuatu yang dilakukan,
59
memuat persyaratan minimal yang harus dimiliki seseorang yang
akan melakukan pekerjaan tertentu agar bersangkutan mempunyai
kemampuan melaksanakan pekerjaan dengan hasil baik
Betapa pentingnya kinerja karyawan bagi perusahaan sehingga
program pengembangan karyawan berbasis kompetensi dan iklim
organisasi merupakan salah satu upaya dapat meningkatkan
kinerja, karena pengembangan karyawan berbasis kompetensi dan
motivasi kerja merupakan wujud perhatian dan pengakuan
perusahaan atau pimpinan kepada karyawan yang menunjukkan
kemampuan kerja, kerajinan, dan kepatuhan serta disiplin kerja.
Pengelolaan karyawan yang efektif melalui cara peningkatan
keterampilan dan keahlian karyawan atau kompetensi dan iklim
organisasi juga memberikan kesempatan pada karyawan untuk
dapat meningkatkan prestasi kerja dan berkembang lebih maju
apabila kompetensi dan iklim organisasi diberikan secara tepat
dan peningkatan kompetensi disesuaikan dengan pendidikan yang
dimiliki oleh karyawan. Harapannya adalah karyawan dapat
melakukan pekerjaannya dengan baik, produktifitas kerja
meningkat dan memberikan pelayanan yang terbaik kepada
pelanggan. Hal ini akan terjadi bila mempertimbangkan adanya
kecenderungan semangat kerja/motivasi yang tinggi dan juga
akan meningkatkan loyalitas karyawan kepada perusahaan. Jadi
jelaslah bahwa kompetensi, iklim organisasi dan kinerja saling
berhubungan. Hal ini harus lebih diperhatikan karena terdapat
hubungan yang saling mempengaruhi antara ketiganya. Disatu
pihak, kompetensi dan iklim organisasi dapat meningkatkan
60
kinerja sehingga pengembangan kompetensi dan motivasi yang
baik akan dapat meningkatkan kinerja karyawan tersebut.
Upaya peningkatan kinerja yang dilakukan oleh tiap organisasi
memiliki perspektif yang berbeda. Upaya tersebut berupa
perbaikan kualitas sumber daya yang ada di dalamnya misalnya
menetapkan kompetensi setiap staf, menyeimbangkan jumlah
kerja dengan beban kerja, pemenuhan sarana fisik, perbaikan
sistem manajemen dan memberi perhatian kepada seluruh staf
serta menciptakan iklim kerja yang kondusif bagi organisasinya.
Pemetaan kompetensi menjadi hal yang penting dalam proses
pemberian training. Pekerja harus melalui proses competency
assessment agar diketahui mana kompetensi yang belum dimiliki
secara
optimal
dalam
meningkatkan
performance
dalam
pekerjaannya. Sehingga secara sederhana, proses pemetaan
kompetensi bekerja sampai pemberian training dapat dilihat
dalam bagan berikut ini :
Gambar 2.9 Proses Training berdasarkan Alat Uji Kompetensi
61
Berdasarkan bagan diatas, idealnya, dalam pemberian training,
perusahaan harus menentukan dulu Job Description dari masingmasing posisi. Dengan mengetahui deskripsi apa saja yang
melekat dalam suatu jabatan, kita dapat melihat kompetensi yang
juga melekat di dalamnya. Kompetensi tersebut bisa jadi
terbentuk atas beberapa sub-sub kompetensi. Unit kompetensi
inilah yang akan kita jadikan sebagai alat ukur yang dapat
memetakan kebutuhan kompetensi pekerja. Kemudian pekerja diassess dengan alat ukur kompetensi yang sudah kita buat. Dari
situ akan terlihat gap kompetensi nya yang mana akan dijadikan
sebagai materi pemberian training untuk pekerja tersebut.
Namun tidak mudah untuk menurunkan unit unit kompetensi
ini menjadi sebuah alat ukur (biasanya berupa pertanyaanpertanyaan/ ujian). Dalam ilmu Psikologi sendiri hal ini disebut
konstruksi tes. Bagaimana kita menyusun sebuah alat ukur uji
kompetensi akan dipengaruhi sangat banyak faktor. Setidaknya
alat ukur tersebut harus dapat mengukur apa yang menjadi tujuan
kita untuk melakukan pengukuran. Misalnya, dari pertanyaanpertanyaan yang disusun, apakah hal tersebut mampu memetakan
level kompetensi seseorang? Bagaimana dengan waktu dalam
pengerjaannya? Bagaimana juga dengan pembentukan tes nya?
Apakah dengan sistem online atau masih manual? Hal tersebut
harus didiskusikan lebih lanjut dengan para stakeholder agar
tujuan yang dimaksud dapat diperoleh dengan maksimal.
Pemberian training berdasarkan gap kompetensi ideal sangat
efektif dilakukan untuk mengembangkan kompetensi di dunia
62
kerja. Manfaat bagi perusahaan adalah perusahaan (dalam hal ini
HR) dapat secara efektif dan efisien memberikan treatment
pendidikan kepada pekerja, hal ini akan berimplikasi dengan
meningkatnya kualitas Sumber Daya Manusia di perusahaan
tersebut. Perusahaan juga bisa meminimalisasi adanya kekeliruan
dari proses operasional yang dilakukan pekerja saat melakukan
pekerjaannya. Dengan pengetahuan yang cukup, target produksi
akan semakin mendekati kenyataan.
Gambar 2.10 Tujuan Program Pelatihan dan Pengembangan adalah
Performa yang lebih baik
Bagi pekerja sendiri metode pemberian training based
competency ini sangat bermanfaat karena dapat meningkatkan
knowledge, skill dan attitude seseorang dalam bekerja. Dengan
meningkatnya performa kerja, ia jadi lebih mudah dipromosikan
63
ke job position yang lebih tinggi. Hal ini secara tidak langsung
dapat lebih efektif memberikan kesejahteraan bagi dirinya. Alat
ukur kompetensi ini membutuhkan effort yang cukup besar dalam
pembentukannya. Namun hal ini menjadi tools yang efektif untuk
memberikan nilai tambah bagi proses training. Proses training
tidak boleh dilihat sebagai sesuatu yang sifatnya opsional. Hal ini
menjadi penting bagi kemajuan perusahaan.
2.2
Kerangka Pikir
Kompetensi adalah kapasitas untuk menangani suatu pekerjaan
atau tugas berdasarkan suatu standar yang telah ditetapkan.
Disamping itu, kompetensi menunjukkan keterampilan atau
pengetahuan yang dicirikan oleh profesionalisme dalam suatu
bidang tertentu sebagai suatu yang terpenting. Kompetensi
mempengaruhi kinerja seseorang, yang berarti kompetensi
merupakan kombinasi dari pengetahuan dan ketrampilan yang
mempengaruhi kinerja. Dengan demikian kompetensi dibangun
dari tingkat pendidikan, pelatihan, dan pengalaman kerja seorang
pegawai selama yang bersangkutan melakukan tugas-tugas dan
tanggung jawabnya.
Penentuan ambang kompetensi yang dibutuhkan tentunya
dapat dijadikan dasar proses seleksi, perencanaan, evaluasi
kinerja karyawan dan pengembangan sumber daya manusia.
Mengacu
pada
kemampuan
pengertian
teknis,
kompetensi
ketrampilan
dalam
yang
terdiri
atas
menganalisa
dan
mengambil keputusan, kemampuan berkomunikasi, kemampuan
64
bekerja mandiri dan kelompok sampai pada aspek kepemimpinan
dan manajerial, maka melalui suatu kompetensi tertentu seorang
karyawan akan bekerja semakin baik dan berkualitas. Pengaruh
kompetensi
menggunakan
terhadap
kinerja
dalam
teori
kompetensi
penelitian
Spencer
terdahulu
(2001:41)
yang
menyatakan bahwa kompetensi terdiri dari indikator pengetahuan
dan
ketrampilan.
Smith
dan
Millership
(2007:73)
juga
menyatakan bahwa kompetensi itu merupakan kombinasi
pengetahuan dan ketrampilan yang relevan dengan pekerjaan.
Secara
skematis
kerangka
pikir
penelitian
digambarkan dalam bentuk skema sebagai berikut:
Proses Analisa Talent Development Needs
Gambar 2.11 Kerangka Pikir Penelitian
65
ini
dapat
2.3
Hipotesis
Hipotesis yang dikembangkan untuk menjawab penelitian ini
dimana responden bekerja yaitu di Bank BJB Cabang Hasyim
Ashari; yang terdiri dari dua kriteria talent yaitu talent yang
berkinerja superior dan talent yang berkinerja average adalah
sebagai berikut :
1. H0 : Level kompetensi antara talents superior tidak
berbeda dengan talents average.
2. H0 : Level kompetensi talents junior (bekerja kurang dari
5 tahun) tidak berbeda dengan level kompetensi talents
senior (bekerja lebih dari 6 tahun)
3. H0 : Tidak adanya kebutuhan program pengembangan
dan pelatihan berdasarkan gap kompetensi dari talent
pool.
66
Download