BAB II LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Manajemen SDM Dalam bukunya, Stephen Robbins dan Mary Coulter (2010 : 7) menulis bahwa manajemen mengacu pada proses mengkoordinasi dan mengintegrasikan kegiatan-kegiatan kerja agar diselesaikan secara efisien dan efektif dengan dan melalui orang lain. Sementara Ismail Solihin (2009 : 4) mendefinisikan manajemen adalah sebagai sebuah proses perencanaan, pengorganisasian, kepemimpinan dan pengendalian dari berbagai sumber daya organisasi untuk mencapai tujuan secara efektif dan efisien. Mulai disadari bahwa manusia tidak hanya sebagai sumber daya penting yang memiliki kemampuan untuk mengerjakan sesuatu dalam proses kerja, tetapi sebagai potensi talents human capital, sebagai intangible assets yang memiliki pengetahuan, ketrampilan, dan motivasi. Talents dilihat sebagai semua kemampuan atau ketrampilan yang potensial dan dapat dilatih demi kepentingan organisasi semata untuk mencapai high performance melalui pendidikan, pelatihan atau pengembangan. Manajemen SDM dilihat sebagai suatu proses yang berkelanjutan dari awal pekerja masuk untuk bekerja di suatu perusahaan hingga akhirnya keluar dari perusahaan tersebut. 1 0 PROSES MANAJEMEN SDM Proses manajemen sumber daya manusia sebagaimana disampaikan oleh Pigors dan Myers (1961) yaitu menekankan pada; recruitment (pengadaan), maintenance (pemeliharaan) dan development (pengembangan). 1. Pengadaan Sumber Daya Manusia Recruitment disini diartikan pengadaan, yaitu suatu proses kegiatan mengisi formasi yang lowong, mulai dari perencanaan, pengumuman, pelamaran, penyaringan sampai dengan pengangkatan dan penempatan. Pengadaan yang dimaksud disini lebih luas maknanya, karena pengadaan dapat merupakan salah satu upaya dari pemanfaatan. Jadi pengadaan disini adalah upaya penemuan calon dari dalam organisasi maupun dari luar untuk mengisi jabatan yang memerlukan SDM yang berkualitas. Jadi bisa berupa recruitment from outside dan recruitment from within. Recruitment from within merupakan bagian dari upaya pemanfaatan SDM yang sudah ada, antara lain melalui pemindahan dengan promosi atau tanpa promosi. Untuk pengadaan pekerja dari luar tahapan seleksi memegang peran penting. Seleksi yang dianjurkan bersifat terbuka (open competition) yang didasarkan kepada standar dan mutu yang sifatnya dapat diukur (measurable). Pada seleksi pekerja baru maupun perpindahan baik promosi dan tanpa promosi, harus memperhatikan unsur-unsur 2 antara lain; kemampuan, kompetensi, kecakapan, pengetahuan, keterampilan, sikap dan kepribadian. Tahapan pemanfaatan SDM ini sangat memegang peranan penting, dan merupakan tugas utama dari seorang pimpinan. Suatu hal yang penting disini adalah memanfaatkan SDM atau pekerja secara efisien, atau pemanfaatan SDM secara optimal, artinya pekerja dimanfaatkan sebesar-besarnya namun dengan tetap memperhatikan dan mempertimbangkan batas-batas kemungkinan pemanfaatan yang wajar. Orang tidak merasa diperas karena secara wajar pula orang tersebut menikmati kemanfaatannya. Prinsip pemanfaatan SDM yang terbaik adalah prinsip satisfaction yaitu tingkat kepuasan yang dirasakan sendiri oleh pekerja yang menjadi pendorong untuk berprestasi lebih tinggi, sehingga makin bermanfaat bagi organisasi dan pihakpihak lain. Pemanfaatan SDM dapat dilakukan dengan berbagai cara, mulai dari yang paling mudah dan sederhana sampai cara yang paling canggih. Pemanfaatan SDM perlu dimulai dari tahap pengadaan, dengan prinsip the right man on the right job. 2. Pemeliharaan Sumber Daya Manusia Pemeliharaan atau maintenance merupakan tanggung jawab setiap pimpinan. Pemeliharaan SDM yang disertai dengan ganjaran (reward system) akan berpengaruh terhadap jalannya suatu organisasi. Tujuan utama dari pemeliharaan adalah untuk membuat orang yang ada dalam organisasi betah 3 dan bertahan, serta dapat berperan secara optimal. Sumber daya manusia yang tidak terpelihara dan merasa tidak memperoleh ganjaran atau imbalan yang wajar, dapat mendorong pekerja tersebut keluar dari organisasi atau bekerja tidak optimal. Pemeliharaan SDM pada dasarnya adalah untuk memperhatikan dan mempertimbangkan secara seksama hakikat manusianya. Manusia memiliki persamaan disamping perbedaan, manusia mempunyai kepribadian, mempunyai rasa, karsa dan karyacipta. Manusia mempunyai kepentingan, kebutuhan, keinginan atau kehendak serta kemampuan, dan manusia juga mempunyai harga diri. Hal-hal tersebut di atas harus menjadi perhatian pimpinan dalam manajemen SDM. Pemeliharaan SDM perlu diimbangi dengan sistem ganjaran (reward system), baik yang berupa finansial; seperti gaji, tunjangan, Yang bersifat material seperti fasilitas kendaraan, pengobatan, dan lain-lain; lalu immaterial seperti kesempatan untuk pendidikan dan pelatihan, dan lain-lain. Pemeliharaan dengan sistem ganjaran ini diharapkan dapat membawa pengaruh terhadap tingkat prestasi dan produktitas kerja. 3. Pengembangan Sumber Daya Manusia Sumber daya manusia yang ada didalam suatu organisasi perlu pengembangan sampai pada taraf tertentu sesuai dengan perkembangan organisasinya. Apabila organisasi ingin berkembang sebaiknya diikuti oleh pengembangan sumber 4 daya manusia. Pengembangan sumber daya manusia ini dapat dilaksanakan melalui pendidikan dan pelatihan yang berkesinambungan. Pendidikan dan pelatihan merupakan upaya untuk pengembangaan SDM, terutama untuk pengembangan kemampuan intelektual dan kepribadian. Pendidikan pada umumnya berkaitan dengan mempersiapkan calon tenaga yang digunakan oleh suatu organisasi, sedangkan pelatihan lebih berkaitan dengan peningkatan kemampuan atau keterampilan pekerja yang sudah menduduki suatu jabatan atau tugas tertentu. Untuk pendidikan dan pelatihan ini, langkah awalnya perlu dilakukan analisis kebutuhan atau need assessment, yang menyangkut tiga aspek, yaitu : (1) analisis organisasi, untuk menjawab pertanyaan : „Bagaimana organisasi melakukan pelatihan bagi pekerjanya‟, (2) analisis pekerjaan, dengan pertanyaan : „Apa yang harus diajarkan atau dilatihkan agar pekerja mampu melaksanakan tugas atau pekerjaannya‟ dan (3) analisis pribadi, menekankan „Siapa membutuhkan pendidikan dan pelatihan apa‟. Hasil analisis ketiga aspek tersebut dapat memberikan gambaran tingkat kemampuan atau kinerja pegawai yang ada di organisasi tersebut. Kinerja atau performance dipengaruhi oleh beberapa faktor yang disingkat "ACIEVE" yaitu : ability (kemampuan pembawaan), capacity (kemampuan yang dapat dikembangkan), 5 incentive (insentif material dan non-material), environment (lingkungan tempat kerja), validity (pedoman, petunjuk dan uraian kerja) dan evaluation (umpan balik hasil kerja). Dari beberapa faktor di atas, yang dapat diintervensi dengan pendidikan dan pelatihan adalah capacity atau kemampuan pekerja yang dapat dikembangkan, sedangkan faktor lainnya diluar jangkauan pendidikan dan pelatihan. Namun sejalan berjalannya waktu proses SDM pun berkembang seperti pada Skema manajemen SDM dapat dilihat pada gambar di bawah ini : Gambar 2.1 Sistem strategis HRD 2.1.1.1 Perspektif dan Definisi Talent Management Istilah “talent management” menjadi terkenal sekitar sepuluh tahun yang lalu, ketika perusahaan konsultan manajemen yang bernama McKinsey melaporkan bahwa pengusaha menghadapi “perang untuk talent” (“war for talent”) dan merasa sulit untuk merekrut karyawan yang berbakat karena pasar tenaga kerja yang 6 ketat (Collings & Mellahi , 2009; Zheng et al, 2008 dalam Hartmann, Feisel, & Schober, 2010). Sejak saat itu, topik talent management menjadi semakin penting dan telah mendapat perhatian baik dalam literatur maupun praktek bisnis. Telah diklaim bahwa ''lebih penting dari yang pernah ada untuk keberhasilan strategis organisasi'' (Boudreau, 2005 dalam Hartmann et al., 2010) dan “cepat mendapatkan prioritas utama dalam organisasi di seluruh negara'' (Bhatnagar, 2008 dalam Hartmann et al., 2010). Definisi dari talent management itu sendiri adalah sebuah upaya strategis sistematis yang direncanakan oleh perusahaan untuk menggunakan sekumpulan praktik manajemen sumber daya manusia yang meliputi mendapatkan dan menilai karyawan, pembelajaran dan pengembangan, manajemen kinerja, dan kompensasi untuk menarik, mempertahankan, mengembangkan, dan memotivasi karyawan yang berketerampilan tinggi dan manajer (Noe et al., 2012). Teori yang lain menyebutkan bahwa meskipun istilah talent management telah digunakan secara luas, dalam penelitian akademik agak terfragmentasi. Hal ini mencakup berbagai aspek strategis HRM (Human Resource Management) (Bhatnagar, 2007; Collings & Mellahi, 2009 dalam Hartmann et al., 2010). Dalam review tentang konsep talent management, Lewis dan Heckman (2006 dalam Hartmann et al., 2010) mengidentifikasi ada tiga aliran penelitian yang berbeda: (1) talent management sebagai sekumpulan praktek HRM yang khas, (2) talent management sebagai klasifikasi umum karyawan dalam 7 kelompok talent yang berbeda, dan (3) talent managment sebagai konsep kolam bakat internal. Akhir-akhir ini, Collings dan Mellahi (2009 dalam Hartmann et al., 2010) menemukan aliran keempat yang berfokus mengidentifikasi posisi kunci yang memiliki dampak cukup signifikan pada keunggulan kompetitif perusahaan. Keempat aliran yang memiliki pemikiran berbeda akan diuraikan secara singkat di bawah ini. Perspektif pertama pada talent management berfokus pada “pengumpulan praktek, fungsi atau kegiatan HRM yang khas” (Lewis & Heckman, 2006:140 dalam Hartmann et al., 2010). Peneliti aliran ini memiliki pandangan yang luas dari talent management. Talent management dapat dibedakan dari HRM tradisional dengan lebih strategis dan berorientasi masa depan, serta sejalan dengan keseluruhan tujuan strategis perusahaan (Blackman & Kennedy, 2008; Lewis & Heckman, 2006; Schweyer, 2004 dalam Hartmann et al., 2010). Secara umum, perspektif ini pada talent management relatif dekat dengan pemikiran dari literatur strategis manajemen sumber daya manusia (Collings & Mellahi, 2009 dalam Hartmann et al., 2010). Perspektif kedua talent management melihat karyawan yang berbakat sebagai barang berharga (''potensi tinggi”), yang perlu dicari, terlepas dari kebutuhan spesifik organisasi. Peneliti aliran ini biasanya mengklasifikasikan karyawan menjadi individu yang berperforma tinggi, menengah dan rendah (juga dilabel a, b, dan c) serta menyarankan bahwa kegiatan pembangunan harus berkonsentrasi hanya pada individu berperforma tinggi (Michaels, 8 Handfield, & Axelrod, 2001; Smart, 2005 dalam Hartmann et al., 2010). Argumen khas diajukan oleh perspektif ini pada talent management adalah “organisasi hanya sekuat yang terlihat pada talenta puncaknya'' (Walker & LaRocco, 2002:12 dalam Hartmann et al., 2010). Pendekatan ini juga telah menerima banyak perhatian dalam praktiknya. Penerapannya harus dipertanyakan karena hal ini tidak diinginkan untuk mengisi semua posisi dalam sebuah organisasi dengan top performer (Collings & Mellahi, 2009 dalam Hartmann et al., 2010). Perspektif ketiga tentang talent management, yang berkonsentrasi pada aliran kerja karyawan dalam sebuah organisasi, juga dikenal sebagai “suksesi atau perencanaan sumber daya manusia'' (Barlow, 2006; Groves, 2007; Jackson & Schuler, 1990; Lewis & Heckman , 2006 dalam Hartmann et al., 2010). Pendekatan ini berfokus pada internal daripada pasar tenaga kerja eksternal dan biasanya dimulai dengan identifikasi dan mobilisasi kolam talenta internal (Boudreau & Ramstad, 2005; Bryan, Joyce, & Weiss, 2006 dalam Hartmann et al., 2010). Perspektif keempat yang baru ditambahkan oleh Collings dan Mellahi (2009 dalam Hartmann et al., 2010) menekankan identifikasi posisi kunci yang memiliki potensi untuk berdampak pada keunggulan kompetitif suatu organisasi. Perspektif ini menyatakan bahwa talent management harus dimulai dengan identifikasi posisi penting daripada melihat talenta karyawan perseorangan. Karyawan yang bertalenta kemudian diidentifikasi 9 dan dikembangkan untuk mengisi posisi penting yang telah diidentifikasi sebelumnya. Adanya empat perspektif yang berbeda ini, pada jurnal yang lain juga dinyatakan bahwa salah satu tantangan utama dalam talent management yaitu belum adanya definisi yang jelas dan batas-batas intelektual. Lewis dan Heckman (2006 dalam “Global talent management”, 2010) menyimpulkan bahwa ada “kurang jelasnya mengenai definisi, ruang lingkup, dan tujuan keseluruhan talent management”. Selanjutnya Lewis dan Heckman (2006 dalam “Global talent management”, 2010) sendiri membagi tiga aliran talent management yang kurang lebih sama dengan tiga aliran yang telah disebutkan di atas, hanya secara sederhana aliran yang pertama mereka nyatakan yaitu talent management sebenarnya nama lain dari label “human resource management” Melihat luasnya variasi ini, jurnal “Global talent management” (2010) menyebutkan bahwa ada dua tantangan yang perlu diselesaikan yaitu pertama, para akademisi dalam area ini harus mendapatkan kejelasan dan membangun konsensus mengenai makna talent management dari sisi praktik, konseptual, dan teori, serta kedua, talent management harus dibedakan dengan human resource management. Pada teori yang lain, ada peneliti yang membagi talent management menjadi empat perspektif berdasarkan dua sumbu yaitu eksklusifitas atau inklusifitas dari fokus karyawan, dan sumbu lainnya, fokus pada posisi organisasi atau karyawan itu 10 sendiri. Keempat perspektif tersebut diuraikan sebagai berikut (Iles, Chuai, & Preece, 2010): 1. Exclusive – people: Perspektif ini menggunakan pandangan yang relatif sempit dari talent yaitu orang-orang yang memiliki kemampuan untuk membuat perbedaan yang signifikan terhadap kinerja saat ini dan masa depan organisasi (Morton, 2005 dalam Iles et al., 2010). Berdasarkan perspektif ini, tidak mungkin bagi setiap orang dalam organisasi dianggap sebagai bertalenta dan dikelola dimana karyawan yang bertalenta dipandang sebagai hal yang fundamental berbeda dari orang lain dalam hal kinerja mereka saat ini dan masa lalu dan kompetensi, serta potensi mereka. Perspektif 'exclusise - people' menyiratkan bahwa talent bukanlah titel atau posisi terkait, melainkan berdasarkan segmentasi-pembagian tenaga kerja menjadi beberapa bagian yang harus diperlakukan berbeda, seperti melalui pembedaan 'employee value propositions‟. 2. Exclusive – positions: Perspektif ini pada talent management juga mengambil posisi yang sempit atau eksklusif, tetapi pada dasar yang berbeda. Proses talent erat digabungkan dengan identifikasi 'posisi kunci‟ dalam organisasi. Organisasi fokus pada 'topgrade' atau merekrut hanya 'Pemain A' di seluruh isi perusahaan dan menghapus semua „Pemain C'. Perspektif ini memiliki beberapa kesamaan dengan salah satu 'exclusive people' dalam hal itu menekankan 'diferensiasi tenaga kerja' yaitu berbagai 'pemain' harus mendapatkan perhatian dan investasi 11 yang tidak proporsional sesuai dengan kepentingan strategis dari posisi mereka bagi organisasi. 3. Inclusive – people: Berbeda dengan dua perspektif eksklusif sebelumnya, persepektif ini mengambil sikap 'inklusif', sering disebut pertimbangan 'humanistik' yaitu secara potensial, setiap orang dalam organisasi memiliki 'talent' dan tugas organisasi adalah mengelola semua karyawan untuk memberikan kinerja tinggi . Hal ini menegaskan bahwa, dalam organisasi yang ideal, setiap orang memiliki peran untuk bermain dan sesuatu untuk berkontribusi dengan sering menawarkan sedikit petunjuk mengenai cara untuk melakukan sesuatu. Menurut Stainton (2005 dalam Iles et al., 2010), talent management harus mengadopsi pendekatan yang luas dengan mengakui bahwa setiap orang memiliki kemampuan dan potensi untuk menampilkan talentanya karena itu semua orang harus melalui proses identifikasi bakat yang sama. Peluang menjadi sangat penting, karena talent memerlukan kesempatan menampilkan diri; peluang reguler perlu disediakan bagi setiap orang untuk belajar, tumbuh dan berusaha untuk memenuhi potensi mereka (Walker, 2002 dalam Iles et al., 2010). Ashton dan Morton (2005:30 dalam Iles et al., 2010) berpendapat bahwa talent management 'bercita-cita untuk menghasilkan peningkatan kinerja diantara semua level dalam angkatan kerja, sehingga memungkinkan setiap orang untuk mencapai potensi dirinya, tidak peduli nanti menjadi apa'. 4. Social Capital: Perspektif ini memandang mayoritas talent management terlalu tergantung pada orientasi individualistik yang 12 melihat talent secara esensial sebagai human capital. Hal ini mengabaikan pentingnya konteks, modal sosial dan modal organisasi dalam kaitannya dengan kinerja organisasi. Iles dan Preece (2006 dalam Iles et al., 2010) mengikuti argumen Day (2000 dalam Iles et al., 2010), membedakan 'pengembangan pemimpin (difokuskan pada individu, bertujuan untuk meningkatkan sumber daya manusia para pemimpin) dari program pengembangan kepemimpinan (difokuskan pada aksi kolektif atau kelompok yang bertujuan untuk meningkatkan modal sosial melalui pengembangan bonds, bridges, kepercayaan dan jaringan). Pada nada yang sama, talent management biasanya dipandang sebagai lebih menekankan bakat individu (atribut atau karakteristik individu), dan mengecilkan peran faktor atau kontingensi sebagai tim, budaya, pembagian kerja, kepemimpinan dan jaringan dalam memberikan arah talent dan peluang. DEFINISI MANAJEMEN TALENTA Manajemen talenta telah didefinisikan dengan berbagai uraian dalam beberapa versi. Di antaranya adalah sebagai berikut: - Identifikasi pengembangan dan manajemen portfolio talenta – yaitu jumlah, tipe dan kualitas para karyawan yang akan mencapai sasaran operasional strategis perusahaan secara efektif. Fokusnya adalah pada pentingnya melakukan identifikasi terhadap portfolio talenta yang optimal, dengan menghitung dampak investasi pada kemampuan perusahaan untuk mencapai sasaran strategik dan operasional yang sesuai atau melebihi dari 13 yang diharapkan. (Knez & Ruse, dalam Berger & Berger 2004, 231) - An integrated set of corporate initiatives aimed at improving the calibre, availability and flexible utilization of exceptionally capable (high potential) employee who can have a disproportionate impact on business performance (Smilansky, 2006) Proses ini harus terintegrasi dengan proses regular manajemen sumber daya manusia. Proses manajemen talenta didesain untuk memastikan bahwa bisnis mengembangkan keunggulan kompetitifnya melalui utilisasi optimal sekelompok kecil individu dalam posisi kunci kepemimpinan. Kedua definisi di atas menyatakan bahwa manajemen talenta pada dasarnya adalah gabungan inisiatif yang dilakukan perusahaan untuk menciptakan keunggulan bisnisnya dengan mengoptimalisasikan karyawan bertalentanya. Kuncinya pada proses mengidentifikasi, mengembangkan, dan mempertahankan karyawan bertalenta untuk dapat terus menciptakan keunggulan bisnis bagi perusahaan. Untuk memudahkan penulisan tesis ini selanjutnya, maka penulis akan mengambil definisi manajemen talenta sebagai: “serangkaian inisiatif perusahaan yang bertujuan untuk mengoptimalisasikan sumber daya karyawan bertalenta dalam menghasilkan dampak optimal bagi kinerja perusahaan”. 14 2.1.1.2 Penelitian Terdahulu Pengembangan Karyawan dalam Talent management Manajemen talenta saat ini dirasakan sangat penting. Survei dari berbagai lembaga dunia dan wacana dari beberapa penulis mengidentifikasikan bahwa karyawan bertalenta dan pemimpin semakin hari semakin sulit dicari. Kutipan-kutipan berikut akan memperlihatkan mengapa dan betapa manajemen talenta dan pengembangan kepemimpinana dilihat semakin penting. Riset yang dilakukan Boston Consulting Group (2008) di beberapa benua dengan judul “Creating People Advantage – How to address HR Challenges Worldwide through 2015” menyimpulkan beberapa hal : - Karyawan bertalenta dan kepemimpinan akan menjadi sumber daya yang semakin langka - Usia angkatan kerja secara rata-rata akan semakin tua, dan kini orang berkecenderungan untuk memiliki lebih sedikit anak - Perusahaan-perusahaan akan bergerak menjadi organisasi global - Kebutuhan emosional karyawan akan semakin penting dari sebelumnya Data lain yang menarik berkaitan dengan manajemen talenta ini adalah research dari McKinsey (2001) yang juga mengungkapkan beberapa hal yang menarik: 15 1. Pertumbuhan perusahaan terbatas karena tidak cukupnya karyawan bertalenta yang tepat. 2. Perusahaan kekurangan pimpinan bertalenta. 3. Dalam lima tahun, rata-rata perusahaan akan kehilangan 30% dari staf eksekutifnya. 4. Tingkat kesalahan tinggi (40-50%) ketika karyawan eksekutif bertalenta dibajak dari luar perusahaan 5. Dua pertiga karyawan memiliki tingkat kepercayaan yang rendah sampai menengah akan pimpinan puncak mereka. Tiga perempat di antara eksekutif mereka juga berkata sama, 6. Karyawan menyatakan bahwa kepemimpinan perusahaan menjadi faktor utama kepuasan bekerja, komitmen dan faktor penahan dalam perusahaan. 7. Karyawan paling menghargai kualitas kejujuran dan integritas pada pemimpin 8. Hanya satu persen perusahaan yang menyatakan suksesi dalam perusahaan mereka adalah sangat baik, sementara dua pertiga di antaranya menyatakan buruk atau biasa saja. Terlihat bahwa kebanyakan organisasi masih belum memiliki kemampuan dalam pengelolaan karyawan bertalentanya, sehingga kelangkaan kepemimpinan banyak terjadi dalam organisasi. BCG global study : Creating People Advantage: Key Challenge through 2015 (2008) memaparkan hasil surveinya sebagai berikut 16 Gambar 2.2. Riset BCG tentang Isu Global Dalam SDM Sumber : LM FE UI dalam HR Champion (2010:44) Mengacu dari gambar di atas, terlihat bahwa ada tiga hal utama yang perlu menjadi fokus perhatian saat ini di bidang sumber daya manusia dikarenakan kepentingannya di masa depan yang tinggi sementara kemampuan saat ini masih rendah. Adapun ketiga hal tersebut adalah : - Pengelolaan karyawan bertalenta - Memperbaiki pengembangan kepemimpinan - Pengelolaan keseimbangan pekerjaan-kehidupan pribadi Lagi-lagi dapat kita lihat bahwa pengelolaan karyawan bertalenta dan pengembangan kepemimpinan menjadi fokus utama di bidang sumber daya manusia saat ini. Dalam manajemen talenta, hal yang terpenting adalah pengembangan karyawan bertalenta (CIPD, 2006). Dua pertiga dari responden menyatakan bahwa dalam manajemen talenta, fokus mereka adalah pada pengembangan talenta. Berikut ini adalah grafik hasil surveinya : 17 Gambar 2.3. Pentingnya Pengembangan Manajemen Talenta Sumber: Smilansky (2006 : 19) Dari keseluruhan hasil survei dan riset di atas dapat terlihat jelas betapa pentingnya manajemen talenta dalam perusahaan saat ini. Komponen terbesar dalam manajemen talenta yang menjadi perhatian kini adalah pada pengembangan karyawan bertalenta. Walaupun ilmu tentang manajemen talenta saat ini memang belum terlalu banyak didapat, namun ada beberapa model yang dapat dilihat sebagai wacana : - BCG Consulting Model BCG Consulting mengemukakan bahwa ada lima elemen penting yang saling terintegrasi dalam people management yang perlu diperhatikan dalam pengaturan talent. Dimulai dari perencanaan karyawan, sampai usaha membuat karyawan tetap berkomitmen menjadi bagian dari perusahaan. Berikut adalah konsepnya : 18 Gambar 2.4 Model BCG dalam People Development - General Electric Model General Electric, sebuah perusahaan terkemuka dunia juga memiliki model tersendiri dalam manajemen talentanya. Dimulai dari usaha untuk menarik karyawan bertalenta, mengembangkan sesuai kebutuhan organisasi dan aspirasi karyawan, pengaturan karyawan sehingga tercipta kinerja baik, sampai mempertahankan mereka untuk tetap tinggal di dalam perusahaan dan tidak dibajak perusahaan lain. Konsepnya dapat dilihat : Attract : hire outstanding talent r people to excel, to develop their skills and to achieve their dreams -driven culture 19 Bila dicermati dari model-model manajemen talenta yang terpapar di atas dapat dilihat bahwa salah satu komponen kunci dalam manajemen talenta adalah pada pilar pengembangannya. Tetapi tentunya pilar pengembangan ini tidak dapat berdiri sendiri tanpa didukung oleh pilar lainnya. Sebaik-baiknya pengembangan karyawan talent, akan percuma bila tidak didukung dengan sistem penilaian kinerja yang baik atau suksesi yang baik. Sebaikbaiknya proses pengembangan karyawan talent tidak akan berhasil maksimal dalam menciptakan pimpinan perusahaan bila ‟bahan baku‟ dalam proses rekrutmennya tidak dapat menyaring karyawan bertalenta. Kesemuanya ini menunjukkan betapa pentingnya pengembangan karyawan ini terintegrasi secara utuh dengan proses manajemen talenta yang lainnya. 2.1.1.3 Pengembangan Kepemimpinan Karyawan Bertalenta Michaels, Handfield-Jones & Axelroad (2001), The War of Talent, Mc Kinsey & Company, Inc menyatakan bahwa ada beberapa pendekatan yang berbeda dalam pengembangan karyawan pada konteks manajemen bertalenta. Berikut adalah perbedaannya : Tabel 2.1 Perbedaan Pendekatan Pengembangan Karyawan Bertalenta Pendekatan Lama Pendekatan Baru Pengembangan akan terjadi Pengembangan dengan sendirinya penting dalam organisasi Pengembangan berarti Pengembangan 20 menjadi berarti bagian pengalaman pelatihan yang menantang, coaching, umpan balik dan mentoring Unit kerja yang memiliki Perusahaan yang memiliki karyawan karyawan bertalenta akan bertalenta berpindah tidak ke unit dan karenanya dapat berputar dengan mudah di dalam lainnya perusahaan. Hanya karyawan yang buruk Setiap membutuhkan pengembangan kebutuhan karyawan mempunyai pengembangan dan membutuhkan coaching Hanya orang yang beruntung Mentor ditugaskan yang menemukan mentor karyawan bertalenta kepada setiap 2.1.1.4 Integrasi Metodologi Pengembangan Terdapat berbagai macam jenis pengembangan. Menurut Jonathan Smilansky Ph.D (2006:179-190) disebutkan bahwa pengembangan eksekutif dapat dilakukan dengan beberapa metode sebagai berikut : - Penyediaan in depth insight Insight adalah sebuah proses individual yang didapat melalui serangkaian pertemuan dengan coach eksternal atau business psychologist, menginternalisasikan apa yang harus dilakukan untuk memahami kekuatan mereka dan membangun mereka untuk dapat menjadi luar biasa di bidang tersebut. Dengan dipandu oleh coach atau business psychologist, diharapkan mereka dapat menemukan peluang-peluang baru dalam diri mereka yang belum dapat ditemukan sendiri sebelumnya. 21 - Corporate training program Corporate training program dapat dibedakan menjadi dua : a. Program pembentukan kepemimpinan secara terintegrasi sesuai dengan jenjang kepemimpinannya b. Program modular yang menyesuaikan dengan area kebutuhan tertentu Keduanya sangat bermanfaat untuk diberikan kepada para talents. - Coaching Coaching merupakan salah satu bentuk pengembangan yang sangat ampuh. Prosesnya perlu dilakukan secara sistematik, dengan menyesuaikan kebutuhannya secara spesifik. Coach nya bisa didapatkan dari internal maupun eksternal organisasi. Jika coach didatangkan dari luar, maka human resource dan line managers perlu memastikan bahwa antara coach dan coachee terjalin hubungan jangka panjang yang membangun dan bukan hanya transaksional semata. - Mentoring Mentor dari dalam perusahaan bukan saja harus menguasai bidang yang dimentorinya, tetapi yang terpenting adalah mentor mengetahui cara melakukan mentoring sesuai dengan tipe karyawan bertalenta tersebut. Selain itu proses yang sistematis dalam mentoring juga sangat penting menentukan keberhasilan proses mentoring. 22 - Strategic forum Strategic forum membantu executives untuk memahami bisnis sebagai satu kesatuan dan memikirkan isu-isu yang belum mereka ketahui sebelumnya. Beberapa strategi forum dapat diikuti oleh Action Learning format, di mana individu-individu tersebut mengadakan pertemuan berkala dan di antara mereka diharapkan memberi ide-ide untuk dilakukan di tempat kerja mereka. - Short assignment Short assignments memberikan pengalaman langsung kepada karyawan dalam beberapa bulan untuk mengerti tentang isu dan kondisi di tempat lain secara riil. Serta ketrampilan untuk menambah wawasan mereka. Ketika penugasan dilakukan, penting untuk dijelaskan tujuan pengembangan dan sasaran yang hendak dicapai. - On line management resources & on line library Beberapa perusahaan menyediakan resource on line yang dapat diakses untuk personal development masing-masing individu. - Membaca buku-buku manajemen secara regular Beberapa buku yang sama, dibaca oleh seluruh eksekutif perusahaan akan menciptakan konsep dan pemikiran yang sama pula di antara mereka yang kemudian dapat dijadikan bahan diskusi bagi pengembangan karyawan bertalenta eksekutif. Dari keseluruhan input pengembangan yang dijelaskan di atas, yang terpenting adalah agar bagaimana input pengembangan ini dapat sesuai dengan kebutuhan spesifik karyawan bertalenta dan dapat 23 membangun kekuatan mereka serta membatasi dampak negatif dari kekurangan mereka. Pembelajaran yang terstruktur merupakan kombinasi antara penentuan sasaran dan assesment (Berger & Berger, 2004). Dengan didukung berbagai variasi pengembangan dan reward system yang dikaitkan dengan hasil bisnis yang jelas akan semakin mengoptimalkan potensi belajar mereka. Kesemuanya ini harus melalui proses evaluasi secara berkala dua kali setahun untuk memastikan semuanya dapat berjalan dengan lancar. Sebuah program perencanaan karyawan bertalenta yang baik ditujukan bagi pengembangan jangka pendek dan jangka panjang serta dikaitkan dengan tujuan pembelajaran individu yang selaras terhadap bisnis. Berikut ada beberapa macam variasi pengembangan yang dapat dilakukan terhadap karyawan talenta: - Orientasi organisasi yang terstruktur Penting untuk menginformasikan sasaran, harapan dan praktekpraktek etis sesuai budaya perusahaan dengan jelas di awal. Orientasi dapat dilakukan secara formal, terstruktur, maupun informal, yang penting terdapat konsistensi dalam menyampaikan pesan-pesan. Bila ada pesan yang hendak mendapatkan penekanan lebih lanjut, maka perlu manajemen yang lebih senior menyampaikannya. - Pembimbingan (Coaching) Selain coaching formal, sesekali proses pembimbingan dan mentoring dapat dilakukan secara informal. Pembimbingan 24 bukanlah sesuatu yang cukup sekali dilakukan, melainkan memerlukan pendampingan yang secara sistematis. Idealnya, penugasan-penugasan formal yang diberikan satu demi satu dikaitkan dengan aktifitas pengembangan kepemimpinan, strategi bisnis dan juga praktek-praktek SDM (Kram & Bragar, dalam Smilansky, 2006). Fokus coaching dimulai dari orientasi sampai dengan bisnis dan berawal dari tugas membina hubungan sampai dengan pemberian umpan balik serta melakukan konsultasi berkaitan dengan perilaku karyawan baru agar self-awareness nya berkembang. - Rapat Pemecahan Masalah Rapat yang dimaksud adalah apabila rapat dipolakan menjadi pertemuan yang tidak hanya bersifat rutin. Dalam rapat pemecahan masalah, seorang mendapat kesempatan untuk mengamati gaya dan proses berpikir, yang mungkin suatu ketika nanti diperlukan olehnya. Seorang juga dapat belajar memfasilitasi rapat yang produktif dan manajemen konflik bila kesempatan menjadi pimpinan rapat digilir. Dalam jaman teknologi yang semakin canggih, konferensi melalui video dan hubungan komunikasi melalui satelit membuka kesempatan untuk melakukan diskusi secara maya di antara peserta yang berkepentingan di manapun mereka berada. Sarana ini menawarkan berbagai nara sumber pembelajaran yang menarik bagi para profesional jalur cepat. 25 - Rotasi pekerjaan Rotasi pekerjaan akan memberikan pengalaman yang luas dan mendalam untuk membentuk pengetahuan operasional atau bisnis yang solid. Tingkat pembelajaran dan asimilasi terhadap tugas baru biasanya terjadi lebih cepat pada orang-orang yang potensinya tinggi, sehingga perlu adanya penyesuaian antara level kompetensi individu dengan kesempatan untuk mendapatkan pengetahuan dan ketrampilan baru. Agar rotasi pekerjaan berhasil diperlukan perencanaan, sasaran pembelajaran harus ditentukan terlebih dahulu, demikian pula kinerja yang diharapkan dan pada setiap fase, harus ditentukan kapan mulainya dan kapan pula berakhirnya. Mentor di tempat kerja baru juga harus ditentukan dan mentor ini harus bermitra dengan SDM atau pimpinan perusahaan yang terkait untuk memberikan arahan dan umpan balik terhadap kinerja yang dihasilkan secara periodik. Perlu waktu belajar untuk menghasilkan perubahan perilaku dan menghasilkan kinerja yang mantap. Penugasan yang lain dalam waktu kurang dari 18 bulan tidak akan menghasilkan pembelajaran yang mendalam. - Penugasan antara (interim) dan Darurat Setiap organisasi pasti pernah mengalami kekosongan pemimpin yang tidak diharapkan, sebagai akibat dari turnover, perubahan besar-besaran atau krisis. Pada saat inilah para karyawan bertalenta merupakan opsinya. Bagi para karyawan bertalenta, berperan lebih besar dalam kepemimpinan atau melaksanakan 26 kegiatan untuk menyelesaikan sebuah proyek penting, merupakan kesempatan yang langka sekaligus kesempatan pengembangan yang penting. Kondisi darurat menciptakan situasi untuk menguji ketrampilan pribadi sekalipun dalam tekanan, yang mungkin tidak muncul pada situasi biasa. Hal ini juga dapat menjadi ajang pengujian sebagai persiapan untuk promosi ke jenjang berikutnya. - Penugasan melalui Gugus Tugas (task force) Berpartisipasi pada tim yang fokus untuk mengatasi masalah atau penugasan pada proyek yang dilakukan melalui gugus tugas terbukti telah memberikan pengembangan pengalaman yang sangat berarti. Task force sangat diminati dan membutuhkan keterlibatan karyawan bertalenta. Tim gugus tugas biasanya terdiri atas teknisi yang handal, pemimpin pemikir dan para pemikir kritis lainnya dari seluruh fungsi di dalam organsiasi. Partisipasi di dalam gugus tugas akan memberikan pemahaman yang luas tentang bisnis, karena para anggota gugus tugas berbagi perspektif dan berdebat tentang apa yang akan dan tidak akan dilakukan sehubungan dengan ide atau solusi tertentu. Juga dapat mengembangkan kemampuan manajemen konflik. - Pendidikan dan pelatihan internal Pendidikan dan pelatihan internal ditujukan untuk pengembangan yang disesuaikan dengan kebutuhan tertentu. Adanya corporate university yang memiliki berbagai program yang sesuai dengan kebutuhan organisasi dan kesiapan pemimpin akan sangat membantu dalam pengembangan karyawan pada umumnya dan 27 karyawan bertalenta pada khususnya. Tahun 2015, STIE Ekuitas Bandung telah berganti nama dengan new launching icon bjb University. Dalam era teknologi ini, program informasi rutin dapat disediakan di dalam CD-ROM atau format rekaman audio lainnya. Hal ini membuat pembelajaran menjadi lebih mudah. - Program eksekutif dan lokakarya eksternal Bila secara internal perusahaan tidak memiliki program-program pengembangan yang formal atau sedang ingin memiliki program pembelajaran yang lain yang berbeda dengan kepemimpinan, maka mungkin program eksekutiflah yang diperlukan. Program pembelajaran eksternal lainnya adalah konferensi yang diselenggarakan oleh asosiasi profesional, yang dilaksanakan secara singkat ( 1 – 5 hari), dengan subyek hasil penelitian suatu akademi atau universitas. - Membaca dengan bimbingan (guided reading) Penugasan secara periodik untuk membaca buku-buku bisnis terkini juga merupakan bagian dari pengembangan. Tentunya gaya belajar seseorang juga harus dipertimbangkan dalam hal ini. Hal ini seiring dengan perkembangan trend karyawan bertalenta generasi muda yang cenderung menghendaki adanya keseimbangan antara pekerjaan dengan kehidupan pribadi dan lebih menuntut waktu untuk diri mereka sendiri. Dengan guided reading, pengembangan dapat dilakukan secara lebih fleksibel. Daftar buku terbaru dapat diperoleh melalui klub buku kemudian 28 disesuaikan dengan tujuan pengembangan organisasi maupun yang bersangkutan. - Mengajar sebagai pembelajaran Belajar mengajar atau menyampaikan kepada audience dan menyusun bahan presentasi merupakan suatu ketrampilan tersendiri. Mengajar dapat membangun rasa percaya diri dan berani tampil di depan umum juga dapat meningkatkan komunikasi lisan dan mendorong individu untuk berpikir kreatif tentang bagaimana menyampaikan subjek secara baik. - Aktifitas ekstrakurikuler Pengembangan bisa diperoleh secara luas dari kegiatan ekstrakurikuler. Aktifitas eksternal bisa membuat para profesional bebas dari protokoler kepemimpinan di organisasi, lebih kreatif dan lebih berani menangggung resiko, dan dapat membantu para individu yang ingin mengaktualisasikan diri. - E-Learning Organisasi yang memiliki sumber daya untuk melakukan investasi pada pembelajaran berbasis web, berarti telah membuat saluran pada seluruh kesempatan untuk pembelajaran dan mendapatkan informasi, yang dapat diakses di mana saja dan kapan saja. Orang yang perlu mengembangkan kepemimpinannya atau yang menunjang program manajemen kinerjanya akan senang mengikuti program web modul pendek yang menyediakan fasilitas dialog dan mentoring online. 29 Kesemua perencanaan pengembangan harus sesuai dengan minat, kebutuhan pengembangan dan strategi pengembangan yang sesuai dengan individu, serta waktu pengembangan, sehingga benar-benar mencapai batas fleksibilitas individu tanpa merusak kepercayaan diri mereka. Banyak manajer berpikir bahwa pelatihan adalah kunci dari pengembangan. Tetapi survey yang dilakukan membuktikan, bahwa bukan training yang memberikan dampak utama terhadap pembelajaran, melainkan pengalaman kerja itu sendiri. Artinya pengembangan yang dikaitkan dengan pekerjaan dalam kondisi riil. Berikut adalah survei tentang beberapa faktor yang diakui memacu pengembangan karyawan (Michaels, Handfield-Jones & Axelroad, 2001). Faktor-faktor tersebut digambarkan di dalam sebuah bagan sebagai berikut: Job assignments 1. Mempermudah promosi high performers 2. Membangun ketrampilan untuk memajukan karir 3. Mempercepat rotasi dan pengembangan 4.Peran dalam tangung jawab terhadap laba/rugi perusahaan 5. Kesempatan proyek special 6. On the job training 30 Coaching, Umpan Balik 7.Menginformasikan kelebihan dan kekurangan 8. Umpan balik 360° 9. Candid, umpan balik yang insightful 10. Coaching informal dari atasan Mentoring 11. Mentor yang hebat 12. Role model senior yang hebat 13. Nasehat mentoring untuk pengembangan Training 14. Pelatihan di dalam kelas tradisional Gambar 2.5. Faktor-faktor Pemacu Pengembangan Sumber: Michaels, Handfield-Jones & Axelroad, (2001 : 100) 2.1.1.5 Pengembangan Berdasarkan Kuadran HAV Ram Charan (2001) dalam laporan penelitian Hyacintha (2009) juga menyatakan bahwa pengembangan pemimpin harus dibedakan antara karyawan di kuadran yang berbeda. Ia membaginya menjadi sembilan kuadran dalam Leadership Development Matrix Gambar 2.6 Pengembangan Menurut Kuadran HAV Exceptional performers pada kuadran satu telah siap dikembangkan untuk penugasan level kepemimpinan organisasi yang selanjutnya. Penugasan ke fungsi atau bisnis yang berbeda juga dapat dilakukan kepada karyawan bertalenta di kuadran ini. Pengembangan karyawan di kotak kedua adalah dengan memberikan tugas yang menantang pada level kepemimpinannya 31 sekarang, untuk mempersiapkan mereka ke level kepemimpinan yang berikutnya. Pengembangan mereka untuk mempersiapkan mereka menuju level kepemimpinan selanjutnya. Cross functional project merupakan salah satu bentuk pengembangan yang baik agar mereka memiliki pengalaman secara cross function. Pengembangan karyawan di kotak ketiga adalah dengan memberikan mereka target yang menantang sehingga mereka dapat meningkatkan kinerja mereka. Mereka memiliki potensi yang besar untuk mencapai kinerja yang lebih lagi. Pengembangan karyawan di kotak keempat adalah dengan tetap mempertahankan mereka pada levelnya sekarang dan memberikan penghargaan atas kontribusinya. Tempatkan mereka dalam satu tim untuk pengembangan produk, program atau proses baru. Jangan abaikan mereka, karena pada dasarnya mereka bagus untuk mempertahankan hal yang standar. Walau potensi mereka tidak besar, namun mereka berusaha bekerja sebaik mungkin. Mereka juga perlu diperhatikan dengan memberikan pengakuan terhadap kontribusinya. Pengembangan karyawan di kotak kelima – full growth adalah untuk memacu kinerja mereka (performance improvement). Mereka harus ditantang dengan penugasan-penugasan yang lebih besar pada level yang sekarang dan monitorlah apakah hasilnya bisa lebih baik. Goal yang menantang perlu untuk pengembangan. Pengembangan karyawan di kotak enam (not yet full/turn). Karyawan yang baru saja dipromosi biasanya berada di kotak ini dan biasanya mereka hanya membutuhkan waktu, penugasan 32 /pengalaman dan coaching untuk dapat menunjukkan prestasi mereka. Perusahaan seharusnya tidak memiliki terlalu banyak orang di kotak ini. Perlu analisis/penggalian yang lebih mendalam apbila ada orang yang sudah lama tidak berpindah dari kotak ini. Pengembangan karyawan di kotak tujuh (Full/Mastery) adalah dengan melakukan coaching dan kesempatan pengembangan lainnya yang memungkinkan mereka meningkatkan kinerjanya. Pengembangan karyawan di kotak delapan (not yet full /Growth) perlu mendapat perhatian karena karyawan ini seharusnya memiliki potensi namun tidak terlihat dalam kinerja. Pengembangannya adalah dengan memfokuskan energi mereka secara lebih tepat ke pekerjaan dan pengaturan waktu mereka. Pengembangan karyawan di kotak sembilan (not yet Full /Mastery) adalah dengan mengkonfrontasi mereka secara langsung terhadap kinerja mereka. Bila mereka tidak mempunyai kendala terhadap kelengkapan sumber daya yang dibutuhkan atau faktor lain maka sebaiknya karyawan ini segera dikeluarkan dari perusahaan. Pemetaan dan proses tindak lanjut terhadap Human Asset Value ini harus dilakukan secara serius dan sering. Peta HAV ini merupakan suatu alat bagi talent resource planning dalam perencanaan suksesi perusahaan. Karena itu proses ini tidak bisa dilakukan hanya beberapa tahun sekali, melainkan lebih sering dalam setahun adalah lebih baik, agar menjamin kesiapan calon pemimpin di masa mendatang bagi organisasi. 33 2.1.1.6 Talent Imperative dan Perencanaan Suksesi Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pengembangan manajemen talenta (Cheese, Thomas, & Craig, 2007) sebagai berikut: - Kembangkan mindset dari pimpinan puncak hingga ke bawah untuk melihat karyawan bertalenta sebagai suatu isu yang strategis dan human capital sebagai bagian intrinsik dari strategi pengembangan bisnis. - Mengakui dan menumbuhkan perbedaan sebagai salah satu aset terbesar perusahaan. Kemampuan untuk menarik dan bekerja dengan karyawan bertalenta yang beragam sebagai suatu keunggulan kompetitif perusahaan - Membangun pengembangan pembelajaran dan ketrampilan karyawan menjadi kapabilitas organisasi - Meningkatkan keselarasan dan keterikatan karyawan terhadap organisasi dan misinya - Memastikan bahwa seluruh karyawan dalam perusahaan, khususnya mereka yang ada di level senior, melihat manajemen talenta sebagai bagian dari pekerjaan dan tanggung jawab mereka. Perencanaan Suksesi Adanya talent pools akan membuat perencanaan suksesi menjadi lebih fleksibel. Suksesi bisa dicari dari talent pools tersebut, dan tidak harus hanya mengandalkan fungsi tertentu saja. Suksesor biasanya diputuskan berdasarkan kinerja dan potensi, dan diprioritaskan mereka yang berasal dari talent pools 34 perusahaan. Dalam management development review, pimpinan mendiskuikan setiap posisi, calon suksessor, dan dalam waktu berapa lama mereka akan siap menggantikan pada posisi tersebut. Penggunaan database karyawan akan sangat bermanfaat dalam management development review tersebut. Yang agaknya perlu diperhatikan agar setiap fungsi jangan hanya melihat peluang suksesi hanya dari divisinya, melainkan lintas fungsi lainnya. Talent pool adalah sekelompok eksekutif high potential yang diperkirakan akan siap sedia menduduki berbagai macam posisi eksekutif di jenjang manajemen selanjutnya di dalam bisnis. Best practice pada organisasi-organisasi besar memiliki beberapa talent pools yang berbeda. Pertama adalah sekelompok kandidat dari jenjang eksekutif level kedua dan ketiga yang memiliki kemampuan menjadi bagian dari eksekutif puncak perusahaan. Talent pool ini terdiri dari 8 – 10 individu (dari 100 – 120 orang eksekutif) yang diperkirakan akan dapat menjadi pimpinan puncak dalam waktu maksimum dua tahun. Talent pool yang kedua terdiri dari eksekutif-eksekutif yang dapat menggantikan posisi pada jenjang kedua dan ketiga di dalam organisasi. Pada kelompok ini ada sekitar 40 – 50 kandidat dari sekitar 500-600 karyawan. Kelompok kedua ini adalah penting bagi organisasi karena merupakan tulang punggung pengambilan keputusan di dalam perusahaan. Kunci dari perencanaan suksesi ini bukan hanya pada pengidentifikasian kandidat bagi executive pools dan mempersiapkan mereka sehingga mereka memiliki kapabilitas 35 penuh pada saat dibutuhkan, tetapi juga ketika proses pemilihan. Kebanyakan eksekutif di posisi senior memiliki pandangan konservatif bahwa eksekutif yang berhasil adalah yang memiliki jalur karir seperti mereka pada bidang yang sama. Pandangan ini harus dihilangkan. Suksesi dapat diambil dari berbagai fungsi lainnya juga. Diperlukan proses untuk meyakinkan pemilihan eksekutif dari lintas fungsi ini. Talent pool seharusnya dimiliki oleh perusahaan, dan bukan oleh fungsi tertentu darimana dia berasal. 2.1.2 Kompetensi 2.1.2.1 Pengertian Kompetensi Menurut Clark (1997a:297), Competency is a knowledge or know how for doing a effective job. Sementara itu menurut Davis (1999:299), Competency is a capability perspective and people knowledge, especialy to impact on ability for need in a business via minimize cost and optimalization services to customer more for less. Kompetensi menurut Spencer & Spencer dalam Palan (2007) adalah sebagai karakteristik dasar yang dimiliki oleh seorang individu yang berhubungan secara kausal dalam memenuhi kriteria yang diperlukan dalam menduduki suatu jabatan. Kompetensi terdiri dari 5 tipe karakteristik, yaitu motif (kemauan konsisten sekaligus menjadi sebab dari tindakan), faktor bawaan (karakter dan respon yang konsisten), konsep diri (gambaran diri), pengetahuan (informasi dalam bidang tertentu) dan keterampilan (kemampuan untuk melaksanakan tugas). 36 Hal ini sejalan dengan pendapat Becker and Ulrich dalam Suparno (2005:24) bahwa competency refers to an individual’s knowledge, skill, ability or personality characteristics that directly influence job performance. Artinya, kompetensi mengandung aspek-aspek pengetahuan, ketrampilan (keahlian) dan kemampuan ataupun karakteristik kepribadian yang mempengaruhi kinerja. Berbeda dengan Fogg (2004:90) yang membagi Kompetensi kompetensi menjadi 2 (dua) kategori yaitu kompetensi dasar dan yang membedakan kompetensi dasar (Threshold) dan kompetensi pembeda (differentiating) menurut kriteria yang digunakan untuk memprediksi kinerja suatu pekerjaan. Kompetensi dasar (Threshold competencies) adalah karakteristik utama, yang biasanya berupa pengetahuan atau keahlian dasar seperti kemampuan membaca, sedangkan kompetensi differentiating adalah yang membuat seseorang tampil berbeda dari yang lain. Kompetensi berasal dari kata “competency” merupakan kata benda yang menurut Powell (1997:142) diartikan sebagai 1) kecakapan, kemampuan, kompetensi 2) wewenang. Kata sifat dari competence adalah competent yang berarti cakap, mampu, dan tangkas. Pengertian kompetensi ini pada prinsipnya sama dengan pengertian kompetensi menurut Stephen Robbin (2007:38) bahwa kompetensi adalah “kemampuan (ability) atau kapasitas seseorang untuk mengerjakan berbagai tugas dalam suatu pekerjaan, dimana kemampuan ini ditentukan oleh 2 (dua) faktor yaitu kemampuan intelektual dan kemampuan fisik. 37 Pengertian kompetensi sebagai kecakapan atau kemampuan juga dikemukakan oleh Robert A. Roe (2001:73) sebagai berikut: “Competence is defined as the ability to adequately perform a task, duty or role. Competence integrates knowledge, skills, personal values and attitudes. Competence builds on knowledge and skills and is acquired through work experience and learning by doing“ Kompetensi dapat digambarkan sebagai kemampuan untuk melaksanakan satu tugas, peran atau tugas, kemampuan mengintegrasikan pengetahuan, ketrampilan-ketrampilan, sikapsikap dan nilai-nilai pribadi, dan kemampuan untuk membangun pengetahuan dan keterampilan yang didasarkan pada pengalaman dan pembelajaran yang dilakukan Secara lebih rinci, Spencer dan Spencer dalam Palan (2007:84) mengemukakan bahwa kompetensi menunjukkan karakteristik yang mendasari perilaku karakteristik pribadi (ciri yang menggambarkan motif, khas), konsep diri, nilai-nilai, pengetahuan atau keahlian yang dibawa seseorang yang berkinerja unggul (superior performer) di tempat kerja. Pernyataan di atas mengandung makna bahwa kompetensi adalah karakteristik seseorang yang berkaitan dengan kinerja efektif dan atau unggul dalam situasi pekerjaan tertentu. Kompetensi dikatakan sebagai karakteristik dasar (underlying characteristic) karena karakteristik individu merupakan bagian yang mendalam dan melekat pada kepribadian seseorang yang dapat dipergunakan untuk memprediksi berbagai situasi pekerjaan tertentu. Kemudian dikatakan berkaitan antara perilaku dan 38 kinerja karena kompetensi menyebabkan atau dapat memprediksi perilaku dan kinerja. Dari uraian pengertian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa kompetensi yaitu sifat dasar yang dimiliki atau bagian kepribadian yang mendalam dan melekat kepada seseorang serta perilaku yang dapat diprediksi pada berbagai keadaan dan tugas pekerjaan sebagai dorongan untuk mempunyai prestasi dan keinginan berusaha agar melaksanakan tugas dengan efektif. Ketidaksesuaian dalam kompetensi-kompetensi inilah yang membedakan seorang pelaku unggul dari pelaku yang berprestasi terbatas. Kompetensi terbatas dan kompetensi istimewa untuk suatu pekerjaan tertentu merupakan pola atau pedoman dalam pemilihan karyawan (personal selection), perencanaan pengalihan tugas (succession planning), penilaian kerja (performance appraisal) dan pengembangan (development) Dengan kata lain, kompetensi adalah penguasaan terhadap seperangkat pengetahuan, ketrampilan, nilai nilai dan sikap yang mengarah kepada kinerja dan direfleksikan dalam kebiasaan berpikir dan bertindak sesuai dengan profesinya. Dari pengertian kompetensi tersebut di atas, terlihat bahwa fokus kompetensi adalah untuk memanfaatkan pengetahuan dan ketrampilan kerja guna mencapai kinerja optimal. Dengan demikian kompetensi adalah segala sesuatu yang dimiliki oleh seseorang berupa pengetahuan ketrampilan dan faktor-faktor internal individu lainnya untuk dapat mengerjakan sesuatu pekerjaan. Dengan kata lain, kompetensi adalah kemampuan melaksanakan tugas 39 berdasarkan pengetahuan dan ketrampilan yang dimiliki setiap individu. 2.1.2.2 Karakteristik Kompetensi Menurut Spencer dalam Palan (2007) terdapat 5 karakteristik kompetensi, yaitu : 1. Motif (motive) adalah hal-hal yang seseorang pikir atau inginkan secara konsisten yang menimbulkan tindakan. 2. Sifat (traits) adalah karakteristik fisik dan respons-respons konsisten terhadap situasi atau informasi.. 3. Konsep diri (Self – Concept) adalah sikap dan nilai-nilai yang dimiliki seseorang. 4. Pengetahuan (Knowledge), adalah informasi yang dimiliki seseorang untuk bidang tertentu. Pengetahuan (knowledge) merupakan kompetensi yang kompleks 5. Ketrampilan (Skill) adalah kemampuan untuk melaksanakan suatu tugas tertentu baik secara fisik maupun mental. Sedangkan menurut Spencer and Spencer yang dikutip oleh Surya Dharma (2003:17), konsep diri (Self-concept), watak/sifat (traits) dan motif kompetensi lebih tersembunyi (hidden), dalam (deeper) dan berbeda pada titik sentral kepribadian seseorang. Kompetensi pengetahuan (Knowledge Competencies) dan keahlian (Skill Competencies) cenderung lebih nyata (visible) dan relatif berbeda di permukaan sebagai salah satu karakteristik yang dimiliki manusia. 40 Kompetensi dapat dihubungkan dengan kinerja dalam sebuah model alir sebab akibat yang menunjukkan bahwa tujuan, perangai, konsep diri, dan kompetensi pengetahuan yang kemudian memperkirakan kinerja kompetensi mencakup niat, tindakan dan hasil akhir. Misalnya, motivasi untuk berprestasi, keinginan kuat untuk berbuat lebih baik dari pada ukuran baku yang berlaku dan untuk mencapai hasil yang maksimal, menunjukkan kemungkinan adanya perilaku kewiraswastaan, penentuan tujuan, bertanggung jawab atas hasil akhir dan pengambilan resiko yang diperhitungkan Intent Action Outcome Characteristics Behavior Job (Karakteristik Skill Performance personal) (Ketrampilan) Personal - Motive Trait - Profitability (sifat) - Productivity - Self-Concept - Quality - Knowledge Gambar 2.7 Alur Hubungan Kompetensi dan Kinerja Sumber : Spencer &Spencer dalam Palan, 2007 Lebih lanjut menurut Spencer and Spencer, karakteristik pribadi yang mencakup perangai, konsep dan pengetahuan memprediksi tindakan-tindakan perilaku keterampilan, yang pada 41 gilirannya akan memprediksi prestasi kerja. Jika kita melihat arah pada gambar tersebut bahwa bagi organisasi yang tidak memilih, mengembangkan dan menciptakan motivasi kompetensi untuk karyawan, jangan harap akan terjadi perbaikan dan produktivitas, maupun profitabilitas dan kualitas terhadap suatu produk dan jasa. Dari gambar hubungan kompetensi di atas terlihat bahwa pengetahuan merupakan input utama karakteristik personal (kompetensi) yang perlu dikembangkan untuk meningkatkan kinerja. Hal ini sesuai dengan pengertian pengetahuan itu sendiri sebagaimana dikemukakan oleh Carrillo, P., Robinson, (2004:46) bahwa: 1. Tacit Knowledge. Pada dasarnya tacit knowledge adalah bersifat personal, yang dikembangkan melalui pengalaman individu. Hal ini sulit untuk diformulasikan dan dikomunikasikan. Berdasarkan pengertiannya, maka tacit knowledge dikategorikan sebagai personal knowledge atau dengan kata lain yang diperoleh dari individu (perorangan). 2. Explicit knowledge Explicit knowledge bersifat formal dan sistematis yang mudah untuk dikomunikasikan dan dibagi. Penerapan explicit knowledge ini lebih mudah karena pengetahuan yang diperoleh dalam bentuk tulisan atau pernyataan yang didokumentasikan, sehingga setiap karyawan dapat mempelajarinya secara independent. Explicit knowledge adalah prosedur kerja (job procedure) dan teknologi. Job procedure adalah tanggung jawab atau tugas yang bersifat formal atau perintah resmi atau cara melakukan hal-hal 42 tertentu, dimana salah satu bentuk konkrit dari explicit knowledge adalah Standard Operation Procedure. Standard Operation Procedure atau prosedur pelaksanaan dasar dibuat untuk mempertahankan kualitas dan hasil kerja, dimana tugas-tugas akan semakin mudah dikerjakan dan tamu akan terbiasa dengan sistem pelayanan yang ada yang terdapat pada knowledge management, dikenal sebagai media yang mempermudah penyebaran explicit knowledge. Salah satu teknologi paling mutakhir yang saat ini digunakan oleh banyak perusahaan untuk proses penyebaran knowledge adalah intranet, dimana hal ini didasarkan pada kebutuhan untuk mengakses knowledge dan melakukan kolaborasi, komunikasi serta sharing knowledge secara ”on line”. Pada dasarnya kinerja dari seseorang merupakan hal yang bersifat individu karena masing-masing dari karyawan memiliki tingkat kemampuan yang berbeda. Kinerja seseorang tergantung pada kombinasi dari kemampuan, usaha, dan kesempatan yang diperoleh Carrillo, P., Robinson, (2004:47). 2.1.2.3 Jenis Kompetensi Kompetensi oleh Spencer&Spencer, dibagi dua kategori yaitu : 1). Kompetensi dasar (Threshold Competency, dan 2). Kompetensi pembeda (differentiating Competency). Threshold competencies adalah karakteristik utama (biasanya pengetahuan atau keahlian dasar seperti kemampuan untuk membaca) yang harus dimiliki oleh seseorang agar dapat 43 melaksanakan pekerjaannya. Sedangkan Differentiating competencies adalah faktor-faktor yang membedakan individu yang berkinerja tinggi dan rendah. Charles E. Jhonson dalam Wina Sanjaya (2005:34) membagi kompetensi kedalam 3 bagian yakni : 1). Kompetensi pribadi, yakni kompetensi yang berhubungan dengan pengembangan kepribadian (personal competency), 2). Kompetensi professional, yakni kompetensi atau kemampuan yang berhubungan dengan penyelesaian tugas-tugas tertentu, dan 3). Kompetensi sosial, yakni kompetensi yang berhubungan dengan kepentingan sosial. Sedangkan pada Kusnandar (2007:41), kompetensi dapat dibagi 5 (lima) bagian yakni: 1. Kompetensi intelektual, yaitu berbagai perangkat pengetahuan yang ada pada diri individu yang diperlukan untuk menunjang kinerja 2. Kompetensi fisik, yakni perangkat kemampuan fisik yang diperlukan untuk pelaksanaan tugas 3. Kompetensi pribadi, yakni perangkat perilaku yang berkaitan dengan kemampuan individu dalam mewujudkan diri, transformasi diri, identitas diri dan pemahaman diri. 4. Kompetensi sosial, yakni perangkat perilaku tertentu yang merupakan dasar dari pemahaman diri sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari lingkungan sosial. 44 5. Kompetensi spiritual, yakni pemahaman, penghayatan serta pengamalan kaidah-kaidah keagamaan. Mengenai kategori atau klasifikasi kompetensi, Palan (2007) mengatakan kompetensi dapat meliputi aspek pengetahuan, keterampilan, sikap dan perilaku karyawan. Dalam arti luas, kompetensi ini akan terkait dengan strategi organisasi dan pengertian kompetensi ini dapatlah kita padukan dengan ketrampilan dasar (soft skill), ketrampilan baku (hard skill), ketrampilan sosial (social skill), dan ketrampilan mental (mental skill). Ketrampilan baku (hard skill mencerminkan pengetahuan dan keterampilan fisik SDM, ketrampilan dasar (soft skill) menunjukkan intuisi, kepekaan SDM; ketrampilan sosial (social skill) menunjukkan keterampilan dalam hubungan sosial SDM, ketrampilan mental (mental skill) menunjukkan ketahanan mental SDM. Di dalam perkembangan manajemen SDM, saat ini sedang ramai dibicarakan mengenai bagaimana mengelola SDM berbasis kompetensi. Berdasarkan uraian tentang jenis kompetensi di atas, kompetensi diklasifikasikan kedalam 2 (dua) jenis, pertama kompetensi profesional, yaitu kompetensi yang berhubungan dengan peran yang kita pilih. Kedua adalah kompetensi umum, yaitu kompetensi yang harus kita miliki sebagai seorang manusia. Misalnya kompetensi untuk menjadi suami atau istri yang baik. Proses perolehan kompetensi (competency acquisition process) menurut Spencer & Spencer (1993) dalam Workitect.com yang 45 telah dikembangkan untuk meningkatkan tingkat kompetensi yang meliputi : 1. Pengakuan (Recognition). suatu simulasi atau studi kasus yang memberikan kesempatan peserta untuk mengenali satu atau lebih kompetensi yang dapat memprediksi individu berkinerja tinggi di dalam pekerjaannya sehingga seseorang dapat berjalan dari pengalaman simulasi tersebut. 2. Pemahaman (Understanding). instruksi kasus termasuk modeling perilaku tentang apa itu kompetensi dan bagaimana penerapan kompetensi tersebut. 3. Pengkajian (Assessment). umpan balik kepada peserta tentang berapa banyak kompetensi yang dimiliki peserta (membandingkan skor peserta). Cara ini dapat memotivasi peserta mempelajari kompetensi sehingga mereka sadar adanya hubungan antara kinerja yang aktual dan kinerja yang ideal. 4. Umpan balik (Feedback). suatu latihan dimana peserta dapat mempraktekkan kompetensi dan memperoleh umpan balik bagaimana peserta dapat melaksanakan pekerjaan tertentu dibanding dengan seseorang yang berkinerja tinggi. 5. Permohonan kerja (Job Application) agar dapat menggunakan kompetensi didalam kehidupan nyata. Apa yang dapat kita katakan atau perkirakan mengenai kompetensi yang mungkin dibutuhkan untuk memenuhi tantangan baru dimasa depan dan bentuk-bentuk organisasi baru yang akan kita hadapi. Dari pemikiran Mitrani, Palziel dan Fitt (1992) dapat 46 diindentifikasi beberapa pokok pikiran tentang kualitas yang perlu dimiliki orang pada tingkat eksekutif, manajer, dan karyawan. 1. Tingkat Eksekutif. Pada tingkat eksekutif diperlukan kompetensi tentang : a. Pemikiran Strategis (Strategic thinking), adalah kompetensi untuk melihat peluang pasar, ancaman, kekuatan dan kelemahan organisasi agar dapat mendefinisikan respons strategis (strategic response) secara optimal. b. Kepemimpinan perubahan (change leadership). Aspek ini adalah merupakan kompetensi untuk mengkomunikasikan visi dan strategi perusahaan dapat ditransformasikan kepada pegawai. c. Manajemen hubungan (Relationship management) adalah kemampuan untuk meningkatkan hubungan dan jaringan dengan negara lain. Kerjasama dengan negara lain sangat dibutuhkan bagi keberhasilan organisasi. 2. Tingkat Manajer. Pada tingkat manajer paling tidak diperlukan aspek-aspek kompetensi seperti: 1) Keluwesan (flexibility) adalah kemampuan merubah struktur dan proses manajerial. 2) Saling pengertian antar pribadi (Interpersonal understanding) adalah kemampuan untuk memahami nilai dari berbagai tipe manusia. 3) Empowering (pemberdayaan) adalah kemampuan berbagi informasi, penyampaian 47 ide-ide oleh bawahan, mengembangkan karyawan serta mendelegasikan tanggungjawab, memberikan saran umpan balik, mengatakan harapan-harapan yang positif untuk bawahan dan memberikan reward bagi peningkatan kinerja. 3. Tingkat karyawan. Pada tingkat karyawan diperlukan kualitas kompetensi seperti : 1) Fleksibilitas/keluwesan adalah kemampuan untuk melihat perubahan sebagai suatu kesempatan yang menggembirakan ketimbang sebagai ancaman. 2) Kompetensi menggunakan dan mencari berita. 3) Motivasi dan kemampuan untuk belajar, motivasi berprestasi, motivasi kerja di bawah tekanan waktu; kolaborasi dan orientasi pelayanan kepada pelanggan. 2.1.2.4 Manfaat Kompetensi Kompetensi pegawai sangat diperlukan setiap organisasi terutama untuk meningkatkan kinerja. Menurut Prihadi (2004:57) manfaat kompetensi adalah: 1). Prediktor kesuksesan kerja. Model kompetensi yang akurat akan dapat menentukan dengan tepat pengetahuan serta ketrampilan apa saja yang dibutuhkan untuk berhasil dalam suatu pekerjaan. Apabila seseorang pemegang posisi mampu memiliki kompetensi yang dipersyaratkan pada posisinya maka ia dapat diprediksikan akan sukses. 2). Merekrut karyawan yang andal. Apabila telah berhasil ditentukan kompetensi- kopentensi apa saja yang diperlukan 48 suatu posisi tertentu, maka dengan mudah dapat dijadikan kriteria dasar dalam rekrutmen karyawan baru 3). Sebagai dasar penilaian dan pengembangan karyawan. Identifikasi kompetensi pekerjaan yang akurat juga dapat dipakai sebagai tolak ukur kemampuan seseorang. Dengan demikian, berdasarkan sistem kompetensi ini dapat diketahui apakah seseorang telah bagaimana mengembangkannya, dengan pelatihan dan pembinaan atau perlu dimutasikan kebagian lain. Pentingnya kompetensi dalam mendorong suatu organisasi mencapai posisi kompetitif juga ditekankan oleh Glick (2004:62) bahwa suatu organisasi perlu memperhatikan keberhasilannya di masa depan sebagai persiapan untuk pengembangan dan kerjasama. Menurutnya kompetensi seseorang dapat ditunjukkan dalam bentuk kemampuan individu untuk menerapkan pengetahuan ke dalam bentuk tindakan. Dalam penerapan kompetensi ini, tentunya tiap organisasi memiliki perspektif berbeda berdasarkan nilai strategisnya bagi organisasi bersangkutan. Olson dan Bolton (2002:49) mengilustrasikan cakupan konsep kompetensi dalam literatur organisasi bahwa kompetensi merujuk pada individu maupun organisasi. Karakteristik individu mencakup pengetahuan teknis dan keterampilan (knowledge technical and skills) kinerja, serta kompetensi penyumbang individu. Menurut Mathis and Jackson (2002:99), kompetensi ketrampilan dan pengetahuan cenderung lebih nyata (visible) dan 49 relatif berada di permukaan (ujung) sebagai karakteristik yang dimiliki manusia. Kompetensi pengetahuan dan keahlian relatif mudah untuk dikembangkan, misalnya dengan program pelatihan untuk meningkatkan tingkat kemampuan sumber daya manusia. Oleh karena itu, kompetensi dalam penelitian ini dibatasi kedalam dua aspek yakni pengetahuan dan ketrampilan kerja. Hal ini sesuai dengan pendapat Palan (2007) bahwa ada dua unsur kompetensi yang menonjol yakni pengetahuan dan keahlian atau ketrampilan. Kedua kompetensi ini biasanya mudah untuk dikembangkan dan tidak memerlukan biaya pelatihan yang besar untuk menguasainya sedangkan kompetensi konsep diri, karakteristik pribadi dan motif sifatnya tersembunyi dan karena itu lebih sulit untuk dikembangkan atau dinilai. Pengetahuan sebagai aspek pertama dari kompetensi pegawai dalam penelitian ini bukanlah merupakan pengetahuan umum semata melainkan pengetahuan tentang tugas yang sangat penting bagi setiap staf untuk melaksanakan tugasnya. Lebih lanjut menurut Gibson (2003:56) merupakan tingkat pemahaman lisan seseorang pegawai tentang apa yang dia ketahui dari pengalaman dan proses belajar. Pengetahuan yang baik tentang tugas di dalam diri pegawai cenderung akan meningkatkan kualitas pekerjaannya Apabila pegawai tersebut memiliki pengetahuan yang baik tentang pekerjaannya, maka dia akan dapat menyelesaikan pekerjaan tersebut dengan baik, dan demikian sebaliknya. Ketrampilan sebagai variabel kedua dari kompetensi adalah kecakapan yang berhubungan dengan tugas yang dimiliki dan 50 dipergunakan oleh seseorang pada waktu yang tepat (Gibson, 2003:41). Staf yang bertugas memberikan pelayanan kepada masyarakat harus dapat berperilaku professional yang dapat ditunjukkan dengan memiliki dan menerapkan ilmu pengetahuan ilmiah dan teknologi, memiliki dan menerapkan keterampilan profesional dan kehidupan profesional (Mathis&Jackson, 2002:8). Notoadmojo (2003) dalam Hyacintha (2009:15) mengutarakan bahwa semakin tinggi keterampilan yang dimiliki oleh tenaga kerja, semakin efisien badan, tenaga, dan pemikirannya dalam melaksanakan pekerjaan. Sirait (2006:27) dalam penelitiannya juga menyatakan bahwa pendidikan dan latihan memberikan pegawai keterampilan yang mereka butuhkan dan dengan adanya keterampilan dapat meningkatkan rasa percaya diri staf dalam melaksanakan pekerjaannya. 2.1.2.5 Hubungan Kompetensi dengan Prestasi Kerja Kinerja adalah tingkat keberhasilan dalam melaksanakan tugas, serta kemampuan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Kinerja dikatakan baik dan sukses jika tujuan yang diinginkan dapat tercapai dengan baik (Gibson et.al., 2007:171). Kinerja karyawan adalah prestasi (hasil) kerja karyawan atau pegawai selama periode tertentu dibandingkan dengan berbagai kemungkinan (standar, target, atau kriteria) yang telah ditentukan terlebih dahulu dan disepakati bersama (Soeprihanto, 2007:7) Irawan dkk. (2007:11) yang dimaksud dengan kinerja (performance) adalah hasil kerja yang bersifat konkrit, dapat 51 diukur, dan dapat diamati. Lebih lanjut dikatakan bahwa kinerja bersifat aktual (riil) sedang tujuan bersifat ideal. Kinerja diartikan sebagai hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya. Kinerja adalah hasil kerja yang dicapai oleh seseorang atau sekelompok orang dalam suatu organisasi, sesuai dengan wewenang dan tanggung jawab masing-masing, dalam rangka upaya mencapai tujuan organisasi bersangkutan secara legal, tidak melanggar hukum dan sesuai dengan moral atau etika (Prawirosentono, 2009:2). Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kinerja berarti (1) sesuatu yang dicapai, (2) prestasi yang diperhatikan, dan (3) kemampuan kerja. Salim dalam The Contemporary EnglishIndonesia Dictionary mengatakan, istilah kinerja (performance) digunakan bila seorang menjalankan suatu tugas atau proses dengan terampil sesuai dengan prosedur dan ketentuan yang ada (Salim, 2006:631). Dalam kajian manajemen kinerja berarti hasil dari sukses kerja seseorang atau sekelompok untuk mencapai sasaran-sasaran yang relevan (Kast dan Rozenweing, 2005:25). Dari uraian tersebut dapat dikemukakan bahwa kinerja (performance) dapat berupa hasil kerja, prestasi kerja, atau tingkat keberhasilan seseorang dalam tugas dan tanggung jawabnya yang diberikan kepadanya. Timpe (2002:33) menyebutkan bahwa kinerja dipengaruhi oleh faktor-faktor internal dan eksternal. Kinerja individu akan baik 52 jika dari faktor internal: memiliki kemampuan tinggi dan kerja keras, dan dari faktor eksternal: adanya pekerjaan mudah, nasib baik, bantuan dari rekan kerja, dan pimpinan yang baik. Jika tidak demikian halnya, maka kinerja individu adalah buruk. Pernyataan yang senada dikemukakan Griffin (2004:394-395), bahwa kinerja kerja ditentukan oleh tiga hal, yaitu kemampuan, keinginan, dan lingkungan. Untuk itu agar individu mempunyai kinerja yang baik, maka harus mengetahui bagaimana cara melakukannya dengan benar, mempunyai keinginan yang tinggi, dan lingkungan kerja yang mendukung. Dasar kinerja dipengaruhi oleh faktor-faktor harapan mengenai imbalan, dorongan, kemampuan-kebutuhan-sifat, persepsi kita terhadap tugas, imbalan intrinsik dan ekstrinsik, persepsi terhadap tingkat imbalan, dan kepuasan kerja. Hal yang sama (Palan, 2010:24-25), mengemukakan bahwa kinerja dalam menjalankan tugasnya tidak berdiri sendiri, ia berhubungan dengan kepuasan dan tingkat imbalan atau harapan. Kinerja yang baik dipengaruhi oleh kemampuan (knowledge dan skill) dan motivasi (attitude dan situation) seseorang. Performance = Ability + Motivation Gordon (2003:141) menyatakan bahwa : “performance was a function of employee’s ability, acceptance of the goals, level of the goals and the interaction of the goal with their ability”. Dari definisi ini, mengungkapkan bahwa kinerja terdiri dari empat unsur; yaitu: kemampuan, penerimaan tujuan-tujuan, tingkatan 53 tujuan-tujuan yang dicapai, dan interaksi antar tujuan dengan kemampuan para anggota organisasi. Masing-masing unsur tersebut turut berpengaruh terhadap kinerja seseorang. Kinerja seseorang dapat ditingkatkan apabila ada kesesuaian antara pekerjaan dan kemampuan (Robbins, 2006:83). Kemampuan individu adalah suatu faktor yang merujuk ke suatu kapasitas individu untuk mengerjakan berbagai tugas dalam suatu pekerjaan. Kemampuan ini banyak faktor yang mempengaruhinya, diantaranya adalah pendidikan dan pelatihan. Bila kemampuan ini disertai dengan bakat seseorang akan dapat merupakan faktor yang menentukan prestasi seseorang. Pelatihan dapat mengembangkan kemampuan, kecakapan, dan keterampilan. Kemampuan dapat dibedakan atas kemampuan fisik dan kemampuan intelektual. Kemampuan intelektual adalah kemampuan yang digunakan untuk menjalankan kegiatan mental, sedangkan kemampuan fisik (jasmani) untuk melakukan tugas yang menuntut stamina, kekuatan, dan kecekatan. Seseorang karyawan yang memiliki kemampuan kurang dari yang dipersyaratkan akan besar kemungkinannya untuk gagal. Jika sebaliknya, yaitu memiliki kemampuan lebih tinggi dari yang dipersyaratkan, maka akan menjadi tidak efisien di dalam organisasi dan bahkan dapat berakibat kurang puas kerja atau dapat pula menimbulkan stress/frustrasi, dan sebagainya (Robbins, 2006:84). Jadi pegawai sangat perlu ditempatkan pada pekerjaan yang sesuai dengan posisinya dan sesuai dengan 54 keahliannya (the right man in the right place, the right man on the right job). Tujuan organisasi harus diketahui dengan jelas oleh setiap anggota organisasi. Hal demikian akan memberikan arah bagi mereka dalam menyelesaikan tugas. Sejauh mana penerimaan tujuan organisasi akan mempengaruhi hasil kerja anggota organisasi yang bersangkutan. Jika tujuan organisasi diketahui dengan jelas dan disertai dengan kemampuan tinggi untuk menyelesaikan pekerjaan dalam pencapaian tujuan tersebut, maka pekerjaan itu akan memberikan hasil yang memuaskan. Kinerja merupakan tanda keberhasilan suatu organisasi dan orang-orang yang berada dalam organisasi (Hickman, 2000:225). Senada dengan itu, Stoner, et.al. (2006:249) mengemukakan: kinerja adalah kunci yang harus berfungsi secara efektif agar organisasi secara keseluruhan dapat berhasil. Untuk itu kinerja yang baik, harus dilakukan evaluasi secara terus menerus agar mencapai keberhasilan secara individu ataupun secara organisasi. Ada tiga kriteria dalam mengevaluasi kinerja individu, yaitu tugas individu, perilaku individu, dan ciri individu (Robbins, 2006:649-651). Menilai kinerja individu melalui hasil tugas yang dimaksudkan adalah menilai hasil pekerjaan kerja individu. Misalnya terhadap produk yang dihasilkan, efektivitas pemanfaatan waktu, dan sebagainya. Penilaian kinerja individu melalui perilaku, agak sulit dilakukan, namun dapat diamati dengan cara membandingkan perilaku rekan kerja mereka yang setara, atau dapat pula dilihat dari cara penerimaan melalui tugas 55 dan berkomunikasi. Sedangkan menilai kinerja individu dengan melalui pendekatan ciri individu adalah dengan melihat ciri-ciri individu, misalnya melalui sikap, persepsi, dan sebagainya. Sutarto Wijono (2010:81) menyebutkan beberapa faktor yang perlu diketahui sehubungan dengan penilaian kerja pegawai, yaitu: (1) pengetahuan tentang pekerjaan, (2) kemampuan membuat pertimbangan, (3) pengetahuan tentang standar mutu pekerjaan yang disyaratkan, (4) tingkat produktivitas/kualitas hasil kerja karyawan tersebut, (5) pengetahuan teknis atas pekerjaan, (6) kemandirian dalam bekerja, (7) kemampuan relasi & berkomunikasi, (8) kepemimpinan & delegasi, (9) minat dan motivasi, (10) sikap positif (11) efektifitas. Kesemua faktor tersebut dapat disederhanakan menjadi tiga, yaitu: (1) pelaksanaan tugas yang meliputi nomor 1, 2, 3, dan 5, (2) perilaku karyawan yang meliputi nomor 6, 7, 8, 9, 10 dan (3) hasil tugas yang meliputi nomor 4 dan 11. Dari uraian di atas dapat dikatakan bahwa yang disebut kinerja adalah tingkat keberhasilan karyawan dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawab yang diberikan kepadanya dan mencapai tujuan yang ditetapkan, ditunjukkan dengan kemampuan, cara berperilaku, dan hasil tugasnya. Dari beberapa indikator yang dikemukakan oleh para ahli, pada dasarnya memiliki pandangan yang sama, bahwa untuk mencapai tujuan organisasi diperlukan tingkat kinerja yang baik secara individual maupun organisasi. Banyak pendekatan yang dilakukan dalam mengembangkan kerangka kerja kompetensi. Framework yang paling sering 56 digunakan adalah kompetensi Spencer. Kompetensi menurut Spencer &Spencer (1993:82) adalah karakteristik dasar yang dimiliki seorang individu yang berhubungan secara kausal dalam memenuhi kriteria yang diperlukan dalam menduduki suatu jabatan. Kompetensi terdiri dari 5 tipe karakteristik, yaitu motif (kemauan dan menjadi sebab dari tindakan), faktor bawaan (karakter dan respon yang konsisten), konsep diri (gambaran diri), pengetahuan (informasi dalam bidang tertentu) dan keterampilan (kemampuan untuk melaksanakan tugas). Kamus kompetensi menurut Spencer&Spencer bisa dilihat pada gambar dibawah ini: Gambar 2.8 Peta Hubungan Kompetensi dan Kinerja Sumber Competency Theory of Spencer (1999) 2.1.2.6 Kebutuhan Pengembangan Talents Berdasarkan Gap Kompetensi Palan (2007:21) mengatakan bahwa hal yang mendorong organisasi untuk fokus pada kompetensi adalah organisasi harus 57 selalu meningkatkan kompetensi karyawan agar berprestasi dan sukses. Sekarang organisasi-organisasi melakukan upaya besarbesaran agar berkinerja unggul, yang hanya dapat dicapai dengan berinvestasi pada tenaga kerja yang kompeten. Konsep hubungan kerja dengan sendirinya mengalami perubahan; dipekerjakan bukan lagi untuk seumur hidup, melainkan dipekerjakan selama keahliannya dibutuhkan oleh perusahaan. Apabila ada karyawan tidak lagi mengembangkan kompetensinya melalui belajar dan berkinerja, maka mereka akan menciptakan kesalahan fatal. Sindrom seperti ini dikenal dengan nama Peter’s Principle. Kompetensi sering digunakan sebagai kriteria utama untuk menentukan kerja karyawan seperti profesional, manajerial atau senior manajer. Perusahaan akan mempromosikan karyawan yang siap memenuhi kriteria kompetensi yang dibutuhkan dan dipersyaratkan untuk ke jenjang yang lebih tinggi. Karena kompetensi merupakan suatu kecakapan dan kemampuan individu dalam mengembangkan dan menggunakan potensi-potensi dirinya dalam merespon perubahan-perubahan yang terjadi pada lingkungan organisasi atau tuntutan dari pekerjaan yang menggambarkan satu kinerja. Kompetensi dapat juga digunakan sebagai kriteria untuk menentukan penempatan kerja karyawan. Karyawan yang ditempatkan pada tugas tertentu akan mengetahui kompetensi apa yang diperlukan, serta jalan yang harus ditempuh untuk mencapainya dengan mengevaluasi kompetensi-kompetensi yang sesuai dengan tolok ukur penilaian kinerja. Sehingga sistem 58 pengelolaan sumber daya manusia lebih terarah, karyawan dapat dikembangkan untuk meningkatkan pengetahuan, ketrampilan, keahlian, tingkat kompetensi dan kinerjanya. Mencermati berbagai uraian tentang konsep kompetensi di atas, terlihat adanya hubungan erat antara kompetensi dengan kinerja. Hal yang sama juga dikemukakan oleh Prihadi (2004:38) bahwa kompetensi menghasilkan kinerja yang efektif dan/atau superior. Ini berarti kompetensi mempunyai hubungan yang erat dengan kinerja. Bisa dikatakan bila pegawai memiliki kompetensi di bidangnya maka pegawai tersebut akan meningkatkan kinerja yang efektif. Demikian pula bila motivasi kerja karyawan tinggi maka akan meningkatkan kinerja. Menurut Spencer dan Spencer (2003:84), dikutip oleh Sutoto (2004:16), kompetensi mencakup kesadaran dalam berorganisasi (organizational awareness/OA), membangun/membina hubungan (relationship building/RB) dan orientasi pencapaian (achievement orientation/ACH). Kesadaran berorganisasi (OA) merupakan kemampuan untuk memahami hubungan kekuasan atau posisi dalam organisasi, pembinaan hubungan (RB) merupakan besarnya usaha untuk menjalin dan membina hubungan sosial atau jaringan hubungan sosial agar tetap hangat dan akrab. Orientasi pencapaian (ACH) merupakan derajat kepedulian seorang pegawai terhadap pekerjaannya, sehingga terdorong berusaha untuk bekerja lebih baik atau di atas standar. Prayitno dan Suprato (2002:31), mengatakan bahwa standar kompetensi adalah spesifikasi atau sesuatu yang dilakukan, 59 memuat persyaratan minimal yang harus dimiliki seseorang yang akan melakukan pekerjaan tertentu agar bersangkutan mempunyai kemampuan melaksanakan pekerjaan dengan hasil baik Betapa pentingnya kinerja karyawan bagi perusahaan sehingga program pengembangan karyawan berbasis kompetensi dan iklim organisasi merupakan salah satu upaya dapat meningkatkan kinerja, karena pengembangan karyawan berbasis kompetensi dan motivasi kerja merupakan wujud perhatian dan pengakuan perusahaan atau pimpinan kepada karyawan yang menunjukkan kemampuan kerja, kerajinan, dan kepatuhan serta disiplin kerja. Pengelolaan karyawan yang efektif melalui cara peningkatan keterampilan dan keahlian karyawan atau kompetensi dan iklim organisasi juga memberikan kesempatan pada karyawan untuk dapat meningkatkan prestasi kerja dan berkembang lebih maju apabila kompetensi dan iklim organisasi diberikan secara tepat dan peningkatan kompetensi disesuaikan dengan pendidikan yang dimiliki oleh karyawan. Harapannya adalah karyawan dapat melakukan pekerjaannya dengan baik, produktifitas kerja meningkat dan memberikan pelayanan yang terbaik kepada pelanggan. Hal ini akan terjadi bila mempertimbangkan adanya kecenderungan semangat kerja/motivasi yang tinggi dan juga akan meningkatkan loyalitas karyawan kepada perusahaan. Jadi jelaslah bahwa kompetensi, iklim organisasi dan kinerja saling berhubungan. Hal ini harus lebih diperhatikan karena terdapat hubungan yang saling mempengaruhi antara ketiganya. Disatu pihak, kompetensi dan iklim organisasi dapat meningkatkan 60 kinerja sehingga pengembangan kompetensi dan motivasi yang baik akan dapat meningkatkan kinerja karyawan tersebut. Upaya peningkatan kinerja yang dilakukan oleh tiap organisasi memiliki perspektif yang berbeda. Upaya tersebut berupa perbaikan kualitas sumber daya yang ada di dalamnya misalnya menetapkan kompetensi setiap staf, menyeimbangkan jumlah kerja dengan beban kerja, pemenuhan sarana fisik, perbaikan sistem manajemen dan memberi perhatian kepada seluruh staf serta menciptakan iklim kerja yang kondusif bagi organisasinya. Pemetaan kompetensi menjadi hal yang penting dalam proses pemberian training. Pekerja harus melalui proses competency assessment agar diketahui mana kompetensi yang belum dimiliki secara optimal dalam meningkatkan performance dalam pekerjaannya. Sehingga secara sederhana, proses pemetaan kompetensi bekerja sampai pemberian training dapat dilihat dalam bagan berikut ini : Gambar 2.9 Proses Training berdasarkan Alat Uji Kompetensi 61 Berdasarkan bagan diatas, idealnya, dalam pemberian training, perusahaan harus menentukan dulu Job Description dari masingmasing posisi. Dengan mengetahui deskripsi apa saja yang melekat dalam suatu jabatan, kita dapat melihat kompetensi yang juga melekat di dalamnya. Kompetensi tersebut bisa jadi terbentuk atas beberapa sub-sub kompetensi. Unit kompetensi inilah yang akan kita jadikan sebagai alat ukur yang dapat memetakan kebutuhan kompetensi pekerja. Kemudian pekerja diassess dengan alat ukur kompetensi yang sudah kita buat. Dari situ akan terlihat gap kompetensi nya yang mana akan dijadikan sebagai materi pemberian training untuk pekerja tersebut. Namun tidak mudah untuk menurunkan unit unit kompetensi ini menjadi sebuah alat ukur (biasanya berupa pertanyaanpertanyaan/ ujian). Dalam ilmu Psikologi sendiri hal ini disebut konstruksi tes. Bagaimana kita menyusun sebuah alat ukur uji kompetensi akan dipengaruhi sangat banyak faktor. Setidaknya alat ukur tersebut harus dapat mengukur apa yang menjadi tujuan kita untuk melakukan pengukuran. Misalnya, dari pertanyaanpertanyaan yang disusun, apakah hal tersebut mampu memetakan level kompetensi seseorang? Bagaimana dengan waktu dalam pengerjaannya? Bagaimana juga dengan pembentukan tes nya? Apakah dengan sistem online atau masih manual? Hal tersebut harus didiskusikan lebih lanjut dengan para stakeholder agar tujuan yang dimaksud dapat diperoleh dengan maksimal. Pemberian training berdasarkan gap kompetensi ideal sangat efektif dilakukan untuk mengembangkan kompetensi di dunia 62 kerja. Manfaat bagi perusahaan adalah perusahaan (dalam hal ini HR) dapat secara efektif dan efisien memberikan treatment pendidikan kepada pekerja, hal ini akan berimplikasi dengan meningkatnya kualitas Sumber Daya Manusia di perusahaan tersebut. Perusahaan juga bisa meminimalisasi adanya kekeliruan dari proses operasional yang dilakukan pekerja saat melakukan pekerjaannya. Dengan pengetahuan yang cukup, target produksi akan semakin mendekati kenyataan. Gambar 2.10 Tujuan Program Pelatihan dan Pengembangan adalah Performa yang lebih baik Bagi pekerja sendiri metode pemberian training based competency ini sangat bermanfaat karena dapat meningkatkan knowledge, skill dan attitude seseorang dalam bekerja. Dengan meningkatnya performa kerja, ia jadi lebih mudah dipromosikan 63 ke job position yang lebih tinggi. Hal ini secara tidak langsung dapat lebih efektif memberikan kesejahteraan bagi dirinya. Alat ukur kompetensi ini membutuhkan effort yang cukup besar dalam pembentukannya. Namun hal ini menjadi tools yang efektif untuk memberikan nilai tambah bagi proses training. Proses training tidak boleh dilihat sebagai sesuatu yang sifatnya opsional. Hal ini menjadi penting bagi kemajuan perusahaan. 2.2 Kerangka Pikir Kompetensi adalah kapasitas untuk menangani suatu pekerjaan atau tugas berdasarkan suatu standar yang telah ditetapkan. Disamping itu, kompetensi menunjukkan keterampilan atau pengetahuan yang dicirikan oleh profesionalisme dalam suatu bidang tertentu sebagai suatu yang terpenting. Kompetensi mempengaruhi kinerja seseorang, yang berarti kompetensi merupakan kombinasi dari pengetahuan dan ketrampilan yang mempengaruhi kinerja. Dengan demikian kompetensi dibangun dari tingkat pendidikan, pelatihan, dan pengalaman kerja seorang pegawai selama yang bersangkutan melakukan tugas-tugas dan tanggung jawabnya. Penentuan ambang kompetensi yang dibutuhkan tentunya dapat dijadikan dasar proses seleksi, perencanaan, evaluasi kinerja karyawan dan pengembangan sumber daya manusia. Mengacu pada kemampuan pengertian teknis, kompetensi ketrampilan dalam yang terdiri atas menganalisa dan mengambil keputusan, kemampuan berkomunikasi, kemampuan 64 bekerja mandiri dan kelompok sampai pada aspek kepemimpinan dan manajerial, maka melalui suatu kompetensi tertentu seorang karyawan akan bekerja semakin baik dan berkualitas. Pengaruh kompetensi menggunakan terhadap kinerja dalam teori kompetensi penelitian Spencer terdahulu (2001:41) yang menyatakan bahwa kompetensi terdiri dari indikator pengetahuan dan ketrampilan. Smith dan Millership (2007:73) juga menyatakan bahwa kompetensi itu merupakan kombinasi pengetahuan dan ketrampilan yang relevan dengan pekerjaan. Secara skematis kerangka pikir penelitian digambarkan dalam bentuk skema sebagai berikut: Proses Analisa Talent Development Needs Gambar 2.11 Kerangka Pikir Penelitian 65 ini dapat 2.3 Hipotesis Hipotesis yang dikembangkan untuk menjawab penelitian ini dimana responden bekerja yaitu di Bank BJB Cabang Hasyim Ashari; yang terdiri dari dua kriteria talent yaitu talent yang berkinerja superior dan talent yang berkinerja average adalah sebagai berikut : 1. H0 : Level kompetensi antara talents superior tidak berbeda dengan talents average. 2. H0 : Level kompetensi talents junior (bekerja kurang dari 5 tahun) tidak berbeda dengan level kompetensi talents senior (bekerja lebih dari 6 tahun) 3. H0 : Tidak adanya kebutuhan program pengembangan dan pelatihan berdasarkan gap kompetensi dari talent pool. 66