2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi dan Klasifikasi Bawal Air Tawar (Colossoma macropomum ) Ikan bawal yang telah tersebar dan berkembang serta dikenal oleh masyarakat Indonesia termasuk jenis Colossoma spp, yaitu macropomum dan bracipomum. Kedua jenis ikan bawal ini mirip atau identik dengan jenis (spesies) ikan bawal yang disebut Cachama (C. oculus) yang berkembang dan hidup di Amerika dan Venezuella. (Ostergaard 2009). Ikan ini merupakan salah satu komoditas perikanan yang bernilai ekonomis cukup tinggi dan berasal dari Brazil. Pada mulanya ikan bawal diperdagangkan sebagai ikan hias, namun karena pertumbuhannya cepat, nafsu makan tinggi serta termasuk pemakan segalanya (omnivora). Memiliki ketahanan yang tinggi terhadap kondisi limnologis yang kurang baik, disamping itu rasa dagingnya pun cukup enak, hampir menyerupai daging ikan gurami dan dapat mencapai ukuran besar. Masyarakat menjadikan ikan tersebut sebagai ikan konsumsi sehingga produksinya tiap tahun semakin meningkat (Chobyah 2001). Morfologi ikan bawal dapat dilihat pada Gambar 1. Gambar 1 Bawal air tawar (Colossoma macropomum) (sumber:anonima 2008) Klasifikasi ikan bawal air tawar (C. macropomum) menurut Saanin (1968) adalah sebagai berikut : Filum Kelas Ordo Famili Genus Spesies : : : : : : Chordata Pisces Cypriniformes Characidae Colossoma Colossoma macropomum, 4 Habitat hidup bawal air tawar adalah sungai. Bawal air tawar banyak ditemukan di Sungai Amazon, Brazil dan Sungai Orinoco, Venezuela. Hidupnya bergerombol di daerah yang aliran sungainya deras, namun dapat ditemukan pula di daerah yang airnya tenang, terutama saat berupa benih. Ikan ini dapat hidup dengan baik pada ketinggian 100-800 di atas permukaan laut dengan suhu air 2530 °C. Genus Colossoma (Serrasalmidae) menyebar secara luas di Amerika Selatan sampai di Orinici, Beni-Mamore Guapore, Paraguaypatanal, dan Rio de la Plata. Spesies C. macropomum hanya terdapat di perairan Sungai Amazon, Brazil, dan Sungai Orinoco, Venezuela. Kini bawal air tawar telah dipelihara di berbagai negara sebagai ikan hias maupun konsumsi (Kordi 2011) Spesies ini pada umumnya hidup secara soliter dan memakan zooplankton, serangga kecil, siput, hingga sisa tanaman yang mati. Ikan ini sering dibudidayakan karena dapat hidup pada air yang memiliki kandungan mineral yang rendah dan tahan terhadap berbagai jenis penyakit. Pemasaran ikan ini pada umumnya dalam bentuk segar maupun beku (Chobyah 2001). 2.2 Morfologi dan Sifat Bawal Air Tawar Morfologi ikan bawal air tawar dari arah samping tubuh membulat (oval) dengan perbandingan antara panjang dan tinggi 2:1. Ikan bawal air tawar memiliki bentuk tubuh pipih dengan perbandingan antara tinggi dan lebar tubuh 4:1. Warna tubuh ikan bagian atas abu-abu gelap, sedangkan bagian bawah berwarna putih (Arie 2000). Kepala ikan bawal berukuran kecil dengan mulut terletak di ujung kepala dan agak sedikit ke atas. Matanya kecil dengan lingkaran berbentuk cincin. Rahangnya pendek dan kuat serta memiliki gigi seri yang tajam. Karena itu ikan bawal dapat menggunakan gigi serinya yang tajam untuk memotong berbagai makanan dalam ukuran besar, seperti dedaunan. Giginya yang tajam ini juga dapat digunakan untuk memotong kayu dan bambu yang sudah lapuk dalam air (Kordi 2011) Bawal tawar tidak memiliki gigi maksila, duri jaringan insang jumlahnya 84-107 buah. Linea lateralis atau jumlah sisik pada garis rusuk antara 78-84. Sisik bawal berukuran kecil dan berbentuk ctenoid, dimana setengah bagian sisik belakang menutupi sisik bagian depan. Sirip punggung tinggi kecil dengan satu 5 jari-jari keras yang tidak tajam, sedangkan jari-jari yang lainnya lunak. Berbeda dengan sirip panggung bawal laut yang agak panjang, letak sirip bawal air tawar agak bergeser ke belakang. Sirip dada, sirip perut, dan sirip anus kecil dan berjarijari lunak. Sirip perut dan sirip dubur terpisah sedangkan pada bawal laut menyatu. Sirip ekor jari-jari lunak dan berbentuk cagak (Kordi 2011) 2.3 Kualitas Air Pemeliharaan Bawal Air Tawar Kualitas air merupakan faktor penting dalam budidaya bawal air tawar karena air merupakan media hidup yang utama. Beberapa faktor fisika dan kimia air yang dapat mempengaruhi hidup bawal air tawar adalah suhu, oksigen terlarut (dissolved oxygen), karbondioksida (CO2) bebas, pH, alkalinitas, amoniak, nitrat dan nitrit. Air yang digunakan untuk pemeliharaan bawal air tawar secara umum memiliki beberapa persyaratan seperti suhu, pH, degree of hardness (dH), alkalinitas, oksigen terlarut, CO2, amoniak dan H2S (Lukito dan Prayugo 2007). Berikut beberapa parameter yang dapat dijadikan indikator dalam menilai kualitas suatu perairan, sebagaimana tertera dalam Tabel 1. Tabel 1Parameter kualitas air untuk budidaya bawal air tawar Parameter Oksigen Karbondioksida pH Amonia Alkalinitas Suhu Kecerahan Warna DMA H2S Kesadahan Nilai 4-6 ppm Maks. 25 ppm 7-8 Maks 0,1 ppm 50-300 ppm 25-30°C 20-40 cm oleh plankton Hijau Kecoklatan 2- 4,5 Maks 0,1 ppm 3-8 dGH Sumber: Kordi (2011) 2.4 Pohon Pisang Menurut Priosoeryanto et al (2006), ekstrak batang pohon pisang ambon mengandung tanin, saponin dan flavonoid yang dapat berguna sebagai antimikrobial dan perangsang pertumbuhan sel-sel baru pada luka. Ekstrak batang pohon pisang ambon mampu untuk mengobati luka pada kulit karena kandungan bahan aktifnya mampu meningkatkan aliran darah ke daerah luka dan juga dapat 6 menstimulasi fibroblas sebagai respon untuk persembuhan luka. Berikut penampakan melintang hati batang pisang dapat dilihat pada gambar 2 Gambar 2 Penampang melintang batang pisang (Anonimb 2008) Flavonoid merupakan senyawa polifenol yang merupakan satu golongan fenol alam yang terbesar dan bersifat polar sehingga mudah larut dalam pelarut polar seperti air, etanol, metanol, butanol, aseton, dan sebagainya. Flavonoid umumnya ditemukan dalam bentuk glikosida yang larut air, sehingga pelarut air sangat baik untuk glikosida. Flavonoid adalah salah satu jenis senyawa yang bersifat racun/ aleopati terdapat pada kulit jeruk manis, merupakan persenyawaan glucoside yang terdiri dari gula yang terikat dengan flavon (Markham 1988). Senyawa flavonoid mempunyai efek biologis yang sangat kuat sebagai antioksidan, merangsang produksi oksidasi nitrit yang dapat melebarkan pembuluh darah. Flavonoid juga dapat meningkatkan aliran darah ke otak sehingga berperan dalam memperbaiki kerusakan pembuluh darah dan bermanfaat bagi kesehatan jantung. Flavonoid umumnya terdapat dalam tumbuhan, terikat pada gula sebagai glikosida (Harborne 1987 diacu dalam Priosoeryanto et al 2006). Senyawa yang juga terkandung dalam ekstrak hati batang pohon pisang ambon adalah saponin. Saponin merupakan glikosida yang memiliki sifat khas membentuk busa. Saponin merupakan senyawa berasa pahit menusuk dan menyebabkan bersin dan sering mengakibatkan iritasi terhadap selaput lendir. Saponin juga bersifat bisa menghancurkan butir darah merah lewat reaksi hemolisis, bersifat racun bagi hewan berdarah dingin, dan banyak diantaranya 7 digunakan sebagai racun ikan. Saponin yang berpotensi keras atau beracun seringkali disebut sebagai sapotoksin. Saponin terdiri atas agligen polisiklik yang disebut sapogenin dan gula sebagai glikon. Sapogenin dapat diuraikan kembali dari struktur kimia ikatan hidrogennya menjadi dua bentuk, yaitu steroid dan triterpenoid. Adanya saponin dalam tanaman diindikasikan dengan adanya rasa pahit. Bila saponin dicampur dengan air akan membentuk busa stabil (Cheek 2005). 2.5 Anestesi Anestesi merupakan suatu kondisi ketika tubuh atau bagian tubuh kehilangan kemampuan untuk merasa (insensibility). Anestesi dapat disebabkan oleh senyawa kimia, suhu dingin, arus listrik atau penyakit (Tidwell et.al 2004) Bahan anestesi mengganggu secara langsung maupun tidak langsung terhadap keseimbangan kationik tertentu di dalam otak selama masa anestesinya. Terganggunya keseimbangan ionik dalam otak menyebabkan ikan tersebut mati rasa karena syaraf kurang berfungsi. Anestesi menurut Mckelvey dan Wayne (2003) ada 4 tahapan, tahap pertama atau sering disebut stadium analgesia, hewan masih sadar tetapi disorientasi dan menunjukkan sensitivitas terhadap rasa sakit berkurang, respirasi dan denyut jantung normal atau meningkat, semua reflek masih ada, hewan masih bangun dan dapat juga urinasi, defekasi. Tahap kedua yaitu kesadaran mulai hilang namun refleks masih ada, pupil membesar (dilatasi) tetapi akan menyempit (konstriksi) ketika ada cahaya masuk. Tahap kedua atau stadium eksitasi berakhir ketika hewan menunjukkan tanda-tanda otot relaksasi, respirasi menurun dan refleks juga menurun. Tahap ketiga atau stadium anestesi, pada stadium ini biasanya dilakukan operasi. Hewan kehilangan kesadaran, pupil mengalami konstriksi dan tidak merespon cahaya yang masuk, refleks hilang (refleks palpebrae). Tahapan keempat adalah pernafasan dan jantung terhenti, dan hewan mati. Indikator tahapan anestesi antara lain aktivitas refleks (refleks palpebrae, pedal refleks, kornea refleks, refleks laring, refleks menelan), relaksasi otot, posisi mata dan ukuran pupil, sekresi saliva dan air mata, respirasi dan denyut jantung. Respon tingkah laku ikan dalam t ahap pemingsanan dapat dilihat pada Tabel 2 8 Tabel 2. Respon tingkah laku ikan dalam tahap pemingsanan Tingkat Sinonim Respon tingkah laku ikan 0 Normal Ia Pingsan ringan (light sedation) Ib Pingsan (deep sedation) IIa Kehilangan keseimbangan sebagian IIb Kehilangan keseimbangan total III Gerakan reflek tidak ada IV Roboh (medullary collaps) Reaktif terhadap rangsangan luar, pergerakan operculum dan kontraksi otot normal Reaktifitas terhadap rangsangan luar sedikit menurun, pergerakan operculum melambat, keseimbangan normal Reaktifitas terhadap rangsangan luar tidak ada, kecuali dengan tekanan kuat. Pergerakan operculum lambat, keseimbangan normal Kontraksi otot lemah, berenang tidak teraturmemberikan reaksi hanya terhadap rangsangan getaran dan sentuhan yang sangat kuat, pergerakan operculum cepat Kontraksi otot berhenti, pergerakan operculum lemah namun teratur, reflek urat syaraf tulang belakang menghilang Reaktifitas tidak ada, pergerakan operculum lambat dan tidak teratur, detak jantung lambat, reflek tidak ada Pergerakan operculum berhenti, respirasi terhenti, diikuti beberapa menit kemudian penghentian detak jantung Sumber : Tidwell et.al (2004) 2.6 Transportasi Hidup Sistem Kering Transportasi hidup biota perairan yaitu memindahkan biota perairan dalam keadaan hidup dengan diberi tindakan untuk menjaga agar derajat kelulusan hidup (survival rate) tetap tinggi hingga di tempat tujuan. Metode transportasi hidup biota perairan secara umum ada dua jenis, yaitu dengan menggunakan media air (sistem basah) dan tanpa media air (sistem kering). Transportasi sistem basah umumnya digunakan untuk transportasi jarak dekat (lokal), sedangkan transportasi sistem kering digunakan untuk transportasi jarak jauh untuk tujuan ekspor (Suryaningrum et al. 2005). Transportasi hidup dengan media non air (sistem kering) menggunakan prinsip hibernasi. Hibernasi merupakan upaya untuk menekan metabolisme biota 9 perairan sehingga dapat bertahan dalam kondisi lingkungan yang minimum (Junianto 2003). Hibernasi dapat dilakukan melalui teknik pembiusan (imotilisasi). Metabolism biota perairan berada pada kondisi basal dan oksigen yang dikonsumsi sangat sedikit, hanya sekedar untuk mempertahankan kelangsungan hidup biota tersebut pada kondisi hibernasi (Shigeno 1979 dalam Andasuryani 2003). Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam transportasi biota perairan hidup sistem kering antara lain suhu lingkungan, kadar oksigen dan proses metabolisme (Andasuryani 2003). Transportasi hidup sistem kering memiliki beberapa kelebihan yaitu dapat mengurangi stress pada organisme yang ditransportasikan, menurunkan kecepatan metabolisme dan konsumsi oksigen, mengurangi mortalitas akibat perlakuan fisik (getaran, kebisingan, cahaya), tidak mengeluarkan hasil metabolisme (feses) serta tidak perlu media air sehingga daya angkut lebih besar (Berka 1986). Biota yang dikemas dengan kepadatan yang lebih tinggi akan memiliki tingkat lelulusan hidup yang lebih rendah (Ning 2009). Stabilitas suhu dalam kemasan memegang peranan yang penting karena fluktuasi suhu yang tajam dapat menyebabkan kematian biota yang ditransportasikan (Nitibaskara et al. 2006).