Pengantar Ekonomi Makro

advertisement
Pengantar Ekonomi Makro
INFLATION TARGETING FRAMEWORK SEBAGAI KERANGKA KERJA DALAM
PENERAPAN KEBIJAKAN MONETER DI INDONESIA
NAMA
BP
: Hendro Dalfi
: 0910532068
2013
BAB I
PENDAHULUAN
Pertumbuhan ekonomi yang terjadi pada suatu negara merupakan sebuah indikator
dalam menilai kemajuan perekonomian negara tersebut. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan
stabil bukanlah suatu perkara yang mudah dalam pencapaiannya jika tidak diikuti oleh
kemampuan variabel makroekonomi dalam mengatasi setiap permasalahan. Perekonomian
suatu negara dikatakan tidak stabil dan rentan terhadap suatu perubahan, apabila dampak suatu
goncangan menyebabkan fluktuasi yang besar pada variabel makroekonomi dan diperlukan
waktu yang relatif lama untuk mencapai keseimbangan jangka panjang. Sebaliknya,
perekonomian dapat dikatakan stabil apabila dampak dari suatu goncangan menunjukan
fluktuasi yang relatif kecil dan untuk mencapai keseimbangan jangka panjang tidak
membutuhkan waktu yang lama.
Untuk itu salah satu kebijakan yang digunakan untuk meningkatkan dan menjaga
kestabilan pertumbuhan ekonomi suatu negara adalah dengan menggunakan kebijakan moneter
(monetary policy). Kebijakan moneter merupakan salah satu ilustrasi kebijakan yang digunakan
untuk mengatasi permasalahan ekonomi dengan tujuan utama adalah memelihara kestabilan
nilai rupiah. Kebijakan moneter ini juga sebagai senjata untuk mengatur jalannya perekonomian
dan khususnya mengendalikan ekonomi makro agar dapat berjalan sesuai keinginan yaitu
dengan beberapa instrument-instrument kebijakan moneter yang sudah ditentukan oleh
pembuat kebijakan (Sprillina, 2013).
Pada perkembangan teoritis terdapat dua aliran makroekonomi baru yang
memperdebatkan permasalahan dampak kebijakan moneter, yaitu New Classical dan New
Keynesian. New Classical berpendapat bahwa kebijakan moneter hanya akan memiliki dampak
jika kebijakan tersebut tidak diantisipasi oleh masyarakat. Inti dari aliran ini menyatakan bahwa
kebijakan moneter tidak memiliki dampak terhadap perekonomian (tidak dapat meningkatkan
output ataupun mengurangi pengangguran) atau money neutrality. Sedangkan aliran New
1
Keynesian berpendapat bahwa kebijakan moneter dapat digunakan untuk mempengaruhi
perekonomian riil atau yang terjadi di sini adalah money non-neutrality.
Berdasarkan pasal 8 UU no.3 tahun 2004, Bank Indonesia sebagai bank sentral memiliki
tugas yaitu menetapkan kebijakan moneter dalam rangka memelihara kestabilan rupiah. Hal
yang dimaksud dengan kestabilan nilai rupiah antara lain adalah kestabilan terhadap harga-harga
barang dan jasa yang tercermin pada inflasi. Untuk mencapai tujuan tersebut, sejak tahun 2005
Bank Indonesia menerapkan kerangka kebijakan moneter dengan inflasi sebagai sasaran utama
kebijakan moneter (Inflation Targeting Framework) dengan menganut sistem nilai tukar yang
mengambang (free floating).
2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Kerangka Kebijakan Moneter di Indonesia
Dalam melaksanakan kebijakan moneter, Bank Indonesia menganut sebuah kerangka kerja
yang dinamakan Inflation Targeting Framework (ITF). Kerangka kerja ini diterapkan secara
formal sejak Juli 2005, setelah sebelumnya menggunakan kebijakan moneter yang menerapkan
uang primer (base money) sebagai sasaran kebijakan moneter. Dengan kerangka ini, Bank
Indonesia secara eksplisit mengumumkan sasaran inflasi kepada publik dan kebijakan moneter
diarahkan untuk mencapai sasaran inflasi yang ditetapkan oleh Pemerintah tersebut. Untuk
mencapai sasaran inflasi, kebijakan moneter dilakukan secara forward looking, artinya
perubahan stance kebijakan moneter dilakukan melaui evaluasi apakah perkembangan inflasi
ke depan masih sesuai dengan sasaran inflasi yang telah dicanangkan. Dalam kerangka kerja ini,
kebijakan moneter juga ditandai oleh transparansi dan akuntabilitas kebijakan kepada
publik. Secara operasional, stance kebijakan moneter dicerminkan oleh penetapan suku bunga
kebijakan (BI Rate) yang diharapkan akan memengaruhi suku bunga pasar uang dan suku bunga
deposito dan suku bunga kredit perbankan. Perubahan suku bunga ini pada akhirnya akan
memengaruhi output dan inflasi.
Dengan telah dilepaskannya sistem nilai tukar dengan band intervensi nilai tukar (crawling
band) di tahun 1997, Bank Indonesia memerlukan jangkar nominal (nominal anchor) baru dalam
rangka menjalankan kebijakan moneter. Jangkar nominal adalah variabel nominal (seperti
indeks harga, nilai tukar, atau uang beredar) yang ditargetkan secara eksplisit oleh bank sentral
sebagai dasar/patokan bagi pembentukan harga lainnya. Misalnya kalau nilai tukar dijadikan
target, maka inflasi luar negeri akan menjadi inflasi domestik. Jangkar nominal diperlukan agar
ada kejelasan kemana kebijakan moneter akan diarahkan sehingga masyarakat memiliki
pedoman dalam membuat ekspektasi inflasi.
Dalam kerangka ITF, Bank Indonesia mengumumkan sasaran inflasi ke depan pada periode
tertentu. Setiap periode Bank Indonesia mengevaluasi apakah proyeksi inflasi ke depan masih
3
sesuai dengan sasaran yang ditetapkan. Proyeksi ini dilakukan dengan sejumlah model dan
sejumlah informasi yang dapat menggambarkan kondisi inflasi ke depan. Jika proyeksi inflasi
sudah tidak kompatibel dengan sasaran, Bank Indonesia melakukan respon dengan
menggunakan instrumen yang dimiliki. Misalnya jika proyeksi inflasi telah melampaui sasaran,
maka Bank Indonesia akan cenderung melakukan pengetatan moneter.
2.2 Transmisi Kebijakan Moneter
Tujuan akhir kebijakan moneter adalah menjaga dan memelihara kestabilan nilai rupiah
yang salah satunya tercermin dari tingkat inflasi yang rendah dan stabil. Untuk mencapai tujuan
itu Bank Indonesia menetapkan suku bunga kebijakan BI Rate sebagai instrumen kebijakan
utama untuk mempengaruhi aktivitas kegiatan perekonomian dengan tujuan akhir pencapaian
inflasi. Namun jalur atau transmisi dari keputusan BI rate sampai dengan pencapaian sasaran
inflasi tersebut sangat kompleks dan memerlukan waktu (time lag). Mekanisme bekerjanya
perubahan BI Rate sampai mempengaruhi inflasi tersebut sering disebut sebagai mekanisme
transmisi kebijakan moneter. Mekanisme ini menggambarkan tindakan Bank Indonesia melalui
perubahan-perubahan instrumen moneter dan target operasionalnya mempengaruhi berbagai
variable ekonomi dan keuangan sebelum akhirnya berpengaruh ke tujuan akhir inflasi.
Mekanisme tersebut terjadi melalui interaksi antara Bank Sentral, perbankan dan sektor
keuangan, serta sektor riil. Perubahan BI Rate mempengaruhi inflasi melalui berbagai jalur,
diantaranya jalur suku bunga, jalur kredit, jalur nilai tukar, jalur harga aset, dan jalur ekspektasi.
4
Sumber : www.bi.go.id
Pada jalur suku bunga, perubahan BI Rate mempengaruhi suku bunga deposito dan suku
bunga kredit perbankan. Apabila perekonomian sedang mengalami kelesuan, Bank Indonesia
dapat menggunakan kebijakan moneter yang ekspansif melalui penurunan suku bunga untuk
mendorong aktifitas ekonomi. Penurunan suku bunga BI Rate menurunkan suku bunga kredit
sehingga
permintaan
akan
kredit
dari
perusahaan
dan
rumah
tangga
akan
meningkat. Penurunan suku bunga kredit juga akan menurunkan biaya modal perusahaan untuk
melakukan investasi. Ini semua akan meningkatkan aktifitas konsumsi dan investasi sehingga
aktifitas perekonomian semakin bergairah. Sebaliknya, apabila tekanan inflasi mengalami
kenaikan, Bank Indonesia merespon dengan menaikkan suku bunga BI Rate untuk mengerem
aktifitas perekonomian yang terlalu cepat sehingga mengurangi tekanan inflasi. Perubahan suku
bunga BI Rate juga dapat mempengaruhi nilai tukar. Mekanisme ini sering disebut jalur nilai
5
tukar. Kenaikan BI Rate, sebagai contoh, akan mendorong kenaikan selisih antara suku bunga
di Indonesia dengan suku bunga luar negeri. Dengan melebarnya selisih suku bunga tersebut
mendorong investor asing untuk menanamkan modal ke dalam instrument-instrumen keuangan
di Indonesia seperti SBI karena mereka akan mendapatkan tingkat pengembalian yang lebih
tinggi. Aliran modal masuk asing ini pada gilirannya akan mendorong apresiasi nilai tukar
Rupiah. Apresiasi Rupiah mengakibatkan harga barang impor lebih murah dan barang ekspor
kita di luar negeri menjadi lebih mahal atau kurang kompetitif sehingga akan mendorong impor
dan mengurangi ekspor.
Turunnya net ekspor ini akan berdampak pada menurunnya
pertumbuhan ekonomi dan kegiatan perekonomian.
Perubahan suku bunga BI Rate mempengaruhi perekonomian makro melalui perubahan
harga aset. Kenaikan suku bunga akan menurunkan harga aset seperti saham dan obligasi
sehingga mengurangi kekayaan individu dan perusahaan yang pada gilirannya mengurangi
kemampuan
mereka
untuk
melakukan
kegiatan
ekonomi
seperti
konsumsi
dan
investasi. Dampak perubahan suku bunga kepada kegiatan ekonomi juga mempengaruhi
ekspektasi publik akan inflasi (jalur ekspektasi). Penurunan suku bunga yang diperkirakan akan
mendorong aktifitas ekonomi dan pada akhirnya inflasi mendorong pekerja untuk
mengantisipasi kenaikan inflasi dengan meminta upah yang lebih tinggi. Upah ini pada akhirnya
akan dibebankan oleh produsen kepada konsumen melalui kenaikan harga.
2.3 Hambatan Dalam Pelaksanaan Inflation Targeting Framework
Meski kebijakan Inflation Targeting ini cukup menjanjikan, namun sebenarnya terdapat
banyak hambatan yang berkaitan dengan banyaknya prasyarat yang harus dipenuhi dalam
pelaksanaannya di Indonesia. Ditambah dengan adanya faktor lain yang juga menjadi kendala
dalam pemberlakuan kebijakan ini. Secara singkat, hambatan-hambatan dapat dijelaskan
sebagai berikut:
1. Hambatan dalam menciptakan independensi
Sulitnya menciptakan independensi bank sentral, karena hingga saat ini sistem pemerintahan
Indonesia tidak memungkinkan untuk memberikan kewenangan penuh terhadap suatu
6
lembaga/otoritas dalam menjalankan fungsi pengawasan instrumen keuangan. Dengan kata lain
bahwa pemerintah tidak dapat benar-benar tidak turun campur tangan dalam urusan lembaga
pengawas, meski lembaga tersebut disebut lembaga independen. Para pejabat dalam lembaga
tersebut digaji oleh pemerintah, yang berarti loyalitas mereka terhadap pemerintah tak
diragukan lagi. Hal ini jelas-jelas menyebabkan fungsi pengawasan tak dapat berjalan
sebagaimana mestinya.
2. Hambatan dalam memprediksi inflasi
Kemampuan untuk memprediksi inflasi merupakan kunci utama dalam pelaksanaan kebijakan
target inflasi. Kemungkinan besar, peramalan inflasi di Indonesia akan sulit dilaksanakan. Hal ini
berkaitan dengan kondisi politik dan keamanan yang boleh dikatakan tidak menentu akhir-akhir
ini. Padahal, stabilitas nasional sangat berperan dalam menentukan kondisi ekonomi suatu
negara. Untuk saat ini, para investor masih beranggapan bahwa negara kita tidak cukup kondusif
bagi investasi. Isu-isu seputar politik dan keamanan daerah sudah rawan untuk memporakporandakan perekonomian nasional. Jika stabilitas belum tercapai, mustahil dapat memprediksi
dengan cermat.
3. Hambatan dalam mewujudkan kebijakan secara konsisten dan transparan
Pelaksanaan kebijakan Inflation Targeting secara konsisten dan transparan juga akan sulit
terwujud. Tingkat korupsi di Indonesia yang sedemikian tinggi akan mempersulit pemerintah
dalam meraih kepercayaan dari masyarakat. Juga maraknya praktik kolusi yang menyebabkan
sikap masyarakat semakin apatis dan enggan berpartisipasi dalam pelaksanaan pemulihan krisis
ekonomi. Kebijakan target inflasi belum tentu didukung oleh masyarakat, kecuali apabila
lembaga pelaksana kebijakan ini dapat meyakinkan masyarakat bahwa aparaturnya negara
bersih dan bebas korupsi.
4. Hambatan dalam mewujudkan kebijakan secara fleksibel dan kredibel
Menjalankan kebijakan secara fleksibel sekaligus kredibel juga bukan merupakan pekerjaan
yang mudah. Jika kebijakan diberlakukan secara lentur, maka akan membuka kesempatan
7
korupsi dan kolusi, sehingga menyebabkan incredible. Demikian juga sebaliknya, apabila
kebijakan ini lebih berfokus pada kredibilitas, maka akan timbul sifat inflexible.
5. Tingkat keparahan krisis
Faktor lain adalah tingkat keparahan krisis ekonomi yang terjadi di Indonesia sudah tergolong
akut, sehingga penanganannya juga lebih sulit dibanding negara-negara lain. Mungkin kebijakan
target inflasi ini berhasil diberlakukan di negara-negara lain, namun belum tentu akan sesuai
diberlakukan di Indonesia.
8
BAB III
KESIMPULAN
Kemajuan perekonomian suatu negara dapat diindikasikan dengan pertumbuhan
ekonomi yang tinggi dan stabil. Perekonomian suatu negara dikatakan stabil dan tidak rentan
terhadap suatu perubahan, apabila dampak suatu goncangan menyebabkan fluktuasi yang kecil
pada variabel makroekonomi dan diperlukan waktu yang relatif pendek untuk mencapai
keseimbangan jangka panjang. Untuk meningkatkan dan menjaga kestabilan tersebut salah satu
kebijakan yang dapat digunakan adalah kebijakan moneter (monetary policy).
Di Indonesia yang mempunyai otorisasi dalam melaksanakan kebijakan moneter ini
adalah Bank Indonesia sebagai Bank Sentral. Sesuai dengan pasal 8 UU no.3 tahun 2004, Bank
Indonesia sebagai bank sentral memiliki tugas yaitu menetapkan kebijakan moneter dalam
rangka memelihara kestabilan rupiah. Hal yang dimaksud dengan kestabilan nilai rupiah antara
lain adalah kestabilan terhadap harga-harga barang dan jasa yang tercermin pada inflasi. Untuk
mencapai tujuan tersebut, Bank Indonesia menerapkan kerangka kebijakan moneter dengan
inflasi sebagai sasaran utama kebijakan moneter (Inflation Targeting Framework) dengan
menganut sistem nilai tukar yang mengambang (free floating).
Dalam pelaksanaannya di Indonesia, Inflation Targeting Framework ini mempunyai
beberapa hambatan diantaranya yaitu : Hambatan dalam menciptakan independensi, Hambatan
dalam memprediksi inflasi, Hambatan dalam mewujudkan kebijakan secara konsisten dan
transparan, Hambatan dalam mewujudkan kebijakan secara fleksibel dan kredibel, dan Tingkat
keparahan krisis.
Untuk itu dalam melaksanakan Inflation Targeting Framework ini diharapkan
perencanaan dan konsep yang lebih matang dari pihak Bank Indonesia sebagai regulator
kebijakan moneter. Selain itu agar pelaksanaannya berjalan baik maka diharapkan dukungan dan
partisipasi dari semua stakeholders atau pihak yang berkepentingan.
9
BAB IV
DAFTAR PUSTAKA
Seprillina, L., 2013, “Efektivitas Instrumen Kebijakan Moneter Terhadap Pertumbuhan Ekonomi
di Indonesia”: Jurnal Ilmiah Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya
Sutanto, S., 2011, “Berbagai Hambatan dalam Penerapan Kebijakan Moneter Inflation Targeting”:
http://www.duniaesai.com
Sutikno, 2007, “Dampak Kebijakan Moneter Terhadap Performance Makro Ekonomi Indonesia”:
Jurnal Ilmiah Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Malang
http://www.bi.go.id/web/id/Moneter/
10
Download