bab 2_ 2002kdw

advertisement
TINJAUAN PUSTAKA
Genus Phalaenopsis dan Sejarah Klasifikasi
Hamparan daratan negara Indonesia hanyalah 1,3 % dari luas permukaan bumi,
namun diperkirakan tidak kurang dari 30 % dari sekitar 17.000 jenis anggrek
menghuni bumi nusantara. Jadi di Indonesia terjadi konsentrasi jumlah jenis tanaman
anggrek; serta beberapa kelompok tetumbuhan khas lainnya yang sangat besar, dan
sering disebut sebagai pusat keanekaragaman hayati dunia (Rivai 1995). Irawati
(1999) melaporkan di Jawa terhpat 700 jenis anggrek, sedang di Surnatera dan
Kalimantan tidak kurang dari 2000 jenis. Irian Jaya dilaporkan menyimpan berbagai
jenis anggrek unik dan khas seperti anggrek macan (Grammatoplyllum scriptum) dan
jenis-jenis lainya (Anonim 1992), selain jenis anggrek yang terdapat di kepulauan
Indonesia lainnya yang belum teridentifikasi. Identifikasi jenis-jenis anggrek yang ada
di Indonesia harus dilakukan secepatnya sebelurn berlomba dengan kerusakan
habitatnya. Oleh karena itu melalui program Flora Malesiana dilakukan revisi jenisjenis tumbuhan di dunia yang diperkirakan baru akan selesai pada tahun 2 135.
Genus Phalaenopsis, oleh Bentham, Pfitzer dan Schlecher disepakati masuk
ke dalam sub tribe Sarcanthinae, yang merupakan anggrek native tertua di dunia
(Sweet 1980). Genus dalam sub-tribe Sarcantlzinae dibagi menjadi dua grexes
berdasarkan ada tidaknya pangkal column (column-foot). Baru-baru ini Holtum (1972)
menggunakan tingkat percabangan dari polinia sebagai dasar skema filogenetik dari
sub tribe Sarcanthinae. Namun demikian tidak ada dua karakter morfologi yang
signifikan dalam mengevaluasi suatu hubungan kekerabatan.
Phalaenopsis merupakan anggrek mono@al
yang dicirikan sebagai tanaman
epifit atau litofit (menempel atau menempel pada batu). Akarnya agak pipih,
berdaging dan mengandung klorofil. Berbatang pendek yang seluruhnya terbungkus
oleh pangkal pelepah daun. Daunnya berwarna hijau atau hijau muda mengkilat,
berbentuk lonjong yang biasanya makin melebar pada ujungnya, tanpa tangkai daun.
Susunan bunga bermacam-macam bentuknya ada yang tunggal, tandan atau malai.
Marga Phalaenopsis dapat berbunga serentak atau bergantian. Jumlah bunganya dapat
sedikit (satu kuntum) hingga banyak (30 kuntum). Ke!opak mahkotanya tidak
berlekatan. Seringkali ukuran kelopak dan mahkota hampir sama atau mahkotanya
sedikit lebih besar dan lebar. Ukuran bunganya bervariasi dari yang kecil (2-3 cm)
hingga besar (9-10 cm). Marga Phalaenopsis umumnya memiliki warna yang
mencolok dengan variasi warna putih, merah jambu, ungu, kuning yang dihiasi dengan
pola garis-garis, bintik-bintik atau totol-tot01 berwarna merah hati, coklat, merah
jambu yang menimbulkan kesan warna kontras. Perhiasan bunga (kelopak dan
mahkotanya) sering kali mempunyai p l a clan warna yang sama (Puspitaningtyas dan
Mursidawati 1999).
Sejarah klasifikasi Phalaenopsis menunjukkan beberapa kali revisi. Revisi
pertama disampaikan oleh Reichenbach di Hamburger Garten-und Blumenzeitung,
pada tahun 1860, yang mana dua t d u n kemudian diperluas pada Xenia Orchidaceae,
meliputi sebelas spesies yang sampai saat ini masih akurat. Reichenbach membagi
spesies ke dalam dua kelompok berdasarkan ada tidalcnya apendiks pada ujung lidah
bunga (Sweet 1980). Sedangkan revisi klasifikasi genus Phalaenopsis terkini disusun
kembali oleh Sweet (1980) melalui beberapa kali tahapan dengan data terbaru
(material segar) dan spesimen yang berasal dari berbagai herbarium di seluruh dunia.
Genus Phalaenopsis merupakan satu dari 90 genus dalam sub tribe
Sarcanthinae, dengan jumlah kromosom 2n
=
38 (de Vogel 1990). Pengelompokan
sub tribe Sarcanthinae ke dalam genus-genus didasarkan pada bentuk bagian-bagian
atau struktur bunganya yang khas. Genus Arachnis karena bentuk bunganya seperti
kalajengking, Renanthera (ren = ginjal dan anthera) karena bentuk anternya seperti
ginjal. Genus Phalaenopsis (phalaina = ngengat dan opsis
=
penampilan) karena
bentuknya seperti ngengat, Rhynchostilis (rhynchos = paruh dan stylis
=
column)
karena bentuk column berparuh (Sidran 1985 dikutip Kartikaningrum 2002). Namun
Sweet (1980) menyatakan, jika satu kriteria tertentu digunakan untuk mengevaluasi
pengelompolcan, maka beberapa genus yang berkerabat dekat dapat menjadi terpisah.
Persamaan dari genus-genus yang tergolong dalam sub tribe Sarcanthinae adalah
pertumbuhannya monopodial, pada umumnya polinarium terdapat stipe dan viscidium,
bunga muncul di bagian lateral dari batang tanaman (de Vogel 1990).
Penanda Morfologi dan Penanda Molekuler RAPD
Terdapat tiga tipe penanda genetik yang sering digunakan untuk analisis
genomik yaitu penanda morfologi, penanda berdasar protein dan penanda berdasar
DNA (Liu, 1998). Penanda morfologi antara lain dengan mengamati warns, bentuk,
dan tanda khusus pada bunga, daun, batang dan sebagainya yang diwariskan ke
ketumamya Penanda molekuler oleh Walton (1993) diartikan s e w karakter kirnia
atau karakter molekuler yang dapat didcur dengan pewarisan sederhana d m mengikuti
pewarisan Mendel. Penan& molekuler berperan penting dalam program pemuliaan
tanaman sebagai sumber genetik dalam bentuk sidik jari Vinger printing) dan sebagi
alat seleksi berdasar penanda yang terpaut dengan karakter fenotipik yang dituju.
Beberapa teknik yang digunakan sebagai penanda antara lain RFLP
(Restrrctron Fragment Length Polymorphism), PCR (Polymerase Chain Reaction),
SSR (Srmple Sequence Repeat), AFLP (Ampllfed Fragment Length Polymorphism)
dan W D (Randomly Ampllfed Polymorphic DNA). Penanda molekuler melalui
teknik RAPD dihasilkan melalui arnplifikasi DNA yang berdasar pada PCR. Hasil
reaksi PCR berupa potongan-potongan DNA yang dengan mudah dapat dipisahkan
melalui teknik elektroforesis yang hasilnya berupa pita-pita DNA dalam berbagai
ukuran (William et al. 1990). Potongm-potongan DNA hasil amplifikasi, masingmasing dapat diperlakukan sebagi karakter untuk keperluan analisis.
Teknik RAPD telah banyak diaplikasikan sebagai infonnasi genetik, antara
lain analisis kekerabatan pada Chicory (Koch dan Jung 1997), keragaman genetik
pada anggrek Cymbidium (Obara-Okeyo dan Kako 1998), keragaman genetik kapas
(Tatineni et al. 1994), atlaiisis sidik jari dalam pemuliaan anggrek Phalaenopsis (Chen
et al. 1995), identifikasi ketahanan terhadap penyakit blas pada padi (Tasliah et al.
2000), analisis reevaluasi talcsonomi pada tanaman jintan (Duc et al. 1999), analisis
keragaman dan jarak genetik pada table beet dan sugar beet (Wang 1999), analisis
plasma nutfah mawar (Jan dan Byrne 1999), analisis keragaman genetik pada kelapa
(Hayati et al. 2000), pemetaan genom pada jeruk (Cai et al. 1994), identifikasi mutan
lemon (Deng et al. 1995), dan analisis kekerabatan anggrek sub tribe Sarcanthinae
(Kartikaningrum 2002). Selain itu teknik RAPD juga banyak digunakan untuk tujuan
tertentu antara lain sebagai proteksi hak paten, pemetaan genetik, diversitas genetik,
variabilitas genetik, karakterisasi galur tangkar dalam (inbreed line), taksonomi dan
evolusi, variasi populasi genetik (Rajapakse dan Ballard 1997).
Kaitan antara Penanda Morfologi dan Molekuler
Penanda morfolop baik karakter vegetatif maupun generatif ada yang mudah
dibedakan, namun sering pula sulit karena sangat dlpengaruhi lingkungan terutama
untuk karakter kuantitatif. Pada anggrek tanah Spathoglotis aurea dan S. plicata yang
tersebar di Jawa, kedua spesies tersebut sangat mudah dibedakan berdasarkan karakter
warna pelepah, warna helaian daun, jarak antar tulang daun, bentuk bulk warna
bunga, bentuk bibir, perbuluan dm bentuk kalus (Chilanawati 1994). Namun untuk
jenis anggrek lainnya yang mempunyai keragaman sangat besar, sangat sukar untuk
membedakan dan mengelompokan fenotipe-fenotipe tersebut secara akurat. Oleh
karena itu saat ini mulai banyak penelitian yang membandingkan antara kaitan
karakter morfologs dengan penanda molekuler (isozim, DNA).
Penanda DNA secara genetik terpaut dengan suatu karakter yang diinginkan,
yang digunakan untuk kloning gen, diagnosa medis, dan karakter introgresi pacia
tanaman dan hewan dalam program pemuliaan (Williams et al. 1990). Perbedaan
(polimorfisme) DNA hasil amplifikasi dengan teknik PCR oleh suatu primer
oliginukleotida, berlaku seperti penanda fenotipe genetika Mendel. Penanda DNA ini
disebut penanda RAPD yang berlaku sebagai penanda dominan, yakni dalam populasi
yang bersegregasi tidak dapat membedakan .individu homosigot dan heterosigot,
karena memberikan hasil pita DNA yang sama.
Dalam pemuliaan, penanda molekuler berperan sebagai penentu identitas atau
sidik jari dan sebagai penanda dalam seleksi terpaut dengan sifat fenotipik tertentu.
Chen et al. (1995) dalam penelitiannya menunjukkan bahwa primer OPQ103so pb
merupakan penanda warm bunga merah berdasarkan analisis Fl hasil persilangan D.
pulcherima dan Phalaenopsis equestris. Penanda dalam seleksi terhadap karakter
terpaut dilakukan dengan cara skoring tidak langsung terhadap ada tidaknya fenotip
tanaman yang diinginkan atau komponen fenotip yang didasarkan pada pola pita dari
penanda molekuler yang terpaut. Pelaksanaannya meliputi pengujian DNA tanaman
secara individu berdasar ada tidahya pita dengan berat molekul yang sesuai pada
agarose hasil elektroforesis. Pola pita penanda molekuler pada lokus yang diberikan
merupakan indikasi ada tidaknya segrnen kromosomal spesifik yang membawa gen
atau ale1 yang diinginkan (McCouch dan Tasley 1991).
Download