determinan permintaan pariwisata internasional indonesia 2002-2011

advertisement
DETERMINAN PERMINTAAN
PARIWISATA INTERNASIONAL INDONESIA
2002-2011
Riyan Hidayat1, Dewi Ratna Sjari M2
1
Program Studi Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi, Universitas Indonesia, Depok, 16424, Indonesia
2
Program Studi Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi, Universitas Indonesia, Depok, 16424, Indonesia
Email: [email protected], [email protected]
ABSTRAK
Penelitian ini membahas determinan permintaan pariwisata internasional Indonesia dari sisi jumlah
kunjungan dan total pengeluara wisatawan mancanegara. Di dalam studi ini terdapat beberapa faktor
yang memengaruhi permintaan pariwisata internasional Indonesia yaitu pendapatan riil per kapita,
biaya hidup relatif, biaya transportasi, kapasitas akomodasi, kebijakan fasilitasi visa, ancaman
terorisme serta krisis ekonomi. Hasil dari studi ini menyarankan pemerintah perlu terus mendorong
perbaikan infrastruktur pariwisata dan terus menambah jumlah negara yang memeroleh Visa on
Arrival (VoA) agar permintaan pariwisata internasional Indonesia terus meningkat.
ABSTRACT
This Research discusses the determinant of international tourism for Indonesia measured by tourist
arrival and tourist expenditures. The determinants involved in this study are per capita income, relative
cost of living, cost of travel, accomodation capacity, visa on arrival policy, terrorism threat and
economic crisis. The result implies that government need to keep on improving tourism infrastructures
and giving more visa on arrival for supporting the development of international demand for
Indonesia’s tourism.
Keywords: Tourism Demand, tourist, tourism infrastructure, Visa on Arrival
Determinan permintaan…, Riyan Hidayat, FE UI, 2014
Pendahuluan
Kontribusi sektor pariwisata terhadap perekonomian terus meningkat dalam beberapa
tahun terakhir. Menurut data World Travel and Tourism Council1, kontribusi pariwisata dunia
terhadap total GDP dunia dari tahun 2000-2010 secara rata-rata adalah sebesar 9.7% per
tahun. Selain itu, kontribusi sektor pariwisata dunia dalam penciptaan lapangan pekerjaan
juga terus meningkat. Untuk periode 2000-2010, sektor pariwisata dunia berkontribusi dalam
penciptaan lapangan pekerjaan rata-rata sebesar 8,3 % dari total tenaga kerja dunia setiap
tahunnya.
Sementara
itu,
perkembangan
pariwisata
di
Indonesia
juga
menunjukkan
perkembangan yang tidak jauh berbeda dengan pariwisata global. Data dari Kementerian
Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf)2 menunjukkan untuk periode 2007-2011
sektor pariwisata secara rata-rata setiap tahunnya memberikan lapangan pekerjaan kepada
7,75% dari total angkatan kerja. Untuk periode yang sama, sektor pariwisata berkontribusi
rata-rata 4% terhadap GDP Indonesia setiap tahunnya.
Kontribusi sektor pariwisata terhadap perekonomian Indonesia juga bisa dilihat dari
penerimaan devisa sektor pariwisata. Data Kemenparekraf menunjukkan bahwa pada tahun
2010 dan 2011, penerimaan devisa pariwisata masuk dalam urutan 5 besar penerima devisa
dari ekspor. Penerimaan devisa pariwisata berada di bawah penerimaan devisa Migas,
Batubara dan Kelapa sawit seperti terlihat dalam tabel 1.
Tabel 1. Rangking Devisa Pariwisata Terhadap 5 Ekspor Barang Terbesar
Rank
1
2
3
4
5
Jenis
Komoditas
Minyak dan
gas Bumi
Minyak
Kelapa Sawit
Karet Olahan
Pakaian Jadi
Pariwisata
2010 (Juta USD)
2011 (Juta USD)
28,039.60
41,477.10
18,499.39
27,221.80
13,468.97
9,314.97
7,603.45
17,261.30
14,258.20
8,554.40
Sumber: Nesparnas, Kemanparekraf
1
Dalam Travel & Tourism Economic Impact 2012 oleh WTTC.
2
Dalam Dampak Ekonomi Makro Berdasarkan Neraca Satelit Pariwisata Nasional (NESPARNAS), 2007 – 2011 oleh Kemanparekraf Determinan permintaan…, Riyan Hidayat, FE UI, 2014
Besarnya kontribusi sektor pariwisata terhadap devisa dan indikator-indikator
ekonomi lainnya terutama dipengaruhi oleh besarnya permintaan pada sektor pariwisata itu
sendiri. Permintaan terhadap pariwisata Indonesia salah satunya berasal dari wisatawan
mancanegara (wisman). Data BPS menunjukkan bahwa permintaan terhadap pariwisata
Indonesia dari wisman memiliki tren positif.
Gambar 1. Kunjungan Wisman ke Indonesia, 1994-2011 (dalam juta Orang)
9 8 7 6 5 Jumlah Kedatangan Wisman 4 3 2 0 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 1 Sumber : Statistik Indonesia 2012, BPS (diolah penulis)
Data di atas menunjukkan bahwa permintaan internasional terhadap pariwisata
nasional memiliki tren positif walaupun berfluktuasi. Sejak Tahun 1994 hingga 1997,
permintaan internasional terhadap pariwisata Indonesia terus meningkat. Kemudian, pada tahun 1997 hingga 1998 mengalami penurunan akibat krisis moneter yang berdampak pada
terganggunya stabilitas politik dan keamanan di Indonesia. Penurunan kedatangan jumlah
wisman ke Indonesia juga terjadi pada tahun 2003, 2005 dan 2006. Hal itu disebabkan adanya
serangkaian gangguan terorisme yaitu Bom Bali I pada bulan Oktober 2003 dan Bom Bali II
pada bulan Oktober 2005. Selanjutnya, dari tahun 2007, jumlah kedatangan wisman ke
Indonesia kembali tumbuh positif.
Determinan permintaan…, Riyan Hidayat, FE UI, 2014
Gambar 2. Jumlah Pengeluaran Wisman di Indonesia, 2000-2011 (Juta US$)
10,000 8,000 6,000 4,000 Jumlah Pengeluaran Wisman 2,000 0 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 Sumber: Statistik Indonesia 2012, BPS (diolah penulis)
Sejalan dengan jumlah kedatangan wisman tersebut, total pengeluaran wisman selama
di Indonesia juga menunjukkan tren positif terutama terjadi sejak tahun 2006. Namun, pada
pertengahan 2008 hingga 2009 pengeluaran wisman di Indonesia mengalami penurunan
karena adanya krisis finansial global.
Data di atas menunjukkan bahwa sektor pariwisata Indonesia merupakan sektor yang
potensial bagi perekonomian. Namun demikian, potensi tersebut sepertinya belum
dimanfaatkan dengan optimal. Hal itu bisa dilihat dari perbandingan jumlah kunjungan
wisman ke Indonesia di banding negara tetangga yang menawarkan obyek pariwisata yang
kurang lebih sama dengan Indonesia. Gambar 3 memperlihatkan bahwa jumlah kunjungan
wisman ke Indonesia dan beberapa negara lain anggota ASEAN.
Gambar 3. Kunjungan Wisman Ke Negara Asean (dalam 000 wisman)
30,000 Malaysia Thailand 25,000 Singapore 20,000 Indonesia 15,000 Viet Nam The Philippines 10,000 Cambodia Lao PDR 5,000 Myanmar 0 2009 2010 2011 2012 Brunei Darussalam Sumber: ASEAN Tourism Statistics Database (diolah penulis)
Determinan permintaan…, Riyan Hidayat, FE UI, 2014
Menurut The Travel and Tourism Competitiveness Report 2013, daya saing pariwisata
Indonesia masih berada dibawah Singapura, Malaysia dan Thailand. Indonesia berada pada
posisi 70 sementara Singapura, Malaysia dan Thailand pada posisi 10, 34 dan 43. Indikator
daya saing pariwisata ini dinilai berdasarkan beberapa kelompok kategori yaitu kerangka
peraturan pariwisata, keadaan lingkungan bisnis dan infrastruktur serta sumber daya
alam,manusia dan budaya.
Pada tabel 2 terlihat bahwa indikator yang dinilai paling buruk untuk daya saing
pariwisata Indonesia adalah infrastruktur pariwisata dimana Indonesia hanya dinilai 2.1 dari 7.
Ini jauh di bawah kondisi infrastruktur Malaysia, Singapore dan Thailand. Dalam The Travel
and Tourism Competitiveness Report 2013 tersebut memang disebutkan bahwa potensi sektor
pariwisata Indonesia terhambat oleh infrastruktur yang kurang berkembang terutama
infrastruktur pariwisata (The Travel and Tourism Competitiveness Report 2013, hal 22).
Tabel 2. Perbandingan Peringkat Daya Saing Pariwisata Indonesia dan Beberapa Negara Lain
Indikator
Overall
I. T&T regulatory framework
II. Business environment and
infrastructure
a. Air Transport
Infrastructure
b. Ground Transport
Infrastructure
c. Tourism Infrastructure
d. ICT Infrastructure
Indonesia Singapura Malaysia Thailand
70
95
10
6
34
55
43
76
84
4
41
44
54
14
26
21
87
113
87
2
38
9
36
73
57
62
31
90
e. Price Competitiveness in
T&T Industry
III. T&T human, cultural and
natural resources
a. Human Resources
9
66
5
25
31
61
25
2
17
28
23
70
b. Affinity for Travel and
Tourism
c. Natural Resources
d. Cultural Resources
114
6
38
8
92
36
16
18
31
18
23
36
Sumber: The Travel and Tourism Competitiveness Report 2013, WEF (diolah penulis)
Penjelasan di atas memperlihatkan bahwa sektor pariwisata masih mungkin memiliki
potensi yang besar untuk mendukung ekonomi nasional. Namun, potensi tersebut belum
dimanfaatkan secara optimal. Kontribusi devisa sektor pariwisata memang mengungguli
Determinan permintaan…, Riyan Hidayat, FE UI, 2014
kontribusi dari sektor lainnya sehingga kontribusi devisa sektor pariwisata Indonesia selalu
masuk posisi kelima terbesar. Namun, kontribusi devisa sektor ini masih dibawah kontribusi
devisa dari ekspor migas dan minyak kelapa sawit.
Untuk lebih mengoptimalkan jumlah kunjungan wisman ke Indonesia serta
mengoptimalkan konsumsi wisman atas
barang/jasa pariwisata Indonesia maka perlu
dilakukan analisis mengenai faktor-faktor apa saja yang memengaruhi permintaan terhadap
pariwisata Indonesia baik dari sisi jumlah kunjungan maupun tingkat konsumsi. Untuk itu,
studi ini melakukan analisis terhadap permintaan dari 24 negara yang menjadi pasar
pariwisata Indonesia sepanjang tahun 2002-2011 untuk mengetahui faktor-faktor tersebut.
Negara-negara yang menjadi pasar pariwisata Indonesia yaitu Singapura, Malaysia, Australia,
Republik Cina, Jepang, Republik Korea, Filipina, Amerika Serikat, Inggris Raya, Belanda,
Perancis, Jerman, Rusia, Hongkong, Kanada, Italia, Selandia Baru, Swedia, Norwegia, Brunei
Darussalam, India, Pakistan, Bangladesh dan Srilanka.
Tinjauan Literatur
-Kerangka Teoritis
Landasan teori yang bisa digunakan untuk menentukan faktor-faktor yang
memengaruhi variabel dependen “ jumlah kedatangan wisatawan mancanegara” adalah
persamaan Marshallian Demand. Fungsi Marshallian Demand menjelaskan tentang
bagaimana memaksimumkan utilitas dengan kendala budget (Nicholson, 2004). Misalkan
terdapat dua barang, X1 dan X2, maka preferensi individu atas dua barang tersebut bisa ditulis
dalam fungsi utilitas seperti berikut:
!
!"#$#"%& = (!!! , !! ) … … … … … … … … … … … … … … … … (1) Apabila budget individu adalah sebesar B, maka fungsi budget idividu adalah:
! = !! !! + !! !! … … … … … … … … … … … … . . … … … (2)
Dengan demikian, persamaan Marshallian Demand yang memaksimumkan utilitas dengan
kendala budget dapat ditulis seperti berikut:
Determinan permintaan…, Riyan Hidayat, FE UI, 2014
!
!"#: !!! . !! … … … … … … … … … … … … … … … … … . . … … … … . … (3)
!. ! ! = !1 !1 + !2 !2 … … … … … … … … … … … … … … (4)
Untuk memaksimumkan kendala budget tersebut, dapat digunakan fungsi Lagrangian seperti
berikut:
!
! = !!! . !! + ! ! − !! !! − !! !! … … … … … … … … … … . … … (5)
Kemudian, syarat perlu untuk memaksimumkan fungsi tersebut adalah dengan menurunkan
!
secara parsial fungsi Lagrangian terhadap !!! dan !! !"
!
!!!
!"
= !!!!!! !! − !!! = 0 … … … … … … … … … … … … … … … (6)
!!!
!!!
= !!!! !!
− !!! = 0 … … … … … … … … … … … … … . . … (7)
!"
= ! − !! !! − !! !! = 0 … … … … … … … … … … . … … … (8)
!!!
Dari persamaan (3) dan (4) diperoleh:
!
!!!
!!!!!! !!
!!!! !!
!=
=
!!
!!
… … … … … … … … … … . . … (9)
!! !!!
=
… … … … … … … … … … … … … … … … … . . . … (10)
!! !!!
Dengan mensubstitusikan persamaan (6) ke persamaan (5) maka diperoleh:
!
! − !!! !! = 0 … … … … … … … … … … … … … … . … … … (11)
!
! = !!! !! … … … … … … … … … … … … … … … … . . … … (12)
!
! = !!! !! … … … … … … … … … … … … … … … … . . … … (13)
Determinan permintaan…, Riyan Hidayat, FE UI, 2014
!=
!! !
!=
!! !
!! =
!
!! !!!
!! !
!
!! !
!! !
!
!! … … … … … … … … … … . … … . … … … (14)
!
!!!
!!
… … … … … … … … … … … … … . . … (15)
!
!!!
… … … … … … … … … … … . . … … . … (16)
!
!
!! !! , !! , ! = !
!! !! , !! , ! = !
!! ! ! !!!
!! !
!! !
!! !
… … … … … … … … … . . …(17)
!
! !!!
… … … … … … … . … … (18)
Kemudian, persamaan (7) dan (8) disubstitusikan ke dalam persamaan utilitas sehingga
menjadi:
!
! = !!! !! … … … … … … … … … … … … … … . . … … (19)
! = !
!! !
!! !
! !
! !!!
. !
!! !
!! !
! !
! !!!
… … . . (20)
Sehingga fungsi Marshallian Demand untuk !! dan !! adalah :
!!! = !!! !, !! , !! … … … … … … … … … … … . . . … (21)
!!! = !!! !, !! , !! … … … … … … … … … … … … … (22)
dan indirect utility function menjadi:
! = ! !!! !, !! , !! , !!! !, !! , !!
≡ ! !, !! , !! … … (23) Determinan permintaan…, Riyan Hidayat, FE UI, 2014
Dimana V adalah fungsi indirect utility
Indirect utility merupakan fungsi yang menunjukkan utilitas maksimum yang bisa
dicapai dengan pengeluaran tertentu. Fungsi indirect utility seperti di atas bisa menjadi
pedoman dalam menentukan faktor-faktor yang memengaruhi jumlah kedatangan wisman ke
Indonesia.
-Studi Terdahulu
Proenca dan Soukiazis (2005) menganalisis permintaan internasional terhadap
pariwisata Portugal dari wisatawan Spanyol, Jerman, Perancis, dan Inggris untuk periode
tahun 1977-2001. Dalam studi ini, dilakukan estimasi model statis dan dinamis terhadap
permintaan pariwisata di Portugal. Spesifikasi model fungsi permintaan terhadap pariwisata
Portugal yang digunakan dalam studi ini adalah sebagai berikut:
!"!!,! = !! + !! !"!!,! + !! !"!!,! + !! !"!! + !! !"!"! + !! !86!
Dimana:
Wi,t adalah rasio pengeluaran pariwisata negara asal dengan negara tujuan
Yi,t adalah PDB per kapita negara asal wisman
Pi,t adalah harga relatif antara negara tujuan dan negara asal (CPI dan nilai tukar)
Ai,t adalah kapasitas akomodasi yaitu jumlah tempat tidur hotel yang tersedia
IPi,t adalah rasio investasi publik dengan GDP
D86 adalah dummy dampak integrasi
Proenca dan Soukiazis (2005) melakukan analisis model statis tersebut dengan
menggunakan tiga metode estimasi data panel yaitu pooled (OLS), Fixed Effect (LSDV), dan
Random Effect (GLS). Hasil estimasi dari ketiga alternatif metode ini tidak memberikan hasil
yang berbeda terlalu jauh. Pada ketiga metode estimasi, PDB perkapita
dan kapasitas
akomodasi menjadi variabel yang signifikan secara statistik. Nilai elastisitas pendapatan
permintaan terhadap pariwisata Portugal lebih besar dari satu yang berarti pariwisata
merupakan barang mewah. Artinya, 1% peningkatan pendapatan perkapita negara yang
menjadi pasar pariwisata Portugal akan meningkatkan jumlah kedatangan wisman ke Portugal
lebih dari 1%.
Sementara itu, variabel harga relatif memilik tanda negatif dalam estimasi FE dan RE
tanpa ada signifikansi secara statistik. Ini bukti bahwa biaya hidup relatif antara negara asal
Determinan permintaan…, Riyan Hidayat, FE UI, 2014
dan negara tujuan bukan faktor penentu dalam pengambilan keputusan oleh wisatawan untuk
memilih Portugal sebagai daerah tujuan wisata. Hal ini karena wisatawan tersebut berasal dari
negara yang memiliki standar hidup yang lebih tinggi dibanding Portugal.
Variabel rasio investasi publik di negara tujuan tidak signifikan di dalam permintaan
untuk pariwisata di Portugal dan memiliki tanda negatif. ini menunjukkan bahwa wisatawan
mancanegara lebih peduli pada fasilitas akomodasi individu dari pada pelayanan publik.
Untuk variabel dummy dampak pembukaan perbatasan Portugal juga tidak signifikan secara
statistik dan memiliki arah positif.
Metodologi Penelitian
Dalam menganalisis
faktor-faktor yang memengaruhi permintaan internasional
terhadap pariwisata Indonesia, dibangun dua model permintaan terhadap pariwisata Indonesia.
Model pertama mengukur permintaan dengan jumlah kedatangan wisman sementara model
kedua mengukur permintaan dari total pengeluaran wisman (penerimaan dari wisman).
Pembentukan kedua model permintaan ini berdasarkan pada kerangka teori dan penelitian
terdahulu.
Model permintaan internasional terhadap pariwisata Indonesia dapat diturunkan dari
kerangka teori fungsi indirect utility seperti berikut:
! = !(!, !!! , !!! )
Dalam kedua model, variabel dependen permintaan wisman diturunkan dari proksi
utilitas. Selanjutnya, sebagai proksi budget (B) dan proksi harga !!! !!! , dapat diturunkan
variabel GDP per kapita dan variabel harga relatif.
Kemudian, berdasarkan kerangka teori diatas dan penelitian terdahulu tersebut maka dalam
penelitian ini model permintaannya dikembangkan seperti dalam kerangka berfikir berikut ini:
Determinan permintaan…, Riyan Hidayat, FE UI, 2014
Gambar 4. Kerangka Berfikir
Permintaan terhadap pariwisata Indonesia dilihat dari sisi jumlah kedatangan dan
pengeluaran wisman. Oleh karena itu, dibangun dua model yaitu model jumlah kedatangan
wisman dan model pengeluaran wisman. Variabel-variabel independen untuk model jumlah
kedatangan wisman adalah pendapatan riil perkapita, biaya hidup relatif, biaya transportasi,
akomodasi (jumlah kamar hotel), dummy kebijakan Visa on Arrival, dummy kejadian Bom
Bali I dan II, serta krisis finansial global 2008. Sementara itu, variabel-variabel independen
untuk model pengeluaran wisman adalah pendapatan riil perkapita, biaya hidup relatif, biaya
transportasi, akomodasi (jumlah kamar hotel) dan dummy krisis finansial global 2008. Tabel
3 meringkas meringkas definisi untuk setiap variabel yang digunakan untuk memproksi setiap
faktor-faktor yang memengaruhi permintaan terhadap pariwisata Indonesia.
Dalam studi ini digunakan data panel sehingga cara estimasi yang digunakan harus
dipilih antara fixed effect model atau random effect model. Selain itu, metode yang digunakan
untuk estimasi juga harus tepat yaitu antara Ordinary Least Square (OLS) apabila
diasumsikan tidak memiliki masalah heteroskedastis atau Generalized Least Square (GLS)
jika ada masalah heteroskedastis.
Determinan permintaan…, Riyan Hidayat, FE UI, 2014
Tabel 3. Tabel Definisis Variabel
Definisi Umum
Permintaan wisman
terhadap pariwisata
Indonesia
Pendapatan riil perkapita
Definisi Khusus
Jumlah Kedatangan Wisman per negara
asal
Jumlah Pengeluaran Wisman total per
negara asal
Variabel
Penelitian
TA
EXP
RGDP
Biaya Hidup Relatif
PDB riil Perkapita
TPi,t=CPIIndonesia/(CPIorigin*ERIndonesia/Origin)
Biaya Transportasi
Harga Minyak Dunia*Jarak
TC
Akomodasi
Jumlah Kamar Hotel
Dummy Kebijakan VoA(1 jika VoA dan 0
jika bukan VoA)
Dummy Bom Bali I(1 jika Bom Bali I dan
0 Jika tidak Bom Bali I)
Dummy Bom Bali II(1 jika Bom Bali II
dan 0 jika tidak Bom Bali II)
Dummy Krisis Finansial Global 2009 (1
jika krisis dan 0 jika tidak krisis)
HR
Dampak Kualitatif
TP
DvoA
D2003
D2005
D09
Spesifikasi model dalam studi ini diturunkan dari kerangka berfikir dalam pembentukan
model permintaan yang dijelaskan sebelumnya. Spesifikasi model yang digunakan dalam
studi ini adalah sebagai berikut:
1.
!"#$!,! = !! + !! !"#!"#!,! + !! !"#$!,! + !! !"#$!,! + !! !"#$! + !! !"#$!,! +
!! !2003!,! + !! !2005!,! + !! !09
2. !"#$%!,! = !! + !! !"#!"#!,! + !! !"#$!,! + !! !"#$!,! + !! !"#$! + !! !09
Dimana:
!"!,! = Jumlah Kedatangan Wisatawan Mancanegara dari Negara i pada tahun t
!"#!,! = Jumlah Penerimaan dari Wisatawan Mancanegara Negara i pada tahun t
!"#$!,! = PDB riil per kapita negara i pada tahun t
!"!,! = Biaya hidup relatif wisman di Indonesia
!"!,! = Biaya Perjalanan Wisman Ke Indonesia
Determinan permintaan…, Riyan Hidayat, FE UI, 2014
!"! = Akomodasi
!"#$!,! = Dummy Kebijakan VoA (1 jika VoA dan 0 jika bukan VoA)
!2003!,! = Dummy Bom Bali I (1 jika Bom Bali I dan 0 Jika tidak Bom Bali I)
!2005!,! = Dummy Bom Bali II (1 jika Bom Bali II dan 0 jika tidak Bom Bali II)
!09!,! = Dummy Krisis Finansial Global 2009 (1 jika krisis dan 0 jika tidak krisis)
Analisa dan Pembahasan
Estimasi Model Jumlah Kedatangan Wisman
Dengan Hausman Test diketahui bahwa model yang sebaiknya digunakan adalah fixed
effect. Sementara itu, dari uji pelanggaran asumsi terlihat adanya pelanggaran asumsi
heteroskedastis. Oleh karena itu,
dilakukan estimasi dengan menggunakan GLS. Hasil
estimasi terlihat pada tabel 4.
Dari hasil estimasi untuk variabel pendapatan perkapita (LnRGDP) memiliki nilai tstat yang signifikan pada α=1%. Artinya, pada tingkat kepercayaan 99% variabel pendapatan
per kapita memengaruhi kedatangan wisman secara signifikan. Nilai koefisien GDP riil per
kapita sebesar 2.027. Besaran ini menunjukkan bahwa peningkatan 1% pendapatan per kapita
akan meningkatkan jumlah kunjungan wisman sebesar 2.027%. Hasil estimasi ini sesuai
dengan hipotesis dimana saat pertumbuhan perkapita suatu negara semakin baik, maka
permintaan untuk berwisata semakin meningkat. Selain itu, besaran ini menunjukkan bahwa
pariwisata Indonesia adalah barang mewah karena nilai elastisitas pendapatannya lebih besar
dari 1.
Kemudian, variabel biaya hidup relatif wisman di Indonesia (LnTP) memiliki nilai tstat yang signifikan pada α=1%. Hal itu berarti pada tingkat kepercayaan 99%, variabel biaya
hidup relatif wisman di Indonesia memengaruhi kedatangan wisman ke Indonesia secara
signifikan. Selain itu, diperoleh nilai koefisien variabel ini sebesar -0.76. Nilai ini
menunjukkan bahwa peningkatan 1% harga pariwisata Indonesia akan menurunkan
kedatangan wisman sebesar 0.76%. Hasil ini sesuai dengan hipotesis awal dimana saat harga
pariwisata Indonesia meningkat, jumlah kedatangan wisman ke Indonesia akan menurun.
Determinan permintaan…, Riyan Hidayat, FE UI, 2014
Tabel 4. Hasil Estimasi Model Jumlah Kedatangan Wisman
FE
RE
GLS
Lnta
lnta
Lnta
2.027
0.881
2.027
(8.43)***
(5.36)***
(9.05)***
-0.76
-0.024
-0.76
(3.41)***
0.18
(3.66)***
-0.22
-0.205
-0.22
(1.78)*
-1.59
(1.91)*
0.91
1.369
0.91
(1.75)*
(2.62)***
(1.88)*
0.24
0.091
0.24
(2.76)***
-0.96
(2.96)***
(0.128)*
-0.188
-0.128
-1.9
(2.51)**
(2.04)**0
0.005
-0.019
0.005
-0.07
-0.24
-0.07
-0.003
-0.037
-0.003
-0.04
-0.41
-0.04
-21.977
-11.875
-22.344
(3.82)***
(2.20)**
(3.91)***
Observations
240
240
240
Number of Negara
24
24
24
Lngdpriil
Lntp
Lntc
Lnhr
Dvoa
d2003
d2005
d09
Constant
R-squared
0.53
* significant at 10%; ** significant at 5%; ***significant at 1%
Variabel biaya perjalan (LnTC) memiliki nilai t-stat yang signifikan pada α=10%.
Artinya, pada tingkat kepercayaan 90%, variabel biaya perjalanan memengaruhi kedatangan
wisman ke Indonesia secara signifikan. Nilai koefisien untuk variabel ini adalah sebesar 0.22. Dengan demikian, peningkatan 1% biaya perjalanan akan menurunkan jumlah
kedatangan wisman ke Indonesia sebesar 0.22%. Oleh karena itu, hasil ini sesuai dengan
Determinan permintaan…, Riyan Hidayat, FE UI, 2014
hipotesis dimana saat biaya perjalanan meningkat, jumlah kedatangan wisatawan
mancanegara ke Indonesia menurun.
Selanjutnya, dari hasil estimasi terlihat variabel akomodasi (LnHR) memiliki nilai tstat yang signifikan pada α=10%. Hal ini berarti variabel biaya perjalanan memengaruhi
kedatangan wisman ke Indonesia secara signifikan pada tingkat kepercayaan 90%. Selain itu,
variabel ini memiliki nilai koefisien sebesar 0.91. Artinya, peningkatan 1% akomodasi
(jumlah kamar hotel) akan meningkatkan jumlah kedatangan wisman ke Indonesia sebesar
0.91%. Oleh karena itu, hasil ini sesuai dengan hipotesis yaitu saat infratruktur pariwisata
membaik ( jumlah akomodasi) maka jumlah kedatangan wisman ke Indonesia akan meingkat.
Untuk dummy variable kebijakan Visa on Arrival (DVoA), hasil estimasi sesuai
dengan hipotesis dan nilai t-stat signifikan pada α=1%. Hal ini berarti keberadaan kebijakan
VoA memengaruhi kedatangan wisman ke Indonesia secara signifikan pada tingkat
kepercayaan 99%. Nilai koefisien variabel ini adalah sebesar 0.24. Dengan demikian, adanya
VoA akan menyebabkan jumlah kedatangan wisman ke Indonesia meningkat sebesar 0.24%
Hasil estimasi untuk variabel kejadian Bom Bali I(D2003) sesuai dengan hipotesis.
Nilai t-stat variabel ini signifikan pada α=5%. Oleh karena itu, dummy variable kejadian Bom
Bali I memengaruhi kedatangan wisman ke Indonesia secara signifikan pada tingkat
kepercayaan 95%. Variabel ini memiliki nilai koefisien sebesar -0.128. Artinya, adanya
kejadian Bom Bali I menyebabkan jumlah kedatangan wisman ke Indonesia menurun sebesar
0.128%.
Sementara itu, hasil estimasi untuk variabel kejadian Bom Bali II(D2005) tidak
signifikan memengaruhi jumlah kedatangan wisman ke Indonesia. Begitu juga dengan krisis
finansial global 2009 tidak memengaruhi jumlah kedatangan wisman ke Indonesia secara
signifikan.
Estimasi Model Pengeluaran Wisman
Hasil Hausman Test menunjukkan bahwa pendekatan yang digunakan adalah fixed
effect. Sementara itu, hasil uji pelanggaran asumsi memperlihatkan adanya pelanggaran
asumsi heteroskedastis. Dengan demikian, metode GLS digunakan untuk mengatasi masalah
tersebut. Hasil estimasi model pengeluaran wisman terdapat pada tabel 5.
Determinan permintaan…, Riyan Hidayat, FE UI, 2014
Tabel 5. Hasil Estimasi Model Pengeluaran Wisman
FE
RE
GLS
lnexp
Lnexp
Lnexp
1.836
0.721
1.836
(6.78)***
(4.43)***
(7.26)***
-0.986
-0.082
-0.986
(4.13)***
-0.65
(4.42)***
-0.238
-0.15
-0.238
(2.27)**
-1.39
(2.43)**
2.712
2.576
2.712
(7.49)***
(7.20)***
(8.01)***
-0.128
-0.077
-0.128
(1.74)*
-0.96
(1.86)*
-51.248
-33.606
-52.322
(10.91)***
(9.06)***
(10.99)***
Observations
228
228
228
Number of Negara
24
24
24
Lngdpriil
Lntp
Lntc
Lnhr
d09
Constant
R-squared
0.61
* significant at 10%; ** significant at 5%; ***significant at 1%
Hasil estimasi diatas memperlihatkan untuk variabel pendapatan perkapita (LnRGDP)
memiliki nilai t-stat yang signifikan pada α=1%. Dengan demikian, variabel pendapatan per
kapita memengaruhi pengeluaran wisman secara signifikan pada tingkat kepercayaan 99% .
Nilai koefisien GDP per kapita sebesar 1.836. Nilai ini menunjukkan bahwa peningkatan 1%
pendapatan per kapita akan meningkatkan jumlah pengeluaran wisman sebesar 1.836%.
Hasil estimasi ini sesuai dengan hipotesis dimana saat pertumbuhan perkapita suatu negara
semakin baik, maka pengeluaran wisatawan untuk wisata semakin meningkat.
Kemudian, untuk variabel biaya hidup relatif wisman di Indonesia (LnTP), nilai t-stat
signifikan pada α=1%. Hal ini berarti variabel harga pariwisata memengaruhi pengeluaran
wisman di Indonesia secara signifikan pada tingkat kepercayaan 99%. Variabel ini memiliki
nilai koefisien sebesar -0.986. Berarti, peningkatan 1% biaya hidup di Indonesia akan
Determinan permintaan…, Riyan Hidayat, FE UI, 2014
menurunkan pengeluaran wisman sebesar 0.986%. Hasil ini sesuai dengan hipotesis dimana
peningkatan biaya hidup akan menurunkan pengeluaran wisman.
Selanjutnya, untuk variabel biaya perjalan (LnTC), hasil estimasi sesuai dengan
hipotesis dan nilai t-stat signifikan pada α=5%. Artinya, pada tingkat kepercayaan 95%,
variabel biaya perjalanan memengaruhi pengeluaran wisman di Indonesia secara signifikan.
Variabel ini memiliki nilai koefisien sebesar -0.238. Dengan demikian, peningkatan 1% biaya
perjalanan akan menurunkan pengeluaran wisman di Indonesia sebesar 0.238%.
Kemudian dari hasil estimasi terlihat variabel akomodasi (LnHR) memiliki nilai t-stat
yang signifikan pada α=1%. Hal ini berarti variabel akomodasi memengaruhi pengeluaran
wisman di Indonesia secara signifikan pada tingkat kepercayaan 99%. Selain itu, variabel ini
memiliki nilai koefisien sebesar 2.712. Artinya, peningkatan 1% akomodasi (jumlah kamar
hotel) akan meningkatkan pengeluaran wisman di Indonesia sebesar 2.712%. Oleh karena itu,
hasil ini sesuai dengan hipotesis yaitu saat jumlah akomodasi meningkat maka pengeluaran
wisman di Indonesia akan meningkat.
Selanjutnya, krisis finansial global 2009 memengaruhi pengeluaran wisman di
Indonesia secara signifikan pada α=10%. Hal ini berarti keberadaan krisis finansial global
2009 memengaruhi kedatangan wisman ke Indonesia secara signifikan pada tingkat
kepercayaan 90%. Nilai koefisien variabel ini adalah sebesar -0.128. Dengan demikian,
adanya krisis finansial global akan menyebabkan pengeluaran wisman Indonesia menurun
sebesar 0.128%.
Analisis Determinan Permintaan Pariwisata Internasional Indonesia
Hasil estimasi model jumlah kedatangan wisman dan model pengeluaran wisman
menunjukkan bahwa variabel pendapatan perkapita signifikan memengaruhi permintaan
wisman terhadap pariwisata Indonesia baik dari sisi jumlah kedatangan wisatawan maupun
pengeluaran wisatawan. Untuk kedua model juga, elastisitas pendapatan lebih dari satu
sehingga bisa disimpulkan bahwa pariwisata Indonesia merupakan barang mewah bagi
wisman yang datang ke Indonesia. Selain itu, nilai koefisien variabel pendapatan paling besar
dibanding nilai koefisien variabel lainnya untuk model jumlah kedatangan wisman. Hal
tersebut berarti permintaan pariwisata Indonesia dari sisi jumlah kedatangan lebih elastis
terhadap pendapatan dibandingkan variabel lainnya.
Determinan permintaan…, Riyan Hidayat, FE UI, 2014
Kemudian, variabel biaya hidup relatif wisman juga signifikan memengaruhi
permintaan terhadap pariwisata Indonesia baik dari sisi jumlah kedatangan wisman maupun
dari sisi pengeluaran wisman. Dengan nilai koefisien yang lebih kecil dari satu pada kedua
model, berarti permintaan terhadap pariwisata Indonesia bersifat tidak terlalu sensitif terhadap
perubahan harga.
Sementara itu,variabel biaya perjalanan signifikan untuk kedua model. Namun
demikian, besaran koefisien ini tidak terlalu besar sehingga permintaan terhadap pariwisata
Indonesia tidak terlalu sensitif terhadap perubahan biaya perjalanan.
Hasil estimasi untuk variabel infrastruktur pariwisata yaitu jumlah kamar hotel
signifikan pada kedua model. Jumlah kamar hotel signifikan memengaruhi permintaan
terhadap pariwisata Indonesia baik dari sisi kedatangan wisatawan mancanegara maupun
pengeluaran wisatawan mancanegara. Nilai koefisien variabel ini untuk model jumlah
kedatangan wisman adalah yang terbesar kedua setelah GDP riil perkapita. Sementara itu,
pada model pengeluaran wisman, nilai koefisien variabel jumlah kamar hotel adalah yang
paling besar dibandingkan besaran koefisien variabel lain. Dengan demikian, untuk model
pengeluaran wisman infrastruktur pariwisata yaitu jumlah kamar hotel menjadi determinan
utama permintaan pariwisata.
Kesimpulan
Dari hasil penelitian ini bisa disimpulkan bahwa jumlah kedatangan wisman
ke
Indonesia dipengaruhi secara positif oleh pendapatan riil perkapita negara asal (LnRGDP) dan
jumlah kamar hotel (LnHR) serta secara negatif oleh biaya hidup relatif wisman (LnTP),
biaya transportasi (LnTC), kebijakan VoA (DvoA) dan kejadian Bom Bali I. Selain itu, Total
pengeluaran wisman dipengaruhi secara positif oleh pendapatan riil perkapita negara asal
(LnRGDP) dan jumlah kamar hotel (LnHR) serta secara negatif oleh biaya hidup relatif
wisman (LnTP), biaya transportasi (LnTC), dan krisis finansial global 2009 (D2009).
Saran
Sebagaimana kesimpulan penelitian ini bahwa jumlah hotel signifikan memengaruhi
baik kedatangan maupun
total pengeluaran wisman, untuk itu pemerintah perlu terus
mendorong berkembangnya akomodasi pariwisata. Selain itu, Adanya kebijakan VoA juga
Determinan permintaan…, Riyan Hidayat, FE UI, 2014
dibuktikan memberi pengaruh positif terhadap permintaan internasional terhadap pariwisata
Indonesia. Oleh karena itu, pemerintah perlu terus menambah negara yang memeroleh VoA .
Daftar Referensi
ASEAN. 2014. ASEAN Tourism Statistics Database. www.asean.org Januari, 2014.
Biro Pusat Statistik.2012. Statistik Indonesia 2012. Jakarta: BPS
Blanke, Jennifer, & Thea Chiesa.2014. The Travel and Tourism Competitiveness Report
2013.Geneva: WEF
Kemenparekraf.(2012). Dampak Ekonomi Makro Berdasarkan Neraca Satelit Pariwisata
Nasional (NESPARNAS), 2007 – 2011.Desember, 2013. Januari 15, 2014.
http://www.parekraf.go.id/userfiles/file/Dampak%20Ekonomi%202007%20%202011.pdf
Kemenparekraf.(2012). Statistik Wisatawan Mancanegara 2007-2011.
http://www.parekraf.go.id/asp/ringkasan.asp?c=110
Kemenparekraf.2013. Rangking Devisa Pariwisata Terhadap 10 Ekspor Barang Terbesar,
2007-2011. Januari 15, 2014.
http://www.parekraf.go.id/userfiles/file/Ranking%20Devisa%202007%20%202011.pdf
Nicholson, Walter, & Christopher Snyder. Microeconomic Theory: Basic Principles and
Extensions.
Proenca, Sara, &Elias Soukiazis.(2005). Demand for Tourism in Portugal: A Panel Data
Approach. Faculdade de Economia da Universidade de Coimbra: Portugal
WTTC.(2012). Travel & Tourism Economic Impact 2012 World. Geneva: World Travel and
Tourism Council.
Determinan permintaan…, Riyan Hidayat, FE UI, 2014
Download