1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kondisi dunia bisnis global sekarang ini benar-benar telah berkembang dengan pesat dan dinamis bahkan seakan tanpa batas antara satu negara dengan negara lainya. Perusahaan multinasional telah berusaha tumbuh dan mengembangkan sayap hingga menjangkau seluruh wilayah. Hampir di setiap negara yang ada dunia ini terdapat perusahaan multinasional. Dengan adanya perusahaan multinasional ini pasti diikuti dengan pergerakan tenaga kerja multinasional atau asing untuk mengisi posisi tertentu pada perusahaan multinasional karena kurangnya kompetensi dari para pekerja lokal (Dowling, 2009.) . Oleh karena itu, setiap perusahaan terutama perusahaan multinasional sangat memerlukan adanya sistem manajemen yang efektif dan efisien, artinya dapat dengan mudah berubah dan mampu beradaptasi serta mengakomodasikan setiap perubahan lingkungan dengan cepat, tepat, dan terarah. Seiring dengan perkembangan globalisasi yang mendorong terjadinya pergerakan aliran modal dan investasi ke berbagai penjuru dunia, terjadi pula migrasi penduduk atau pergerakan tenaga kerja antar negara. Pergerakan tenaga kerja tersebut berlangsung karena investasi yang dilakukan di negara lain pada umumnya membutuhkan pengawasan secara langsung oleh pemilik atau investor. 2 Sejalan dengan itu, demi menjaga kelangsungan usaha dan investasinya, pemilik modal juga membutuhkan tenaga-tenaga terampil yang bisa dipercaya dalam mengelola investasinya di negara tujuan (country of destination). Untuk keperluan tersebut, para pemilik modal perlu membawa serta beberapa tenaga kerja dari negara asal (country of origin) atau negara lain untuk bekerja sebagai ekspatriat di negara tujuan. Begitu juga dengan perusahaan asing di Indonesia juga memanfaatkan tenaga kerja asing atau ekspatriat untuk mendukung usahanya dan mengisi posisi-posisi tertentu yang belum bisa diisi oleh tenaga kerja lokal atau berkatian dengan kebijakan perusaahan pusatnya kepada perusahaan cabang di negara lain seperti di Indonesia, hal ini didukung oleh dasar hukum ketenaga kerjaan di Indonesia yang tercermin dalam UU No. 1 tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing (PMA). Dalam UU tersebut disebutkan bahwa “perusahaan-perusahaan modal asing wajib memenuhi kebutuhan akan tenaga kerjanya dengan warga negara Indonesia kecuali bagi jabatan-jabatan yang belum dapat diisi dengan tenaga kerja warga negara Indonesia” (pasal10 dan 11). Oleh karena itu penggunaan tenaga kerja asing di Indonesia sudah biasa dilakukan. Menurut Undang Undang (UU) No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, yang dimaksud dengan tenaga kerja asing (TKA) adalah warga negara asing pemegang visa dengan maksud bekerja di Indonesia. Tenaga kerja asing yang masuk ke Indonesia melalui dua jalur yaitu penugasan dan rekrutmen. Penugasan adalah penempatan pegawai oleh perusahaan multinasional untuk menduduki satu 3 posisi atau jabatan tertentu di salah satu cabang atau anak perusahaannya di Indonesia. Berdasarkan jangka waktunya, penugasan dapat bersifat jangka pendek dan jangka panjang. Salah satu contoh penugasan yang bersifat jangka pendek (kurang dari satu tahun) adalah pemasangan instalasi, mesin, teknologi yang dibeli oleh perusahaan di Indonesia sekaligus melakukan pelatihan kepada pegawai yang akan menanganinya. Contoh penugasan yang bersifat jangka panjang (lebih dari satu tahun) adalah pekerjaan manajerial dan pengelolaan perusahaan. Adapun yang dimaksud dengan jalur rekrutmen adalah masuknya TKA (Tenaga Kerja Asing) melalui jalur penerimaan pegawai baik yang berstatus kontrak maupun tetap. Rekrutmen tersebut pada umumnya dilakukan oleh perusahaan lokal yang memiliki bisnis berskala global sehingga membutuhkan tenaga kerja asing sebagai upaya menghadapi kompetisi di dunia internasional. Bali merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang dituju sebagai tempat para investor asing dan lokal melakukan investasi dengan membangun suatu perusahaan. Kegiatan bisnis di Bali mayoritas didominasi oleh bisnis yang bergerak di sektor pariwisata seperti, hotel, travel, spa, restaurant, resort, tempat rekresi, diskotik dan bar atau pub. Oleh karena itu telah dikenal sebagai salah satu daerah tujuan wisata (destination) yang telah dijadikan barometer pariwisata nasional dan telah diakui oleh dunia internasional. Para wisatawan yang datang ke Bali tidak hanya oleh karena daya tarik biru laut dan pantainya, melainkan karena budaya Bali yang amat kaya (Ardika, 2004). Keunggulan pariwisata Bali dapat 4 dilihat budaya, alam, dan masyarakatnya. Ini terbukti dari jumlah kunjungan wisatawan mancanegara ke Bali tahun 2009 sejumlah 2,3 juta wisatawan dan mengalami peningkatan menjadi 2,5 juta wisatawan pada tahun 2010 (BPS, 29 Januari 2011). Perkembangan industri pariwisata di Bali khususnya industri perhotelan cukup pesat, dengan perkembangan ini diikuti juga dengan pergerakan tenaga kerja asing atau ekspatriat ke Bali. Jumlah ekspatriat yang berkerja di Bali seperti dalam Tabel 1.1 Tabel 1.1 Jumlah Tenaga Kerja Asing (Ekspatriat) di Bali Tahun 2006-2010 Tahun Jumlah Tenaga Kerja Asing (orang) Pertumbuhan (%) 2006 2007 2008 2009 2010 Jumlah 1.385 1.423 1.456 1.510 1.584 7.358 2,75 2,31 3,71 4,90 3,42 Sumber: Disnakertrans Kabupaten Badung, 2011 Tabel 1.1 menunjukan bahwa terjadi peningkatan jumlah ekspatriat yang bekerja di Bali dari tahun 2006 hingga tahun 2010 di mana pertumbuhan ekspatriat yang paling tinggi terjadi pada tahun 2010 dengan nilai sebesar 4,9 persen. Hal ini menunjukan bahwa perkembangan Bali sebagai tempat tujuan bekerja para ekspatriat terus mengalami peningkatan. Kawasan wisata Nusa Dua merupakan salah satu daerah tujuan wisata terkenal di Bali yang terletak di Kabupaten Badung yang dikelola oleh BUMN 5 yang bernama PT.BTDC (Bali Tourism Development Corporation) yang menyediakan jasa akomodasi yakni hotel. Semua usaha jasa perhotelan yang berada dalam kawasan ini merupakan hotel berbintang yang merupakan perusahaan perhotelan lokal dan perusahaan perhotelan multinasional. Hotel berbintang yang berada di kawasan Nusa Dua seperti dalam Tabel 1.2 Tabel 1.2 Tabel Hotel Berbintang di Kawasan Nusa Dua Tahun 2011 Nama Hotel Amanusa Resort Ayodya Resort Bali Club Med Couthyard Marriot Bali Grand Hyatt Nusadua Bali Inna Putri Bali Melia Bali Villa Spa Resort Nusa Dua Beach Resort The Laguna Resort The Westin Resort Kayu Manis St. Regis Bali Novotel Nusa Dua Bali Kategori Bintang Jenis Perusahaan 5 5 4 5 5 5 5 5 5 5 4 5 4 Multinasional Nasional Multinasional Multinasional Multinasional Nasional Multinasional Nasional Multinasional Multinasional Nasional Multinasional Multinasional Sumber: PT.BTDC Nusa Dua (data olahan) 2011 Tabel 1.2 menunjukan bahwa hotel di kawasan wisata Nusa Dua mayoritas berbintang lima hanya tiga hotel yakni Club Med, Kayu Manis, dan Novotel Nusa Dua Bali yang berbintang empat, sedangkan jika dilihat dari segi jenis perusahan mayoritas hotel di kawasan tersebut merupakan perusahaan multinasional. Untuk menjalankan usaha perhotelan di Bali dibutuhkan SDM yang terampil dalam mengisi jabatan-jabatan yang dibutuhkan, dan dalam beberapa posisi 6 jabatan yang ada di hotel dituntut memiliki suatu kompetensi khusus, kompetensi ini masih sulit dimiliki oleh tenaga kerja lokal sehingga keterlibatan tenaga kerja asing sangat dibutuhkan disamping untuk mengisi jabatan tersebut juga diperlukan untuk mentransformasi ilmu kepada para pekerja lokal sehingga di kemudian hari para pekerja lokal dapat memiliki keahlian tersebut. Oleh karena itu penggunaan tenaga kerja asing atau ekspatriat pada industri perhotelan di Bali sering dilakukan oleh perusahaan industri perhotelan lokal maupun industri perhotelan multinasional. Tenaga kerja asing atau ekspatriat merupakan karyawan yang bekerja dan tinggal untuk sementara waktu di negara lain (Dowling, 2009). Keberadaan para ekspatriat di suatu negara termasuk Indonesia pada umumnya lebih dikaitkan dengan dampaknya yaitu mengurangi kesempatan kerja pekerja lokal negara tujuan, meningkatnya devisa keluar (outflow), faktor budaya yang kemungkinan tidak sesuai dengan adat atau norma setempat. Namun perlu dipahami bahwa pada lingkup pekerjaan tertentu terutama yang mensyaratkan penguasaan teknologi tinggi atau keterampilan khusus pada umumnya masih belum dapat dipenuhi oleh tenaga kerja lokal. Ruang lingkup pekerjaan tertentu terutama yang mensyaratkan penguasaan teknologi tinggi atau ketrampilan khusus pada umumnya masih belum dapat dipenuhi oleh tenaga kerja lokal. Disamping itu, kehadiran tenaga kerja asing dapat memberikan dampak positif berupa transfer of 7 knowledge, pembelajaran kultur kerja moderen (internasional), dan peluang untuk menjadi pekerja berkelas internasional (Sulistiowaty, 2010.) Banyak faktor yang mendukung keinginan seorang tenaga kerja untuk berkeinginan berkerja di luar negeri sebagai tenaga kerja asing. Mantra (1999) menyebutkan bahwa beberapa teori yang mengungkapkan mengapa orang melakukan mobilitas, di antaranya adalah teori kebutuhan dan stress. Setiap individu mempunyai beberapa macam kebutuhan ekonomi, sosial, budaya, dan psikologis. Semakin besar kebutuhan tidak dapat dipenuhi, semakin besar stress yang dialami. Apabila stress sudah melebihi batas, maka seseorang akan berpindah ke tempat lain yang mempunyai nilai kefaedahan pemenuhan kebutuhan, perkembangan teori ini dikenal dengan model stress-treshold atau place-utility (Keban,1994). Kepuasan kerja merupakan salah satu aspek yang menjadi acuan dalam keberhasilan pribadi seorang karyawan termasuk ekspatriat, kepuasan kerja bisa diartikan kondisi kesukaan atau ketidaksukaan menurut pandangan karyawan terhadap pekerjaannya (Wherther dan Davis, 1986), sedangkan menurut Dole dan Schroeder (2001) dalam Koesmono (2005), mengemukakan kepuasan kerja sebagai perasaan dan reaksi individu terhadap lingkungan pekerjaanya. Kepuasan kerja juga bisa diartikan sebuah penilaian, perasaan atau sikap seseorang karyawan terhadap pekerjaanya dan berhubungan dengan lingkungan kerja, jenis pekerjaan, kompensasi, hubungan antar teman kerja, hubungan tempat sosial 8 kerja, sehingga dapat dikatakan bahwa kepuasan kerja adalah dipenuhinya beberapa keinginan dan kebutuhannya melalui kegiatan kerja bekerja (Koesmono,2005). Jika dilihat dari beberapa teori kepuasan kerja di atas, menurut Herzberg telah mengetengahkan teori dua faktor. Teori ini membahas dua komponen yaitu motivator dan hygiene. Motivator atau intrinsik adalah pencapaian yang akan memberi kesan pada kepuasan kerja yang berasal dari dalam diri karyawan itu sendiri sedangkan hygiene atau faktor ekstrinsik seperti gaji dan keselamatan kerja akan memberikan ketidakpuasan kerja (Lidner, 1998). Kehadiran faktor-faktor ini akan menentukan kepuasan dan ketidakpuasan kerja para karyawan, oleh karena itu kedua faktor ini harus diaplikasikan secara serentak. Kepuasan kerja dari seorang ekspatriat sedikit berbeda dengan kepuasan kerja tenaga kerja lokal, jadi bukan hanya kepuasan dalam berkerja tapi juga merupakan sebuah penilaian, perasaan atau sikap seseorang karyawan terhadap pekerjaanya dan berhubungan dengan lingkungan kerja, jenis pekerjaan, kompensasi, hubungan antar teman kerja, hubungan tempat sosial kerja melainkan kepuasan kerja konsep lebih luas dari hubungan lintas budaya (cross culture), penyesuaian pekerjaan yang diukur hanya dengan sudut kenyamanan dan kemampuan adaptasi tentang perbedaan standar kinerja dan nilai kerja pada lingkungan yang baru (Black, 1998). Menurut Birdseye & Hill, (1995) kepuasan kerja ekspatriat kecenderungan dihubungkan dengan tingkat turnover ekspatriat 9 yang rendah dan motivasi yang lebih tinggi untuk melakukan dan menyelesaikan penugasan sebagai ekspatriat (Downes et al., 2002). Kepuasan kerja ekspatriat dijelaskan sebagai kesuksesan penyesuaian untuk kebutuhan pekerjaan internasional dan hubungan dengan tenaga kerja dan konsumen di negara tujuan (Black et al., 1991). Studi yang lebih lanjut menunjukkan bahwa ekspatriat yang sudah memiliki pengalaman kerja internasional dan mendapatkan pelatihan lintas budaya mempunyai pengaruh positif terhadap kepuasan kerja ekspatriat (Naumann, 1993). Kepuasan kerja merupakan bagian dari proses motivasi (Gibson, Ivancevich, dan Donnely (1996) dalam Sylvana (2002). Jadi kepuasan kerja para ekspatriat yang bekerja di Bali sangat dipengaruhi oleh motivasi sebagai pendorong para ekspatriat untuk berkerja di luar negeri khususnya hotel bintang lima di kawasan wisata Nusa Dua. Namun motivasi ini tak pelak selalu dibayang-bayangi oleh faktor penghambat yang menyebabkan kegagalan para ekspatriat (failure of expatriate) bentuk kegagalan seorang ekspatriat menurut (Black,1991) adalah pemutusan kontrak kerja oleh perusahaan atau ekspatriat itu sendiri sebelum masa penugasannya berakhir atau kembalinya ekspatriat tersebut ke negara asalnya tanpa menyelesaikan masa penugasannya (early return). Hal ini disebabkan oleh ketidakmampuan beradaptasi (adjustment ) dengan lingkungan kerja baru, budaya lokal, bahasa, karakteristik masyarakat, kondisi geografis, dan rasa rindu keluarga (Dowling, 2009). Oleh karena itu kemampuan penyesuaian diri para ekspatriat 10 terhadap lintas budaya (cross culture adjusment) merupakan kunci sukses seorang ekspatriat untuk bekerja di luar negeri (foreign country). Faktor-faktor inilah yang sangat berpengaruh dalam kepuasan kerja dan merupakan indikator kepuasan kerja atau ketidakpuasan kerja yang dicapai seorang ekspatriat di foreign country atau negara tujuan. Tabel 1.3 menampilkan masalah yang dihadapi ekspatriat pada hotel bintang lima di kawasan wisata Nusa Dua. Tabel 1.3 Masalah yang Dihadapi Ekspatriat di Hotel Bintang Lima Kawasan Wisata Nusa Dua pada Tahun 2010 Nama Hotel Jumlah Ekspatriat (Orang) Durasi kontrak (Tahun) Amanusa Resort Ayodya Resort Bali Couthyard Marriot Grand Hyatt Bali Inna Putri Bali Melia Bali Nusa Dua Beach The Laguna Resort The Westin Resort St. Regis Bali 4 3 0 7 0 4 4 6 8 8 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 Total % 44 (100) Jumlah ekspatriat yg memutuskan kontrak (Orang) 0 1 0 1 0 1 1 1 2 1 Alasan Masalah dengan owner Kendala komunikasi Demonstrasi karyawan Iklim dan cuaca Masalah keluarga Iklim, Komunikasi Kinerja 8 (18,18) Sumber: PT.BTDC Nusa Dua (data olahan) 2011 Dari Tabel di atas dapat dilihat pemutusan kontrak kerja ekspatriat sebelum masa kontraknya berakhir menunjukkan angka 18,18 persen para ekspatriat yang bekerja di hotel berbintang lima di kawasan wisata Nusa Dua mengalami pemutusan kontrak kerja (early return) dikarenakan berbagai alasan. Menurut 11 penelitian yang dilakukan oleh (Martinko dan Douglas,1999) kegagalan seorang ekspatriat bisa didefinisikan sebagai ekspatriat yang kembali ke negara asalnya sebelum menyelesaikan tugasnya atau kontrak kerjanya, masalah-masalah yang biasanya menyebabkan hal ini adalah masalah keluarga, kurangnya motivasi, dan kurangnya keinginan untuk berkerja di luar negeri (Kramer, 2010). Keinginan untuk mempercepat masa penugasan (intend to prematurely quit an assignment) merupakan salah satu indikator ketidakpuasan kerja (Bhaskar-Shinivas et al., 2005). Tingkat perputaran para ekspatriat yang rendah merupakan bentuk dari kepuasan kerja (Birdseye et al., 1995). Jadi jika dikaikan dengan data pada Tabel 1.3 maka bisa dikatakan bahwa dengan adanya pemutusan kontrak kerja sebelum kontrak tersebut itu berakhir akan memunculkan suatu perputaran karyawan (turn over expatriate) hal ini mencerminkan kurangnya kepuasan kerja para ekspatriat berbintang lima di hotel kawasan wisata Nusa Dua. Kesuksesan dari penugasan seorang ekspatriat di luar negeri berhubungan positif dan signifikan jika dihubungkan dengan kemampuan penyesuaian diri (adjustment) di tempat kerja baru (Kraimer et al., 2001). Menurut Black (1989), penyesuaian diri ekspatriat dibagi menjadi tiga dimensi yang lebih spesifik: general adjustment, work adjustment, dan interactional adjustment, yang disebut sebagai cross culture adjustment (Black, 1989). Kurangnya kemampuan penyesuaian diri (cross cultural adjustment) akan menurunkan kinerja dan kepuasan kerja ekspatriat (Vianen, 2004). Oleh karena itu dapat dikatakan 12 kepuasan kerja seorang ekspatriat dijelaskan sebagai kesuksesan penyesuaian diri dalam penugasan di luar negeri dalam mengisi jabatan yang dibutuhkan, kemampuan beradaptasi dengan pekerja lokal dan pelanggan (Black et.al., 1991) Jadi dalam penelitian ini akan mencoba mengetahui hubungan antara motivasi intrinsik maupun ekstrinsik (teori motivasi dua faktor Herzberg) terhadap kepuasan kerja dan seberapa besar variabel cross culture adjustment menjadi variabel yang memoderasi pengaruh motivasi intrinsik dan ekstrinsik terhadap kepuasan kerja para ekspatriat di Bali khususnya para ekspatriat yang bekerja di hotel bintang lima di kawasan wisata Nusa Dua. Dalam hal ini difokuskan untuk mengetahui kepuasan kerja para ekspatriat tersebut untuk bekerja di Bali apakah karena dorongan untuk bekerja dari dalam diri para ekspatriat itu sendiri atau lebih cenderung dipengaruhi oleh keinginan di luar pekerjaan (ekstrinsik). 1.2 Rumusan Masalah Kepuasan kerja karyawan sangat dipengaruhi oleh banyak faktor seperti faktor intrinsik atau ekstrinsik, faktor ini sangat berpengaruh terhadap seorang tenaga kerja termasuk tenaga kerja asing atau ekspatriat yang berkerja jauh dari negara asalnya dan meninggalkan sanak saudara dan keluarganya, serta beradaptasi dengan lingkungan kerja baru, budaya baru, kondisi pekerja yang baru dan perilaku masyarakat yang baru juga. Jika dilihat dari kepuasan kerja, 13 tingkat kepuasan kerja dan faktor yang mempengaruhi ekspatriat pasti berbeda pula dari para tenaga kerja lokal, jadi masalah dalam penelitian ini adalah untuk menelaah sejauh mana variabel-variabel motivasi yakni motivasi intrinsik dan motivasi ekstrinsik mempengaruhi kepuasan kerja para ekspatriat sehingga berkeinginan untuk berkerja di hotel bintang lima di kawasan wisata Nusa Dua. Berdasarkan masalah tersebut, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut. 1) Apakah motivasi intrinsik berpengaruh signifikan terhadap kepuasan kerja ekspatriat di hotel bintang lima di kawasan wisata Nusa Dua? 2) Apakah motivasi ekstrinsik berpengaruh signifikan terhadap kepuasan kerja ekspatriat di hotel bintang lima di kawasan wisata Nusa Dua? 3) Apakah cross culture adjustment berperan signifikan sebagai moderating variabel dalam hubungan antara motivasi intrinsik dengan kepuasan kerja? 4) Apakah cross culture adjustment berperan signifikan sebagai moderating variabel dalam hubungan antara motivasi ekstrinsik dengan kepuasan kerja? 1.3 Tujuan Penelitian Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini secara rinci dijabarkan sebagai berikut: 1) Untuk mengetahui pengaruh motivasi intrinsik terhadap kepuasan kerja ekspatriat di hotel bintang lima di kawasan wisata Nusa Dua. 14 2) Untuk mengetahui pengaruh motivasi ekstrinsik terhadap kepuasan kerja ekspatriat di hotel bintang lima di kawasan wisata Nusa Dua. 3) Untuk mengetahui apakah cross culture adjustment berperan signifikan sebagai moderating variabel dalam hubungan antara motivasi intrinsik dengan kepuasan kerja. 4) Untuk mengetahui apakah cross culture adjustment berperan signifikan sebagai moderating variabel dalam hubungan antara motivasi ekstrinsik dengan kepuasan kerja. 1.4 Manfaat Penelitian 1) Bagi peneliti, akan memperoleh tambahan pengetahuan dan pemahaman yang lebih luas tentang keterkaitan antara variabel-variabel motivasi intrinsik dan ekstrinsik, serta pengaruh variabel cross culture adjustment terhadap kepuasan kerja ekspatriat di hotel bintang lima di kawasan wisata BTDC Nusa Dua. 2) Bagi civitas akademika, penelitian ini diharapkan menjadi bahan kajian bagi penelitian selanjutnya dan referensi bagi pihak yang ingin melakukan penelitian sejenis. Hasil penelitian ini juga diharapkan dapat dipergunakan sebagai sarana untuk membandingkan teori tentang variabel-variabel yang mempengaruhi kepuasan kerja dengan keadaan nyata pada kondisi ekspatriat di hotel bintang lima di kawasan wisata Nusa Dua. 15 3) Secara praktis hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sumber informasi bagi para masyarakat khususnya di bidang pariwisata tentang para ekspatriat hotel berbintang lima di kawasan wisata Nusa Dua serta untuk bahan pertimbangan di dalam pembuatan kebijakan ketenagakerjaan.