BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teoritis 1. Kualitas

advertisement
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Landasan Teoritis
1. Kualitas Makanan
Kualitas makanan menurut Knight dan Kotschevar (2000:16) yaitu
tingkat konsistensi kualitas menu yang dicapai dengan penetapan
standar untuk produk dan kemudian mengecek point-point yang harus
dikontrol untuk melihat kualitas yang ingin dicapai. Point-point tersebut
meliputi resep dan pengukuran yang benar, persiapan, temperatur,
peralatan, kondisi produk selama persiapan, kebersihan, porsi dan
faktor
lainnya. Setiap produk makanan akan mempunyai standar
sendiri, jadi terdapat banyak standar dalam setiap menu makanan.
Sedangkan menurut Murphy et.al. kualitas makanan didefinisikan
sebagai sebuah konsep kualitas yang dapat memberikan wawasan
tentang bagaimana mempertahankan kualitas produk dan bagaimana
pelanggan melihat produk disajikan. Kotler (2003) mendefinisikan
kualitas
makanan
sebagai
kemampuan
suatu
barang
untuk
memberikan hasil/kinerja yang sesuai atau melebihi dari apa yang
diinginkan pelanggan. Kualitas makanan dalam hal ini diambil dari
istilah food quality, yang mencakup makanan dan minuman.
Menurut West, Wood, dan Harger (1965) menyatakan bahwa
standar kualitas makanan, meskipun sulit didefinisikan dan tidak dapat
diukur secara mekanik, masih dapat dievaluasi lewat nilai nutrisinya,
tingkat bahan yang digunakan, rasa, dan penampilan dari produk.
Faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas makanan menurut Gaman
dan Sherrington (1996) serta Jones (2000) secara garis adalah sebagai
berikut:
a. Warna
Warna dan bahan-bahan makanan harus dikombinasikan
sedemikian rupa supaya tidak terlihat pucat atau warnanya tidak
serasi. Kombinasi warna sangat membantu dalam selera makan
konsumen. Pada rumah makan Adem Ayem untuk bahan dasar
menu gudeg yaitu telur, krecek, ayam, dan nangka muda kemudian
dimasak dengan bumbu khusus sampai matang berwarna coklat.
Telur dan ayam dimasak dengan bumbu kecap manis sehingga
memiliki warna coklat kehitaman. Krecek dimasak dengan sambel
goreng dengan hasil sedikit pedas dan berwarna kemerahan.
b. Penampilan
Ungkapan “melihat sesuatu dari penampilan” bukanlah suatu
ungkapan yang berlebihan. Makanan harus baik dilihat saat berada
di piring, dimana hal tersebut adalah suatu faktor yang penting.
Sajian makanan gudeg di Rumah makan Adem Ayem di tata rapi di
atas piring dengan komposisi ayam, krecek, telur, dan nangka muda
sehingga konsumen sangat tertarik ingin segera menikmati gudeg
tersebut.
c. Porsi
Setiap penyajian untuk porsi makanan sudah ditentukan
standarnya yang disebut standard portion size (standar porsi yang
ditentukan). Standard portion size merupakan (standar porsi yang
ditentukan) sebagai kuantitas item yang harus disajikan setiap kali
item tersebut dipesan. Produsen dianjurkan untuk membuat standar
porsi secara jelas. misalnya berapa gram daging yang harus
disajikan dalam sebuah porsi makanan. Di rumah makan Adem
Ayem tersedia berbagai macam menu yang ditawarkan, semakin
banyak item menu makanan atau semakin besar porsinya pada tiap
menu, maka berbeda pula harga yang ditawarkan.
d. Bentuk
Fisik makanan memainkan peranan penting dalam daya tarik
mata. Bentuk makanan yang menarik bisa diperoleh lewat cara
pemotongan bahan makanan yang bervariasi, misalnya nangka
yang dipotong dengan bentuk dice atau biasa disebut dengan
potongan dadu digabungkan dengan daun singkong yang dipotong
chiffonade yang merupakan potongan tidak beraturan pada
sayuran, potongan ayam sesuai pesanan dari paha, dada, hati, dll.
e. Temperatur
Beberapa konsumen menyukai variasi temperatur yang didapatkan
dari makanan satu dengan lainnya. Temperatur
juga bisa
mempengaruhi rasa, misal rasa manis pada sebuah makanan akan
lebih terasa saat makanan tersebut masih hangat. Nasi Gudeg yang
disajikan rumah makan Adem Ayem selalu dalam keadaan hangat
kemudian dikonsumsi oleh konsumen yang memesan.
f.
Tekstur
Banyak ragam tekstur makanan antara lain halus atau tidak, cair
atau padat, keras atau lembut, kering atau lembab. Tingkat tipis dan
halusnya makanan serta bentuk dapat dirasakan lewat tekanan dan
gerakan dan reseptor di mulut. Tekstur makanan gudeg yang ada di
rumah makan Adem Ayem bertekstur lembut dan ayamnya empuk.
g. Aroma
Aroma adalah reaksi dari makanan yang akan mempengaruhi
konsumen sebelum konsumen menikmati makanan, konsumen
dapat mencium makanan tersebut.
2. Kualitas Layanan
Menurut Akbar (2009) kualitas pelayanan adalah pandangan
pelanggan tentang layanan memenuhi atau melampaui harapannya.
Sedangkan menurut Anwar dan Gulzar (2011) layanan pada dasarnya
memenuhi harapan pelanggan dan memuaskan kebutuhan mereka
dengan memberikan kualitas layanan yang baik. Berdasarkan kedua
definisi di atas dapat disimpulkan bahwa kualitas pelayanan merupakan
salah satu faktor penilaian dari konsumen dalam mengambil keputusan
pembelian. Konsumen sekarang sangat berbeda dengan konsumen
dahulu, karena konsumen sekarang lebih cerdas dalam bertindak. Tidak
hanya menilai produk dan merek saja, melainkan pelayanan dari
perusahaan tersebut.
Kualitas layanan menurut Parasuraman et.al (1988) mengartikan
kualitas sebagai suatu bentuk sikap, berhubungan namun tidak sama
dengan kepuasan, yang merupakan hasil dari perbandingan antara
harapan dengan kinerja aktual. Menurut Tjiptono (2005:110) kualitas
jasa atau kualitas pelayanan yang didefinisikan sebagai kondisi
dinamis yang berhubungan dengan produk, jasa, sumber daya
manusia, proses, dan lingkungan yang memenuhi atau melebihi
harapan. Kualitas pelayanan adalah upaya pemenuhan kebutuhan dan
keinginan
pelanggan
serta
ketepatan
penyampaiannya
untuk
mengimbangi harapan pelanggan (Tjiptono, 2000). Proses pelayanan
terjadi pada waktu konsumen menerima dan merasakan layanan itu.
Setelah merasakan layanan tersebut, konsumen akan melakukan
evaluasi untuk memutuskan tindakan selanjutnya. Jika layanan tersebut
sesuai dengan harapan konsumen, maka konsumen akan merasa puas
dan cenderung untuk loyal/setia. Menurut Parasuraman et al. (1998) ada
lima dimensi kualitas pelayanan sebagai berikut:
a. Keandalan (reliability)
Kemampuan untuk memberikan pelayanan yang dijanjikan dengan
tepat, terpercaya dan akurat.
b. Jaminan (assurance)
Pengetahuan, kemampuan, keramahan serta kesopanan yang dimiliki
karyawan dalam memberikan layanan yang dapat menimbulkan
kepercayaan dan keyakinan konsumen.
c. Ketanggapan (responsiveness)
Kesigapan
atau
kemauan
untuk
membantu
konsumen
dan
memberikan pelayanan yang cepat dan tanggap.
d. Empati (empathy)
Sikap kontak personal atau pribadi kepada konsumen dan berusaha
untuk memahami kebutuhan dan kesulitan para konsumen.
e. Keterwujudan (tangibles)
Penampilan fasilitas fisik seperti bangunan, kebersihan, kerapian,
kelengkapan dan penampilan karyawan yang dapat dilihat langsung
oleh para konsumen.
3. Harga
Menurut Buchari Alma (2006:169) harga sebagai nilai suatu
barang yang dinyatakan dengan uang. Harga merupakan sesuatu
yang diserahkan dalam pertukaran untuk mendapatkan barang
maupun jasa (Lamb, Hair dan McDaniel, 2001). Menurut Becker
dalam Zeithmal (1988), bahwa
harga tidak hanya pengorbanan
konsumen untuk mendapatkan produk, tetapi biaya waktu, mencari,
dan tenaga juga termasuk dalam faktor implisit atau eksplisit dari
sebuah pengorbanan. Selain itu, harga dipercaya oleh konsumen
sebagai informasi tentang kualitas produk (Shapiro dalam Zeithmal,
1988). Harga merupakan salah satu atribut paling penting yang
dievaluasi oleh konsumen, dan manajer perlu benar-benar menyadari
peran bersebut dalam pembentukan sikap konsumen (Sangadji dan
Sopiah, 2014). Konsumen akan beralih kepada pesaing, jika harga
yang ditawarkan tidak sebanding dengan nilai tukarnya. Konsumen
percaya bahwa harga menentukan mutu produk dan jasa.
Menurut Alfred (2013) harga diukur dengan empat indikator,yaitu
keterjangkauan harga, daya asing harga, kesesuaian harga dengan
manfaat dan kesesuaian harga dengan kualitas. . Lain
halnya
dengan Tjiptono (2001:151) yang mendefinisikan harga sebagai
satuan moneter atau ukuran lainnya (termasuk barang dan jasa)
yang ditukarkan agar memperoleh hak kepemilikan atau penggunaan
suatu barang atau jasa. Menurut Mowen dan Minor (2002) harga itu
mengenai harapan pada hubungan harga-mutu yaitu, dalam rentang
harga tertentu untuk sebuah produk, mereka mengharapkan bahwa
harga yang tinggi mengindikasikan mutu yang lebih baik. Hal ini
didukung dengan pernyataan Malik et al. (2012) bahwa kenaikan
harga telah terbukti memiliki dampak negatif pada kepuasaan
konsumen.
4. Lokasi
Pemilihan lokasi mempunyai fungsi
yang strategis karena
dapat ikut menentukan tercapainya tujuan usaha. Lokasi adalah suatu
penjelasan yang dikaitkan dengan tata ruang dari kegiatan ekonomi.
Hal ini selalu dikaitkan pula dengan alokasi geografis dari sumber
daya yang terbatas yang pada gilirannya akan berpengaruh dan
berdampak terhadap lokasi dari berbagai aktivitas baik ekonomi
maupun sosial (Sirojuzilam, 2006: 22).
Menurut Swasta dan Irawan (2003:339) lokasi adalah letak usaha
pada daerah yang strategis sehingga dapat memaksimumkan laba.
Pemilihan lokasi mempunyai fungsi yang strategis karena dapat
ikut menentukan tercapainya tujuan badan usaha. Alma (2003:102)
mendefinisikan lokasi adalah tempat perusahaan beroperasi atau
terdapat perusahaan yang melakukan kegiatan untuk menghasilkan
barang dan jasa yang mementingkan segi ekonominya. Menurut
Swasta dan Irawan (2003:339) lokasi adalah letak toko pada daerah
yang strategis sehingga dapat memaksimumkan laba.
Teori Lokasi dari August Losch melihat persoalan dari sisi
permintaan (pasar). Losch mengatakan bahwa lokasi penjual sangat
berpengaruh terhadap jumlah konsumen yang dapat digarapnya.
Makin jauh dari tempat penjual, konsumen makin enggan membeli
karena biaya transportasi untuk mendatangi tempat penjual semakin
mahal. Losch cenderung menyarankan agar lokasi produksi berada di
pasar atau di dekat pasar.
Pendapat lain dari Lupiyoadi (2001:61-62) mendefinisikan lokasi
adalah tempat dimana perusahaan harus bermarkas melakukan
operasi. Ada tiga jenis yang mempengaruhi dalam hal ini, yaitu:
a. Konsumen mendatangi pemberi jasa (perusahaan)
Apabila keadaanya seperti ini, maka lokasi menjadi sangat
penting. Perusahaan sebaiknya memilih tempat dekat dengan
konsumen sehingga mudah dijangkau, dengan kata lain harus
strategis.
b. Pemberi jasa (perusahaan) mendatangi konsumen
Dalam hal ini lokasi tidak terlalu penting, tetapi yang harus
diperhatikan adalah penyampaian jasa harus tetap berkualitas.
c. Pemberi jasa (perusahaan) tidak bertemu langsung
Berarti pemberi jasa dan konsumen berinteraksi melalui sarana
tertentu, seperti telpon, komputer, dan surat.
Lokasi atau tempat mempunyai peranan yang sangat penting
dalam membantu perusahaan memastikan produknya, karena tujuan
utama perusahaan adalah menyediakan barang dan jasa yang
diinginkan konsumen pada waktu dan tempat yang tepat.
5. Suasana
Suasana restoran merupakan hal-hal yang ditangkap melalui indra
yaitu, penglihatan, suara, bau, sentuhan, rasa, dan suasana secara
keseluruhan (Vincent dan Gu,2012). Sementara Ryu dan Han (2010)
menjelaskan definisi atmosfir merupakan hal-hal yang tercipta dalam
restoran yang meliputi desain interior, musik dan pencahayaan, dan
hal-hal tersebut akan meningkatkan level kepuasan.
Suasana toko atau restoran adalah suasana terencana yang
sesuai dengan pasar sasarannya dan dapat menarik konsumen untuk
membeli (Kotler, 2005). Menurut Gilbert yang dikutip Foster (2008:61)
suasana toko merupakan kombinasi dari pesan secara fisik yang
telah
direncanakan,
atmosphere
dapat
perubahan terhadap perancangan
digambarkan
sebagai
lingkungan pembelian
yang
menghasilkan efek emosional khusus yang dapat menyebabkan
konsumen melakukan tindakan pembelian.
Menurut Alma (2007: 60) suasana toko meliputi berbagai tampilan
interior, eksterior, tata letak, lalu lintas internal toko, kenyamanan,
udara, layanan, musik, seragam pramuniaga, tampilan barang dan
sebagainya yang
menimbulkan
daya
tarik
bagi
konsumen,
serta membangkitkan keinginan untuk membeli. Suasana toko
bertujuan untuk menarik perhatian konsumen untuk berkunjung,
memudahkan mereka untuk mencari barang yang dibutuhkan,
mempertahankan mereka untuk berlama-lama berada di dalam toko,
memotivasi mereka untuk membuat perencanaan secara mendadak,
mempengaruhi
mereka
untuk
melakukan
pembelian,
dan
memberikam kepuasan dalam berbelanja (Levy dan Weitz, 2007).
Riset Yao dan Sirion (2014) mengemukakan bahwa kualitas
lingkungan fisik, kualitas makanan, dan kualitas jasa/layanan memiliki
hubungan positif yang kuat dengan kepuasan.
6. Kepuasan
Menurut Kotler (2001:158) kepuasan adalah tingkat perasaan di
mana seseorang menyatakan hasil perbandingan atas kinerja produk
atau jasa yang diterima dan yang diharapkan. Menurut Simamora
(2003) kepuasan konsumen adalah hasil pengalaman terhadap
produk atau jasa yang dirasakan. Hal ini juga didukung oleh Li dan
Hong (2013) yang menyatakan pengukuran tingkatan kepuasaan
berdasarkan semua pengalaman dengan perusahaan. Kepuasan
merupakan tingkat perasaan konsumen yang diperoleh setelah
konsumen melakukan atau menikmati sesuatu. Kepuasan pelanggan
adalah respon pemenuhan pelanggan, adalah suatu tuntutan bahwa
produk atau layanan fitur, atau produk jasa itu sendiri disediakan pada
tingkat konsumsi yang menyenangkan dan berhubungan dengan
pemenuhan (Oliver, 1997 dalam Liang, et.al., 2011). Menurut Ryu,
et.al. (2010) mendefinisikan kepuasan pelanggan sebagai evaluasi
diberikan bahwa pengalaman (produk) setidaknya sama baik dengan
yang diterima konsumen.
Kepuasan pelanggan terhadap suatu pengalaman akan suatu
jasa tertentu akan melahirkan sebuah evaluasi atau sikap terhadap
kualitas jasa dari waktu ke waktu (Oliver, 1993 dalam Parasuraman,
1998). Hal ini ditunjukkan pelanggan setelah terjadi proses pembelian
atau dia akan menunjukkan besarnya kemungkinan untuk kembali
membeli produk yang sama. Sedangkan menurut Anwar dan Gulzar
(2011)
mengemukakan
bahwa
kepuasan
konsumen
sangat
tergantung pada pandangan positif dari kualitas yang diperoleh
konsumen. Berdasarkan definisi di atas dapat disimpulkan bahwa
kepuasaan konsumen adalah hasil pengukuran dari pengalaman yang
dirasakan konsumen terhadap produk atau jasa tertentu. Hal ini
mendukung pernyataan dari Samad (2014) kepuasan pada dasarnya
adalah pandangan pelanggan untuk mengevaluasi apa yang telah
diterima dengan apa yang diharapkan. Semakin tingginya harapan
yang dapat dipenuhi maka semakin tinggi kepuasan yang diperoleh
konsumen. Sebab tingkat kepuasan konsumen pada suatu produk
atau jasa tertentu sangat mempengaruhi tingkah laku berikutnya.
Apabila
kepuasan
yang
diperoleh
konsumen
tinggi
akan
memunculkan loyalitas pada masa mendatang.
7. Loyalitas
Loyalitas adalah pilihan yang dilakukan konsumen untuk membeli
merek tertentu dibandingkan merek yang lain dalam kategori produk
(Giddens dalam Dewi, 2011). Menurut Oliver (1999) loyalitas pelanggan
didefinisikan sebagai komitmen pelanggan untuk bertahan secara
mendalam
untuk
berlangganan kembali produk atau jasa terpilih
secara konsisten di masa yang akan datang, meskipun pengaruh
situasi dan usaha- usaha
menyebabkan
pemasaran
mempunyai
potensi
untuk
perubahan perilaku pelanggan. Loyalitas pelanggan
menurut Kotler (2005:18) adalah suatu pembelian ulang yang dilakukan
oleh seorang pelanggan karena komitmen pada suatu merek atau
perusahaan. Loyalitas adalah pilihan yang dilakukan konsumen untuk
membeli merek tertentu dibandingkan merek yang lain dalam kategori
produk (Giddens dalam Dewi, 2011). Menganalisa loyalitas pelanggan
akan lebih berhasil apabila mampu memahami aspek psikologis
manusia. Konsumen mempunyai rasa suka dan tidak suka setelah
mereka membeli produk dan kemudian persepsi terbentuk dan akan
menentukan perilaku terhadap merek produk tersebut. Loyalitas
pelanggan terhadap suatu barang atau jasa yang ditawarkan oleh suatu
perusahaan yang tercermin dari kebiasaan konsumen dalam melakukan
pembelian barang atau jasa secara terus menerus harus selalu
diperhatikan oleh perusahaan atau produsen.
Menurut Mowen dan Minor (1998) loyalitas adalah kondisi dimana
pelanggan mempunyai sikap positif dan komitmen terhadap suatu
merek, dan bermaksud meneruskan pembeliannya dimasa datang.
Dengan demikian loyalitas pelanggan adalah salah satu variabel yang
sangat penting karena loyalitas pelanggan secara positif mempengaruhi
laba
perusahaan.
perusahaan
Mempertahankan
mengeluarkan
biaya
loyalitas
lebih
pelanggan
sedikit
daripada
berarti
harus
memperoleh satu pelanggan baru. Griffin dalam Jasfar (2002)
berpendapat bahwa seorang pelanggan dikatakan setia atau loyal
apabila pelanggan tersebut menunjukkan perilaku pembelian secara
teratur atau pelanggan membeli paling sedikit dua kali dalam selang
waktu tertentu. Upaya memberikan kepuasan pelanggan dilakukan
untuk mempengaruhi sikap pelanggan, sedangkan konsep loyalitas
pelanggan lebih berkaitan dengan perilaku pelanggan daripada sikap
dari pelanggan. Dari pernyataan di atas memberikan dimensi yang lebih
luas tentang ukuran perilaku pelanggan yang loyal, antara lain :
a. Loyalitas pelanggan diukur dari konsumsi suatu produk dalam
jangka waktu tertentu. Pelanggan yang frekuensi pemakaiannya
lebih tinggi berarti dapat dikatakan lebih loyal dari pelanggan yang
frekuensinya lebih rendah.
b. Ukuran loyalitas dapat dinilai pada perilaku pembelian pelanggan
jika suatu perusahaan mengeluarkan produk/varian baru pelanggan
akan bersedia mencoba produk baru tersebut.
c. Loyalitas pelanggan adalah sikap pelanggan dalam memberikan
rekomendasi kepada orang lain untuk memakai jasa/produk yang
sama. Pada umumnya konsumen yang mempunyai loyalitas tinggi
terhadap suatu rumah makan cenderung fanatik dan memakai
kembali produk rumah makan tersebut apabila memerlukan, tanpa
berfikir panjang konsumen yang mempunyai loyalitas tinggi akan
mengambil keputusan untuk memakai barang atau jasa tersebut.
Konsumen
dengan
loyalitas
tinggi
akan
memberitahukan
keunggulan dan kualitas pelayanan tersebut kepada orang lain
bahkan sering memberikan saran untuk menggunakan layanan jasa
yang diberikan kepada konsumen.
Fullerton dan Taylor dalam Jasfar (2002) membagi tingkat loyalitas
pelanggan dalam tiga tahap :
a.
Loyalitas advokasi, merupakan sikap pelanggan untuk memberikan
rekomendasi kepada orang lain untuk melakukan pembelian ulang
terhadap produk atau jasa. Loyalitas advokasi pada umumnya
disertai dengan pembelaan konsumen terhadap produk atau jasa
yang dipakai.
b.
Loyalitas
repurchase
(pembelian
ulang),
loyalitas
pelanggan
berkembang pada perilaku pembelian pelanggan terhadap layanan
baru yang dikeluarkan oleh suatu perusahaan, yang ditunjukkan
dengan keinginan untuk membeli kembali.
c.
Loyalitas paymore(usaha lebih), loyalitas pelanggan untuk kembali
melakukan transaksi untuk menggunakan produk atau jasa yang
telah dipakai oleh konsumen tersebut dengan pengorbanan yang
lebih besar.
Ciri-ciri loyalitas pelanggan :
Konsumen yang loyal terhadap suatu merek memiliki ciri-ciri sebagai
berikut :
a.
Memiliki komitmen pada merek tersebut.
b.
Berani membayar lebih pada merek tersebut bila dibandingkan
dengan merek lain.
c.
Merekomendasikan merek tersebut kepada orang lain
d.
Dalam
melakukan pembelian kembali
produk
tersebut,
tidak
melakukan pertimbangan.
e.
Selain mengikuti informasi yang berkaitan dengan merek tersebut,
juga selalu mengikuti perkembangannya.
Dapat
menjadi semacam juru bicara
dari merek dan selalu
mengembangkan hubungan dengan merek tersebut.
B. Posisi Penelitian
Berikut ini adalah beberapa penelitian terdahulu yang menjadi acuan posisi
penelitian saat ini:
Tabel II.1
Penelitian Terdahulu
No
Peneliti
Tahun
1.
Soriano
2002
2.
Yuksel dan
Yuksel
2003
3.
Namkung
dan Jang
2008
4.
Hyun
2010
5.
Haghighi
2012
6.
Penelitian
ini
2016
Sumber : Data diolah, 2015
Variabel Independen
Food Quality
Service Quality
Cost/Value of each meal
Location
Service quality and staff
attitude
2. Product
quality
and
healthiness
3. Price and value
4. Restaurant atmosphere
5. Healthy food
6. Restaurant location and
appearance
7. Smoking (No smoking
environment)
8. Visibility
of
food
preparation area
1. Food
2. Restaurant atmosphere
3. Service
1. Food Quality
2. Price
3. Service Quality
4. Location
5. Environment
1. Food Quality
2. Price
3. Service Quality
4. Restaurant Location
5. Restaurant Atmosphere
1. Kualitas Makanan
2. Kualitas layanan
3. Harga
4. Lokasi
5. Suasana
Variabel
Mediasi
1.
2.
3.
4.
1.
1. Satisfaction
2. Trust
1. Satisfaction
2. Trust
Kepuasan
Variabel
Dependen
Consumer
decisions
about reuse
Alat
Analisis
Factor
Analysis
Tourists
Satisfaction
Factor
Analysis
Highly
Satisfied
Customer
Loyalty
Logistic
Regression
Analysis
SEM
AMOS
Loyalty
SEM
AMOS
Loyalitas
SEM
AMOS
C. Pengembangan Hipotesis
1. Pengaruh Kualitas Makanan pada Kepuasan Pelanggan
Penelitian yang dilakukan oleh Bei et.al., 2001 menyatakan bahwa
kualitas
makanan
memiliki
hubungan
positif
terhadap
kepuasan
pelanggan. Semakin baik kualitas produk dalam memuaskan pelanggan,
maka akan menyebabkan kepuasaan pelanggan yang tinggi pula (Kotler
dan Amstrong, 2008). Variabel kualitas
makanan
penting
untuk
diteliti karena mempunyai pengaruh pada loyalitas pelanggan (Kivela et
al.,1999; Koo et al.,1999). Kualitas makanan merupakan penentu
kepuasan pelanggan di industri restoran (Kivela et al.,1999). Sehingga
kualitas makanan mempengaruhi kepuasan pelanggan dan pada akhirnya
dapat menciptakan loyalitas pelanggan. Semakin tingginya kualitas
makanan maka semakin tinggi pula kepuasan pelanggan. Kualitas
makanan adalah inti dari produk yang ditawarkan oleh restoran.
Kualitas makanan secara umum telah diterima sebagai elemen dasar
pengalaman pelanggan terhadap restoran (Namkung dan Jang, 2007).
Riset sebelumnya menjelaskan bahwa kualitas makanan adalah faktor
yang paling penting dalam kepuasan pelanggan restoran (Rijswijk dan
Frewer:2008, Ryu dan Han:2010, Tan,et all.2014). Faktor paling penting
dalam kepuasan pelanggan adalah kualitas makanan, diikuti dengan
kualitas lingkungan dan kualitas jasa (Ryu dan Han. 2010). Kualitas
makanan adalah syarat absolut untuk memuaskan kebutuhan dan
ekspektasi konsumen restoran (Namkung and Jang, 2007; Rijswijk dan
Frewer,2008). Beberapa studi diatas telah dijelaskan bahwa terdapat
pengaruh yang besar dari kualitas makanan terhadap kepuasan
pelanggan. Kualitas makanan secara umum telah diterima sebagai
elemen dasar pengalaman pelanggan terhadap restoran. Berdasarkan
hasil penelitian tersebut, maka hipotesis penelitian ini adalah:
H1: Kualitas makanan berpengaruh positif pada kepuasan
pelanggan
2. Pengaruh Kualitas Layanan pada Kepuasan Pelanggan
Namkung dan Jang (2008) menyatakan dimensi kualitas pelayanan
diidentifikasi sebagai atribut utama yang berkontribusi terhadap kepuasan
yang tinggi dari pengunjung. Cronin dan Taylor (1992) dalam model
persamaan struktur memberikan bukti bahwa kualitas pelayanan adalah
faktor yang membangun kepuasan pelanggan. Kualitas pelayanan yang
baik memiliki arti penting bagi kelangsungan hidup perusahaan karena
dapat menciptakan kepuasan pelanggan (Kotler, 2008). Sehingga kualitas
pelayanan memiliki pengaruh yang besar terhadap kepuasan pelanggan.
Berdasarkan hasil penelitian tersebut, maka hipotesis penelitian ini adalah
H2: Kualitas layanan berpengaruh positif pada kepuasan
pelanggan
3. Pengaruh Harga pada Kepuasan Pelanggan
Harga selalu dianggap sebagai kriteria penting dalam pemasaran
restoran (Law et al., (2008); Soriano 2002). Menurut Law et al.,
(2008) harga merupakan
penentu utama keberhasilan sebuah bisnis
restoran. Agar dapat menarik dan mempertahankan pelanggan, pemasar
harus terus- menerus meningkatkan kualitas produk dan harga yang
lebih rendah (Sheth et al., 1999 dalam Hyun 2010). Harga merupakan
faktor psikologis yang memainkan peran penting dalam reaksi pelanggan
terhadap harga yang harus dibayar (Kim et al., 2006 dalam Haghighi,
2012). Jika harga tinggi, pelanggan cenderung mengharapkan kualitas
makanan yang lebih tinggi (Andaleeb dan Conway, 2006; Erickson dan
Johansson, 1985). Tingkat harga yang wajar merupakan faktor penting
yang mempengaruhi kepuasan pelanggan (Bhattacharya dan Friedman,
2001). Jika pelanggan yakin bahwa mereka sedang ditagih berlebihan,
mereka tidak akan mempercayai restoran lagi dan akan cenderung untuk
tidak mengunjungi restoran di masa yang akan datang (Hyun, 2010).
Sehingga
harga
mempengaruhi
kepuasan
pelanggan
dan
dapat
menciptakan loyalitas pelanggan. Oleh karena itu, semakin tinggi harga
maka semakin tinggi pula kepuasan pelanggan. Berdasarkan hasil-hasil
penelitian tersebut, hipotesis dalam penelitian ini adalah:
H3: Harga berpengaruh positif pada kepuasan pelanggan
4. Pengaruh Lokasi pada Kepuasan Pelanggan
Lokasi restoran merupakan atribut penting yang mempengaruhi
perilaku
dan
kepuasan
pelanggan
(Soriano, 2002; Yuksel
dan
Yuksel, 2002). Menurut Soriano (2002) bahwa pelanggan restoran
mengharapkan lokasi yang nyaman ketika mereka makan diluar.
Menurut Tzeng et al., (2002) dalam Hyun (2010), pelanggan
menempatkan penekanan pada lokasi ketika mereka memilih restoran.
Yuksel dan Yuksel (2002) menemukan segmen pelanggan yang puas
makan terutama dievaluasi oleh lokasi dan kualitas layanan. Lokasi juga
telah digunakan untuk mengukur daya saing sebuah restoran dan
kepuasan makan pelanggan (Heung, 2002 dalam Hyun, 2010).
Sehingga lokasi mempengaruhi kepuasan pelanggan dan pada akhirnya
dapat menciptakan loyalitas pelanggan. Oleh karena itu, semakin
tinggi
kenyamanan
lokasi maka semakin tinggi pula kepuasan
pelanggan. Berdasarkan hasil-hasil penelitian tersebut, dalam penelitian
ini adalah:
H4: Lokasi berpengaruh positif pada kepuasan pelanggan
5. Pengaruh Suasana pada Kepuasan Pelanggan
Suasana toko dalam hal ini adalah restoran mempengaruhi
keadaan emosi pembeli yang menyebabkan atau mempengaruhi
pembelian. Keadaan emosional akan membuat dua perasaan yang
dominan yaitu perasaan senang dan membangkitkan keinginan.
Penelitan Peter dan Olson (1999) menjelaskan bahwa atmosphere
meliputi
hal-hal
yang
bersifat
luas
seperti
halnya
tersedianya
pengaturan udara (AC), tata ruang toko, penggunaan warna cat,
penggunaan jenis karpet, warna karpet, bahan-bahan rak penyimpan
barang, bentuk rak dan lain-lain. Suasana merupakan pengaruh penting
terhadap loyalitas dan kepuasan pelanggan (Bitner, 1992; Kivela et al.,
2000; Namkung dan Jang, 2008; Soriano, 2002). Bitner (1992)
mengatakan bahwa penyedia layanan berkomunikasi dengan pelanggan
di suasana restoran, sehingga suasana sangat mempengaruhi perilaku
pelanggan. Kivela et al., (2000) menganalisis data yang dikumpulkan
dari 908 pelanggan dan menemukan bahwa ketika pelanggan puas
dengan
suasana
restoran,
probabilitas
mereka
kembali
sangat
meningkat. Namkung dan Jang (2008) menganalisis 287 pelanggan
yang puas dan menemukan bahwa faktor suasana penting dalam
meningkatkan
kepuasan
pelanggan.
Secara
khusus,
mereka
menyarankan pentingnya pencahayaan, ruang, dan musik. Sehingga
suasana restoran mempengaruhi kepuasan pelanggan yang pada
akhirnya dapat menciptakan loyalitas pelanggan. Oleh karena itu,
semakin tinggi kenyamanan suasana restoran maka semakin tinggi pula
kepuasan pelanggan. Berdasarkan hasil-hasil penelitian tersebut,
hipotesis dalam penelitian ini adalah:
H5: Suasana berpengaruh positif pada kepuasan pelanggan
6. Pengaruh Kepuasan Pelanggan pada Loyalitas
Chiou dan Shen (2006) hubungan antara kepuasan dan loyalitas
telah menjadi topik penting dalam penelitian untuk pemasaran. Shankar,
et al., (2003) melakukan penelitian hubungan antara kepuasan
pelanggan dan loyalitas pelanggan. Kepuasan merupakan syarat
pembentukan kualitas hubungan karena jika pelanggan tidak puas
dengan penyedia layanan, hubungan tersebut tidak dapat dilanjutkan
(Naude dan Buttle, 2000 dalam Hyun, 2010). Hasil penelitian yang
dilakukan oleh Bei et. al,. 2010 menyatakan bahwa kepuasan pelanggan
berpengaruh positif pada loyalitas pelanggan. Hasil penelitian tersebut
menunjukkan penyebab kepuasan pelanggan berhubungan positif
dengan loyalitas pelanggan. Sehingga kepuasan pelanggan sangat
berpengaruh pada loyalitas. Berdasarkan hasil penelitian tersebut,
hipotesis penelitian ini adalah:
H6: Kepuasan pelanggan berpengaruh positif pada loyalitas
D. Model Penelitian
Berdasarkan enam hipotesis yang dirumuskan, hubungan antar variabel
yang dikonsepkan dapat digambarkan dalam bentuk kerangka pemikiran
berikut: Kualitas
Makanan
H1
Kualitas
Layanan
H2
Harga
H3
Kepuasan
Lokasi
H6
Loyalitas
H4
H5
Suasana
Sumber: Hyun (2010)
Gambar II. 1.
Kerangka Pemikiran
Model merupakan pengembangan dari penelitian Hyun (2010). Model
penelitian ini terdiri dari tujuh variabel, yaitu kualitas makanan (food
quality), kualitas layanan (service quality), harga (price), lokasi (location),
suasana (atmosphere), kepuasan pelanggan (customer satisfaction), dan
loyalitas (loyalty). Kualitas layanan dalam penelitian ini menggunakan
pendekatan Parasuraman (1998) yaitu kualitas layanan dengan lima
dimensi keberwujudan (tangibles), kehandalan (reliability), ketanggapan
(responsiveness),
jaminan
(assurance),
dan
empati
(empathy).
Sedangkan variabel lain sama dengan variabel dari yaitu kualitas
makanan, kualitas layanan, harga, lokasi, suasana, dan kepuasan
mempengaruhi loyalitas.
Download