2 tinjauan pustaka

advertisement
7
2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Biologi Rumput Laut (Kappaphycus alvarezii)
2.1.1 Klasifikasi
Rumput laut dapat diklasifikasi berdasarkan ciri thallus, habitat, cara hidup,
reproduksi dan peranannya dalam kehidupan manusia. Klasifikasi Kappaphycus
alvarezii menurut Anggadiredja et al. (2007):
Kingdom
: Plantae
Divisi
: Rhodophyta
Kelas
: Rhodophyceae
Ordo
: Gigartinales
Famili
: Solieracea
Genus
: Eucheuma
Species
: Kappaphycus alvarezii (Eucheuma cottonii)
Eucheuma spinosum
Teluk yang airnya tenang, relatif dangkal, bersuhu panas atau sedikit hujan
adalah daerah yang digemari rumput laut. Kappaphycus alvarezii tumbuh dengan
baik di daerah pantai terumbu (reef). Daerah yang memperoleh aliran air laut yang
tepat, variasi suhu harian yang kecil dan substrat batu karang mati merupakan
habitat yang khas untuk rumput laut spesies ini (Aslan 1998).
Cara hidup alga merah bermacam-macam, ada beberapa jenis alga merah
yang hidup menempel pada alga lain atau di batu, ada yang mengapung di
permukaan air dan ada juga yang hidup di perairan dalam lebih dalam
dibandingkan tempat tumbuh alga jenis lain. Oleh karena itu alga merah memiliki
pigmen fikobilin yang terdiri dari fokoeritrin (merah) dan fikosianin (biru) yang
mampu mengumpulkan cahaya hijau untuk masuk ke perairan dalam. Rumput laut
spesies K.alvarezii merupakan alga yang hidup mengapung di permukaan air.
Alga menyimpan hasil kegiatan fotosintesis di dalam sel sebagai bahan cadangan
makanan. Proses fotosintesis rumput laut dipengaruhi oleh sinar matahari dan
ketersediaan zat hara di sekelilingnya (Pitriana 2008).
8
Reproduksi rumput laut dapat dilakukan secara generatif dan vegetatif.
Perkembangbiakan
generatif yaitu dengan cara kawin. Rumput laut diploid
menghasilkan spora yang haploid. Spora ini kemudian menjadi dua jenis yakni
jantan dan betina yang masing-masing bersifat haploid. Selanjutnya rumput laut
jantan menghasilkan sperma dan rumput laut betina akan menghasilkan sel telur.
Apabila kondisi lingkungan memenuhi syarat dapat menghasilkan suatu
perkawinan dan terbentuknya zigot yang akan tumbuh menjadi tanaman baru.
Reproduksi rumput laut secara vegetatif adalah proses perbanyakan tanpa melalui
perkawinan. Setiap bagian rumput laut yang dipotong akan tumbuh menjadi
rumput laut muda yang mempunyai sifat seperti induknya. Perkembangbiakan
secara vegetativ lebih umum dilakukan dengan cara stek dari cabang-cabang
thallus yang muda, masih segar, warna cerah, dan memiliki percabangan yang
rimbun, serta terbebas dari penyakit (Parenrengi dan Sulaeman 2007).
2.1.2 Morfologi
Thallus rumput laut memiliki bentuk yang hampir sama namun pada
kenyataannya berbeda. Morfologi rumput laut spesies Kappaphycus alvarezii
memiliki permukaan licin, cartilogeneus, thalli (kerangka tubuh tumbuhan) bulat
silindris atau gepeng, warnanya merah, abu-abu, hijau kuning, dan hijau,
bercabang berselang tidak teratur, dichotomous atau trikhotomous, mempunyai
benjolan-benjolan (blunt nodule) dan duri-duri atau spines, dan substansi thalli
“gelatinus“ dan “kartilagenus” (lunak seperti tulang rawan). Keadaan warna
tidak selalu tetap, kadang-kadang berwarna hijau, hijau kuning, abu-abu atau
merah. Perubahan warna sering terjadi hanya karena faktor lingkungan. Kejadian
ini merupakan suatu proses adaptasi kromatik yaitu penyesuaian antara proporsi
pigmen dengan berbagai kualitas pencahayaan (Aslan 1998).
Spesies-spesies Kapphapycus yang menghasilkan kappa-carrageenan misal
yang dikenal dengan “cottonii” memperlihatkan keragaman yang tinggi dalam hal
warna dan tampilan umum. Rumput laut dapat mengubah tampilannya apabila
berada pada lingkungan yang baru (Matulessi 2005).
Penampakan thallus
bervariasi mulai dari bentuk sederhana sampai kompleks. Duri-duri pada thallus
runcing memanjang, agak jarang dan tidak bersusun melingkari thallus.
Percabangan ke berbagai arah dengan batang-batang utama keluar saling
9
berdekatan ke daerah basal (pangkal). Tumbuh melekat ke substrat dengan alat
perekat berupa cakram. Cabang-cabang pertama dan kedua tumbuh dengan
membentuk rumpun yang rimbun dengan ciri khusus mengarah ke arah datangnya
sinar
matahari
(Atmadja
1996).
Gambar
2
menunjukkan
keragaman
Kappaphycus alvarezii yang berasal dari satu spesies yang sama.
Kurusadai Is 2001
Palk Bay 2001
Mannar coast 2001
Palk Bay 2002
Munaikkadu 2002
Lokasi sama dengan metode berbeda
Deviapattinam 2002
Ervadi 2002
Munaikkadu 2002
Gambar 2 Keragaman thallus Kappaphycus alvarezii yang berasal dari spesies
yang sama (Tami Nadu diacu dalam Matulessi 2005).
10
2.1.3 Anaatomi
Setiaap makhluuk hidup tersusun
t
dari
d
jaringaan berbedaa-beda sehingga
menghasillkan fungsii
berbeda. Tumbuhaan, bakteri, jamur dann alga mem
miliki
dinding seel meskipunn struktur peenyusun dan
n kelengkappannya tidakk sama. Din
nding
sel adalahh struktur luar
l
membrran plasma yang membbatasi ruang bagi sel untuk
u
membesarr. Dinding sel tumbuhhan memilik
ki struktur yang komppleks yang dapat
dibedakann atas lameela tengah, dinding primer dan dinding seekunder (Su
utrian
1997).
uma secaraa mikroskoppis berada pada
Kebberadaan kaaragenan paada Eucheu
dinding seel yaitu lam
mela tengahh. Lamela tengah merupakan
m
pperekat antaar sel
yang terdiiri dari air dan
d zat-zat pektin
p
bersiifat koloid plastis
p
yangg memungkinkan
adanya geerakan-geraakan dan peenyesuaian sebelum sel-sel itu m
mencapai uk
kuran
dan bentuuk dewasa. Lamela teengah padaa rumput laaut membenntuk suatu bahan
b
yang kentaal. Jaringann rumput laaut terdiri attas epiderm
mis, lapisan pseudopareenkim
(kortek luuar dan koortek dalam
m) dan med
dula (Suryaaningrum 11988). Beb
berapa
jaringan penyusun
p
rum
mput laut dapat
d
dilihatt pada Gambbar 3
Selulosa Lamela ten
ngah
Gambarr 3 Jaringann pembentuuk Kappaphyycus alvareezii (Suryanningrum 198
88).
Epiddermis berrada pada lapisan
l
paliing luar darri jaringan inni sesuai deengan
fungsinya yaitu untukk melindungi jaringan yang beradda di dalam
mnya. Terdirri atas
manen
selapis sell yang letakknya rapat. Jaringan epidermis termasuk jarringan perm
pada jarinngan tumbbuhan selainn jaringan parenkim,, jaringan penunjang,, dan
jaringan pengangkut
p
. Memiliki bentuk yan
ng beragaam misalnyya isodiam
metris
yang mem
manjang, beerlekuk-lekuuk dan men
nampakan bentuk lain. Jaringan dalam
d
rumput laaut ini mem
miliki fungsii yang berb
beda-beda. Epidermis tersusun sangat
s
11
rapat sehingga tidak terdapat ruangan-ruangan antar sel didalamnya (Lestari
2007).
Lapisan pseudoparenkim pada rumput laut terdiri atas dua lapisan yaitu
kortek luar dan kortek dalam. Kortek terletak di bawah epidermis tersusun atas
beberapa lapis sel yang tidak teratur dan banyak ruang antar sel yang berfungsi
untuk pertukaran udara dan sebagai
tempat cadangan makanan. Medula
merupakan lapisan paling dalam yang merupakan pusat thallus berukuran kecil
dan bentuknya bulat.
Bentuk epidermis dan korteks tumbuhan dilihat pada
Gambar 4 .
A
B
Gambar 4 Gambar epidermis (A) dan kortek (B) tumbuhan (Lestari 2007)
Tumbuhan memiliki dinding sel berupa selulosa yang tebal berbeda dengan
dinding sel pada hewan. Dinding sel rumput laut terdiri dari selulosa dan
polisakarida misalnya agar-agar, karagenan dan fursellarin. Pembentukan dinding
sel berkembang di antara lapisan padat pada pemecahan inti sel. Bagian tengah
dari lapisan sel sering berkembang menjadi lamela tengah (Suyitno 1992).
Thallus
rumput laut menunjukkan keanekaragaman yang sangat besar,
tetapi semua selnya selalu jelas mempunyai inti dan plastida. Pada plastida
terdapat zat-zat warna derivat klorofil yaitu klorofil a, b atau kedua-duanya. Selain
derivat-derivat klorofil terdapat pula zat-zat warna lain yang justru kadang-kadang
lebih menonjol dan menyebabkan kelompok-kelompok ganggang tertentu diberi
nama menurut warna (Lobban dan Harrison 1994). Plastida berbentuk seperti
butiran, umumnya terdapat dalam sitoplasma di luar inti sel. Butiran-butiran
plastida mempunyai bentuk bermacam-macam, ada yang bundar dan adapula yang
lonjong tergantung pada tipe selnya. Inti sel berfungsi sebagai sentral segala
proses yang berlangsung di dalam sel (Sutrian 2004). Morfologi dan anatomi dari
beberapa jenis rumput laut dapat dilihat pada Gambar 5.
12
Gymnogongrus sp
Rhodyymenia perttusa
Schizzymenia Duubyi
U sp
Ulva
Eucheeuma spinosum
Gambar 5 Keragamaan morfolog
gi dan anatoomi rumput laut.
13
Perbedaan bentuk morfologi akan menyebabkan srtuktur anatomi tiap jenis
rumput laut berbeda. Perbedaan-perbedaan ini membantu dalam pengenalan
berbagai jenis rumput laut baik dalam mengidentifikasi jenis, genus ataupun
famili. Pigmen yang terdapat pada thallus dapat digunakan untuk membedakan
kelas dari berbagai jenis rumput laut. Perbedaan warna thalli menimbulkan adanya
ciri alga yang berbeda seperti alga hijau, alga coklat, alga merah dan alga biru.
Keanekaragaman bentuk rumput laut juga memberikan nilai tambah tersendiri
bagi wisata bahari, karena dapat digunakan sebagai objek wisata laut yang
menarik (Aslan 1998).
2.1.4 Pemeriksaan jaringan tumbuhan
Kata histologi berasal dari bahasa Yunani yaitu akar kata dari Histos yang
berarti jaringan dan Logia/Logos yang berarti ilmu pengetahuan/ilmu yang
mempelajari. Histologi merupakan ilmu yang mempelajari tentang jaringan.
Anatomi dapat dikelompokkan sebagai bagian ilmu dari histologi yang
digolongkan menjadi dua kelompok. Kelompok pertama yaitu anatomi
makroskopis artinya struktur tubuh yang dapat dilihat dengan mata telanjang dan
anatomi mikroskopis yaitu struktur tubuh yang hanya dapat dilihat dengan alat
bantu yaitu mikroskop. Histologi tumbuhan adalah ilmu yang mempelajari
struktur mikroskopis tumbuhan, karakteristik sel, fungsi dari jaringan dan organ.
Histoteknik adalah cara atau metode untuk membuat sajian histologi dari
spesimen tertentu melalui suatu rangkaian proses hingga menjadi sajian yang siap
untuk diamati atau dianalisa (Jusuf 2009).
Perkembangan histologi dapat dipelajari dari waktu ke waktu secara teratur
dengan melihat jaringan sampel. Gambaran histologi secara langsung atau tidak
langsung berperan untuk pelestarian sumber daya hayati perairan maupun untuk
perbaikan efisiensi metode perikanan. Menurut Suntoro (1983) ada beberapa
metode histologi yang umum untuk mempelajari jaringan yaitu sebagai berikut:
1. Metode Irisan
Metode irisan adalah suatu metode pembuatan sediaan dengan membuat
suatu irisan dengan tebal tertentu, sehingga dapat diamati di bawah mikroskop.
Metode irisan ada dua macam yaitu dengan tangan dan dengan mikrotom. Cara
metode irisan dengan tangan yaitu memegang sepotong jaringan diantara ibu jari
14
penunjuk. Dengan sebuah pisau yang tajam jaringan ini dipotong melintang
beberapa kali dengan cepat, pararel dan sedekat mungkin dengan permukaan atas
jaringan yang dipotong, hal ini dilakukan untuk mendapatkan irisan yang setipis
mungkin. Sedangkan irisan dengan mikrotom yaitu dengan cara memotong
jaringan dengan menggunakan alat untuk mengiris yang disebut mikrotom.
Keuntungan menggunakan alat ini yaitu mendapatkan tebal irisan yang dapat
diatur menurut tujuan dan kehendak peneliti.
2. Metode Beku
Metode beku adalah salah satu cara membuat preparat irisan dengan cara
membekukan jaringan, sehingga keras dan mudah diiris. Cara membekukan
jaringan yaitu dengan menyemprotkan gas CO2 pada jaringan tersebut. Kelebihan
dari metode ini yaitu prosesnya cepat, jaringan hanya sedikit mengerut
dibandingkan irisan dengan metode parafin, hampir semua metode pewarnaan
dapat dikerjakan apabila menggunakan metode ini. Kekurangan dari metode ini
yaitu hampir tidak mungkin untuk dapat melihat elemen-elemen struktural dalam
kedudukan yang asli, sangat sukar untuk mendapatkan irisan yang seri, dan sukar
memperoleh irisan yang tipis.
3. Metode Parafin
Metode parafin yaitu dengan cara menanam jaringan pada parafin. Metode
parafin saat ini banyak digunakan karena hampir semua macam jaringan dapat
dipotong dengan baik. Kelebihan metode ini yaitu irisan dapat jauh lebih tipis
daripada menggunakan metode beku karena tebal irisan dapat mencapai rata-rata
6 mikron sedangkan metode beku tebal irisan rata-rata 10 mikron, irisan-irisan
yang bersifat seri dapat dikerjakan dengan mudah, prosesnya jauh lebih cepat.
Kekurangan metode parafin adalah jaringannya menjadi keras, mengkerut dan
mudah patah serta sebagian besar enzim-enzim akan larut dengan metode ini.
Supaya mendapatkan jaringan yang dapat diamati di bawah mikroskop
maka jaringan yang sudah dipotong dengan metode di atas dilanjutkan dengan
metode pewarnaan. Pewarnaan adalah proses pemberian warna pada jaringan
yang telah dipotong sehingga unsur jaringan menjadi kontras dapat dikenali dan
diamati dengan mikroskop. Proses timbulnya warna terkait dengan terjadinya
ikatan antara molekul tertentu yang terdapat pada daerah dan struktur jaringan.
15
Menurut asalnya zat warna dibedakan atas beberapa zat. Zat warna alam yaitu
zat warna yang diperoleh dari tumbuh-tumbuhan atau hewan. Zat warna sintetis
yaitu zat warna yang dibuat oleh pabrik. Beberapa metode pewarnaan yang
digunakan untuk mengamati keberadaan karbohidrat pada jaringan dapat dilihat
pada Tabel 2.
Tabel 2 Metode pewarnaan jaringan
No.
Metode Pewarnaan
Hasil Pewarnaan
1
Alcian blue (Ross E.McKinney)
Biru dan merah
2
Alcian blue
3
Thionin dan Toluidin blue
Ungu dan biru
4
Muller-Mowry
Biru menyala
5
Alcian Blue-PAS
6
Silver Nitrat
Biru - hijau
Biru - ungu
Kuning-kecoklatan
Sumber: Suntoro (1983) dan Widayati et al. (2007)
2.1.5 Komposisi kimia rumput laut
Komposisi kimia dari rumput laut bervariasi tergantung dari spesies, tempat
tumbuh dan musim. Karbohidrat merupakan komponen terbesar terutama sebagai
komponen dinding sel dan sebagai jaringan intraseluler. Karbohidrat yang
terdapat dalam rumput laut berupa manosa, galaktosa dan agarosa yang tidak
mudah dicerna oleh manusia. Selain karbohidrat terdapat pula kandungan protein
dan lemak namun dalam jumlah sedikit, sedangkan kadar abu sebagian besar
terdiri dari Natrium dan Kalium. Kandungan protein dan lemak antara jenis
rumput laut yang satu dengan yang lain tidak selalu sama.Tinggi rendahnya
kandungan algin, agar dan karagenan pada rumput laut tergantung pada jenis,
daerah dan iklim (Soegiarto et al. 1978).
Metabolit primer yang dihasilkan oleh rumput laut Kappaphycus alvarezii
salah satunya adalah karagenan. Rumput laut jenis ini mengandung karagenan
39%, sedangkan sisanya merupakan garam anorganik 49%, selulosa 8%, protein
kasar 3%, serta lemak 1% (Bixler 1996). Komposisi komponen rumput laut kelas
Rhodophyceae secara umum disajikan pada Tabel 3
16
Tabel 3 Komponen penyusun alga merah
Komponen
Galaktosida
2-D-asam gluiserat-α-D mannopriranosida
3-o-fluoridosida α-D-mannopriranosida
1-o-gliserol-α-D-galaktopiranosida
D-glukosa
D-galaktosa
D-manosa
L-galaktosa
D-xilosa
Ester sulfat
D-asam glukoronat
D-asam galakturonat
Selulosa
Xylan
Mannan
Klorofil a
Fikosianin
Asam poliuronat
B-karoten
Lutein
Karagenan
kappa karagenan pada Kappaphycus alvarezii
Trace element (I, Mg, Na, K)
Klorofil d
α-karoten
Fikoeritrin
Berat Molekul
266
268
415
254
176
180
180
180
390
96
193
194
2,464,000
5,850
2,928
1,972
222,000
2,005
536
568
100,000-1,000,000
260,000-320,000
254, 24, 23, 39
1972
536
240,000
Keterangan
Sangat banyak
Td
Td
Td
Td
2,5 **
Td
0,85**
1,0**
3,5**
9,5-11%
6%
1-9 %
29-45 %
3,8 %*
+++
+
Td
Td
++
35,1-80%
61,52 %
+
+
+++
+++ : Pembentuk pigmen utama
++ : Komponen pigmen yang kurang dari setengah dari jumlah total pigmen
+
: Sebagaian kecil komponen pigmen
*
: Basis kering
** : Perbandingan molar dalam Porphyra sp
Td : Tidak ada
(Sumber :Yanti et al. 2001)
Selain dimanfaatkan sebagai bahan makanan rumput laut juga bermanfaat
sebagai bahan pangan yang bekhasiat yaitu sebagai antikanker, antioksidan,
mencegah kardiovaskular dan sangat tepat sebagai makanan untuk diet. Senyawasenyawa metabolit sekunder yang terdapat pada genus Eucheuma berupa alkaloid
dan flavonoid. Senyawa tersebut merupakan senyawa bioaktif yang dapat
digunakan dalam dunia pengobatan (Nurhayati et al. 2006).
2.1.6 Asal bibit dan umur panen
Salah satu faktor yang mempengaruhi keberhasilan dalam pembudidayaan
rumput laut adalah pengadaan bibit. Fungsi bibit bagi tanaman yaitu untuk
17
memperbanyak atau mengembangbiakan tanaman. Bibit rumput laut sering
menjadi masalah utama dalam usaha budidaya rumput laut karena apabila bibit
tidak berkualitas akan menghasilkan rumput laut berkadar karagenan rendah.
Daerah asal bibit dapat mempengaruhi kualitas rumput laut yang dihasilkan oleh
sebab itu dibutuhkan bibit unggul dan berkualitas sebelum memulai budidaya.
Bibit sebaiknya digunakan berupa stek, harus sehat, masih muda dan banyak
cabang. Faktor-faktor yang dapat memacu pertumbuhan rumput laut terbagi
menjadi dua faktor
yaitu faktor biologi dan faktor ekologi. Faktor biologi
mencakup asal bibit dan berat awal bibit sedangkan faktor ekologi yaitu cahaya,
suhu, pH, gelombang, arus, masalah keterlindungan dan keamanan (Departemen
Pertanian 1995).
Umur panen dan keadaan lingkungan tempat tumbuh alga dapat
mempengaruhi kandungan dan komposisi kimianya. Rumput laut yang dipetik
pada umur panen dua atau tiga bulan mengandung banyak karagenan
dibandingkan dengan rumput laut yang dipanen saat umur dua atau tiga minggu.
Memetik rumput laut dalam jangka waktu yang pendek sebagaimana kebiasaan
yang umum dilakukan oleh petani dengan alasan apabila rumput laut dipanen pada
umur dua sampai tiga bulan rumput laut akan banyak yang rusak, patah cabangcabangnya karena arus dan ombak maupun karena gangguan ikan dan binatangbinatang lain (Sadhori 1992).
2.2 Karagenan
Karagenan merupakan nama yang diberikan untuk keluarga polisakarida
linier yang diperoleh dari rumput laut merah dan penting untuk pangan. Pada
bidang
industri
karagenan
berfungsi
sebagai
stabilisator
(pengatur
keseimbangan), thickener (bahan pengental), pembentuk gel dan lain-lain. Dalam
industri makanan karagenan dikategorikan sebagai salah satu bahan tambahan
makanan (food additives). Karagenan hasil ekstraksi dapat diperoleh melalui
pengendapan dengan alkohol. Jenis alkohol yang biasa digunakan untuk
pemurnian hanya terbatas pada methanol, etanol, isopropanol (Winarno 1990).
18
uktur kimiaa dan manffaat karageenan
2.2.1 Stru
Istilaah karagennan mencakkup sekelo
ompok poliisakarida liinier sulfatt dari
D-galaktosa dan 3,6–anhidro
3
-D-galaktossa yang dihubungka
d
an oleh ikatan
i
has dari keragenan addalah setiap
p unit
1–4 glikoosilik (Glickksman 1983). Ciri kh
galaktosa mengikat gugusan
g
sulfat, jumlah
h sulfatnya lebih kuranng 35,1%. Dalam
D
perdaganggan jenis-jennis alga meerah dapat menghasilkkan karagennan digolon
ngkan
dalam Carrageenophhyte misalnyya Chondru
us, Hypnea,, Gigartina dan Eucheeuma.
Karagenann merupakaan getah rum
mput laut yaang pada um
mumnya dipperoleh darii hasil
ekstraksi rumput lauut merah dengan men
nggunakan air panas ((hot water) atau
larutan allkali pada temperatur tinggi (Gllicksman 1983). Strukktur Kimiaa dari
stereotipe struktur moolekul dan posisi
p
ion su
ulfat dapat diamati
d
padda Gambar 6.
6
Gaambar 6 Strruktur utamaa karagenan
n (Blakemorre dan Harppel 2010).
Mennurut Winarrno (1996) karagenan terbagi
t
mennjadi tiga fraaksi yaitu kappa,
k
iota dan laamda. Kapppa karagenaan apabila berikatan
b
deengan air m
menghasilkaan gel
yang kakuu dan keras,, tipe karaggenan ini dih
hasilkan oleeh rumput llaut K. alva
arezii.
Iota bilaa berikatan dengan airr dapat meembentuk gel
g yang reelatif elastiss dan
lembut, ioota dihasilkaan dari Eucchema spino
osum. Lamdda mengaduung gugus sulfat
yang relattif tinggi dan sehingga hampir tidaak membenntuk gel sam
ma sekali. Gugus
G
ester sulffat dalam lamda kaaragenan di
d distribussikan secaara acak dalam
d
molekulnyya. Lamdaa karagenann dihasilkaan oleh rum
mput laut sspesies Gig
gartin,
biasanya digunakan untuk mem
mbentuk lapisan tipis attau untuk m
mengubah teekstur
dari makannan.
19
Berat molekul (DM) karagenan bervariasi mulai dari 100-800 kDa. Berat
molekul optimum karagenan mutu makanan berkisar 100-500 kDa (FAO 1990).
Pada berat molekul dibawah 100 kDa sifat fungsional gel karagenan akan banyak
yang hilang. Manfaat karagenan dari rumput laut yaitu mampu menghambat laju
absorbsi glukosa serta rumput laut juga memiliki kandungan antioksidan tinggi.
Senyawa hidrokoloid dari rumput laut sangat diperlukan keberadaannya dalam
suatu produk sebagai pembentuk gel (gelling agent), penstabil (stabilizer),
pengemulsi (emulsifire), pensuspesi (suspending agent), dan pensdispersi
(Anggadiredja et al. 2007).
Tepung karagenan di pasaran berwarna kekuning-kuningan, mudah larut
dalam air dan mampu membentuk larutan kental atau gel. Permintaan pasar
terhadap kappa karagenan lebih besar daripada iota karagenan. Hal ini karena
tingkat pertumbuhan kappa-karagenan dari K.alvarezii lebih cepat dibandingkan
karagenofit dari Eucheuma spinosum (Mtolera dan Buriyo 2004).
Karagenan dimanfaatkan secara luas pada industri pangan contohnya pada
produk makanan misalnya roti dan es krim, keju (penstabil), saus dan kecap
(pengental dan penstabil), pembuatan bir (membentuk busa dan kerjernihan),
permen jelly dan pelapisan permen (pembentuk gel dan lapisan/film), daging dan
ikan kaleng (pengental, pembentuk gel, dan pensuspensi). Pada Industri farmasi
dan kosmetika karagenan memiliki peranan sebagai senyawa aditive contohnya
seperti pada pewangi ruangan air freshner gel (gelling agent), pasta gigi (binder
dan stabiliser), lotion dan cream (bodying agent), vitamin dan komponen obat
sulfat (penstabil dan pengemulsi). Kemudian pada industri non pangan karagenan
bermanfaat dalam industri makanan ternak yaitu sebagai senyawa yang
menstabilkan dan mempertahankan komposisi dari makanan ternak supaya tetap
stabil dan merata (Angka dan Suhartono 2000).
Proses produksi karagenan yang telah dikenal di Indonesia yaitu proses
murni dan semimurni. Proses murni biasanya melibatkan proses filtrasi serta
menggunakan larutan alkali seperti alkohol dan KCl untuk proses pemurnian.
Karagenan dari proses murni menghasilkan karagenan tanpa warna (bening),
tanpa rasa, tak berbau, dan dapat membentuk gel yang tidak beraturan di dalam
air. Karagenan murni digunakan untuk industri farmasi dan industri makanan.
20
Proses pembuatan karagenan semimurni tidak melibatkan proses filtrasi dan tidak
didapati proses ekstraksi dengan isopropanol. Tujuan utama proses ini adalah
untuk meningkatkan sifat karagenan dan menghasilkan gel dengan biaya produksi
yang lebih rendah. Karagenan dihasilkan berwarna, berbau dan keruh sehingga
tidak tepat untuk industri farmasi. Karagenan semimurni digunakan sebagai
pengawet daging, karena kemampuannya membentuk gel untuk berbagai basis
jenis ikan dan daging (Rideout 1997).
2.2.2 Sifat dasar dan standar mutu karagenan
Sifat dasar karagenan tergantung pada tiga tipe karagenan yaitu kappa, iota,
dan lamda karagenan. Kappa karagenan salah satu tipe karagenan paling banyak
dimanfaatkan untuk aplikasi pangan. Sifat-sifat karagenan meliputi kelarutan,
viskositas, dan pembentukan gel.
1. Kelarutan
Pelarut utama yang digunakan dalam ekstraksi karagenan adalah air.
Kelarutan karagenan di dalam air dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu tipe
karagenan, pengaruh ion, suhu, pH, dan komponen organik larutan. Perbedaan
tipe karagenan menyebabkan sifat kelarutannya berbeda, hal ini dapat disebabkan
karena perbedaan hidrofilitas molekul pada kelompok ester sulfat dengan residu
hidrofobik 3,6-anhidro-D-Galaktosa (Towle 1973).
Faktor pengamatan terpenting pada kelarutan karagenan adalah sifat
hidrofilik molekul pada kelompok ester-sulfat dan unit galaktopironosa, serta sifat
hidrofobik pada unit 3,6-anhidrogalaktosa. Semua karagenan larut dalam air
panas. Karagenan jenis kappa kurang hidrofilik karena lebih banyak memiliki
gugus 3,6-anhidro-D-galaktosa. Karagenan jenis iota lebih hidrofilik karena
adanya gugus 2-sulfat yang dapat menetralkan 3,6-anhidro-D-galaktosa yang
kurang hidrofilik dan lamda karagenan mudah larut pada semua kondisi karena
tanpa unit 3,6-anhidro-D-galaktosa dan mengandung gugus sulfat yang lebih
tinggi. Keseimbangan antara komponen yang larut dengan komponen yang tidak
larut, akan mengganggu terbentuknya gel (Suryaningrum 1988).
2. Viskositas
Viskositas adalah daya aliran molekul dalam sistem larutan. Viskositas
suatu hidrokoloid dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu konsentrasi karagenan,
21
suhu, jenis karagenan, berat molekul, dan adanya molekul-molekul lain. Menurut
Whistler dan Bemiller (1959) diacu dalam Distantina et al. (2009), berat molekul
rerata karagenan >100.000, sedangkan berat molekul karagenan komersil
>250.000 dan derajat polimerisasi berkisar 1100-1300. Viskositas yang tinggi
dibutuhkan untuk thickening agent (bahan pengental) (Miller dan Whistler 1973).
Viskositas larutan karagenan terutama disebabkan karena sifat karagenan
sebagai polielektrolit. Gaya tolakan (repulsion) antar muatan-muatan negatif
sepanjang rantai polimer, yaitu gugus sulfat mengakibatkan rantai molekul
menegang. Sifat hidrofilik menyebabkan polimer tersebut dikelilingi oleh
molekul-molekul air yang terimobilisasi, sehingga menyebabkan larutan
karagenan bersifat kental (Guiseley et al. 1980). Jika konsentrasi karagenan
meningkat maka viskositasnya akan meningkat secara logaritmik. Viskositas akan
menurun secara progresif dengan adanya peningkatan suhu, pada konsentrasi
1,5%, dan suhu 75 oC nilai viskositas karagenan berkisar antara 5-800 cPs
(FAO 1990).
3. Pembentukan gel
Kekuatan gel merupakan sifat fisik karagenan yang utama, karena kekuatan
gel menunjukkan kemampuan karagenan dalam pembentukan gel. Pembentukan
gel adalah suatu fenomena penggabungan atau pengikatan silang rantai-rantai
polimer
sehingga
terbentuk
suatu
jala
tiga
dimensi
bersambungan.
Gel mempunyai sifat seperti padatan, khususnya sifat elastis dan kekakuan.
Kekuatan gel dari karagenan sangat dipengaruhi oleh konsentrasi larutan basa,
suhu dan waktu ekstraksi (Suryaningrum et al. 2003).
Menurut Barsanti dan Gualtieri (2006), untuk memperoleh karagenan yang
yang terbaik dapat dilakukan dengan cara menggabungkan beberapa jenis rumput
laut penghasil karagenan sehingga menghasilkan gel yang berkualitas. Tingginya
kekuatan gel karagenan disebabkan oleh rendahnya kandungan sulfat. Semakin
kecil kandungan sulfatnya semakin kecil pula viskositas, tetapi konsistensi gelnya
semakin meningkat.
Menurut Glicksman (1969) diacu dalam Basmal et al. (2003) pembentukan
gel pada hidrokoloid dapat dilakukan dengan meningkatkan atau memperbesar
gaya antar molekul terlarut dengan cara menambahkan bahan yang tidak larut
22
koloid, menguapkan zat pelarut dan menambahkan bahan pengikat atau pengatur
reaksi kimia yang bertujuan untuk mengurangi kelarutan
koloid. Selain itu
pembentukan gel hidrokolid dapat terjadi dengan cara melarutkan suatu larutan
dalam pelarut yang dapat menyerap air.
Kappa-karagenan dan iota-karagenan merupakan fraksi yang mampu
membentuk gel dalam air dan bersifat reversible, yaitu meleleh jika dipanaskan
dan membentuk gel kembali jika didinginkan (Fardiaz 1989). Proses pemanasan
dengan suhu yang lebih tinggi dari suhu pembentukan gel akan mengakibatkan
polimer karagenan dalam larutan menjadi random coil (acak). Bila suhu
diturunkan maka polimer akan membentuk srtuktur double helix (pilinan ganda)
dan apabila penurunan suhu terus dilanjutkan polimer-polimer ini akan terikat
silang secara kuat dengan makin bertambahnya bentuk helik akan terbentuk
agregat yang bertanggung jawab terhadap terbentuknya gel yang kuat
(Glicksman 1969). Jika diteruskan ada kemungkinan proses pembentukan agregat
terus terjadi dan gel akan mengerut sambil melepaskan air. Proses terakhir disebut
sineresis. Mekanisme pembentukan hidrokoloid dapat dilihat pada Gambar 7.
Gambar 7 Mekanisme pembentukan hidrokoloid karagenan
(Ress 1972 diacu dalam Manulang 1997).
Indonesia sampai saat ini belum memiliki standar mutu karagenan, tetapi
secara international telah dikeluarkan spesifikasi mutu karagenan sebagai
persyaratan minimum yang diperlukan bagi suatu industri pengolahan baik dari
segi teknologi maupun dari segi ekonomis yang meliputi kualitas dan kuantitas
hasil ekstraksi rumput laut. Standar mutu karagenan yang diakui dikeluarkan oleh
23
Food Agriculture Organization (FAO), Food Chemicals Codex (FCC), dan
European Economic Community (EEC) terlampir pada Tabel 4.
Tabel 4 Spesifikasi karagenan
Spesifikasi
Zat volatil (%)
Sulfat (%)
Kadar abu (%)
Viskositas (cP)
Kadar abu tidak larut asam (%)
Logam berat :
Pb (ppm)
As (ppm)
Cu (ppm)
Zn (ppm)
Kehilangan karena pengeringan (%)
FAO
Maks.12
15-40
15-40
Min.5
Maks.1
FCC
Maks.12
18-40
Maks.35
Maks.1
EEC
Maks.12
15-40
15-40
Maks.2
Maks.10
Maks.3
Maks.12
Maks.10
Maks.3
Maks.12
Maks.10
Maks.3
Maks.50
Maks.25
-
Sumber : A/S Kobenhvns Pektifabrik (1978)
2.3 Kitosan
Kitosan sebagai polimer alami dapat dihasilkan dari hewan berkulit keras
terutama dari laut seperti udang, rajungan, kepiting, cumi-cumi dengan kadar
kitosan antara 10-15 %. Kitosan dapat pula diperoleh dari dinding sel jamur antara
lain Aspergilus niger. Kitosan (poly-β-1,4-glucosamine) adalah polimer alami,
dengan struktur molekul menyerupai selulosa (serat pada sayuran dan buahbuahan) bedanya terletak pada gugus rantai C-2, dimana gugus Hidroksi (OH)
pada C-2 digantikan oleh gugus amina (NH2) (Hardjito 2006).
Kitosan komersil diproduksi secara termokimiawi. Banyak hal tidak
menguntungkan dari cara ini diantaranya tidak ramah lingkungan, prosesnya tidak
mudah dikendalikan, dan kitosan yang dihasilkan memiliki berat molekul dan
derajat deasetilasi tidak seragam. Derajat deasetilasi minimal 70% umumnya
dimanfaatkan untuk industri pangan, industri kosmetika dan biomedis sedikitnya
80-90% (Tsugita 1997).
Kitosan
dalam
suasana
asam
bersifat
nontoksik,
biokompatible,
biodegradable, dan polikationik serta dapat membentuk gel (hidrogel) karena
adanya ikatan silang kitosan-kitosan yang terjadi secara ionik (Herdini 2010).
Kitosan adalah turunan dari kitin dengan rumus N-asetil-D-Glukosamin,
merupakan polimer kationik yang mempunyai jumlah monomer sekitar
24
2000-3000 monomer, tidak toksik dengan LD50 = 16 g/kg BB dan mempunyai
berat molekul sekitar 800 kDa.
2.3.1 Sifat Kitosan
Polisakarida yang terdapat secara alami seperti selulosa, dekstran, pektin,
asam alginat, agar, karagenan bersifat netral atau asam dialam, sedangkan kitosan
termasuk polisakarida yang bersifat basa. Sifat khusus kitosan
yaitu dapat
dibentuk berupa lapisan tipis seperti film (Caner et al. 1998), mencegah
peroksidasi lemak dan dapat mengkelat ion-ion logam dan sebagainya. Kitosan
mempunyai bentuk kristal rombik dengan struktur saling silang antar bentuk alfa,
beta dan gamma, membentuk suatu matriks sebagai resin sehingga cocok untuk
digunakan sebagai absorben atau agen amobilisasi. Senyawa tersebut dapat
dipadukan dengan komponen lain sehingga membentuk campuran yang
mempunyai kemampuan mengabsorbsi lebih kuat dan digunakan dalam absorbsi
logam berat (Kawamura et al. 1993).
Bahan-bahan yang bermuatan misalnya protein, polisakarida anionik, asam
lemak, asam empedu dan fosfolipid dapat berinteraksi dengan kitosan. Kitosan
mempunyai karakteristik fisik, biologi dan kimiawi yang baik (Suptijah 2006).
Sifat fisik kitosan yaitu mudah dibentuk menjadi spons, larutan, gel, pasta,
membran dan serat. Sifat kation kitosan adalah linier polielektrolit, bermuatan
positif, flokulan yang sangat baik dan pengkelat ion-ion logam. Sifat biologi
kitosan adalah non-toksik, biodegradable, polimer alami, sedangkan sifat kimia
misalnya linier poliamin, gugus amino, dan gugus hidroksil yang aktif. Aplikasi
kitosan dalam berbagai bidang tergantung sifat-sifat kationik, biologi, dan
kimianya (Sandford dan Hutchings 1987). Struktur kimia kitosan dapat dilihat
pada Gambar 8.
Gambar 8 Struktur kimia kitosan.
25
Kitosan mempunyai gugus amin/NH yang reaktif dan gugus hidroksil yang
banyak serta mampu membentuk gel sehingga kitosan berperan sebagai
komponen reaktif, pengkelat, pengikat, pengabsorbsi, penstabil, pembentuk film,
penjernih, flokulan, koagulan. Kitosan larut asam dan larut air mempunyai
keunikan yaitu dapat membentuk gel yang stabil (Shahidi et al. 1999).
Kualitas dan nilai ekonomi kitosan ditentukan oleh besarnya derajat
deasetilasi, semakin tinggi derajat deasetilasi semakin tinggi kualitas dan harga
jualnya. Penggunaan kitosan pada pembuatan obat-obatan memerlukan kemurnian
yang tinggi sedangkan untuk penanganan limbah tidak diperlukan kitosan dengan
kemurnian tinggi. Mutu kitosan dipengaruhi oleh beberapa parameter seperti
kadar air, kadar abu, kelarutan, derajat deasetilisasi, viskositas dan berat molekul
(Bastaman 1989). Standar mutu kitosan ditunjukkan pada Tabel 5.
Tabel 5 Standar mutu kitosan
Parameter
Ukuran partikel
Kadar air (%bk)
Kadar abu (%bk)
Derajat deasetilasi (%)
Warna larutan
Viskositas (cP)
Rendah
Sedang
Tinggi
Sangat tinggi
Ciri-ciri atau nilai
Serpihan sampai serbuk
≤ 10,0
≤ 2,0
70
Jernih
< 200
200-799
800-2000
>2000
Sumber : Protan Laboratories Inc. diacu dalam Suptijah et al. (1992)
2.3.2 Pemanfaatan kitosan
Kitosan dapat digunakan sebagai pengawet karena sifat-sifat yang dimiliki
dapat menghambat pertumbuhan mikroorganisme perusak dan sekaligus melapisi
produk yang diawetkan sehingga terjadi interaksi yang minimal antara produk dan
lingkungannya. Kitosan juga dapat berfungsi sebagai absorben yang baik
contohnya sebagai absorben terhadap kotoran-kotoran, logam berat dalam suatu
bahan makanan dan absorben klorofil (Hirano 1989).
Pada beberapa industri, kitosan sengaja ditambahkan saat proses pengolahan
misalnya pada industri kertas dan tekstil, industri pembungkus makanan berupa
26
film khusus, industri metalurgi sebagai absorben untuk ion-ion metal, fotografi,
industri cat sebagai koagulan, pensuspensi dan flokulasi, industri makanan sebagai
zat tambahan. Penggunaan kitosan sudah meluas dan sangat mapan dalam
pengolahan limbah air. Sifat kitosan yang tidak beracun dan keberadaan kitosan
yang melimpah di alam, menjadikan kitosan tidak berbahaya bagi manusia, hewan
peliharaan, lingkungan dan alam bebas. Hidrokoloid alami rumput laut (agar,
karagenan, alginat), gom, xantan, cmc dan gom guar dapat digunakan untuk
memperbaiki kekuatan matrik dari gel kitosan. Penambahan hidrokoloid mampu
memperbaiki struktur dasar makromolekul kitosan karena ikatan silang yang
terbentuk pada proses gelasi menghasilkan gel kitosan yang lebih kuat
(Sugita et al. 2007).
Download