Pengaruh Kemasan dan Pelapisan Chitosan

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Budidaya stroberi saat ini telah berkembang di berbagai wilayah di
Indonesia. Hal ini terlihat dari beberapa perkebunan stroberi yang terdapat di
Lembang, Ciwidey (Bandung), Cipanas (Cianjur), Tawangmangu (Karanganyar),
Batu (Malang), Tabanan, Bedugul (Bali), Karangmulya (Garut), dan Sawangan
(Magelang) yang dikenal sebagai sentra stroberi di Indonesia (Wiguna, 2009).
Banyaknya industri pengolahan yang memanfaatkan stroberi sebagai bahan baku
serta pasar yang membutuhkan stroberi untuk konsumsi segar juga turut
mempengaruhi potensi untuk pengembangan budidaya stroberi. Salah satu
masalah yang dihadapi adalah sifat buah stroberi yang mudah rusak (perishable)
sehingga dapat mengurangi jumlah buah yang dapat dijual serta menjadi suatu
faktor penghambat dalam pendistribusian stroberi terutama untuk jarak jauh.
Sifat mudah rusak buah stroberi disebabkan oleh kepekaan terhadap suhu
tinggi, kerusakan mekanik akibat benturan dan kehilangan air. Suhu optimum
untuk penyimpanan stroberi adalah 32°F atau 0°C (USDA dalam Tomlinson,
2008) dan kebutuhan RH yang tinggi yaitu 90-95% (Mitcham, 2008). Masalah
lain yang dapat menurunkan kualitas dan daya simpan stroberi yang juga sangat
dipengaruhi oleh suhu adalah kerentanan terhadap serangan mikroorganisme,
contohnya penyakit kapang kelabu, busuk kulit, dan busuk mucor. Melihat
masalah tersebut, maka diperlukan suatu cara untuk dapat mempertahankan daya
simpan dengan tetap mempertahankan kualitasnya.
Salah satu solusi yang dapat dilakukan untuk mempertahankan kualitas
dan daya simpan stroberi adalah melakukan pelapisan dan penggunaan kemasan
yang tepat. Pelapisan bertujuan untuk menambah perlindungan bagi buah terhadap
pengaruh luar seperti serangan mikroorganisme dan memperpanjang masa simpan
produk segar (Kays, 1991; Greener dan Fennema, 1994) karena prinsipnya meniru
mekanisme atmosfer termodifikasi (Kays, 1991; Baldwin, 1994) yaitu
penghambatan proses metabolisme produk. Beberapa penelitian menunjukkan
bahwa pelapisan dapat memperpanjang daya simpan dan kesegaran serta menjaga
produk dari kerusakan seperti pada pisang (Purwoko dan Suryana 2000). Jenis
pelapis yang digunakan harus terbuat dari bahan yang tidak beracun dan dapat
hilang dengan pencucian terutama pada buah yang dikonsumsi langsung seperti
stroberi. Adapun pengemasan bertujuan untuk mencegah kontaminasi dari
mikroba dan proses fermentasi atau pembusukan, mengurangi kontak dengan
udara sehingga proses oksidasi dapat dihambat, mempertahankan kesegaran
produk dan meningkatkan minat calon konsumen. Menurut Syarief et al. (1989),
kerusakan fisik pada buah dan sayur juga dapat dikurangi dengan penggunaan
kemasan yang tepat seperti plastik polistiren busa (styrofoam), LDPE (Low
Density Polyethylene), ionomer atau plastik PVC (Polyvinyl Chloride). Kemasan
juga dapat mengontrol kerusakan bahan pangan yang disebabkan oleh lingkungan
seperti kerusakan mekanis, perubahan kadar air bahan pangan, absorpsi, serta
interaksi dengan oksigen (Syarief et al., 1989).
Salah satu bahan yang dapat dipakai sebagai pelapis untuk buah-buahan
adalah chitosan, yaitu produk turunan dari polimer chitin yang berbahan baku
produk samping (limbah) dari kepala udang. Limbah padat pengolahan yang
terdiri atas kulit, kaki, dan kepala dapat mencapai 40% dari total produksi udang
dan hanya sedikit yang termanfaatkan, misalnya menjadi bahan campuran terasi
atau pakan ternak. Pengolahan limbah menjadi chitosan dapat meningkatkan nilai
ekonomi dan pemanfaatannya. Chitosan tersebut telah terbukti sebagai agen anti
mikrobakteri sehingga dapat diaplikasikan sebagai pelapis pada berbagai
makanan. Sifat lain dari chitosan adalah dapat menginduksi enzim chitinase pada
jaringan tanaman yaitu enzim yang dapat mendegradasi chitin yang merupakan
penyusun dinding sel fungi. Penggunaan chitosan sebagai pelapis dalam buahbuahan dapat menghambat difusi oksigen ke dalam buah sehingga proses respirasi
dapat dihambat (Hirano,1989; El-Ghaouth et al., 1992). Chitosan pada
konsentrasi 1.5% juga dilaporkan dapat menghambat senesensi dan busuk
cendawan lebih baik dibandingkan 1% chitosan pada buah stroberi yang disimpan
dalam suhu 10°C dan RH 70±5% (Munoz et al., 2008).
3
1.2. Tujuan
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh pelapisan
chitosan terhadap kualitas dan daya simpan stroberi, konsentrasi chitosan optimal
sebagai bahan pelapis alami, jenis kemasan yang paling baik untuk stroberi, dan
kombinasi kemasan dan pelapisan chitosan yang memperlihatkan daya simpan
stroberi paling optimal.
1.3. Hipotesis
Hipotesis yang diajukan adalah pelapisan dengan chitosan dapat
mempertahankan kualitas dan daya simpan stroberi. Terdapat perlakuan
kombinasi jenis kemasan dan pelapisan chitosan yang paling optimal dalam
mempertahankan kualitas dan daya simpan stroberi.
Download