BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kacang Tanah Kacang tanah berasal dari Amerika Selatan, namun saat ini telah menyebar ke seluruh dunia yang beriklim tropis atau subtropis. Cina dan India merupakan penghasil kacang tanah terbesar dunia. Kacang tanah menyukai tanah gembur dengan drainase yang baik. Pembentukan polong dapat dipermudah dan dipercepat bila ditanam di tanah gembur. Meskipun kacang tanah toleran terhadap kekeringan dan tanah asam (pH tanah 4,5), kondisi tersebut akan berpengaruh pada banyaknya polong yang terisi. Kalsium yang cukup di sekitar tanaman diperlukan untuk pembentukan polong (Sari, 2010). Umumnya kacang tanah ditanam di lahan kering pada awal atau akhir musim kemarau, baik secara monokultur maupun tumpang sari dengan jagung atau ubi kayu. Produksi kacang tanah Indonesia sebagian besar digunakan untuk memenuhi kebutuhan domestik (Kasno, 2004). 2.2 Jamur Busuk Akar Menurut Suradji (2003), secara komersial tanaman yang penting ternyata selalu dihadapkan pada berbagai penyakit. Kehilangan atau susutnya produksi tanaman dapat terjadi dalam berbagai cara, yaitu penyusutan hasil panen karena tanaman sakit. Kerugian akibat adanya serangan patogen, misalnya bercak dan hawar daun yang disebabkan oleh patogen yang menyebabkan berkurangnya kapasitas berfotosintesis. Berkurangnya proses fotosintesis menyebabkan aktivitas organ tanaman menurun, sehingga mengurangi hasil panen secara kualitas dan kuantitas. Serangan suatu Universitas Sumatera Utara 5 patogen dapat menyebabkan semakin rentannya tanaman inang terhadap serangan patogen lain, misalnya nematoda, layu fusarium, layu bakteri. Jamur patogen merupakan salah satu mikroba yang mengganggu proses-proses fisiologis pada tanaman. Patogen tanaman menimbulkan gangguan yang terus menerus yang merugikan aktivitas tanaman. Jamur merugikan tanaman dalam hal pengangkutan zat cair dan garam mineral, mengganggu proses fotosintesis, serta mengganggu pengangkutan hasil-hasil proses fotosintesis. Jamur dapat merusak akar, batang, daun, buah dan bunga, serta hasil tanaman di tempat penyimpanan (Tjahjadi, 1989). Kerugian yang lain dari penyakit tanaman adalah kehilangan hasil panen selama penyimpanan, pemasaran, dan transportasi karena terinfeksi patogen, banyak mikroorganisme yang mengkolonisasi hasil panen menghasilkan senyawa yang beracun dan membahayakan manusia, seperti aflatoksin. Adanya penyakit tumbuhan, sudah tentu akan menyebabkan penambahan biaya produksi karena diperlukannya dana untuk upaya pengendalian penyakit (Suradji, 2003). Sebagian jamur yang bersifat saprofit fakultatif dan semua yang parasit obligat memproduksi miselium di antara sel dan membentuk haustorium ke dalam sel untuk mendapatkan nutrisinya. Jamur karat membentuk hifa secara intraselular dan membentuk haustorium pada sel induk yang akan menembus dinding sel tumbuhan. Kapak penetrasi yang kecil dibentuk untuk menebus dinding sel. Ujung dari kapak penetrasi membesar dan membentuk haustorium yang hampir sperikel. Patogen membentuk hifa interselular lebih banyak lagi selain haustorium, yang kemudian diikuti dengan pembentukan haustoria yang lebih banyak. Pada akhirnya, jaringan tumbuhan inang dapat dikolonisasi oleh patogen secara luas (Suradji, 2003). Penyebab penyakit tanaman berupa jamur, terutama pada spesies yang mampu hidup sebagai saprofit dalam tanah untuk periode yang cukup lama, dan kemudian mereka mulai menyerang tanaman, yang terkenal sebagai parasit fakultatif. Oleh karena mereka biasanya memilih dan menyerang daerah perakaran dan pangkal batang tanaman, maka seringkali mereka dinamakan patogen penyebab penyakit akar, atau Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara 8 Adanya keinginan yang cukup besar dalam menemukan alternatif untuk pestisida kimia dalam menekan patogen tular tanah pada tanaman. Pengendalian biologis merupakan alternatif yang cukup menarik untuk masa depan karena kekhawatiran pemakaian pestisida dalam skala besar. Idealnya, agen biologis yang mengendalikan patogen akar jamur harus mengerahkan aktivitas antagonis yang cukup dalam rhizosfer untuk mengurangi gejala penyakit akar secara signifikan (Haggag, 2007). Pengendalian hayati dengan menggunakan mikroorganisme merupakan pendekatan alternatif yang perlu dikaji dan dikembangkan, karena relatif aman juga ramah lingkungan. Beberapa mikroorganisme antagonis memiliki daya antagonisme yang tinggi terhadap patogen tanaman (Soenartiningsih, 2010). Antagonis yang dapat memanfaatkan atau menguasai ekologi yang mirip dengan patogen merupakan suatu agensia pengendali hayati patogen akar yang dikenal sebagai penekan secara nyata mikroba patogen penyakit akar, baik melalui tindakan alami maupun melalui manipulasi persaingan dengan patogen di dalam lingkungannya (Soesanto, 2008). 2.5 Bakteri Kitinolitik Mikroorganisme kitinolitik adalah mikroorganisme yang menggunakan enzim kitinase dalam mendegradasi kitin. Mikroorganisme ini dapat diperoleh dari berbagai sumber seperti rizosfer, filosfer, tanah atau dari lingkungan air seperti laut, danau, kolam atau limbah udang dan sebagainya. Selain lingkungan mesofil, mikroorganisme kitinolitik juga telah berhasil diisolasi dari lingkungan termofil seperti sumber air panas, daerah geotermal dan lain-lain (Herdyastuti et al., 2009). Bakteri penghasil kitinase merupakan salah satu kelompok mikroorganisme yang relatif mudah dikembangbiakkan, sehingga akan lebih cepat melimpah jika dikembangkan dari biosfernya. Oleh karena itu, skrining bakteri kitinolitik dari daerah perakaran (rizosfer) dan perbanyakannya yang diikuti dengan pelepasan kembali ke daerah perakaran pertanaman merupakan usaha konservasi lingkungan rizosfer yang akan memberikan prospek cerah dalam usaha pengendalian penyakit jamur (Muharni Universitas Sumatera Utara 9 & Widjajanti, 2011). Mikroba kitinolitik dapat ditapis dengan menggunakan medium yang mengandung kitin. Mikroba diisolasi dengan menggunakan medium garam koloidal kitin disesuaikan dengan kondisi lingkungan dari tempat isolat berasal. Hasil degradasi kitin dapat diketahui dari adanya pembentukan halo di sekitar koloni (Suryanto & Munir, 2008). 2.6 Enzim Kitinase Kitinase merupakan suatu kebutuhan untuk memenuhi nutrisi pada bakteri. Sementara pada tanaman, kitinase dimanfaatkan untuk melawan jamur patogen maupun parasit. Degradasi kitin menjadi monomer glukosamin memerlukan enzim endokitinase dan eksokitinase yang bekerja sinergistik dalam dua tahap (Rahayu et al., 2003). Kitinase merupakan salah satu enzim yang menarik untuk diisolasi karena kemampuannya untuk menghidrolisis kitin menjadi turunan kitin yang sangat banyak manfaatnya. Kitinase dapat dimanfaatkan dalam penanganan limbah terutama limbah yang mengandung kitin seperti pabrik pembekuan udang. Hal ini dikarenakan kitin merupakan komponen utama pembentuk dinding sel jamur yang dapat didegradasi oleh enzim kitinase yang dihasilkan oleh mikroorganisme, hewan, dan tumbuhan (Herdyastuti et al., 2009). Kerusakan dinding sel yang tersusun dari komponen kitin mengakibatkan gangguan pertumbuhan dan kelangsungan hidup organisme (Giyanto et al., 2009). Kitinase banyak dimanfaatkan sebagai suatu agen biokontrol bagi tanaman yang terserang infeksi jamur. Hal ini dikarenakan enzim kitinase dapat mendegradasi kitin yang merupakan komponen utama dinding sel jamur menghasilkan produk yang ramah lingkungan dibandingkan penggunaan zat kimia (Herdyastuti et al., 2009). Universitas Sumatera Utara