Templat tesis dan disertasi

advertisement
POPULASI MIKROFLORA INTESTINAL, AKTIVITAS
ENZIM PENCERNAAN DAN PERTUMBUHAN IKAN LELE
Clarias sp. YANG DIBERI PROBIOTIK Bacillus megaterium
WAHYU AFRILASARI
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Populasi mikroflora
intestinal, aktivitas enzim pencernaan dan pertumbuhan ikan lele Clarias sp. yang
diberi probiotik Bacillus megaterium adalah benar karya saya dengan arahan dari
komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan
tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang
diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks
dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka dibagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Januari 2016
Wahyu Afrilasari
NIM G351130071
RINGKASAN
WAHYU AFRILASARI. Populasi mikroflora intestinal, aktivitas enzim
pencernaan dan pertumbuhan ikan lele Clarias sp. yang diberi probiotik Bacillus
megaterium. Dibimbing oleh ANJA MERYANDINI dan WIDANARNI.
Kegiatan budidaya ikan secara intensif memiliki banyak permasalahan
diantaranya kecernaan pakan yang rendah, serangan penyakit yang meningkat dan
kualitas air yang menurun. Kecernaan pakan dalam budidaya ikan memiliki peran
penting dalam keberhasilan proses budidaya. Kecernaan pakan berpengaruh
terhadap pertumbuhan ikan dan biaya produksi dalam proses budidaya. Kecernaan
pakan dapat ditingkatkan dengan meningkatkan enzim-enzim pencernaan yang
mampu merombak nutrien dalam pakan. Peningkatan enzim-enzim pencernaan
dapat dilakukan dengan memanfaatkan bakteri probiotik. Probiotik memiliki
kemampuan dalam menghasilkan enzim-enzim pencernaan yang dapat
meningkatkan kecernaan pakan dan pertumbuhan ikan. Penelitian ini bertujuan
untuk mengevaluasi pengaruh pemberian bakteri probiotik terhadap populasi
mikroflora intestinal, aktivitas enzim pencernaan dan pertumbuhan ikan lele.
Bakteri yang digunakan sebagai probiotik adalah Bacillus megaterium PTB
1.4. Bakteri probiotik terlebih dahulu diberi penanda molekuler dengan perlakuan
mutan resisten rifampisin. Bakteri probiotik PTB 1.4 diuji viabilitasnya dalam
pakan untuk mengetahui kemampuan hidup bakteri tersebut dalam pakan serta uji
patogenisitas dengan menyuntikan isolat PTB 1.4 ke ikan uji. Selanjutnya
dilakukan aplikasi bakteri probiotik pada ikan lele untuk melihat pengaruh
probiotik terhadap ikan lele. Pada aplikasi probiotik terhadap ikan lele digunakan
dua kelompok ikan uji yaitu ikan lele normal dan ikan lele gnotobiotik. Uji
bioassai bakteri probiotik terhadap ikan lele meliputi analisis populasi mikroflora
intestinal, aktivitas enzim pencernaan, kecernaan nutrien dan parameter
pertumbuhan (tingkat kelangsungan hidup, laju pertumbuhan spesifik dan rasio
konversi pakan).
Hasil mutasi resisten rifampisin pada isolat PTB 1.4 menunjukkan isolat
PTB 1.4 RfR (resisten rifampisin) memiliki indeks proteolitik dan amilolitik
masing-masing sebesar 1.07 dan 0.58. Isolat PTB 1.4 RfR mencapai fase stasioner
pada jam ke-12 pada kurva pertumbuhan. Hasil uji patogenisitas isolat PTB 1.4
dan PTB 1.4 RfR pada ikan lele memiliki tingkat kelangsungan hidup sebesar
100% yang menunjukkan bahwa isolat bakteri PTB 1.4 dan PTB 1.4 RfR tidak
bersifat patogen terhadap ikan lele. Bakteri probiotik PTB 1.4 RfR mampu
bertahan hidup dalam pakan dengan kepadatan 106 cfu/g setelah penyimpanan
selama 10 hari di dalam lemari pendingin.
Total bakteri saluran pencernaan ikan lele normal plus probiotik
menunjukkan nilai total bakteri (32.90×105 cfu/g) yang lebih rendah dibandingkan
dengan ikan lele normal tanpa probiotik (36.33×105 cfu/g). Rendahnya nilai total
bakteri pada lele normal plus probiotik menunjukkan adanya mekanisme
persaingan pelekatan pada saluran pencernaan antara bakteri probiotik dengan
mikroflora normal di saluran pencernaan ikan. Jumlah total bakteri pada perlakuan
ikan lele gnotobiotik plus probiotik menunjukkan nilai total bakteri (5.90×105
cfu/g) yang lebih tinggi dibandingkan dengan ikan lele gnotobiotik tanpa
probiotik (2.24×105 cfu/g). Jumlah total bakteri probiotik pada ikan lele normal
plus probiotik menunjukkan nilai yang lebih tinggi (5.99×105 cfu/g) dibandingkan
dengan ikan lele gnotobiotik plus probiotik (3.29×105 cfu/g). Terdeteksinya
bakteri probiotik pada saluran pencernaan ikan baik pada lele normal dan lele
gnotobiotik yang diberi perlakuan probiotik menunjukkan bahwa bakteri probiotik
memiliki kemampuan berkolonisasi dalam saluran pencernaan ikan.
Pemberian probiotik pada ikan lele normal dan ikan lele gnotobiotik mampu
meningkatkan aktivitas enzim protease dan amilase. Aktivitas enzim protease dan
amilase pada ikan lele normal plus probioik lebih tinggi (1.32 IU/g saluran
pencernaan dan 0.35 IU/g saluran pencernaan) dibandingkan dengan lele normal
tanpa probiotik (0.36 IU/g saluran pencernaan dan 0.22 IU/g saluran pencernaan).
Sama halnya dengan ikan lele gnotobiotik plus probiotik yang memiliki nilai
aktivitas enzim protease dan amilase lebih tinggi (0.96 IU/g saluran pencernaan
dan 0.24 IU/g saluran pencernaan) dibandingkan dengan ikan lele gnotobiotik
tanpa probiotik (0.32 IU/g saluran pencernaan dan 0.19 IU/g saluran pencernaan).
Kecernaan nutrien pakan pada perlakuan probiotik baik pada ikan lele
normal maupun ikan lele gnotobiotik memiliki nilai yang lebih tinggi
dibandingkan tanpa pemberian probiotik. Kecernaan total dan kecernaan protein
pada lele normal plus probiotik lebih tinggi (76.90% dan 93.22%) dibandingkan
dengan lele normal tanpa probiotik (73.91% dan 85.28%). Lele gnotobiotik plus
probiotik memiliki nilai kecernaan total dan kecernaan protein lebih tinggi
(74.43% dan 88.71%) dibandingkan tanpa penambahan probiotik (71.61% dan
86.99%).
Pemberian probiotik mampu meningkatkan pertumbuhan dan rasio konversi
pakan baik pada lele normal maupun pada lele gnotobiotik. Pertumbuhan pada
lele normal plus probiotik lebih baik (2.69%) dibandingkan dengan lele normal
tanpa probiotik (1.98%). Lele gnotobiotik plus probiotik memiliki pertumbuhan
yang lebih baik (2.11%) dibandingkan tanpa pemberian probiotik (1.92%). Rasio
konversi pakan lele normal plus probiotik (1.05) lebih baik dibandingkan lele
normal (1.49) dan gnotobiotik plus probiotik (1.66) lebih baik dibandingkan
gnotobiotik tanpa penambahan probiotik (1.77).
Bakteri probiotik PTB 1.4 mampu berkolonisasi pada saluran pencernaan
ikan lele. Pemberian bakteri probiotik PTB 1.4 baik pada lele normal dan lele
gnotobiotik mampu meningkatkan aktivitas enzim pencernaan, meningkatkan
kecernaan nutrien pakan dan mampu meningkatkan pertumbuhan ikan lele serta
meningkatkan efisiensi penggunaan pakan.
Kata Kunci: Aktivitas enzim pencernaan, mikroflora intestinal, pertumbuhan,
probiotik
SUMMARY
WAHYU AFRILASARI. Population of intestinal microflora, digestive
enzyme activity and growth of catfish Clarias sp. were given by probiotic
Bacillus megaterium. Supervised by ANJA MERYANDINI and WIDANARNI.
An increase in disease, low digestibility of feed, and a decrease in water
quality are several problems in intensive fish farming. Digestibility of feed in
aquaculture also has a high impact to the fish growth and production cost, which
are affecting to the success of the farming. Actually, this can be improved by
developing the activity of digestive enzymes to break down the nutrients in the
feed. The effort to increase digestive enzymes activity can be done by using
probiotic bacteria. Probiotic has an ability to produce digestive enzymes to
improve digestibility and growth of fish. This study aimed to analyze the effect of
probiotic bacteria on the population of intestinal microflora, digestive enzyme
activities and growth of catfish.
Bacillus megaterium PTB 1.4 was used in this study as probiotic bacteria,
which marked with molecular marker by using rifampicin resistance mutants.
Then, viability of probiotic bacteria PTB 1.4 was tested in the feed to determine
the ability of probiotic’s life and isolate of probiotic bacteria PTB 1.4 was injected
to the fish to examine the pathogenicity test. Furthermore, probiotic bacteria PTB
1.4 were applied towards catfish to analyze the effect of these bacteria.
Gnotobiotic and normal catfish were used in this experiment, which was
consisting of analyzing population of microflora intestinal, digestive enzyme
activity, digestibility and parameters of growth (survival rate, specific growth rate,
and feed conversion rate).
The result of mutation resistance of rifampicin in isolate PTB 1.4 RfR
(rifampicin resistance) showed that an index of proteolytic and amylolytic at 1.07
and 0.58. PTB 1.4 RfR isolate reaches stationer phase on 12 hour in growth curve.
Survival rate of PTB 1.4 isolate in pathogenicity test and PTB 1.4 RfR in catfish
are 100%, which indicates that the isolate PTB 1.4 and PTB 1.4 RfR were not
pathogenic to catfish. Probiotic bacteria PTB 1.4 can survive in feed with density
106 cfu/g after stored in refrigerator for 10 days.
Total bacteria in the digestive tract of normal catfish plus probiotic showed
at 32.90×105 cfu/g of the total value, which is lower than the normal catfish
without probiotic (36.33×105 cfu/g). The reason is because there is a competition
mechanism between probiotic with microflora normal to attach in digestive tract
of catfish. The total amount of probiotic bacteria in the gnotobiotic catfish plus
probiotic demonstrates at 5.90×105 cfu/g, which is higher than the gnotobiotic
catfish without probiotic (2.24×105 cfu/g). Moreover, the total amount of probiotic
bacteria in normal catfish plus probiotic showed higher (5.99×105 cfu/g) result
compared with normal catfish without probiotic (3.29×105 cfu/g). It reflects that
probiotic bacteria have an ability to colonize in the digestive tract of fish.
Also, the addition of probiotic bacteria in normal catfish and gnotobiotic
catfish are able to increase the activity of enzyme protease and amylase. Protease
and amylase enzymes in normal catfish plus probiotic were higher (1.32 IU/g
digestive tract and 0.35 IU/g digestive tract) than normal catfish without probiotic
(0.36 IU/g digestive tract and 0.22 IU/g digestive tract). Similarly, gnotobiotic
catfish plus probiotic has higher value of protease and amylase (0.96 IU/g
digestive tract and 0.24 IU/g digestive tract) compared with gnotobiotic catfish
without probiotic (0.32 IU/g digestive tract and 0.19 IU/g digestive tract).
Digestibility of feed in normal and gnotibiotic catfish plus probiotic is better
than without probiotic. Total digestibility and protein digestibility in normal
catfish plus probiotic were higher (76.90% and 93.22%) than normal catfish
without probiotic (73.91% and 85.28%). The result is also the same to gnotobiotic
catfish plus probiotic, which has total digestibility and protein digestibility greater
(74.43% and 88.71%) than gnotobiotic catfish without the addition of probiotic
(71.61% and 86.99%).
Growth and feed conversion of gnotobiotic catfish and normal catfish can be
improved by adding probiotic. It can be seen that growth in normal catfish plus
probiotic is higher (2.69%) than normal catfish without probiotic (1.98%).
Gnotobiotic catfish plus probiotic has better growth (2.11%) compared with
gnotobiotic without probiotic (1.92%). Besides, feed convertion ratio in normal
catfish plus probiotic have the ability to digest food better (1.05) than normal
catfish (1.49) and gnotobiotic plus probiotic is better (1.66) than gnotobiotic
without probiotic (1.77).
Probiotic bacteria PTB 1.4 are able to colonize the digestive tract of catfish.
Thus, digestive enzyme activity, digestibility of feed and growth, and feed
efficiency can be developed by adding probiotic bacteria PTB 1.4 in normal
catfish and gnotobiotic catfish.
Keyword: Digestive enzyme activity, microflora intestine, growth, probiotic
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
POPULASI MIKROFLORA INTESTINAL, AKTIVITAS
ENZIM PENCERNAAN DAN PERTUMBUHAN IKAN LELE
Clarias sp. YANG DIBERI PROBIOTIK Bacillus megaterium
WAHYU AFRILASARI
Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Mikrobiologi
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr Dinamella Wahjuningrum SSi, MSi
PRAKATA
Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT yang telah memberikan
rahmat dan karunia-Nya kepada penulis, sehingga karya ilmiah ini dapat
diselesaikan. Penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Oktober 2014 sampai
Agustus 2015 ini berjudul “Populasi mikroflora intestinal, aktivitas enzim
pencernaan dan pertumbuhan ikan lele Clarias sp. yang diberi probiotik Bacillus
megaterium”. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Bioteknologi Hewan dan
Biomedis PPSHB dan Laboratorium Kesehatan Ikan, Departemen Budidaya
Perairan, FPIK, Institut Pertanian Bogor.
Penulis mengucapkan terimakasih kepada Prof Dr Anja Meryandini, MS
dan Dr Ir Widanarni, MSi sebagai komisi pembimbing yang telah banyak
membantu dan memberikan bimbingan serta sarannya. Terimakasih penulis
ucapkan kepada Beasiswa Pendidikan Pascasarjana Dalam Negeri (BPP-DN) atas
beasiswa yang telah diberikan kepada penulis. Terimakasih penulis ucapkan
kepada Ketua Program Studi Mikrobiologi Prof Dr Anja Meryandini, MS atas
saran-saran dan nasehatnya. Penulis juga ucapkan terimakasih kepada Prof Dr Ir
Cece Sumantri, M AgrSc sebagai Kepala Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan
Bioteknologi (PPSHB) IPB yang telah memberikan fasilitas laboratorium, serta
kepada seluruh staf-staf dan teknisi PPSHB IPB yang telah banyak memberikan
bantuan.
Ungkapan terimakasih juga disampaikan kepada Papa, Ibu, Kak Berty,
Abang Oky, Dede, Abang Engky, Abang Arsya serta seluruh keluarga atas doa,
semangat dan kasih sayangnya. Penulis mengucapkan terimakasih kepada Bu
Dewi, Teteh Pipit dan Pak Pras atas segala bantuan yang telah diberikan kepada
penulis selama penelitian. Terimakasih pada teman-teman di laboratorium Ka
Tini, Ka Novi, Ka Leni, Ka Yeni, Ka Anik, Ka Fatin dan Ka Ira. Terimakasih
kepada Pipit, Mba Astri, Ismi, Ka Gesty, Ka Haezy, Dendi, Ari dan Ka Erni serta
teman-teman Mikrobiologi 2013 atas segala bantuan dan semangatnya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Januari 2016
Wahyu Afrilasari
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
xii
DAFTAR GAMBAR
xii
DAFTAR LAMPIRAN
xii
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
1
1
2
2
2
TINJAUAN PUSTAKA
Probiotik dalam Akuakultur
Mekanisme Aksi dan Manfaat Probiotik
Bacillus sebagai Probiotik
2
2
3
4
METODE
Waktu dan Tempat Penelitian
Pembuatan Mutan Resisten Rifampisin
Uji Patogenisitas
Uji Viabilitas Bakteri Probiotik pada Pakan
Bioassai Bakteri Kandidat Probiotik pada Ikan Lele
Parameter Pertumbuhan
Tingkat Kelangsungan Hidup
Laju Pertumbuhan Spesifik
Rasio Konversi Pakan
5
5
5
6
6
7
10
10
10
10
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Pembahasan
11
11
15
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran
21
21
21
DAFTAR PUSTAKA
22
LAMPIRAN
25
RIWAYAT HIDUP
31
DAFTAR TABEL
1 Hasil uji patogenisitas bakteri probiotik pada ikan lele
2 Hasil uji viabilitas bakteri PTB 1.4 RfR dalam pakan setelah
penyimpanan
3 Total bakteri dan bakteri probiotik pada saluran pencernaan ikan lele
setelah pemeliharaan 30 hari
4 Kecernaan total (Ktn) dan kecernaan protein (Kprot) ikan lele yang diberi
pakan perlakuan
5 Tingkat kelangsungan hidup (TKH), laju pertumbuhan spesifik (LPS)
dan rasio konversi pakan (RKP) ikan uji
12
12
13
13
15
DAFTAR GAMBAR
1 Zona bening yang terbentuk setelah inkubasi 24 jam pada suhu 28 °C
pada media TSA yang mengandung, a. 1% susu skim, b. 1% pati
2 Kurva pertumbuhan isolat bakteri PTB 1.4 RfR pada media TSA
3 Aktivitas enzim pencernaan pada saluran pencernaan ikan lele setelah 30
hari pemeliharaan, a. aktivitas enzim protease, b. Aktivitas enzim amilase
11
12
14
DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
Komposisi pakan yang digunakan
Prosedur uji aktivitas protease (Modifikasi dari Walter 1984)
Prosedur uji aktivitas amilase (Bernfeld 1955)
Komposisi reagen yang digunakan
25
26
27
29
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Peningkatan jumlah penduduk menyebabkan terjadinya peningkatan
kebutuhan protein hewani untuk memenuhi gizi manusia. Kebutuhan protein
hewani dapat dicukupi salah satunya dengan mengkonsumsi ikan. Ikan lele
merupakan salah satu produk akuakultur yang memiliki nilai protein hewani
cukup tinggi yang dapat digunakan dalam memenuhi kebutuhan protein hewani
bagi manusia. Permintaan produk ikan lele yang tinggi diikuti dengan peningkatan
produksi budidaya ikan lele secara intensif. Kegiatan budidaya ikan secara intensif
memiliki banyak permasalahan diantaranya kecernaan pakan yang rendah,
serangan penyakit yang meningkat dan kualitas air yang menurun.
Kecernaan pakan dalam budidaya intensif menjadi salah satu masalah
penting. Penggunaan pakan buatan pada budidaya intensif menyebabkan
kecernaan pakan rendah. Hal ini dikarenakan kandungan bahan pakan dalam
pakan buatan yang sulit dicerna oleh ikan dibandingkan dengan pakan alami yang
mudah dicerna oleh ikan pada kegiatan budidaya ekstensif. Kecernaan pakan
sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan ikan dan biaya produksi. Kecernaan
pakan dapat ditingkatkan dengan meningkatkan enzim-enzim pencernaan yang
mampu merombak nutrien dalam pakan. Peningkatan enzim-enzim pencernaan
dapat dilakukan dengan memanfaatkan bakteri probiotik. Bakteri probiotik
memiliki peran yang menguntungkan bagi inangnya diantaranya yaitu sebagai
sumber nutrisi dan kontribusi enzimatik untuk proses pencernaan (Balcazar et al.
2006). Beberapa hasil penelitian menyatakan bakteri probiotik mampu berperan
dalam meningkatkan enzim pencernaan serta pertumbuhan diantaranya pada
udang Fenneropenaeus indicus (Ziaei-Nejad et al. 2006), udang Litopenaeus
vannamei (Wang 2007; Zokaeifar et al. 2012), ikan nila Oreochromis sp. (Putra
dan Widanarni 2015), abalon Haliotis asinina (Faturrahman et al. 2015) dan ikan
kerapu Cromileptes altivelis (Marlida et al. 2014).
Salah satu syarat penting dari kandidat bakteri probiotik adalah berasal dari
inang itu sendiri (Balcazar et al. 2006). Bakteri probiotik yang diisolasi dari
saluran pencernaan pada spesies yang sama memiliki kelebihan dalam beradaptasi
dengan lingkungan saluran pencernaan ketika diaplikasikan pada spesies yang
sama. Hamtini et al. (2015) telah melakukan isolasi bakteri yang berasal dari
saluran pencernaan ikan lele dan diperoleh isolat PTB 1.4 yang memiliki aktivitas
proteolitik dan amilolitik. Isolat PTB 1.4 dapat berperan dalam mendegradasi
pakan berdasarkan hasil uji total padatan tersuspensi (TPT) yang telah diujikan
pada pakan. Isolat PTB 1.4 teridentifikasi sebagai bakteri Bacillus megaterium
(Hamtini et al. 2015).
Sebagian besar spesies Bacillus merupakan bakteri yang dapat
menghasilkan enzim ekstraseluler seperti protease dan amilase (Fleming et al.
1995). Wang (2007) menyatakan bahwa pemberian bakteri fotosintetik dan
Bacillus sp. yang ditambahkan pada pakan udang mampu meningkatkan
pertumbuhan serta meningkatkan produksi enzim-enzim pencernaan. Sun et al.
(2010) menyatakan bahwa pemberian bakteri Bacillus pumilus dan Bacillus
clausii pada ikan kerapu mampu memperbaiki efisiensi pakan serta laju
2
pertumbuhan. Putra dan Widanarni (2015) menyatakan penambahan Bacillus NP5
pada pakan mampu meningkatkan enzim pencernaan, kecernaan nutrien dan
pertumbuhan pada ikan nila.
Berdasarkan hasil penelitian Hamtini et al. (2015), isolat PTB 1.4 tersebut
tidak bersifat patogen, memiliki aktivitas proteolitik dan amilolitik serta mampu
mendegradasi pakan yang telah diuji secara in vitro, sehingga perlu dilakukan
penelitian aplikasi pemberian bakteri probiotik pada hewan uji yaitu ikan lele.
Perumusan Masalah
Kecernaan pakan dalam budidaya ikan memiliki peran penting dalam
keberhasilan proses budidaya. Kecernaan pakan berpengaruh terhadap
pertumbuhan ikan dan biaya produksi. Kecernaan pakan dapat ditingkatkan
dengan meningkatkan enzim-enzim pencernaan yang mampu merombak nutrien
dalam pakan. Peningkatan enzim-enzim pencernaan dapat dilakukan dengan
memanfaatkan bakteri probiotik. Bakteri Bacillus megaterium PTB 1.4
merupakan bakteri probiotik yang memiliki kemampuan dalam medegradasi
pakan serta menghasilkan enzim-enzim pencernaan seperti protease dan amilase
yang dapat membantu ikan dalam mencerna pakan. Penggunaan probiotik dalam
meningkatkan kecernaan pakan dapat berpengaruh terhadap pertumbuhan ikan.
Oleh karena itu, dibutuhkan penelitian aplikasi mengenai pengaruh bakteri
probiotik Bacillus megaterium PTB 1.4 terhadap kecernaan pakan dengan
mengevaluasi melalui populasi mikroflora intestinal, aktivitas enzim pencernaan
dan pertumbuhan ikan lele setelah pemberian probiotik.
Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengevaluasi pengaruh pemberian
bakteri probiotik Bacillus megaterium PTB 1.4 terhadap populasi mikroflora
intestinal, aktivitas enzim pencernaan dan pertumbuhan ikan lele.
Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan informasi dan
mengembangkan ilmu mikrobiologi khususnya dalam peranan bakteri sebagai
probiotik dalam bidang akuakultur yang mampu memberikan pengaruh yang
menguntungkan dalam meningkatkan pertumbuhan dan efisiensi pakan pada ikan.
TINJAUAN PUSTAKA
Probiotik dalam Akuakultur
Probiotik merupakan mikroorganisme yang mampu memberikan pengaruh
yang menguntungkan bagi inangnya dengan menjaga keseimbangan mikroflora
yang terdapat pada saluran pencernaan (Fuller 1989). Probiotik dalam akuakultur
merupakan mikroba hidup yang menguntungkan bagi inang dengan memodifikasi
3
hubungan komunitas mikroba yang dapat berasosiasi dengan inang atau
lingkungannya dalam meningkatkan penggunaan pakan atau nilai nutrisi,
meningkatkan respon imun inang terhadap penyakit ataupun meningkatkan
kualitas lingkungan perairan (Verschuere et al. 2000). Pemanfaatan bakteri
probiotik dalam akuakultur telah banyak dilakukan pada berbagai stadia dan jenis
hewan budidaya baik pada ikan, krustasea maupun moluska. Beberapa penelitian
mengenai probiotik dalam akuakultur telah banyak dilakukan diantaranya pada
udang Fenneropenaeus indicus (Ziaei-Nejad et al. 2006), udang Litopenaeus
vannamei (Wang 2007; Zokaeifar et al. 2012), ikan nila Oreochromis sp. (Putra
dan Widanarni 2015), abalon Haliotis asinina (Faturrahman et al. 2015) dan ikan
kerapu Cromileptes altivelis (Marlida et al. 2014).
Probiotik dapat diberikan atau ditambahkan pada lingkungan akuatik
melalui beberapa cara yaitu penambahan melalui pengkayaan pada pakan hidup
(Gomez-Gill et al. 2000), penambahan pada air pemeliharaan (Moriarty 1998) dan
penambahan pada pakan buatan (Rengpipat et al. 2000). Probiotik dalam
akuakultur memiliki peran dalam meningkatkan pertumbuhan, kecernaan pakan,
efisiensi penggunaan pakan dan menjaga kualitas air pemeliharaan (Widanarni et
al. 2010).
Probiotik dapat diisolasi dari saluran pencernaan inang. Beberapa penelitian
telah melakukan isolasi bakteri dari saluran pencernaan dan diketahui bahwa
bakteri probiotik tersebut memiliki kemampuan dalam menghasilkan enzim
pencernaan (Wang 2007; Marlida et al. 2014; Putra dan Widanarni 2015; Hamtini
et al. 2015) dan meningkatkan sistem imun (Liu et al. 2012; Chandran et al.
2014). Syarat penting yang harus dimiliki oleh kandidat probiotik diantaranya
berasal dari inang itu sendiri (berasal dari saluran pencernaan), aman (tidak
bersifat patogen bagi inang), dan mampu bertahan hidup dan berkolonisasi dalam
saluran pencernaan inang (resisten atau tahan terhadap asam lambung dan pH
rendah) (Balcazar et al. 2006).
Kemampuan mikroorganisme dalam berkolonisasi merupakan salah satu hal
penting dalam melakukan seleksi bakteri probiotik yaitu mampu bertahan pada sel
epitel saluran pencernaan untuk mengurangi atau menghambat kolonisasi bakteri
patogen. Pada umumnya, bakteri probiotik harus memiliki kemampuan dalam
memberikan efek yang menguntungkan untuk inang seperti meningkatkan
pertumbuhan dan meningkatkan respon imun (Balcazar et al. 2006).
Mekanisme Aksi dan Manfaat Probiotik
Probiotik yang dikatakan mampu memberikan efek yang menguntungkan
bagi inang pada umumnya telah diuji baik secara in vitro maupun in vivo melalui
suatu mekanisme tertentu. Mekanisme probiotik diantaranya yaitu (i) kompetisi
dengan bakteri patogen, (ii) sumber nutrisi dan kontribusi enzimatik untuk proses
pencernaan, (iii) penyerapan langsung bahan organik yang dilakukan oleh bakteri
probiotik, (iv) peningkatan respon imun terhadap mikroorganisme patogen
(Balcazar et al. 2006).
Proses kolonisasi digambarkan dengan adanya daya tarik antara bakteri
dengan permukaan mukosa dari inang atau penempelan pada sel epitel saluran
pencernaan (Balcazar et al. 2006). Pelekatan dan kolonisasi pada permukaan
mukosa memungkinkan terjadinya mekanisme perlindungan terhadap bakteri
4
patogen melalui kompetisi untuk tempat pelekatan dan nutrisi (Balcazar et al.
2006) atau melalui modulasi respon imun (Aly et al. 2008; Liu et al. 2012).
Faktor yang mempengaruhi kolonisasi mikroorganisme pada saluran pencernaan
diantaranya dipengaruhi oleh inang yang meliputi kondisi suhu tubuh inang dan
aktivitas enzim (Balcazar et al. 2006).
Kemampuan kolonisasi dari bakteri probiotik pada inang diperlukan dalam
aplikasi probiotik. Kolonisasi bakteri probiotik dalam saluran pencernaan dimulai
dari masuknya bakteri melalui mulut, air dan makanan, selanjutnya bakteri akan
melewati saluran pencernaan dan beberapa akan tetap bertahan dan menetap di
saluran pencernaan sebagai mikroflora saluran pencernaan. Beberapa bakteri lain
yang tidak mampu bertahan di saluran pencernaan akan mati karena tercerna
dalam proses pencernaan dan akan dikeluarkan bersamaan dengan feses yang
dikeluarkan oleh inang (Nayak 2010).
Probiotik memiliki kemampuan dalam menghasilkan enzim-enzim
pencernaan seperti protease, amilase dan lipase. Produksi enzim-enzim
pencernaan oleh bakteri probiotik mampu menstimulasi produksi enzim
pencernaan endogenus pada inang (Ziae-Nejad et al. 2006; Wang 2007).
Peningkatan produksi enzim pencernaan pada inang mampu memberikan
pengaruh terhadap kecernaan (Mohapatra et al. 2012), pertumbuhan dan efisiensi
penggunaan pakan pada inang (Sun et al. 2010). Selain mampu meningkatkan
enzim pencernaan, kecernaan dan pertumbuhan, probiotik juga mampu
meningkatkan imunitas inang yang terserang penyakit. Penggunaan probiotik
dalam menghambat bakteri patogen telah banyak dilaporkan dimana bakteri
probiotik mampu meningkatkan kelangsungan hidup ikan dengan cara
meningkatkan sistem imun dari inang yang terserang penyakit (Aly et al. 2008;
Liu et al. 2012; Chandran et al. 2014).
Bacillus sebagai Probiotik
Bacillus merupakan bakteri Gram positif yang pada umumnya mudah
ditemui pada tanah, air dan sedimen. Bacillus dapat ditemukan di dalam saluran
pencernaan ikan melalui asosiasi antara bakteri dengan air pemeliharaan ataupun
melalui makanannya. Bacillus mampu menghasilkan endospora ketika berada di
lingkungan yang kurang menguntungkan. Spora yang dihasilkan oleh Bacillus
memiliki kelebihan dibandingkan dengan sel vegetatif. Spora mampu tetap stabil
dalam jangka waktu yang lama dan pada lingkungan yang tidak menguntungkan
bagi kehidupan bakteri serta dapat dimanfaatkan sebagai produk komersial yang
berfungsi sebagai agen biologis (Hong et al. 2005). Pembentukan spora
ditemukan secara universal pada genus Bacillus sebagai strategi dalam bertahan
hidup pada lingkungan (Toldar 2009).
Bakteri Bacillus telah banyak dilaporkan digunakan sebagai probiotik dalam
akuakultur. Putra dan Widanarni (2015) mengisolasi bakteri Bacillus dari saluran
pencernaan ikan nila dan diketahui bahwa bakteri Bacillus mampu meningkatkan
aktivitas enzim pencernaan, kecernaan nutrien dan pertumbuhan pada ikan nila.
Bakteri Bacillus sp. mampu menghasilkan enzim eksogenus pencernaan seperti
protease, amilase dan lipase yang berfungsi dalam membantu inang untuk
menyerap nutrisi pakan pada udang (Fenneropenaeus indicus dan Penaeus
vannamei) (Ziae-Nejad et al. 2006; Wang 2007). Sun et al. (2010) menyatakan
5
bahwa pemberian bakteri Bacillus pumilus dan Bacillus clausii pada ikan kerapu
mampu memperbaiki efisiensi pakan serta laju pertumbuhan. Aly et al. (2008)
menyatakan bakteri Bacillus subtilis and Lactobacillus acidophilus dapat
meningkatkan respon imun pada ikan nila dan dapat menghambat pertumbuhan
patogen Aeromonas hydrophila dan Streptococcus iniae serta meningkatkan
pertumbuhan ikan nila.
METODE
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada bulan Oktober 2014 hingga Agustus 2015.
Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Bioteknologi Hewan dan Biomedis,
Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati Bioteknologi (PPSHB) dan Laboratorium
Kesehatan Ikan, Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu
Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
Pembuatan Mutan Resisten Rifampisin
Bakteri probiotik yang digunakan adalah bakteri Bacillus megaterium PTB
1.4. Sebelum digunakan, bakteri probiotik diberi penanda molekuler resisten
rifampisin. Pembuatan mutan resisten rifampisin dilakukan dengan cara bakteri
probiotik PTB 1.4 dengan kepadatan 1010 cfu/mL pada fase stasioner ditumbuhkan
pada media TSA (Triptic Soy Agar) yang mengandung 50 µg/mL rifampisin.
Bakteri yang tumbuh pada media TSA, ditumbuhkan kembali pada media TSA
yang mengandung 100 µg/mL rifampisin. Bakteri yang tumbuh kemudian
dievaluasi aktivitas proteolitik dan amilolitik, serta laju pertumbuhannya.
Pengujian Aktivitas Proteolitik dan Amilolitik
Bakteri probiotik yang telah dibuat mutan resisten rifampisin ditumbuhkan
di media TSA yang mengandung 1% susu skim untuk uji protease dan
mengandung 1% pati terlarut untuk uji amilase. Aktivitas proteolitik dan
amilolitik ditandai dengan adanya zona bening di sekeliling isolat yang
ditumbuhkan pada masing-masing media. Indeks proteolitik dan amilolitik diukur
dengan menggunakan rumus menurut Lim et al. (1987). Pengujian ini bertujuan
untuk mengukur besarnya aktivitas proteolitik dan amilolitik dari isolat PTB 1.4
yang telah dibuat menjadi resisten rifampisin.
IP / IA 
X1  X 2
X2
IP/IA : Indeks aktivitas proteolitik/amilolitik
X1
: Rata-rata diameter zona bening
X2
: Rata-rata diameter koloni
6
Kurva Pertumbuhan
Kurva pertumbuhan bakteri probiotik yang telah dimutankan dilakukan
untuk melihat pengaruh mutasi terhadap pertumbuhan bakteri. Satu koloni tunggal
diinokulasikan kedalam 20 mL media cair TSB (Triptic Soy Broth) dan diinkubasi
selama 24 jam pada suhu 28 °C. Sebanyak 10 mL kultur diinokulasikan kedalam
90 mL media TSB steril dan dishaker dengan kecepatan 120 rpm selama 24 jam
pada suhu 28 °C. Pengamatan pertumbuhan bakteri dilakukan setiap 2 jam dengan
mengukur nilai kerapatan optik pada panjang gelombang 620 nm dan jumlah
bakteri dihitung dengan menggunakan teknik TPC (Total Plate Count) yang
disebar pada media TSA.
Uji Patogenisitas
Uji patogenisitas dilakukan dengan cara menyuntikan bakteri probiotik PTB
1.4, bakteri probiotik PTB 1.4 RfR (resisten rifampisin), bakteri patogen ikan lele
Aeromonas hydrophila sebagai kontrol positif, masing-masing dengan konsentrasi
108 cfu/mL dan kontrol negatif dengan menggunakan PBS (Phosphate Buffered
Saline) yang disuntikan sebanyak 0.1 mL secara intramuskular. Ikan dipelihara
dalam akuarium ukuran 60×30×30 cm3 dengan kepadatan 10 ekor per akuarium
dengan bobot rata-rata 5.57±0.52 g. Setiap perlakuan terdiri atas 3 ulangan dan
diamati selama 14 hari terhadap kelangsungan hidup ikan.
Uji Viabilitas Bakteri Probiotik pada Pakan
Bakteri ditumbuhkan pada media TSB hingga mencapai kepadatan 108
cfu/mL. Bakteri kemudian disentrifugasi pada kecepatan 5000×g selama 30 menit.
Endapan yang terbentuk kemudian ditambahkan dengan PBS sebanyak 1 mL dan
diresuspensi. Sebanyak 1 mL bakteri probiotik dicampurkan kedalam 100 g pakan
kemudian diaduk secara merata dan ditambahkan dengan putih telur sebanyak 2%
sebagai perekat. Pakan kemudian dikering anginkan pada suhu ruang.
Uji viabilitas probiotik pada pakan dilakukan pada dua pakan uji yaitu
pakan uji gnotoplus dan normalplus. Pakan uji gnotoplus adalah pakan uji yang
ditambahkan dengan probiotik 1%, rifampisin 100 µg/mL dan putih telur 2%,
sedangkan pakan uji normalplus adalah pakan yang ditambahkan dengan probiotik
sebesar 1% dan putih telur 2%.
Terhadap pakan uji gonotoplus dan normalplus dilakukan uji viabilitas
bakteri probiotik dalam pakan. Pakan uji sebanyak 1 g diencerkan dengan NaCl
0.85% sebanyak 9 mL, lalu dilakukan serial pengenceran hingga 10-6. Hasil
pengenceran 10-4,10-5,10-6 sebanyak 0.1 mL disebar diatas media TSA yang
mengandung rifampisin 100 µg/mL, lalu diinkubasi selama 24 jam pada suhu
ruang. Pengamatan viabilitas bakteri probiotik dalam pakan dilakukan pada hari
ke 1, 5 dan 10 hari setelah penyimpanan.
7
Bioassai Bakteri Kandidat Probiotik pada Ikan Lele
Persiapan kultur bakteri
Bakteri probiotik PTB 1.4 RfR ditumbuhkan pada media TSB, diinkubasi
pada suhu 28 °C dan dishaker dengan kecepatan 120 rpm selama 12 jam. Bakteri
ditumbuhkan hingga mencapai kepadatan sel 108 cfu/mL.
Persiapan pakan uji
Pakan uji yang digunakan dalam penelitian ini merupakan pakan standar
untuk ikan lele dengan kandungan protein 31-33% (Lampiran 1). Pakan standar
yang digunakan terlebih dahulu disterilisasi pada suhu 121°C selama 15 menit.
Penambahan probiotik dan rifampisin kedalam pakan disesuaikan dengan
perlakuan. Kepadatan bakteri probiotik yang dicampurkan kedalam pakan sebesar
1010 cfu/mL. Terdapat empat pakan uji yang digunakan dalam penelitian ini yaitu:
pakan uji gnoto (pakan ditambahkan dengan rifampisin 100 µg/mL dan putih telur
2%), pakan uji gnotoplus (pakan ditambahkan dengan probiotik 1%, rifampisin
100 µg/ml dan putih telur 2%), pakan uji normalplus (pakan ditambahkan dengan
probiotik sebesar 1% dan putih telur 2%), dan pakan uji normal (pakan
ditambahkan putih telur 2% tanpa penambahan probiotik dan rifampisin). Pakan
uji yang digunakan dibuat setiap 10 hari pemeliharaan, dan pakan uji disimpan di
dalam lemari pendingin dengan suhu 4 °C.
Persiapan hewan uji dan ikan lele gnotobiotik
Ikan uji yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari pembudidaya ikan
lele yang berada di Bogor. Ikan lele diaklimatisasi selama satu minggu sebelum
digunakan sebagai hewan uji dan diberikan pakan standar selama proses
aklimatisasi.
Pada uji pengaruh probiotik terhadap ikan lele, digunakan dua perlakuan
ikan uji yaitu ikan lele normal dan ikan lele gnotobiotik. Ikan lele gnotobiotik
adalah ikan lele yang tidak mengandung bakteri baik pada luar tubuh maupun
pada saluran pencernaannya. Pembuatan ikan lele gnotobiotik dilakukan
berdasarkan metode Faturrahman (2012). Pembuatan ikan lele gnotobiotik
dilakukan dengan cara desinfeksi terhadap peralatan, air pemeliharaan dan
akuarium yang digunakan sebagai wadah pemeliharaan dengan larutan klorin 50100 ppm. Kemudian dimasukkan sebanyak 15 ekor ikan lele kedalam masingmasing akuarium. Selanjutnya air pemeliharaan ikan lele dalam akuarium
ditambahkan dengan antibiotik (ampicilin 250 mg/L, rifampisin 125 mg/L,
chlorampenikol 250 mg/L) untuk mereduksi bakteri yang ada pada bagian luar
tubuh ikan. Selanjutnya ikan lele dipuasakan selama 24 jam dan diberi perlakuan
pemberian pakan yang mengandung antibiotik (rifampisin 100 µg/ml) untuk
mereduksi bakteri yang terdapat pada saluran pencernaan selama 4 hari. Setelah
perlakuan pemberian antibiotik, air pemeliharaan diganti dengan air baru yang
juga telah didesinfeksi.
Uji pertumbuhan ikan lele
Ikan lele yang digunakan dalam uji pertumbuhan memiliki bobot rata-rata
11.41±0.23 g dan menggunakan 12 akuarium berukuran 60×30×30 cm3 sebagai
8
wadah pemeliharaan. Uji pertumbuhan ikan lele dilakukan dengan 4 perlakuan
dan 3 ulangan yang masing-masing akuarium berisi 15 ekor ikan lele. Perlakuan
dalam penelitian ini terdiri atas perlakuan Gnoto = ikan lele gnotobiotik diberi
pakan uji gnoto, Gnotoplus = ikan lele gnotobioik diberi pakan uji gnotoplus,
Normalplus = ikan lele normal diberi pakan uji normalplus dan Normal = ikan lele
normal diberi pakan uji normal.
Pemeliharaan dilakukan selama 30 hari dan diberi pakan dengan frekuensi
pemberian pakan 3 kali dalam sehari secara at satiation. Penyiponan terhadap
feses ikan dan sisa pakan yang tidak dikonsumsi dilakukan setiap hari untuk
menjaga kualitas air pemeliharaan. Pergantian air sebanyak 50% dilakukan setiap
3 hari sekali selama pemeliharaan.
Populasi Mikroflora Intestinal
Analisis populasi mikroflora intestinal dilakukan dengan menggunakan ikan
lele yang sama pada uji pertumbuhan. Setelah 30 hari pemeliharaan, masingmasing perlakuan diambil sebanyak dua ekor ikan untuk diambil bagian saluran
pencernaan. Saluran pencernaan ikan lele sebanyak 1 g digerus, kemudian
dilakukan serial pengenceran menggunakan larutan NaCl 0.85%. Metode yang
digunakan dalam perhitungan mikroflora intestinal adalah dengan menggunakan
metode cawan sebar. Hasil sampel yang telah diencerkan disebar pada media TSA
untuk mengetahui jumlah total bakteri dan media TSA yang mengandung
rifampisin 100 µg/mL untuk mengetahui jumlah bakteri probiotik yang berada
pada saluran pencernaan ikan lele pada masing-masing perlakuan.
Analisis Aktivitas Enzim Protease dan Amilase Saluran Pencernaan
Analisis aktivitas enzim protease dan amilase saluran pencernaan dilakukan
setelah 30 hari pemeliharaan. Dua ekor ikan dari masing-masing perlakuan
diambil dan ditimbang saluran pencernaannya sebanyak 1 g. Saluran pencernaan
digerus kemudian ditambahkan dengan bufer fosfat 0.05 M pH 7.5 sebanyak 5 mL
dan dihomogenasikan. Sampel disentrifugasi dengan kecepatan 6000×g pada suhu
4 °C selama 30 menit, ekstrak yang didapat selanjutnya dilakukan analisis
aktivitas enzim. Analisis aktivitas enzim protease dilakukan berdasarkan metode
Walter (1984) yang telah dimodifikasi menggunakan kasein sebagai substrat dan
direaksikan dengan reagent Folin. Analisis aktivitas enzim amilase dilakukan
berdasarkan metode Bernfeld (1955) menggunakan pati sebagai substrat dan
direaksikan dengan 3,5-dinitrosalicylic acid (DNS).
Pengukuran Aktivitas Protease
Pengukuran aktivitas protease dilakukan dengan menggunakan metode
Walter (1984) yang telah dimodifikasi (Lampiran 2). Sebanyak tiga tabung reaksi
disediakan dalam pengukuran aktivitas protease yang terdiri atas sampel, kontrol
dan blanko. Masing-masing tabung diisi dengan bufer Tris-HCl 0.2 M pH 8
sebanyak 250 µL, kasein 1% 250 µL. Tabung reaksi sampel ditambahkan dengan
50 µL ekstrak kasar enzim, tabung reaksi kontrol diisi dengan 50 µL tirosin 0.37
mmol L-1, sedangkan tabung reaksi blanko diisi dengan 50 µL akuades. Kemudian
isi tabung-tabung tersebut dihomogenkan dan diinkubasi selama 10 menit pada
suhu 37 °C. Reaksi enzim dihentikan dengan menambahkan 500 µL asam trikloro
asetat (TCA) 0.1 M. Setelah penambahan TCA, dilakukan penambahan ekstrak
9
kasar enzim pada tabung blanko dan kontrol serta akuades pada tabung sampel
sebanyak 50 µL. Campuran tersebut diinkubasi selama 10 menit pada suhu 37 °C
dan disentrifugasi dengan kecepatan 9000×g selama 15 menit. Supernatan yang
terbentuk sebanyak 375 µL ditambahkan dengan Na2CO3 1.25 mL dan reagen
Folin Cicalteau (1:2) 250 µL (Lampiran 4). Campuran diinkubasi selama 37 °C
selama 20 menit. Aktivitas enzim protease diukur dengan spektrofotometer pada
panjang gelombang 578 nm. Satu unit aktivitas enzim adalah jumlah enzim yang
dibutuhkan untuk menghasilkan 1 µmol tirosin per menit pada kondisi
pengukuran.
Pengukuran Aktivitas Amilase
Pengukuran aktivitas amilase dilakukan dengan menggunakan metode
Bernfeld (1955) (Lampiran 3). Sebanyak tiga tabung reaksi disediakan dalam
pengukuran aktivitas amilase yang terdiri atas sampel, kontrol dan blanko. Tabung
sampel ditambahkan dengan 0.5 mL enzim kedalam substrat yang telah dilarutkan
dalam bufer fosfat 0.05 M, pH 7.5 sebanyak 0.5 mL, diinkubasi selama 10 menit
dan selanjutnya ditambahkan 1 mL reagen asam 3,5-dinitrosalisilat acid (DNS).
Tabung kontrol dibuat dengan menggunakan komposisi yang sama tetapi enzim
ditambahkan setelah pemberian reagen DNS (Lampiran 4), sedangkan tabung
blanko ditambahkan dengan akuades. Tabung sampel, kontrol dan blanko
dididihkan selama 5 menit untuk menghentikan reaksi dan hasil yang didapatkan
diukur dengan menggunakan spektrofotometer pada panjang gelombang 550 nm.
Satu unit aktivitas enzim adalah jumlah enzim yang dibutuhkan untuk
menghasilkan 1 µmol gula pereduksi per menit pada kondisi pengukuran.
Analisis Kecernaan
Analisi kecernaan dilakukan dengan menambahkan kromium (Cr2O3) dalam
pakan. Penambahan kromium dalam pakan digunakan sebagai indikator
kecernaan. Ikan uji yang digunakan dalam analisis kecernaan diberikan pakan
perlakuan yang telah mengandung kromium (Cr2O3) sebanyak 0.6%. Feses selama
pemeliharaan dikumpulkan dengan cara penyiponan dan disimpan di dalam lemari
pendingin hingga dilakukan analisis. Feses yang telah dikumpulkan dikeringkan
di dalam oven dengan suhu 110 °C selama 4-6 jam. Selanjutnya dilakukan analisa
kandungan kromium dan nutrien yang terdapat dalam feses dengan menggunakan
spektrofotometer pada panjang gelombang 350 nm. Nilai kecernaan total dan
kecernaan nutrien dihitung dengan persamaan (Takeuchi 1988):
Kecernaan total
= 100 – (% Cr2O3 pada pakan / % Cr2O3 pada feses × 100)
Kecernaan nutrien
= 100 – [((% Cr2O3 pada pakan / % Cr2O3 pada faeces ×
100) × (% nutrien pada feses / % nutrien pada pakan) ×
100]
10
Parameter Pertumbuhan
Tingkat Kelangsungan Hidup
Tingkat kelangsungan hidup dihitung dari jumlah ikan yang hidup pada
awal dan akhir pemeliharaan. Parameter tersebut dihitung dengan menggunakan
rumus:
Kelangsungan hidup (%) =
Keterangan :
No
Nt
Nt
 100
No
= Jumlah ikan yang hidup hari ke-0 (ekor)
= Jumlah ikan yang hidup hari ke-t (ekor)
Laju Pertumbuhan Spesifik
Laju pertumbuhan spesifik diamati selama perlakuan. Laju pertumbuhan
spesifik ikan dihitung dari data bobot yang didapat pada kegiatan sampling. Laju
pertumbuhan spesifik dihitung dengan menggunakan rumus (Huisman 1987):
 wt

1 x 100
LPS (%) = t
 wo

Keterangan:
LPS
Wt
Wo
t
= Laju pertumbuhan spesifik (%)
= Bobot rata-rata individu waktu ke-t (g/ekor)
= Bobot rata-rata individu waktu ke-0 (g/ekor)
= Lama pemeliharaan (hari)
Rasio Konversi Pakan
Rasio konversi pakan diamati selama pemeliharaan dengan menghitung
jumlah pakan yang dihabiskan selama pemeliharaan. Rasio konversi pakan
dihitung dengan menggunakan rumus (Zonneveld et al. 1991):
RKP =
Keterangan:
RKP
F
Wt
Wo
D
F
(Wt  D )  Wo
= Rasio konversi pakan
= Jumlah pakan yang dikonsumsi selama pemeliharaan (g)
= Bobot ikan pada akhir pemeliharaan (g)
= Bobot ikan pada awal pemeliharaan (g)
= Bobot ikan yang mati selama pemeliharaan (g)
11
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Pembuatan Mutan Resisten Rifampisin
Isolat bakteri PTB 1.4 tipe liar sensitif rifampisin dengan kepadatan sel 108
cfu/mL ditumbuhkan pada media TSA+Rf. Koloni mutan yang tumbuh diuji
aktivitas proteolitik dan amilolitik serta laju pertumbuhannya. Isolat PTB 1.4 RfR
(resisten rifampisin) memiliki aktivitas proteolitik dan amilolitik yang ditandai
dengan adanya zona bening (Gambar 1a, b). Zona bening yang terbentuk
merupakan hasil hidrolisis bakteri terhadap media yang ditambahkan susu skim
untuk uji protease atau pati untuk uji amilase. Indeks proteolitik dari PTB 1.4 RfR
sebesar 1.071 dan indeks amilolitik sebesar 0.581.
a
b
Gambar 1 Zona bening yang terbentuk setelah inkubasi 24 jam pada suhu 28 °C
pada media TSA yang mengandung, a. 1% susu skim, b. 1% pati
Kurva pertumbuhan bakteri PTB 1.4 RfR dilakukan dengan mengamati
jumlah sel bakteri dan kerapatan optik (Optical Density = OD). Kurva
pertumbuhan dari bakteri PTB 1.4 RfR memiliki fase lag pada jam ke 0 sampai
jam ke 2, fase eksponensial pada jam ke 2 sampai jam ke 12 dan fase stasioner
pada jam ke 12 sampai jam ke 24 (Gambar 2).
Uji Patogenisitas
Hasil uji patogenisitas bakteri probiotik pada ikan lele menunjukkan
bahwa bakteri PTB 1.4 dan bakteri PTB 1.4 RfR tidak bersifat patogen terhadap
ikan lele. Hal ini dapat dilihat pada nilai tingkat kelangsungan hidup yang diamati
selama 14 hari pemeliharaan, dimana perlakuan PTB 1.4 dan bakteri PTB 1.4 RfR
memiliki tingkat kelangsungan hidup 100%. Sesuai dengan hasil kontrol negatif
yang disuntik dengan PBS dengan nilai kelangsungan hidup 100%. Kontrol positif
yang disuntikan dengan bakteri patogen Aeromonas hydrophila memiliki
kelangsungan hidup 3.3% (Tabel 1).
12
Gambar 2 Kurva pertumbuhan isolat bakteri PTB 1.4 RfR pada media TSA
Tabel 1. Hasil uji patogenisitas bakteri probiotik pada ikan lele
Perlakuan
Tingkat Kelangsungan Hidup (%)
Kontrol negatif
100.0
Kontrol positif
3.3
PTB 1.4
100.0
PTB 1.4 RfR
100.0
Viabilitas Bakteri Probiotik dalam Pakan
Uji viabilitas bakteri probiotik yang terdapat pada pakan selama
pengamatan menunjukkan bahwa bakteri probiotik yang ditambahkan kedalam
pakan mampu bertahan hidup. Probiotik yang terdapat pada pakan perlakuan
gnotoplus dan normalplus mampu mencapai kepadatan 106 cfu/g pakan setelah
disimpan didalam lemari pendingin pada suhu 4 °C selama 10 hari (Tabel 2).
Tabel 2. Hasil uji viabilitas bakteri PTB 1.4 RfR dalam pakan setelah
penyimpanan
Total bakteri probiotik pada
pakan (cfu/g) pada hari kePakan perlakuan
1
5
10
6
6
Pakan uji gnotoplus
8.4×10
2.3×10
1.1×106
Pakan uji normalplus
1.2×107
9.4×106
1.1×106
Bioassai Bakteri Probiotik pada Ikan Lele
Populasi Mikroflora Intestinal
Total bakteri yang terdapat pada saluran pencernaan ikan lele setelah diberi
perlakuan selama 30 hari menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan pada
total bakteri lele gnotobiotik (gnoto dan gnotoplus) dengan lele normal
(normalplus dan normal). Namun tidak terdapat perbedaan yang signifikan
13
diantara perlakuan gnoto (2.24±0.41×105 cfu/g) dengan gnotoplus (5.90±2.32×105
cfu/g) dan antara perlakuan normalplus (32.90±4.74×105 cfu/g) dengan normal
(36.33±7.51×105 cfu/g). Bakteri probiotik pada saluran pencernaan ikan pada
perlakuan normalplus (5.99±0.57×105 cfu/g) berbeda nyata dengan total bakteri
probiotik pada saluran pencernaan ikan perlakuan gnotoplus (3.29±0.78×105
cfu/g) (Tabel 3).
Tabel 3. Total bakteri dan bakteri probiotik pada saluran pencernaan ikan lele
setelah pemeliharaan 30 hari
Perlakuan
Total bakteri (105 cfu/g)
Bakteri probiotik (105 cfu/g)
Gnoto
2.24±0.41a
Gnotoplus
5.90±2.32a
3.29±0.78a
Normalplus
32.90±4.74b
5.99±0.57b
Normal
36.33±7.51b
Keterangan: huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan pengaruh perlakuan yang
berbeda nyata (uji jarak berganda Duncan; p<0.05). Nilai yang tertera merupakan nilai rata-rata
dan simpangan baku.
Analisis Aktivitas Enzim Protease dan Amilase Saluran Pencernaan
Perlakuan pemberian bakteri probiotik dalam pakan selama 30 hari
pemeliharaan memberikan pengaruh terhadap aktivitas enzim pencernaan pada
saluran pencernaan ikan uji. Nilai aktivitas enzim protease tertinggi terdapat pada
perlakuan normalplus (1.32±0.09 IU/g saluran pencernaan) yang berbeda nyata
dengan perlakuan gnotoplus (0.96±0.06 IU/g saluran pencernaan), normal
(0.36±0.11 IU/g saluran pencernaan) dan gnoto (0.32±0.05 IU/g saluran
pencernaan). Sama halnya dengan aktivitas protease, dimana akitivitas enzim
amilase tertinggi terdapat pada perlakuan normalplus (0.35±0.02 IU/g saluran
pencernaan) yang berbeda nyata dengan perlakuan gnotoplus (0.24±0.01 IU/g
saluran pencernaan), normal (0.22±0.02 IU/g saluran pencernaan) dan gnoto
(0.19±0.03 IU/g saluran pencernaan) (Gambar 3a, 3b).
Kecernaan Pakan
Nilai kecernaan pakan yang tinggi menunjukkan bahwa ikan mampu
mencerna nutrisi pakan dengan baik. Nilai kecernaan total tertinggi terdapat pada
perlakuan normalplus sebesar 76.90±0.98% yang berbeda nyata dengan perlakuan
gnoto dan normal namun tidak berbeda nyata dengan perlakuan gnotoplus. Nilai
kercernaan protein tertinggi terdapat pada perlakuan normalplus 93.22±0.99%
yang berbeda nyata dengan perlakuan lainnya (Tabel 4).
Tabel 4. Kecernaan total (Ktn) dan kecernaan protein (Kprot) ikan lele yang diberi
pakan perlakuan
Perlakuan
Parameter
Gnoto
Gnotoplus
Normalplus
Normal
a
ab
b
Ktn (%)
71.61±1.83 74.43±1.17
76.90±0.98
73.91±2.42a
Kprot (%)
86.99±2.53a 88.71±2.41a
93.22±0.99b 85.28±1.51a
Keterangan: huruf yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan pengaruh perlakuan yang
berbeda nyata (uji jarak berganda Duncan; p<0.05). Nilai yang tertera merupakan nilai rata-rata
dan simpangan baku.
14
a
b
Gambar 3 Aktivitas enzim pencernaan pada saluran pencernaan ikan lele setelah
30 hari pemeliharaan. Huruf yang berbeda di tiap bar menunjukkan
pengaruh perlakuan yang berbeda nyata secara statistik (p<0.05). (a)
Aktivitas enzim protease, (b) Aktivitas enzim amilase
Parameter Pertumbuhan
Pemberian pakan probiotik selama 30 hari pemeliharaan pada hewan uji
tidak menunjukkan pengaruh yang nyata terhadap parameter tingkat kelangsungan
hidup (TKH). Semua perlakuan menunjukkan tingkat kelangsungan hidup sebesar
100%. Pertumbuhan terbaik terdapat pada perlakuan normalplus dengan nilai laju
pertumbuhan spesifik (LPS) tertinggi yaitu (2.69±0.35%) yang berbeda secara
nyata dengan perlakuan gnoto, gnotoplus dan normal. Nilai RKP terendah yaitu
15
(1.05±0.11) juga diperoleh pada perlakuan normalplus yang berbeda nyata dengan
perlakuan lainnya (Tabel 5).
Tabel 5. Tingkat kelangsungan hidup (TKH), laju pertumbuhan spesifik (LPS)
dan rasio konversi pakan (RKP) ikan uji
Perlakuan
Parameter
Gnoto
Gnotoplus
Normalplus
Normal
a
a
a
TKH (%)
100±0.00
100±0.00
100±0.00
100±0.00a
LPS (%)
1.92±0.23a
2.11±0.19a
2.69±0.36b
1.98±0.23a
a
a
b
RKP
1.77±0.12
1.66±0.15
1.05±0.11
1.49±0.23a
Keterangan: huruf yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan pengaruh perlakuan yang
berbeda nyata (uji jarak berganda Duncan; p<0.05). Nilai yang tertera merupakan nilai rata-rata
dan simpangan baku.
Pembahasan
Saluran pencernaan merupakan ekosistem yang kaya dengan nutrien yang
mampu dimanfaatkan oleh bakteri sebagai sumber nutrisi. Bakteri dalam saluran
pencernaan ikan memiliki populasi yang beragam dan dapat berkontribusi dalam
mencerna makanan, penyerapan nutrien serta memberikan resistensi terhadap
penyakit infeksius dengan memproduksi zat-zat antimikroba yang berperan dalam
mencegah infeksi bakteri patogen pada tubuh inang. Isolasi bakteri yang berasal
dari saluran pencernaan dapat dimanfaatkan sebagai probiotik. Menurut Balcazar
et al. (2006) bakteri probiotik yang baik adalah bakteri yang berasal dari saluran
pencernaan inang dan berasal dari spesies yang sama. Probiotik dalam akuakultur
merupakan mikroba hidup yang menguntungkan bagi inang dengan memodifikasi
hubungan komunitas mikroba yang dapat berasosiasi dengan inang atau
lingkungannya dalam meningkatkan penggunaan pakan atau nilai nutrisi,
meningkatkan respon imun inang terhadap penyakit ataupun meningkatkan
kualitas perairan (Verschuere et al. 2000). Bakteri probiotik yang diisolasi dari
saluran pencernaan pada spesies yang sama memiliki kelebihan dalam beradaptasi
dengan lingkungan saluran pencernaan ketika diaplikasikan pada spesies yang
sama.
Isolat bakteri PTB 1.4 merupakan bakteri Bacillus megaterium yang
diisolasi dari saluran pencernaan ikan lele. Bakteri PTB 1.4 memiliki kemampuan
dalam menghasilkan enzim-enzim pencernaan yaitu protease dan amilase, dan
mampu mendegradasi pakan (Hamtini et al. 2015) serta tidak bersifat patogen.
Bacillus merupakan bakteri yang memiliki kemampuan dalam menghasilkan
enzim-enzim pencernaan, antibiotik dan vitamin yang mampu memberikan
keuntungan bagi inang. Bakteri probiotik dalam akuakultur telah banyak
digunakan dan diketahui memberikan manfaat yang menguntungkan bagi kegiatan
budidaya. Kemampuan bakteri PTB 1.4 dalam menghasilkan enzim-enzim
pencernaan dan mampu mendegradasi pakan dapat memberikan manfaat dalam
mengatasi masalah dalam akuakultur yaitu kecernaan pakan yang berpengaruh
terhadap efisiensi penggunaan pakan.
Probiotik yang digunakan harus memiliki sifat sensitif terhadap antibiotik
untuk mencegah terjadinya resistensi antibiotik terhadap bakteri lainnya. Bakteri
PTB 1.4 memiliki sifat sensitif terhadap antibiotik (Hamtini et al. 2015). Pada
16
pengujian keberadaan bakteri PTB 1.4 dalam uji in vivo, digunakan bakteri PTB
1.4 yang telah dibuat resisten terhadap antibiotik rifampisin. Perlakuan pembuatan
mutasi resisten rifampisin pada bakteri PTB 1.4 bertujuan sebagai penanda
molekuler yang berfungsi untuk melacak keberadaan bakteri probiotik pada
saluran pencernaan ikan lele. Pengujian aktivitas proteolitik dan amilolitik
terhadap bakteri PTB 1.4 RfR (resisten rifampsin) dilakukan untuk mengetahui
pengaruh mutasi terhadap aktivitas enzim yang dihasilkan dan pertumbuhan
bakteri. Berdasarkan hasil pengamatan aktivitas proteolitik dan amilolitik pada
isolat PTB 1.4 RfR memiliki indeks aktivitas proteolitik 1.07 dan amilolitik 0.58.
Hasil uji proteolitik dan amilolitik pada bakteri isolat PTB 1.4 RfR yang
didapatkan tidak berbeda signifikan dengan isolat PTB 1.4 tipe liar dengan nilai
indeks proteolitik 0.6 dan amilolitik 0.61 (Hamtini et al. 2015). Hal ini
menunjukkan bahwa perlakuan mutan resisten rifampisin bakteri PTB 1.4 tidak
memberikan pengaruh terhadap aktivitas proteolitik dan amilolitik dimana bakteri
masih memiliki aktivitas dalam menghasilkan enzim seperti tipe liarnya.
Faturrahman (2012) dalam penelitiannya melakukan mutasi resisten rifampisin
terhadap bakteri probiotik agarolitik menyatakan bahwa perlakuan resistensi
antibiotik tidak memberikan pengaruh terhadap aktivitas enzim agarase yang
dihasilkan oleh bakteri probiotik.
Zona bening yang terbentuk dalam uji proteolitik dan amilolitik
menunjukkan bahwa bakteri PTB 1.4 mampu menghasilkan enzim protease dan
amilase. Susu skim yang terdapat pada media mampu terdegradasi dan
menghasilkan zona bening. Zona bening pada media susu skim menunjukkan
produksi enzim protease oleh bakteri PTB 1.4. Enzim protease merupakan enzim
yang mampu menghidrolisis ikatan peptida pada protein menjadi oligopeptida dan
asam amino (Fatoni et al. 2008). Amilase merupakan enzim yang mampu
memecah karbohidrat menjadi maltosa atau glukosa. Kemampuan Bacillus dalam
menghasilkan enzim-enzim pencernaan (protease, amilase, lipase) mampu
dihasilkan secara bersamaan. Yanbo dan Zirong (2006), menggunakan Bacillus
sp. sebagai probiotik dimana diketahui mampu menghasilkan enzim-enzim
pencernaan yaitu protease, amilase dan lipase yang diproduksi secara bersamaan
oleh Bacillus sp. yang mampu meningkatkan pertumbuhan ikan mas.
Pengamatan fase pertumbuhan pada bakteri probiotik dilakukan dengan
mengamati jumlah sel dan kerapatan optik (OD). Pengamatan fase pertumbuhan
dilakukan untuk menentukan pemanenan sel dalam aplikasi. Isolat PTB 1.4
mencapai fase stasioner pada jam ke- 12. Pengamatan terhadap fase pertumbuhan
dilakukan karena berhubungan dengan kemampuan sel dalam memproduksi suatu
produk seperti spora dan senyawa metabolit antara lain enzim, antimikrob,
vitamin, asam organik, asam lemak serta asam amino. Pada umumnya Bacillus
memproduksi spora pada fase stasioner. Kelebihan Bacillus dalam menghasilkan
spora dapat dimanfaatkan dalam aplikasi probiotik dimana probiotik yang
digunakan harus memiliki kemampuan bertahan dalam proses produksi dan
aplikasi.
Bakteri yang digunakan sebagai probiotik harus memiliki kemampuan
bertahan hidup yang baik (viabilitas) dalam aplikasi. Kemampuan bertahan
bakteri dalam pakan dibutuhkan dalam skala industri. Kemampuan bertahan
bakteri probiotik dapat digambarkan melalui uji viabilitas probiotik dalam pakan.
Bakteri probiotik PTB 1.4 mampu bertahan hidup dalam pakan ditunjukkan
17
dengan nilai viabilitas bakteri mencapai 106 cfu/g pakan setelah proses
penyimpanan selama 10 hari dalam lemari pendingin. Hal ini menunjukkan bahwa
bakteri PTB 1.4 mampu bertahan hidup dalam pakan. Bakteri Bacillus memiliki
kelebihan dalam menghasilkan spora sebagai strategi dalam bertahan hidup pada
lingkungan yang tidak menguntungkan (Toldar 2009). Pakan memiliki kondisi
yang tidak sesuai bagi pertumbuhan sel bakteri. Kemampuan Bacillus dalam
menghasilkan spora membantu bakteri bertahan hidup dalam pakan. Pakan
dijadikan sebagai tempat bertahan hidup bagi bakteri hingga pakan dapat
termakan oleh ikan dan menyebabkan spora bakteri masuk kedalam saluran
pencernaan ikan yang kaya akan nutrisi. Spora bakteri pada saluran pencernaan
yang kaya akan nutrisi akan menjadi sel vegetatif yang dapat berkolonisasi pada
saluran pencernaan inang dan mampu memberikan pengaruh yang
menguntungkan bagi inang. Spora merupakan bentuk sel dorman yang akan
bergerminasi menjadi sel vegetatif ketika berada pada kondisi yang sesuai dengan
kebutuhan nutrisi bakteri untuk tumbuh (Hong et al. 2005).
Bakteri probiotik yang digunakan harus aman atau tidak bersifat patogen
terhadap inang (Balcazar et al. 2006). Uji patogenisitas bakteri probiotik terhadap
inang dapat dilakukan melalui metode penyuntikan (Verschuere et al. 2000).
Aeromonas hydrophila digunakan sebagai kontrol positif untuk perlakuan
pembanding. Bakteri A. hydrophila merupakan bakteri patogen bagi ikan lele
yang mampu menyebabkan nekrosis pada bagian tubuh ikan yang disuntikan.
Bakteri PTB 1.4 dan PTB 1.4 RfR tidak bersifat patogen berdasarkan hasil uji
patogenisitas dengan nilai kelangsungan hidup sebesar 100% dan bersifat aman
bagi inang.
Pada bioassai bakteri probiotik digunakan perlakuan antibiotik pada ikan
lele yang disebut sebagai ikan lele gnotobiotik dan tanpa perlakuan antibiotik
yang disebut sebagai ikan lele normal. Gnotobiotik adalah organisme yang tidak
mengandung bakteri baik pada bagian luar maupun pada bagian saluran
pencernaan. Perlakuan gnotobiotik digunakan sebagai pendekatan untuk
mengetahui pengaruh pemberian bakteri probiotik terhadap inang (Prioult et al.
2003).
Jumlah total bakteri yang terdapat pada saluran pencernaan ikan setelah
diberikan pakan yang mengandung probiotik pada perlakuan normalplus
menunjukkan adanya penurunan jumlah total bakteri dibandingkan dengan
perlakuan normal. Hasil yang sama didapatkan pada penelitian Bagheri et al.
(2008) dan Mohapatra et al. (2012), dimana terjadi penurunan jumlah total bakteri
pada saluran pencernaan ikan setelah dilakukan pemberian pakan yang
mengandung probiotik dibandingkan dengan kontrol yang tanpa pemberian
probiotik. Probiotik memiliki mekanisme aksi dalam menekan populasi
mikroflora dengan menghasilkan senyawa-senyawa antimikroba atau melalui
kompetisi nutrisi serta pelekatan pada dinding usus (Verschuere et al. 2000). Pada
perlakuan gnotoplus, jumlah total bakteri lebih tinggi dibandingkan dengan total
bakteri pada perlakuan gnoto. Hal ini menunjukkan bahwa pemberian probiotik
pada pakan dapat mempengaruhi jumlah total bakteri pada saluran pencernaan
inang. Populasi mikroflora intestinal pada saluran pencernaan dapat dipengaruhi
oleh beberapa faktor diantaranya genetik, nutrisi dan lingkungan (Gomez dan
Balcazar 2008). Total bakteri saluran pencernaan pada perlakuan normalplus tidak
menunjukkan adanya perbedaan yang nyata dengan total bakteri saluran
18
pencernaan ikan pada perlakuan normal yang tanpa diberikan probiotik. Hal ini
dikarenakan probiotik berfungsi dalam meningkatkan keseimbangan mikroba
dalam saluran pencernaan (Fuller 1989).
Bakteri probiotik harus memiliki kemampuan dalam bertahan pada kondisi
saluran pencernaan dan mampu berkolonisasi di saluran pencernaan inang.
Kondisi saluran pencernaan memiliki kondisi pH yang rendah dan adanya garam
empedu menyebabkan tidak semua bakteri mampu bertahan pada kondisi tersebut.
Bakteri Bacillus memiliki kemampuan dalam menghasilkan spora pada kondisi
yang tidak menguntungkan. Bacillus mampu bertahan dalam saluran pencernaan
dengan menghasilkan spora dan kembali menjadi sel vegetatif ketika berada pada
kondisi yang memungkinkan untuk hidup dan bereplikasi kembali (Hong et al.
2005). Bakteri PTB 1.4 yang terdapat pada saluran pencernaan ikan pada
perlakuan normalplus mampu berkolonisasi sebanyak 18% dari total bakteri,
sedangkan pada perlakuan gnotoplus, bakteri PTB 1.4 mampu berkolonisasi
sebesar 55% dari total bakteri yang terdapat pada saluran pencernaan ikan.
Tingginya persentase bakteri PTB 1.4 pada saluran pencernaan ikan gnotoplus
dikarenakan pada ikan gnotoplus telah dilakukan perlakuan pembersihan saluran
pencernaan dari bakteri dengan menggunakan perlakuan antibiotik (gnotobiotik).
Adanya perlakuan antibiotik ini menyebabkan turunnya populasi mikroflora
normal pada saluran pencernaan sehingga bakteri PTB 1.4 lebih mudah dalam
berkolonisasi pada saluran pencernaan. Jumlah bakteri probiotik PTB 1.4 yang
terdeteksi pada saluran pencernaan menunjukkan bahwa bakteri probiotik PTB 1.4
mampu berkolonisasi di saluran pencernaan ikan, dimana salah satu syarat penting
bakteri probiotik adalah memiliki kemampuan dalam berkolonisasi pada saluran
pencernaan inang (Balcazar et al. 2006).
Bakteri probiotik memiliki kemampuan dalam menghasilkan enzim-enzim
pencernaan yang dapat membantu ikan dalam memanfaatkan nutrien pakan dan
pencernaan (Bairagi et al. 2002). Aktivitas enzim saluran pencernaan ikan pada
perlakuan normalplus memiliki nilai tertinggi. Sama halnya dengan perlakuan
gnotoplus yang menunjukkan nilai aktivitas enzim protease dan amilase yang
berbeda nyata dengan perlakuan normal dan gnoto. Aktivitas enzim pada
perlakuan gnoto menunjukkan nilai aktivitas enzim endogenus yang berasal dari
inang sedangkan nilai aktivitas enzim pada perlakuan normal menunjukkan
aktivitas enzim endogenus dan peran dari mikroflora normal saluran pencernaan.
Mikroflora dalam saluran pencernaan membantu inang dalam mencerna pakan
dengan memproduksi bahan-bahan aktif seperti enzim, asam amino dan vitamin
(Sugita et al. 1997). Namun peran dari enzim endogenus dan mikroflora belum
dapat memberikan kontribusi yang besar pada nilai aktivitas enzim saluran
pencernaan jika dibandingkan dengan perlakuan normalplus dan gnotoplus yang
ditambahkan dengan probiotik. Tingginya nilai aktivitas enzim saluran
pencernaan ikan pada perlakuan normalplus dan gnotoplus diduga merupakan
kontribusi bakteri probiotik PTB 1.4 dan mikroflora saluran pencernaan dalam
meningkatkan aktivitas enzim pencernaan dengan cara mensintesis serta
menstimulasi produksi enzim-enzim pencernaan. Menurut Ziaei-Nejad et al.
(2006) enzim eksogenus yang dihasilkan oleh bakteri probiotik hanya
memberikan sedikit kontribusi pada total aktivitas enzim di saluran pencernaan.
Tingginya nilai aktivitas enzim pada saluran pencernaan diduga karena adanya
19
mekanisme dari bakteri probiotik dalam menstimulasi sintesis endogenus enzim
pencernaan yang diproduksi oleh ikan (Ziaei-Nejad et al. 2006).
Ikan lele gnotobiotik yang diberi perlakuan pakan plus probiotik (gnotoplus)
menunjukkan aktivitas enzim protease dan amilase yang lebih tinggi dibandingkan
dengan perlakuan ikan lele gnotobiotik tanpa probiotik (gnoto). Hal ini
menunjukkan bahwa bakteri PTB 1.4 mampu berkolonisasi pada saluran
pencernaan ikan lele gnotobiotik (gnotoplus) sehingga memberikan pengaruh
dalam meningkatkan aktivitas enzim pencernaan pada saluran pencernaan ikan.
Bates et al. (2006) menyatakan bahwa larva ikan zebra gnotobiotik memiliki
kemampuan yang lebih rendah dibandingkan dengan larva ikan zebra normal
dalam mengambil atau menyerap makromolekul protein. Hal ini menunjukkan
bahwa mikroflora dalam saluran pencernaan juga memiliki peran dalam
mensintesis dan menstimulasi enzim-enzim pencernaan serta membantu ikan
dalam menyerap nutrisi pakan seperti protein.
Pakan ikan mengandung protein yang cukup tinggi dan merupakan
komponen utama dalam pakan serta sebagai sumber energi utama bagi ikan.
Pakan yang masuk ke dalam saluran pencernaan ikan akan didegradasi oleh
bakteri probiotik dengan menghasilkan enzim-enzim pencernaan seperti protease
untuk mendegradasi protein dan amilase untuk mendegradasi karbohidrat.
Ketersediaan substrat dalam saluran pencernaan mampu meningkatkan enzim
eksogenus dan endogenus dalam saluran pencernaan. Pakan yang masuk ke dalam
saluran pencernaan ikan akan dicerna oleh ikan dengan bantuan enzim eksogenus
dari bakteri probiotik dan enzim endogenus yang dihasilkan oleh ikan. Nutrisi
dalam pakan yang telah dicerna akan diserap oleh ikan.
Nilai aktivitas enzim yang tinggi mempengaruhi nilai kecernaan. Nilai
kecernaan pakan yang tinggi menunjukkan bahwa ikan mampu mencerna nutrisi
pakan dengan baik. Nilai kecernaan total dan kecernaan protein tertinggi terdapat
pada perlakuan normalplus. Tingginya nilai kecernaan pakan pada perlakuan
normalplus menunjukkan bahwa probiotik PTB 1.4 mampu berperan dalam
meningkatkan kecernaan pakan. Hal ini menunjukkan bahwa kontribusi 18%
bakteri probiotik PTB 1.4 dari total bakteri mampu berperan dalam mendegradasi
nutrisi yang terdapat dalam pakan. Bakteri probiotik mendegradasi nutrien pakan
yang masuk kedalam saluran pencernaan ikan dan kemudian nutrisi tersebut
diserap oleh saluran pencernaan ikan. Nutrisi dalam pakan seperti protein yang
didegradasi oleh bakteri tidak semuanya terserap oleh ikan, sebagian dari nutrisi
pakan terbuang melalui pengeluaran feses dan terlarut dalam air. Mohapatra et al.
(2012) menyatakan bahwa probiotik memiliki peran dalam menstimulasi sintesis
enzim pencernaan endogenus yang dapat meningkatkan kecernaan. Kecernaan
total pada perlakuan normal lebih baik jika dibandingkan dengan perlakuan gnoto.
Berdasarkan jumlah total bakteri dari saluran pencernaan ikan normal lebih tinggi
dibandingkan dengan ikan gnoto yang menunjukkan bahwa mikroflora dalam
saluran pencernaan memiliki peranan dalam membantu ikan untuk mencerna
pakan. Bairagi et al. (2002) dan Ghosh et al. (2010) menyatakan bahwa pada
saluran pencernaan ikan terdapat enzim-enzim pencernaan yang dihasilkan oleh
bakteri. Keberadaan mikroflora dalam saluran pencernaan mampu meningkatkan
penyerapan pakan oleh inang (Ganguly dan Prasad 2012). Nilai kecernaan total
dan kecernaan protein tertinggi terdapat pada perlakuan normalplus yang
mencapai 76.90% dan 93.22%. Hasil yang sama diperoleh pada ikan kerapu yang
20
diberi penambahan probiotik dan prebiotik dalam pakan yang mampu
meningkatkan kecernaan protein dan kecernaan total sebesar 91.17% dan 66.92%
(Marlida et al. 2014). Menurut Watanabe (1988) nilai kecernaan protein ikan
dapat mencapai 80-95%, kecernaan pati mencapai 40-60% dan kecernaan lemak
82-97%.
Kemampuan ikan dalam mencerna protein dengan baik dapat meningkatkan
pertumbuhan ikan dikarenakan protein merupakan nutrien penting yang terdapat
dalam pakan ikan yang berperan sebagai sumber energi utama bagi ikan
(Aslamyah 2006). Kemampuan bakteri PTB 1.4 dalam menghasilkan enzim
protease dan amilase mampu membantu ikan dalam memecah nutrien dalam
pakan menjadi senyawa yang lebih sederhana sehingga mudah diserap oleh ikan
dan membantu ikan dalam meningkatkan pertumbuhan.
Aktivitas enzim saluran pencernaan dan kecernaan pakan yang tinggi
mampu mempengaruhi pertumbuhan serta efisiensi pakan pada ikan. Pemberian
probiotik mampu meningkatkan pertumbuhan sebesar 35% pada perlakuan
normalplus dibandingkan dengan normal dan meningkatkan pertumbuhan sebesar
10% pada perlakuan gnotoplus dibandingkan dengan perlakuan gnoto berdasarkan
nilai LPS. Hal ini menunjukkan bahwa bakteri probiotik PTB 1.4 berperan dalam
meningkatkan pertumbuhan ikan lele melalui pemanfaatan nutrien pakan dengan
menghasilkan enzim-enzim pencernaan. Balcazar et al. (2006) menyatakan salah
satu mekanisme aksi (mode of action) dari probiotik akuakultur adalah untuk
menghasilkan efek yang menguntungkan bagi inang dalam menyediakan nutrisi
esensial dan membantu sistem pencernaan inang melalui penyedia enzim-enzim
pencernaan. Enzim-enzim pencernaan membantu ikan dalam mendegradasi dan
mencerna nutrien dalam pakan, sehingga memudahkan ikan dalam menyerap
nutrien dalam pakan. Peningkatan aktivitas enzim dan kecernaan pakan mampu
meningkatkan pertumbuhan ikan. Kecernaan pakan yang tinggi selain dapat
meningkatkan pertumbuhan, kecernaan dapat meningkatkan efisiensi penggunaan
pakan berdasarkan parameter rasio konversi pakan. Rasio konversi pakan pada
perlakuan normalplus lebih baik dibandingkan dengan perlakuan normal. Sama
halnya dengan perlakuan gnotoplus yang memiliki rasio konversi pakan lebih baik
dibandingkan gnoto. Hasil yang sama diperoleh pada ikan nila yang diberi
penambahan Bacillus NP5 dalam pakan yang mampu meningkatkan kecernaan
dan pertumbuhan ikan (Putra dan Widanarni 2015).
Keberadaan probiotik dalam saluran pencernaan ikan mampu memberikan
pengaruh yang menguntungkan bagi inang. Bakteri PTB 1.4 mampu berkolonisasi
pada saluran pencernaan ikan sebesar 55% pada perlakuan gnotoplus, yang
mampu memberikan pengaruh terhadap peningkatan enzim pencernaan,
pertumbuhan serta peningkatan penggunaan pakan dibandingkan dengan
perlakuan gnoto. Rendahnya nilai aktivitas enzim dan pertumbuhan pada
perlakuan gnoto menunjukkan bahwa mikroflora normal dalam saluran
pencernaan memiliki peran penting bagi inang. Penambahan probiotik pada
perlakuan normalplus menunjukkan bahwa bakteri probiotik mampu memberikan
pengaruh terhadap inang. Keberadaan bakteri probiotik PTB 1.4 pada saluran
pencernaan ikan sebesar 18% mampu meningkatkan aktivitas enzim dan
kecernaan, sehingga mampu meningkatkan pertumbuhan sebesar 35%
dibandingkan dengan perlakuan normal serta memiliki nilai rasio konversi pakan
yang lebih baik.
21
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Pemberian bakteri probiotik Bacillus megaterium PTB 1.4 dalam pakan ikan
lele berperan dalam menjaga keseimbangan populasi mikoflora intestinal,
meningkatkan aktivitas enzim pencernaan dan pertumbuhan ikan lele.
Saran
Diperlukan penelitian lebih lanjut mengenai aplikasi bakteri probiotik
Bacillus megaterium PTB 1.4 dalam bentuk kering kedalam pakan terhadap ikan
uji sehingga lebih praktis dalam aplikasi.
22
DAFTAR PUSTAKA
Aly SM, Yousef AGA, Ahlam AAG, Moahmed FM. 2008. Studies on Bacillus
subtilis and Lactobacillus acidophilus, as potential probiotic, on the immune
response and resistance of tilapia nilotica (Oreochromis niloticus) to
challenge infection. J Fish Shellfish Immunol. 25:128-136.
Aslamyah S. 2006. Penggunaan mikroflora saluran pencernaan sebagai probiotik
untuk meningkatkan pertumbuhan dan kelangsungan hidup ikan bandeng.
[Disertasi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Bagheri T, Hedayati SA, Yavari V, Alizade M, Farzanfar A. 2008. Growth,
survival and gut microbial load of rainbow trout (Onchorhynchus mykiss)
fry given diet supplemented with probiotic during the two months of first
feeding. Turk J Fish Aquat Sci. 8:43-48.
Bairagi A, Shakar GK, Sen SK, Ray AK. 2002. Enzyme producing bacterial flora
isolated from fish digestive tracts. Aquacult Int. 10:109-121.
Balcazar JL, de Blas I, Ruiz-Zarzuela I, Cunningham D, Vandrell D, Muzqiz JL.
2006. The role of probiotic in Aquaculture. [Review]. Vet Microbiol.
114:173-186.
Bates JM, Mittge E, Kuhlman J, Baden KN, Cheesman SE, Guillemin K. 2006.
Distinct signals from the microbiota promote different aspects of zebrafish
gut differentiation. Dev Biol. 297:374-386.
Bernfeld P. 1955. Amylases α and β: Method Enzymol. 1:149-158.
Chandran MN, Palanisamy I, Subramanian M, Ramasamy R., Santhiyagu P,
Grasian I. 2014. Influence of probiotic bacterium Bacillus cereus isolated
from gut of wild shrimp Penaeus monodon in turn as a potent growth
promoter and immune enhancer in P. monodon. J Fish Shellfish Immunol.
36:38-45.
Fatoni A, Zusfahari, Lestari P. 2008. Isolasi dan karakterisasi protease
ekstraseluler dari bakteri dalam limbah cair tahu. J Natur Indones. 10:83-88
Faturrahman. 2012. Potensi bakteri agarolitik sebagai penyedia enzim agarase
untuk memperbaiki pertumbuhan juvenil abalon (Haliotis asinina Linn.
1758). [Disertasi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Faturrahman, Rohyati IS, Sukiman. 2015. Improved of growth rate of abalone
Haliotis asinine fed pudding probiotic-enriched protein. Proced Environ
Sci. 23:315-322.
Fleming AB, Tangney M, Jorgensen PL, Diderrichsen B, Priest FG. 1995.
Extracellular enzymes synthesis in a sporulation-deficient strain of Bacillus
licheniformis. J Appl Environ Microbiol. 61:3775-3780.
Fuller R. 1989. Probiotic in man and animals. [Review]. J Appl Bacteriol. 23:315322.
Ganguly S, Prasad A. 2012. Microflora in fish digestive tract plays significant role
in digestion and metabolism. Rev Fish Biol Fisheries. 22:11-16
Ghosh K, Roy M, Kar N, RingØ E. 2010. Gastrointestinal bacteria in rohu, Labeo
rohita (Actinoptergii: Cypriniformes: Cyprinidae): scanning elecron
microscopy and bacteriological study. Acta Ichthyol Piscat. 40:129-135.
23
Gomez-Gill B, Roque A, Trunbull JF. 2000. The use and selection of probiotic
bacteria for use in the culture of larval aquatic organism. Aquacult. 191:259270.
Gomez GD, Balcazar JL. 2008. A review on the interactions between gut
microbiota and innate immunity of fish. FEMS Immunol Med Microbiol.
52:145-154.
Hamtini, Widanarni, Meryandini A. 2015. Isolasi dan seleksi Bacillus sp. dari
ikan lele (Clarias sp.) serta potensinya sebagai probiotik. J Biol Indones.
11:11-19.
Husiman EA. 1987. Principles of Fish Production. Department of Fish Culture
and Fisheries, Wageningen Agriculture University. hlm.1-170.
Hong HA, Duc LH, Cutting SM. 2005. The use of bacterial spore formers as
probiotic. FEMS Microbiol Rev. 29:813-835.
Lim G, Tan TK, Rahim NA. 1987. Variations in amylase and protease activities
among Rhizopus isolates. Mircen J. 3:319-322.
Liu CH, Chiu CH, Wang SW, Cheng W. 2012. Dietary administration of the
probiotic, Bacillus subtilis E20, enhances the growth, innate immune
responses, and disease resistance of the grouper, Epinephelus coiodes. J
Fish Shellfish Immunol. 33:699-706.
Marlida R. Suprayudi MA, Widanarni, Haris E. 2014. Growth, digestive enzyme
activity and health status of humpback grouper (Cromileptes altivelis) fed
with synbiotic. Pak J Nutr. 13:319-326.
Moriarty DJW. 1998. Control of luminous Vibrio species in penaeid aquaculture
ponds. Aquacult. 164:351-358.
Mohapatra S, Chakraborty T, Prusty AK, Das P, Paniprasad K, Mohanta KN.
2012. Use different microbial probiotic in the diet of rohu, Labeo rohita
fingerlings: effect on growth, nutrient digestibility and retention, digestive
enzyme activities and intestinal microflora. Aquacult Nutr. 18:1-11.
Nayak SK. 2010. Probiotic and immunity. [Review]. J Fish Shellfish Immunol.
29:2-14.
Putra AN, Widanarni. 2015. Screening of amylolitic bacteria as candidates of
probiotics in tilapia (Oreochromis sp.). Res J Microbiol. 10:1-13.
Prioult G, Fliss I, Pecquet S. 2003. Effect of probiotic bacteria on induction and
maintenance of oral tolerance to β-lactoglobulin in gnotobiotic mice. Clin
Diagn Lab Immunol. 10:787-792.
Rengpipat S, Rukpratanporn S, Piyatitiratitivorakul S, Menasaveta P. 2000.
Immunity enhancement in black tiger shrimp (Penaeus monodon) by a
probiont bacterium (Bacillus S11). J Aquacult. 167:301-313.
Sugita H, Matsuo N, Hirose Y, Iwato M, Deguchi Y. 1997. Vibrio sp. strain NM
10, isolated from the intestine of a japanese coastal fish, has an inhibitory
effect against Pasteurella piscicida. Appl Environ Microbiol. 63: 49864989.
Sun YZ, Yang HL, Ma RL, Lin WY. 2010. Probiotic application of two dominant
gut Bacillus strains with antagonistic activitiy improved the growth
performance and immune response of grouper Ephinephelus coioides. J
Fish Shellfish Immunol. 29:803-809.
24
Takeuchi T. 1988. Laboratory work-chemical evaluation of dietary nutrients, Di
dalam: Watanabe T, editor. Fish Nutrition and Mariculture. Japan: Japan
International Cooperation Agency. hlm. 179-233.
Toldar K. 2009. The genus Bacillus. Toldar’s online textbook of bacteriology.
http//:www.textbookbacteriology.net/Bacillus.html (September 2015).
Verschuere L, Rombaut G, Sorgeloos P, Verstraete W. 2000. Probiotik bacteria as
biological control agents in aquaculture. Microbiol Mol Biol Rev. 64:655671.
Walter HE.1984. Method with haemoglobin, casein, and azocoll as substrate. Di
dalam: Bergmeyer, editor. Methods of Enzymatic Analysis. Ed ke-3.
Weinheim (JE): Verlag Chemie.
Wang Bo-Yan. 2007. Effect of probiotic on growth performance and digestive
enzyme activity of the shrimp Penaeus vannamei. Aquaculture. 269:259264.
Watanabe T. 1988. Fish Nutrition and Mariculture. JICA Textbook. The general
aquaculture course. Department of aquatic biosciences. Tokyo University of
Fisheries hlm. 233.
Widanarni, Yuniasari D, Sukenda, Ekasari J. 2010. Nursery culture performance
of Litopenaeus vannamei with probiotics addition and different C/N ratio
under laboratory condition. Hayati J Biosci. 17:115-119.
Yanbo W, Zirong X. 2006. Effect of probiotic for common carp (Cyprinus carpio)
based on growth performance and digestive enzyme activities. Anim Feed
Sci Technol. 127:283-292.
Ziaei-Nejad S, Mehran HR, Ghobad AT, Donald LL, Ali RM, Mehdi S. 2006. The
effect of Bacillus spp. bacteria used as probiotic on digestive enzyme
activity, survival and growth in the Indian white shrimp Fenneropenaeus
indicus. Aquaculture 252:516-524.
Zokaeifar H, Jose LB, Chee RS, Mohd SK, Kamaruzaman S, Aziz A, Nagmeh N.
2012. Effect of Bacillus subtilis on the growth performance, digestive
enzymes, immune gene expresion and disease resistance of white shrimp,
Litopenaeus vannamei. J Fish Shellfish Immunol. 33:683-689.
Zonneveld N, Huisman EA, Boon JH. 1991. Principle of Fish Cultivation. Jakarta
(ID): Gramedia Pustaka Utama.
25
Lampiran 1 Komposisi pakan yang digunakan
Pakan 781 (Produksi PT. Central Pangan Pertiwi)
Analisa Komposisi Pakan:
Protein
Lemak
Serat
Abu
Kadar air
31-33%
3-5%
4-6%
10-13%
11-13%
26
Lampiran 2 Prosedur uji aktivitas protease (Modifikasi dari Walter 1984)
Pereaksi
Blanko
Kontrol
Sampel
Kasein 1%
250 µL
250 µL
250 µL
Bufer Tris-HCl 0.2 M
250 µL
250 µL
250 µL
pH 8
Tirosin 5 mM
50 µL
Enzim
50 µL
Akuades
50 µL
Inkubasi suhu 37 °C selama 10 menit
TCA 0.1 M
500 µL
500 µL
500 µL
Enzim
50 µL
50 µL
Akuades
50 µL
Inkubasi suhu 37 °C selama 10 menit, sentrifugasi 9000 rpm selama 15 menit
Filtrat
375 µL
375 µL
375 µL
Na2CO3
1.25 mL
1.25 Ml
1.25 mL
Folin Ciocalteu (1:2)
250 µL
250 µL
250 µL
Inkubasi suhu 37 °C selama 20 menit, diukur pada λ= 578 nm
Aktivitas enzim dihitung dengan rumus:
Keterangan :
UA
: Jumlah enzim yang dapat menghasilkan 1 mikromolekul produk
tirosin permenit
A Sampel
: Absorbansi sampel
A Kontrol
: Absorbansi kontrol
A Blanko
: Absorbansi blanko
P
: Faktor pengencer
T
: Waktu inkubasi
27
Lampiran 3 Prosedur uji aktivitas amilase (Bernfeld 1955)
Pereaksi
Blanko (mL)
Kontrol (mL)
Sampel (mL)
Substrat (pati terlarut
0.5
0.5
0.5
0.3%)
Enzim
0.5
Akuades
0.5
DNS
1
Dihomogenasikan, Inkubasi suhu 37 °C selama 10 menit
Enzim
0.5
DNS
1
Dihomogenasikan, panaskan 100 °C selama 5 menit, diukur pada λ= 550 nm
Aktivitas enzim dihitung dengan rumus:
Keterangan:
UA
FP
BM
T
: Jumlah enzim yang dapat menghasilkan 1 mikromolekul produk
gula pereduksi permenit
: Faktor pengencer
: Berat molekul (BM maltosa = 360.32 Da)
: Waktu
28
Kurva standar maltosa
Konsentrasi Maltosa
(mg/mL)
0.3
0.4
0.5
0.6
0.7
Absorbansi rata-rata
(λ=550 nm)
0.374
0.507
0.636
0.773
0.915
Persamaan regresi: y = 1.348x - 0.12
Absorbansi terkoreksi
(λ=550 nm)
0.287
0.42
0.549
0.686
0.828
29
Lampiran 4 Komposisi reagen yang digunakan
1. Phosphate Buffered Saline (PBS)
-
NaCl
KCl
Na2HPO4
KH2PO4
Akuades
:8g
: 0.2 g
: 1.44 g
: 0.24 g
: 1000 mL
2. Logul’s Iodine (100 mL)
-
KI
Akuades
I2
Akuades
:2g
: 20 mL
:1g
: 80 mL
3. Bufer Tris-HCl 0.2 M pH 8
Tris base 24.288 g dilarutkan kedalam 900 mL akuades dan pH ditepatkan
menjadi 8 dengan menambahkan HCl sedikit demi sedikit. Selanjutnya
volume ditepatkan menjadi satu liter dan disterilisasi pada suhu 121 °C.
4. Kasein 1%
Setengah gram kasein ditambahkan kedalam 40 mL bufer Tris-HCl 10
mM pH 8 sambil diaduk dengan menggunakan magnetic stirer. Setelah
kasein larut, volume ditetapkan menjadi 50 mL dengan menambahkan
bufer Tris-HCl 10 mM pH 8.
5. Pereaksi Folin (1:2)
Pereaksi folin ciocalteau satu bagian dicampurkan dengan dua bagian
akuades steril.
6. Tirosin Standar 5 mM
Sebanyak 45 mg tirosin dilarutkan kedalam 40 mL air bebas ion.
Tambahkan sedikit demi sedikit NaOH 1 mM agar tirosin larut sempurna
kemudian ditetapkan menjadi 50 mL dengan air bebas ion. Penambahan
NaOH 1mM dapat digantikan dengan memanaskan tirosin pada suhu 50
°C dan diaduk secara perlahan.
7. TCA 0.1 M
TCA ditimbang sebanyak 16.339 g dan dilarutkan dalam satu liter
akuades.
8. Na2CO3 0.4 M
Sebanyak 42.397 g Na2CO3 dilarutkan dalam satu liter akuades
30
9. Reagen Dinitrosalisilic acid (DNS):
-
NaOH
KNa-Tartarat
Na2SO3
DNS
Akuades
: 10 g
: 182 g
: 0.5 g
: 10 g
: ditera sampai dengan 1000 mL
Sebanyak 10 g NaOH, 182 g KNa-Tartarat dan 0.5 g Na2SO3 dimasukkan kedalam
erlenmeyer dan dilarutkan dengan menggunakan akuades sedikit demi sedikit.
Setelah larut, DNS ditambahkan dan dihomogenkan. Larutan disaring dengan
menggunakan kertas saring dan disimpan dalam botol gelap di lemari pendingin.
31
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Padang tanggal 13 April 1990 dari Ayah Abu Salim
dan Ibu Nursyaf Yerlina. Penulis merupakan anak keempat dari empat bersaudara.
Pendidikan formal yang dilalui penulis adalah SMA N 6 Bekasi dan lulus pada
tahun 2008. Pada tahun yang sama, penulis lulus seleksi masuk IPB melalui jalur
Undangan Seleksi Masuk Institut Pertanian Bogor (USMI) pada jurusan
Teknologi dan Manajemen Perikanan Budidaya, Departemen Budidaya Perairan,
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan dan selesai pada tahun 2013. Pada tahun
2013 penulis diterima sebagai mahasiswa pascasarjana IPB pada program studi
Mikrobiologi dan mendapatkan Beasiswa Pendidikan Pascasarjana Dalam Negeri
(BPP-DN) 2013 dari DIKTI.
Sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Magister Sains (MSi),
penulis melakukan penelitian dengan judul “Populasi mikroflora intestinal,
aktivitas enzim pencernaan dan pertumbuhan ikan lele Clarias sp. yang diberi
probiotik Bacillus megaterium”. Penelitian ini dibimbing oleh Prof Dr Anja
Meryandini, MS dan Dr Ir Widanarni, MSi. Bagian dari tesis ini sudah ditulis dan
manuskrip sedang ditelaah pada jurnal Hayati Journal of Bioscience dengan judul
“Effect of probiotic bacteria on the population of intestinal microflora, digestive
enzyme activity and the growth of catfish (Clarias sp.)”.
Download