Ringkasan Khotbah

advertisement
Ringkasan Khotbah - 22 Mar'09
Mazmur 73:1-3
Pdt. Andi Halim
Setelah pemazmur mengatakan bahwa dia mengenal Allah dan Allah itu adalah Allah yang
baik, pemazmur melanjutkan dengan mengatakan bahwa dirinya hampir terpeleset dan
tergelincir. Di dalam bahasa aslinya tentang arti kata ‘terpeleset/tergelincir’ itu menjelaskan
bukan terpeleset biasa, tetapi bila benar-benar jatuh maka akan hancur berantakan. Sehingga
bisa dikatakan bahwa pemazmur ini berada dalam kondisi yang berbahaya karena dia hampir
salah arah. Hal yang menyebabkan pemazmur ada dalam kondisi yang seperti itu ada tercatat
pada ayat 3. Pemazmur yang cemburu para pembual dan melihat kemujuran orang-orang fasik.
Sebelumnya kita sudah belajar bahwa sesuatu terjadi itu bukan karena masalah itu sendiri
melainkan masalah itu timbul karena cara pandang kita terhadap masalah yang dihadapi
tersebut. Pemazmur mengalami hal ini. Sebenarnya tidak ada permasalahan, tetapi karena
melihat kemujuran orang-orang fasik lalu cemburu kepada mereka. Mengapa Allah yang baik
itu membiarkan adanya orang-orang fasik yang dilihat oleh pemazmur itu mujur. Ini berarti ada
satu hal kekeliruan yang terjadi. Kekeliruan itu terjadi dari bagaimana kita melihat orang lain.
Problem yang terjadi di dalam kehidupan kita itu seringkali ada pada hal bagaimana cara kita
melihat orang lain. Melihat orang lain dibandingkan dengan dirinya sendiri itu dapat
menimbulkan masalah. Manusia itu melihat orang lain dengan ukuran-ukuran lahiriah. Manusia
hanya mampu melihat yang lahiriah dan dari hal yang lahiriah itulah dia menilai. Tanpa sadar
pun kita juga terjebak untuk menilai orang lain berdasarkan ukuran-ukuran lahiriah. Diri sendiri
pun ingin dinilai oleh orang lain menurut hal-hal lahiriah yang dimiliki.
Masalah yang dialami oleh pemazmur adalah ketika pemazmur melihat manusia yang lebih
mujur dari padanya. Hal seperti ini pun seringkali kita alami, bukan? Semua orang itu
mempunyai bagiannya masing-masing dan penghiburannya hanya satu seperti ucapan
pemazmur yaitu Allah itu baik. Meskipun apa pun yang kita alami itu dalam penderitaan yang
sangat berat atau problema hidup yang sulit untuk dihadapi tetapi tetaplah iman orang kristen
itu mengacu pada satu konsep yang benar bahwa apa pun yang terjadi Allah itu baik. Itulah
penghiburan bagi kita sebab Tuhan tidak pernah mempunyai maksud yang jahat bagi
anak-anak-Nya.
1/3
Ringkasan Khotbah - 22 Mar'09
Tuhan mau mengajar kita untuk tidak melihat orang lain secara lahiriah lalu bagaimana kita
melihatnya itu harus kembali kepada prinsip Alkitab. Cara melihat orang lain yang benar itu
bukan dengan melihat hal lahiriah dari mata kita yang terbatas tetapi kita melihat dengan cara
seperti cara Tuhan melihat. Jadi melihatnya itu menggunakan ‘kacamata’ Allah. Alkitab tidak
pernah atau Allah tidak pernah menilai kualitas seseorang berdasarkan ukuran-ukuran lahiriah.
Allah tidak mengukur dari harta/kekayaan seseorang yang dimilikinya. Mungkin orang tersebut
dihormati di dunia tetapi di dalam Kerajaan Sorga itu sama sekali tidak ada pengaruhnya.
Tuhan itu melihat hati seseorang. Cara melihat seperti ini merupakan penglihatan yang
melampaui segala-galanya dan melampaui segala ilmu pengetahuan di dunia. Dalam Mat 15:8
dikatakan bahwa bangsa Israel itu memuliakan Allah dengan bibirnya padahal hatinya jauh dari
Tuhan. Dalam kitab Nabi-nabi juga dikatakan bahwa Tuhan muak dengan segala korban
persembahan karena bangsa
Israel hanya melakukan ibadah
secara lahiriah tetapi tidak dengan kesungguhan hati. Jadi Tuhan melihat hati manusia bukan
penampilannya.
Selanjutnya, bagaimana kita bisa melihat hati? Padahal yang bisa melihat hati itu hanya Tuhan.
Manusia tidak bisa melihatnya. Dalam hal ini, kita belajar untuk berhati-hati agar tidak menjadi
Tuhan yang sok bisa melihat hati seseorang. Yang dimaksud hati disini ialah motivasi terdalam
pada diri seseorang dalam pergumulan, kesungguhan, perhatian dan fokus dirinya atas
hidupnya. Jikalau demikian tidak ada yang bisa melihat hati namun mengapa ada orang-orang
yang berani menghakimi hati orang lain yang tidak pernah dilihatnya. Kecuali ada hal-hal
khusus yang Tuhan ajarkan kepada murid-murid-Nya untuk melihat motivasi orang yang tidak
beres. Contohnya, ketika Tuhan Yesus mengajarkan murid-murid-Nya untuk melihat
orang-orang Farisi dan Ahli Taurat. Tetapi kepekaan yang seperti ini adalah kepekaan yang
begitu khusus dimana perlu pencerahan dan pergumulan khusus yang tidak bisa dibuat
sembarangan untuk kita langsung menghakimi seseorang.
Kalau kita tidak boleh melihat hati dan menghakimi motivasi orang lalu apakah yang harus kita
lakukan? Yang harus kita lakukan adalah dengan menjalankan fungsi kita sebagai tubuh
Kristus. Fungsi dalam berjemaat dengan saling membangun, saling mengingatkan, saling
menghibur, dan saling menasihati. Itulah suatu ciri-ciri dari kehidupan anak-anak Tuhan yang
positif. Bukan saling menghakimi dan seharusnya hal negatif ini dihapuskan dari kehidupan kita
sebagai anak-anak Tuhan. Ini yang pertama bahwa Tuhan melihat hati.
Kedua, Tuhan mendidik setiap kita untuk tidak mengejar target dimana target itu menjadi
ukuran. Hal ini salah. Tuhan tidak pernah menilai kita berdasarkan target yang sudah kita capai.
Jikalau berdasarkan target maupun prestasi yang telah diraih oleh manusia maka hanya
orang-orang tertentu yang berhasil di hadapan Tuhan. Tentu tidak demikian. Yang benar adalah
Tuhan mengukur seseorang dari tanggung jawabnya didalam meresponi anugerah Tuhan.
Alkitab menyatakan hal tersebut. Contohnya mengenai kisah dalam perumpamaan tentang
2/3
Ringkasan Khotbah - 22 Mar'09
seorang yang diberi lima dan dua talenta beserta tanggung jawab dari masing-masing orang
yang telah diberi talenta tersebut. Ini membuktikan bahwa bukan target yang dinilai oleh Tuhan
melainkan tanggung jawabnya. Marilah kita melihat sebagaimana Tuhan melihat.
Pengenalan diri bahwa diri ini berdosa dan tidak layak sama sekali. Dari hal pengenalan diri
yang tidak dapat lepas dari pengenalan akan Allah yang seperti ini akan menjadi permulaan
dalam melihat dan menilai orang lain dengan lebih benar. Selama kita merasa dan melihat diri
sebagai orang yang layak dan pantas di hadapan Tuhan maka kita juga akan melihat orang lain
pasti salah, tetapi jikalau kita memandang diri tidak layak di hadapan Tuhan maka kita bisa
melihat orang lain dengan benar. Contohnya adalah Rasul Paulus yang menyebut dirinya
sebagai yang paling berdosa diantara semua orang berdosa
*) Ringkasan khotbah ini belum diperiksa oleh pengkhotbah. .
3/3
Download