Handbook of Neuropsychological Neurology The Neurocognitive Impairments of Neurological Disorders, A.J Larner, Cambridge 2008 Oleh : Dina Imelda Pembimbing : dr. FX. Soetedjo, Sp. S (K) 1 Fungsi kognitif, Evaluasi Neuropsikologis, dan Sindroma-Sindroma Gangguan Kognitif Dalam bab ini akan dijelaskan secara singkat berbagai domain dari fungsi kognitif, evaluasi neuropsikologisnya, dan berbagai sindroma gangguan kognitif. Tanpa harus membahas konsep modular fungsi serebral secara eksplisit, secara spesifik, otak dapat dibagi menjadi beberapa domain kognitif atau sistem fungsional (bayangkan otak sebagai suatu tumpukan dari berbagai badan fungsional), yakni, perhatian, memori, bahasa, persepsi, praksis, dan fungsi eksekutif. Berbagai subdivisi tersebut, keseluruhannya (diharapkan) berfungsi dan bekerja dalam keteraturan, tidak terisolasi, guna menghasilkan keluaran yang kita kenal sebagai kesadaran Hal tersebut mengarahkan para klinisi menuju sebuah pendekatan terstruktur yang dapat digunakan untuk mengetahui penilaian klinis atas fungsi kognitif. Saat ini, berkembang sebuah model yang menjelaskan terdapatnya jejaring neural yang didistribusikan dan diperagakan dengan menggunakan titik-titik nodal yang memiliki kecenderungan untuk membentuk fungsi tertentu otak yang lebih khusus Pemikiran tersebut menelurkan gagasan yang menyatakan terdapatnya berbagai pusat dalam otak yang mengatur fungsi-fungsi tertentu Domain-domain neurokognitif tersebut dapat dideskripsikan menjadi domain-domain yang bersifat terlokalisir (localized), dimana hal tersebut mengimplikasikan lateralisasi menuju salah satu bagian hemisfer yang bersangkutan, terjadinya kerusakan fokal pada regio/area tersebut dapat mengakibatkan gangguan fungsi spesifik Domain-domain yang bersifat terdistribusi (distributed), dimana hal tersebut mengimplikasikan keberadaan sebuah fungsi yang tak terlokalisir (non-localized function), yang umumnya melibatkan keterlibatan dari kedua hemisfer dan/atau berbagai struktur subhemisferik (ganglia basalis, batang otak), dimana kerusakan yang terjadi secara masif biasanya baru dapat menimbulkan terjadinya gangguan berbagai fungsi tersebut Domain-domain tersebut akan dibagi menjadi ke dalam subdivisi yang lebih detail, atau terbagi dalam sejumlah subsistem atau fungsi-fungsi spesifik yang selanjutnya ketika terjadi kerusakan tertentu dapat mengalami gangguan secara selektif, dimana hal tersebut menunjukkan keberadaan substrat-substrat neuropsikologis yang dengan eksplisit terbagi secara fungsional Terdapat beberapa tes yang dapat digunakan oleh ahli neuropsikolog dalam mengevaluasi fungsi kognitif pasien, baik fungsinya secara global maupun fungsi dari berbagai domain secara individual Keragaman berbagai tes tersebut mungkin membingungkan bagi para klinisi non spesialis neurologi. Lebih-lebih, keragaman berbagai pilihan atas instrumen- instrumen tes yang digunanakan dalam studi-studi yang berbeda dapat mengakibatkan terjadinya kesulitan untuk dilakukannya perbandingan langsung. Selain itu, tentu saja, harus diperhatikan bahwa tes neuropsikologis apapun agar dapat memberikan hasil yang valid harus disesuaikan dengan kondisi sensori, motorik, perseptual, dan kognitif dari pasien yang akan diperiksa. Para neuropsikolog menegaskan bahwa diperlukan keberadaan pelatihan bagi para klinisi umum terkait peresepan dan interpretasi dari berbagai uji neuropsikologis tersebut. Para klinisi neurolog tersebut memiliki dependensi yang tinggi kepada kolega neuropsikolog lainnya terkait pelaksanaan dan interpretasi dari berbagai tes formal tersebut Terdapat beberapa bentuk tes neuropsikologis yang sering dikenal sebagai uji neurolopsikologis yang dilakukan pada tatanan rawat tirah baring ‘bedside neuropsychological tests’ dimana pelaksanaannya harus dibedakan dengan uji formal dan dari sini dapat diperoleh manfaat diagnostik. Terdapat berbagai test batteries yang dapat dilakukan dalam jangka waktu 10-30 menit, yang tidak hanya mencakup penilaian atas fungsi kognitif saja, melainkan juga mencakup penilaian fungsional, behavioral, dan global Meskipun keringkasan berbagai uji tersebut dapat aplikasi klinis yang baik, terdapat beberapa kekurangan yang harus diketahui dan diperhatikan oleh para klinisi dan neurolog Skor mentah yang diturunkan dari beberapa uji bukan menunjukkan diagnosis atas suatu kondisi, meskipun keberadaannya dapat meningkatkan kemungkinan ke arah diagnosis dari penyakit tertentu. Perlu diperhatikan ketika dilakukan evaluasi terhadap kelainan kognitif, terutama yang melibatkan gangguan memori, yaitu keberadaan anamnesis riwayat kolateral yang adekuat yang diperoleh dari keluarga, teman, atau perawat menjadi salah satu subyek yang vital dalam evaluasi tersebut bahkan pada stadium awitan terjadinya penyakit Bahkan observasi sederhana seperti pasien yang mendatangi klinik dengan sendirinya padahal telah diinstruksikan untuk diantar dan ditemani oleh seorang anggota keluarga atau teman memiliki relevansi diagnostik, yang menandakan terjadinya suatu derajat kelainan kognitif pada pasien 1.1 Perhatian Sebelum dibuat penilaian higher cognitive function, maka lower cognitive function harus dipastikan intak, diasumsikan bahwa sistem saraf berkerja sesuai dengan hierarkinya. Gangguan kesadaran memiliki dimensi kuantitatif maupun kualitatif. Ketika seorang klinisi berbicara mengenai derajat kesadaran, dapat saja berbicara terkait keterjagaan (arousal), kewaspadaan (alertness), atau kesiagaan (vigilance), sehingga terdapat derajat yang berkesinambungan antara koma dengan compos mentis Terjadinya derajat gangguan kesadaran tersebut dapat dengan mudah dikenali secara dengan terjadinya mengantuk, perangsangan pasien, meskipun yang dapat termanifestasi distrakbilitas. klinis, yakni ditandai atau kesulitan dalam dapat juga sebaliknya, sebagai peningkatan Pemahaman terhadap derajat gangguan kesadaran ini memiliki peranan penting dalam diagnosis delirium Defisit atensional tersebut diperkirakan bertanggung jawab atas gangguan fungsi kognitif yang terjadi yang kebetulan juga menjadi salah satu varian/fitur diagnosis dari delirium Atensi sering didefinisikan sebagai komponen kesadaran yang membangkitkan kewaspadaan tubuh terhadap stimuli sensorik tertentu. Terdapat beberapa perbedaan antara beberapa tipe mekanisme atensional yang terjadi atas keberadaan suatu stimuli tertentu Atensi selektif (selective attention) merupakan sumber atensional yang mengarahkan suatu stimulus tertentu dari berbagai stimuli yang ada untuk disadari dan direspons oleh tubuh (‘cocktail party phenomenon’) divided attention mengimplikasikan terjadinya atensi yang diakibatkan oleh keberadaan stimuli yang berkompetisi. The Glasgow Coma Scale (GCS) merupakan salah satu instrumen yang paling umum digunakan untuk memonitor derajat kesadaran The Glasgow Coma Scale (GCS) merupakan salah satu instrumen yang paling umum digunakan untuk memonitor derajat kesadaran Skor GCS 15/15 tidak menjamin keberadaan atensi/perhatian yang intak/utuh, karena defisit-defisit yang terjadi dapat terjadi tidak terlalu kentara, diperlukan pelaksanaan tes yang digunakan untuk menilai fungsi atensi yang dilakukan sebelum pelaksanaan pemeriksaan dengan menggunakan instrumen-instrumen neuropsikologis lainnya. Terdapat sejumlah tes yang digunakan untuk menilai atensi/perhatian, seperti the Trail Making Test, the Continuous Performance Test, the Paced Auditory Serial Addition Test (PASAT: Gronwall, 1977), dan the Symbol Digit Modalities Test. Terdapat beberapa tes sederhana yang dapat dilakukan dalam tatanan tirah baring guna menilai mekanisme atensi pasien, diantaranya meliputi aspek orientasi tempat dan waktu, hitung deret angka; penjumlahan dan/atau pengurangan kelipatan angka (juga WAIS-R Digit Span subtest) Dalam pelaksanaannya perlu diperhatikan kontrol dari faktor-faktor yang dapat memecah perhatian pasien (distraktor). Pada tes the Mini-Mental State Examination, meminta pasien untuk berhitung mundur dengan kelipatan 7 atau mengeja kata WORLD secara terbalik merupakan aspekaspek tes yang digunakan untuk menilai atensi atau konsentrasi pasien Kegagalan melaksanakan tugas dalam tes tersebut perlu dipertimbangkan apakah terdapat faktor lain yang berperan selain keberadaan gangguan atensi saja (misal, pada pasien-pasien yang memiliki kemampuan aritmetika yang buruk dalam aspek pengurangan kelipatan 7). 1.2 Intelegensi Umum, IQ Fungsi intelektual umum paling sering dinilai dan diukur dengan menggunakan salah satu dari beberapa the Wechsler Intelligence Scales, yang paling sering digunakan adalah the Wechsler Adult Intelligence Scale– Revised (WAIS-R: Wechsler, 1981) atau Wechsler Adult Intelligence Scale–III (WAIS-III: Wechsler, 1997). Untuk pasien-pasien anak tersedia sebuah skala khusus yang dikenal dengan the Wechsler Intelligence Scale for Children, WISC. Pelaksanaan berbagai tes tersebut dapat berlangsung dalam durasi 2 jam atau lebih, kadang dapat dilakukan tes yang terbagi dalam beberapa sesi, hal tersebut dilakukan untuk menghindari kelelahan pada pasien. Subtes yang dilakukan pada uji ini terbagi dalam 2 kategori, yakni verbal dan aksi (performans), Kategori verbal meliputi pengetahuan umum, perbendaharaan kata, pemahaman, dan pikiran abstrak verbal (seperti, rentang bilangan, aritmetika, persamaan), sedangkan Kategori aksi meliputi uji yang dilakukan untuk menilai kemampuan organisasi perseptual, fungsi visuospasial kompleks, dan kecepatan psikomotorik (seperti, simbol angka, melengkapi dan menyusun gambar, desain kubus dan balok, penyusunan obyek). Subtes-subtes tersebut dapat memberikan pemeriksa indeks intelegensi verbal, verbal IQ (VIQ), dan intelegensi performans, performance IQ (PIQ), dan dapat digunakan sebagai indikator atas keseluruhan IQ/overall full-scale IQ (FSIQ). 95% individu dari populasi akan memperoleh kisaran skor berkisar 70-130. Secara umum, terdapat korelasi antara VIQ-PIQ, tetapi kadang dijumpai diskrepansi yang terjadi pada beberapa individu normal. Teori yang menyatakan bahwa VIQ–PIQ split dapat digunakan untuk menilai lateralisasi patologi yang terjadi pada otak (VIQ seringkali ditemukan lebih buruk pada lesi-lesi hemisfer kiri, sedangkan PIQ lebih sering memburuk pada lesi-lesi hemisfer kanan) harus dikaji ulang dengan penuh kehati-hatian Riwayat pendidikan dan pekerjaan sebelumnya dapat memberikan petunjuk atas keberadaan intelegensi premorbid yang telah terjadi sebelumnya, juga dapat digunakan sebagai prediksi atas subtes verbal yang dilakukan dalam tes WAIS Tes yang secara spesifik didesain untuk memperkirakan dan mengetahui besarnya kemampuan intelektual premorbid; seperti the National Adult Reading Test (NART) Selanjutnya setelah tes NART IQ yang dilakukan akan dibandingkan dengan Wechsler FSIQ guna mengetahui ditemukannya indikasi terjadinya penurunan fungsi intelektual umum atau masih stabil. Perbedaan skor sebesar 20 poin diperkirakan signifikan, sedangkan 40 poin tentu saja lebih signifikan lagi. Beberapa uji non verbal yang menjadi bagian dalam intelektual umum, diantaranya the Progressive Matrices yang disampaikan oleh Raven (1938, 1958). Terdapat beberapa tes lain yang dapat digunakan untuk menilai fungsi kognitif umum berupa beberapa neuropsychological batteries penilaian yang dilakukan atas tingkatan intelegensi premorbid pasien 1.3 Memori Taksonomi memori terkini utamanya menunjukkan pembagian memori menjadi 2 kelompok utama, yakni memori deklaratif (dikenal sebagai memori eksplisit atau memori sadar) dan memori non deklaratif (memori implisit, prosedural, tak sadar). Memori deklaratif atau eksplisit merupakan rekoleksi pengalaman sebelumnya yang intensional (disengaja) atau terjadi ketika sadar. Memori deklaratif dibagi menjadi memori episodik dan memori semantik. Memori episodik umumnya berupa memori terkait pengalaman-pengalaman pribadi, kadang berupa memori autobiografis, terapat keterangan waktu dan tempat yang spesifik (konteks yang spesifik) Memori semantik umumnya berupa fakta, pengetahuan independen dengan berbagai konteks spesifik yang sesuai dengan peraturan yang berlaku dalam kehidupan pasien Yang juga perlu diperhatikan adalah keberadaan memori anterograde, yang singkatnya disebut sebagai memori baru, dan memori retrograde, berupa penyimpanan memori sebelum-sebelumnya Memori implisit umumnya berupa koleksi dari serangkaian unit memori yang heterogen, diantaranya kemampuan untuk belajar, meniru, dan mengkondisikan, yang tidak dijumpai dalam pikiran sadar Beberapa struktur yang terdapat pada lobus temporalis medial, hipokampus sentral, dan diensefalon yang melingkupi ventrikel ke-3 diperkirakan memiliki peranan krusial dalam menyebabkan terjadinya gangguan memori episodik Lesi-lesi yang terjadi di sepanjang sirkuit tersebut dapat menyebabkan terjadinya maupun retrograde. baik amnesia anterograde Gangguan memori episodik merupakan salah satu keluhan dan gejala yang paling umum ditemukan terjadi pada pasien-pasien Alzheimer Disease Terdapat banyak jenis tes yang dapat digunakan untuk penilaian memori. The Wechsler Memory Scale, yang sekarang ini telah diterbitkan dalam edisi ke-3 (WMS-III), merupakan sebuah battery testing yang digunakan untuk menguji dan menilai memori deklaratif auditorik dan visual dan memori kerja. Tes spesifik lainnya yang digunakan untuk menilai memori episodik diantaranya berupa the Buschke Selective Reminding Test, the California Verbal Learning Test, the Hopkins Verbal Learning Test, the Camden Recognition Memory Test and the Topographical Recognition Memory Test, dan the Rey Auditory Verbal Learning Test. Metode recall of the Rey–Osterrieth Complex Figure juga dapat digunakan sebagai tes yang digunakan untuk mengetahui status memori visual. Memori retrograde dapat diperiksa dengan menggunakan the Autobiographical Memory Interview the Famous Faces Test dapat digunakan mempelajari dan menilai remote memory. untuk Integritas jejaring semantik, termasuk memori semantik dapat diperiksa dengan menggunakan tes yang dikenal sebagai category/semantic) fluency tests Beberapa tes lain yang digunakan untuk menilai jejaring semantik asosiatif berupa the Pyramids and Palm Trees the Mini-Mental State Examination merupakan salah satu pemeriksaan fungsi memori yang memiliki sifat perfunctory (dimana pasien diminta menyebutkan 3 nama obyek, seperti, bola, bendera, pohon, dan setelah beberapa saat pasien diminta kembali mengingat dan menyebutkan nama ketiga benda yang telah disebutkan tadi. Daftar kata-kata yang lebih panjang (supraspan) digunakan dalam the DemTect dan the Hopkins Verbal Learning Test Pada tes yang terakhir disebutkan, didalamnya turut disertakan baik aspek recall dan rekognisi (recognition paradigm) yang digunakan untuk memastikan apakah gangguan yang terjadi disebabkan oleh encoding atau retrieval defects. Dalam the Addenbrooke’s Cognitive Examination (ACE) dan revisinya(ACE-R) ditambahkan 17 nama dan alamat dalam aspek recall, dan sebuah aspek recognition paradigm pada the ACE-R, dan sebuah aspek pemeriksaan yang digunakan untuk menilai kelancaran kategori (category fluency). The Queen Square Screening Test for Cognitive Deficits merupakan sebuah qualitative story recall test, dan didalamnya juga disertakan gambar-gambar yang digunakan untuk memeriksa memori visual. 1.4 Bahasa Afasia, merupakan salah satu bentuk gangguan bahasa primer, dan dimana proses lokalisasi klinis tersebut seringkali hampir serupa dengan beberapa defek lain yang terjadi, diantaranya dengan defek pada kemampuan membaca (aleksia) dan menulis (agrafia), dimana semua defek tersebut masih bersifat reversibel, dapat diperbaiki sesuai dengan batasan tertentu dan derajat kerusakan yang terjadi Sebelum dilakukan pemeriksaan neuropsikologis fungsi bahasa, pasien sebaiknya menjalani pemeriksaan pendengaran (auditorik) terlebih dahulu, sebagai contoh dengan menggunakan the Token Test Penguasaan terhadap kalimat dapat diketahui dan dinilai dengan menggunakan the Test for the Reception of Grammar Tes bahasa yang tersedia, diantaranya terdapat sejumlah Comprehensive Batteries tests, seperti the Boston Diagnostic Aphasia Examination (BDAE), the Western Aphasia Battery (WAB), the Psycholinguistic Assessment of Language Processing in Aphasia (PALPA), dan the Comprehensive Aphasia Test. Beberapa tes yang lebih spesifik, berupa the Graded Naming Test dan the Boston Naming Test. Selain itu, juga harus dilakukan pemeriksaan terhadap fungsi membaca dan menulis, bahkan ketika fungsi bahasa pasien terkesan masih baik dan intak 1.5 Persepsi Defisit yang terjadi pada tingkatan pemrosesan sensorik yang lebih tinggi (higher-order deficits of sensory processing) yang tidak dapat digolongkan ke dalam gangguan perhatian, penurunan intelektual, atau kegagalan dalam pengenalan stimulus (anomia), dikenal dengan istilah agnosia Pertama kali dicetuskan oleh Sigmund Freud Makna sebenarnya dari istilah tersebut adalah “tidak tahu” atau “ketidaktahuan”. Terdapat sejumlah pendekatan yang dapat digunakan untuk menguji perseptual visual dan fungsi visokonstruktif secara spesifik (visual perceptual and visuoconstructive functions) Diantaranya berupa Judgment of Line Orientation (digunakan untuk mengetahui fungsi lobus oksipitalis kanan); copy of the Rey–Osterrieth Complex Figure atau the Taylor Figure; decoding embedded (Poppelreuter) figures; beberapa test batteries, seperti the WAIS-R Block Design (konstruksi visuospasial) atau sejumlah dedicated batteries, seperti the Visual Object and Space Perception Battery the Mini-Mental State Examination salah satu tes yang didalamnya terdapat aspek fungsi visuospasial, dimana dalam pelaksanaannya pasien diharapkan dapat menyalin sebuah gambar yang terdiri dari pentagon-pentagon yang berpotongan. Menggambar jam (clock drawing) sebagai bagian dari penilaian visuospasial juga memerlukan kemampuan otak yang lebih kompleks. The Queen Square Screening Test for Cognitive Deficits calls berisi segmen pemeriksaan dimana pasien diminta untuk mengidentifikasi surat-surat dan gambar-gambar yang terfragmentasi. Addenbrooke’s Cognitive Examination (ACE) juga menambahkan sejumlah aspek dalam pemeriksaan tersebut berupa wire cube dan clock drawing The Sedangkan ACE-R menambahkan counting identifikasi terhadap huruf-huruf yang bersebaran. dots dan DemTect spesifik pada tes visuoperseptal dibandingkan dengan tes transcoding angka. 1.6 Praksis Apraxia, gangguan yang terjadi pada praksis, merupakan gangguan yang terjadi pada kontrol motorik (higher-level motor control) akuisita yang menyebabkan terjadinya gangguan pada kemampuan motorik volunter Apraksia ideomotorik (ideomotor apraxia) yang terjadi bersamaan dengan afasia Broca dapat dikategorikan sebagai salah satu bentuk dari sindroma diskoneksi (disconnection syndrome) Permasalahan praksis dapat diketahui dan dinilai melalui berbagai cara, diantaranya berupa gesture naming, keputusan dan rekognisi; gesture to verbal command, to visual or tactile tool; hingga imitation of real atau nonsense gestures. Terdapat sejumlah test batteries, diantaranya berupa the Florida Apraxia Screening Test-Revised (FAST-R) 1.7 Fungsi Eksekutif, ‘Fungsi Frontal’ Istilah ‘fungsi eksekutif’ digunakan untuk mencakup berbagai kemampuan, termasuk perumusan tujuan; organisasi, perencanaan, pelaksanaan dan monitoring dari urutan tindakan; pemecahan masalah dan pemikiran abstrak. Istilah ‘dysexecutive syndrome’ dapat digunakan untuk menggambarkan disfungsi pada salah satu atau semua bidang ini, yang paling sering dikaitkan dengan proses patologis di lobus frontalis Kerusakan lobus frontal dapat menyebabkan fenotipe klinis, dimana perubahan perilaku sering merupakan gambaran yang paling menonjol. sifat menyeluruh dari konstruksi ‘fungsi eksekutif’, tidak ada tes tunggal yang memadai untuk menilai secara keseluruhan Karena Berbagai macam tes yang diketahui sensitif terhadap aspek dari disfungsi eksekutif juga tersedia. Tes Go-No Go mungkin diterapkan untuk menilai kegagalan dari hambatan rangsangan respon atau pembatasan Tes The Trails A dan B juga memerlukan urutan, huruf atau angka yang harus diikuti. Tes lisan kefasihan verbal atau controlled oral word association tests (COWAT), dapat dibagi menjadi menguji fonologi, huruf, atau kefasihan leksikal atau FAS Tes Mungkin tes yang paling sering digunakan untuk menyelidiki fungsi eksekutif adalah Stroop Test dan the Wisconsin Card Sorting Test (WCST) dan Modified Wisconsin Card Sorting Test (MWCST) Raven’s Progressive Matrices, the Porteus Mazes, the Tower of London Test, the Tower of Hanoi Test, the Trail Making Test (terutama bagian B), the Halstead-Reitan Category Test, the Weigl Colour Form Sorting Test, the Cognitive Estimates Test, dan the Verbal Switching Test, The Hayling and Brixton Tests the Behavioural Assessment of the Dysexecutive Syndrome (BADS) dan the Delis-Kaplan Executive Function System (D-KEFS), tapi karena ini memakan waktu lama untuk dikelola, ini terbaik disediakan untuk penyelidikan khusus masalah lobus frontal. The Frontal Lobe Personality Change Questionnaire (FLOPS) dapat digunakan untuk menilai perubahan perilaku dan termasuk versi penjaga, berguna untuk mengumpulkan informasi yang berkaitan Karena sebagian besar tes fungsi eksekutif menggali perencanaan dan strategi, dimediasi oleh kortek prefrontal dorsolateral, beberapa pasien dengan kerusakan eksklusif orbitofrontal, misalnya pada frontal varian frontotemporal dementia, mungkin dapat menyelesaikan tes ini tanpa kesalahan mencolok. the Mini-Mental State Examination telah dikritik karena kurangnya penilaian fungsi eksekutif, the Addenbrooke’s Cognitive Examination berusaha untuk mengatasi dengan menggunakan kata dan kategori tes kefasihan lisan. the VLOM ratio, telah dilaporkan untuk membedakan demensia frontotemporal dari penyakit Alzheimer . the Frontal Assessment Battery, The Frontal Behavioural Inventory dan the Middelheim Frontality Score. Menggambar jam juga dapat membedakan FTD dari AD, lebih banyak kesalahan yang dibuat di bagian kedua 1.8 ‘Bedside’ neuropsychological test instruments Terdapat sejumlah tes neuropsikologis ‘bedside’, dimana masing-masing tes tersebut memiliki kelemahan dan keunggulan masing-masing. the Abbreviated Mental Test Score (AMTS) the 6 Item Cognitive Impairment Test (6CIT, juga dikenal sebagai the Kingshill Test), GPCOG, Memory Alteration Test, atau beberapa bentuk dari clock drawing task juga dapat digunakan. the Mini-Mental State Examination (MMSE) merupakan instrumen tes digunakan. neuropsikologis yang paling sering MMSE memiliki keterbatasan nilai (limited value) dalam penegakan diagnosis spesivitas 0,93). demensia (sensitivitas 0,65, Baik AMTS maupun 6CIT diturunkan dari the Blessed Information Memory Concentration Test (BIMC) Berikut terdapat sejumlah tes yang dapat digunakan, diantaranya: -Cognitive Capacity Screening Examination(CCSE) -Telephone Interview for Cognitive Status (TICS) -Short Test of Mental Status -Wawancara terstruktur atas diagnosis demensia yang disebabkan oleh penyakit Alzheimer, demensia multi infark, dan demensia yang diakibatkan oleh berbagai etiologi lainnya -Cognitive Abilities Screening Instrument (CASI) -Hasegawa Dementia Scale–Revised (HDS-R) -Cambridge Cognitive Examination (CAMCOG) -7-minute screen -Memory Impairment Screen -Mini-Cog -Visual Association Test -Kingston Standardized Cognitive Assessment -TE4D-Cog Untuk kasus demensia yang telah berprogresi menuju stadium yang lebih berat, dapat digunakan sejumlah instrumen berikut: -Severe Impairment Battery (SIB) -Middlesex Elderly Assessment of Mental State (MEAMS) -Severe MMSE -mini-SIB Selain itu juga tersedia sejumlah tes yang telah terkomputerisasi (computerized test batteries), seperti the Cambridge Neuropsychological Test Automated Battery, from which the Paired Associates Learning test (CANTAB-PAL) dapat bermanfaat dalam deteksi dini dan penegakan diagnosis demensia Beberapa tes yang digunakan untuk menilai dan mengukur fungsi global, behavioral, dan kegiatan sehari-hari (activities of daily living; ADL) dapat digunakan dalam penilaian gangguan kognitif pasien Berikut skala pengukuran ADL yang paling popular: the Alzheimer’s Disease Cooperative Study Activities of Daily Living Scale (ADCS-ADL), the Instrumental Activities of Daily Living (IADL) Scale, the Functional Activities Questionnaire (FAQ), the Bristol Activitiesof Daily Living Scale dan the Activities of Daily Living Questionnaire. The Informant Questionnaire on Cognitive Decline in the Elderly (IQCODE), contoh instrumen untuk memperoleh informasi dan riwayat yang tidak tercantum dalam rekam medis pasien Dan bermanfaat dalam penegakan diagnosis MCI terutama guna mengetahui kondisi fungsional premorbid pasien 1.8.1 Mini-Mental State Examination (MMSE)/ Pemeriksaan kondisi mental Mini-Mental State Examination (MMSE awalnya didesain untuk membedakan gangguan organik dari gangguan fungsional pada praktek psikiatri, dan sebagai ukuran kuantitatif dari gangguan fungsi kognitif yang berguna untuk memonitor perubahan yang terjadi, namun bukan sebagai alat diagnosis utama Nilai pertengahan MMSE > 27 akan mengeksklusikan diagnosa demensia dan nilai MMSE < 24 akan menegakkan diagnosa demensia 1.8.2. Clock drawing (Tes Menggambar Jam) Tes tersebut bermanfaat karena bersifat cepat dan sederhana, dan dapat menguji cakupan yang luas dari domain kognitif seseorang (tes penapisan difus) meliputi komprehensi auditori, memori, kemampuan membuat rencana, kemampuan visuospasial, serta kemampuan motoris. Namun tes tersebut memiliki mendeteksi demensia ringan. keterbatasan dalam 1.8.3 Queen Square Screening Tests for Cognitive Deficits Lebih dikenal dengan the ‘green book’ telah menjadi standar instrumen tes neuropsikologis tirah baring Walaupun secara keseluruhan bersifat kualitatif, ini berguna dalam memberikan petunjuk untuk menentukan lokasi dari berbagai defisit kognitif. 1.8.4. Addenbrooke’s Cognitive Examination (ACE) dan Addenbrooke’s Cognitive Examination–Revised (ACE-R)/ Pemeriksaan kognitif Addenbrooke’s dan Versi revisi pemeriksaan Addenbrooke’s Merupakan bentuk perkembangan dari MMSE yang mengintegrasikan lebih banyak materi untuk mengenali ke-28 fungsi kognitif sebagai bentuk pengakuan akan kelemahan MMSE, terutama dalam menguji fungsi memori, visuospasial dan eksekutif Untuk skor cut off ACE dengan nilai 88, dilaporkan nilai sensitivitas sebesar 0,93 dan spesifisitas sebesar 0,71, sedangkan untuk nilai cut off 83, sensitivitas bernilai 0,82 dan spesifisitas bernilai 0,96. 1.8.5 DemTect Merupakan tes untuk demensia yang terdiri dari 5 subset yaitu: repetisi dari 10 daftar kata, transkode angka, uji kefasihan berbicara semantik, menghitung mundur, dan keterlambatan mengingat 10 daftar kata sebelumnya. Skor mentah ditransformasi untuk mendapatkan skor akhir, dengan nilai maksimum 18, tidak bergantung pada usia dan tingkat pendidikan, dengan klasifikasi: ‘suspek demensia’ (skor 8); ‘kerusakan kognitif ringan’ (9-12), dan ‘sesuai dengan umur’ (13-18) 1.8.6. Dementia Rating Scale ( DRS)/ Skala Laju Demensia Memberikan pengukuran global bagi demensia (dengan skor 0-144) dan memerlukan waktu sebanyak 30 menit. Untuk mendeteksi kerusakan kognitif dan bersifat sensitif untuk demensia tahap awal. 1.8.7 ADAS-Cog/ Skala penilaian penyakit AlzheimerBagian kognitif The Alzheimer’s Disease Assessment Scale–Cognitive Section (ADAS-Co) telah menjadi referensi pengukuran yang secara luas digunakan, sebagai contoh sebagai alat ukur penentu efikasi obat dalam uji klinis Memori, atensi, proses belajar, dan orientasi merupakan salah satu diantara domain yang diperiksa, dengan skor akhir (0-70) yang akan bertambah tinggi dengan kerusakan yang makin berat Karena ADAS-Cog membutuhkan waktu lama untuk dilakukan dibanding dengan MMSE (selama 30-45 menit) sehingga tidak praktis untuk dipakai dalam praktek klinis sehari-hari. Sebuah kalkulator untuk mengkonversi skor MMSE ke dalam skor ADAS-Cog telah tersedia, yang menunjukkan hubungan kuat antara skor ADAS-Cog dengan MMSE 1.8.8. CERAD Battery/ Konsorsium untuk menegakkan pencatatan penyakit Alzheimer The Consortium to Establish a Registry for Alzheimer’s Disease (CERAD) battery memadukan MMSE dan subset lain seperti memori, proses menamai, dan kefasihan verbal. 1.8.9 Clinical Dementia Rating (CDR)/ Skala klinis demensia Kegunaannya dalam mendefinisikan kerusakan kognitif ringan (MCI) Instrumen didasarkan pada penilaian pasien dan wawancara dengan perawat, skala memori, orientasi, penilaian dan kemampuan memecahkan masalah, hubungan dalam komunitas, rumah dan hobi, serta kepedulian personal. Sekitar 40 menit diperlukan untuk mengumpulkan informasi yang diperlukan. Skala terentang dalam nilai 0 hingga 3. Skor CDR dengan nilai 0,5 diduga berhubungan dengan kerusakan kognitif ringan (MCI). Skor CDR sebesar 1 memiliki sensitivitas dan spesifisitas yang baik dalam mendeteksi demensia 1.8.10 Global Deterioration Scale (GDS)/ Skala deteriorasi global. Merupakan instrumen penilaian untuk kapasitas kognitif dan fungsional meliputi 7 skala poin Skor GDS dengan nilai 3 dipakai pada beberapa pusat kesehatan untuk menegakkan adanya kerusakan kognitif ringan (MCI). 1.8.11 Instrumental Activities of Daily Living (IADL) Scale/ Skala instrumental untuk aktivitas kehidupan sehari-hari Semenjak definisi resmi dari demensia tak hanya meliputi kerusakan kognitif namun juga kerusakan fungsi sosial dan okupasional sebagai akibat penurunan kognitif, terbentuk suatu perdebatan bahwa skala ADL dapat bertindak sebagai tes diagnostik independen bagi demensia yang setara dengan tes kognitif lain. Secara mendasar disebabkan banyak orang yang melakukan penilaian demensia memakai kriteria DSM-IV yang berada pada batas tertinggi dari skala tersebut 1.9 Normal aging /Proses penuaan yang normal Berbagai perubahan pada fungsi neurologi terjadi seiring dengan peningkatan usia, fungsi motoris, fungsi sensoris, dan kognitif Konsensus umum mengatakan bahwa penuaan kemampuan kognitif secara khas meliputi hilangnya kemampuan memproses kecepatan, fleksibilitas kognitif, dan efisiensi pada memori kerja Standar penetapan mengenai sindrom kerusakan kognitif bila terjadi penurunan fungsi kognitif melebihi usia seseorang, yang merupakan tanda untuk terjadinya penurunan fungsi kognitif progresif dan merupakan fase prodromal dari gangguan neurodegeneratif. 1.10 Demensia, Delirium, Depresi Demensia berdasar DSM-IV (American Psychiatric Association, 1994), memerlukan dipenuhinya kriteria meliputi perkembangan defisit kognitif multipel, onset bertahap dan progresif, dan bersifat cukup berat dalam menyebabkan terjadinya kerusakan di bidang pekerjaan dan fungsi sosial, yang tidak memenuhi kriteria diagnosa penyakit lain. Gejala penurunan kesadaran yang merupakan tanda khas pada delirium kemungkinan tidak bisa diidentifikasi dengan cukup jelas. Lebih lanjut lagi, delirium dapat menjadi tanda adanya sindrom demensia Dengan kata lain, demensia dapat menjadi faktor predisposisi untuk delirium, kemungkinan akibat berkurangnya kemampuan otak dan oleh karenanya otak menjadi kurang adaptif dalam merespon faktor presipitasi,dimana biasanya disebabkan oleh adanya infeksi dan gangguan metabolik Gangguan afektif, dalam bentuk depresi, dapat terkait dengan kerusakan fungsi kognitif. Istilah yang dipakai untuk mendefinisikan entitas klinis tersebut meliputi pseudodemensia, sindrom depresi demensia, dan depresi terkait disfungsi kognitif Depresi dapat menjadi bagian integral dari banyak gangguan neurologis, termasuk sindrom demensia, dan bukan sekedar reaksi dari sebuah diagnosis dan kerusakan neurologis 1.11 Perbandingan Demensia Korteks dan Subkorteks, Demensia Thalamus Demensia subkorteks mendeskripsikan kerusakan fungsi kognitif yang terlihat dalam kelumpuhan progresif supranuklear yang meliputi: lupa, keterlambatan proses pikir (bradifrenia), perubahan kepribadian dengan tanda apatis dan depresi, dan hilangnya kemampuan untuk memanipulasi pengetahuan yang didapatkan. Demensia korteks, yaitu penyakit Alzheimer yang meliputi adanya kerusakan fungsi bahasa (afasia), memori (amnesia), persepsi (agnosia), dan kemampuan memperlajari gerakan terampil (apraksia). Pada tes mengingat memori untuk demensia subkorteks terdapat ketidakefektifan dalam fungsi mengingat kembali namun kemampuan mengkonversi bahasa masih baik. Pada demensia korteks kemampuan mengingat kembali dan mengkonversi informasi yang di dapat keduanya tidak efektif lagi Demensia subkorteks yang cenderung berkaitan dengan apatis dan depresi serta gangguan yang jelas pada tonus otot, postur dan gait, sedangkan demensia korteks lebih pada terjadinya anosognia kognitif dan disinhibisi tanpa adanya gangguan pergerakan Demensia thalamus hipersomnia dapat meliputi lupa, apatis, dan 1.12 Sindrom Diskoneksi Didefinisikan sebagai kondisi dimana terdapat interupsi pada inter dan intra traktus hemisfer otak. Pada dasarnya merupakan akibat interupsi pada hubungan dalam corpus callosum atau komisura (sindrom diskoneksi interhemisfer), atau hubungan di dalam hemisfer (sindrom diskoneksi intrahemisfer). Bentuk pertama digambarkan pada pasien yang telah menjalani pembedahan komisurotomi untuk masalah gangguan kejang yang sulit dikendalikan dengan pengobatan sedangkan bentuk kedua digambarkan dalam domain bahasa. Demensia callosum juga telah dirumuskan, yang ditandai dengan diskoneksi pada callosum, sindrom Balint, gaze apraksia, dan tanda neurobehavioural seperti apatis alternat ↔ agitasi Penyakit Alzheimer dapat dilihat sebagai bentuk sindrom diskoneksi. Patologi yang terjadi pada demensia Alzheimer mengisolasi hipokampus dari korteks asosiasi, otak depan bagian basal, thalamus dan hipotalamus Diskoneksi dari regio korteks disebabkan oleh lesi pada substansi putih dan atrofi serebri akibat oklusi pada arteri carotis interna