KUALITAS SEMEN BEKU DOMBA YANG DIBEKUKAN DENGAN KONSENTRASI GLISEROL BERBEDA DHEANTI APRIANI ARISTA FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014 PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Kualitas Semen Beku Domba yang Dibekukan dengan Konsentrasi Gliserol Berbeda adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, September 2014 Dheanti Apriani Arista NIM B04100096 ABSTRAK DHEANTI APRIANI ARISTA. Kualitas Semen Beku Domba yang Dibekukan dengan Konsentrasi Gliserol Berbeda. Dibimbing oleh NI WAYAN KURNIANI KARJA. Gliserol sebagai krioprotektan ditambahkan ke dalam media pengencer untuk melindungi spermatozoa selama proses pembekuan. Gliserol umumnya digunakan untuk menghambat pembentukan kristal es intraseluler yang dapat merusak membran plasma yang menyebabkan penurunan kualitas sperma setelah pembekuan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengevaluasi kualitas spermatozoa domba setelah dibekukan dalam pengencer Niwa dan Sasaki Freezing (NSF) dengan konsentrasi gliserol yang berbeda. Konsentrasi gliserol yang digunakan dalam penelitian ini adalah 3, 4 dan 5%. Hasil penelitian menunjukkan bahwa persentase motilitas dan viabilitas spermatozoa lebih tinggi pada kelompok gliserol 3 dan 4 % jika dibandingkan dengan kelompok glisrol 5% (P<0.05). Keutuhan membran plasma spermatozoa pasca pembekuan ditemukan paling tinggi pada kelompok gliserol 3% (P<0.05). Terjadi penurunan kualitas spermatozoa domba setelah dibekukan seiring dengan meningkatnya konsentrasi gliserol. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa konsentrasi 3% gliserol adalah konsentrasi optimum untuk menjaga kualitas semen beku domba. Kata kunci: gliserol, kriopreservasi, media Niwa dan Sasaki Freezing, semen domba ABSTRACT DHEANTI APRIANI ARISTA. Quality of Ram Frozen Semen Cryopreservated with Different Consentrations of Glycerol. Supervised by NI WAYAN KURNIANI KARJA. Glycerol as a cryoprotectant was added to the diluent medium to protect spermatozoa during the freezing process. Glycerol was commonly used to inhibit the formation of intracellular ice crystals that can damage the plasma membrane which causes a decrease in sperm quality after freezing. The purpose of this study was to evaluate the quality of ram semen cryopreserved in Niwa and Sasaki Freezing (NSF) media supplemented with various concentration of gliserol. The concentrations of glycerol used in this study are glycerol 3, 4 and 5%. The results showed that the percentage of motility and viability of Post-thawed spermatozoa in 3 and 4% glycerol groups was higher than 5% glycerol group (P<0.05). The integrity of spermatozoa membrane was highest in 3% glycerol group compared with 4 and 5% glycerol grpoups (P<0.05). These data indicated that the quality of spermatozoa declined by increasing of glycerol concentration and the concentration of 3% glycerol was the optimum concentration for maintaining the quality of postthawed semen. Keywords: cryopreservation, glycerol, Niwa and Sasaki Freezing medium, ram semen KUALITAS SEMEN BEKU DOMBA YANG DIBEKUKAN DENGAN KONSENTRASI GLISEROL BERBEDA DHEANTI APRIANI ARISTA Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Hewan pada Fakultas Kedokteran Hewan FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014 PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Judul yang dipilih dalam penelitian ini yaitu “Kualitas Semen Beku Domba yang Dibekukan dengan Konsentrasi Gliserol Berbeda”. Penulis menyampaikan terima kasih dan penghargaan teristimewa kepada Drh Ni Wayan Kurniani Karja, MP, PhD selaku Pembimbing atas perhatian dan bimbingannya selama penelitian dan penyelesaian skripsi, penulis juga berterima kasih kepada Bapak Bondan Achmadi, SE yang membantu proses pengambilan semen dan kepada seluruh staf dan karyawan Bagian Reproduksi dan Kebidanan FKH IPB yang telah membantu penulis untuk menyelesaikan skripsi ini. Kepada Ayahanda Dede Rosidin, Ibunda Atin Sutini, Adik saya Valindio Rinandi, beserta keluarga besar atas doa, semangat dan kasih sayangnya. Sahabat dan teman-teman semua. Kepada Keluarga besar FKH 47 atas keceriaan dan kenangan indah tak terlupakan. Seluruh sanak dan kerabat yang tidak bisa disebutkan satu-persatu Menyadari banyaknya kekurangan dalam diri Penulis, maka Penulis mengharapkan saran dan kritik guna penyempurnaan skripsi ini dan semoga skripsi ini bermanfaat bagi kita semua. Bogor, September 2014 Dheanti Apriani Arista DAFTAR ISI PENDAHULUAN Latar Belakang 1 1 Tujuan Penelitian 2 Manfaat Penelitian 2 TINJAUAN PUSTAKA METODE Waktu dan Tempat 2 5 5 Metode Penelitian 5 Persiapan Bahan Pengencer 5 Koleksi Semen 5 Evaluasi Karakteristik Spermatozoa 5 Pembekuan Spermatozoa 6 Analisis Data HASIL DAN PEMBAHASAN SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Saran DAFTAR PUSTAKA RIWAYAT HIDUP 6 7 9 9 10 10 15 PENDAHULUAN Latar Belakang Domba merupakan ternak lokal Indonesia yang banyak dipelihara dan dibiakkan. Domba umumnya mampu beradaptasi pada iklim tropis dan beranak sepanjang tahun (Sumoprastowo 1987). Akan tetapi, usaha ternak domba di Indonesia belum optimal. Perlu adanya peningkatan kuantitas dan kualitas bibit unggul domba lokal Indonesia. Selain dengan perkawinan alami, teknologi reproduksi inseminasi buatan (IB) dengan menggunakan semen beku dapat digunakan untuk meningkatkan populasi domba. Selain itu IB memberikan solusi mengenai penyediaan bibit unggul domba di Indonesia. Teknologi IB dapat meningkatkan efisiensi perkawinan domba, karena seekor pejantan dapat mengawini lebih dari satu ekor betina dalam satu kali ejakulasi. Akan tetapi banyak faktor yang dapat mempengaruhi keberhasilan aplikasi teknologi ini, salah satunya kualitas semen beku yang digunakan untuk inseminasi. Hal ini disebabkan kualitas semen beku yang rendah dapat menurunkan potensi fertilisasi spermatozoa. Pembekuan sperma adalah satu proses penghentian sementara reaksi metabolik sel spermatozoa tanpa mematikan fungsi sel (Susilawati 2000). Pada proses pembekuan semen, masalah yang sering timbul adalah pengaruh kejutan dingin (cold shock) terhadap sel yang dibekukan dan perubahan kondisi intraseluler akibat pengeluaran air yang berhubungan dengan pembentukan kristal-kristal es (Herdis et al. 2005). Kristal es yang terbentuk akan merusak struktur terutama membran plasma dan mitokondria (Holt 2000; Lemma 2011). Untuk mencegah terbentuknya kristal es selama proses pembekuan dapat dilakukan penambahan zat pelindung atau krioprotektan ke dalam pengencer. Secara umum ada dua kelompok krioprotektan yaitu krioprotektan intraseluler yang bisa masuk/penetrasi ke dalam sel sehingga dapat bekerja di dalam dan di luar sel. Kelompok kedua adalah krioprotektan ekstraseluler yang bekerja hanya di luar sel. Krioprotektan intraseluler diantaranya adalah glycerol, dimethylsulfosida (DMSO), ethylene glycol (EG) dan 2 propanediol, sedangkan krioprotektan ekstraseluler memiliki molekul yang besar sehingga tidak dapat menembus membran sel, contohnya monosakarida, disakarida, protein, lipoprotein dan serum (Feradis 1999). Penambahan agen pelindung (protecting agent) pada pengencer dapat meningkatkan viabilitas atau menurunkan kematian sel selama proses pembekuan. Krioprotektan yang sering digunakan untuk pembekuan semen adalah gliserol. Gliserol akan melindungi sel spermatozoa dari kristal es yang akan merusak membran spermatozoa (Park dan Graham 1992). Menurut Azizah dan Arifiantini (2009), gliserol dapat masuk ke dalam sel spermatozoa untuk mengikat sebagian air bebas, sehingga kristal-kristal es yang terbentuk di dalam medium pengencer selama proses pembekuan dapat dicegah. Penggunaan gliserol harus memperhatikan konsentrasi yang tepat agar dapat berfungsi dengan baik. Apabila konsentrasi kurang, daya protektif gliserol tidak akan optimal, sebaliknya bila berlebih akan bersifat toxic terhadap spermatozoa (Jeyendran et al. 1985; McLaughlin et al. 1992; Guthrie et al. 2002). Telah banyak dilakukan penelitian tentang penggunaan gliserol yang ditambahkan pada pengencer yang berbeda dan 2 pada berbagai spesies dengan hasil yang bervariasi. Seperti pada pembekuan semen beruang cokelat dengan pengencer TES-tris-Fructose digunakan 4-8% gliserol (de Paz et al. 2012), pengencer tris dan 5% gliserol pada domba (Rizal et al. 2003), dan pada kuda digunakan gliserol tidak lebih dari 2.5% dalam media Biggers Whitten and Whittingham (Garcia et al. 2012). Selain itu, pada penelitian-penelitian sebelumnya diperoleh konsentrasi akhir gliserol untuk kriopreservasi spermatozoa pada sapi 10-11% (Wiggin dan Almquist 1975), domba 4-6% (Fiser dan Fairfull 1984) dan manusia diatas 5% (Pilikian et al. 1982). Pada penelitian ini akan dilakukan evaluasi penambahan gliserol dengan konsentrasi 3-5% dalam NiwaSasaki freezing (NSF) medium. Niwa-Sasaki freezing (NSF) medium adalah medium pengencer yang biasa digunakan untuk pembekuan semen babi dengan konsentrasi gliserol 3% (Okazaki et al. 2009a). Media NSF ini juga sudah digunakan untuk membekukan sperma kucing (Karja et al. 2002) dengan kualitas spermatozoa post-thawing lebih dari 40%. Akan tetapi konsentrasi optimum gliserol untuk membekukan semen domba dengan pengencer NSF medium belum diketahui. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi kualitas semen domba yang dibekukan dengan konsentrasi gliserol berbeda dalam media NSF. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai konsentrasi optimum dari gliserol dalam media NSF untuk pembekuan semen domba. TINJAUAN PUSTAKA Inseminasi buatan (IB) merupakan teknologi reproduksi yang paling banyak digunakan saat ini untuk meningkatkan produktivitas ternak. Inseminasi buatan adalah proses koleksi sel sperma hewan jantan secara manual dan memasukkannya ke dalam saluran reproduksi betina. Teknologi ini merupakan bioteknologi yang pertama kali diterapkan untuk meningkatkan reproduksi dan genetika hewan ternak dan juga memiliki dampak yang sangat besar di seluruh dunia dalam banyak spesies, terutama pada sapi perah (Foote 2002). Dalam aplikasinya secara komersial, IB dapat digunakan untuk memperbanyak semen menjadi beberapa dosis dan dapat disimpan tanpa batas waktu dengan teknik kriopreservasi. Keuntungan teknologi ini menurut Shehu et al. (2010), adalah untuk menurunkan resiko penyebaran penyakit pada ternak, penurunan sterilitas dan peningkatan kesuburan. Namun demikian, aplikasi teknologi IB pada domba belum terlalu intensif seperti pada sapi. Hal ini disebabkan oleh berbagai faktor seperti tidak 3 meratanya populasi domba di Indonesia, faktor teknis pelaksanaan IB yang lebih sulit dibandingkan dengan sapi dikarenakan kesulitan saat pendeposisian semen melalui cervix, serta penyediaan semen domba yang relatif sedikit dengan kualitas yang rendah (Rizal 2005). Kriopreservasi merupakan teknik penyimpanan semen dalam bentuk beku. Kriopreservasi pertama kali diterapkan pada semen domba dan kuda pada tahun 1950-an serta pada babi pada tahun 1970-an (Graham et al. 1978). Semen beku memiliki daya simpan yang lebih lama (Bailey et al. 2000; Wijayanti dan Simanjuntak 2006), mudah ditransportasikan dan menjaga penyimpanan genom spesies yang hampir punah. Akan tetapi proses kriopreservasi juga memunculkan masalah karena proses ini menyebabkan kerusakan spermatozoa akibat pembekuan dan proses thawing sehingga menurunkan kualitas spermatozoa. Pada proses pembekuan, suhu lingkungan menurun drastis, menyebabkan air yang terkandung dalam spermatozoa maupun medium akan membentuk kristal es (Martinez dan Wallgren 2011). Telah banyak dilaporkan bahwa pembentukan kristal es intraseluler adalah faktor utama yang bertanggung jawab atas kerusakan spermatozoa yang disebabkan oleh proses pembekuan (Johnson et al. 2000; Watson 2000). Kerusakan membran plasma sperma dan membran akrosom juga dapat terjadi setelah thawing sehingga fungsi sperma menjadi terganggu (Curry 2000; Aboagla dan Terada 2003). Bahan pengencer berfungsi selain untuk menambah volume semen juga digunakan untuk menjaga kualitas selama penyimpanan hingga semen digunakan. Syarat setiap bahan pengencer adalah harus dapat menyediakan nutrisi bagi kebutuhan spermatozoa selama penyimpanan, harus memungkinkan sperma dapat bergerak secara progresif, tidak bersifat racun bagi sperma, menjadi penyanggah bagi sperma, dapat melindungi sperma dari kejutan dingin (cold shock) (Solihati dan Kune 2011). Ada berbagai jenis pengencer yang digunakan untuk pengolahan semen beku dan semen cair saat ini. Untuk pengencer semen beku umumnya ditambahkan agen krioprotektan sebagai pelindung dari kejutan dingin pada saat pembekuan. Pengencer dasar yang umum digunakan yaitu susu skim, tris, kuning telur dan sodium sitrat (Holt 2000) yang kini telah banyak dikombinasikan untuk mendapat hasil optimal. Beberapa contoh pengencer dan kandungannya yaitu Pengencer Tris-asam sitrat memiliki kandungan bahan Tris 3.028 g/100 ml, asam sitrat 1.675 g/100 ml, fruktosa 1.25 g/100 ml, Penisilin G 1000 IU/ml, sulfat streptomisin 1000 μg/ml, kuning telur 20% (v/v), gliserol 7% (v/v), pH 6.8 dan telah diaplikasikan pada badak (Asr et al. 2011), pengencer semen beku TES-Tris-Fruktosa (TTF) yang ditambah dengan 4% gliserol, 20% kuning telur, Ethylene Diamine Tetra Acid (EDTA) 2% dan Equex STM paste 1%; 300 mOsm/kg, pH 7.1 pada beruang coklat (de Paz et al. 2012), dan pengencer NSF pada babi (Okazaki et al. 2009a), domba (Karja et al. 2010; 2013) dan kucing (Karja et al. 2002). Pengencer Niwa-Sasaki Freezing adalah pengencer yang digunakan pada pembekuan semen babi. Medium NSF dibuat dengan melalui dua tahap yaitu NSF1 dan NSF-2. Kandungan NSF-1 terdiri dari kuning telur, sakarida, dan antibiotik, sedangkan NSF-2 mengandung sebagian NSF-1 yang ditambahkan gliserol dan Orvus es Paste (OEP). Menurut Kikuchi et al. (1998) penggunaan medium NSF dapat melindungi terhadap resiko cold shock pada spermatozoa, hal ini karena kandungan sejumlah besar kuning telur (18.5-20%) pada masing-masing pengencer 4 NSF 1 dan 2. Kuning telur mengandung lesitin yaitu fosfatidilkolin yang ditemukan dapat melindungi motilitas sperma terhadap resiko kejutan dingin (Simpson et al. 1987). Selain itu dalam media NSF terdapat OEP yang berfungsi sebagai surfaktan, OEP mampu melindungi melindungi integritas tudung akrosom spermatozoa. Secara umum, ke dalam bahan pengencer biasanya ditambahkan kuning telur yang berfungsi melindungi spermatozoa dari kejutan dingin (cold shock) selama penyimpanan (Tsutsui et al. 2003). Kuning telur diterima menjadi agen efektif dalam pengencer semen untuk perlindungan spermatozoa terhadap kejutan dingin dan efek fase lipid transisi (Aboagla dan Terada 2004). Kuning telur mempunyai komponen berupa lipoprotein dan lesitin yang dapat mempertahankan dan melindungi spermatozoa dari cekaman dingin. Kuning telur juga mengandung glukosa, vitamin yang larut dalam air dan larut dalam lemak sehingga menguntungkan spermatozoa (Djanuar 1985). Lipoprotein akan melindungi sperma dari luar sel yaitu dengan jalan meletakkan diri pada membran plasma sperma sehingga sperma terbungkus oleh lipoprotein. Pemanfaatan berbagai jenis gula (sakarida) dalam pengencer sebagai salah satu senyawa alternatif dalam upaya memperbaiki kualitas semen beku telah dilaporkan pada beberapa jenis hewan dan ternak. Gula berfungsi sebagai substrat bagi sumber energi dan krioprotektan ekstraseluler, sehingga dapat melindungi dan menunjang kehidupan spermatozoa selama proses pengolahan. Gula diketahui dapat menjadikan membran plasma sel lebih stabil selama proses kriopreservasi (Strauses et al. 1986; Anchordoguy et al. 1987; Bakas dan Disalvo 1991). Gula telah terbukti mampu memperbaiki kualitas semen beku, seperti sukrosa pada semen beku sapi (Woelders et al. 1997), trehalosa dan EDTA pada semen beku domba Pampinta (Aisen et al. 2000; 2002), serta dextrosa, rafinosa, trehalosa, dan sukrosa pada semen domba Garut (Rizal et al. 2006). Krioprotektan diklasifikasikan berdasarkan cara kerjanya yaitu krioprotektan intraseluler dan ekstraseluler. Krioprotektan juga dapat diklasifikasikan berdasarkan komponen bahan utamanya; kelompok alkohol (ethylene glycol dan alkohol) dan amida (methylformamide dan dimethylformamide) (Alvarenga et al. 2005). Mekanisme kerja, jenis, dan konsentrasi adalah tiga faktor utama yang mempengaruhi kualitas krioprotektan untuk melindungi sperma selama kriopreservasi (Arifiantini et al. 2010). Kriopreservasi menggunakan gliserol dipopulerkan pertama kali oleh Polge et al. 1949 (di-review oleh Salamon dan Maxwell 2000). Gliserol umumnya digunakan sebagai krioprotektan untuk menghambat pembentukan es intraseluler yang dapat merusak membran plasma (Storey et al. 1998; Salamon dan Maxwell 2000). Gliserol sebagai krioprotektan dapat melindungi membran spermatozoa sehingga dapat meningkatkan viabilitas semen. Hasil penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa gliserol sebagai krioprotektan telah digunakan pada pembekuan semen berbagai spesies hewan diantaranya anjing (Futino et. al. 2010), babi (Okazaki et al. 2009a; 2009b; Parilla 2012), beruang cokelat (de Paz et al. 2012; Ishikawa 2002; Okano et al. 2006), panda (Spindler et al. 2004), kuda (Garcia et al. 2012) dan ikan (Tekin et al. 2007). 5 METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Fertilisasi In Vitro, Bagian Repoduksi dan Kebidanan dan Unit Reproduksi dan Rehabilitasi, Departemen Klinik, Reproduksi, dan Patologi, Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor. Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari sampai dengan bulan Mei 2014. Metode Penelitian Persiapan Bahan Pengencer Bahan pengencer yang digunakan adalah Niwa-Sasaki Freezing Medium (NSF) (Kikuchi et. al 1999). NSF-1 terdiri dari kuning telur (20%), laktosa (8.8%) dan ampisilin (20 mg/ml) yang dilarutkan dengan air mili-Q. Bahan pengencer NSF-1 kemudian disentrifugasi selama 15 menit dengan kecepatan 1500 rpm. NSF2 terdiri dari NSF-1 yang ditambahkan dengan Orvus es Paste (OEP) (1.48%) dan dengan konsentrasi gliserol (6%, 8%, 10%). Koleksi Semen Semen ditampung dengan menggunakan vagina buatan. Semen dikoleksi dari satu ekor domba jantan yang sudah dewasa kelamin (± umur 1-2 tahun) dan memiliki libido serta kondisi tubuh yang baik. Domba dipelihara dalam kandang terpisah, diberi pakan konsentrat dan hijauan segar secara teratur. Koleksi semen dilakukan satu kali seminggu untuk menjaga kualitas dan kuantitas semen serta agar kondisi pejantan tetap baik dan terjaga. Semen ditampung dari satu ejakulat, kemudian dibawa ke laboratorium untuk diproses lebih lanjut. Evaluasi Karakteristik Spermatozoa Evaluasi semen dilakukan secara makroskopis dan mikroskopis. Karakteristik semen di evaluasi secara makroskopis untuk semen segar dan secara mikroskopis untuk semen segar dan semen beku. Pemeriksaan makroskopis meliput pengukuran volume, warna, konsistensi dan pH, sedangkan pemeriksaan mikroskopis meliputi penilaian terhadap persentase motilitas sperma, viabilitas dan keutuhan membran plasma spermatozoa. Motilitas progresif spermatozoa dinilai secara subjektif dengan cara meneteskan 1 tetes semen pada gelas objek kemudian ditambahkan 7-8 tetes larutan NaCl fisiologis, dihomogenkan kemudian diambil 1 tetes dan dipindahkan ke gelas objek yang lain lalu tutup dengan cover glass. Motilitas spermatozoa diperiksa 6 dengan menggunakan mikroskop cahaya dengan perbesaran 400x. Pemeriksaan dilakukan dengan interval nilai 1-100%. Viabilitas spermatozoa diperiksa dengan pewarnaan eosin nigrosin dimana satu tetes sperma pada gelas objek kemudian ditambahkan 7-8 tetes pewarna eosin nigrosin, dihomogenkan dan buat preparat ulas dan difiksasi diatas heating table selama 5 detik. Pemeriksaan viabilitas spermatozoa dilakukan dengan menggunakan mikroskop cahaya dengan perbesaran 400x dengan melihat warna kepala spermatozoa. Spermatozoa yang mati akan menyerap warna sehingga kepala spermatozoa akan terwarnai, sedangkan spermatozoa yang hidup tidak akan menyerap warna. Keutuhan membran plasma atau membran plasma utuh (MPU) spermatozoa dianalisa dengan Hypo-osmotic Swelling (HOS) Test. Isi media HOS terdiri dari 0.135 g fruktosa dan 0.0735 g trisodium citrate 2H2O dalam air mil-Q (Perez-Llano et al. 2001). Pemeriksaan dilakukan dengan cara menambahkan sebanyak 10 µL semen ke dalam tabung ependorf yang telah diisi media HOS sebanyak 40 µL, kemudian dihangatkan dalam waterbath dengan suhu 37oC selama 10 menit. Setelah itu dilakukan pemeriksaan dengan menggunakan mikroskop cahaya dengan perbesaran 400x pada sepuluh lapang pandang dengan nilai interval 1-100%. Untuk membedakan membran plasma yang utuh dan tidak utuh dilihat dari bentuk spermatozoa. Spermatozoa dengan membran plasma utuh, ekornya akan melingkar, sedangkan spermatozoa dengan membran plasma tidak utuh ekornya berbentuk lurus. Pembekuan Spermatozoa Segera setelah sampai di laboratorium, semen diperiksa karakteristiknya kemudian diencerkan dengan NSF-1. Pengenceran semen dilakukan dengan membagi pengencer NSF-1 menjadi 3 bagian sebanyak 1 ml dan dicampur dengan 0.025 ml semen. Kemudian diekulibrasi pada suhu 4o C selama dua jam. Sampel semen setelah ekuilibrasi ditambah dengan pengencer NSF-2 sebanyak 0.5 ml dengan konsentrasi gliserol 6%, 8% dan 10% dan diekuilibrasi kembali selama 5 menit, kemudian NSF-2 ditambahkan kembali sebanyak 0.5 ml sehingga konsentrasinya akhir dari gliserol menjadi 3%, 4% dan 5%. Semen dikemas di dalam mini straw (0.25 ml) dengan konsentrasi 100 juta spermatozoa per straw. Semen dalam straw ditempatkan di atas permukaan nitrogen cair untuk diuapi selama 20 menit. Selanjutnya straw dimasukkan/dicelupkan ke dalam nitrogen cair pada suhu -196oC selama 15 menit. Karakteristik semen beku diperiksa dengan cara mencairkan kembali (thawing) semen beku dengan cara memasukkan straw ke dalam air dengan temperatur 30-32oC selama ± 5 detik. Analisis Data Data berupa persentase motilitas, viabilitas dan membran plasma utuh (MPU) diolah dengan menggunakan IBM SPSS Statistic 20 dan Microsoft excel 2013. Pengujian yang dipakai adalah uji Analysis of Variance (ANOVA) dan Duncan 7 dengan selang kepercayaan 95%. Data disajikan dalam nilai rataan dan standar deviasi. HASIL DAN PEMBAHASAN Kualitas semen segar domba lokal yang digunakan pada penelitian ini menunjukkan hasil yang baik dan berada dalam kisaran normal kualitas semen segar. Kuantitas dan kualitas semen yang diperoleh menunjukkan karakteristik semen segar domba yaitu volume 0.75 mL, warna krem, konsistensi kental seperti umumnya semen domba, dan derajat keasaman (pH) 6.7. Berdasarkan hasil pemeriksaan mikroskopis diperoleh motilitas spermatozoa sebesar 81%. Rata-rata kualitas semen segar domba menunjukkan bahwa semen segar yang diperoleh layak untuk diproses menjadi semen beku. Menurut Tambing et al. (2000), syarat semen segar yang akan dibekukan memiliki minimal persentase motilitas 70%, konsentrasi 2x109 sel/mL, gerakan massa ++/+++, persentase hidup minimal 80% dan persentase abnormal tidak lebih dari 15%. Hasil penelitian menunjukkan terlihat penurunan nilai ketiga parameter dengan semakin meningkatnya persentase gliserol. Data karakteristik spermatozoa domba sebelum dan sesudah pembekuan dengan penambahan gliserol berbeda dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1 Karakteristik spermatozoa domba sebelum dan post-thawing Post-thawing G3 G4 G5 Motilitas 81±4.8a 31±4.2b 29±2.2b 23±2.7c Viabilitas 88±4.8a 34±3.4b 30±2.7b 27±4.8c MPU 97±0.9a 69±5.4b 68±6.7c 67±6.3c * Keterangan: Huruf superskrip yang berbeda pada baris yang sama menyatakan adanya perbedaan nyata (P<0.05), MPU= Membran plasma utuh, G 3= Gliserol 3%, G4= Gliserol 4%, G5= Gliserol 5%. Parameter Semen Segar Berdasarkan hasil penelitian terlihat bahwa terjadi penurunan karakteristik setelah spermatozoa mengalami proses pembekuan (P<0.05). Motilitas spermatozoa post-thawing yang dibekukan dengan konsentrasi gliserol 3% (G3) dengan 4% (G4) menunjukan hasil yang sama (P>0.05), tetapi persentase motilitas spermatozoa yang dibekukan dengan konsentrasi 5% (G5) lebih rendah dibandingkan kelompok G3 dan G4 (P<0.05). Persentase viabilitas post-thawing menunjukan pola yang sama dengan motilitas, yang mana terjadi penurunan setelah spermatozoa mengalami proses pembekuan (P<0.05) dengan persentase viabilitas spermatozoa post-thawing kelompok G3 dan G4 tidak berbeda nyata (P>0.05), sedangkan kelompok G5 menunjukkan persentase viabilitas spermatozoa lebih rendah dibandingkan kelompok G3 dan G4 (P<0.05). Persentase spermatozoa yang memiliki membran plasma utuh menunjukan bahwa persentase MPU spermatozoa pada kelompok G3 lebih tinggi (P<0.05) dibanding G4 dan G5. Dari data pada 8 penelitian ini menunjukkan bahwa konsentrasi gliserol berpengaruh terhadap kualitas spermatozoa. Penambahan gliserol dalam media pengencer penting untuk menjaga kualitas spermatozoa selama proses pembekuan. Parks dan Graham (1992), menyatakan bahwa peranan gliserol dalam membran plasma sel sperma adalah mengikat gugus pusat fosfolipid, sehingga menurunkan ketidakstabilan membran dan berinteraksi dengan membran untuk mengikat protein dan glikoprotein sehingga menyebabkan partikel-partikel intra membran terkumpul. Didukung oleh hasil penelitian Futino (2010) bahwa spermatozoa yang diberi perlakuan penambahan gliserol dapat mempertahankan integritas membran spermatozoa dibanding krioprotektan lain. Apabila membran plasma sel dapat dipertahankan keutuhannya selama proses pembekuan, maka akan memberikan efek yang baik terhadap motilitas, daya hidup, dan keutuhan tudung akrosom sperma. Akan tetapi konsentrasi yang tepat dari penambahan krioprotektan dibutuhkan untuk memperoleh kualitas spermatozoa yang baik setelah pembekuan. Terjadi penurunan motilitas post-thawing yang dikarenakan efek proses pembekuan. Menurut Ball dan Anhony (2001), penurunan motilitas spermatozoa selama proses pembekuan dikaitkan dengan gangguan integritas membran plasma serta gangguan atau kehilangan membran mitokondria potensial. Membran plasma sperma adalah struktur sel bagian luar yang bertindak sebagai penghalang fisiologis dan integritas yang diperlukan untuk fungsi normal spermatozoa (Liu dan Baker 1992). Selama proses kriopreservasi sperma mengalami perubahan drastis dalam lingkungan intraseluler dan ekstraseluler karena pendinginan, pembekuan, penyimpanan dalam nitrogen cair, dan pencairan. Efek kimia dan fisik proses ini dapat menyebabkan cryodamage bagi membran plasma sehingga terjadi perubahan fungsi normal spermatozoa. Gangguan pada membran plasma sel akan memberikan dampak negatif terhadap motilitas dan daya hidup spermatozoa. Motilitas spermatozoa sangat bergantung pada suplai energi berupa adenosine triphosphate (ATP) hasil metabolisme. Hal ini sangat tergantung kepada substrat sumber energi yang sekaligus berfungsi sebagai krioprotektan ekstraseluler dalam pengencer NSF berupa laktosa. Sebagai substrat sumber energi, laktosa dimetabolisis melalui jalur glikolisis atau dilanjutkan dengan reaksi asam trikarboksilat dalam siklus Krebs, sehingga dihasilkan energi berupa ATP. Adenosine triphosphate (ATP) akan dimanfaatkan oleh spermatozoa dalam pergerakan (motilitas) dan untuk mempertahankan daya hidupnya. Membran plasma terdiri dari makromolekul berupa protein, lipoprotein dan glikoproein. Makromolekul-makromolekul tersebut berfungsi sebagai enzim, reseptor, saluran atau carrier. Sehingga jika membran plasma rusak, transport energi tidak dapat berjalan. Lengwinat dan Blottner (1994), menjelaskan bahwa spermatozoa mengalami penurunan motilitas dan integritas tudung akrosom post-thawing. Oleh karena itu, pendinginan dan kriopreservasi sperma menyebabkan kerusakan yang mempengaruhi motilitas dan morfologi spermatozoa, sehingga mempengaruhi potensi fertilisasi spermatozoa (Watson 1995; Holt 2000; Pukazhenthi et al, 2002). Menurut Curry dan Watson (1995), integritas membran plasma memiliki fungsi penting untuk menjaga viabilitas sel. Sama seperti pada motilitas, membran plasma yang utuh merupakan hal yang mutlak harus dimiliki spermatozoa yang baik karena membran plasma memegang peranan yang sentral dalam mengatur seluruh proses biochemic yang terjadi di dalam sel, sehingga nilai persentase MPU seharusnya 9 tidak jauh berbeda dari nilai persentase spermatozoa hidup (Rizal et al. 2003). Spermatozoa yang hidup memiliki persentase lebih tinggi daripada motilitas, hal ini dikarenakan sperma yang hidup belum tentu dapat bergerak, namun sperma yang tidak bergerak terkadang masih hidup (Campbell et al. 2003). Pada tahap pasca thawing nilai rataan persentase MPU menurun dibandingkan dengan semen segar. Hal ini diduga bahwa pada tahap ini terjadi pencairan kristal-kristal es, perubahan tekanan osmotik dan arus keluar masuk elektrolit-elektrolit dari dalam sel ke luar sel yang terjadi secara hebat. Fenomena tersebut membuat membran plasma sel spermatozoa bekerja secara ekstra jika tanpa perlindungan, akibatnya membran plasma sel akan mengalami kerusakan. Menurut Herdis dan Darmawan (2012), rusaknya membran plasma utuh biasanya disertai rusaknya tudung akrosom, sehingga menyebabkan keluarnya enzim-enzim yang diperlukan selama proses fertilisasi. Rusaknya bagian ini menyebabkan kegagalan program inseminasi buatan karena tidak terjadi fertilisasi dan akhirnya tak terjadi kebuntingan. Kondisi membran plasma yang baik menyebabkan tudung akrosom lebih terlindungi dan proses metabolisme dapat berjalan dengan lancar sehingga dapat mempertahankan motilitas dan daya hidup spermatozoa. Pada konsentrasi tertentu gliserol dapat melindungi spermatozoa, tetapi pada dosis yang berlebih dapat bersifat toxic. Berdasarkan hasil penelitian gliserol mampu mempertahankan motilitas, viabilitas dan keutuhan membran plasma pada konsentrasi 3% dan seiring bertambahnya konsentrasi persentase ketiga parameter semakin menurun. Menurut Fahy (1986) konsentrasi gliserol yang dimasukkan ke dalam pengencer untuk pembekuan semen domba dibatasi oleh sifat toksiknya yang bergantung pada tingkat pendinginan dan pembekuan, komposisi pengencer, metode penambahan, dan spesies hewan. Selain itu, kompleks protein-lipid pada membran sel diketahui tidak stabil pada dosis gliserol yang tinggi sehingga akan menyebabkan terjadinya penurunan fosfolipid dalam membran sitoplasma. Fosfolipid merupakan salah satu komponen terpenting dalam membran sel makhluk hidup. Pada penelitian Garcia et al. (2012), gliserol bersifat toxic pada semen kuda yang diberikan konsentrasi sama dengan atau lebih dari 3.5%. Efek toksisitas dari gliserol adalah memodifikasi struktur membran plasma dan pada konsentrasi yang tinggi dapat menghambat metabolisme energi (McLaughlin et al. 1992). Akibat terganggunya mekanisme spermatozoa, menyebabkan spermatozoa mengalami kekurangan energi sehingga viabilitas dan motilitasnya menurun. SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Penambahan gliserol pada bahan pengencer NSF mampu mempertahankan motilitas, viabilitas, dan keutuhan membran plasma spermatozoa domba selama proses pembekuan pada konsentrasi 3%. 10 Saran Penelitian lanjutan perlu dilakukan untuk mengetahui tingkat keberhasilan IB pada domba dengan spermatozoa post-thawing yang telah diberikan gliserol 3%. DAFTAR PUSTAKA Aboagla EM, Terada T. 2004. Effects of egg yolk during the freezing step preservation on the viability of goat spermatozoa. Theriogenology. 62: 11601172. Aboagla EM, Terada T. 2003. Trehalose-enhanced fluidity of the goat sperm membrane and its protection during freezing. Biol Reprod. 69: 1245-1250. Aisen EG, Medina VH, Venturino A. 2002. Cryopreservation and post-thawed fertility of ram frozen semen in different trehalose concentrations. Theriogenology. 57: 1801-1808. Aisen EG, Alvarez HL, Venturino A, Garde JJ. 2000. Effect of trehalose and EDTA on cryoprotective action of ram semen diluents. Theriogenology. 53: 10531061. Alvarenga MA, Papa FO, Landim-Alvarenga FC, Medeiros ASL. 2005. Amides as cryoprotectants for freezing stallion semen: A review. Anim Reprod Sci. 89: 105-113. Anchordoguy TJ, Rudolph AS, Carpenter JF, Crowe JH. 1987. Modes of interaction of cryoprotectants with membrane phospholipids during freezing. Crybiology. 24: 324-331. Arifiantini RI, Purwantara B, Yusuf TL dan Sajuthi D. 2010. Effect of different cryoprotective agents on skim milk and dimitropoulus extender for stallion semen cryopreservation. J lndonesian Trop Anim Agric. 35: 68-74. Asr ST, Beheshti R, Kohram H. 2011. The evaluations of Tris-citrate acid or Bioxcell extenders on the post-thawed buffalo sperm parameter. Annals of Biological Research. 4: 360-365. Azizah, Arifiantini RI. 2009. Kualitas semen beku kuda pada pengencer susu skim dengan kosentrasi gliserol yang berbeda. J Vet. 10: 63-70. Bailey JL, Bilodeau J, Cormier N. 2000. Semen cryopreservation in domestic animals: A damaging capacitating phenomenon. J Androl. 21(1). 2+ Bakas LS, Disalvo EA. 1991. Effects of Ca on the cryoprotective action of trehalose. Cryobiology. 28:347-353. Ball BA, Anthony VO. 2001. Osmotic tolerance of equine spermatozoa and the effects of soluble cryoprotectants on equine sperm motility, viability, and mitochondrial membrane potential. J Androl. 22:1061-1069. Campbell JR, Campbell KL, Kenealy MD. 2003. Artificial Insemination. In: Anim. Sci. Ed ke-4. New York (US): McGraw-Hill. Curry MR. 2000. Cryopreservation of semen from domestic livestock. Reviews of Reproduction. 5: 46-52. 11 Curry MR, Watson PF. 1995. Sperm structure and function. Di dalam: Grudzinkas JG, Yovich JL. Editor. Gametes- The Spermatozoon. Inggris (UK): Cambridge University Pr. De Paz P, Alvarez-Rodriguez M, Nicolas M, Alvarez M, Chamorro CA, Borraga´n S, Martinez-Pastor F, Anel L. 2012. Optimization of glycerol concentration and freezing rate in the cryopreservation of ejaculate from brown bear (Ursus arctos). Reprod Dom Anim. 47: 105–112. Djanuar R. 1985. Fisiologi Reproduksi dan Inseminasi Buatan pada Sapi. Yogyakarta (ID): Gadjah Mada University Press. Fahy GM. 1986. The relevance of cryoprotectant toxity to cryobiology. Cryobiology. 23: 1-13. Feradis. 1999. Penggunaan antioksidan dalam pengencer semen beku dan metode sinkronisasi estrus pada program inseminasi buatan domba St. Croix. Disertasi. Bogor (ID): Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Fiser PS, Fairfull RW. 1984. The effect of glycerol concentration and cooling velocity on cryosurvival of ram spermatozoa frozen in straws. Cryobiology. 21: 542–551. Foote RH. 2002. The history of artificial insemination: Selected notes and notables. American Society of Animal Science. Futino DO, Mendes MCB, Matos WNL, Mondadori RG, Lucci CM. 2010. Glycerol, methyl-formamide and dimethyl-formamide in canine semen cryopreservation. Reprod Dom Anim. 45: 214–220. Garcia BM, Ferrusola CO, Aparicio IM, Miro-Moran A, Rodriguez AM, Bolanos JMG, Fernandez LG, Balao da Silva CM, Rodriguez- Martinez H, Tapia JA, Pena F J. 2012. Toxicity of glycerol for the stallion spermatozoa: Effects on membrane integrity and cytoskeleton, lipid peroxidation and mitochondrial membran potential. Theriogenology. 77: 1280-1289. Graham EF, Crabo BG, Pace MM. 1978. Current status of semen preservation in the ram, boar and stallion. J Anim Sci. 47: 80-119. Guthrie HD, Liu J, Crister JK. 2002. Osmotic tolerance Limits and effects of cryoprotectants on motility of bovine spermatozoa. Biol Reprod. 67: 1811– 1816. Herdis, Darmawan IWA. 2012. Pengaruh maltosa sebagai krioprotektan ektraseluler dalam meningkatkan kualitas semen beku guna mendukung keberhasilan teknologi inseminasi buatan. J Sains dan Teknologi Indonesia. 14: 197-202. Herdis, Rizal M, Boediono A, Arifiantini RI, Saili T, Aku AS, Yulnawati. 2005. Optimasi kualitas semen beku domba garut melalui penambahan trehalosa ke dalam pengencer kuning telur. J Pengembangan Peternakan Tropis. 30: 229236. Holt WV. 2000. Basic aspects of frozen storage semen. J Anim Sci. 62: 3-22. Ishikawa A, Matsu M, Sakamoto H, Katagiri S, Takahashi Y. 2002. Cryopreservation of the semen collected by electroejaculation from the Hokkaido brown bear (Ursus arctos yesoensis). J Vet Med Sci. 64: 373–376. Ismaya. 2009. Konservasi spermatozoa: perkembangan, hasil, dan potensi di masa datang. Pidato pengukuhan jabatan guru besar: rapat terbuka majelis guru besar. Yogyakarta (ID) 30 Maret. 12 Jeyendran RS, Van der Ven HH, Perez-Pelaez M, Zaneveld LJ. 1985. Nonbeneficial effects of glycerol on the oocyte penetrating capacity of cryopreserved and incubated human spermatozoa. Cryobiology. 22: 434–437. Johnson LA, Weitze KF, Fiser P, Maxwell WMC. 2000. Storage of boar semen. J Anim Sci. 62: 143-172. Karja NWK, Otoi T, Murakami M, Fahrudin M, Suzuki T. 2002. In vitro maturation, fertilization and development of domestic cat oocytes recovered from ovaries collected at three stages of the reproductive cycle. Theriogenology. 57: 2289-2298. Karja NWK, Respaty EMA, Nuraini L, Prihatno SA, Gustari S. 2010. Characteristic of frozen-thawed epididymal spermatozoa and refrigerated storage of ram spermatozoa. J Indonesian Trop Anim Agric. 35: 63–67. Karja NWK, Fahrudin M, Setiadi MA. 2013. In Vitro fertility of post-thawed epididymal ram spermatozoa after storage at 5 °C before Cryopreservation. Media peternakan. 36: 26-31. Kikuchi K, Kashiwazaki N, Nagai T, Noguchi J, Shimada A, Takahashi R, Hirabayashi M, Shino M, Ueda M, Kaneko H. 1999. Reproduction in pigs using frozen-thawed spermatozoa from epididymis Stores St 4oC. J Reprod Dev. 45: 345-350. Kikuchi K, Nagai T, Kashiwazaki N, Ikeda H, Noguchi J, Shimada A, Soloy E, dan Kaneko H. 1998. Cryopreservation and ensung in vitro fertilization ability of boar spermatozoa from epididymis Stores at 4oC. Theriogenology. 50: 615623. Lemma A. 2011. Effect of cryopreservation on sperm quality and fertility. Di dalam: Manafi M. Editor. Artificial Insemination in Farm Animals. Croatia (R): Intech. Lengwinat T, Blottner S. 1994. In vitro fertilization of follicular oocytes of domestic cat using fresh and cryopreserved epididymal spermatozoa. Anim Reprod Sci. 35:291-301. Liu DY, Baker HWG. 1992. Tests of human sperm function and fertilization in vitro. Fertil Steril. 58: 465-83. Martinez HR, Wallgren M. 2011. Advances in boar semen cryopreservation. Vet Med Int. doi: 10.4061/2011/396181. Mclaughlin EA, Ford WCL, Hull MGR. 1992. Motility characteristics and membrane integrity of cryopreserved human spermatozoa. J Reprod. 95: 527534. Okano T, Nakamura S, Komatsu T, Murase T, Miyazawa K, Asano M, Tsubota T. 2006. Characteristics of frozen-thawed spermatozoa cryopreserved with different concentrations of glycerol in Captive Japanese black bears (Ursus thibetanus japonicus). J Vet Med Sci. 68: 1101–1104. Okazaki T, Abe S, Shimada M. 2009a. Improved conception rates in sows inseminated with cryopreserved boar spermatozoa prepared with a more optimal combination of osmolality and glycerol in the freezing extender. J Anim Sci.. 80: 121-129. Okazaki T, Abe S, Yoshida S, Shimada M. 2009b. Seminal plasma damages sperm during cryopreservation, but its presence during thawing improves semen quality and conception rates in boars with poor post-thaw semen quality. Theriogenology. 71: 491–498. 13 Parrilla I, Olmo D, Caballero I, Tarantini I, Cuello C, Gil MA, Roca J, Martinez V and Vazquez JM. 2012. The effect of glycerol concentrations on the postthaw in vitro characteristics of cryopreserved sex-sorted boar spermatozoa. Reprod Dom Anim. 47: 965–974. Park JD, Graham JK. 1992. Effect of cryopreservation procedur on sperm membrane. Theriogenology. 38: 209-222. Pérez-Llano B, Lorenzo JL, Yenes P, Trejo A, García-Casado P. 2001. A short hypoosmotic swelling test for the prediction of boar sperm fertility. Theriogenology. 56: 387-398. Pilikian S, Czyba JC, Guerin JF. 1982. Effects of various concentrations of glycerol on post-thaw motility and velocity of human spermatozoa. Cryobiology. 19: 147–153. Pukazhenthi B, Spindler R, Wildt DE, Bush LM, Howard JG. 2002. Osmotic properties of spermatozoa from felids producing different proportions of pleiomorphism: influence of adding and removing cryoprotectant. Cryobiology. 44: 288–300. Rizal M, Herdis, Boediono A, Aku AS, Yulnawati. 2006. Peranan beberapa jenis gula dalam meningkatkan kualitas semen beku domba Garut. J Ilmu Ternak dan Veteriner. 11: 123-130. Rizal M. 2005. Efek berbagai konsentrasi ß-karoten terhadap kualitas semen beku domba garut. Anim Product. 7: 6-13. Rizal M, Toelihere MR, Yusuf TL, Purwantara B, Situmorang. 2003. Kualitas semen beku domba Garut dalam berbagai dosis gliserol. J Vet. 7: 194-199. Salamon S, Maxwell WMC. 2000. Storage of ram semen. Anim Reprod Sci 62: 77– 111. Setyaningsih NI. 2012. Pengaruh penambahan vitamin C dalam pengencer tris kuning telur terhadap motilitas dan viabilitas spermatozoa domba Merino post thawing. Fakultas Kedokteran Hewan. Universitas Airlangga. Surabaya (ID). Shehu BM, Rekwot P, Kezi DM, Bidoli TD, Oyedokun AO. 2010. Challenges to farmers’ participation in artificial insemination (AI) biotechnology in Nigeria: An Overview. Journal of Agricultural Extension. 14: 123-129. Simpson AM, Swan MA, White IG. 1987. Susceptibility of epididymal boar sperm to cold shock and protective Action of phosphatidylcholine. Gamete Res. 17: 355-373. Solihati N, Kune P. 2011. Pengaruh jenis pengencer terhadap motilitas dan daya tahan hidup spermatozoa semen cair sapi Simmental. [internet] [diunduh 25 Agustus 2014] http://pustaka.unpad.ac.id/wpcontent/uploads/2009/03/pengaruh_jenis_pengencer_terhadap_motilitas.pdf. Storey BT, Noiles EE, Thompson KA. 1998. Comparison of glycerol, other polyols, trehalose, and raffinose to provide a defined cryoprotectant medium for mouse sperm cryopreservation. Cryobiology. 37: 46–58. Strauses G, Schurtenberger P, Huser H. 1986. The interaction of saccharides with lipid bilayer vesicles: Stabilization during freeze-thawing and freeze-dying. Biochem Biophys Ata. 858: 169-180. Subowo. 1995. Biologi Sel. Bandung (ID): Angkasa. Sumoprastowo. 1987. Beternak Domba Pedaging Dan Wol. Jakarta (ID): Bhratara Karya Aksara. 14 Susilawati T. 2000. Teknologi Preservasi dan Kriopreservasi Spermatozoa dan Ova. Tesis. Malang (ID): Program Pasca Sarjana Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya. Spindler RE, Huang Y, Howard JG, Wang P, Zhang H, Zhang G, Wildt DE. 2004. Acrosomal integrity and capacitation are not influenced by sperm cryopreservation in the giant panda. Reproduction. 127: 547–556. Tambing SN, Toelihere MR, Yusuf TL, Sutama IK. 2000. Pengaruh gliserol dalam pengencer tris terhadap kualitas semen beku kambing Peranakan Etawah. J Ilmu Ternak dan Vet. 5: 1-8. Tekin N, Secer S, Akcay E, Bozkurt Y, Kayam S. 2005. Effects of glycerol additions on post-thaw fertility of frozen rainbow trout sperm, with an emphasis on interaction between extender and cryoprotectant. J Appl Ichthyol. 23: 60–63. Tsutsui T, Tezuka T, Mikasa Y, Sugisawa H, Kirihara N, Hori T, dan Kawakami E. 2003. Artificial insemination with Caine semen stored at a low temperature. J Vet Med Sci. 65: 307-312. Watson PF. 2000. The causes of reduced fertility with cryopreserved semen. Animal Reproduction Science. 60–61: 481– 492. Watson PF. 1995. Recent developments and concepts in the cryopreservation of spermatozoa and the assessment of their post thawing function. Reprod fertile dev. 7: 871- 891. Wiggin HB, Almquist JO. 1975. Combinations of glycerol percent, glycerol equilibration time, and thawing rate upon freezability of bull spermatozoa in plastic straws. J Dairy Sci. 58:416–419. Wijayanti GE, Simanjuntak SBI. 2006. Viabilitas sperma ikan Nilem (Osteochilus hasselti C.V.) setelah penyimpanan jangka pendek dalam larutan ringer. J Fish Sci. 8: 207-214. Woelders H, Matthij A, Engel B. 1997. Effects of trehalose and sucrose, osmolality of the freezing medium, and cooling rate on viability and intactness of bull sperm after freezing and thawing. Cryobiology. 35: 93-105. Wooley DM, Richardson DW. 1978. Ultrastructural injury to human spermatozoa after freezing and thawing. J Reprod Fort. 53: 389-394. 15 RIWAYAT HIDUP Penulis lahir di Subang pada tanggal 17 April 1992. Penulis merupakan anak pertama dari dua bersaudara dari Bapak Dede Rosidin dan Ibu Atin Sutini. Penulis menempuh pendidikan sekolah dasar di SD Negeri Kalapa Kembar, Subang tahun 1998-2004, sekolah menengah pertama di SMPN 1 Subang 2004-2007 dan sekolah menengah atas di SMAN 1 Subang dan lulus pada tahun 2010. Pada tahun 2010 penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Masuk IPB (USMI) di Fakultas Kedokteran Hewan. Selama menjadi mahasiswa di Fakultas Kedokteran Hewan, penulis aktif sebagai anggota dalam Himpunan Minat dan Profesi (HIMPRO) RUMINANSIA serta menjadi panitia pada beberapa kegiatan di lingkungan kampus. Selain itu penulis pernah menjadi asisten praktikum untuk mata kuliah Ilmu Teknologi Reproduksi. Penulis pernah melakukan kegiatan magang di Balai Inseminasi Buatan Lembang, Bandung pada bulan Februari 2012, kemudian di Klinik Detasemen Kavaleri Berkuda Parongpong pada bulan Februari 2013.