kualitas semen beku domba yang dibekukan

advertisement
KUALITAS SEMEN BEKU DOMBA YANG DIBEKUKAN
DENGAN KONSENTRASI GLISEROL BERBEDA
DHEANTI APRIANI ARISTA
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Kualitas Semen Beku
Domba yang Dibekukan dengan Konsentrasi Gliserol Berbeda adalah benar karya
saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa
pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip
dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah
disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir
skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, September 2014
Dheanti Apriani Arista
NIM B04100096
ABSTRAK
DHEANTI APRIANI ARISTA. Kualitas Semen Beku Domba yang Dibekukan
dengan Konsentrasi Gliserol Berbeda. Dibimbing oleh NI WAYAN KURNIANI
KARJA.
Gliserol sebagai krioprotektan ditambahkan ke dalam media pengencer untuk
melindungi spermatozoa selama proses pembekuan. Gliserol umumnya digunakan
untuk menghambat pembentukan kristal es intraseluler yang dapat merusak
membran plasma yang menyebabkan penurunan kualitas sperma setelah
pembekuan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengevaluasi kualitas
spermatozoa domba setelah dibekukan dalam pengencer Niwa dan Sasaki Freezing
(NSF) dengan konsentrasi gliserol yang berbeda. Konsentrasi gliserol yang
digunakan dalam penelitian ini adalah 3, 4 dan 5%. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa persentase motilitas dan viabilitas spermatozoa lebih tinggi pada kelompok
gliserol 3 dan 4 % jika dibandingkan dengan kelompok glisrol 5% (P<0.05).
Keutuhan membran plasma spermatozoa pasca pembekuan ditemukan paling tinggi
pada kelompok gliserol 3% (P<0.05). Terjadi penurunan kualitas spermatozoa
domba setelah dibekukan seiring dengan meningkatnya konsentrasi gliserol.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa konsentrasi 3% gliserol adalah
konsentrasi optimum untuk menjaga kualitas semen beku domba.
Kata kunci: gliserol, kriopreservasi, media Niwa dan Sasaki Freezing, semen
domba
ABSTRACT
DHEANTI APRIANI ARISTA. Quality of Ram Frozen Semen Cryopreservated
with Different Consentrations of Glycerol. Supervised by NI WAYAN KURNIANI
KARJA.
Glycerol as a cryoprotectant was added to the diluent medium to protect
spermatozoa during the freezing process. Glycerol was commonly used to inhibit
the formation of intracellular ice crystals that can damage the plasma membrane
which causes a decrease in sperm quality after freezing. The purpose of this study
was to evaluate the quality of ram semen cryopreserved in Niwa and Sasaki
Freezing (NSF) media supplemented with various concentration of gliserol. The
concentrations of glycerol used in this study are glycerol 3, 4 and 5%. The results
showed that the percentage of motility and viability of Post-thawed spermatozoa in
3 and 4% glycerol groups was higher than 5% glycerol group (P<0.05). The
integrity of spermatozoa membrane was highest in 3% glycerol group compared
with 4 and 5% glycerol grpoups (P<0.05). These data indicated that the quality of
spermatozoa declined by increasing of glycerol concentration and the concentration
of 3% glycerol was the optimum concentration for maintaining the quality of postthawed semen.
Keywords: cryopreservation, glycerol, Niwa and Sasaki Freezing medium, ram
semen
KUALITAS SEMEN BEKU DOMBA YANG DIBEKUKAN
DENGAN KONSENTRASI GLISEROL BERBEDA
DHEANTI APRIANI ARISTA
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kedokteran Hewan
pada
Fakultas Kedokteran Hewan
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Judul yang
dipilih dalam penelitian ini yaitu “Kualitas Semen Beku Domba yang Dibekukan
dengan Konsentrasi Gliserol Berbeda”. Penulis menyampaikan terima kasih dan
penghargaan teristimewa kepada Drh Ni Wayan Kurniani Karja, MP, PhD selaku
Pembimbing atas perhatian dan bimbingannya selama penelitian dan penyelesaian
skripsi, penulis juga berterima kasih kepada Bapak Bondan Achmadi, SE yang
membantu proses pengambilan semen dan kepada seluruh staf dan karyawan
Bagian Reproduksi dan Kebidanan FKH IPB yang telah membantu penulis untuk
menyelesaikan skripsi ini.
Kepada Ayahanda Dede Rosidin, Ibunda Atin Sutini, Adik saya Valindio
Rinandi, beserta keluarga besar atas doa, semangat dan kasih sayangnya. Sahabat
dan teman-teman semua. Kepada Keluarga besar FKH 47 atas keceriaan dan
kenangan indah tak terlupakan. Seluruh sanak dan kerabat yang tidak bisa
disebutkan satu-persatu
Menyadari banyaknya kekurangan dalam diri Penulis, maka Penulis
mengharapkan saran dan kritik guna penyempurnaan skripsi ini dan semoga skripsi
ini bermanfaat bagi kita semua.
Bogor, September 2014
Dheanti Apriani Arista
DAFTAR ISI
PENDAHULUAN
Latar Belakang
1
1
Tujuan Penelitian
2
Manfaat Penelitian
2
TINJAUAN PUSTAKA
METODE
Waktu dan Tempat
2
5
5
Metode Penelitian
5
Persiapan Bahan Pengencer
5
Koleksi Semen
5
Evaluasi Karakteristik Spermatozoa
5
Pembekuan Spermatozoa
6
Analisis Data
HASIL DAN PEMBAHASAN
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
RIWAYAT HIDUP
6
7
9
9
10
10
15
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Domba merupakan ternak lokal Indonesia yang banyak dipelihara dan
dibiakkan. Domba umumnya mampu beradaptasi pada iklim tropis dan beranak
sepanjang tahun (Sumoprastowo 1987). Akan tetapi, usaha ternak domba di
Indonesia belum optimal. Perlu adanya peningkatan kuantitas dan kualitas bibit
unggul domba lokal Indonesia. Selain dengan perkawinan alami, teknologi
reproduksi inseminasi buatan (IB) dengan menggunakan semen beku dapat
digunakan untuk meningkatkan populasi domba. Selain itu IB memberikan solusi
mengenai penyediaan bibit unggul domba di Indonesia. Teknologi IB dapat
meningkatkan efisiensi perkawinan domba, karena seekor pejantan dapat
mengawini lebih dari satu ekor betina dalam satu kali ejakulasi. Akan tetapi banyak
faktor yang dapat mempengaruhi keberhasilan aplikasi teknologi ini, salah satunya
kualitas semen beku yang digunakan untuk inseminasi. Hal ini disebabkan kualitas
semen beku yang rendah dapat menurunkan potensi fertilisasi spermatozoa.
Pembekuan sperma adalah satu proses penghentian sementara reaksi
metabolik sel spermatozoa tanpa mematikan fungsi sel (Susilawati 2000). Pada
proses pembekuan semen, masalah yang sering timbul adalah pengaruh kejutan
dingin (cold shock) terhadap sel yang dibekukan dan perubahan kondisi intraseluler
akibat pengeluaran air yang berhubungan dengan pembentukan kristal-kristal es
(Herdis et al. 2005). Kristal es yang terbentuk akan merusak struktur terutama
membran plasma dan mitokondria (Holt 2000; Lemma 2011). Untuk mencegah
terbentuknya kristal es selama proses pembekuan dapat dilakukan penambahan zat
pelindung atau krioprotektan ke dalam pengencer. Secara umum ada dua kelompok
krioprotektan yaitu krioprotektan intraseluler yang bisa masuk/penetrasi ke dalam
sel sehingga dapat bekerja di dalam dan di luar sel. Kelompok kedua adalah
krioprotektan ekstraseluler yang bekerja hanya di luar sel. Krioprotektan
intraseluler diantaranya adalah glycerol, dimethylsulfosida (DMSO), ethylene
glycol (EG) dan 2 propanediol, sedangkan krioprotektan ekstraseluler memiliki
molekul yang besar sehingga tidak dapat menembus membran sel, contohnya
monosakarida, disakarida, protein, lipoprotein dan serum (Feradis 1999).
Penambahan agen pelindung (protecting agent) pada pengencer dapat
meningkatkan viabilitas atau menurunkan kematian sel selama proses pembekuan.
Krioprotektan yang sering digunakan untuk pembekuan semen adalah gliserol.
Gliserol akan melindungi sel spermatozoa dari kristal es yang akan merusak
membran spermatozoa (Park dan Graham 1992). Menurut Azizah dan Arifiantini
(2009), gliserol dapat masuk ke dalam sel spermatozoa untuk mengikat sebagian
air bebas, sehingga kristal-kristal es yang terbentuk di dalam medium pengencer
selama proses pembekuan dapat dicegah. Penggunaan gliserol harus
memperhatikan konsentrasi yang tepat agar dapat berfungsi dengan baik. Apabila
konsentrasi kurang, daya protektif gliserol tidak akan optimal, sebaliknya bila
berlebih akan bersifat toxic terhadap spermatozoa (Jeyendran et al. 1985;
McLaughlin et al. 1992; Guthrie et al. 2002). Telah banyak dilakukan penelitian
tentang penggunaan gliserol yang ditambahkan pada pengencer yang berbeda dan
2
pada berbagai spesies dengan hasil yang bervariasi. Seperti pada pembekuan semen
beruang cokelat dengan pengencer TES-tris-Fructose digunakan 4-8% gliserol (de
Paz et al. 2012), pengencer tris dan 5% gliserol pada domba (Rizal et al. 2003), dan
pada kuda digunakan gliserol tidak lebih dari 2.5% dalam media Biggers Whitten
and Whittingham (Garcia et al. 2012). Selain itu, pada penelitian-penelitian
sebelumnya diperoleh konsentrasi akhir gliserol untuk kriopreservasi spermatozoa
pada sapi 10-11% (Wiggin dan Almquist 1975), domba 4-6% (Fiser dan Fairfull
1984) dan manusia diatas 5% (Pilikian et al. 1982). Pada penelitian ini akan
dilakukan evaluasi penambahan gliserol dengan konsentrasi 3-5% dalam NiwaSasaki freezing (NSF) medium. Niwa-Sasaki freezing (NSF) medium adalah
medium pengencer yang biasa digunakan untuk pembekuan semen babi dengan
konsentrasi gliserol 3% (Okazaki et al. 2009a). Media NSF ini juga sudah
digunakan untuk membekukan sperma kucing (Karja et al. 2002) dengan kualitas
spermatozoa post-thawing lebih dari 40%. Akan tetapi konsentrasi optimum
gliserol untuk membekukan semen domba dengan pengencer NSF medium belum
diketahui.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi kualitas semen domba yang
dibekukan dengan konsentrasi gliserol berbeda dalam media NSF.
Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai konsentrasi
optimum dari gliserol dalam media NSF untuk pembekuan semen domba.
TINJAUAN PUSTAKA
Inseminasi buatan (IB) merupakan teknologi reproduksi yang paling banyak
digunakan saat ini untuk meningkatkan produktivitas ternak. Inseminasi buatan
adalah proses koleksi sel sperma hewan jantan secara manual dan memasukkannya
ke dalam saluran reproduksi betina. Teknologi ini merupakan bioteknologi yang
pertama kali diterapkan untuk meningkatkan reproduksi dan genetika hewan ternak
dan juga memiliki dampak yang sangat besar di seluruh dunia dalam banyak
spesies, terutama pada sapi perah (Foote 2002). Dalam aplikasinya secara
komersial, IB dapat digunakan untuk memperbanyak semen menjadi beberapa
dosis dan dapat disimpan tanpa batas waktu dengan teknik kriopreservasi.
Keuntungan teknologi ini menurut Shehu et al. (2010), adalah untuk menurunkan
resiko penyebaran penyakit pada ternak, penurunan sterilitas dan peningkatan
kesuburan. Namun demikian, aplikasi teknologi IB pada domba belum terlalu
intensif seperti pada sapi. Hal ini disebabkan oleh berbagai faktor seperti tidak
3
meratanya populasi domba di Indonesia, faktor teknis pelaksanaan IB yang lebih
sulit dibandingkan dengan sapi dikarenakan kesulitan saat pendeposisian semen
melalui cervix, serta penyediaan semen domba yang relatif sedikit dengan kualitas
yang rendah (Rizal 2005).
Kriopreservasi merupakan teknik penyimpanan semen dalam bentuk beku.
Kriopreservasi pertama kali diterapkan pada semen domba dan kuda pada tahun
1950-an serta pada babi pada tahun 1970-an (Graham et al. 1978). Semen beku
memiliki daya simpan yang lebih lama (Bailey et al. 2000; Wijayanti dan
Simanjuntak 2006), mudah ditransportasikan dan menjaga penyimpanan genom
spesies yang hampir punah. Akan tetapi proses kriopreservasi juga memunculkan
masalah karena proses ini menyebabkan kerusakan spermatozoa akibat pembekuan
dan proses thawing sehingga menurunkan kualitas spermatozoa. Pada proses
pembekuan, suhu lingkungan menurun drastis, menyebabkan air yang terkandung
dalam spermatozoa maupun medium akan membentuk kristal es (Martinez dan
Wallgren 2011). Telah banyak dilaporkan bahwa pembentukan kristal es
intraseluler adalah faktor utama yang bertanggung jawab atas kerusakan
spermatozoa yang disebabkan oleh proses pembekuan (Johnson et al. 2000; Watson
2000). Kerusakan membran plasma sperma dan membran akrosom juga dapat
terjadi setelah thawing sehingga fungsi sperma menjadi terganggu (Curry 2000;
Aboagla dan Terada 2003).
Bahan pengencer berfungsi selain untuk menambah volume semen juga
digunakan untuk menjaga kualitas selama penyimpanan hingga semen digunakan.
Syarat setiap bahan pengencer adalah harus dapat menyediakan nutrisi bagi
kebutuhan spermatozoa selama penyimpanan, harus memungkinkan sperma dapat
bergerak secara progresif, tidak bersifat racun bagi sperma, menjadi penyanggah
bagi sperma, dapat melindungi sperma dari kejutan dingin (cold shock) (Solihati dan
Kune 2011). Ada berbagai jenis pengencer yang digunakan untuk pengolahan
semen beku dan semen cair saat ini. Untuk pengencer semen beku umumnya
ditambahkan agen krioprotektan sebagai pelindung dari kejutan dingin pada saat
pembekuan. Pengencer dasar yang umum digunakan yaitu susu skim, tris, kuning
telur dan sodium sitrat (Holt 2000) yang kini telah banyak dikombinasikan untuk
mendapat hasil optimal.
Beberapa contoh pengencer dan kandungannya yaitu Pengencer Tris-asam
sitrat memiliki kandungan bahan Tris 3.028 g/100 ml, asam sitrat 1.675 g/100 ml,
fruktosa 1.25 g/100 ml, Penisilin G 1000 IU/ml, sulfat streptomisin 1000 μg/ml,
kuning telur 20% (v/v), gliserol 7% (v/v), pH 6.8 dan telah diaplikasikan pada badak
(Asr et al. 2011), pengencer semen beku TES-Tris-Fruktosa (TTF) yang ditambah
dengan 4% gliserol, 20% kuning telur, Ethylene Diamine Tetra Acid (EDTA) 2%
dan Equex STM paste 1%; 300 mOsm/kg, pH 7.1 pada beruang coklat (de Paz et
al. 2012), dan pengencer NSF pada babi (Okazaki et al. 2009a), domba (Karja et al.
2010; 2013) dan kucing (Karja et al. 2002).
Pengencer Niwa-Sasaki Freezing adalah pengencer yang digunakan pada
pembekuan semen babi. Medium NSF dibuat dengan melalui dua tahap yaitu NSF1 dan NSF-2. Kandungan NSF-1 terdiri dari kuning telur, sakarida, dan antibiotik,
sedangkan NSF-2 mengandung sebagian NSF-1 yang ditambahkan gliserol dan
Orvus es Paste (OEP). Menurut Kikuchi et al. (1998) penggunaan medium NSF
dapat melindungi terhadap resiko cold shock pada spermatozoa, hal ini karena
kandungan sejumlah besar kuning telur (18.5-20%) pada masing-masing pengencer
4
NSF 1 dan 2. Kuning telur mengandung lesitin yaitu fosfatidilkolin yang ditemukan
dapat melindungi motilitas sperma terhadap resiko kejutan dingin (Simpson et al.
1987). Selain itu dalam media NSF terdapat OEP yang berfungsi sebagai surfaktan,
OEP mampu melindungi melindungi integritas tudung akrosom spermatozoa.
Secara umum, ke dalam bahan pengencer biasanya ditambahkan kuning telur
yang berfungsi melindungi spermatozoa dari kejutan dingin (cold shock) selama
penyimpanan (Tsutsui et al. 2003). Kuning telur diterima menjadi agen efektif
dalam pengencer semen untuk perlindungan spermatozoa terhadap kejutan dingin
dan efek fase lipid transisi (Aboagla dan Terada 2004). Kuning telur mempunyai
komponen berupa lipoprotein dan lesitin yang dapat mempertahankan dan
melindungi spermatozoa dari cekaman dingin. Kuning telur juga mengandung
glukosa, vitamin yang larut dalam air dan larut dalam lemak sehingga
menguntungkan spermatozoa (Djanuar 1985). Lipoprotein akan melindungi sperma
dari luar sel yaitu dengan jalan meletakkan diri pada membran plasma sperma
sehingga sperma terbungkus oleh lipoprotein.
Pemanfaatan berbagai jenis gula (sakarida) dalam pengencer sebagai salah
satu senyawa alternatif dalam upaya memperbaiki kualitas semen beku telah
dilaporkan pada beberapa jenis hewan dan ternak. Gula berfungsi sebagai substrat
bagi sumber energi dan krioprotektan ekstraseluler, sehingga dapat melindungi dan
menunjang kehidupan spermatozoa selama proses pengolahan. Gula diketahui
dapat menjadikan membran plasma sel lebih stabil selama proses kriopreservasi
(Strauses et al. 1986; Anchordoguy et al. 1987; Bakas dan Disalvo 1991). Gula
telah terbukti mampu memperbaiki kualitas semen beku, seperti sukrosa pada
semen beku sapi (Woelders et al. 1997), trehalosa dan EDTA pada semen beku
domba Pampinta (Aisen et al. 2000; 2002), serta dextrosa, rafinosa, trehalosa, dan
sukrosa pada semen domba Garut (Rizal et al. 2006).
Krioprotektan diklasifikasikan berdasarkan cara kerjanya yaitu krioprotektan
intraseluler dan ekstraseluler. Krioprotektan juga dapat diklasifikasikan
berdasarkan komponen bahan utamanya; kelompok alkohol (ethylene glycol dan
alkohol) dan amida (methylformamide dan dimethylformamide) (Alvarenga et al.
2005). Mekanisme kerja, jenis, dan konsentrasi adalah tiga faktor utama yang
mempengaruhi kualitas krioprotektan untuk melindungi sperma selama
kriopreservasi (Arifiantini et al. 2010).
Kriopreservasi menggunakan gliserol dipopulerkan pertama kali oleh Polge
et al. 1949 (di-review oleh Salamon dan Maxwell 2000). Gliserol umumnya
digunakan sebagai krioprotektan untuk menghambat pembentukan es intraseluler
yang dapat merusak membran plasma (Storey et al. 1998; Salamon dan Maxwell
2000). Gliserol sebagai krioprotektan dapat melindungi membran spermatozoa
sehingga dapat meningkatkan viabilitas semen. Hasil penelitian sebelumnya
menunjukkan bahwa gliserol sebagai krioprotektan telah digunakan pada
pembekuan semen berbagai spesies hewan diantaranya anjing (Futino et. al. 2010),
babi (Okazaki et al. 2009a; 2009b; Parilla 2012), beruang cokelat (de Paz et al.
2012; Ishikawa 2002; Okano et al. 2006), panda (Spindler et al. 2004), kuda (Garcia
et al. 2012) dan ikan (Tekin et al. 2007).
5
METODE
Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Fertilisasi In Vitro, Bagian
Repoduksi dan Kebidanan dan Unit Reproduksi dan Rehabilitasi, Departemen
Klinik, Reproduksi, dan Patologi, Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian
Bogor. Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari sampai dengan bulan Mei 2014.
Metode Penelitian
Persiapan Bahan Pengencer
Bahan pengencer yang digunakan adalah Niwa-Sasaki Freezing Medium
(NSF) (Kikuchi et. al 1999). NSF-1 terdiri dari kuning telur (20%), laktosa (8.8%)
dan ampisilin (20 mg/ml) yang dilarutkan dengan air mili-Q. Bahan pengencer
NSF-1 kemudian disentrifugasi selama 15 menit dengan kecepatan 1500 rpm. NSF2 terdiri dari NSF-1 yang ditambahkan dengan Orvus es Paste (OEP) (1.48%) dan
dengan konsentrasi gliserol (6%, 8%, 10%).
Koleksi Semen
Semen ditampung dengan menggunakan vagina buatan. Semen dikoleksi dari
satu ekor domba jantan yang sudah dewasa kelamin (± umur 1-2 tahun) dan
memiliki libido serta kondisi tubuh yang baik. Domba dipelihara dalam kandang
terpisah, diberi pakan konsentrat dan hijauan segar secara teratur. Koleksi semen
dilakukan satu kali seminggu untuk menjaga kualitas dan kuantitas semen serta agar
kondisi pejantan tetap baik dan terjaga. Semen ditampung dari satu ejakulat,
kemudian dibawa ke laboratorium untuk diproses lebih lanjut.
Evaluasi Karakteristik Spermatozoa
Evaluasi semen dilakukan secara makroskopis dan mikroskopis.
Karakteristik semen di evaluasi secara makroskopis untuk semen segar dan secara
mikroskopis untuk semen segar dan semen beku. Pemeriksaan makroskopis meliput
pengukuran volume, warna, konsistensi dan pH, sedangkan pemeriksaan
mikroskopis meliputi penilaian terhadap persentase motilitas sperma, viabilitas dan
keutuhan membran plasma spermatozoa.
Motilitas progresif spermatozoa dinilai secara subjektif dengan cara
meneteskan 1 tetes semen pada gelas objek kemudian ditambahkan 7-8 tetes larutan
NaCl fisiologis, dihomogenkan kemudian diambil 1 tetes dan dipindahkan ke gelas
objek yang lain lalu tutup dengan cover glass. Motilitas spermatozoa diperiksa
6
dengan menggunakan mikroskop cahaya dengan perbesaran 400x. Pemeriksaan
dilakukan dengan interval nilai 1-100%.
Viabilitas spermatozoa diperiksa dengan pewarnaan eosin nigrosin dimana
satu tetes sperma pada gelas objek kemudian ditambahkan 7-8 tetes pewarna eosin
nigrosin, dihomogenkan dan buat preparat ulas dan difiksasi diatas heating table
selama 5 detik. Pemeriksaan viabilitas spermatozoa dilakukan dengan
menggunakan mikroskop cahaya dengan perbesaran 400x dengan melihat warna
kepala spermatozoa. Spermatozoa yang mati akan menyerap warna sehingga kepala
spermatozoa akan terwarnai, sedangkan spermatozoa yang hidup tidak akan
menyerap warna.
Keutuhan membran plasma atau membran plasma utuh (MPU) spermatozoa
dianalisa dengan Hypo-osmotic Swelling (HOS) Test. Isi media HOS terdiri dari
0.135 g fruktosa dan 0.0735 g trisodium citrate 2H2O dalam air mil-Q (Perez-Llano
et al. 2001). Pemeriksaan dilakukan dengan cara menambahkan sebanyak 10 µL
semen ke dalam tabung ependorf yang telah diisi media HOS sebanyak 40 µL,
kemudian dihangatkan dalam waterbath dengan suhu 37oC selama 10 menit.
Setelah itu dilakukan pemeriksaan dengan menggunakan mikroskop cahaya dengan
perbesaran 400x pada sepuluh lapang pandang dengan nilai interval 1-100%. Untuk
membedakan membran plasma yang utuh dan tidak utuh dilihat dari bentuk
spermatozoa. Spermatozoa dengan membran plasma utuh, ekornya akan melingkar,
sedangkan spermatozoa dengan membran plasma tidak utuh ekornya berbentuk
lurus.
Pembekuan Spermatozoa
Segera setelah sampai di laboratorium, semen diperiksa karakteristiknya
kemudian diencerkan dengan NSF-1. Pengenceran semen dilakukan dengan
membagi pengencer NSF-1 menjadi 3 bagian sebanyak 1 ml dan dicampur dengan
0.025 ml semen. Kemudian diekulibrasi pada suhu 4o C selama dua jam. Sampel
semen setelah ekuilibrasi ditambah dengan pengencer NSF-2 sebanyak 0.5 ml
dengan konsentrasi gliserol 6%, 8% dan 10% dan diekuilibrasi kembali selama 5
menit, kemudian NSF-2 ditambahkan kembali sebanyak 0.5 ml sehingga
konsentrasinya akhir dari gliserol menjadi 3%, 4% dan 5%. Semen dikemas di
dalam mini straw (0.25 ml) dengan konsentrasi 100 juta spermatozoa per straw.
Semen dalam straw ditempatkan di atas permukaan nitrogen cair untuk diuapi
selama 20 menit. Selanjutnya straw dimasukkan/dicelupkan ke dalam nitrogen cair
pada suhu -196oC selama 15 menit. Karakteristik semen beku diperiksa dengan cara
mencairkan kembali (thawing) semen beku dengan cara memasukkan straw ke
dalam air dengan temperatur 30-32oC selama ± 5 detik.
Analisis Data
Data berupa persentase motilitas, viabilitas dan membran plasma utuh (MPU)
diolah dengan menggunakan IBM SPSS Statistic 20 dan Microsoft excel 2013.
Pengujian yang dipakai adalah uji Analysis of Variance (ANOVA) dan Duncan
7
dengan selang kepercayaan 95%. Data disajikan dalam nilai rataan dan standar
deviasi.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kualitas semen segar domba lokal yang digunakan pada penelitian ini
menunjukkan hasil yang baik dan berada dalam kisaran normal kualitas semen
segar. Kuantitas dan kualitas semen yang diperoleh menunjukkan karakteristik
semen segar domba yaitu volume 0.75 mL, warna krem, konsistensi kental seperti
umumnya semen domba, dan derajat keasaman (pH) 6.7. Berdasarkan hasil
pemeriksaan mikroskopis diperoleh motilitas spermatozoa sebesar 81%. Rata-rata
kualitas semen segar domba menunjukkan bahwa semen segar yang diperoleh layak
untuk diproses menjadi semen beku. Menurut Tambing et al. (2000), syarat semen
segar yang akan dibekukan memiliki minimal persentase motilitas 70%, konsentrasi
2x109 sel/mL, gerakan massa ++/+++, persentase hidup minimal 80% dan
persentase abnormal tidak lebih dari 15%.
Hasil penelitian menunjukkan terlihat penurunan nilai ketiga parameter
dengan semakin meningkatnya persentase gliserol. Data karakteristik spermatozoa
domba sebelum dan sesudah pembekuan dengan penambahan gliserol berbeda
dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1 Karakteristik spermatozoa domba sebelum dan post-thawing
Post-thawing
G3
G4
G5
Motilitas
81±4.8a
31±4.2b
29±2.2b
23±2.7c
Viabilitas
88±4.8a
34±3.4b
30±2.7b
27±4.8c
MPU
97±0.9a
69±5.4b
68±6.7c
67±6.3c
*
Keterangan: Huruf superskrip yang berbeda pada baris yang sama menyatakan adanya perbedaan
nyata (P<0.05), MPU= Membran plasma utuh, G 3= Gliserol 3%, G4= Gliserol 4%,
G5= Gliserol 5%.
Parameter
Semen Segar
Berdasarkan hasil penelitian terlihat bahwa terjadi penurunan karakteristik
setelah spermatozoa mengalami proses pembekuan (P<0.05). Motilitas
spermatozoa post-thawing yang dibekukan dengan konsentrasi gliserol 3% (G3)
dengan 4% (G4) menunjukan hasil yang sama (P>0.05), tetapi persentase motilitas
spermatozoa yang dibekukan dengan konsentrasi 5% (G5) lebih rendah
dibandingkan kelompok G3 dan G4 (P<0.05). Persentase viabilitas post-thawing
menunjukan pola yang sama dengan motilitas, yang mana terjadi penurunan setelah
spermatozoa mengalami proses pembekuan (P<0.05) dengan persentase viabilitas
spermatozoa post-thawing kelompok G3 dan G4 tidak berbeda nyata (P>0.05),
sedangkan kelompok G5 menunjukkan persentase viabilitas spermatozoa lebih
rendah dibandingkan kelompok G3 dan G4 (P<0.05). Persentase spermatozoa yang
memiliki membran plasma utuh menunjukan bahwa persentase MPU spermatozoa
pada kelompok G3 lebih tinggi (P<0.05) dibanding G4 dan G5. Dari data pada
8
penelitian ini menunjukkan bahwa konsentrasi gliserol berpengaruh terhadap
kualitas spermatozoa.
Penambahan gliserol dalam media pengencer penting untuk menjaga kualitas
spermatozoa selama proses pembekuan. Parks dan Graham (1992), menyatakan
bahwa peranan gliserol dalam membran plasma sel sperma adalah mengikat gugus
pusat fosfolipid, sehingga menurunkan ketidakstabilan membran dan berinteraksi
dengan membran untuk mengikat protein dan glikoprotein sehingga menyebabkan
partikel-partikel intra membran terkumpul. Didukung oleh hasil penelitian Futino
(2010) bahwa spermatozoa yang diberi perlakuan penambahan gliserol dapat
mempertahankan integritas membran spermatozoa dibanding krioprotektan lain.
Apabila membran plasma sel dapat dipertahankan keutuhannya selama proses
pembekuan, maka akan memberikan efek yang baik terhadap motilitas, daya hidup,
dan keutuhan tudung akrosom sperma. Akan tetapi konsentrasi yang tepat dari
penambahan krioprotektan dibutuhkan untuk memperoleh kualitas spermatozoa
yang baik setelah pembekuan.
Terjadi penurunan motilitas post-thawing yang dikarenakan efek proses
pembekuan. Menurut Ball dan Anhony (2001), penurunan motilitas spermatozoa
selama proses pembekuan dikaitkan dengan gangguan integritas membran plasma
serta gangguan atau kehilangan membran mitokondria potensial. Membran plasma
sperma adalah struktur sel bagian luar yang bertindak sebagai penghalang fisiologis
dan integritas yang diperlukan untuk fungsi normal spermatozoa (Liu dan Baker
1992). Selama proses kriopreservasi sperma mengalami perubahan drastis dalam
lingkungan intraseluler dan ekstraseluler karena pendinginan, pembekuan,
penyimpanan dalam nitrogen cair, dan pencairan. Efek kimia dan fisik proses ini
dapat menyebabkan cryodamage bagi membran plasma sehingga terjadi perubahan
fungsi normal spermatozoa. Gangguan pada membran plasma sel akan memberikan
dampak negatif terhadap motilitas dan daya hidup spermatozoa. Motilitas
spermatozoa sangat bergantung pada suplai energi berupa adenosine triphosphate
(ATP) hasil metabolisme. Hal ini sangat tergantung kepada substrat sumber energi
yang sekaligus berfungsi sebagai krioprotektan ekstraseluler dalam pengencer NSF
berupa laktosa. Sebagai substrat sumber energi, laktosa dimetabolisis melalui jalur
glikolisis atau dilanjutkan dengan reaksi asam trikarboksilat dalam siklus Krebs,
sehingga dihasilkan energi berupa ATP. Adenosine triphosphate (ATP) akan
dimanfaatkan oleh spermatozoa dalam pergerakan (motilitas) dan untuk
mempertahankan daya hidupnya. Membran plasma terdiri dari makromolekul
berupa protein, lipoprotein dan glikoproein. Makromolekul-makromolekul tersebut
berfungsi sebagai enzim, reseptor, saluran atau carrier. Sehingga jika membran
plasma rusak, transport energi tidak dapat berjalan.
Lengwinat dan Blottner (1994), menjelaskan bahwa spermatozoa mengalami
penurunan motilitas dan integritas tudung akrosom post-thawing. Oleh karena itu,
pendinginan dan kriopreservasi sperma menyebabkan kerusakan yang
mempengaruhi motilitas dan morfologi spermatozoa, sehingga mempengaruhi
potensi fertilisasi spermatozoa (Watson 1995; Holt 2000; Pukazhenthi et al, 2002).
Menurut Curry dan Watson (1995), integritas membran plasma memiliki fungsi
penting untuk menjaga viabilitas sel. Sama seperti pada motilitas, membran plasma
yang utuh merupakan hal yang mutlak harus dimiliki spermatozoa yang baik karena
membran plasma memegang peranan yang sentral dalam mengatur seluruh proses
biochemic yang terjadi di dalam sel, sehingga nilai persentase MPU seharusnya
9
tidak jauh berbeda dari nilai persentase spermatozoa hidup (Rizal et al. 2003).
Spermatozoa yang hidup memiliki persentase lebih tinggi daripada motilitas, hal ini
dikarenakan sperma yang hidup belum tentu dapat bergerak, namun sperma yang
tidak bergerak terkadang masih hidup (Campbell et al. 2003).
Pada tahap pasca thawing nilai rataan persentase MPU menurun
dibandingkan dengan semen segar. Hal ini diduga bahwa pada tahap ini terjadi
pencairan kristal-kristal es, perubahan tekanan osmotik dan arus keluar masuk
elektrolit-elektrolit dari dalam sel ke luar sel yang terjadi secara hebat. Fenomena
tersebut membuat membran plasma sel spermatozoa bekerja secara ekstra jika tanpa
perlindungan, akibatnya membran plasma sel akan mengalami kerusakan. Menurut
Herdis dan Darmawan (2012), rusaknya membran plasma utuh biasanya disertai
rusaknya tudung akrosom, sehingga menyebabkan keluarnya enzim-enzim yang
diperlukan selama proses fertilisasi. Rusaknya bagian ini menyebabkan kegagalan
program inseminasi buatan karena tidak terjadi fertilisasi dan akhirnya tak terjadi
kebuntingan. Kondisi membran plasma yang baik menyebabkan tudung akrosom
lebih terlindungi dan proses metabolisme dapat berjalan dengan lancar sehingga
dapat mempertahankan motilitas dan daya hidup spermatozoa.
Pada konsentrasi tertentu gliserol dapat melindungi spermatozoa, tetapi pada
dosis yang berlebih dapat bersifat toxic. Berdasarkan hasil penelitian gliserol
mampu mempertahankan motilitas, viabilitas dan keutuhan membran plasma pada
konsentrasi 3% dan seiring bertambahnya konsentrasi persentase ketiga parameter
semakin menurun. Menurut Fahy (1986) konsentrasi gliserol yang dimasukkan ke
dalam pengencer untuk pembekuan semen domba dibatasi oleh sifat toksiknya yang
bergantung pada tingkat pendinginan dan pembekuan, komposisi pengencer,
metode penambahan, dan spesies hewan. Selain itu, kompleks protein-lipid pada
membran sel diketahui tidak stabil pada dosis gliserol yang tinggi sehingga akan
menyebabkan terjadinya penurunan fosfolipid dalam membran sitoplasma.
Fosfolipid merupakan salah satu komponen terpenting dalam membran sel makhluk
hidup. Pada penelitian Garcia et al. (2012), gliserol bersifat toxic pada semen kuda
yang diberikan konsentrasi sama dengan atau lebih dari 3.5%. Efek toksisitas dari
gliserol adalah memodifikasi struktur membran plasma dan pada konsentrasi yang
tinggi dapat menghambat metabolisme energi (McLaughlin et al. 1992). Akibat
terganggunya mekanisme spermatozoa, menyebabkan spermatozoa mengalami
kekurangan energi sehingga viabilitas dan motilitasnya menurun.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Penambahan gliserol pada bahan pengencer NSF mampu mempertahankan
motilitas, viabilitas, dan keutuhan membran plasma spermatozoa domba selama
proses pembekuan pada konsentrasi 3%.
10
Saran
Penelitian lanjutan perlu dilakukan untuk mengetahui tingkat keberhasilan IB
pada domba dengan spermatozoa post-thawing yang telah diberikan gliserol 3%.
DAFTAR PUSTAKA
Aboagla EM, Terada T. 2004. Effects of egg yolk during the freezing step
preservation on the viability of goat spermatozoa. Theriogenology. 62: 11601172.
Aboagla EM, Terada T. 2003. Trehalose-enhanced fluidity of the goat sperm
membrane and its protection during freezing. Biol Reprod. 69: 1245-1250.
Aisen EG, Medina VH, Venturino A. 2002. Cryopreservation and post-thawed
fertility of ram frozen semen in different trehalose concentrations.
Theriogenology. 57: 1801-1808.
Aisen EG, Alvarez HL, Venturino A, Garde JJ. 2000. Effect of trehalose and EDTA
on cryoprotective action of ram semen diluents. Theriogenology. 53: 10531061.
Alvarenga MA, Papa FO, Landim-Alvarenga FC, Medeiros ASL. 2005. Amides as
cryoprotectants for freezing stallion semen: A review. Anim Reprod Sci. 89:
105-113.
Anchordoguy TJ, Rudolph AS, Carpenter JF, Crowe JH. 1987. Modes of interaction
of cryoprotectants with membrane phospholipids during freezing. Crybiology.
24: 324-331.
Arifiantini RI, Purwantara B, Yusuf TL dan Sajuthi D. 2010. Effect of different
cryoprotective agents on skim milk and dimitropoulus extender for stallion
semen cryopreservation. J lndonesian Trop Anim Agric. 35: 68-74.
Asr ST, Beheshti R, Kohram H. 2011. The evaluations of Tris-citrate acid or
Bioxcell extenders on the post-thawed buffalo sperm parameter. Annals of
Biological Research. 4: 360-365.
Azizah, Arifiantini RI. 2009. Kualitas semen beku kuda pada pengencer susu skim
dengan kosentrasi gliserol yang berbeda. J Vet. 10: 63-70.
Bailey JL, Bilodeau J, Cormier N. 2000. Semen cryopreservation in domestic
animals: A damaging capacitating phenomenon. J Androl. 21(1).
2+
Bakas LS, Disalvo EA. 1991. Effects of Ca on the cryoprotective action of
trehalose. Cryobiology. 28:347-353.
Ball BA, Anthony VO. 2001. Osmotic tolerance of equine spermatozoa and the
effects of soluble cryoprotectants on equine sperm motility, viability, and
mitochondrial membrane potential. J Androl. 22:1061-1069.
Campbell JR, Campbell KL, Kenealy MD. 2003. Artificial Insemination. In: Anim.
Sci. Ed ke-4. New York (US): McGraw-Hill.
Curry MR. 2000. Cryopreservation of semen from domestic livestock. Reviews of
Reproduction. 5: 46-52.
11
Curry MR, Watson PF. 1995. Sperm structure and function. Di dalam: Grudzinkas
JG, Yovich JL. Editor. Gametes- The Spermatozoon. Inggris (UK):
Cambridge University Pr.
De Paz P, Alvarez-Rodriguez M, Nicolas M, Alvarez M, Chamorro CA, Borraga´n
S, Martinez-Pastor F, Anel L. 2012. Optimization of glycerol concentration
and freezing rate in the cryopreservation of ejaculate from brown bear (Ursus
arctos). Reprod Dom Anim. 47: 105–112.
Djanuar R. 1985. Fisiologi Reproduksi dan Inseminasi Buatan pada Sapi.
Yogyakarta (ID): Gadjah Mada University Press.
Fahy GM. 1986. The relevance of cryoprotectant toxity to cryobiology.
Cryobiology. 23: 1-13.
Feradis. 1999. Penggunaan antioksidan dalam pengencer semen beku dan metode
sinkronisasi estrus pada program inseminasi buatan domba St. Croix.
Disertasi. Bogor (ID): Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
Fiser PS, Fairfull RW. 1984. The effect of glycerol concentration and cooling
velocity on cryosurvival of ram spermatozoa frozen in straws. Cryobiology.
21: 542–551.
Foote RH. 2002. The history of artificial insemination: Selected notes and notables.
American Society of Animal Science.
Futino DO, Mendes MCB, Matos WNL, Mondadori RG, Lucci CM. 2010. Glycerol,
methyl-formamide
and
dimethyl-formamide
in
canine
semen
cryopreservation. Reprod Dom Anim. 45: 214–220.
Garcia BM, Ferrusola CO, Aparicio IM, Miro-Moran A, Rodriguez AM, Bolanos
JMG, Fernandez LG, Balao da Silva CM, Rodriguez- Martinez H, Tapia JA,
Pena F J. 2012. Toxicity of glycerol for the stallion spermatozoa: Effects on
membrane integrity and cytoskeleton, lipid peroxidation and mitochondrial
membran potential. Theriogenology. 77: 1280-1289.
Graham EF, Crabo BG, Pace MM. 1978. Current status of semen preservation in
the ram, boar and stallion. J Anim Sci. 47: 80-119.
Guthrie HD, Liu J, Crister JK. 2002. Osmotic tolerance Limits and effects of
cryoprotectants on motility of bovine spermatozoa. Biol Reprod. 67: 1811–
1816.
Herdis, Darmawan IWA. 2012. Pengaruh maltosa sebagai krioprotektan
ektraseluler dalam meningkatkan kualitas semen beku guna mendukung
keberhasilan teknologi inseminasi buatan. J Sains dan Teknologi Indonesia.
14: 197-202.
Herdis, Rizal M, Boediono A, Arifiantini RI, Saili T, Aku AS, Yulnawati. 2005.
Optimasi kualitas semen beku domba garut melalui penambahan trehalosa ke
dalam pengencer kuning telur. J Pengembangan Peternakan Tropis. 30: 229236.
Holt WV. 2000. Basic aspects of frozen storage semen. J Anim Sci. 62: 3-22.
Ishikawa A, Matsu M, Sakamoto H, Katagiri S, Takahashi Y. 2002.
Cryopreservation of the semen collected by electroejaculation from the
Hokkaido brown bear (Ursus arctos yesoensis). J Vet Med Sci. 64: 373–376.
Ismaya. 2009. Konservasi spermatozoa: perkembangan, hasil, dan potensi di masa
datang. Pidato pengukuhan jabatan guru besar: rapat terbuka majelis guru
besar. Yogyakarta (ID) 30 Maret.
12
Jeyendran RS, Van der Ven HH, Perez-Pelaez M, Zaneveld LJ. 1985.
Nonbeneficial effects of glycerol on the oocyte penetrating capacity of
cryopreserved and incubated human spermatozoa. Cryobiology. 22: 434–437.
Johnson LA, Weitze KF, Fiser P, Maxwell WMC. 2000. Storage of boar semen. J
Anim Sci. 62: 143-172.
Karja NWK, Otoi T, Murakami M, Fahrudin M, Suzuki T. 2002. In vitro
maturation, fertilization and development of domestic cat oocytes recovered
from ovaries collected at three stages of the reproductive cycle.
Theriogenology. 57: 2289-2298.
Karja NWK, Respaty EMA, Nuraini L, Prihatno SA, Gustari S. 2010. Characteristic
of frozen-thawed epididymal spermatozoa and refrigerated storage of ram
spermatozoa. J Indonesian Trop Anim Agric. 35: 63–67.
Karja NWK, Fahrudin M, Setiadi MA. 2013. In Vitro fertility of post-thawed
epididymal ram spermatozoa after storage at 5 °C before Cryopreservation.
Media peternakan. 36: 26-31.
Kikuchi K, Kashiwazaki N, Nagai T, Noguchi J, Shimada A, Takahashi R,
Hirabayashi M, Shino M, Ueda M, Kaneko H. 1999. Reproduction in pigs
using frozen-thawed spermatozoa from epididymis Stores St 4oC. J Reprod
Dev. 45: 345-350.
Kikuchi K, Nagai T, Kashiwazaki N, Ikeda H, Noguchi J, Shimada A, Soloy E, dan
Kaneko H. 1998. Cryopreservation and ensung in vitro fertilization ability of
boar spermatozoa from epididymis Stores at 4oC. Theriogenology. 50: 615623.
Lemma A. 2011. Effect of cryopreservation on sperm quality and fertility. Di
dalam: Manafi M. Editor. Artificial Insemination in Farm Animals. Croatia
(R): Intech.
Lengwinat T, Blottner S. 1994. In vitro fertilization of follicular oocytes of
domestic cat using fresh and cryopreserved epididymal spermatozoa. Anim
Reprod Sci. 35:291-301.
Liu DY, Baker HWG. 1992. Tests of human sperm function and fertilization in
vitro. Fertil Steril. 58: 465-83.
Martinez HR, Wallgren M. 2011. Advances in boar semen cryopreservation. Vet
Med Int. doi: 10.4061/2011/396181.
Mclaughlin EA, Ford WCL, Hull MGR. 1992. Motility characteristics and
membrane integrity of cryopreserved human spermatozoa. J Reprod. 95: 527534.
Okano T, Nakamura S, Komatsu T, Murase T, Miyazawa K, Asano M, Tsubota T.
2006. Characteristics of frozen-thawed spermatozoa cryopreserved with
different concentrations of glycerol in Captive Japanese black bears (Ursus
thibetanus japonicus). J Vet Med Sci. 68: 1101–1104.
Okazaki T, Abe S, Shimada M. 2009a. Improved conception rates in sows
inseminated with cryopreserved boar spermatozoa prepared with a more
optimal combination of osmolality and glycerol in the freezing extender. J
Anim Sci.. 80: 121-129.
Okazaki T, Abe S, Yoshida S, Shimada M. 2009b. Seminal plasma damages sperm
during cryopreservation, but its presence during thawing improves semen
quality and conception rates in boars with poor post-thaw semen quality.
Theriogenology. 71: 491–498.
13
Parrilla I, Olmo D, Caballero I, Tarantini I, Cuello C, Gil MA, Roca J, Martinez V
and Vazquez JM. 2012. The effect of glycerol concentrations on the postthaw in vitro characteristics of cryopreserved sex-sorted boar spermatozoa.
Reprod Dom Anim. 47: 965–974.
Park JD, Graham JK. 1992. Effect of cryopreservation procedur on sperm
membrane. Theriogenology. 38: 209-222.
Pérez-Llano B, Lorenzo JL, Yenes P, Trejo A, García-Casado P. 2001. A short
hypoosmotic swelling test for the prediction of boar sperm fertility.
Theriogenology. 56: 387-398.
Pilikian S, Czyba JC, Guerin JF. 1982. Effects of various concentrations of glycerol
on post-thaw motility and velocity of human spermatozoa. Cryobiology. 19:
147–153.
Pukazhenthi B, Spindler R, Wildt DE, Bush LM, Howard JG. 2002. Osmotic
properties of spermatozoa from felids producing different proportions of
pleiomorphism: influence of adding and removing cryoprotectant.
Cryobiology. 44: 288–300.
Rizal M, Herdis, Boediono A, Aku AS, Yulnawati. 2006. Peranan beberapa jenis
gula dalam meningkatkan kualitas semen beku domba Garut. J Ilmu Ternak
dan Veteriner. 11: 123-130.
Rizal M. 2005. Efek berbagai konsentrasi ß-karoten terhadap kualitas semen beku
domba garut. Anim Product. 7: 6-13.
Rizal M, Toelihere MR, Yusuf TL, Purwantara B, Situmorang. 2003. Kualitas
semen beku domba Garut dalam berbagai dosis gliserol. J Vet. 7: 194-199.
Salamon S, Maxwell WMC. 2000. Storage of ram semen. Anim Reprod Sci 62: 77–
111.
Setyaningsih NI. 2012. Pengaruh penambahan vitamin C dalam pengencer tris
kuning telur terhadap motilitas dan viabilitas spermatozoa domba Merino
post thawing. Fakultas Kedokteran Hewan. Universitas Airlangga. Surabaya
(ID).
Shehu BM, Rekwot P, Kezi DM, Bidoli TD, Oyedokun AO. 2010. Challenges to
farmers’ participation in artificial insemination (AI) biotechnology in
Nigeria: An Overview. Journal of Agricultural Extension. 14: 123-129.
Simpson AM, Swan MA, White IG. 1987. Susceptibility of epididymal boar sperm
to cold shock and protective Action of phosphatidylcholine. Gamete Res. 17:
355-373.
Solihati N, Kune P. 2011. Pengaruh jenis pengencer terhadap motilitas dan daya
tahan hidup spermatozoa semen cair sapi Simmental. [internet] [diunduh 25
Agustus
2014]
http://pustaka.unpad.ac.id/wpcontent/uploads/2009/03/pengaruh_jenis_pengencer_terhadap_motilitas.pdf.
Storey BT, Noiles EE, Thompson KA. 1998. Comparison of glycerol, other polyols,
trehalose, and raffinose to provide a defined cryoprotectant medium for
mouse sperm cryopreservation. Cryobiology. 37: 46–58.
Strauses G, Schurtenberger P, Huser H. 1986. The interaction of saccharides with
lipid bilayer vesicles: Stabilization during freeze-thawing and freeze-dying.
Biochem Biophys Ata. 858: 169-180.
Subowo. 1995. Biologi Sel. Bandung (ID): Angkasa.
Sumoprastowo. 1987. Beternak Domba Pedaging Dan Wol. Jakarta (ID): Bhratara
Karya Aksara.
14
Susilawati T. 2000. Teknologi Preservasi dan Kriopreservasi Spermatozoa dan Ova.
Tesis. Malang (ID): Program Pasca Sarjana Fakultas Peternakan Universitas
Brawijaya.
Spindler RE, Huang Y, Howard JG, Wang P, Zhang H, Zhang G, Wildt DE. 2004.
Acrosomal integrity and capacitation are not influenced by sperm
cryopreservation in the giant panda. Reproduction. 127: 547–556.
Tambing SN, Toelihere MR, Yusuf TL, Sutama IK. 2000. Pengaruh gliserol dalam
pengencer tris terhadap kualitas semen beku kambing Peranakan Etawah. J
Ilmu Ternak dan Vet. 5: 1-8.
Tekin N, Secer S, Akcay E, Bozkurt Y, Kayam S. 2005. Effects of glycerol
additions on post-thaw fertility of frozen rainbow trout sperm, with an
emphasis on interaction between extender and cryoprotectant. J Appl Ichthyol.
23: 60–63.
Tsutsui T, Tezuka T, Mikasa Y, Sugisawa H, Kirihara N, Hori T, dan Kawakami E.
2003. Artificial insemination with Caine semen stored at a low temperature.
J Vet Med Sci. 65: 307-312.
Watson PF. 2000. The causes of reduced fertility with cryopreserved semen. Animal
Reproduction Science. 60–61: 481– 492.
Watson PF. 1995. Recent developments and concepts in the cryopreservation of
spermatozoa and the assessment of their post thawing function. Reprod fertile
dev. 7: 871- 891.
Wiggin HB, Almquist JO. 1975. Combinations of glycerol percent, glycerol
equilibration time, and thawing rate upon freezability of bull spermatozoa in
plastic straws. J Dairy Sci. 58:416–419.
Wijayanti GE, Simanjuntak SBI. 2006. Viabilitas sperma ikan Nilem (Osteochilus
hasselti C.V.) setelah penyimpanan jangka pendek dalam larutan ringer. J
Fish Sci. 8: 207-214.
Woelders H, Matthij A, Engel B. 1997. Effects of trehalose and sucrose, osmolality
of the freezing medium, and cooling rate on viability and intactness of bull
sperm after freezing and thawing. Cryobiology. 35: 93-105.
Wooley DM, Richardson DW. 1978. Ultrastructural injury to human spermatozoa
after freezing and thawing. J Reprod Fort. 53: 389-394.
15
RIWAYAT HIDUP
Penulis lahir di Subang pada tanggal 17 April 1992. Penulis merupakan
anak pertama dari dua bersaudara dari Bapak Dede Rosidin dan Ibu Atin Sutini.
Penulis menempuh pendidikan sekolah dasar di SD Negeri Kalapa Kembar, Subang
tahun 1998-2004, sekolah menengah pertama di SMPN 1 Subang 2004-2007 dan
sekolah menengah atas di SMAN 1 Subang dan lulus pada tahun 2010.
Pada tahun 2010 penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur
Undangan Masuk IPB (USMI) di Fakultas Kedokteran Hewan. Selama menjadi
mahasiswa di Fakultas Kedokteran Hewan, penulis aktif sebagai anggota dalam
Himpunan Minat dan Profesi (HIMPRO) RUMINANSIA serta menjadi panitia
pada beberapa kegiatan di lingkungan kampus. Selain itu penulis pernah menjadi
asisten praktikum untuk mata kuliah Ilmu Teknologi Reproduksi. Penulis pernah
melakukan kegiatan magang di Balai Inseminasi Buatan Lembang, Bandung pada
bulan Februari 2012, kemudian di Klinik Detasemen Kavaleri Berkuda Parongpong
pada bulan Februari 2013.
Download