BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Teori Keagenan Teori agensi (agency

advertisement
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Teori Keagenan
Teori agensi (agency teory) merupakan teori yang menjelaskan tentang
adanya hubungan antar pihak manajemen (agent) dengan pihak pemilik
perusahaan (principal). Manajemen merupakan pihak yang dikontrak oleh
pemegang saham untuk bekerja demi kepentingan pemegang saham. Karena
mereka dipilih, maka pihak manejemen harus mempertanggungjawabkan semua
pekerjaannya kepada pemegang saham. Menurut Jensen dan Meckling (1976)
menyatakan bahwa hubungan keagenan merupakan hubungan kontrak antara
prinsipal dan agen dimana prinsipal dalam hal ini shareholder (pemegang saham)
memberikan pertanggungjawaban atas decision making kepada agen (manajemen)
sesuai dengan kontrak kerja yang telah disepakati bersama.
Salah satu asumsi utama dari teori keagenan bahwa tujuan principal dan
tujuan agen yang berbeda dapat memunculkan konflik karena manajer perusahaan
cenderung untuk mengejar tujuan pribadi, hal ini dapat mengakibatkan
kecenderungan manajer untuk memfokuskan pada proyek dan investasi
perusahaan yang menghasilkan laba yang tinggi dalam jangka pendek dari pada
memaksimalkan kesejahteraan pemegang saham melalui investasi-investasi yang
menguntungkan jangka panjang. Hal tersebut dapat menyebabkan adanya ketidak
seimbangan informasi yang dimiliki oleh principal dan agent.
11
Auditor dipandang sebagai pihak yang independen dianggap mampu
menjembatani kepentingan prinsipal dan agen dalam melakukan monitoring
terhadap kinerja manajemen apakah telah bertindak sesuai dengan keinginan
prinsipal melalui sebuah sarana yaitu laporan keuangan (Rahman dan Siregar,
2012). Auditor bertugas memberikan opini atas kewajaran laporan keuangan
perusahaan, dan mengevaluasi bagaimanakah kemampuan perusahaan dalam
mempertahankan kelangsungan hidupnya serta mengungkapkannya pada laporan
audit. Laporan audit memberikan peringatan awal mengenai kondisi keuangan
perusahaan bagi prinsipal (Rahman dan Siregar, 2012).
2.2 Ukuran Perusahaan
Ukuran perusahaan merupakan gambaran besar kecilnya suatu perusahaan
yang ditunjukkan oleh total aktiva, jumlah penjualan, rata–rata total penjualan dan
rata–rata total aktiva. Jadi, ukuran perusahaan merupakan ukuran atau besarnya
asset yang dimiliki oleh perusahaan.
Perusahaan yang besar lebih diperhatikan oleh masyarakat sehingga
mereka akan lebih berhati-hati dalam melakukan pelaporan keuangan, sehingga
berdampak perusahaan tersebut melaporkan kondisinya lebih akurat (Ningsaptiti,
2010). Semakin besar ukuran perusahaan, biasanya informasi yang tersedia untuk
investor dalam pengambilan keputusan sehubungan dengan investasi dalam saham
perusahaan tersebut semakin banyak (Siregar dan Utama, 2005).
Perusahaan besar lebih banyak menawarkan fee audit tinggi daripada yang
ditawarkan oleh perusahaan kecil. Dalam kaitannya mengenai kehilangan fee
audit yang signifikan tersebut, sehingga auditor mungkin ragu untuk
12
mengeluarkan opini audit going concern pada perusahaan besar (McKeown et. Al,
1991 dalam Fitri Tri Diyanti, 2010). Auditor lebih sering mengeluarkan opini
audit going concern pada perusahaan kecil, karena auditor mempercayai bahwa
perusahaan besar dapat menyelesaikan kesulitan-kesulitan keuangan yang
dihadapinya daripada perusahaan kecil (Mutchler et. Al., 1985 dalam Fitri Tri
Diyanti, 2010).
Warnida (2011) mengatakan ukuran perusahaan merupakan besar atau
luasnya suatu perusahaan dan merupakan suatu indikator yang dapat
menunjukkan kondisi atau karakteristik suatu perusahaan.
Ukuran perusahaan dapat dinyatakan dalam berbagai proksi antara lain
aktiva, penjualan dan kapitalisasi pasar (Rizki Azizah, 2014). Nilai aktiva
menunjukkan seberapa besar kekayaan yang dimiliki perusahaan dalam rangka
melakukan kegiatan operasionalnya. Nilai Penjualan menunjukkan perputaran
uang yang dihasilkan oleh perusahaan. Nilai kapitalisasi pasar menunjukkan
seberapa besar perusahaan dikenal oleh masyarakat. Proksi yang digunakan
adalah nilai aktiva. Nilai aktiva dipilih karena nilai yang dimiliki relatif lebih
stabil dibadingkan dengan proksi lain (Sudarmadji dan Sularto, 2007).
Mengetahui ukuran berarti dapat terlihat seberapa besar atau kecil usaha yang
dilakukan perusahaan. Perusahaan dengan skala besar dengan pertumbuhan yang
positif memberikan suatu tanda bahwa kemungkinan untuk menjadi bangkrut
kecil dan dianggap mampu mempertahankan kelangsungan usahanya (Januarti
Ella dan Fitrianasari, 2008).
13
Auditor lebih sering memberikan opini audit non going concern terhadap
perusahaan yang memiliki ukuran yang besar. Hal ini dikarenakan bahwa
perusahaan dengan ukuran besar akan lebih mampu Disclosure Level = Jumlah
skor disclosure yang dipenuhi Jumlah skor maksimum28 untuk mengatasi kondisi
keuangan yang tidak stabil. Perusahaan yang skalanya lebih kecil akan lebih
sering diberikan opini audit going concern karena kesangsian atas kelangsungan
usaha perusahaan (Santosa dan Wedari, 2007).
2.3 Debt Default
(PSA no.30 dalam Fitri Tri Diyanti, 2010), going concern yang banyak
digunakan auditor dalam memberikan keputusan opini audit adalah kegagalan
memenuhi pembayaran hutangnya (default). Auditor hanya perlu berkonsentrasi
pada identifikasi indikator-indikator yang lebih jelas dari potensi masalah going
concern. Indikator going concern yang banyak digunakan auditor dalam
memberikan keputusan opini audit adalah kegagalan dalam memenuhi kewajiban
utangnya (default). Debt default merupakan kegagalan debitor (perusahaan) untuk
membayar hutang pokoknya atau bunganya pada waktu jatuh tempo (Chean dan
Church, 1992, dalam Fitri Tri Diyanti, 2010).
Manfaat status default hutang sebelumnya telah diteliti oleh (Chen dan
Church,1992 dalam Fitri Tri Diyanti, 2010) yang menemukan hubungan yang
kuat status default terhadap going concern setelah peristiwa-peristiwa yang
menyarankan bahwa opini seperti itu mungkin telah sesuai, biaya kegagalan untuk
mengeluarkan opini going concern ketika perusahaan dalam keadaan default
tinggi sekali. Karenanya, diharapkan status default dapat meningkatkan
14
kemungkinan auditor mengeluarkan laporan going concern (Fitri Tri Diyanti,
2010)
Sebuah perusahaan dapat dikategorikan dalam keadaan default hutangnya
bila salah satu kondisi dibawah ini terpenuhi (Chen dan Church, 1992, dalam Fitri
Tri Diyanti, 2010), yaitu :
1. Perusahaan tidak dapat atau lalai dalam membayar hutang pokok atau bunga.
2. Persetujuan perjanjian hutang dilanggar, jika pelanggaran perjanjian tersebut
tidak dituntut
atau telah dituntut kreditor untuk masa kurang dari satu tahun.
3. Perusahaan sedang dalam proses negoisasi restrukturisasi hutang yang jatuh
tempo
Semenjak auditor lebih cenderung disalahkan karena tidak berhasil
mengeluarkan opini going concern setelah peristiwa-peristiwa yang menyarankan
bahwa opini seperti itu mungkin tidak sesuai, biaya kegagalan untuk
mengeluarkan opini going concern ketika perusahaan dalam keadaan default,
tinggi sekali karenanya
diharapkan status
default dapat meningkatkan
kemungkinan auditor mengeluarkan opini going concern. Ketika jumlah utang
perusahaan sudah sangat besar, maka aliran kas perusahaan akan banyak
dialokasikan untuk menutupi utangnya, sehingga akan mengganggu kelangsungan
operasi perusahaan. Apabila utang tak mampu dilunasi maka kreditor akan
memberikan status default. Status default dapat meningkatkan kemungkinan
auditor mengeluarkan laporan going concern (Muhammad Jauhan Irfana, 2012).
15
2.4 Kondisi Keuangan Perusahaan
Kondisi
keuangan
perusahaan
menggambarkan
tingkat
kesehatan
perusahaan kenyataannya (Ramadhany, 2004 dalam Kartika 2012). Kondisi ini
digambarkan dari rasio keuangan yang dapat memberikan indikasi apakah
perusahaan dalam kondisi baik (sehat) atau dalam kondisi buruk (sakit).
Perusahaan yang baik (sehat) mempunyai profitabilitas yang besar dan cenderung
memiliki laporan keuangan yang sewajarnya sehingga potensi untuk mendapatkan
opini yang baik akan lebih besar dibandingkan dengan jika profitabilitasnya
rendah (Petronela, 2004 dalam Kartika 2012).
Kondisi keuangan perusahaan juga mencerminkan kelangsungan kinerja
suatu perusahaan untuk kedepannya. Pengguna laporan keuangan dapat
mengetahui kondisi keuangan suatu perusahaan dan dapat memprediksi apakah
perusahaan tersebut akan tetap bertahan kedepannya melalui laporan keuangan
yang dikeluarkan oleh perusahaan tersebut.
(Mckeown et. al 1991, dalam Santosa dan Wedari 2007) menyatakan
bahwa semakin kondisi perusahaan terganggu atau memburuk maka akan semakin
besar kemungkinan perusahaan menerima opini audit going concern. Sebaliknya
pada perusahaan yang tidak pernah mengalami kesulitan keuangan auditor tidak
pernah mengeluarkan opini audit going concern. Hal ini konsisten dengan bukti
empiris yang menyatakan bahwa semakin kondisi keuangan perusahaan terganggu
atau memburuk, maka akan semakin besar probabilitas perusahaan menerima
opini going concern dan sebaliknya pada perusahaan yang memiliki kondisi
16
keuangan yang sehat, maka probabilitas untuk menerima opini audit going
concern akan semakin kecil (Ramadhany, 2004, Praptitorini dan Januarti, 2007).
2.5 Opini Audit Tahun Sebelumnya
Opini audit tahun sebelumnya adalah opini audit yang diterima auditee
pada tahun sebelumnya. Opini audit tahun sebelumnya ini akan menjadi faktor
pertimbangan penting auditor untuk mengeluarkan kembali opini audit going
concern pada tahun berikutnya. Apabila auditor menerbitkan opini opini audit
going concern tahun sebelumnya maka akan semakin besar kemungkinan
perusahaan akan menerima kembali opini audit going concern pada tahun berjalan
(Ekasari, 2010).
Auditor dalam melakukan audit itu tidak terlepas dari kejadian atau
transaksi yang terjadi pada tahun sebelum ia melakukan audit. Jika pada tahun
sebelumnya perusahaan telah menerima opini audit going concern, maka pada
tahun berikutnya tidak menutup kemungkinan perusahaan itu akan menerima
opini audit yang sama apabila tidak terjadi perbaikan kondisi keuangan (Sriyani
Rita, Anugrah, Julita Saidi, 2012).
Auditee yang menerima opini audit going concern pada tahun sebelumnya
akan dianggap memiliki masalah kelangsungan hidupnya, sehingga semakin besar
kemungkinan bagi auditor untuk mengeluarkan opini audit going concern pada
tahun berjalan. (Solikah, 2007) mengemukakan bahwa opini audit tahun
sebelumnya adalah opini audit yang diterima auditee pada tahun sebelumnya atau
1 tahun sebelum tahun penelitian. (Setyarno dkk., 2006 dalam Kartika 2012)
mendefinisikan sebagai opini audit tahun sebelumnya yang diterima oleh auditee
17
adalah opini going concern. Opini audit going concern tahun sebelumnya ini akan
menjadi factor pertimbangan penting auditor untuk mengelarkan kembali opini
audit going concern pada tahun berikutnya. Apabila auditor menerbitkan opini
going concern tahun sebelumya maka akan semakin besar kemungkinan
perusahaan menerima kembali opini audit going concern pada tahun berjalan.
2.6 Reputasi KAP
Kantor Akuntan Publik adalah badan usaha yang telah mendapatkan izin
dari Menteri sebagai wadah bagi Akuntan Publik dalam memberikan jasanya
(PMK NOMOR: 17/PMK.01/2008). Tanggung jawab KAP khususnya auditor
adalah menyediakan informasi yang memadai dengan kualitas yang tinggi guna
pengambilan keputusan oleh para pengguna. KAP yang memiliki kualitas lebih
tinggi cenderung akan mengeluarkan opini audit going concern apabila terdapat
masalah going concern pada klien (Santosa dan Wedari dalam Sari, 2012).
Klien dengan perusahaan yang besar juga memilih bagaimana perusahan
mereka diaudit dan oleh siapa laporan keuangan perusahaan tersebut akan diaudit.
Klien biasanya mempresepsikan bahwa auditor yang berasal dari Kantor Akuntan
Publik (KAP) besar dan memiliki afilisasi dengan KAP international yang
memiliki kualitas yang lebih tinggi karna auditor tersebut memiliki kaakteristik
yang dapat dikaitkan dengan kualitas seperti pelatihan, pengakuan international,
serta adanya peer review (Craswel et al dalam Kurniati, 2012). Menurut Elmawati
(2014) Peer review dilakukan oleh KAP lain terhadap kepatuhan KAP tersebut
terhadap sistem pengendalian kualitas. Tujuannya adalah untuk menentukan dan
18
melaporkan apakah KAP yang direview telah memiliki kebijakan dan prosedur
yang memadai dalam pengendalian kualitas yang meliputi 5 hal di bawah ini:
1.
Independensi, integritas, dan objektivitas.
2.
Personnel Managemen.
3.
Penerimaan dan kelanjutan dari klien dan penugasan.
4.
Kinerja penugasan.
5.
Monitoring.
Perusahaan
akan
mencari
KAP
yang
kredibilitasnya
tinggi
untuk
meningkatkan kredibilitas laporan keuangan di mata pemakai laporan keuangan
itu (Damayanti dan Sudarma dalam Salim dan Rahayu, 2012).
Kualitas KAP sering diproksikan dengan reputasi KAP. Kantor Akuntan
Publik (KAP) diklasifikasikan menjadi dua yakni KAP big four dan KAP non big
four. KAP big four dianggap lebih memiliki kemampuan dalam mengaudit lebih
baik dari pada KAP non big four. Ketika Kantor akuntan Publik mengklaim
dirinya sebagai KAP bereputasi baik seperti big four firms,maka mereka berusaha
keras untuk menjaga nama baik dan menghindari tindakantindakan yang
mengganggu nama baik KAP tersebut (Fanny dan Saputra dalam kumala, 2012).
Sebuah kantor akuntan publik mengkalim dirinya sebagai KAP besar seperti
yang dilakukan oleh big four firm, maka mereka berusaha keras untuk menjaga
nama besar tersebut , maka mereka akan menghindari tindakan tindakan yang
dapat mengganggu nama besar mereka (Fanny dan Saputra dalam Kurniati, 2012).
19
2.7 Opini Going Concern
Going concern adalah kelangsungan hidup suatu badan usaha. Oleh karena
itu dengan adanya going concern maka suatu badan usaha yang dianggap mampu
mempertahankan kegiatan usahanya dalam jangka waktu panjang dan tidak akan
dilikuidasi dalam jangka waktu pendek (Tamba 2009 dalam Ulya 2012).
Menurut Belkaoui (2004) dalam Zukriyah (2012) Going Concern adalah
“Kelangsungan usaha menganggap bahwa entitas bisnis akan melanjutkan
operasinya cukup lama untuk merealisasikan proyek komitmen dan aktivitasnya
yang berkelanjutan”. Penilaian auditor terhadap kesangsian besar terkait dengan
kemampuan entitas dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya dengan cara
sebagai berikut (SPAP, 2001: 341.2):
1. Auditor mempertimbangkan apakah hasil prosedur yang dilaksanakan
dalam perencanaan pengumpulan bukti audit untuk berbagai tujuan audit,
dan penyelesaian auditnya, dapat mengidentifikasikan kelangsungan hidup
perusahaan.
2. Jika auditor yakin terdapat kesangsian besar mengenai kemampuan entitas
dalam mempertahankan hidupnya, maka :
a) Memeroleh
informasi
mengenai
rencana
manajemen
untuk
mengurangi dampak kondisi dan peristiwa tersebut.
b) Menentukan apakah ada kemungkinan bahwa rencana tersebut dapat
secara efektif dilaksanakan.
20
3. Setelah mengevaluasi manajemen, maka auditor dapat mengambil
kesimpulan terkait dengan kemampuan entitas dalam mempertahankan
kelangsungan hidupnya.
Pengeluaran opini going concern yang tidak diharapkan oleh perusahaan,
dapat berdampak pada kemunduran harga saham, kesulitan dalam meningkatkan
modal pinjaman, ketidakpercayaan investor, kreditur, pelanggan, dan karyawan
terhadap manajemen perusahaan. Hilangnya kepercayaan publik terhadap citra
perusahaan dan manajemen perusahaan tersebut akan memberi imbas yang sangat
signifikan terhadap keberlanjutan bisnis perusahaan kedepan (Media Akuntansi,
1999 yang dikutip Solikhah dan Kiswanto 2010).
Opini audit modifikasi mengenai going concern merupakan opini audit
yang dalam pertimbangan auditor terdapat ketidakmampuan atau ketidakpastian
signifikan atas kelangsungan hidup perusahaan dalam menjalankan operasinya
pada kurun waktu yang pantas, tidak lebih dari satu tahun sejak tanggal laporan
keuangan yang sedang diaudit (SPAP, 2011). Dalam melaksanakan proses audit,
auditor dituntut tidak hanya melihat sebatas pada hal-hal yang ditampakkan dalam
laporan keuangan saja tetapi juga harus lebih mewaspadai hal-hal yang dapat
mengganggu kelangsungan hidup suatu perusahaan. Jadi, auditor turut
bertanggungjawab atas kelangsungan hidup suatu satuan usaha dalam memeriksa
laporan keuangan.
21
2.8 Tabel penelitian terdahulu
Beberapa hasil pengujian tentang penerimaan opini going concern
tentang variabel apa saja yang digunakan dan hasil dari penelitian dari para
penelitian terdahulu dapat dilihat dari tabel sebagai berikut:
2.1 Table penelitian terdahulu
No
Peneliti
Variable
Judul
Penelitian
1.
Metode
Hasil
Penelitian
Penelitian
Rizki
Ukuran
Pengaruh
Populasi
Hasil
Azizah
Perusahaan,
Ukuran
dalam
penelitian ini
(2014)
Debt Default,
Perusahaan,
penelitian ini
menunjukkan
dan Kondisi
Debt Default,
adalah
ukuran
Keuangan
dan Kondisi
perusahaan
perusahaan
Perusahaan
Keuangan
manufaktur
tidak
Perusahaan
yang
berpengaruh
terhadap
terdaftar di
terhadap opini
penerimaan
Bursa Efek
audit going
Opini Going
Indonesia
concern, debt
Concern
pada tahun
default tidak
2010 sampai
berpengaruh
dengan 2013.
terhadap opini
Metode yang
audit going
22
digunakan
concern dan
dalam
yang
pemilihan
berpengaruh
objek pada
terhadap opini
penelitian ini
audit going
adalah
concern
metode
adalah kondisi
purposive
keuangan
sampling.
perusahaan.
Metode
purposive
sampling
adalah
metode
pemilihan
objek dengan
beberapa
kriteria
tertentu.
2.
Fitri
Default,
Pengaruh Debt
Dalam
Hasil
Diyanti
Pergantian
Default,
penelitian ini
penelitian ini
(2010)
Auditor, dan
Pergantian
pengolahan
menunjukkan
Ukuran
Auditor, dan
data dan
default utang
23
Perusahaan
Ukuran
analisa data
tidak
Perusahaan
dilakukan
berpengaruh
terhadap
dengan
terhadap
penerimaan
menggunaka
penerimaan
Opini Going
n
opini audit
Concern
teknik regresi akan
logistik
perhatian,
dengan alat
sementara
bantu
auditor
perangkat
switching dan
lunak
ukuran
(software)
perusahaan
SPSS 18.
mempengaruh
i penerimaan
opini audit
akan
perhatian.
3.
Edward
Prediksi
Prediksi
Metode
Hasil dari
Akiko
Kebangkrutan,
Kebangkrutan,
analisis data
penelitian
Wibison
Laverage,
Laverage,
yang
diketahui
Audit
digunakan
bahwa
Sebelumnya,
Sebelumnya,
dalam
variable
Ukuran
Ukuran
penelitian ini
prediksi
o (2013) Audit
24
Perusahaan
Perusahaan
adalah
kebangkrutan
terhadap Opini
analisis
dan opini
Going
regresi
audit tahun
Concern
logistik
sebelumnya
(logistic
berpengaruh
regression)
signifikan
menggunaka
terhadap
n program
penerimaan
komputer
opini going
Statistical
concern.
Package and
Variable
Service
laverage, dan
Solution
ukuran
(SPSS) versi
perusahaan
19 dalam
tidak
pemrosesan
berpengaruh
data.
signifikan
terhadap
penerimaan
opini going
concern
4.
Ardiani,
Audit Tenure,
Pengaruh
Data
Pengujian
Nur,
Disclosure,
Audit Tenure,
penelitian
dengan
25
Azlina
Ukuran KAP,
Disclosure,
dianalisis dan tingkat
(2012)
Debt Default,
Ukuran KAP,
diuji dengan
signifikansi
Opinion
Debt Default,
beberapa uji
5%, diperoleh
Shoping Dan
Opinion
statistik yang
bukti
Kondisi
Shoping Dan
terdiri dari
bahwa
Keuangan
Kondisi
statistik
disclosure,
Keuangan
deskriptif
ukuran KAP
terhadap
dan uji
dan debt
Penerimaan
statistik
default
Opini Going
inferensial
berpengaruh
Concern Pada
untuk
terhadap
Perusahaan
pengujian
penerimaan
Real Estate
hipotesis
opini
dan Property
(Ghozali,
audit going
Di Bursa Efek
2005:224).
concern.
Indonesia
.
Sedangkan
audit tenure,
opinion
shopping dan
kondisi
keuangan
tidak
berpengaruh
26
terhadap
penerimaan
opini audit
going
concern.
5.
Irfana
Debt Default,
(2012)
Analisis
Sampel
Hasil dari
Kualitas Audit, Pengaruh Debt
dalam
penelitian ini
Opinion
Default,
penelitian ini
berdasarkan
Shoping dan
Kualitas Audit, diperoleh
analisis
Kepemilikan
Opinion
dengan
regresi
Perusahaan
Shoping dan
metode
logistik
Kepemilikan
purpossive
menunjukkan
Perusahaan
sampling.
bahwa debt
Terhadap
Data
default,
Penerimaan
penelitian
kualitas audit
Opini Going
dianalisa
dan
Concern
dengan
kepemilikan
analisis
manajerial
regresi
tidak
logistik
berpengaruh
terhadap
penerimaan
opini going
27
concern.
Sedangkan
opinion
shopping dan
kepemilikan
institusional
berpengaruh
terhadap
penerimaan
opini audit
going
concern.
6.
Santosa
Kualitas Audit, Analisis
Sampel
Kualitas audit
dan
Kondisi
Faktor Yang
diambil
dan
Wedari
Keuangan
Mempengaruhi Menggunaka
pertumbuhan
(2007)
Perusahaan,
Kecenderunga
n metode
perusahaan
Opini Audit
n Penerimaan
purposive
tidak
Tahun
Opini Audit
sampling,
berpengaruh
Sebelumnya,
Going
dan
terhadap
Pertumbuhan
Concern
penelitian
kecenderunga
Perusahaan,
menggunaka
n penerimaan
Ukuran
n metode
opini audit
Perusahaan
analisis
going
28
regresi
concern.
logistik
Kondisi
keuangan dan
ukuran
perusahaan
berpengaruh
negatif
terhadap
kecenderunga
n penerimaan
opini audit
going
concern.
Opini audit
tahun
sebelumnya
berpengaruh
positif
terhadap
kecenderunga
n penerimaan
opini audit
going
29
concern.
7.
Setyarn
Kondisi
Pengaruh
o, dkk
Keuangan
Kualitas Audit, diambil
kondisi
(2006)
Perusahaan,
Kondisi
menggunaka
keuangan
Opini Audit
Keuangan
n metode
perusahaan
Tahun
Perusahaan,
purposive
dan opini
Sebelumnya,
Opini Audit
sampling,
audit tahun
Kualitas Audit, Tahun
dan
sebelumnya
dan
Sebelumnya,
penelitian
berpengaruh
Pertumbuhan
Pertumbuhan
menggunaka
signifikan
Perusahaan.
Perusahaan
n metode
terhadap
Terhadap
analisis
peneriman
Opini Audit
regresi
opini audit
Going
logistik
going
Concern
Sampel
Variabel
concern,
sedangkan
untuk variabel
kualitas audit
dan
pertumbuhan
perusahaan
tidak
30
menunjukkan
pengaruh
yang
signifikan
terhadap
penerimaan
opini audit
going
concern.
8.
Suprobo
Kondisi
Pengaruh
penelitian
kondisi
Ningtias
Keuangan,
Kondisi
menggunaka
keuangan,
N
Ukuran
Keuangan,
n metode
opini audit
(2011)
Perusahaan,
Ukuran
analisis
sebelumnya
Opini Audit
Perusahaan,
regresi
berpengaruh
Tahun
Opini Audit
logistic
signifikan
Sebelumnya,
Tahun
terhadap
Auditor Client
Sebelumnya,
penerimaan
Tenure,Opinio
Auditor Client
opini audit
n Shopping,
Tenure,Opinio
going concern
Reputasi
n Shopping,
sedangkan
Auditor
Reputasi
ukuran
Auditor
perusahaan,
31
terhadap
auditor client
Penerimaan
tenure,opinio
Opini Audit
n shopping,
Going
reputasi
Concern
auditor tidak
berpengaruh
secara
signifikan
terhadap
penerimaan
opini audit
going concern
Sumber : Penelitian Terdahulu
32
2.9 Kerangka pemikiran
Berdasarkan urutan teoritis dan tinjauan penelitian diatas, maka variabel
independen penelitian adalah ukuran perusahaan, debt default, kondisi keuanagan,
opini audit tahun sebelumnya dan reputasi KAP. Sedangkan variabel
dependennnya adalah penerimaan opini audit going concern. Berdasarkan
hubungan diantara variabel tersebut dapat digambarkan kedalam kerangka sebagai
berikut:
2.2 Kerangka pemikiran
UKURAN
PERUSAHAAN
(H-)
DEBT DEFAULT
(H+)
KONDISI KEUANGAN
PERUSAHAAN
OPINI AUDIT GOING
(H-)
CONCERN
OPINI AUDIT TAHUN
(H+)
SEBELUMNYA
REPUTASI KAP
(H+)
33
2.10 Pengembangan hipotesis
2.10.1 Pengaruh Ukuran Perusahaan Terhadap Penerimaan Opini Audit
Going Concern
Menurut Noormalasari (2012) dalam Rizki Azizah (2014) perusahaan
besar dalam menghadapi permasalahan keuangannya tentulah sangat berhati-hati
dalam mengambil keputusannya. Dalam mengambil suatu keputusan tentulah
dengan melihat dampak resiko yang akan diperoleh perusahaan. Karena
perusahaan besar lebih memiliki SDM yang berkualitas sehingga akan lebih
mampu untuk menangani kesulitan kondisi keuangan dengan strategi yang baik
agar tidak mengalami financial distress yang akan berdampak pada penerimaan
opini audit going concern.
Hasil penelitian Diyanti (2010) menyatakan bahwa variabel ukuran
perusahaan berpengaruh terhadap penerimaan opini audit going concern. Karena
semakin besar ukuran perusahaan, semakin terjamin kelangsungan hidup
perusahaan tersebut dimasa yang akan datang. Dengan demikian besar kecil
ukuran perusahaan berpengaruh terhadap penerimaan opini audit going concern.
Hal ini juga sejalan dengan penelitian Indira Januarti dan Ella Fitrianasari (2008)
“Perusahaan besar dapat mempertahankan kelangsungan hidupnya dari pada
perusahaan kecil”. Perusahaan besar memiliki manajemen yang baik sehingga
bisa menyelesaikan masalah-masalah yang dimilikinya, sehingga tidak mungkin
akan mendapatkan Opini Going Concern.
H1 :Ukuran Perusahaan berpengaruh negatip terhadap penerimaan opini
audit Going Concern
34
2.10.2. Pengaruh Debt Default terhadap Opini Audit Going Concern
Sebagian besar penelitian terdahulu telah menggunakan rasio keuangan
untuk mengindentifikasikan masalah going concern perusahaan. Indikator going
concern yang banyak digunakan auditor dalam memberikan keputusan opini audit
adalah kegagalan dalam memenuhi kewajiban utangnya (default). Debt default
didefinisikan sebagai kegagalan debitor (perusahaan) untuk membayar hutang
pokok atau bunganya pada waktu jatuh tempo (Chen dan Church, 1992 dalam
Diyanti, 2010). Apabila perusahaan gagal dalam membayar utang (debt default)
maka kelangsungan usahanya dapat diragukan, oleh karna itu auditor
berkemungkinan akan memberi opini audit going concern.
Irfana (2012) berpendapat bahwa, hal pertama yang akan dilakukan oleh
auditor untuk mengetahui kondisi kesehatan keuangan suatu perusahaan adalah
dengan memeriksa hutang perusahaan. Ketika suatu perusahaan memiliki hutang
yang tinggi, maka kas yang ada di perusahaan akan diarahkan untuk menutup
hutang yang dimiliki perusahaan yang dampaknya akan mengganggu kegiatan
operasional perusahaan. Dan saat perusahaan kesulitan untuk memenuhi
hutangnya, auditor akan memberikan status default untuk perusahaan tersebut.
Pada penelitian Ulya (2012) dan Praptitorini dan januarti (2007) menyatakan
bahwa debt default berpengaruh positif terhadap penerimaan opini audit going
concern.
H2 :Debt default berpengaruh positip terhadap penerimaan opini audit
Going Concern
35
2.10.3. Pengaruh Kondisi Keuangan Perusahaan terhadap Opini Audit Going
Concern
Semakin memburuk kondisi perusahaan maka akan semakin besar
kemungkinan perusahaan menerima opini audit going concern. Sebaliknya
perusahaan yang tidak pernah mengalami kesulitan keuangan, memiliki
kemungkinan kecil dalam memperoleh opini audit going concern. Pendapat
tersebut juga didukung oleh Dewayanto (2011), Fijriantoro (2010), dan Susanto
(2009) yang menyatakan bahwa semakin baik kondisi keuangan perusahaan
semakin kecil kemungkinan auditor memberikan opini audit going concern.
Penelitian sebelumnya oleh Kartika (2012) menghasilkan bahwa opini
audit going concern dipengaruhi secara signifikan oleh opini audit tahun
sebelumnya dan pertumbuhan perusahaan, sedangkan kondisi keuangan, kualitas
audit, dan opinion shopping tidak berpengaruh. Ulya (2012) menghasilkan bahwa
Opini Audit Going Concern dipengaruhi signifikan oleh variabel Debt Default
dan Opini audit tahun sebelumnya. Sementara itu variabel kesulitan keuangan,
reputasi auditor dan auditor client tenure tidak berpengaruh terhadap
kemungkinan
menerima
opini
audit
going
concern.
Werastuti
(2013)
menghasilkan bahwa opini audit going concern dipengaruhi signifikan oleh debt
default. Client tenure, ukuran klien, reputasi auditor dan kondisi keuangan tidak
berhubungan dengan opini audit going concern. Jadi, berdasarkan hasil penelitian
terdahulu dapat disimpulkan bahwa:
H3
:Kondisi
Keuangan
perusahaan
penerimaan opini audit Going Concern
36
berpengaruh
negatip
terhadap
2.10.4. Pengaruh Opini Audit Tahun Sebelumnya terhadap Opini Audit
Going Concern
Penelitian oleh Carcello dan Neal (2000) serta Rahmadhany (2004) dalam
Budi Setyarno (2006) memperkuat bukti mengenai opini audit going concern
yang diterima tahun sebelumnya dengan opini audit going concern tahun berjalan.
Ada hubungan positif yang signifikan antara opini audit going concern tahun
sebelumnya dengan opini audit going concern tahun berjalan. Apabila pada tahun
sebelumnya auditor telah menerbitkan opini audit going concern, maka akan
semakin besar kemungkinan auditor untuk menerbitkan kembali opini audit going
cocern pada tahun berikutnya.
Perusahaan yang menerima opini audit going concern pada tahun
sebelumnya lebih cenderung untuk menerima opini yang sama pada tahun
berjalan. Mutchler (1985) menguji pengaruh ketersediaan informasi publik
terhadap prediksi opini audit going concern, yaitu tipe opini audit yang telah
diterima perusahaan. Hasilnya menunjukkan bahwa model discriminant analysis
yang memasukkan tipe opini audit tahun sebelumnya mempunyai akurasi prediksi
keseluruhan yang paling tinggi sebesar 89,9 persen dibanding model yang lain
(Shidarma, 2014).
Hasil penelitian Ranchman Siregar (2011) menyatakan opini audit tahun
sebelumnya berpengaruh positif terhadap kemungkinan penerimaan opini audit
going concern. Hasil penelitian menemukan bahwa, opini audit tahun sebelumnya
berpengaruh positif dan signifikan terhadap penerimaan opini audit going
concern. Hal ini dibuktikan dengan nilai p-value sebesar (0,000 < 0,05). Hasil
37
penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian Santosa dan Wedari (2007) yang
menemukan bahwa opini audit tahun sebelumnya berpengaruh signifikan terhadap
penerimaan opini audit going concern.
H4 : Opini Audit Tahun Sebelumnya berpengaruh positip terhadap
penerimaan opini audit Going Concern.
2.10.5. Pengaruh Reputasi KAP terhadap Opini Audit Going Concern
Reputasi kantor akuntan publik (KAP) sering digunakan sebagai salah satu
faktor yang berpengaruh dalam mengukur kualitas audit. Reputasi dalam hal ini
menunjuk pada besarnya ukuran KAP dilihat dari jumlah klien dan revenue yang
dihasilkan. KAP yang berskala besar apabila termasuk dalam the big four firm,
sedangkan untuk KAP yang berskala kecil apabila tidak termasuk dalam the big
four firm (Saputri 2012 dalam Stevanus, 2013).
Dong Yu (2007) dalam Sinaga (2012) meneliti tentang bagaimana
pengaruh ukuran KAP big four terhadap kualitas audit. Objek penelitiannya yaitu
perusahaan-perusahaan di Amerika Serikat yang diaudit oleh KAP big four
selama periode 2003-2005. Hasil penelitiannya menjelaskan bahwa terdapat
hubungan yang signifikan antara ukuran KAP dengan kualitas audit. Hasil yang
didapat sesuai dengan asumsi bahwa KAP yang berukuran besar menghasilkan
kualitas audit yang lebih baik. Dalam penelitian DeAngelo (1981) dalam Stevanus
(2013), kualitas auditor ditentukan dengan kompetensi dan independensi auditor
tersebut. Hasil penelitian tersebut menghasilkan bahwa kualitas audit yang
dihasilkan oleh kantor akuntan yang besar lebih tinggi dibandingkan dengan
38
kantor akuntan kecil. Sumber daya manusia dalam hal ini yaitu auditor pada KAP
besar memiliki kompetensi yang lebih baik dibandingkan KAP kecil sehingga
kualitas audit yang dihasilkan akan meningkat.
(Choi et al., 2010 dalam Stevanus, 2013) auditor yang memiliki reputasi
dapat memberikan kualitas audit yang lebih baik dibandingkan dengan auditor
yang tidak memiliki reputasi. Hal tersebut menjadi perhatian auditor, karena
apabila publik menemukan kecurangan pada perusahaan klien yang tidak
diungkapkan oleh auditor, maka hal itu dapat mengancam reputasi mereka. Klien
biasanya memiliki persepsi bahwa KAP berukuran besar dan memiliki afiliasi
dengan KAP internasional memiliki kualitas audit yang lebih baik dibandingkan
dengan KAP yang berukuran kecil.
(Mutchler et al. 1997 dalam Yunuda dan Warnada, 2013) menemukan
bukti uni- variat bahwa auditor big 6 lebih cenderung menerbitkan opini audit
going concern pada peru- sahaan yang mengalami financial distress dibandingkan
auditor non big 6. Auditor skala besar dapat menyediakan kualitas audit yang
lebih baik dibanding auditor skala kecil, termasuk dalam mengungkapkan masalah
going concern. Semakin besar skala auditor, akan semakin besar kemungkinan
auditor untuk menerbitkan opini audit going concern.
(De Angelo,1981) menyatakan bahwa auditor skala besar memiliki
insentif yang lebih untuk menghindari kritikan kerusakan reputasi dibandingkan
pada auditor skala kecil. Auditor skala besar juga lebih cenderung untuk
mengungkapkan masalah-masalah yang ada karena mereka lebih kuat menghadapi
39
risiko proses pengadilan. Argumen tersebut berarti bahwa auditor skala besar
memiliki insentif lebih untuk mendeteksidan melaporkan going concern kliennya.
H5 : Reputasi KAP berpengaruh positip terhadap penerimaan opini audit
going concern.
40
Download