BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Teori Keagenan Teori agensi (agency teory) merupakan teori yang menjelaskan tentang adanya hubungan antar pihak manajemen (agent) dengan pihak pemilik perusahaan (principal). Manajemen merupakan pihak yang dikontrak oleh pemegang saham untuk bekerja demi kepentingan pemegang saham. Karena mereka dipilih, maka pihak manejemen harus mempertanggungjawabkan semua pekerjaannya kepada pemegang saham. Menurut Jensen dan Meckling (1976) menyatakan bahwa hubungan keagenan merupakan hubungan kontrak antara prinsipal dan agen dimana prinsipal dalam hal ini shareholder (pemegang saham) memberikan pertanggungjawaban atas decision making kepada agen (manajemen) sesuai dengan kontrak kerja yang telah disepakati bersama. Salah satu asumsi utama dari teori keagenan bahwa tujuan principal dan tujuan agen yang berbeda dapat memunculkan konflik karena manajer perusahaan cenderung untuk mengejar tujuan pribadi, hal ini dapat mengakibatkan kecenderungan manajer untuk memfokuskan pada proyek dan investasi perusahaan yang menghasilkan laba yang tinggi dalam jangka pendek dari pada memaksimalkan kesejahteraan pemegang saham melalui investasi-investasi yang menguntungkan jangka panjang. Hal tersebut dapat menyebabkan adanya ketidak seimbangan informasi yang dimiliki oleh principal dan agent. 11 Auditor dipandang sebagai pihak yang independen dianggap mampu menjembatani kepentingan prinsipal dan agen dalam melakukan monitoring terhadap kinerja manajemen apakah telah bertindak sesuai dengan keinginan prinsipal melalui sebuah sarana yaitu laporan keuangan (Rahman dan Siregar, 2012). Auditor bertugas memberikan opini atas kewajaran laporan keuangan perusahaan, dan mengevaluasi bagaimanakah kemampuan perusahaan dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya serta mengungkapkannya pada laporan audit. Laporan audit memberikan peringatan awal mengenai kondisi keuangan perusahaan bagi prinsipal (Rahman dan Siregar, 2012). 2.2 Ukuran Perusahaan Ukuran perusahaan merupakan gambaran besar kecilnya suatu perusahaan yang ditunjukkan oleh total aktiva, jumlah penjualan, rata–rata total penjualan dan rata–rata total aktiva. Jadi, ukuran perusahaan merupakan ukuran atau besarnya asset yang dimiliki oleh perusahaan. Perusahaan yang besar lebih diperhatikan oleh masyarakat sehingga mereka akan lebih berhati-hati dalam melakukan pelaporan keuangan, sehingga berdampak perusahaan tersebut melaporkan kondisinya lebih akurat (Ningsaptiti, 2010). Semakin besar ukuran perusahaan, biasanya informasi yang tersedia untuk investor dalam pengambilan keputusan sehubungan dengan investasi dalam saham perusahaan tersebut semakin banyak (Siregar dan Utama, 2005). Perusahaan besar lebih banyak menawarkan fee audit tinggi daripada yang ditawarkan oleh perusahaan kecil. Dalam kaitannya mengenai kehilangan fee audit yang signifikan tersebut, sehingga auditor mungkin ragu untuk 12 mengeluarkan opini audit going concern pada perusahaan besar (McKeown et. Al, 1991 dalam Fitri Tri Diyanti, 2010). Auditor lebih sering mengeluarkan opini audit going concern pada perusahaan kecil, karena auditor mempercayai bahwa perusahaan besar dapat menyelesaikan kesulitan-kesulitan keuangan yang dihadapinya daripada perusahaan kecil (Mutchler et. Al., 1985 dalam Fitri Tri Diyanti, 2010). Warnida (2011) mengatakan ukuran perusahaan merupakan besar atau luasnya suatu perusahaan dan merupakan suatu indikator yang dapat menunjukkan kondisi atau karakteristik suatu perusahaan. Ukuran perusahaan dapat dinyatakan dalam berbagai proksi antara lain aktiva, penjualan dan kapitalisasi pasar (Rizki Azizah, 2014). Nilai aktiva menunjukkan seberapa besar kekayaan yang dimiliki perusahaan dalam rangka melakukan kegiatan operasionalnya. Nilai Penjualan menunjukkan perputaran uang yang dihasilkan oleh perusahaan. Nilai kapitalisasi pasar menunjukkan seberapa besar perusahaan dikenal oleh masyarakat. Proksi yang digunakan adalah nilai aktiva. Nilai aktiva dipilih karena nilai yang dimiliki relatif lebih stabil dibadingkan dengan proksi lain (Sudarmadji dan Sularto, 2007). Mengetahui ukuran berarti dapat terlihat seberapa besar atau kecil usaha yang dilakukan perusahaan. Perusahaan dengan skala besar dengan pertumbuhan yang positif memberikan suatu tanda bahwa kemungkinan untuk menjadi bangkrut kecil dan dianggap mampu mempertahankan kelangsungan usahanya (Januarti Ella dan Fitrianasari, 2008). 13 Auditor lebih sering memberikan opini audit non going concern terhadap perusahaan yang memiliki ukuran yang besar. Hal ini dikarenakan bahwa perusahaan dengan ukuran besar akan lebih mampu Disclosure Level = Jumlah skor disclosure yang dipenuhi Jumlah skor maksimum28 untuk mengatasi kondisi keuangan yang tidak stabil. Perusahaan yang skalanya lebih kecil akan lebih sering diberikan opini audit going concern karena kesangsian atas kelangsungan usaha perusahaan (Santosa dan Wedari, 2007). 2.3 Debt Default (PSA no.30 dalam Fitri Tri Diyanti, 2010), going concern yang banyak digunakan auditor dalam memberikan keputusan opini audit adalah kegagalan memenuhi pembayaran hutangnya (default). Auditor hanya perlu berkonsentrasi pada identifikasi indikator-indikator yang lebih jelas dari potensi masalah going concern. Indikator going concern yang banyak digunakan auditor dalam memberikan keputusan opini audit adalah kegagalan dalam memenuhi kewajiban utangnya (default). Debt default merupakan kegagalan debitor (perusahaan) untuk membayar hutang pokoknya atau bunganya pada waktu jatuh tempo (Chean dan Church, 1992, dalam Fitri Tri Diyanti, 2010). Manfaat status default hutang sebelumnya telah diteliti oleh (Chen dan Church,1992 dalam Fitri Tri Diyanti, 2010) yang menemukan hubungan yang kuat status default terhadap going concern setelah peristiwa-peristiwa yang menyarankan bahwa opini seperti itu mungkin telah sesuai, biaya kegagalan untuk mengeluarkan opini going concern ketika perusahaan dalam keadaan default tinggi sekali. Karenanya, diharapkan status default dapat meningkatkan 14 kemungkinan auditor mengeluarkan laporan going concern (Fitri Tri Diyanti, 2010) Sebuah perusahaan dapat dikategorikan dalam keadaan default hutangnya bila salah satu kondisi dibawah ini terpenuhi (Chen dan Church, 1992, dalam Fitri Tri Diyanti, 2010), yaitu : 1. Perusahaan tidak dapat atau lalai dalam membayar hutang pokok atau bunga. 2. Persetujuan perjanjian hutang dilanggar, jika pelanggaran perjanjian tersebut tidak dituntut atau telah dituntut kreditor untuk masa kurang dari satu tahun. 3. Perusahaan sedang dalam proses negoisasi restrukturisasi hutang yang jatuh tempo Semenjak auditor lebih cenderung disalahkan karena tidak berhasil mengeluarkan opini going concern setelah peristiwa-peristiwa yang menyarankan bahwa opini seperti itu mungkin tidak sesuai, biaya kegagalan untuk mengeluarkan opini going concern ketika perusahaan dalam keadaan default, tinggi sekali karenanya diharapkan status default dapat meningkatkan kemungkinan auditor mengeluarkan opini going concern. Ketika jumlah utang perusahaan sudah sangat besar, maka aliran kas perusahaan akan banyak dialokasikan untuk menutupi utangnya, sehingga akan mengganggu kelangsungan operasi perusahaan. Apabila utang tak mampu dilunasi maka kreditor akan memberikan status default. Status default dapat meningkatkan kemungkinan auditor mengeluarkan laporan going concern (Muhammad Jauhan Irfana, 2012). 15 2.4 Kondisi Keuangan Perusahaan Kondisi keuangan perusahaan menggambarkan tingkat kesehatan perusahaan kenyataannya (Ramadhany, 2004 dalam Kartika 2012). Kondisi ini digambarkan dari rasio keuangan yang dapat memberikan indikasi apakah perusahaan dalam kondisi baik (sehat) atau dalam kondisi buruk (sakit). Perusahaan yang baik (sehat) mempunyai profitabilitas yang besar dan cenderung memiliki laporan keuangan yang sewajarnya sehingga potensi untuk mendapatkan opini yang baik akan lebih besar dibandingkan dengan jika profitabilitasnya rendah (Petronela, 2004 dalam Kartika 2012). Kondisi keuangan perusahaan juga mencerminkan kelangsungan kinerja suatu perusahaan untuk kedepannya. Pengguna laporan keuangan dapat mengetahui kondisi keuangan suatu perusahaan dan dapat memprediksi apakah perusahaan tersebut akan tetap bertahan kedepannya melalui laporan keuangan yang dikeluarkan oleh perusahaan tersebut. (Mckeown et. al 1991, dalam Santosa dan Wedari 2007) menyatakan bahwa semakin kondisi perusahaan terganggu atau memburuk maka akan semakin besar kemungkinan perusahaan menerima opini audit going concern. Sebaliknya pada perusahaan yang tidak pernah mengalami kesulitan keuangan auditor tidak pernah mengeluarkan opini audit going concern. Hal ini konsisten dengan bukti empiris yang menyatakan bahwa semakin kondisi keuangan perusahaan terganggu atau memburuk, maka akan semakin besar probabilitas perusahaan menerima opini going concern dan sebaliknya pada perusahaan yang memiliki kondisi 16 keuangan yang sehat, maka probabilitas untuk menerima opini audit going concern akan semakin kecil (Ramadhany, 2004, Praptitorini dan Januarti, 2007). 2.5 Opini Audit Tahun Sebelumnya Opini audit tahun sebelumnya adalah opini audit yang diterima auditee pada tahun sebelumnya. Opini audit tahun sebelumnya ini akan menjadi faktor pertimbangan penting auditor untuk mengeluarkan kembali opini audit going concern pada tahun berikutnya. Apabila auditor menerbitkan opini opini audit going concern tahun sebelumnya maka akan semakin besar kemungkinan perusahaan akan menerima kembali opini audit going concern pada tahun berjalan (Ekasari, 2010). Auditor dalam melakukan audit itu tidak terlepas dari kejadian atau transaksi yang terjadi pada tahun sebelum ia melakukan audit. Jika pada tahun sebelumnya perusahaan telah menerima opini audit going concern, maka pada tahun berikutnya tidak menutup kemungkinan perusahaan itu akan menerima opini audit yang sama apabila tidak terjadi perbaikan kondisi keuangan (Sriyani Rita, Anugrah, Julita Saidi, 2012). Auditee yang menerima opini audit going concern pada tahun sebelumnya akan dianggap memiliki masalah kelangsungan hidupnya, sehingga semakin besar kemungkinan bagi auditor untuk mengeluarkan opini audit going concern pada tahun berjalan. (Solikah, 2007) mengemukakan bahwa opini audit tahun sebelumnya adalah opini audit yang diterima auditee pada tahun sebelumnya atau 1 tahun sebelum tahun penelitian. (Setyarno dkk., 2006 dalam Kartika 2012) mendefinisikan sebagai opini audit tahun sebelumnya yang diterima oleh auditee 17 adalah opini going concern. Opini audit going concern tahun sebelumnya ini akan menjadi factor pertimbangan penting auditor untuk mengelarkan kembali opini audit going concern pada tahun berikutnya. Apabila auditor menerbitkan opini going concern tahun sebelumya maka akan semakin besar kemungkinan perusahaan menerima kembali opini audit going concern pada tahun berjalan. 2.6 Reputasi KAP Kantor Akuntan Publik adalah badan usaha yang telah mendapatkan izin dari Menteri sebagai wadah bagi Akuntan Publik dalam memberikan jasanya (PMK NOMOR: 17/PMK.01/2008). Tanggung jawab KAP khususnya auditor adalah menyediakan informasi yang memadai dengan kualitas yang tinggi guna pengambilan keputusan oleh para pengguna. KAP yang memiliki kualitas lebih tinggi cenderung akan mengeluarkan opini audit going concern apabila terdapat masalah going concern pada klien (Santosa dan Wedari dalam Sari, 2012). Klien dengan perusahaan yang besar juga memilih bagaimana perusahan mereka diaudit dan oleh siapa laporan keuangan perusahaan tersebut akan diaudit. Klien biasanya mempresepsikan bahwa auditor yang berasal dari Kantor Akuntan Publik (KAP) besar dan memiliki afilisasi dengan KAP international yang memiliki kualitas yang lebih tinggi karna auditor tersebut memiliki kaakteristik yang dapat dikaitkan dengan kualitas seperti pelatihan, pengakuan international, serta adanya peer review (Craswel et al dalam Kurniati, 2012). Menurut Elmawati (2014) Peer review dilakukan oleh KAP lain terhadap kepatuhan KAP tersebut terhadap sistem pengendalian kualitas. Tujuannya adalah untuk menentukan dan 18 melaporkan apakah KAP yang direview telah memiliki kebijakan dan prosedur yang memadai dalam pengendalian kualitas yang meliputi 5 hal di bawah ini: 1. Independensi, integritas, dan objektivitas. 2. Personnel Managemen. 3. Penerimaan dan kelanjutan dari klien dan penugasan. 4. Kinerja penugasan. 5. Monitoring. Perusahaan akan mencari KAP yang kredibilitasnya tinggi untuk meningkatkan kredibilitas laporan keuangan di mata pemakai laporan keuangan itu (Damayanti dan Sudarma dalam Salim dan Rahayu, 2012). Kualitas KAP sering diproksikan dengan reputasi KAP. Kantor Akuntan Publik (KAP) diklasifikasikan menjadi dua yakni KAP big four dan KAP non big four. KAP big four dianggap lebih memiliki kemampuan dalam mengaudit lebih baik dari pada KAP non big four. Ketika Kantor akuntan Publik mengklaim dirinya sebagai KAP bereputasi baik seperti big four firms,maka mereka berusaha keras untuk menjaga nama baik dan menghindari tindakantindakan yang mengganggu nama baik KAP tersebut (Fanny dan Saputra dalam kumala, 2012). Sebuah kantor akuntan publik mengkalim dirinya sebagai KAP besar seperti yang dilakukan oleh big four firm, maka mereka berusaha keras untuk menjaga nama besar tersebut , maka mereka akan menghindari tindakan tindakan yang dapat mengganggu nama besar mereka (Fanny dan Saputra dalam Kurniati, 2012). 19 2.7 Opini Going Concern Going concern adalah kelangsungan hidup suatu badan usaha. Oleh karena itu dengan adanya going concern maka suatu badan usaha yang dianggap mampu mempertahankan kegiatan usahanya dalam jangka waktu panjang dan tidak akan dilikuidasi dalam jangka waktu pendek (Tamba 2009 dalam Ulya 2012). Menurut Belkaoui (2004) dalam Zukriyah (2012) Going Concern adalah “Kelangsungan usaha menganggap bahwa entitas bisnis akan melanjutkan operasinya cukup lama untuk merealisasikan proyek komitmen dan aktivitasnya yang berkelanjutan”. Penilaian auditor terhadap kesangsian besar terkait dengan kemampuan entitas dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya dengan cara sebagai berikut (SPAP, 2001: 341.2): 1. Auditor mempertimbangkan apakah hasil prosedur yang dilaksanakan dalam perencanaan pengumpulan bukti audit untuk berbagai tujuan audit, dan penyelesaian auditnya, dapat mengidentifikasikan kelangsungan hidup perusahaan. 2. Jika auditor yakin terdapat kesangsian besar mengenai kemampuan entitas dalam mempertahankan hidupnya, maka : a) Memeroleh informasi mengenai rencana manajemen untuk mengurangi dampak kondisi dan peristiwa tersebut. b) Menentukan apakah ada kemungkinan bahwa rencana tersebut dapat secara efektif dilaksanakan. 20 3. Setelah mengevaluasi manajemen, maka auditor dapat mengambil kesimpulan terkait dengan kemampuan entitas dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya. Pengeluaran opini going concern yang tidak diharapkan oleh perusahaan, dapat berdampak pada kemunduran harga saham, kesulitan dalam meningkatkan modal pinjaman, ketidakpercayaan investor, kreditur, pelanggan, dan karyawan terhadap manajemen perusahaan. Hilangnya kepercayaan publik terhadap citra perusahaan dan manajemen perusahaan tersebut akan memberi imbas yang sangat signifikan terhadap keberlanjutan bisnis perusahaan kedepan (Media Akuntansi, 1999 yang dikutip Solikhah dan Kiswanto 2010). Opini audit modifikasi mengenai going concern merupakan opini audit yang dalam pertimbangan auditor terdapat ketidakmampuan atau ketidakpastian signifikan atas kelangsungan hidup perusahaan dalam menjalankan operasinya pada kurun waktu yang pantas, tidak lebih dari satu tahun sejak tanggal laporan keuangan yang sedang diaudit (SPAP, 2011). Dalam melaksanakan proses audit, auditor dituntut tidak hanya melihat sebatas pada hal-hal yang ditampakkan dalam laporan keuangan saja tetapi juga harus lebih mewaspadai hal-hal yang dapat mengganggu kelangsungan hidup suatu perusahaan. Jadi, auditor turut bertanggungjawab atas kelangsungan hidup suatu satuan usaha dalam memeriksa laporan keuangan. 21 2.8 Tabel penelitian terdahulu Beberapa hasil pengujian tentang penerimaan opini going concern tentang variabel apa saja yang digunakan dan hasil dari penelitian dari para penelitian terdahulu dapat dilihat dari tabel sebagai berikut: 2.1 Table penelitian terdahulu No Peneliti Variable Judul Penelitian 1. Metode Hasil Penelitian Penelitian Rizki Ukuran Pengaruh Populasi Hasil Azizah Perusahaan, Ukuran dalam penelitian ini (2014) Debt Default, Perusahaan, penelitian ini menunjukkan dan Kondisi Debt Default, adalah ukuran Keuangan dan Kondisi perusahaan perusahaan Perusahaan Keuangan manufaktur tidak Perusahaan yang berpengaruh terhadap terdaftar di terhadap opini penerimaan Bursa Efek audit going Opini Going Indonesia concern, debt Concern pada tahun default tidak 2010 sampai berpengaruh dengan 2013. terhadap opini Metode yang audit going 22 digunakan concern dan dalam yang pemilihan berpengaruh objek pada terhadap opini penelitian ini audit going adalah concern metode adalah kondisi purposive keuangan sampling. perusahaan. Metode purposive sampling adalah metode pemilihan objek dengan beberapa kriteria tertentu. 2. Fitri Default, Pengaruh Debt Dalam Hasil Diyanti Pergantian Default, penelitian ini penelitian ini (2010) Auditor, dan Pergantian pengolahan menunjukkan Ukuran Auditor, dan data dan default utang 23 Perusahaan Ukuran analisa data tidak Perusahaan dilakukan berpengaruh terhadap dengan terhadap penerimaan menggunaka penerimaan Opini Going n opini audit Concern teknik regresi akan logistik perhatian, dengan alat sementara bantu auditor perangkat switching dan lunak ukuran (software) perusahaan SPSS 18. mempengaruh i penerimaan opini audit akan perhatian. 3. Edward Prediksi Prediksi Metode Hasil dari Akiko Kebangkrutan, Kebangkrutan, analisis data penelitian Wibison Laverage, Laverage, yang diketahui Audit digunakan bahwa Sebelumnya, Sebelumnya, dalam variable Ukuran Ukuran penelitian ini prediksi o (2013) Audit 24 Perusahaan Perusahaan adalah kebangkrutan terhadap Opini analisis dan opini Going regresi audit tahun Concern logistik sebelumnya (logistic berpengaruh regression) signifikan menggunaka terhadap n program penerimaan komputer opini going Statistical concern. Package and Variable Service laverage, dan Solution ukuran (SPSS) versi perusahaan 19 dalam tidak pemrosesan berpengaruh data. signifikan terhadap penerimaan opini going concern 4. Ardiani, Audit Tenure, Pengaruh Data Pengujian Nur, Disclosure, Audit Tenure, penelitian dengan 25 Azlina Ukuran KAP, Disclosure, dianalisis dan tingkat (2012) Debt Default, Ukuran KAP, diuji dengan signifikansi Opinion Debt Default, beberapa uji 5%, diperoleh Shoping Dan Opinion statistik yang bukti Kondisi Shoping Dan terdiri dari bahwa Keuangan Kondisi statistik disclosure, Keuangan deskriptif ukuran KAP terhadap dan uji dan debt Penerimaan statistik default Opini Going inferensial berpengaruh Concern Pada untuk terhadap Perusahaan pengujian penerimaan Real Estate hipotesis opini dan Property (Ghozali, audit going Di Bursa Efek 2005:224). concern. Indonesia . Sedangkan audit tenure, opinion shopping dan kondisi keuangan tidak berpengaruh 26 terhadap penerimaan opini audit going concern. 5. Irfana Debt Default, (2012) Analisis Sampel Hasil dari Kualitas Audit, Pengaruh Debt dalam penelitian ini Opinion Default, penelitian ini berdasarkan Shoping dan Kualitas Audit, diperoleh analisis Kepemilikan Opinion dengan regresi Perusahaan Shoping dan metode logistik Kepemilikan purpossive menunjukkan Perusahaan sampling. bahwa debt Terhadap Data default, Penerimaan penelitian kualitas audit Opini Going dianalisa dan Concern dengan kepemilikan analisis manajerial regresi tidak logistik berpengaruh terhadap penerimaan opini going 27 concern. Sedangkan opinion shopping dan kepemilikan institusional berpengaruh terhadap penerimaan opini audit going concern. 6. Santosa Kualitas Audit, Analisis Sampel Kualitas audit dan Kondisi Faktor Yang diambil dan Wedari Keuangan Mempengaruhi Menggunaka pertumbuhan (2007) Perusahaan, Kecenderunga n metode perusahaan Opini Audit n Penerimaan purposive tidak Tahun Opini Audit sampling, berpengaruh Sebelumnya, Going dan terhadap Pertumbuhan Concern penelitian kecenderunga Perusahaan, menggunaka n penerimaan Ukuran n metode opini audit Perusahaan analisis going 28 regresi concern. logistik Kondisi keuangan dan ukuran perusahaan berpengaruh negatif terhadap kecenderunga n penerimaan opini audit going concern. Opini audit tahun sebelumnya berpengaruh positif terhadap kecenderunga n penerimaan opini audit going 29 concern. 7. Setyarn Kondisi Pengaruh o, dkk Keuangan Kualitas Audit, diambil kondisi (2006) Perusahaan, Kondisi menggunaka keuangan Opini Audit Keuangan n metode perusahaan Tahun Perusahaan, purposive dan opini Sebelumnya, Opini Audit sampling, audit tahun Kualitas Audit, Tahun dan sebelumnya dan Sebelumnya, penelitian berpengaruh Pertumbuhan Pertumbuhan menggunaka signifikan Perusahaan. Perusahaan n metode terhadap Terhadap analisis peneriman Opini Audit regresi opini audit Going logistik going Concern Sampel Variabel concern, sedangkan untuk variabel kualitas audit dan pertumbuhan perusahaan tidak 30 menunjukkan pengaruh yang signifikan terhadap penerimaan opini audit going concern. 8. Suprobo Kondisi Pengaruh penelitian kondisi Ningtias Keuangan, Kondisi menggunaka keuangan, N Ukuran Keuangan, n metode opini audit (2011) Perusahaan, Ukuran analisis sebelumnya Opini Audit Perusahaan, regresi berpengaruh Tahun Opini Audit logistic signifikan Sebelumnya, Tahun terhadap Auditor Client Sebelumnya, penerimaan Tenure,Opinio Auditor Client opini audit n Shopping, Tenure,Opinio going concern Reputasi n Shopping, sedangkan Auditor Reputasi ukuran Auditor perusahaan, 31 terhadap auditor client Penerimaan tenure,opinio Opini Audit n shopping, Going reputasi Concern auditor tidak berpengaruh secara signifikan terhadap penerimaan opini audit going concern Sumber : Penelitian Terdahulu 32 2.9 Kerangka pemikiran Berdasarkan urutan teoritis dan tinjauan penelitian diatas, maka variabel independen penelitian adalah ukuran perusahaan, debt default, kondisi keuanagan, opini audit tahun sebelumnya dan reputasi KAP. Sedangkan variabel dependennnya adalah penerimaan opini audit going concern. Berdasarkan hubungan diantara variabel tersebut dapat digambarkan kedalam kerangka sebagai berikut: 2.2 Kerangka pemikiran UKURAN PERUSAHAAN (H-) DEBT DEFAULT (H+) KONDISI KEUANGAN PERUSAHAAN OPINI AUDIT GOING (H-) CONCERN OPINI AUDIT TAHUN (H+) SEBELUMNYA REPUTASI KAP (H+) 33 2.10 Pengembangan hipotesis 2.10.1 Pengaruh Ukuran Perusahaan Terhadap Penerimaan Opini Audit Going Concern Menurut Noormalasari (2012) dalam Rizki Azizah (2014) perusahaan besar dalam menghadapi permasalahan keuangannya tentulah sangat berhati-hati dalam mengambil keputusannya. Dalam mengambil suatu keputusan tentulah dengan melihat dampak resiko yang akan diperoleh perusahaan. Karena perusahaan besar lebih memiliki SDM yang berkualitas sehingga akan lebih mampu untuk menangani kesulitan kondisi keuangan dengan strategi yang baik agar tidak mengalami financial distress yang akan berdampak pada penerimaan opini audit going concern. Hasil penelitian Diyanti (2010) menyatakan bahwa variabel ukuran perusahaan berpengaruh terhadap penerimaan opini audit going concern. Karena semakin besar ukuran perusahaan, semakin terjamin kelangsungan hidup perusahaan tersebut dimasa yang akan datang. Dengan demikian besar kecil ukuran perusahaan berpengaruh terhadap penerimaan opini audit going concern. Hal ini juga sejalan dengan penelitian Indira Januarti dan Ella Fitrianasari (2008) “Perusahaan besar dapat mempertahankan kelangsungan hidupnya dari pada perusahaan kecil”. Perusahaan besar memiliki manajemen yang baik sehingga bisa menyelesaikan masalah-masalah yang dimilikinya, sehingga tidak mungkin akan mendapatkan Opini Going Concern. H1 :Ukuran Perusahaan berpengaruh negatip terhadap penerimaan opini audit Going Concern 34 2.10.2. Pengaruh Debt Default terhadap Opini Audit Going Concern Sebagian besar penelitian terdahulu telah menggunakan rasio keuangan untuk mengindentifikasikan masalah going concern perusahaan. Indikator going concern yang banyak digunakan auditor dalam memberikan keputusan opini audit adalah kegagalan dalam memenuhi kewajiban utangnya (default). Debt default didefinisikan sebagai kegagalan debitor (perusahaan) untuk membayar hutang pokok atau bunganya pada waktu jatuh tempo (Chen dan Church, 1992 dalam Diyanti, 2010). Apabila perusahaan gagal dalam membayar utang (debt default) maka kelangsungan usahanya dapat diragukan, oleh karna itu auditor berkemungkinan akan memberi opini audit going concern. Irfana (2012) berpendapat bahwa, hal pertama yang akan dilakukan oleh auditor untuk mengetahui kondisi kesehatan keuangan suatu perusahaan adalah dengan memeriksa hutang perusahaan. Ketika suatu perusahaan memiliki hutang yang tinggi, maka kas yang ada di perusahaan akan diarahkan untuk menutup hutang yang dimiliki perusahaan yang dampaknya akan mengganggu kegiatan operasional perusahaan. Dan saat perusahaan kesulitan untuk memenuhi hutangnya, auditor akan memberikan status default untuk perusahaan tersebut. Pada penelitian Ulya (2012) dan Praptitorini dan januarti (2007) menyatakan bahwa debt default berpengaruh positif terhadap penerimaan opini audit going concern. H2 :Debt default berpengaruh positip terhadap penerimaan opini audit Going Concern 35 2.10.3. Pengaruh Kondisi Keuangan Perusahaan terhadap Opini Audit Going Concern Semakin memburuk kondisi perusahaan maka akan semakin besar kemungkinan perusahaan menerima opini audit going concern. Sebaliknya perusahaan yang tidak pernah mengalami kesulitan keuangan, memiliki kemungkinan kecil dalam memperoleh opini audit going concern. Pendapat tersebut juga didukung oleh Dewayanto (2011), Fijriantoro (2010), dan Susanto (2009) yang menyatakan bahwa semakin baik kondisi keuangan perusahaan semakin kecil kemungkinan auditor memberikan opini audit going concern. Penelitian sebelumnya oleh Kartika (2012) menghasilkan bahwa opini audit going concern dipengaruhi secara signifikan oleh opini audit tahun sebelumnya dan pertumbuhan perusahaan, sedangkan kondisi keuangan, kualitas audit, dan opinion shopping tidak berpengaruh. Ulya (2012) menghasilkan bahwa Opini Audit Going Concern dipengaruhi signifikan oleh variabel Debt Default dan Opini audit tahun sebelumnya. Sementara itu variabel kesulitan keuangan, reputasi auditor dan auditor client tenure tidak berpengaruh terhadap kemungkinan menerima opini audit going concern. Werastuti (2013) menghasilkan bahwa opini audit going concern dipengaruhi signifikan oleh debt default. Client tenure, ukuran klien, reputasi auditor dan kondisi keuangan tidak berhubungan dengan opini audit going concern. Jadi, berdasarkan hasil penelitian terdahulu dapat disimpulkan bahwa: H3 :Kondisi Keuangan perusahaan penerimaan opini audit Going Concern 36 berpengaruh negatip terhadap 2.10.4. Pengaruh Opini Audit Tahun Sebelumnya terhadap Opini Audit Going Concern Penelitian oleh Carcello dan Neal (2000) serta Rahmadhany (2004) dalam Budi Setyarno (2006) memperkuat bukti mengenai opini audit going concern yang diterima tahun sebelumnya dengan opini audit going concern tahun berjalan. Ada hubungan positif yang signifikan antara opini audit going concern tahun sebelumnya dengan opini audit going concern tahun berjalan. Apabila pada tahun sebelumnya auditor telah menerbitkan opini audit going concern, maka akan semakin besar kemungkinan auditor untuk menerbitkan kembali opini audit going cocern pada tahun berikutnya. Perusahaan yang menerima opini audit going concern pada tahun sebelumnya lebih cenderung untuk menerima opini yang sama pada tahun berjalan. Mutchler (1985) menguji pengaruh ketersediaan informasi publik terhadap prediksi opini audit going concern, yaitu tipe opini audit yang telah diterima perusahaan. Hasilnya menunjukkan bahwa model discriminant analysis yang memasukkan tipe opini audit tahun sebelumnya mempunyai akurasi prediksi keseluruhan yang paling tinggi sebesar 89,9 persen dibanding model yang lain (Shidarma, 2014). Hasil penelitian Ranchman Siregar (2011) menyatakan opini audit tahun sebelumnya berpengaruh positif terhadap kemungkinan penerimaan opini audit going concern. Hasil penelitian menemukan bahwa, opini audit tahun sebelumnya berpengaruh positif dan signifikan terhadap penerimaan opini audit going concern. Hal ini dibuktikan dengan nilai p-value sebesar (0,000 < 0,05). Hasil 37 penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian Santosa dan Wedari (2007) yang menemukan bahwa opini audit tahun sebelumnya berpengaruh signifikan terhadap penerimaan opini audit going concern. H4 : Opini Audit Tahun Sebelumnya berpengaruh positip terhadap penerimaan opini audit Going Concern. 2.10.5. Pengaruh Reputasi KAP terhadap Opini Audit Going Concern Reputasi kantor akuntan publik (KAP) sering digunakan sebagai salah satu faktor yang berpengaruh dalam mengukur kualitas audit. Reputasi dalam hal ini menunjuk pada besarnya ukuran KAP dilihat dari jumlah klien dan revenue yang dihasilkan. KAP yang berskala besar apabila termasuk dalam the big four firm, sedangkan untuk KAP yang berskala kecil apabila tidak termasuk dalam the big four firm (Saputri 2012 dalam Stevanus, 2013). Dong Yu (2007) dalam Sinaga (2012) meneliti tentang bagaimana pengaruh ukuran KAP big four terhadap kualitas audit. Objek penelitiannya yaitu perusahaan-perusahaan di Amerika Serikat yang diaudit oleh KAP big four selama periode 2003-2005. Hasil penelitiannya menjelaskan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara ukuran KAP dengan kualitas audit. Hasil yang didapat sesuai dengan asumsi bahwa KAP yang berukuran besar menghasilkan kualitas audit yang lebih baik. Dalam penelitian DeAngelo (1981) dalam Stevanus (2013), kualitas auditor ditentukan dengan kompetensi dan independensi auditor tersebut. Hasil penelitian tersebut menghasilkan bahwa kualitas audit yang dihasilkan oleh kantor akuntan yang besar lebih tinggi dibandingkan dengan 38 kantor akuntan kecil. Sumber daya manusia dalam hal ini yaitu auditor pada KAP besar memiliki kompetensi yang lebih baik dibandingkan KAP kecil sehingga kualitas audit yang dihasilkan akan meningkat. (Choi et al., 2010 dalam Stevanus, 2013) auditor yang memiliki reputasi dapat memberikan kualitas audit yang lebih baik dibandingkan dengan auditor yang tidak memiliki reputasi. Hal tersebut menjadi perhatian auditor, karena apabila publik menemukan kecurangan pada perusahaan klien yang tidak diungkapkan oleh auditor, maka hal itu dapat mengancam reputasi mereka. Klien biasanya memiliki persepsi bahwa KAP berukuran besar dan memiliki afiliasi dengan KAP internasional memiliki kualitas audit yang lebih baik dibandingkan dengan KAP yang berukuran kecil. (Mutchler et al. 1997 dalam Yunuda dan Warnada, 2013) menemukan bukti uni- variat bahwa auditor big 6 lebih cenderung menerbitkan opini audit going concern pada peru- sahaan yang mengalami financial distress dibandingkan auditor non big 6. Auditor skala besar dapat menyediakan kualitas audit yang lebih baik dibanding auditor skala kecil, termasuk dalam mengungkapkan masalah going concern. Semakin besar skala auditor, akan semakin besar kemungkinan auditor untuk menerbitkan opini audit going concern. (De Angelo,1981) menyatakan bahwa auditor skala besar memiliki insentif yang lebih untuk menghindari kritikan kerusakan reputasi dibandingkan pada auditor skala kecil. Auditor skala besar juga lebih cenderung untuk mengungkapkan masalah-masalah yang ada karena mereka lebih kuat menghadapi 39 risiko proses pengadilan. Argumen tersebut berarti bahwa auditor skala besar memiliki insentif lebih untuk mendeteksidan melaporkan going concern kliennya. H5 : Reputasi KAP berpengaruh positip terhadap penerimaan opini audit going concern. 40