PERMASALAHAN IMPLIKASI ETIK, HUKUM, SOSIAL SEL PUNCA Agus Purwadianto Agus Purwadianto • • • • • • • • • • • • Gurubesar I.K. Forensik & Medikolegal (07) Doktor Filsafat (03) MSi Sosio-Kriminologi (00) SpF (konsultan etiko-medikolegal) (05) Diplome of Forensic Med Groningen Univ (02) SH (97), SpF (83), dr (79) Ex Kepala Biro Hukum & Organisasi Depkes RI Ketua MKEK Pusat IDI, IDI dosen IKF-ML IKF ML FKUI/RSCM FKUI/RSCM, Ketua Kolegium IK Forensik Indonesia Ex Anggota WHO Global Advisory Vaccine Safety Committee Ex Anggota UNESCO Global Ethics Observatory Law Anggota Komisi Bioetika Nasional Perintis/dosen S3 Kekhususan Bioetika FKUI Batasan sel punca (draf P Permenkes) k ) • sel dlm tubuh manusia dg kemampuan istimewa = mampu memperbaharui / meregenerasi dirinya sendiri (self regenerate/self renewal) dan mampu berdiferensiasi jadi sel lain (differentiate). Jenis SP (draf permenkes) • • Sel punca embrionik adalah sel punca yang berasal dari blastosit, yakni k i sisa i embrio bi d darii in i vitro it ffertilization tili ti (IVF) ataupun dari d i sell blank (unspesialized). Sel punca non-embrionik adalah sel punca yang berasal bukan dari sisa embrio atau sering disebut juga sel punca dewasa dewasa, berasal dari (1) darah tali pusat (cord blood), (2) sumsum tulang (Bone Marrow Punction/BMP), (3) darah tepi (Peripheral Blood) dan (4) berbagai jaringan lain. Yang menjadi masalah SPE • • • • Sel Punca Embrionik (SPE) ( ) Sel Punca berasal dari Fetus (SPF) Sel Punca berasal dari Hewan (SPH) Sel Punca hasil Induksi SPE : Pandangan moral masyarakat k – Blm berterima : status moral E, ekses E; nirlaik ramal individu yad pd t ti t dan totipoten d transdiferensiasi t dif i i sell jjaringan i normal/abnormal l/ b l pd d pluripoten – Diskriminatif dlm pemilihan sisa E Æ deterministik a la “Tuhan2”an (nasib manusia dibawah kendali manusia lain) = >< martabat manusia • Bahan/material yang dianalisis – Blastosit pra-implantasi manusia Dilema ttg : awal kehidupan ? • Asall perolehan A l h bahan b h hasil aborsi ? Kloning reproduktif !!! SPE : Keunggulan-prioritas tujuannya j • Hampir p sama : Penyakit y degeneratif g yg tak/belum ada obatnya (kegagalan cara kimiawi dan fisik) • Therapy sel, terapi genetic, cloning. SPE : Keunggulan-prioritas caranya : • • • • • keseimbangan : kewajiban menghormati kualitas hidup manusia pasien (indikasi subyektif) vs pembunuhan E (indikasi obyektif krn negara membolehkan hal ini); pembatasan aplikasi : kloning reproduktif (manusia gamet mirip kemudian kehilangan martabat krn ditentukan pendahulunya) kelayakan (kemungkinan risiko bhw ketercapaian tujuan pengobatan : transdiferensiasi hrs tepat & terkendali aplikasi kemungkinan penerapan : partikular; krn yg universal PASTI dilarang keharusan (hanya satu-satunya satu satunya jalan pd penyakit kataskropik/degeneratif berat pd masa keemasan kualitas hidup pasien) : tak ada pilihan cara lain. SPF : Pandangan moral masyarakat k • Tergantung batasan tanda awal kehidupan : bisa dianggap aborsi/pembunuhan POTENSI manusia (vitalisme) • Darurat ada kebolehan utk mengatasi kelangkaan, ketidakberdayaan, ketidakpastian dlm terapi konvensional sepanjang tak >< martabat manusia SPF : Bahan/material yang dianalisis • Sisa fetus yg mati sendiri krn sebab alamiah vs fetus yg dibunuh khusus utk itu Asal perolehan bahan • Dari pasangan suami istri sah ? • Fertilisasi in vitro SPH : Keunggulan Keunggulan-prioritas prioritas tujuannya • Mengatasi keterbatasan allograft apalagi autograft • Asal Hewan : dpt diproduksi jumlah besar, murah dan halal • Kelemahan : penolakan imun bisa terus menerus (diketahui via marker/ penandanya beda). SPH : Keunggulan-prioritas caranya : • • • • Keseimbangan : kesegeraan produk utk terapi dlm jumlah banyak vs k l b kelambanan allograft/autograf ll f/ f pd d SP D Dewasa kelayakan : efektivitas tujuan terapi vs risiko mengatasi penolakan imun (seumur hidup) TERMASUK INFEKSI ZOONOSIS atau SUPERINFEKSI krn imunosupresif pembatasan aplikasi : penanda marker berbeda-beda, alasan agama (tdk universal), keharusan (hanya satu satu-satunya satunya jalan mis : golden period kondisi KUALITAS HIDUP pasien hrs diatasi/diperbaiki vs blm tersedianya/mahalnya pilihan cara lain). SPH (xenotransplantation) Pandangan moral masyarakat k t • Pengaruh g transdiferensiasi – p pluripotensi p hewan asal ke manusia penerima : degradasi HAM bila mengubah karakter dasar manusia • Lebih berterima dp SPE krn tak melanggar HAM & tak ada dilema etik, KECUALI : PENGELABUAN (distorsi informasi), HARGA MAHAL (dibandingkan konvensional) KRN KOMERSIALISASI • Utk atasi hal Darurat (life saving) msh diragukan Æ BLM OK B h / t i l yang dianalisis Bahan/material di li i • Kelinci • Babi p • Cimpanzee Asal perolehan bahan • Asal babi : bagi Islam haram, kecuali darurat • Tidak dengan menyiksa hewan tsb SP IP (induksi pluripoten) Pandangan moral masyarakat k t • Lbh bisa diterima krn bukan SPE yg berdilema etis : tak membunuh E • Prediksi reprogramming (-) Æ >< martabat manusia bila j t ada justru d kkanker/teratoma k /t t • Efek terapi msh rendah : “coba”2 krn blm dijamin berkembang utk jaringan tertentu yg diinginkan Æ >< martabat manusia SP IP : Bahan/material yang dianalisis • Hasil reprogramming sel dewasa kembali ke kondisi embrionik berdaya pluripoten krn menipulasi faktor transkripsi Asall perolehan A l h bahan b h • Sel dewasa SP IP : Keunggulan Keunggulan-prioritas prioritas tujuannya • Sama dgn yg lain • Tak ada reaksi penolakan • Sebagai model riset (pembuka ke pemahaman riset berikutnya) : model perkembangan penyakit p y dan p perkembangan g normal sel dari awal ke tahap berikutnya Permenkes 159/2009 • Depkes p menunjuk j RSCM sbg g Puslitbangyanmed gy Sel Punca di RI • Depkes sbg “gate keeper” berhak menunjuk ini sesuai : pasall 18 PP no. 39/1995 ttentang t Litb Litbang Æ “Menkes “M k berhak melakukan binwas penyelenggaraan litbangkes, baik oleh pemerintah maupun swasta Kapasitas RSCM • • • Tergantung Bylaws RSCM : RS Umum Pusat Rujukan Nasional Æ adakah d k h adaptif d if utk kh hal-hal lh lb baru spt SP Æ dibawah dib h Di Dir Pengembangan Pemasaran (membawahi Diklit) ? Prinsipnya : SEMENTARA krn SP telah menjadi perhatian masyarakat sementara hukum selalu ketinggalan masyarakat, RSCM (bersama FKUI) secara moral hrs sbg ujung tombak “gate keeper” (manajemen makro), selain sebagai pelaksana (manajemen gg KOMNAS SP Æ dinamika mikro kasuistik Æ sambil menunggu sosial masyarakat ilmiah kedokteran hrs ditampung dlm bylaws RSCM. Struktur Organisasi Jaringan Kerjasama Sel Punca di dalam dan di luar RS Dewan Riset Dewan Riset Nasional Nasional Dekan FK Komite Medik RS Komite Medik RS Komisi Bioetik Komisi Bioetik Nasional Nasional Komite Nasional Komite Nasional Sel SelPunca Punca Dekan FK Komite Etik & Hukum RS Dir Utama Dir. K Komite it Etik & Hukum H k RS Dir. Utama Dir. Yanmed Dir. Yanmed Instalasi Instalasi Instalasi Instalasi Sel Sel Punca Punca PJ PJ Bioetik Bioetik PJ Riset PJ Riset Terapan Terapan Unit Unit Lab Lab Di Dalam RS PJ PJ Adm g Adm&& Keuangan Keuangan PJ PJ Teknis Medis T k i Medis Teknis M di Unit Unit Bank Bank Unit Unit Lab Lab Keu. Keu. Administrasi/ Administrasi/ Pelaporan Pelaporan Bank SelBank Punca di luar RS Sel Punca di luar RS Koord Medis Koord Medis Pengambilan dan Penyimpanan Pengambilan dan Penyimpanan Laboratorium Laboratorium BIOETISIS Koord Koord Adm keu Adm & & keu Etikolegal di”bawah” di bawah Permenkes • • • • Kebijakan Pimpinan RSCM (penjabaran kewenangan diskresi M k /di j yanmed) Menkes/dirjen d) selayaknya l k melibatkan lib k organisasi i i profesi f i terkait yg sah dan representatif Pernyataan kebijakan Menkes atau Dirjen Yanmed hrs sejalan dg kepercayaan publik Pedoman Permenkes ; hasil musyawarah ilmuwan, bioetisis dan praktisi sel punca Standar profesi ilmuwan SP di RSCM sbg acuan sementara institusi tempat lain ? Status Pemakaian SP • • • Pelayanan SP = ranah publik (karena menyangkut hajat hidup orang banyak) > dp privat (kontrak perdata utk sesuatu yg belum jelas??) Æ pemerintah berhak mengatur Msh dlm “koridor penelitian” ? (krn msh minimnya evidence)Æ lingkup yurisdiksi Litbangkes Depkes (sbg koordinator yg dijalankan SEMENTARA oleh RSCM) sbg unit khusus yang tupoksinya demikian. Negara tak kuasa mengatur krn “terlalu teknis kasuistik” (asas subsidiaritas!!) ? Æ diserahkan sementara kpd aparat teknisnya bersama OP (wujud hukum responsif) Unsur Stake Holder SP • • • • Ranah penelitian : ABG : akademisi – bisnis – government (Depkes, Ristek dll) Æ mdh2an ASPI (asosiasi sel punca indonesia) saat ini Ristek, sdh mencerminkan ini. Peran ethical clearance amat penting utk penelitian SP. Ranah pelayanan : ilmuwan (peneliti) – bioetisis – praktisi ilmuwan (akar organisasinya LIPI/Litbangkes; AIPKI ?) – bioetisis (akar organisasinya KBN, Komnas Etik Kes, MKEK?) – praktisi medik (akar organisasinya IDI/ARSPI/PERSI) ? Peran “unit unit bioetika bioetika” (Komite Etiknya/peran bioetisis) sebagai pereviu masalah etik yg ada & pembuat rekomendasi. Pembuatan Regulasi : Hukum responsifif • Draft Permenkes sbg g “payung” p y g • Diikuti dengan Standar Profesi • Membuat sosialisasi permasalahan dengan unsur masyarakat : ulama, ulama profesi, profesi politisi, politisi akademisi, akademisi masyarakat luas, mahasiswa/pelajar (konsumen, dll), termasuk DPR/D dan pihak pemerintah • Membuat M b t naskah k h akademik k d ik • Merancang draft UU SP sesuai UU No. 10/2004 atau y peraturan dibawahnya Jalan etikolegal msh panjang • Pengendapan g p masalah etikolegal g menjadi j masalah legal. • Sambil menunggu terbentuknya UU : hrs dibentuk peraturan t menkes k ttg tt SP • Pembuatan SP, SOP, bylaws dll berdasarkan hukum responsif Æ mis pok pengkajian bank tali pusat • Semua pihak diharap berkoordinasi, tdk jalan sendirisendiri. SAYA UCAPKAN TERIMA KASIH