Sahabat Senandika - Yayasan Spiritia

advertisement
Yayasan Spiritia
No. 8, Juli 2003
Sahabat Senandika
Newsletter Bulanan tentang Dukungan untuk Odha
Pelatihan Keterampilan
Tentang Berbicara di Depan
Umum Ke-2
Bandung, 3-7 Juli 2003
Oleh Hertin S
Yayasan Spiritia mengadakan pelatihan
keterampilan tentang berbicara di depan umum
yang ke-2 di Bandung dan dibantu oleh Bandung
Plus Support sebagai panitia lokal dan juga sebagai
peserta. Pelatihan keterampilan tentang berbicara
di depan umum ini sudah 2 kali diadakan, yang
pertama diadakan di Jakarta pada bulan Oktober
2002.
Peserta pada pelatihan ini 17 orang dari 10 kota
di 10 Propinsi (Batam, Medan, DKI Jakarta,
Bandung, Semarang, Yogyakarta, Pontianak,
Makassar, Denpasar dan Jayapura). Selama tiga
hari pelatihan, peserta belajar tentang mengenal
pribadi sendiri, meningkatkan kepercayaan diri,
motivasi, bercerita, menyusun pembicaraan
hingga bagaimana menjadi pembicara yang baik.
Peserta mengikuti semua acara dengan semangat
meskipun acaranya cukup padat, dimulai jam
09.00 sampai jam 18.00.
Topik pelatihan ini dipilih berdasarkan
permintaan teman-teman di Jaringan Senandika
melalui angket di Senandika (Senandika adalah
newsletter yang berisi surat teman-teman Odha
di seluruh Indonesia). Tujuan dari pelatihan ini
adalah agar orang hidup dengan HIV dapat
terbuka minimal dikelompok tertentu dan dapat
berbicara di depan umum untuk mengikuti
program penanggulangan HIV/AIDS berdasarkan
prinsip GIPA, yaitu keterlibatan Odha bukan
hanya sebagai obyek melainkan subyek. Kita
mengharapkan keterbukaan Odha lebih dari
sekedar testimoni. Orang dengan HIV harus
dilihat sebagai bagian dari solusi bukan sebagai
masalah.
Pada hari terakhir, ada acara jalan-jalan dan
ramah tamah di Rumah Cemara. Rumah Cemara
adalah tempat rehabilitasi narkoba yang
didalamnya ada sebuah kelompok dukungan
sebaya bernama Bandung Plus Support. Acara
ramah tamah ini sangat meriah, yang dibuka
dengan sambutan, perkenalan, parodi oleh residen
Rumah Cemara, makan-makan yang makanannya
dimasak sendiri oleh residen dan diakhiri dengan
acara hiburan. Sebelum pulang semua peserta
pelatihan dan residen Rumah Cemara saling
berbagi cerita.
Setelah pelatihan, para peserta pulang dan
mempersiapkan kegiatan yang akan mereka
lakukan sesuai yang dibuat sewaktu pelatihan.
Semoga dengan bertambahnya orang HIV positif
yang terbuka dapat memberikan wajah yang lebih
manusiawi terhadap masalah HIV/AIDS di
Indonesia.
Pertemuan Kerja Nasional
KPA (Komisi
Penanggulangan AIDS),
Cipayung-Puncak 6-9 Juli 2003
Oleh Odon Baju
Spiritia diundang untuk memberikan presentasi
tentang ‘Pemberdayaan Odha’ dan acara tersebut
dihadiri oleh 30 propinsi kecuali propinsi Aceh
Daftar Isi
Pelatihan Keterampilan Tentang Berbicara
di Depan Umum Ke-2
1
Pertemuan Kerja Nasional KPA (Komisi
Penanggulangan AIDS),
1
Kunjungan ke Palu, Manado dan Sorong 2
Tawaran Hibah dari Australia
4
Harapan Cuci Sperma untuk Odha
4
Tanya-Jawab
5
Tips untuk orang dengan HIV no. 19
6
Lembaran Informasi Baru
6
Laporan keuangan positif fund
6
Semua informasi di dalam Sahabat Senandika sekadar untuk menambah wawasan dan pengetahuan.
Sebelum melaksanakan suatu pengobatan sebaiknya Anda berkonsultasi dengan dokter.
dan Kalimantan Tengah. Tiap propinsi diwakili
dua orang, yaitu satu orang dari wakil KPAD, satu
orang dari LSM peduli AIDS. Wakil KPAD
tersebut antara lain dari Pemda, Dinkes, dan
Dinsos.
Hari pertama dibuka oleh Pak Farid Husain
sebagai wakil dari Menkokesra, beliau menjelaskan
tentang Stranas yang sudah disusun. Kemudian
diteruskan presentasi oleh Pak Haikin sebagai
Kadit P2ML, selanjutnya Pak Sigit dari P2ML
menjelaskan tentang hasil survey. Kemudian
setelah makan siang dilanjutkan dengan diskusi
panel oleh tiga nara sumber yaitu : Lesson learned
dari propinsi Bali oleh Prof. Dr. Wirawan tentang
VCT, setelah itu informasi seputar ARV oleh
Yayasan Pelita Ilmu yang dipresentasikan oleh Pak
Samsurizal, terakhir adalah presentasi dari Bayu,
wakil Spiritia yang berbicara tentang
pemberdayaan odha sesuai prinsip GIPA.
Ternyata acara diskusi panel tersebut memang
sangat dibutuhkan oleh peserta untuk menambah
informasi seputar HIV/AIDS. Kemudian panel
diskusi dilanjutkan dari propinsi Bali, Jatim dan
Sumut yang membicarakan tentang peran KPAD,
Perda Penanggulangan AIDS, serta Advokasi ke
Pemda, DPR/D dan ini menutup acara hari
pertama.
Di hari kedua, diskusi kelompok tentang
penjabaran area prioritas pada stranas dalam
kegiatan-kegiatan nyata berlangsung hangat sekali
karena
dari
masing-masing
propinsi
mengungkapkan kekuatan dan kelemahannya.
Kemudian acara dilanjutkan dengan diskusi
kelompok tentang sistem pelaporan dan
monitoring sebagai penutup acara pertemuan
nasional KPA.
Dari pertemuan nasional ini diharapkan setiap
daerah dapat mensosialisasikan stranas
penganggulangan HIV/AIDS ke daerahnya
masing-masing.
Sebenarnya kami mengharapkan pengalaman
dari masing-masing daerah tentang tindakan yang
telah dilakukan seputar penanggulangan HIV/
AIDS, akan tetapi karena waktu tidak mencukupi
maka tidak semua propinsi dapat membagikan
pengalamannya. Kami juga berharap agar kinerja
KPAD dapat lebih maksimal mengingat hasil yang
selama ini dilakukan sangat terbatas dikarenakan
KPAD hanya sebatas simbol.
2
Kunjungan ke Palu, Manado
dan Sorong
Oleh Babe
Pagi-pagi pada hari Minggu 8 Juni, Eta, Yuni dan
saya ke Cengkarang untuk berangkat ke Palu.
Kami transit di Makassar, dan di situ diikuti oleh
Asti. Ternyata kami harus menunggu lama di
bandara Hasanuddin, karena flight kami ke Palu
telat lebih dari dua jam. Kasihan dr. Nirwansyah
yang menjemput kami di Palu; dia harus
menunggu lama.
Palu
Baru saja ada laporan kasus pertama HIV di
Sulawesi Tengah, dan dr. Nirwansyah merasa
prihatin terhadap keadaan tersebut, sehingga dia
menghubungi Daniel untuk minta tim Spiritia ke
sana. Antara lain, dia memperkenalkan kami
dengan Dr. Altin Mongo, Direktur Rumah Sakit
Umum Daerah Undata. Dr. Mongo langsung antar
kami ketemu dengan wakil gubernur. Walaupun
pertemuan itu sangat singkat, kelihatan ada
manfaat dalam meningkatkan keprihatinan
mengenai HIV/AIDS di Sulawesi Tengah.
Kami juga bertemu dengan satu teman baru,
yang tinggal di desa sekitar 40 km dari kota Palu.
Kami diantar oleh dokternya, dr. Nelson Chin,
dan kami sangat terkesan dengan cara teman baru
itu didukung dan diterima oleh keluarganya dan
masyarakat di tempat. Ini jelas sebagian besar
karena upaya dr. Nelson dengan penyuluhan
kepada komunitas sehinga mereka semua mengerti
bahwa AIDS tidak bahaya buat mereka.
Manado
Setelah dua hari, kami berangkat ke Manado.
Ternyata dari Palu ke Manado hanya ada pesawat
CASA yang kecil, berisik dan pelan. Jadi agak sore
kami sampai ke Manado. Di sana kami bertemu
dengan teman-teman dari Yayasan Mitra
Masyarakat (YMM). Salah satu pertemuan
pertama adalah dengan Dr. Demas Waas, Kepala
Balai Laboratorium Kesehatan. Dia sangat peduli
terhadap masalah HIV, dan mungkin karena itu,
tes HIV ditawarkan gratis di labkes itu.
Kami bertemu dengan KPAD dan DPRD
Komisi E Provinsi Sulawesi Utara untuk
mendorong ketersediaan dana untuk obat
antiretroviral buat Odha di Sulawesi. Tampaknya
mereka menarik, tetapi dibutuhkan tindak lanjut
dari teman-teman di Manado.
Satu malam, kami ke Tomohon untuk bertemu
dengan Dr. Harijanto di RS Bethesda. Dari dia,
kami dikenalkan dengan dua dokter lain yang
merawat Odha, salah satunya dr. Andri Budiman.
Sahabat Senandika No. 8
Dia saat ini merawat satu Odha yang baru kembali
dari luar negeri, dan sekarang tinggal dengan
keluarganya di daerah pedesaan sekitar 50 km dari
Manado. Akhirnya kami bertemu dengan dr.
Andri, dan dia janji coba supaya kita dapat
bertemu dengan teman itu. Ternyata dia dan
semua keluarganya (dua mobil!) datang ke hotel
kita bersama dengan dr. Andri, dan kita makan
siang bersama sambil ngobrol. Sekali lagi, kami
terkesan
karena
keluarganya
sangat
mendukungnya, tanpa ada rasa takut. Sekali lagi,
ini sebagian besar karena upaya dr. Andri dan satu
perawat dari RSUD yang ternyata tetangga Odha
tersebut untuk melakukan penyuluhan pada
komunitas di sekitarnya.
Sorong
Asti langsung pulang dari Manado, karena kami
berencana diikuti oleh teman dari Papua untuk
kunjungan di Sorong. Sayangnya, karena beberapa
alasan, itu tidak terjadi, tetapi Eta tetap dengan
kami, jadi ada wakil Papua bersama dengan kami.
Kami juga ditemani oleh teman di Sorong untuk
beberapa pertemuan. Juga, dr. Hendra dari ASA
mengikuti kami selama kami di Sorong.
Ini kunjungan Spiritia yang ketiga ke Sorong,
dan dilakukan karena pada kunjungan
sebelumnya, kami merasa sangat prihatin akan
dukungan untuk Odha di sana. Jumlah kasus
meningkat tajam di Sorong, dengan prevalensi 17
persen di antara pekerja seks di lokalisasi. Ada
delapan rumah sakit di Sorong, tetapi tingkat
pengetahuan di antara dokter dan perawat
tampaknya rendah, dan pasien sering langsung di
antar pulang oleh keluarga setelah ada diagnosis
AIDS, atau pun ada yang curiga sakitnya
diakibatkan HIV.
Kami sangat dibantu oleh Zr. Sita di Klinik Bintang
Timur/Yayasan Sosial Agustinus, yang sangat peduli
dan siap menemani semua Odha di Sorong. Bersama
dengan Evi dari ASA, kami mengundang wakil dari
semua rumah sakit di Sorong untuk mengikuti
diskusi tentang masalah AIDS. Sebagian besar yang
hadir adalah dari rumah sakit swasta, dan tampaknya
mereka takut jika diketahui merawat pasien AIDS,
mereka akan kehilangan pasien lain. Lagi pula
sebagian besar pasien AIDS adalah miskin, dan
rumah sakit biasanya rugi jika pasien ditahan di
rumah sakit lebih dari beberapa hari.
Kami ada pertemuan terpisah di RS Sele Be Solu
(yang akan menjadi rumah sakit Kabupaten Sorong),
yang dipandu oleh dr. Ferhat Esfandiari, dan di
Rumah Sakit Umum, dipandu oleh Dr. Theo. Peserta
semua sangat terkesan oleh Yuni dan Eta, dan ada
banyak pertanyaan tentang terapi antiretroviral.
Kami juga ada pertemuan dengan KPAD kota
Juli 2003
Sorong, termasuk ketuanya, Bapak Wakil Walikota.
Yang menarik, Zr. Sita, yang mewakili LSM pada
pertemuan itu, menegaskan bahwa sudah waktu
mereka mengundang Spiritia ke pertemuan macam
itu, bukan Spiritia yang harus mengundang mereka!
Kami bertemu dengan beberapa teman baru di
Sorong, yang memperkuat kesan bahwa jumlah
Odha di Sorong terus meningkat. Yang sangat
memprihatinkan, ada tanda bahwa penggunaan
narkoba suntikan sudah mulai tersebar di Sorong.
Saya rasa kita tidak boleh heran dengan
perkembangan ini, dan harus mulai siap menangani
epidemi ini di kota lain di Papua.
Kesimpulan
1. Pelaksanaan kewaspadaan universal tetap
menjadi masalah di hampir semua rumah sakit
dan puskesmas. Ini tidak hanya menempatkan
petugas layanan kesehatan pada risiko, tetapi juga
meningkatkan kemungkinan ada penularan HIV
dan infeksi lain di sarana kesehatan.
2. Masalah penyebarluasan informasi mengenai
HIV/AIDS pada petugas layanan kesehatan
harus dihadapi secara mendesak. Sebagian besar
petugas kesehatan yang kami temui hanya punya
sedikit pengetahuan tentang perawatan HIV/
AIDS.
3. Fasilitas untuk tes HIV sangat langka dan sulit
dijangkau oleh orang yang merasa dirinya pernah
berisiko. Karena itu, hanya sedikit orang tahu
dirinya terinfeksi, dan surveilans menjadi sia-sia
jika kelompok yang dinyatakan punya prevalensi
tinggi tidak dapat melakukan tes secara sukarela.
4. Sekali lagi, kami melihat bahwa ada cukup
banyak dokter dan perawat yang sangat peduli
terhadap HIV/AIDS, dan berjuang terus agar
layanan untuk Odha ditingkatkan. Kami juga
melihat bukti bahwa pejuang ini dapat sangat
berdampak waktu mereka memberi informasi
yang benar pada komunitas dan keluarga.
Walaupun kita cenderung berfokus pada
pelanggaran hak asasi yang dialami oleh Odha
di Indonesia, kami harus mengaku bahwa ini
sebetulnya minoritas, dan kita sangat untung ada
cukup banyak yang sangat peduli dan
mendukung.
5. Kami sering dengar bahwa Pemda Papua sudah
menyediakan dana agar 80 Odha di Provinsi itu
dapat diberi obat antiretroviral. Namun hal ini
belum dilaksanakan, dilaporkan karena ada
beberapa masalah dalam birokrasi. Sementara
banyak Odha meninggal di Papua karena tidak
ada pengobatan. Kita semua harus mendesak
Pemda Papua agar program ini segera
direalisasikan…
3
Tawaran Hibah dari Australia
Oleh Babe
Perlu dana untuk kegiatan kelompoknya?
Mungkin tawaran baru dari Australian Federation
of AIDS Organisations (AFAO) menarik.
Tawaran ini, dengan nama International Grant
Scheme (Skema Hibah Internasional) mempunyai
tujuan utama untuk “mendorong dan memperkuat
organisasi berdasarkan komunitas dan LSM di Asia
dan Pasifik untuk menghadapi epidemi HIV
dengan mengkaitkan keterlibatan secara penuh
oleh komunitas dan kelompok yang terutama
berisiko terinfeksi HIV.”
Tujuan umum program ini adalah:
• Mendorong keterlibatan, tampilnya dan peranan
utama Odha
• Mendorong keterlibatan oleh komunitas yang
terpengaruh atau rentan dalam semua upaya
penanggulangan epidemi HIV.
• Mendorong tanggapan pada epidemi oleh
komunitas melalui memperkuat kemampuan
organisasi berdasarkan komunitas dan LSM untuk
memainkan peranan aktif dalam upaya
penanggulangan epidemi HIV.
Apa yang dapat didanai oleh AFAO?
AFAO akan mendanai organisasi untuk
melaksanakan proyek hanya dalam bidang
prioritas yang berikut:
• Perkembangan kebijakan berhubungan dengan
HIV/AIDS (mis. kebijakan intern organisasi, asas
GIPA (keterlibatan lebih besar oleh Odha),
pengurangan dampak buruk narkoba, pendidikan
tentang pengobatan AIDS)
• Advokasi (mis. yang mempengaruhi dan
mendorong kebijakan atau program nasional/
lokal, mengembangkan kemitraan yang efektif
antara komunitas dan pemerintah, akses ke
pengobatan ARV, pencegahan penularan HIV dari
ibu-ke-bayi)
• Perencanaan strategis organisasi
• Pengembangan kemampuan organisasi dan
penguatan lembaga (yang mendorong atau
mendukung misi dan tujuan program organisasi
Anda)
• Tanggapan perundang-undangan dan
pengawasan terhadap HIV/AIDS
Siapa saja yang boleh mengajukan proposal?
Organisasi yang mengajukan proposal harus
memenuhi semua kriteria berikut:
• Organisasi lokal berdasarkan komunitas atau
LSM
• Berkedudukan di negara Asia atau Pasifik
• Dapat melaporkan pada donor dalam bahasa
Inggris
4
• Dapat dijangkau melalui E-mail dan telepon/fax
• Dapat menjangkau komputer dan keterampilan
untuk melaporkan (termasuk laporan keuangan)
pada donor
• Beri laporan tertulis dari donor sebelumnya, atau
(jika tidak ada) referensi dari organisasi yang
menjadi mitranya, mengenai riwayat Anda di
bidang HIV/AIDS, keuangan, dan melaporkan
penggunaan dana donor.
Dana berapa yang dapat diminta?
Organisasi boleh minta dana sampai-dengan
5.000 dolar Australia (kurang-lebih Rp 25 juta)
kapan saja. Hibah kecil ini disediakan untuk
membantu organisasi melaksanakan program
tertentu selama waktu yang singkat (umumnya
tidak lebih dari enam bulan).
Untuk permintaan hibah 5.000–50.000 dolar
Australia, permohonon diterima setiap enam
bulan. Hibah besar ini disediakan untuk proyek
besar dengan jangka waktu sampai 12 bulan.
Umumnya dana diberikan dalam dua bulan setelah
permohonan diterima oleh AFAO. Batas waktu
untuk permohonan berikut adalah 12 September
2003.
Untuk informasi lebih lanjut, baca-baca ke situs
web AFAO (http://www.afao.org.au) dan klik
“What’s New” di sebelah kanan. Spiritia siap
membantu kelompok dukungan sebaya untuk
Odha dan pendamping, sebagai perantara dengan
AFAO, dan dengan menerjemahkan dokumen.
JOY (Jaringan Odha Yogyakarta) pernah
menerima hibah kecil dari AFAO. Prima
(pimpinan JOY) siap membagi pengalamannya
dengan kelompok dukungan lain: silakan kontak
Prima dengan nomor telepon (0274) 896016 atau
E-mail <[email protected]>
Harapan Cuci Sperma untuk
Odha
Pria HIV-positif yang melakukan tindakan “cuci
sperma” menjadi ayah untuk anak tanpa
membahayakan kesehatan pasangannya.
Melakukan hubungan seks tanpa kondom agar
menghamili pasangan dianggap berisiko terlalu
tinggi oleh banyak pria HIV-positif, karena air
maninya mengandung virus. Kurang-lebih 1.000
kasus infeksi HIV didiagnosis di Inggris setiap
tahun akibat hubungan seks heteroseksual.
Satu-satunya teknik yang dapat ditawarkan
kepada pria tersebut adalah “cuci sperma”, dengan
sperma dipisah dari air mani, kemudian dipakai
Sahabat Senandika No. 8
untuk inseminasi (permanian buatan).
Sperma sendiri diperkirakan tidak membawa
HIV pada permukaannya. Namun, masih ada
sedikit keraguan tentang keamanan tindakan
tersebut. Penelitian terakhir, yang dilakukan oleh
para dokter di Rumah Sakit Chelsea and
Westminster Hospital di London, akan
mengurangi keraguan para pasangan yang
mempertimbangkan tindakan tersebut.
Dari 53 pasangan suami-istri yang terlibat dalam
program rumah sakit tersebut, sepertiga berhasil
mendapatkan anak dengan tindakan tersebut. HIV
tidak ditemui dalam satu pun contoh sperma
setelah tindakan cucian ini.
Dr. Carole Gilling-Smith, pimpinan tim
penelitian, mengatakan pada BBC: “Tidak ada
sesuatu yang 100 persen aman dalam hidup ini.
Kami mencoba mengurangi risiko itu.”
“Sebelum tindakan ini tersedia, pasangan hanya
punya pilihan untuk mengambil risiko dengan
hubungan seks tanpa kondom, mengambil jalan
dengan sperma sumbangan—atau memutuskan
untuk tidak mendapat keturunan.”
Dia mengatakan bahwa tindakan seharusnya
tersedia secara gratis melalui layanan kesehatan,
karena berbeda dengan pengobatan kesuburan
biasa, ini bertujuan untuk mengurangi risiko
bahwa si ibu atau anaknya yang belum lahir
terinfeksi HIV, yang akan menambah beban pada
layanan kesehatan.
“Pemerintah harus mendukung ini, bukan hanya
karena setiap bayi yang terlahir HIV-negatif
menghemat banyak untuk pengobatan. Empat
puluh persen pasien kami tidak dapat melakukan
tindakan ini karena tidak mampu membiayainya.”
Satu perempuan yang berhasil melahirkan bayi
dengan pasangan yang HIV-positif menceritakan
pada BBC bagaimana hal itu mengubah
kehidupannya. Dia mengatakan: “Saya takut saya
akan menjadi janda pada akhir usia 20-an tahun.
Sekarang saya mempunyai pernikahan yang
bahagia dan tahan lama, dan kegembiraan
tambahan dengan mempunyai anak. Ini
membantu suami saya berjuang untuk hidup lebih
lama dan menahan kesehatannya juga.”
Cuci sperma bukan satu-satunya teknik yang
disarankan sebagai mungkin untuk pria yang HIVpositif. Beberapa ilmuwan sedang menelitikan
apakah sperma dapat dipanaskan menjadi 58
derajat—cukup untuk membunuh HIV—tanpa
merusakkan kemampuannya untuk membuahi
telur seperti seharusnya.
Tanya-Jawab
Apakah Luka Selesma Sama
dengan Herpes Kelamin?
Oleh Ryan M. Kull, The Body, 14 Juni
2001
T: Saya mengalami luka-luka di muka, dekat
mulut. Dokter bilang saya kena herpes. Apakah
ini sama dengan herpes yang dialami pada
kelamin?
J: Ada dua jenis virus herpes simpleks (HSV)
yang digolongkan sebagai HSV-1 dan HSV-2.
HSV-1 umumnya menyebabkan yang sering
disebut sebagai luka selesma atau lepuh demam;
benjolan yang terasa tidak enak, dan kadang kala
menyakitkan yang kita alami dekat mulut,
seperti lepuh yang berkeropeng. HSV-2
umumnya menyebabkan apa yang sering disebut
sebagai herpes kelamin (genital herpes). Baik
HSV-1 maupun HSV-2 ditarik pada kulit dan
selaput mukosa dipinggir mulut dan daerah
kelamin. Virus tersebut tidak peduli apakah
tumbuh di daerah mulut atau kelamin, asal ada
tempat untuk nongkrong dan penyebab
masalah. Jadi, seorang dengan luka selesma
HSV-1 pada mulut dapat menularkan HSV-1 ke
orang lain jika berhubungan seks oral, dan
sebaliknya. HSV-2 biasanya lebih parah
daripada HSV-1.
Hampir 90 persen orang Amerika terinfeksi
HSV-1, sebagian besar melalui hubungan nonseksual. Kurang-lebih 20 persen orang Amerika
di atas 12 tahun terinfeksi HSV-2. Sebagian
besar orang dengan HSV-2 tidak tahu dirinya
terinfeksi dan tidak mengalami gejala.
Terdiagnosis dengan peristiwa primer herpes
kelamin adalah peramal utama akan mengalami
persitiwa kambuhan pada tahun pertama, tetapi
frekwensi dan keparahan peristiwa umumnya
menurun lambat laun. Peristiwa dapat sangat
parah pada orang dengan sistem kekebalan yang
rusak, misalnya Odha.
HSV menular melalui hubungan dari kulit ke
kulit. Luka aktif dapat cukup menular.
.Beberapa orang yang terinfeksi tetapi tanpa
gejala dapat “melepaskan” virus tersebut kuranglebih 1 persen, dengan akibat mungkin
menularkan orang lain, walaupun ini belum
dibuktikan.
URL: http://www.thebody.com/Forums/AIDS/SafeSex/
Current/Q37272.qna
BBC News 24 April 2003
URL: http://ww2.aegis.org/news/bbc/2003/BB030411.html
Juli 2003
5
Tips untuk orang dengan
HIV no. 19
Jika perempuan yang HIV positif ingin hamil,
disarankan untuk memeriksakan viral load-nya.
Disertai beberapa pemeriksaan tambahan seperti
keputihan, kandida dan kemungkinan terjadi
infeksi menular seks lainnya.
Laporan keuangan positif
fund
Periode Juli 2003
Saldo awal 1 Juli 2003
9,080,074
Penerimaan di bulan Juli 2003
2,333,250
Total penerimaan
11,413,324
Pengeluaran selama bulan Juli:
Item
Lembaran Informasi Baru
Pada Juni/Juli 2003, Yayasan Spiritia telah
memperbaharui tujuh lembaran informasi untuk
Odha, sbb:
• Informasi Dasar
Lembaran Informasi 001—Daftar Lembaran
Informasi
• Infeksi Oportunistik
Lembaran Informasi 501—Virus Sitomegalia
(CMV)
Lembaran Informasi 502—Kriptosporidiosis
Lembaran Informasi 510—MAC
(Mycobacterium Avium Complex)
Lembaran Informasi 515—Tuberkulosis (TB)
Lembaran Informasi 516—Kandidiasis
(Thrush)
• Topik Khusus
Lembaran Informasi 611—Kehamilan dan HIV
Untuk memperoleh lembaran baru/revisi ini
atau seri Lembaran Informasi komplet, silakan
hubungi Yayasan Spiritia dengan alamat di
halaman belakang. Anggota milis WartaAIDS
dapat akses file ini dengan browse ke:
<http:// groups.yahoo.com/group/wartaaids/files/
Lembaran%20Informasi/>
Jumlah
Pengobatan
740,400
Transportasi
195,000
Komunikasi
-
Peralatan / Pemeliharaan
10,500
Modal Usaha
-
Total pengeluaran
945,900
Saldo akhir Positive Fund per 31 Juli 10,467,424
Sahabat Senandika
Diterbitkan sekali sebulan oleh
Yayasan Spiritia
dengan dukungan
THE FORD
ATION
FOUNDA
FOUND
Kantor Redaksi:
Jl Radio IV/10
Kebayoran Baru
Jakarta 12130
Telp: (021) 7279 7007
Fax: (021) 726-9521
E-mail: [email protected]
Editor:
Hertin Setyowati
Copyright 2002 Yayasan Spiritia. Izin dikeluarkan bukan untuk
diperdagangkan, sehingga bila mengutip isinya Anda harus
mencantumkan sumber (termasuk alamat dan nomor telepon).
Semua informasi di dalam Sahabat Senandika sekadar
untuk menambah wawasan dan pengetahuan. Sebelum
melaksanakan suatu pengobatan sebaiknya Anda berkonsultasi
dengan dokter.
6
Sahabat Senandika No. 8
Download