BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Struktur Modal Modal

advertisement
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pengertian Struktur Modal
Modal dalam suatu bisnis merupakan salah satu sumber pembiayaan agar
perusahaan
dapat
menjalankan
aktivitasnya.
Setiap
perusahaan
dalam
melaksanakan kegiatannya selalu berupaya untuk menjaga keseimbangan
finansialnya. Struktur Modal adalah perbandingan antara hutang jangka panjang
dengan total aktiva (Kartini dan Arianto,2008:15)
Struktur modal di proxy dengan Debt to Equity Ratio (DER), yang
merupakan perbandingan antara total hutang terhadap modal sendiri. Pemakaian
proxy dimaksudkan untuk mempermudah pengukuran karena faktor tersebut tidak
dapat diukur secara langsung (Sartono & Sriharto, 1999:77). Struktur modal
adalah perimbangan antara total hutang dengan modal sendiri. Definisi lain
struktur
modal
adalah
pembelanjaan
permanen
dimana
mencerminkan
perimbangan antara hutang jangka panjang dengan modal sendiri (Wibowo, 2013
: 15 )
Halim (2007 : 78) mendefinisikan
Struktur modal adalah perimbangan jumlah hutang jangka pendek
yang bersifat tetap, hutang jangka panjang, saham preferen, dan
saham biasa. Dalam teori struktur modal dinyatakan mengenai
apakah perubahan struktur modal berpengaruh atau tidak terhadap
nilai perusahaan, dengan asumsi keputusan investasi dan kebijakan
dividen tidak berubah. Apabila ada pengaruhnya, berarti struktur
modal yang terbaik, tetapi jika tidak ada pengaruhnya, berarti tidak
ada struktur modal yang terbaik.
Struktur modal sangat penting bagi perusahaan karena menyangkut kebijakan
penggunaan sumber dana yang paling menguntungkan. Dalam mendanai
kebutuhan pendanaan perusahaan dapat menggunakan modal.sendiri dan modal
asing atau utang (Naibaho, 2013 : 10).
Menurut Brigham dan Houston (2001:6) ada 4 faktor yang mempengaruhi
keputusan struktur modal, yaitu:
a. Risiko bisnis
Tingkat risiko yang terkandung dalam operasi perusahaan apabila ia tidak
menggunakan utang. Makin besar risiko bisnis perusahaan, makin rendah
rasio utang yang optimal. Universitas Sumatera Utara
b. Posisi pajak perusahaan
Alasan utama menggunakan utang adalah karena biaya bunga dapat
dikurangkan dalam perhitungan pajak, sehingga menurunkan biaya utang
yang sesungguhnya.
c. Fleksibilitas keuangan
Kemampuan untuk menambah modal dengan persyaratan yang wajar
dalam keadaan yang memburuk. Para manajer dana perusahaan
mengetahui bahwa penyedia modal yang mantap diperlukan untuk operasi
yang stabil, yang merupakan faktor yang sangat menentukan keberhasilan
jangka panjang.
d. Konservatisme atau agresivitas manajemen
Sebagian manajemen lebih agresif dari yang lain, sehingga sebagian
perusahaan lebih cenderung menggunakan utang untuk meningkatkan
laba. Faktor ini tidak mempengaruhi struktur modal yang optimal atau
yang memaksimalkan nilai, tetapi akan mempengaruhi struktur modal
yang ditargetkan yang ditetapkan manajer.
2.2. Teori Struktur Modal
2.2.1. Pecking Order Theory
Penelitian ini menggunakan teori yang berkaitan dengan struktur
modal yaitu pecking order theory karena perusahaan yang ingin berkembang
selalu membutukan modal yang salah satunya diperoleh dari hutang. Namun
demikian, perusahaan tidak mudah untuk memperoleh pinjaman, karena harus
menganalisis lebih dahulu apakah memang sudah tepat untuk berhutang. Jika
sumber-sumber dari internal, seperti modal sendiri atau laba ditahan masih
kurang, maka perusahaan dapat melakukan pinjaman.Untuk itu, perlu
dianalisis untung ruginya bila melakukan pinjaman.
Pecking order theory adalah urutan sumber pendaanan dari internal
(laba ditahan) dan eksternal (penerbitan ekuitas baru) (Wibowo, 2013 : 26).
Teori ini menjelaskan keputusan pendanaan yang diambil oleh perusahaan.
Secara ringkas, teori ini menyatakan bahwa :
1. Perusahaan menyukai internal financing (pendanaan dari hasil
operasi perusahaan).
2. Perusahaan mencoba menyesuaikan rasio pembagian dividen yang
ditargetkan, dengan berusaha menghindari perubahan pembayaran
dividen secara drastis.
3. Kebijakan dividen yang relatif segan untuk diubah, disertai dengan
fluktuasi profitabilitas dan kesempatan investasi yang tidak bisa
diduga, mengakibatkan bahwa dana hasil operasi kadang-kadang
melebihi
kebutuhan
dan
untuk
investasi,
meskipun
pada
kesempatan yang lain, mungkin kurang. Apabila dana hasil operasi
kurang
dari
kebutuhan
investasi,
maka
perusahaan
akan
mengurangi saldo kas atau menjual sekuritas yang dimiliki.
4. Apabila pendanaan dari luar diperlukan, maka perusahaan akan
menerbitkan sekuritas yang paling ”aman” terlebih dulu, yaitu
dimulai dengan penerbitan obligasi, kemudian diikuti oleh sekuritas
yang berkarakteristik opsi (seperti obligasi), baru akhirnya apabila
masih belum mencukupi, saham baru diterbitkan.
Sesuai dengan teori ini, tidak ada suatu target debt to equity ratio,
karena ada dua jenis modal sendiri, yaitu internal dan eksternal. Modal sendiri
yang berasal dari dalam perusahaan lebih disukai daripada modal yang
berasal dari luar perusahaan.
Teori ini diperkenalkan pertama kali oleh Donalson pada tahun 1961,
teori ini disebut Pecking Order karena teori ini menjelaskan mengapa
perusahaan akan menentukan kedudukan sumber dana yang paling disukai.
Menurut Brealey, et all (2008 : 25) teori pecking order berbunyi sebagai
berikut :
1. Perusahaan menyukai pendanaan internal, karena dana ini
terkumpul tanpa mengirimkan sinyal sebaliknya yang dapat
menurunkan harga saham.
2. Jika dana eksternal dibutuhkan, perusahaan menerbitkan utang
lebih dahulu dan hanya menerbitkan ekuitas sebagai pilihan
terakhir. Pecking order ini muncul karena penerbitan utang tidak
terlalu diterjemahkan sebagai pertanda buruk oleh investor bila
dibandingkan dengan penerbitan ekuitas.
Menurut Myers dan Majluf (dalam Purba, 2014 : 13) menyatakan
Teori pecking order didasarkan pada dua asumsi yang menonjol.
Pertama, para manajer lebih mengetahui prospek perusahaan
mereka sendiri daripada investor luar. Kedua, manajer bertindak
dalam kepentingan terbaik pemegang saham yang ada. Dengan
kondisi tersebut, perusahaan terkadang akan melupakan positif
proyek net present value jika menerima mereka memaksa
perusahaan untuk menerbitkan saham undervalued untuk investor
baru. Hal ini pada gilirannya memberikan alasan bagi perusahaan
untuk menurunkan nilai finansial, seperti uang tunai yang besar
dan kapasitas utang yang tidak terpakai. Lebih khusus lagi, teori
pecking order memprediksi bahwa perusahaan lebih memilih
untuk menggunakan dana internal bila tersedia dan memilih utang
atas ekuitas ketika pembiayaan eksternal diperlukan.
2.2.2. Signalling Theory
Arifin (dalam Naibaho, 2013 : 12) menyatakan
Teori ini disusun berdasarkan asumsi adanya asymmetric
information antara manajer dan pemegang saham. Karena adanya
asymmetric information maka manajer berusaha memberi sinyal
kepada investor. Signal tersebut haruslah berupa sesuatu yang
dapat dipercaya dan tidak mudah ditiru atau mahal untuk
menirunya. Dalam kebijakan struktur modal, sinyak yang
diberikan adalah berupa dipakainya porsi hutang yang lebih besar
di perusahaan. Hanya perusahaan yang benar-benar kuat yang
berani menanggung risiko mengalami kesulitan keuangan ketika
porsi hutang perusahaan relatif tinggi. Maka porsi hutang yang
tinggi dipakai manajer sebagai sinyal bahwa perusahaan memiliki
kinerja yang handal.
Brigham dan Houston (2001:35) menyatakan bahwa
teori ini disusun berdasarkan adanya asumsi asymmetric
information (ketidaksamaan informasi) antara manajer dan
investor, dimana manajer memiliki informasi yang berbeda (yang
lebih baik) mengenai prospek perusahaan daripada yang dimiliki
oleh investor. Asymmetric information menyebabkan manajer
berusaha memberi isyarat (signal) kepada investor. Isyarat
(signal) merupakan suatu tindakan yang diambil manajemen
perusahaan yang member petunjuk bagi investor tentang
bagaimana manajemen memandang prospek perusahaan.
Perusahaan dengan prospek yang menguntungkan akan mencoba
menghindari penjualan saham dan mengusahakan setiap modal
baru yang diperlukan dengan cara-cara lain, termasuk penggunaan
utang yang melebihi target struktur modal yang normal.
Sedangkan perusahaan dengan prospek yang kurang
menguntungkan akan cenderung menjual sahamnya, yang berarti
mencari investor baru untuk berbagi kerugian. Pengumuman
emisi saham oleh suatu perusahaan umumnya merupakan suatu
isyarat (signal) bahwa manajemen memandang prospek
perusahaan tersebut suram, karena apabila suatu perusahaan
menawarkan penjualan saham baru, lebih sering dari biasanya,
maka harga sahamnya akan menurun. Dengan menerbitkan saham
baru tersebut berarti memberikan isyarat negatif yang kemudian
dapat menekan harga saham sekalipun prospek perusahaan cerah.
Dalam keadaan normal, perusahaan harus mempertahankan
adanya kapasitas cadangan waktu meminjam (reserve borrowing
capacity) yang dapat digunakan sewaktu-waktu apabila ada
peluang investasi yang baik, dengan kata lain dalam keadaan
normal perusahaan harus menggunakan lebih banyak ekuitas dan
lebih sedikit hutang.
2.2.3. Trade-Off Theory
Esensi trade-off dalam struktur modal adalah menyeimbangkan
manfaat dan pengorbanan yang timbul sebagai akibat penggunaan hutang.
Menurut Brigham dan Houston (2001 : 34)
Teori trade-off dari leverage menyatakan bahwa perusahaan
menyeimbangkan manfaat dari pendanaan dengan utang
(perlakuan pajak perseroan yang menguntungkan) dengan suku
bunga dan biaya kebangkrutan yang lebih tinggi. Kenyataan
bahwa bunga merupakan beban yang dapat dikurangkan telah
mengakibatkan utang lebih murah daripada saham biasa atau
saham preferen. Dengan kata lain, utang memberikan manfaat
perlindungan pajak. Sehingga, penggunaan utang akan
mengakibatkan peningkatan porsi laba operasi perusahaan (EBIT)
yang mengalir kepada investor.
Namun dalam kenyataannya, jarang ada perusahaan yang menggunakan 100
persen utang sebagai pendanaannya. Hal ini dikarenakan pemegang saham
mendapat keuntungan modal yang rendah di samping itu, perusahaan
membatasi penggunaan utang untuk menekan biaya-biaya yang berkaitan
dengan kebangkrutan. Karena itu, penggunaan utang sebagai pendanaan
perusahaan perlu dibatasi untuk memperkecil kebangkrutan yang mungkin
terjadi.
2.2.4. Agency Theory
Teori keagenan (agency theory) dikembangkan di tahun 1970-an
terutama pada tulisan Jensen dan Meckling (1976) pada tulisan yang berjudul
“Theory of the firm: Managerial behavior, agency costs, and ownership
structure”. Konsep konsep teori keagenan di latarbelakangi oleh berbagai
teori sebelumnya sepertiteori konsep biaya transaksi (Coase, 1937), teori
property right (Berle dan Means, 1932), dan filsafat utilitarisme (Ross,
1973). Teori keagenan dibangun sebagai upaya untuk memecahkan
memahami dan memecahkan masalah yang muncul manakala ada ketidak
lengkapan informasi pada saat melakukan kontrak (perikatan).Teori keagenan
berkaitan dengan penyelesaikan dua masalah yang dapat terjadi dalam
hubungan keagenan. Yang pertama adalah masalah keagenan yang muncul
ketika :
a. Keinginan atau tujuan dari prinsipal dan konflik agen, dan
b. Sulit atau mahal untuk prinsipal untuk memverifikasi apa yang
agen yang lakukan.
Masalahnya di sini adalah bahwa prinsipal tidak dapat memverifikasi
bahwa agen telah berperilaku tepat. Yang kedua adalah masalah pembagian
risiko yang muncul ketika prinsipal dan agen memiliki sikap yang berbeda
terhadap risiko. Masalahnya di sini adalah bahwa prinsip dan agen dapat
memilih tindakan yang berbeda karena preferensi risiko yang berbeda.
2.2.5 Modigliani-Miller (MM)
Teori Modigliani dan Miller (teori MM) adalah teori yang
berpandangan bahwa struktur modal tidak relevan atau tidak mempengaruhi
nilai perusahaan. MM mengajukan beberapa asumsi untuk membangun teori
mereka (Brigham dan Houston, 2001 : 31) yaitu:
1. Tidak terdapat agency cost.
2. Tidak ada pajak.
3. Investor dapat berhutang dengan tingkat suku bunga yang sama
dengan perusahaan.
4. Investor mempunyai informasi yang sama seperti manajemen
mengenai prospek perusahaan di masa depan.
5. Tidak ada biaya kebangkrutan.
6. Earning Before Interest and Taxes (EBIT) tidak dipengaruhi oleh
penggunaan dari hutang.
7. Para investor adalah price-takers.
8. Jika terjadi kebangkrutan maka aset dapat dijual pada harga pasar
(market value).
Terdapat 2 model Mogdilianni Miller, yaitu :
a. Model Modiglianni Miller tanpa pajak
Pada tahun 1958 mereka mengajukan suatu teori yang ilmiah
tentang struktur modal perusahaan.
Teori mereka menggunakan beberapa asumsi:
1. Risiko bisnis perusahaan diukur dengan σ EBIT (Standard
Deviation Earning Before Interest and Taxes).
2. Investor memiliki pengharapan yang sama tentang EBIT
perusahaan di masa mendatang.
3. Saham dan obligasi diperjual belikan di suatu pasar modal yang
sempurna.
4. Seluruh aliran kas adalah perpetuitas (sama jumlahnya setiap
periode hingga waktu tak terhingga). Dengan kata lain,
pertumbuhan perusahaan adalah nol atau EBIT selalu sama.
b. Teori Modiglianni Miller dengan pajak
Pada tahun 1963, MM menerbitkan artikel sebagai lanjutan teori
MM tahun 1958.Asumsi yang diubah adalah adanya pajak terhadap
penghasilan perusahaan. Dengan adanya pajak ini, MM menyimpulkan
bahwa penggunaan hutang akan meningkatkan nilai perusahaan karena
biaya bunga hutang adalah biaya yang mengurangi pembayaran pajak
Preposisi I : Nilai dari perusahaan yang berhutang sama dengan nilai
dari perusahaan yang tidak berhutang ditambah dengan
penghematan pajak karena bunga hutang. Implikasi dari
preposisi I ini adalah pembiayaan dengan hutang sangat
menguntungkan dan MM menyatakan bahwa struktur
modal optimal perusahaan adalah seratus persen hutang.
Preposisi II : Biaya modal saham akan meningkat dengan semakin
meningkatnya hutang, tetapi penghematan pajak akan lebih besar
dibandingkan dengan penurunan nilai karena kenaikan biaya modal
saham. Implikasi dari preposisi II ini adalah penggunaan hutang yang
semakin
banyak
akan
meningkatkan
biaya
modal
saham.
Menggunakan hutang yang lebih banyak, berarti menggunakan modal
yang lebih murah (biaya modal hutang lebih kecil dibandingkan
dengan biaya modal saham), sehingga akan menurunkan biaya modal
rata-rata tertimbangnya (meski biaya modal saham meningkat).
Teori MM tersebut sangat kontroversial. Implikasi teori tersebut
adalah perusahaan sebaiknya
menggunakan hutang sebanyak-
banyaknya. Dalam praktiknya, tidak ada perusahaan yang mempunyai
hutang sebesar itu, karena semakin tinggi tingkat hutang suatu
perusahaan, akan semakin tinggi juga kemungkinan kebangkrutannya.
Inilah yang melatar belakangi teori MM mengatakan agar perusahaan
menggunakan hutang sebanyak-banyaknya, karena MM mengabaikan
biaya kebangkrutan.
2.3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Struktur Modal
2.3.1. Struktur Aset
Struktur Aset menurut Weston dan Brigham (2005 : 175) adalah
perimbangan atau perbandingan antara aset tetap dan total aset. Definisi lain
struktur aset adalah perbandingan antara jumlah saham yang dimiliki oleh
orang dalam (insider ownership) dengan jumlah saham yang dimiliki oleh
investor (Kartini dan Arianto,2008 : 15). Struktur Aset merupakan faktor
yang penting dalam keputusan pendanaan perusahaan, karena aset-aset
berwujud (tangibles assets) bertindak sebagai jaminan dan memberikan
jaminan bagi para pemberi pinjaman dalam hal terjadinya kesulitan keuangan
(Mai,2006 : 228).
Mai (2006 : 233) menyatakan bahwa
Pada umumnya, dibandingkan dengan aktiva tak berwujud, aktiva
berwujud mengandung lebih sedikit informasi asimetris, yakni
informasi yang tidak seimbang antara perusahaan dengan pihak di
luar perusahaan mengenai nilai aset. Lebih mudah bagi para
pemberi pinjaman untuk menentukan nilai aset berwujud
dibandingkan aset tidak berwujud. Di samping itu, dalam hal
terjadinya gejalan kebangkrutan, asset-aset tak berwujud akan
menjadi tidak bernilai lagi, sehingga menurunkan kekayaan bersih
perusahaan dan selanjutnya mempercepat kemungkinan
kebangkrutan. Aset perusahaan disajikan sebagai jaminan atas
utang merupakan cara untuk mengurangi resiko kreditur dan
memberi jaminan bagi kreditur dalam hal terjadinya kesulitan
keuangan.Jaminan juga melindungi pemberi pinjaman dari
masalah niat jelek yang disebabkan oleh konflik peminjam dan
pemberi pinjaman. Dengan demikian, perusahaan-perusahaan
yang memiliki lebih banyak aktiva berwujud lebih mungkin untuk
memperoleh lebih banyak pinjaman. Maka besarnya komponen
utang akan berhubungan positif dengan tingkat struktur aset.
Apabila struktur aset (kepemilikan) semakin tersebar, para pemegang
saham akan semakin kehilangan kekuatan untuk melakukan kontrol terhadap
manajer (Kartini dan Arianto,2008 : 16). Karena kepentingan pemilik
(principal) dan manajer (agent) tidak selalu sejalan, sumber daya
perusahaan akan dipergunakan secara tidak efisien oleh manajer. Semakin
besar
kepemilikan
oleh
manajemen,
maka
semakin
berkurang
kecenderungan manajemen untuk tidak mengoptimalkan penggunaan
sumber daya yang dapat meningkatkan nilai perusahaan. Dimana tindakan
manajer yang merupakan bagian dari struktur kepemilikan akan berdampak
terhadap keputusan pendanaan, apakah perusahaan tersebut meningkatkan
nilai perusahaan dengan mengambil dana dari luar perusahaan atau dana dari
dalam perusahaan. Dengan kata lain keputusan pendanaan (struktur modal)
melibatkan para pemilik saham perusahaan atau pemilik perusahaan yang
merupakan bagian-bagian dari struktur kepemilikan.
2.3.2. Modal Kerja
Modal kerja atau working capital merupakan suatu aset lancar yang
digunakan dalam operasi perusahaan, yang memerlukan pengelolaan dengan
baik oleh manajer perusahaan.. Adapun beberapa pengertian modal kerja
menurut para ahli, antara lain:
1. Menurut Jumingan (2006 : 66) terdapat dua definisi modal kerja
yang lazim dipergunakan, yakni sebagai berikut:
a. Modal kerja adalah kelebihan aktiva lancar terhadap utang
jangka pendek. Kelebihan ini disebut modal kerja bersih (net
working capital). Kelebihan ini merupakan jumlah aktiva
lancar yang berasal dari utang jangka panjang dan modal
sendiri. Definisi ini bersifat kualitatif karena menunjukkan
kemungkinan tersedianya aktiva lancer yang lebih besar
daripada utang jangka pendek dan menunjukkan tingkat
keamanan bagi kreditur jangka pendek serta menjamin
kelangsungan usaha di masa mendatang.
b. Modal kerja adalah jumlah dari aktiva lancar. Jumlah ini
merupakan modal kerja bruto (gross working capital). Definisi
ini bersifat kuantitatif karena menunjukkan jumlah dana yang
digunakan untuk maksud-maksud operasi jangka pendek.
Waktu tersedianya modal kerja akan tergantung pada macam
dan tingkat likuiditas dari unsur-unsur aktiva lancar misalnya
kas, surat-surat berharga, piutang dan persediaan.
2. Menurut Munawir (2007 : 114) terdapat tiga konsep atau definisi
modal kerja yang umum dipergunakan, yaitu:
a. Konsep Kuantitatif
Konsep ini menitikberatkan kepada kwantum yang diperlukan
untuk mencukupi kebutuhan perusahaan dalam membiayai
operasinya yang bersifat rutin, atau menunjukkan jumlah dana
(fund) yang tersedia untuk tujuan operasi jangka pendek.
Dalam konsep ini menganggap bahwa modal kerja adalah
jumlah aktiva lancar.
b. Konsep Kualitatif
Konsep ini menitikberatkan pada kualitas modal kerja, dalam
konsep ini pengertian modal kerja adalah kelebihan aktiva
lancar terhadap hutang jangka pendek, yaitu jumlah aktiva
lancar yang berasal dari pinjaman jangka panjang maupun dari
para pemilik perusahaan.
c. Konsep Fungsional
Konsep ini menitikberatkan fungsi dari dana yang dimiliki
dalam rangka menghasilkan pendapatan (laba) dari usaha pokok
perusahaan. Pada dasarnya dana-dana yang dimiliki oleh suatu
perusahaan seluruhnya akan digunakan untuk menghasilkan
laba sesuai dengan usaha pokok perusahaan, tetapi tidak semua
dana digunakan untuk menghasilkan laba periode ini, ada
sebagian besar dana yang akan digunakan untuk memperoleh
atau menghasilkan laba di masa yang akan datang. Misalnya :
bangunan, mesin-mesin pabrik, alat-alat kantor dan lainnya
3. Dan menurut Kasmir (2008 : 250) modal kerja merupakan modal
yang digunakan untuk melakukan kegiatan operasi perusahaan.
Modal kerja juga dapat diartikan sebagai investasi yang
ditanamkan dalam aktiva lancar atau aktiva jangka pendek, seperti
kas, surat-surat berharga, piutang, persediaan, dan aktiva lancar
lainnya.
2.3.3. Pertumbuhan Aktiva
Aktiva adalah harta yang dimiliki perusahaan yang berperan dalam
operasi perusahaan misalnya kas, persediaan, aktiva tetap, aktiva yang tak
berwujud, dan lain-lain. Semakin besar aktiva diharapkan semakin besar hasil
operasional yang dihasilkan oleh perusahaan. Menurut FASB (1985) aktiva
adalah kemungkinan keuntungan ekonomi yang diperoleh atau dikuasai di
masa yang akan datang oleh lembaga tertentu sebagai akibat transaksi atau
kejadian yang sudah berlalu.Menurut Brimigham dan Erhart (dalam Novera
2013 : 6) menyatakan bahwa
Perusahaan dengan tingkat pertumbuhan yang tinggi akan
bergantung pada dana dari luar perusahaan dikarenakan dana dari
dalam perusahaan tidak mencukupi untuk mendukung tingkat
pertumbuhan yang tinggi. Dengan demikian perusahaan dengan
tingkat pertumbuhan yang tinggi akan lebih banyak menggunakan
utang sebagai sumber pendanaannya daripada perusahaan dengan
tingkat pertumbuhan yang rendah.
2.3.4. Risiko
Risiko bisnis merupakan gambaran ketidakpastian yang dihadapi
perusahaan dalam menjalankan kegiatan bisnisnya (Meidinia, 2007:10).
Menurut Husnan (1996 : 85) setiap perusahaan akan menghadapi risiko
sebagai akibat dari dilakukannya operasi perusahaan, baik itu risiko bisnis
maupun risiko hutang yang harus digunakan perusahaan. Perbedaan risiko
bisnis tidak hanya berasal dari satu industri ke industri yang lainnya saja,
melainkan antara perusahaan-perusahaan dalam satu industri tertentu.
Perusahaan yang mempunyai risiko tinggi karena harus membayar biaya
bunga yang tinggi atas hutang, sedang disisi lain terdapat ketidakpastian
dalam pengembalian aset. Untuk menghindari kebangkrutan perusahaan
maka sebaiknya penggunaan hutang dikurangi (Yuniningsih:2002).
Berikut jenis risiko yang dihadapi perusahaan perbankan :
1. Risiko kredit adalah Risiko akibat kegagalan debitur dan/atau pihak
lain dalam memenuhi kewajiban kepada Bank. Risiko kredit pada
umumnya terdapat pada seluruh aktivitas Bank yang kinerjanya
bergantung pada kinerja pihak lawan (counterparty), penerbit
(issuer), atau kinerja peminjam dana (borrower). Risiko Kredit
juga dapat diakibatkan oleh terkonsentrasinya penyediaan dana
pada debitur, wilayah geografis, produk, jenis pembiayaan, atau
lapangan usaha tertentu. Risiko ini lazim disebut Risiko Konsentrasi
Kredit dan wajib diperhitungkan pula dalam penilaian Risiko
inheren.
2. Risiko Pasar adalah Risiko
pada
posisi
neraca
dan
rekening
administratif termasuk transaksi derivatif, akibat perubahan dari
kondisi pasar, termasuk Risiko perubahan harga option. Risiko
Pasar meliputi antara lain Risiko suku bunga, Risiko nilai tukar,
Risiko ekuitas, dan Risiko komoditas. Risiko ini dapat berasal baik
dari posisi trading book maupun posisi banking book.
3. Risiko Likuiditas adalah Risiko akibat ketidakmampuan Bank
untuk memenuhi kewajiban yang jatuh tempo dari sumber
pendanaan arus kas, dan/atau dari aset likuid berkualitas tinggi
yang dapat diagunkan, tanpa mengganggu aktivitas dan kondisi
keuangan Bank. Risiko ini disebut juga Risiko likuiditas pendanaan
(funding liquidity risk).
4. Risiko Operasional adalah Risiko akibat ketidakcukupan dan/atau
tidak berfungsinya proses internal, kesalahan manusia, kegagalan
sistem, dan/atau adanya kejadian eksternal yang mempengaruhi
operasional Bank. Sumber risiko ini antara lain oleh sumber daya
manusia, proses, sistem, dan kejadian eksternal.
5. Risiko Hukum adalah Risiko yang timbul akibat tuntutan hukum
dan/atau kelemahan aspek yuridis. Risiko ini juga dapat timbul
antara lain karena ketiadaan peraturan perundang-undangan yang
mendasari atau kelemahan perikatan, seperti tidak dipenuhinya
syarat sahnya kontrak atau agunan yang tidak memadai.
6. Risiko Stratejik adalah Risiko akibat ketidaktepatan Bank dalam
mengambil keputusan dan/atau
stratejik
serta
kegagalan
pelaksanaan
dalam
suatu keputusan
mengantisipasi
perubahan
lingkungan bisnis. Sumber Risiko Stratejik antara lain ditimbulkan
dari kelemahan dalam proses formulasi strategi dan ketidaktepatan
dalam perumusan strategi, ketidaktepatan dalam implementasi
strategi, dan kegagalan mengantisipasi perubahan lingkungan bisnis.
7. Risiko Kepatuhan adalah Risiko yang timbul akibat Bank tidak
mematuhi dan/atau tidak
melaksanakan peraturan perundang-
undangan dan ketentuan yang berlaku. Sumber Risiko Kepatuhan
antara lain timbul karena kurangnya pemahaman atau kesadaran
hukum terhadap ketentuan maupun standar bisnis yang berlaku
umum.
8. Risiko
Reputasi adalah
Risiko
akibat
menurunnya
tingkat
kepercayaan stakeholder yang bersumber dari persepsi negatif
terhadap Bank. Salah satu pendekatan yang digunakan dalam
mengkategorikan sumber RisikoReputasi bersifat tidak langsung
(below the line) dan bersifat langsung (above the line).
2.3.5. Likuiditas
Likuiditas menunjukkan kemampuan perusahaan memenuhi kewajiban
jangka pendeknya, seperti melunasi hutangnya yang jatuh tempo dalam
jangka pendek (Astuti,2004 : 31). Definisi lain rasio likuiditas adalah
menunjukkan tingkat kemudahan relatif suatu aktiva untuk segera
dikonservasikan ke dalam kas dengan sedikit atau tanpa penurunan nilai serta
tingkat kepastian tentang jumlah kas yang dapat diperoleh (Tampubolon,
2005 : 38). Menurut Halim (2007 : 49), rasio likuiditas adalah mengukur
kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban jangka pendeknya bila
jatuh tempo. Perusahaan yang mempunyai likuiditas yang tinggi akan cenderung
tidak menggunakan pembiayaan dari hutang. Hal ini disebabkan perusahaan
dengan likuiditas tinggi mempunyai dana internal yang besar, sehingga
perusahaan tersebut akan lebih dahulu membiayai investasinya sebelum
menggunakan pembiayaan eksternal melalui utang.
2.3.6. Ukuran Perusahaan
Ukuran perusahaan adalah perusahaan yang mempunyai saham yang
besar, dan setiap penambahan lembar sahamnya hanya berpengaruh kecil
terhadap kemungkinan hilang kontrol dari pihak dominan terhadap
perusahaan yang bersangkutan (Riyanto, 2001:299).
Perusahaan yang besar cenderung melakukan diversifikasi usaha lebih
banyak daripada perusahaan kecil. Oleh karena itu kemungkinan kegagalan
dalam menjalankan usaha atau kebangkrutan akan lebih kecil. Ukuran
perusahaan sering dijadikan indikator bagi kemungkinan terjadinya
kebangkrutan bagi suatu perusahaan, dimana perusahaan dengan ukuran lebih
besar dipandang lebih mampu menghadapi krisis dalam menjalankan
usahanya. Hal ini akan mempermudah perusahaan dengan ukuran lebih besar
untuk memperoleh pinjaman atau dana eksternal. Hal ini menunjukkan
adanya hubungan positif antara ukuran perusahaan dengan leverage.
2.3.7. Profitabilitas
Profitabilitas adalah hasil akhir dari sejumlah kebijakan dan keputusan
yang dilakukan oleh perusahaan (Brigham dan Houston,2006).Martono dan
Harjito (dalam Purba, 2014 : 18) Rasio Profitabilitas yaitu rasio yang
menunjukkan kemampuan perusahaan untuk memperoleh keuntungan dari
penggunaan modalnya. Tingkat profitabilitas perusahaan merupakan salah
satu informasi penting bagi kreditor untuk mengukur kemampuan perusahaan
memenuhi kewajibannya dalam membayar selain kreditor, investor juga
menggunakan profitabilitas untuk memprediksi seberapa besar penggunaan
nilai atas saham yang dimiliki.Semakin besar nilai profitabilitas perusahaan
maka, semakin baik karena dianggap kemampuan perusahaan memperoleh
laba semakin tinggi.
2.4. Penelitian Terdahulu
Penelitian ini dibuat berdasarkan pada hasil-hasil penelitian sebelumnya,
sehingga beberapa point penting dari hasil penelitian terdahulu dapat dijadikan
acuan dalam penelitian ini. Berikut akan diuraikan beberapa penelitian terkait
struktur modal.
Penelitian Naibaho (2013) menguji Pengaruh Profitabilitas, Likuiditas, dan
Modal Kerja terhadap Struktur Modal pada Perusahaan Manufaktur meliputi
Sektor Aneka Industri dan Sektor Industri Barang Konsumsi yang Terdaftar di
Bursa Efek Indonesia. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Profitabilitas,
likuiditas, dan modal kerja secara bersama-sama mempunya pengaruh yang
signifikan dan positif terhadap struktur modal.
Penelitian
Meidina
(2007)
tentang
Analisis
Faktor-Faktor
yang
Mempengaruhi Struktur Modal Pada Industri Makanan Dan Minuman yang Go
Public Di Bursa Efek Jakarta dan mendapat hasil penelitian bahwa Ukuran
Perusahaan
dan Pertumbuhan Aktiva mempunyai pengaruh yang signifikan
terhadap struktur modal, sedangkan variabel independen lainnya (risiko dan
profitabilitas) tidak berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen (struktur
modal).
Penelitian yang dilakukan Purba (2014) berjudul Analisis Faktor-Faktor yang
Mempengaruhi Struktur Modal pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di
Bursa Efek Indonesia. Secara simultan hasil penelitian ini menunjukkan bahwa
struktur aset, profitabilitas, pertumbuhan penjualan, dan likuiditas berpengaruh
signifikan terhadap struktur modal. Hal ini dapat dilihat dari nilai signifikansi uji
F yaitu sebesar 0,000 lebih kecil dari 0,05.
Febriminanto (2012) melakukan penelitian yaitu Analisis Faktor-Faktor Yang
Mempengaruhi Struktur Modal Pada Perusahaan Yang Terdaftar Di Bursa Efek
Indonesia dan memperoleh hasil bahwa hanya ada Dua (2) variabel independen
yang berpengaruh signifikan secara parsial terhadap variabel dependen yaitu
variabel return on assets (ROA) dan firm size.
Tabel 2.1
Penelitian Terdahulu
No
1.
2.
3.
Nama
Peneliti
Terdahulu
Naibaho
(2013)
Medina
(2007)
Purba
(2014)
Judul Penelitian
Variabel
Penelitian
Variabel
Independen:
Profitabilitas,
Likuiditas,
Modal Kerja.
Hasil Penelitian
Pengaruh
Profitabilitas,
Likuiditas, dan
Modal Kerja
terhadap Struktur
Modal pada
Perusahaan
Variabel
Manufaktur
Dependen:
meliputi Sektor
Struktur Modal.
Aneka Industri
dan Sektor
Industri Barang
Konsumsi yang
Terdaftar di Bursa
Efek Indonesia.
Profitabilitas,likuidita
s,dan modal kerja
secara bersama-sama
mempunya pengaruh
yang signifikan dan
positif terhadap
struktur modal.
Analisis FaktorFaktor yang
Mempengaruhi
Struktur Modal
Pada Industri
Makanan Dan
Minuman yang
Go Public Di
Bursa Efek
Jakarta.
Variabel
Independen:
Ukuran
Perusahaan,
Pertumbuhan
Aktiva, Risiko,
Profitabilitas.
Ukuran Perusahaan
dan Pertumbuhan
Aktiva mempunyai
pengaruh yang
signifikan terhadap
struktur modal,
sedangkan variabel
independen lainnya
(risiko dan
Profitabilitas) tidak
berpengaruh terhadap
variabel dependen
(struktur modal).
Analisis FaktorFaktor yang
Mempengaruhi
Struktur Modal
pada Perusahaan
Manufaktur yang
Variabel
Independen:
Struktur Aktiva,
Profitabilitas,
Pertumbuhan
Penjualan,
Variabel
Dependen :
Struktur Modal.
Secara simultan hasil
penelitian ini
menunjukkan bahwa
struktur aset,
profitabilitas,
pertumbuhan
Nama
Peneliti
Terdahulu
4.
Febriminanto
(2012)
Judul Penelitian
Variabel
Penelitian
Hasil Penelitian
Terdaftar di Bursa Likuiditas.
Efek Indonesia.
Variabel
Dependen:
Struktur Modal
penjualan, dan
likuiditas berpengaruh
signifikan terhadap
struktur modal. Hal ini
dapat dilihat dari nilai
signifikansi uji F yaitu
sebesar 0,000 lebih
kecil dari 0,005.
Analisis FaktorFaktor Yang
Mempengaruhi
Struktur Modal
Pada Perusahaan
Yang Terdaftar
Di Bursa Efek
Indonesia.
Hanya ada Dua (2)
variabel independen
yang berpengaruh
signifikan secara
parsial terhadap
variabel dependen
yaitu variabel return
of asset (ROA) dan
firm size.
Variabel
Independen:
Firm Size,
Return of Asset,
Pertumbuhan
Aktiva.
Variabel
Dependen:
Struktur Modal.
2.5. Kerangka Konseptual
Kerangka konseptual pada penelitian ini menjelaskan pengaruh variabel
independen (X), yaitu struktur aset, modal kerja, pertumbuhan aktiva, risiko,
likuiditas, ukuran perusahaan , dan likuidtas terhadap variabel dependen (Y), yaitu
struktur modal pada perusahaan perbankan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia
Struktur aset menggambarkan penentuan berapa besar alokasi dana masingmasing komponen aset, baik aset lancar maupun aset tetap. Perusahaan yang
sebagian besar modalnya tertanam dalam aset tetap akan mengutamakan
pemenuhan modalnya dari modal permanen yaitu modal sendiri, sedangkan utang
sifatnya hanya sebagai pelengkap. Menurut Brigham dan Houston (2001 : 39)
perusahaan dengan kriteria aset yang dapat dijadikan jaminan kredit cenderung
lebih banyak menggunakan utang. Aktiva lancar yang dimiliki oleh suatu
perusahaan merupakan suatu jaminan pembayaran yang baik bagi kreditor
terhadap pinjaman yang diberikan kepada perusahaan. Perbandingan antara
jumlah aset tetap dengan jumlah aset perusahaan memiliki dampak terhadap
struktur modal perusahaan. Pengukuran struktur aset didasarkan pada penggunaan
rasio perbandingan total aset tetap terhadap total aset, sehingga secara teoritis
terdapat hubungan negatif antara struktur aset terhadap struktur modal. Semakin
tinggi struktur aset (semakin besar jumlah aset tetap) maka penggunaan modal
sendiri akan semakin tinggi dan menyebabkan struktur modal perusahaan akan
rendah.
Modal kerja bersih (Net Working Capital) yaitu selisih antara aset lancar dan
kewajiban lancar yang mana aset tersebut diharapkan bisa dikonversi menjadi kas
dalam waktu satu tahun atau kurang dari satu tahun. Kenaikan modal kerja bersih
menunjukkan bahwa aset lancar yang dimiliki oleh perusahaan mampu menutupi
hutang lancar perusahaan. Aset lancar yang mampu menutupi hutang lancar
perusahaan mengakibatkan resiko ketidakmampuan perusahaan membayar
tagihan tepat waktu (rasio likuiditas) menjadi lebih rendah. Hal ini menunjukkan
tingkat keamanan bagi kreditur jangka pendek serta menjamin kelangsungan
usaha di masa mendatang sehingga mempengaruhi struktur modal.
Pertumbuhan Aktiva menunjukkan besarnya dana yang dialokasikan oleh
perusahaan ke dalam aktivanya. Pertumbuhan aktiva akan menutut perusahaan
untuk menyediakan dana yang memadai. Sartono dan Sriharto (1999 : 59)
mengemukakan
bahwa
perusahaan
dengan
tingkat
pertumbuhan
tinggi,
kemungkinan akan kekurangan pendapatan untuk mendanai pertumbuhan tinggi
tersebut secara internal.
Perusahaan dengan risiko bisnis yang tinggi cenderung menghindari
pendanaan dengan menggunakan hutang dibandingkan dengan perusahaan dengan
risiko bisnis yang lebih rendah. Dunia investasi mengenal risiko bisnis sebagai
bagian dari risk premium, yang diartikan sebagai ketidakpastian aliran pendapatan
yang disebabkan oleh sifat alami dari bisnis itu sendiri seperti produk, pelanggan
dan cara penghasilan produknya (Brown dan Reilly 2009) dalam ( Saputra, 2014 :
32). Perusahaan dengan cash flow yang sangat fluktuatif akan menyadari bahwa
penggunaan utang yang penuh risiko akan kurang menguntungkan dibanding
dengan ekuitas, sehingga perusahaan dipaksa untuk menggunakan ekuitas untuk
memenuhi pendanaan perusahaan guna menghindari financial distress. Oleh
karena itu risiko bisnis mempunyai pengaruh terhadap struktur modal.
Likuiditas adalah rasio yang digunakan untuk mengukur kemampuan
perusahaan dalam membayar utang jangka pendek yang telah jatuh tempo.
Perusahaan yang dapat segera mengembalikan utang-utangnya akan mendapat
kepercayaan dari kreditur untuk menerbitkan utang dalam jumlah yang besar,
dengan peningkatan proporsi utang yang lebih besar dari pada modal sendiri
menunjukkan DER semakin besar atau sebaliknya. Teori trade off menunjukkan
bahwa perusahaan dengan rasio likuiditas yang lebih tinggi harus meminjam lebih
karena kemampuan mereka untuk memenuhi kewajiban tepat waktu, teori ini
memprediksi hubungan positif antara likuiditas dan leverage. Sedangkan pecking
order theory memprediksi hubungan negatif antara likuiditas dan leverage, karena
perusahaan dengan likuiditas yang lebih besar memilih untuk menggunakan dana
internalnya
Menurut teori pecking order, ukuran perusahaan diprediksikan memiliki
hubungan terhadap struktur modal. Perusahaan besar dapat membiayai
investasinya dengan mudah lewat pasar modal karena kecilnya informasi asimetri
yang terjadi. Investor dapat memperoleh lebih banyak informasi dari perusahaan
besar jika dibandingkan dengan perusahaan kecil. Jadi, dengan diperolehnya dana
lewat pasar modal menjadikan proporsi utang menjadi semakin kecil dalam
struktur modalnya. Penerbitan ekuitas pada perusahaan kecil lebih banyak
mengeluarkan biaya daripada perusahaan besar. Dengan kata lain, semakin besar
ukuran perusahaan, biaya penerbitan ekuitas menjadi lebih murah.
Profitabilitas menjelaskan tingkat pengembalian yang didapat dari investasi
yang ditanamkan oleh perusahaan. Semakin besar tingkat pengembalian yang
didapat dari investasi yang ditanamkan maka penggunaan utang relatif kecil.
Tingkat pengembalian yang tinggi dari investasi yang ditanamkan perusahaan
memungkinkan perusahaan menggunakan dana internal perusahaan untuk
membiayai sebagian besar pendanaannya yang berasal dari tingkat pengembalian
atas investasi tersebut. Sesuai dengan pecking order theory menyatakan bahwa
perusahaan lebih memilih untuk menggunakan dana internal yang dihasilkan bila
tersedia dan memilih utang atas ekuitas ketika pembiayaan eksternal diperlukan.
Dengan demikian, teori ini menunjukkan adanya pengaruh antara profitabilitas
dengan leverage (struktur modal).
Dalam penelitian ini, faktor-faktor yang mempengaruhi struktur modal
perusahaan perbankan diukur melalui struktur aset, modal kerja, pertumbuhan
aktiva, risiko, likuiditas, ukuran perusahaan dan likuidtas. Berdasarkan pemikiran
di atas, dapat digambarkan sebuah kerangka konseptual seperti pada gambar 2.1:
Struktur Aset
(X1)
H1
Modal Kerja
(X2)
H2
Pertumbuhan
Aktiva
(X3)
H3
Risiko
(X4)
H4
Likuiditas
(X5)
H5
Ukuran
Perusahaan
(X6)
H6
Profitabilitas
(X7)
H7
H8
Gambar 2.1
Kerangka Konseptual
Sumber : Hasil Olahan Peneliti, 2015
Struktur Modal
(Y)
2.6. Hipotesis Penelitian
Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah
penelitian, di mana rumusan masalah penelitian telah dinyatakan dalam bentuk
pertanyaan. Dikatakan sementara karena jawaban yang diberikan baru didasarkan
pada teori. Hipotesis dirumuskan atas dasar kerangka pikir yang merupakan
jawaban sementara atas masalah yang dirumuskan.
Adapun hipotesis dalam penelitian ini adalah :
H1 s/d H7 : Struktur Aset, Modal Kerja, Pertumbuhan Aktiva, Risiko,
Likuiditas, Ukuran Perusahaan dan Profitabilitas berpengaruh
secara parsial terhadap Struktur Modal.
H8
:
Struktur Aset, Modal Kerja, Pertumbuhan Aktiva, Risiko,
Likuiditas, Ukuran Perusahaan dan Profitabilitas berpengaruh
secara simultan terhadap Struktur Modal.
Download