BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 LBP ( Low Back Pain ) Nyeri merupakan perasaan tidak menyenangkan yang menjadikan tanda bahwa tubuh telah mengalami kerusakan, nyeri berawal dari reseptor nyeri yang menyebar di seluruh tubuh (Kylie, 2009). Kronik ini merupakan suatu kondisi yang kejadiannya sudah berlangsung lama (lebih dari 3 bulan) dan seringkali nyerinya progresif atau memberat seiring berjalannya waktu (Kisner, 2007). Low back pain merupakan keluhan tidak nyaman seperti ketegangan atau kekakuan otot di daerah punggung bawah yang berlangsung lebih dari 3 bulan bersifat progresif (Parjoto, 2006). 2.2 Mekanisme LBP Sebagian besar orang dalam melakukan aktivitas kesehariannya tidak memperhatikan posisi tubuhnya (duduk statis lama) dengan diikuti kontraksi isometrik untuk menjaga posisi ditambah dengan berat tubuh menjadikan otot mengalami penurunan suplai darah sehingga menjadikan LBP (Gempur, 2001). Aktivitas duduk lama yang dilakukan berulang-ulang itu membuat nociceptor terstimuli oleh stimulus noxius kemudian melepaskan zat-zat kimia endogen (bradikinin, histamin, protaglandin, zat subtansi P) yang 5 6 akan mentransduksi stimuli ini menjadi nyeri (nosiseptif) melalui mekanisme pelepasan zat kimia yang berlebihan sehingga memocu terjadinya efek preinflamasi di jaringan dan akan menyebabkan inflamasi neurogenik yang dapat menjadi kontributor terjadinya sindroma nyeri kronik (Tan, 1998). Setelah melalui proses transduksi dan transformasi pada level reseptor, impuls nyeri akan ditransmisikan melalui serabutserabut yang berakhiran bebas dalam saraf tepi menuju ke kornu posterior medula spinalis (Kuntono,2000). Aktivasi nociceptor diikuti dengan kontraksi otot sehingga merangsang gamma hipertonus/spasme. motor Menurut neuron, mereka membuat rangsangan otot menjadi terhadap serabut nosiseptor (A delta dan C) menyebabkan substansia gelatinosa (SG) tidak aktif sehingga gerbang terbuka dan ini memungkinkan impuls noksius diteruskan ke sentral sehingga sensasi nyeri akan dirasakan. Secara klinis bahwa pada LBP miogenik kronik terjadi akibat dari aktivasi gamma motor neuron yang merupakan deregulasi sistem motorik untuk mempertahankan kontraksi otot. Jika yang terjadi adalah kontraksi statis, maka proses metabolisme tidak mampu lagi meneruskan supply energi yang dibutuhkan untuk membuang sisa metabolisme dan otot akan kehilangan kemampuannya (kelelahan) yang kalau terjadi berkepanjangan akan menimbulkan LBP (Kuntono, 2000). 7 2.3 Tanda dan Gejala Tanda dan gejala LBP miogenic kronik adalah timbulnya bertahap, nyeri sepanjang punggung bawah, nyeri tekan pada daerah yang bersangkutan (trigger point), nyeri hilang saat diregangkan, tidak ada tanda-tanda gangguan neurologis (Kuntono, 2000). 2.4 Anatomi Tulang vertebrae terdri dari 33 tulang : 7 buah tulang servikal, 12 buah tulang torakal, 5 buah tulang lumbal, 5 buah tulang sacral. Tulang servikal, torakal dan lumbal masih tetap dapat dibedakan sampai usia berapapun, tetapi tulang sacral dan koksigeus satu sama lain menyatu membentuk dua tulang yaitu tulang sakrum dan koksigeus. Diskus intervertebrale merupkan penghubung antara dua korpus vertebrae. Sistem otot ligamentum membentuk jajaran barisan (aligment) tulang belakang dan memungkinkan mobilitas vertebrae. (Cailliet,1981). Columna Vertebralis merupakan pilar utama tubuh, dan berfungsi menyangga cranium, gelang bahu, ekstremitas atas, dan dinding thorax serta melalui gelang panggul meneruskan berat badan ke ekstremitas bawah. Di dalam rongganya terletak medulla spinalis, radix nervus spinalis, dan lapisan penutup meningen, yang dilindungi oleh columna vertebralis. Struktur columna vertebralis sangat fleksibel, karena columna ini bersegmen-segmen dan tersusun atas vertebra, sendi-sendi, dan bahan bantalan fibrokartilago yang disebut discus intervertebralis. Discus intervertebralis membentuk kira-kira seperempat panjang columna. 8 Gambar 2.1 : Tulang Vertebra (Putz dan Pabst , 2006) 2.4.1 Vertebra Lumbalis Vertebra lumbalis terletak di regio punggung bawah antara regio thorax dan sacrum. Vertebra lumbalis berjumlah lima dan di antara vertebra lumbalis dipisahkan oleh discus intervertebralis. Terkadang foramen intervertebralis di vertebra lumbal ke 5 mengalami penyempitan baik karena anomali kongenital maupun proses degenerasi. Beban pada vetebra lumbalis paling besar, secara anatomis-kinesiologis punya ciri spesifik, dan berkaitan dengan hip pelvic complex dan lower thorac spine. Sikap dan gerakannya dipengaruhi oleh hip pelvic complex di mana sikap posisi torsion ataupun disequal mempengaruhi gerak dan fungsi pinggang secara keseluruhan dan akan menimbulkan patologi tetentu. Vetebra 9 lumbalis memiliki mobilitas yg besar dan spesifik, sehingga menuntut konsekuensi stabilitas yg besar dan spesifik pula yang dibentuk secara pasif oleh jaringan non kontraktil dan secara aktif oleh jaringan kontraktil. Gambar 2.2 Vertebra Lumbal dilihat dari lateral. Gambar 2.3 Vertebra Lumbal, dilihat dari cranial. 10 2.4.2 Diskus Intervertebralis Diskus merupakan struktur yang elastis terletak di antara vertebra. Fungsi diskus adalah sebagai bantalan sendi antara korpus yang berdekatan dan sebagai shock breaker terhadap berbagai tekanan dan goncangan dalam menumpu berat badan dan bergerak mengikuti arah kompresi dari atas. Setiap diskus terdiri atas jaringan yang mengandung gelatin, seperti bubur yang disebut nukleus pulposus, yang dikelilingi jaringan ikat yang tebal (anulus fibrosus). Diskus intervertebralis melekat erat dengan jaringan tulang rawan yang melapisi permukaan atas dan bawah pada masing-masing korpus vertebra seperti Gambar 2.3 di atas. Menurut Calient, 1981 di mana proses penuaan mengakibatkan seorang individu menjadi rentan mengidap nyeri punggung bawah. Gaya yang bekerja pada diskus intervebralis akan makin bertambah setiap individu tersebut melakukan gerakan membungkuk, gerakan yang berulang-ulang setiap hari yang hanya bekerja pada satu sisi diskus intervebralis, akan menimbulkan robekan kecil pada annulus fibrosus, tanpa rasa nyeri dan tanpa gejala prodromal. Keadaan demikian merupakan “locus minoris resistensi” atau titik lemah untuk terjadinya HNP (Hernia Nukleus Pulposus). 11 2.4.3 Ligamentum yang memperkuat vertebra lumbalis a. Ligamentum Longitudinale Anterior Ligamentum ini melekat di ventral corpus vertebra dan discus intervertebralis. Ligamentum ini berfungsi sebagai pengontrol gerak ekstensi. b. Ligamentum Longitudinale Posterior Ligamentum ini terbentang dalam canalis vertebralis di dorsal dari corpus vertebralis. Ligamentum ini sebagai pengontrol gerak fleksi. c. Ligamentum Flavum Ligamentum ini menghubungkan lamina dari dua arcus vertebralis yang berdekatan. Di regio lumbal, ligamen ini merupakan ligamen yang paling tebal di antara regio vertebra yang lain. Ligamen ini berfungsi sebagai pelindung medulla spinalis. d. Ligamen Intertranversum Ligamen ini berfungsi sebagai pengontrol gerakan lateral fleksi. e. Ligamen Interspinosum Ligamen berdekatan. ini menghubungkan processus tranversus yang 12 f. Ligamentum Supraspinosum Ligamentum ini menghubungkan processus spinosus di daerah apex vertebra cervical ke 7 sampai dengan sacrum. Gambar 2.4 Ligamen-ligamen Columna Vertebralis dilihat dari lateral ( Putz dan Pabst ,2006 ) 2.4.4 Otot Penggerak Untuk gerak fleksi, otot-otot yang bekerja meliputi M.rectus abdominis dan M. psoas major yang bekerja secara bilateral. Untuk gerak ekstensi, otot-otot bekerja adalah M. erector spine, M.multifidus, M. semispinalis thoracalis yang bekerja bilateral. Untuk gerakan laterofleksi, otot-otot yang bekerja adalah M. iliocostalis thoracis dan M. iliocostalis lumborum, M. longisimus thoracis, M. multifidus, M. obliquus externus abdominis dan M. obliquus internus abdominis, M. quadratus lumborum yang bekerja secara unilateral. Sedangkan untuk 13 gerakan rotasi, otot-otot yang bekerja adalah Mm. rotatores, M. multifidus, M. obliquus externus abdominis yang bekerja sama dengan M. obliquus internus secara kontralateral, M. semispinalis thoracis. Otot – otot ini juga bekerja secara unilateral. 1 2 2 3 Gambar 2.5 Otot-otot perut, tampak depan ( Putz dan Pabst ). 14 Gambar 2.6 Otot Punggung, dilihat dari dorsal ( Putz dan Pabst ) 2.4.5 Persarafan Serabut primer anterior pada saraf spinalis, kecuali yang timbul pada daerah thoracal dan membentuk saraf-saraf interkostal tersusun dalam pleksus utama. Pleksus Lumbalis berasal dari ke empat akar saraf lumbal terletak dalam otot psoas tepat di atas ligamentum pouparti dan berjalan turun di bawah ligamentum ini, untuk memasuki trigonum femoralis. Pada trigonum tersebut, nervus femoralis membagi diri 15 menjadi cabang-cabang terminalis. Cabang-cabang motorik di atas ligamentum inguinalis mensarafi m.iliopsoas. Cabang-cabang motorik di dalam paha memsarafi m.sartorius, m.pestineus dan m.quadrisep femoris. Cabang-cabang sensorik mencakup cabang-cabang cutaneus femoralis anterior yang menuju permukaan anterior dan medial paha (Chusid, 1993). 2.4.6 Biomekanik Facet joint adalah persendian yang memungkinkan terjadinya gerakan pada axis vertebra. Di mana pada regio lumbal, facet joint memiliki arah sagital dan medial, sehingga memungkinkan terjadinya gerakan fleksi, ekstensi, dan latero fleksi serta terjadinya rotasi yang sangat minimal (Wolf, 1990). Pada gerakan fleksi terjadi slide ke anterior dari korpus vetebra, sehingga terjadi penipisan pada discus intervertebralis bagian anterior dan meluas pada bagian posterior. Gerakan ini dibatasi oleh ligamen flavum, ligamen supraspinosum, dan ligamen longitudinal posterior. Pada gerakan ekstensi terjadi situasi yang sebaliknya dari gerakan fleksi, pada keadaan hipermobilitas dapat terjadi kissing spine dari processus spinosus, hal ini dapat membatasi gerak ekstensi, selain itu juga dibatasi oleh ligamen longitudinal anterior. Pada gerakan rotasi daerah lumbal hanya dua derajat per segmen, karena dibatasi oleh facet articularis vertebra. 16 2.5 Analisis Biomekanik Aktivitas Duduk Aktivitas duduk yang rata rata sekitar 6 – 7 jam setiap harinya menyebabkan perubahan struktur pelvic lumbal sacral karena adanya proses aktivitas kerja yang berlebihan. Duduk itu menyebabkan tekanan pada diskus intervertebralis, hal ini menjadi salah satu faktor yang menyebakan stressor yang diikuti ototnya akan terjadi low level konsentrik (statis) yang kebanyakan tipe otot I (Gempur, 2001). Hal - hal yang menyebabkan itulah ditambah dengan adanya perubahan tilting dari pelvic sehingga sudut ferguson makin bertambah (lebih dari 30°) menyebabkan semakin lordosis di bagian lumbalnya. Sehingga akan membuat deviasi dari postur diikuti perubahan letak center of gravity (COG) yang mengakibatkan strain dan apabila terjadi terus menerus dalam waktu yang lama menyebabkan kelemahan otot postural yang menyebabkan munculnya LBP kronis (Samara, 2004). 2.6 Prognosis Setelah adanya exercise yang menyebabkan perubahan otot, persendian, syaraf pasti akan menjadikan kondisi LBP miogenik kronik menjadi lebih baik (McCain, 1994). Penelitian yang dilakukan Benjamin dkk 2008 didapatkan hasil dengan exercise yang berkelanjutan sangat efektif untuk intervensi dalam penurunan LBP dengan evaluasi visual analog scale (VAS), Quosioner Oswestry. Penelitian yang dilakukan Aljediran dkk pada tahun 2011 di dapatkan hasil bahwa intervensi exercise (aquatic therapy exercise dan core 17 stability exercise) pada minggu ke 6 lebih baik dalam menangani keluhan nyeri pada penderita LBP. 2.7 Pengukuran LBP Skala Oswestry sangat cocok dalam evaluasi perkembangan LBP karena mempunyai kriteria penilaian nyeri yang dikonversikan dengan skala aktivitas. Prosedur pemeriksaan adalah dengan cara: pertama-tama sampel diminta untuk mengisi kuosioner dan merespon pertanyaan mengenai 9 kriteria yang sudah ada dalam skala oswerty, di antara kriteria tersebut adalah derajat keparahan nyeri, kemandirian, mengangkat benda, berjalan, duduk, berdiri tidur dan kehidupan sosial, dan perjalanan. Klien diminta menjawab dari setiap kriteria pertanyaan dengan jawaban yang paling sesuai dengan keadaannya, di mana jawaban sudah tersedia di setiap kriteria pertanyaan sebanyak 6 pilihan jawaban. Dari tiap jawaban mempunyai nilai sendirisendiri, di mana jawaban pertama mempunyai nilai 0 jawaban ke dua bernilai 2 dan seterusnya dari tiap kriteria pertanyaanya. Kemudian dari hasil penilaian diolah dengan rumus x 100, sehingga didapatkan hasil dalam bentuk persen. Dari hasil penghitungan skala Oswestry dalam bentuk persen tersebut di intepretasikan dengan tabel skor intepretasi dari kuosioner kecacatan LBP. 18 Skor intepretasi dari kuosioner kecacatan LBP skala Oswestry 0-20% minimal diability Dapat melakukan sebagian besar aktifitas fungsional, tidak memerlukan pengobatan, terlepas dari rekomendasi mengankat beban, duduk, postur, latihan fisik, dan diet. Dalam kelompok ini beberapa pasien mengalami kesulitan tertentu pada posisi duduk yang biasanya terjadi pada pekerjaan yang bersifat menetap (pengetik, penjahit, sopir, dll) 20-40% moderate disability Kelompok ini mengalami rasa sakit dan masalah saat duduk, mengankat bebban dan berdiri. Keluhan bertambah saat perjalanan dan kehidupan sosial, dan biasanya mereka menghentikan pekerjaan. Perawatan pribadi, aktifitas sosial, dan tidur tidak terlalu mengalami hambatan, kondisi membaik dengan cara konservatif. 40-60% severse disability Pasien mengalami masalah utama nyeri yang menetap, dan nyeri sangat berpengaruh pada saat perjalanan, perawatan pribadi, kehidupan sosial, aktifitas seksual, dan tidur. Sehingga pasien memerlukan penyelidikan lebih rinci lagi. 60-80% crippled Keluhan nyeri punggung pada hampir semua aspek kegiatan, baik di rumah maupun di tempat kerja. Di perlukan tindakan intervensi. 80-100% Lebih baik pasien tidur terikat, atau mungkin pasien melebih-lebihkan simtom yang mereka alami. Diperlukan evaluasi dan observasi secara hati-hati dari pasien selama pemeriksaan medis. 19 2.8 Efek Latihan Terhadap Jaringan Ke dua latihan ini bertujuan untuk meningkatkan stabilitas postur (aktivasi otot–otot core) diantaranya quadratus lumborum, multifidus, tranversus abdominalis, internal obliques rectus abdominalis, erector spine. Pada saat otot berkontraksi mengakibatkan penguluran dan penguatan otot perut dan paraspinal sehingga terjadi perbaikan pada muscle pump yang mengakibatkan sirkulasi darah pada jaringan otot punggung meningkat sehingga nyeri akan berkurang (Kilbler dkk, 2008). Pada saat latihan, terjadi kontraksi otot diikuti peningkatan motor recruitment dan terdepolarisasi yang menghasilkan tenaga/kekuatan otot yang besar selama latihan. Proses ini merupakan neuralmechanism, mulai minggu pertama diawali peningkatan rekruitment dan motor unit excitability. Saat latihan minggu 2 - 3, terjadi koordinasi intermuscular antar group dan peningkatan besarnya tegangan (panjangnya sarcomere otot) yang menimbulkan kontraksi yang menjadikan ukuran otot/diameter/massa otot semakin besar. Diikuti peningkatan tenaga (intramuscular) yang membutuhkan waktu 4 - 6 minggu waktu latihan (Rubenstain, 2005). Latihan ini memperbaiki deregulasi motoris sehingga merangsang gamma motor neuron yang akan mengaktivasi serabut otot tipe I dan mengaktivasi sel interneuron di substansia gelatinosa sehingga terjadi peningkatan pre-sinaps terhadap sel T sehingga gerbang akan menutup yang mengakibatkan terinhibisinya impuls noksius yang menuju ke sistem sentral sehingga nyeri akan menurun (Narayanan, 2005). 20 Latihan ini juga mendapatkan efek over flow reaction yang juga mempengaruhi rangsangan terhadap motor unit. Komponen – komponen serabut otot akan berkontraksi bila motor unit tersebut diaktifir dengan memberikan rangsangan pada anterior horn cell. Dengan mengkontraksikan serabut muscle spindle pada saat bersamaan dengan kontraksi serabut otot rangka besar diharapkan dapat mencegah muscle spindle menentang kontraksi otot, dan mempertahankan sifat responsif muscle spindle terhadap peredaman dan beban yang tepat dengan tidak menghiraukan perubahan panjang otot. Dengan bekerjanya muscle spindle secara sadar dan optimal maka dengan mekanisme adaptasi dan rileksasi akan menimbulkan penurunan nyeri (Kisner 2007). Efek mekanis aquatic therapy exercise mempunyai ciri khas tambahan selain hal di atas dengan memanfaatkan sifat unik fisika air dengan tujuan tertentu. Efek pengurangan nyeri telah dikaitkan dengan berbagai mekanisme, di antaranya efek hangat dapat menghalangi nociceptor oleh aksi dari efek thermal dan mekanoreseptor sehingga akan mempengaruhi mekanisme segmental tulang belakang. Juga meningkatkan sirkulasi darah yang dapat membantu menyebarkan kimia algogenic dalam memfasilitasi rileksasi otot. Menurut Lehman, untuk mendapatkan efek terapeutik maka temperatur air harus di antara 330-370 C (Benjamin, 2008). Penurunan gravitasi karena efek buoyancy juga menurunkan penekanan pada sendi, saat ke dalaman air setinggi bahu maka berat tubuh hanya tersisa 20-30% . Hal ini disebabkan karena ada efek dorongan air 21 terhadap tubuh ke atas sehingga bebas bergerak untuk menciptakan alignment postur tubuh yang benar yang akan mengaktifkan jalur supraspinal yang mengakibatkan penurunan intensitas nyeri sehingga akan mencegah terjadinya LBP. Hal ini diperkuat dengan adanya prinsip Archimedes yang menyimpulkan saat tubuh masuk ke dalam air dalam keadaan istirahat, maka akan ada dorongan air ke atas sebesar jumlah cairan yang ke luar dari kolam (Hanson, 1996). Efek di atas juga memberikan tahanan saat seseorang bergerak di dalam air baik saat posisi berdiri atau terlentang, maka air akan memberikan perlawanan dengan cara memberikan dorongan ke arah atas. Hasilnya terjadi penguatan otot yang dilatih, selain itu juga menghasilkan efek active counter force dan active pasif counter force. efek dari gerakan aktif tidak hanya di area distal tapi sekaligus area proximal ikut aktif merespon, tahanan didapat selain dari terapis juga dari hydromechanics, ketika sebuah gerakan di salah satu persendian (arah, intensitas, kecepatannya) mempengaruhi sendi sendi yang lainnya sehingga sebuah gerakan yang berkelanjutan akan berkembang (Lambec, 2001). Setiap gerakan yang berkelanjutan mengubah keseimbangan, memaksa tubuh untuk bereaksi untuk menemukan sebuah posisi yang seimbang. Reaksi tersebut mempunyai efek terapeutik yang banyak, karena pada dasarnya gerakan gerakan ini bersifat otomatis yang selalu terjadi dengan sedikit tekanan, agak pelan, dapat diarahkan dengan mudah dan tidak terlalu menyakitkan pada pasien dengan LBP (Lambec, 2001). 22 Saat ke dalaman air setinggi bahu rasa tekanan hidrostatiknya 2 kali besar tekanan jika air setinggi hip. Menurut hukum pascal tekanan hidrostatik didefinisikan penekanan cairan sama dengan luas seluruh permukaan pada saat tubuh di dalam air. Pada saat tubuh di dalam air, penekanan yang diberikan oleh air di sekitar tubuh dapat memperlancar sirkulasi darah dan memberikan penekanan di daerah tulang rusuk sehingga memberikan efek positif pada otot – otot pernafasannya. Tahanan zat cair (fluid resistance) memberikan tahanan saat tubuh bergerak di dalam air sehingga menghasilkan penyanggaan yang bisa membuat stabil posisi orang tersebut. Kesadaran sensorik juga meningkat, karena meningkatkan waktu reaksi serta mengajarkan bagaimana cara mempertahankan keseimbangan dengan lingkungan (Hanson, 1996). Teori Bernouli menyatakan turbulence memberikan hubungan antara kecepatan cairan dengan dengan tekanan zat cair di dalam air yang tenang, itu sebagai respon tubuh dari gangguan saat bergerak. Efek dari tekanan air/putaran air menghasilkan efek pijatan untuk rileksasi serta tahanan saat latihan. Pada saat seseorang bergerak melewati air, menghasilkan putaran arus yang membuat kondisi tubuh di dalam air menjadi tidak stabil yang menjadikan tubuh melakukan keseimbangan secara otomatis (Vargas, 2004) 2.9 Aquatic Therapy Exercise (ATE) Aquatic theraphy exercise merupakan salah satu bentuk terapi latihan yang dilakukan di dalam air yang menggunakan manfaat efek fisika air meliputi hidrostatic, bouyancy dan archimedes yang berfungsi untuk 23 mengurangi nyeri, strengthening, rileksasi, meningkatkan ROM dan lain – lain (Vargas, 2004). Aquatic therapy exercise telah dilakukan selama bertahun tahun dalam penanganan masalah muskuloskeletal seperti LBP. Langkah awal latihan ini sama dg CSE yaitu pemanasan dengan mental adjustment, breathing control, upthrust untuk mengenalkan pasien dan membuat nyaman saat bergerak diair sekalian memperoleh efek buoyancy dan tekanan hidrostatik yang membuat tubuh mudah bergerak dan meringankan beban otot/persendian dan melancarkan sirkulasi darah serta penguatan otot pernafasan. Langkah ke dua stretching hamstring, gluteus, piriformis, back muscle dan memanfaatkan efek air hangat untuk meningkatkan fleksibilitas dan luas gerak sendi sehingga otot, ligament, tendon menjadi lebih lunak, rileks dan mencegah terjadinya cidera. Langkah ke tiga pasien mulai latihan penguatan di antaranya Standing crunches, Pasif trunk elongation and Pelvic Hold, Passive trunk elongation and Elbow Hold, Bilateral symmetrical, Bilateral reciprocal. Semua latihan ini bisa mengaktivasi otot deep dan global yang berfungsi untuk stabilisasi lumbal/postur dengan memanfaatkan gaya apung dan fluid resistance saat ekstremitas menekan ke dasar air baik posisi berdiri dengan beban pelampung maupun terlentang dengan sanggaan pelampung. Langkah terakhir pendinginan, pasien cycling, breathing exercise, simple progression sehingga diperoleh juga efek turbulence yang menghasilkan rileksasi karena secara tidak langsung ada pijatan. Putaran 24 arusnya sendiri membuat tubuh harus mencari keseimbangan sehingga secara tidak langsung ada koreksi postur yang membuat nyeri di punggung berkurang (Vargas, 2004). Program latihan ini dapat dilaksanakan dengan dosis 3 kali selama 6 minggu, pemanasan 2 menit, stretching statik dilakukan 2 kali per grup otot ditahan selama 5 – 10 detik , jumlah pengulangan dilakukan 10 kali hitungan pergerakan (Ajediran, 2011). Adapun program aquatic therapy exercise pada LBP myogenic adalah sebagai berikut : 1. Pemanasan a. Mental adjustment Pasien masuk ke kolam renang dengan di dampingi terapis. Pasien didampingi jalan santai mengelilingi sepanjang pinggiran kolam sampai ke tengah dengan tujuan pasien lebih nyaman dengan kondisi di air selama 2 menit (Vargas, 2004). b. Breathing control Pasien jongkok setinggi bibir bawah kemudian mengambil nafas lewat hidung, hembuskan kembali lewat mulut sambil meniupkan ke air sampai ada gelembung udara diair, ulangi 8 x pengulangan (Vargas, 2004). c. Upthrust Diawali posisi pasien berdiri rileks mempersiapkan nafas (ambil nafas dan tahan), kemudian tubuh ditenggelamnkan dibantu terapis dengan ditekan ke bawah di pundaknya sampai tenggelam ke dasar kolam. Tahan 5 – 10 detik dan pengulangan 2 kali (Vargas, 2004). 25 2. Inti a. Stretching Hamstring Pasien berdiri dengan menempelkan ke dua tungkainya ke dinding dalam posisi menekuk dan ke dua tangan pegangan pada besi. Gerakanya meluruskan ke dua tungkai tahan 5–10 detik kemudian tekuk rileks. Ulangi 2 x hitungan (Hanson, 1996). b. Stretching Gluteus dan Piriformis Pasien berdiri membelakangi dinding dan ke dua tangan terentang pegang besi, kemudian dibantu terapis untuk menekuk tungkai bergantian ke arah perut, setelah itu ditekuk ke arah diagonal bahu yang satunya (fleksi, adduksi, endorotasi). Tahan 5–10 deti dan ulangi 2x hitungan (Hanson, 1996). c. Stretching Back Muscle Pasien berdiri dengan dibantu terapis kemudian memfleksikan ke dua tungkainya sampai menempel di dada dengan mengaitkan ke dua tangannya dilututnya diikuti fleksi leher. Saat posisi mengambang Tahan 5 - 10” dan ulangi 2x penghitungan (Hanson,1996). d. Standing crunches Pasien berdiri tegak dan beban pelampung didekap di dada, selanjutnya memfleksikan tubuhnya ditekan ke dalam air sambil mengkontaksikan perut dan kembali posisi awal. Tahan 5 – 10 detik dan pengulangan 10 kali (Hanson, 1996). 26 e. Passive Trunk Elongation and Pelvic Hold Posisi: pasien tidur terlentang dengan alat pengapung di leher dan pelvis. Terapis berdiri di antara paha pasien. Berikan sedikit rotasi eksternal di ekstremitas bawah pasien dan pastikan base of support lebar dan stabil. Ke dua lengan pasien rileks dan ditempatkan di ke dua sisi terapis. Untuk meningkatkan trunk elongation dan passive shoulder movement, pasien mengabduksikan ke dua lengannya. Pegangan: Terapis berdiri di ke dua sisi pelvis pasien. Pindahkan tangan sedikit ke arah anterior atau posterior untuk memfasilitasi rotasi. Gerakkan pasien dari satu sisi ke sisi lain untuk mengulurkan trunk. Diulangi 10 hitungan (Vargas, 2004). f. Passive Trunk Elongation and Elbow Hold Posisi : pasien tidur terlentang dengan alat pengapung di leher dan pelvis, bisa ditambah alat pengapung di ankle. Terapis berdiri di sisi atas kepala pasien. Pegangan: terapis pegang elbow pasien, pegangan sedikit di arah distal dari elbow kanan atau arah proximal di elbow kiri ketika menggerakkan pasien ke kiri. Gerakan: Pasien digerakkan ke samping dari satu sisi ke sisi lainnya untuk mengulur trunk, diikuti rotasi lembut dapat ditambahkan pada elongation. Diulangi 10 hitungan (Vargas, 2004). g. Bilateral symmetrical Posisi pasien: pasien tidur terlentang dengan neck collar di leher, belt di pelvic, dan ankle rings. Hip ekstensi dan internal rotation dengan knee extension, ankle plantar fleksion, dan inversion. Posisi terapis: berdiri di bawah tungkai pasien, tangan terapis memegang dorsum pedis pasien. Aba - 27 aba: tarik jari – jari kaki ke atas dan ke luar, pada saat yang sama tarik ke dua knee ke atas dan keluar. Angkat kepala, leher, dan dada kemudian bawa ke arah knee anda. Tehnik: pasien menggerakkan trunk ke arah fleksi bersamaan dengan fleksi knee, fleksi hip, abduksi hip, dan eksternal rotasi, ankle dorsi fleksi dan eversi. Diulangi 10 hitungan (Vargas, 2004). h. Bilateral reciprocal Posisi pasien: pasien tidur terlentang dengan neck collar di leher, belt di pelvis, dan ankle rings dengan ekstensi hip, adduksi dan knee ekstensi. Posisi terapis: berdiri di bawah kaki pasien menghadap kaki kanan pasien. Tangan kanan terapis ditempatkan pada telapak kaki kanan pasien, tangan kiri memegang tumit kiri. Aba - aba: Bawa jari - jari kaki kanan anda. Kemudian, dorong tumit kiri anda dari tanganku sambil menjatuhkan pinggul anda, bawa kaki kiri anda ke bawah dan di bawah kaki kanan anda ke sisi lain. Tehnik: terapis melakukan pendekatan dari permukaan knee pada kaki kanan sambil membawa tumit kiri ke dalam air dan di bawah kaki kanan. Pasien diperbolehkan untuk aktif bergerak tanpa arahan dari terapis. Tahanan dari terapis juga harus ditingkatkan untuk mencapai tujuan yang spesifik. Pola ini menimbulkan terjadinya reeducation unilateral dan strengthening (Vargas, 2004). 28 3. Pendinginan a. Breathing Exercise Pasien berdiri kemudian menarik nafas dalam lewat hidung sambil mengangkat tangannya kemudian hembuskan nafas lewat mulut diikuti menurunkan tangannya. Lakukan 8 x hitungan b. Cycling Pasien mengapung dengan mengaitkan noodle di antara ke dua tungkai kemudian mengayuhkan kaki dan tangan bergantian mengelilingi kolam selama 2 menit (Hanson,1996). c. Simple progression Pasien diajarkan meluncur sampai bisa berenang dengan dibantu terapis (Vargas, 2004). Kontraindikasi untuk pasien LBP sendiri bila dengan menggunakan aquatic therapy exercise dan core stability exercise adalah sebagai berikut : 1. Red flags Kanker/tumor, osteomielitis spinal, fraktur kompresi, sindroma cauda equine (William, 2007) 2. Mutlak untuk ATE Resiko untuk terjadi penyakit thypoid, cholera, dysentery ; Temperatur tubuh > 38 C; Gagal jantung; Gangguan ginjal (di mana ada ketidakmampuan tubuh untuk menyesuaikan diri bila kehilangan banyak cairan); Gastrointestinal disease; Infeksi kulit; Luka tebuka; Incontinence 29 feces and urine; Epilepsy; Menstruasi tanpa perlindungan internal; Perforasi gendang telinga; Abnormal blood pressure (hypotension/hypertension); saat ini atau baru baru ini terapi radiasi (selama 3 bulan terakhir); low vital lung capacity 900-1500mL (Vargas, 2004) 2.10 Core Stability Exercise (CSE) Core stabiity exercise dapat digambarkan sebagai kemampuan untuk mengontrol posisi dan gerakan pada bagian pusat tubuh terutama otot yang letaknya lebih dalam (deep muscle) pada abdomen, yang terkoneksi dengan spine, pelvic, shoulder (Karren Saunders, 2008). Hal tersebut berefek dalam membantu melindungi tulang belakang dari gerakan ekstrim dan kekuatan berlebihan atau abnormal berkaitan pada tubuh (Williams & Lipincott, 2007). Langkah awal dalam latihan ini dengan melakukan pemanasan berjalan santai 3 menit diikuti breathing exercise. Tujuan untuk mempersiapkan grup otot dan sendi agar dapat terulur serta kuat saat terjadi kenaikan suhu dan sirkulasi dalam otot supaya mencegah kelelahan dan pengurangan cadangan energi. Langkah ke dua melakukan stretching hamstring, gluteus, piriformis, back muscle untuk meningkatkan fleksibilitas dan luas gerak sendi sehingga otot, ligament, tendon menjadi lebih lunak dan cidera dapat dicegah. Langkah ke tiga melakukan latihan lower stomatch to spine, leg movement, abdominal controlled curls, hundreds plus, bridging, abdominal 30 cycling, side plank, modified plank, swimming. Semua gerakan ini untuk mengaktivasi otot – otot global (rectus abdominis, external internal obliqus abdominis, erector spine, illiopsoas) dan otot deep/core (tranversus abdominalis, multifidus, quadratus lumborum, deep rotators). Otot tranversus abdominis aktif terhadap isometrik fleksi dan ekstensi trunk sehingga sangat berperan untuk stabilisasi postur. Erector spine berperan mengendalikan trunk terhadap gangguan postural. Otot multifidus dan erector spine penting saat berkontraksi meningkatkan tegangan pada fascia, untuk menstabilkan fungsi dari fascia sekaligus sebagai stabilisasi tonik tipe I. Lapisan fascia thoracolumbal mengelilingi erector spine, multifidus, quadratus lumborum sehingga saat berkontraksi memberikan kekuatan stabilisasi pada lumbal (Akuthota dkk, 2008) Beberapa gerakan di atas juga mengaktivasi otot – otot pelvic floor, diafragma, dan abdominal untuk meningkatkan intra abdominal pressure (IAP) dan rigiditas untuk menopang trunk, menurunkan beban pada otot – otot spine dan meningkatkan stabilitas lumbal spine. Pola aktivasi sinergis yang meliputi otot abdominalis, diafragma, pelvic floor bisa memberikan base of support pada seluruh trunk dan otot spinalis. Tapi diikuti aktivasi gabungan struktur hip, dan pelvic dari ke duanya (Makofsky, 2010). Program latihan ini dapat dilaksanakan dengan dosis 3 kali selama 6 minggu, pemanasan 3 menit, stretching statik dilakukan 2 kali per grup otot ditahan selama 5 – 10 detik, jumlah pengulangan dilakukan 10 kali hitungan 31 pergerakan (Aljediran, 2011). Adapun program core stability exercise pada LBP myogenic adalah sebagai berikut : 1. Pemanasan a. Berjalan santai Pasien berjalan ke depan, samping, belakang mengelilingi ruang gymnasium selama 3 menit (Williams & Lippincott, 2007). b. Breathing exercise Pasien ambil nafas lewat hidung (ke dua tangan mengangkat ke atas) kemudian meniup lewat mulut (ke dua tangan turun) dengan 8 x hitungan (Williams & Lippincott, 2007). 2. Latihan inti a. Stretching Hamstring Pasien berbaring kemudian terapis mengangkat tungkai pasien sampai 900. Tahan 5 – 10 detik, diulangi 2x hitungan (Williams & Lippincott, 2007). b. Stretching gluteus dan piriformis Pasien berbaring kemudian terapis memfleksikan tungkai pasien ke arah perut, setelah itu ke arah diagonal bahu yang satunya (fleksi, adduksi, endorotasi). Tahan 5 – 10 detik, diulangi 2x hitungan (Williams & Lippincott, 2007). c. Stretching back muscle Pasien tidur terlentang, kemudian fleksikan ke dua tungkai dengan mengaitkan ke dua tangan melingkari ke dua lutut. Gerakannya tekuk ke dua 32 tungkai ke arah perut sampai maksimal dan diikuti angkat angkat leher tahan 5 -10 detik diulangi, 2 kali hitungan (Williams & Lippincott, 2007). d. Lower Stomach to spine Berbaring pada punggung. Ke dua kaki menapak pada lantai, lutut fleksi 60 derajat. Temukan posisi spine netral, pertahankan posisi tersebut lalu perlahan tarik perut bawah ke tulang belakang dengan kekuatan 30-40 % saja. Pertahankan 5 – 10 detik dan tetap bernapas secara normal, latihan ini diulangi 10 kali (Williams & Lippincott, 2007). e. Leg Movements Posisi masih sama dengan latihan sebelumnya. Jaga posisi agar tetap netral dan tarik perut bawah ke dalam. Pelan-pelan mengangkat satu kaki, jaga lutut agar tetap menekuk lalu kembali lagi. Panggul dipertahankan tetap diam dan tidak jatuh saat kaki diangkat. Ambil napas saat kaki diangkat dan hembus napas saat kaki diturunkan. Ulangi pada kaki satunya (pertahankan 5–10 detik, pengulangan 10 kali pada masing-masing sisi (Williams & Lippincott, 2007). f. Abdominal Controlled Curls Posisi sama seperti latihan sebelumnya. Temukan posisi netral dari tulang belakang dan tarik perut bawah ke dalam. Tangan/ lengan berada di samping badan, lalu pelan-pelan angkat bahu dari lantai. Jangan sampai otot perut turun, jaga perut bawah agar selalu tertarik ke dalam. Ambil napas saat bahu diangkat dan hembus napas saat turun, tahan 5–10 detik, pengulangan 10 kali (Williams & Lippincott, 2007). 33 g. Hundreds Plus Posisi awal berbaring. Tetap menjaga kaki anda di lantai, angkat tungkai bawah sehingga pinggul dan lutut berada di 90 derajat dan tulang kering anda sejajar dengan lantai. Tarik perut bagian bawah lalu meringkuklah sehingga bahu terangkat dari lantai. pertahankan 5–10 detik dan tetap bernafas secara normal , pengulangan 10 kali (Williams & Lippincott, 2007). h. Bridging Posisi berbaring punggung tetap datar, temukan tulang belakang dalam keadan netral dan tarik perut bawah masuk ke dalam. Pelan-pelan tekankan ke dua kaki dan mengangkat pantat ke atas sehingga trunk lurus(bahu, panggul,dan lutut pada satu garis). Ambil napas saat angkat pantat lalu buang napas saat pantat diturunkan 5–10 detik, pengulangan 10 kali (Williams & Lippincott, 2007). i. Abdominal cycling Berbaring pada punggung, dengan lutut menekuk tegak lurus terhadap lantai. Angkat bahu dari lantai saat tungkai kanan diluruskan dan tekuk lutut kiri ke arah bahu kanan. Tanpa istirahat, bahu kembali ke lantai, ulangi pada sisi yang lain dengan meluruskan tungkai kiri dan tekuk lutut kanan ke arah bahu kiri. Lakukan dengan perlahan dan gerak yang terkontrol, pengulangan 10 kali (Williams & Lippincott, 2007). j. Side Plank Berbaringlah di salah satu sisi anda, sangga diri anda pada siku kanan tempatkan langsung di bawah bahu anda. Tempatkan lutut kanan dan pinggul segaris lurus dengan bahu anda. Angkat diri anda dari lantai, sangga tubuh anda di 34 siku kanan dan lutut atau sangga diri anda dengan lutut lurus dan berat badan anda pada siku dan kaki samping anda. Tubuh harus berada dalam satu garis lurus. Tahan selama 5–10 detik dan pengulangan 10 kali (Williams & Lippincott, 2007). k. Modified Plank Tempatkan siku pada lantai dan bahu dilebarkan terpisah langsung di bawah bahu anda. Badan disangga pada siku dan lutut, pastikan tubuh berada dalam garis lurus(tidak menekuk atau melengkung pada tulang punggung dan pantat terlipat ke dalam). Menjaga tulang belakang pada posisi netral dan tarik perut bawah. Pertahankan 5–10 detik dan tetap bernafas secara normal , pengulangan 10 kali (Williams & Lippincott, 2007). l. Swimming Gerakan ini untuk menguatkan otot-otot ekstensor punggung, tetapi dalam melakukan gerakan ini tulang belakang harus tetap memanjang dan dibantu dari otot-otot perut. Posisi tidur tengkurap kaki lurus dan tangan lurus, lalu pelahan-lahan mengangkat dada menjauh dari lantai dan pelahan lahan angkat tungkai menjauh dari lantai,dalam latihan ini yang dibutuhkan adalah koordinasi dan sadar bernafas hal ini dikarnakan pada saat melakukan gerakan dada dan tungkai digerakan ke atas maka lakukan inspirasi lakukan gerakan ini selama 5–10 detik dan pengulangan 10 kali (Williams & Lippincott, 2007). 35 3. Pendinginan a. Breathing Exercise Pasien berdiri kemudian menarik nafas dalam lewat hidung sambil mengangkat ke dua tangan selanjutnya hembuskan nafas lewat mulut diikuti menurunkan ke dua tangan. Lakukan 8 x hitungan (Williams & Lippincott, 2007). b. Berjalan santai Pasien hanya berjalan santai mengelilingi ruang gymnasium selama 3 menit (Williams & Lippincott, 2007).