Majalah Dit-TK-SD Depdiknas “FASILITATOR”

advertisement
Majalah Dit-TK-SD Depdiknas “FASILITATOR”, terbit di
Jakarta, Edisi April 2007
_______________________________________________
MENGEMBANGKAN KOMPETENSI PEDAGOGIK
GURU INDONESIA
Oleh : Ki Supriyoko
A.
PENGANTAR
Undang-Undang (UU) Republik Indonesia (RI) No.14 Tahun 2005
tentang Guru dan Dosen, atau ada yang biasa menyebutnya sebagai UU
Guru, telah diberlakukan; dan diberlakukannya UU ini diperkirakan akan
membawa perubahan yang signifikan dalam pendidikan nasionala apabila
dapat dijalankan sebagaimana mestinya.
Pasal 8 UU tersebut secara eksplisit menyebutkan bahwa guru wajib
memiliki kualifikasi akademik, kompetensi, sertifikat pendidik, sehat
jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan
pendidikan nasional. Sementara itu Pasal 10 ayat (1) menyebutkan bahwa
kompetensi guru sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 meliputi kompetensi
pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi
profesional yang diperoleh melalui pendidikan profesi.
2
Memang banyak pengertian kompetensi. Setiap pakar pendidikan,
pakar kurikulum, lembaga pendidikan dan/atau lembaga profesi terkadang
mendefinisi kompetensi menurut versinya masing-masing. Dalam keadaan
seperti ini kita tidak perlu menilai mana definisi yang paling benar karena
masing-masing tentu telah dipertimbangkan kurang dan lebihnya.
Kalau kita mengacu pada UU Guru tersebut maka yang dimaksud
kompetensi adalah seperangkat pengetahuan, keterampilan, dan perilaku
yang harus dimiliki, dihayati, dan dikuasai oleh guru atau dosen dalam
melaksanakan tugas keprofesionalan. Hal ini ditulis secara eksplisit dalam
Ketentuan Umum Bab I Pasal 1 Butir 10. Sementara itu kalau kita mengacu
Kepmendiknas No. 043/U/2002 maka yang dimaksud kompetensi adalah
seperangkat tindakan cerdas dan penuh tanggung jawab dalam melaksanakan tugas-tugas sesuai dengan pekerjaan tertentu.
B.
KOMPETENSI PEDAGOGIK
Secara etimologis pedagogik berasal dari kata Yunani ‘paid’ artinya
anak serta ‘agogos’ artinya membimbing. Jadi pedagogik diartikan sebagai
membimbing anak atau lebih populernya mengajar anak. Pedagogik sering
disandingkan dengan kata andragogik yang berarti membimbing orang
dewasa atau bahasa populernya mengajar orang dewasa. Oleh karena pedagogik itu sering diartikan dengan pengajaran maka kompetensi pedagogik
sering disamakan dengan istilah kompetensi pengajaran.
3
Dalam Pasal 3 Butir a Penjelasan PP No.19 Tahun 2005 tentanng
Standar Nasional Pendidikan disebutkan yang dimaksud dengan kompetensi
pedagogik adalah kemampuan mengelola pembelajaran peserta didik yang
meliputi pemahaman terhadap peserta didik, perancangan dan pelaksanaan
pembelajaran, evaluasi hasil belajar, dan pengembangan peserta didik untuk
mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya.
Selanjutnya di dalam dokumen “Panduan Pelaksanaan Sertifikasi
Guru Tahun 2006” yang telah disusun bersama Direktorat Ketenagaan
Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi dengan Direktorat Profesi Pendidik
Direktorat Jenderal PMPTK Depdiknas (2006) disajikan pengertian yang
lengkap. Pada halaman 1 s/d 7 dokumen ini disebutkan bahwa kompetensi
pedagogik meliputi pemahaman terhadap peserta didik, perancangan dan
pelaksanaan pembelajaran, evaluasi hasil belajar dan pengembangan peserta
didik untuk mengaktualisasikan potensi yang dimilikinya. Secara rinci
setiap subkompetensi dijabarkan menjadi indikator esensial sebagai berikut.
1.
Subkompetensi memahami peserta didik secara mendalam memiliki
indikator esensial: memahami peserta didik dengan memanfaatkan
prinsip-prinsip perkembangan kognitif; memahami peserta didik
dengan memanfaatkan prinsip-prinsip kepribadian; dan mengidentifikasi bekal ajar awal peserta didik.
2.
Merancang pembelajaran, termasuk memahami landasan pendidikan
untuk kepentingan pembelajaran. Subkompetensi ini memiliki indikator esensial: memahami landasan kependidikan; menerapkan teori
belajar dan pembelajaran; menentukan strategi pembelajaran berdasarkan karakteristik peserta didik, kompetensi yang ingin dicapai, dan
4
materi ajar; serta menyusun rancangan pembelajaran berdasarkan
strategi yang dipilih.
3.
Subkompetensi melaksanakan pembelajaran memiliki indikator
esensial: menata latar (seting) pembelajaran; dan melaksanakan pembelajaran yang kondusif.
4.
Subkompetensi merancang dan melaksanakan evaluasi pembelajaran
memiliki indikator esensial: merancang dan melaksanakan evaluasi
(assessment) proses dan hasil belajar untuk menentukan tingkat
ketuntasan belajar (mastery learning); dan memanfaatkan hasil
penilaian belajar untuk perbaikan kualitas program pembelajaran
secara umum.
5.
Subkompetensi mengembangkan peserta didik untuk mengaktualisasi
berbagai potensinya, memiliki indikator esensial: memfasilitasi
peserta didik untuk pengembangan berbagai potensi akademik; dan
memfasilitasi peserta didik untuk nmengembangkan berbagai potensi
nonakademik.
Dari uraian tersebut di atas terlihat dengan jelas bahwa kompetensi
pedagogik berurusan dengan tugas utama guru sebagai pengajar; yang
intinya adalah bagaimana seorang guru dapat melaksanakan pengajaran
dengan baik.
Kompetensi pedagogik memang penting dan memiliki posisi yang
sangat strategis untuk mensukseskan pendidikan baik di dalam ruang kelas
maupun di luar ruang kelas, baik di dalam sekolah maupun di luar sekolah,
5
sebatas masih berada di dalam rambu-rambu pendidikan di sekolah. Dengan
tanpa mengesampingkan penting dan strategisnya tiga jenis kompetensi
lainnya, yaitu kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi
profesional, kompetensi pedagogik memang harus dimiliki, dikuasai dan
sekaligus dipraktekkan oleh setiap guru dalam menjalankan tugas utamanya
sebagai pengajar.
Sebagai pembanding di Amerika Serikat (AS), mengenai pengajaran
memang sangat menonjol dalam formulasi kompetensi pendidik alias guru.
Dalam publikasi Direktorat Pendidikan Luar Biasa Direktorat Jenderal
Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah Depdiknas (2006), “Pengadaan dan Pembinaan Tenaga Kependidikan Dalam Pendidikan Inklusif”
yang dapat diakses melalui situs http://www.dtplb.or.id disebutkan 15 (lima
belas) kompetensi yang perlu dikembangkan oleh guru di AS, yaitu:
1.
Dapat mendiagnosis kebutuhan intelektual, emosi, sosial, dan
fisik siswa.
2.
Dapat merumuskan tujuan-tujuan instruksional yang didasarkan
atas kebutuhan siswa.
3.
Dapat merancang pengajaran sesuai dengan tujuan.
4.
Dapat melaksanakan pengajaran sesuai dengan rancangan
/desain.
5.
Dapat melakukan evaluasi untuk menilai hasil belajar siswa dan
efektivitas pengajaran.
6.
Mampu mengintegrasikan pengajaran sesuai dengan latar belakang siswa.
7.
Mampu melaksanakan model-model pengajaran, dan bisa mengajar keterampilan menurut tujuan tertentu bagi siswa tertentu.
6
8.
Memperlihatkan komunikasi yang lebih efektif dalam kelas.
9.
Mampu menggunakaan sumber-sumber yang sesuai untuk mencapai tujuan pengajaran.
10. Mampu memonitor proses dan hasil belajar serta mampu mengadakan perbaikan pengajaran.
11. Menguasai bidang studi yang akan diajarkannya.
12. Memiliki keterampilan dalam pengelolaan kelas / manajemen
dan organisasi dalam mendorong siswa tumbuh secara menyeluruh (sosial, emosi, fisik, intelek).
13. Sensitif atau peka terhadap kebutuhan dan perasaan diri sendiri
dan kebutuhan serta perasaan orang lain.
14. Mampu bekerja secara efektif dalam kelompok profesional.
15. Mampu menganalisis efektivitas keprofesionalannya dan terus
berusaha memperluas efektivitas tersebut.
Apabila kita perhatikan ke-15 kompetensi guru di AS tersebut dapat
dikatakan bahwa pengajaran menjadi sentral isu bagi guru sebagai penyandang kompetensi tersebut. Hal ini relevan dengan demikian penting dan
strategisnya kompetensi pedagogik bagi guru Indonesia.
C.
PRODUKTIVITAS PENGAJARAN
Bahwa roh dari kompetensi pedagogik adalah pengajaran kiranya
tidak dapat dipungkiri; masalahnya sekarang adalah bagaimana cara untuk
mengembangkan kompetensi pedagogik tersebut pada para guru Indonesia?
Sesungguhnya antara kompetensi pedagogik seorang guru dengan produk-
7
tivitas pengajaran yang dilakukannya mempunyai hubungan asimetris atau
asymmetrical relationship; dalam hal ini kompetensi pedagogik seorang
guru berpengaruh terhadap produktivitas pengajarannya. Dalam hal ini jenis
hubungannya adalah positif, artinya makin tinggi kompetensi akademik
semakin tinggi pula produktivitas pengajarannya, makin rendah kompetensi
pedagogik semakin rendah produktivitas pengajarannya.
Dari postulat tersebut di atas dapat dikonklusi untuk mengembangkan
kompetensi guru dapat dilakukan dengan cara meningkatkan produktivitas
pengajarannya; maksudnya kalau guru berusaha meningkatkan produktivitas pengajaran sama artinya dengan meningkatkan kompetensi pedagogik
bagi pribadinya.
Banyak faktor yang berpengaruh dalam peningkatan produktivitas
pengajaran namun ada tiga faktor yang paling dominan; masing-masing
adalah penguasaan materi pengajaran (subject matter), metodologi penyampaian kepada siswa (methodology), serta orientasi pengajaran (orientation)
itu sendiri.
Penguasaan materi pengajaran bagi seorang guru mutlak diperlukan;
bagaimana guru dapat mengajar dengan produktif kalau materi yang harus
disampaikan kepada siswa tidak dikuasainya. Pengajaran itu sendiri merupakan proses penyampaian pengetahuan (transfer of knowledge) dan ilmu
(transfer of science); artinya pengetahuan dan ilmu yang dikuasai oleh guru
ditransfer atau disampaikan kepada siswa. Jadi mau tidak mau seorang guru
memang harus menguasai pengetahuan dan ilmu yang harus disampaikan
kepada siswa dalam proses pengajaran.
8
Penjurusan yang ada di Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan
(LPTK) tidak lepas dari penguasaan materi pengajaran tersebut. Seorang
guru alumnus Pendidikan Matematika di LPTK seharusnya menguasai
materi pengajaran Matematika yang disampaikan kepada siswa; demikian
pula dengan guru alumnus Pendidikan Bahasa Indonesia, Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn), dan sebagainya.
Bagaimanakah dengan metodologi penyampaian materi pengajaran
kepada siswa? Faktor ini tidak kalah penting dibanding penguasaan materi
pengajaran itu sendiri. Meskipun seorang guru itu cerdas dan menguasai
materi pengajaran akan tetapi kalau tidak menguasai metode pengajaran
sehingga tak mampu menyampaikan materi pengajaran dengan baik kepada
siswa hal itu tidak akan menjadikan pengajarannya produktif. Bagaimana
siswa dapat menyerap materi pengajaran kalau gurunya tidak mampu
menyampaikan materi pengajarannya dengan baik.
Mengenai hal tersebut di atas secara empirik banyak kepala sekolah
yang membandingkan produktivitas pengajaran di antara guru baru alumni
LPTK dan guru baru alumni Non-LPTK. Hasilnya? Dalam hal penguasaan
materi pengajaran memang guru alumni Non-LPTK lebih unggul daripada
guru alumni LPTK, namun demikian dalam hal produktivitas pengajaran
ternyata guru alumni LPTK lebih unggul daripada guru almuni Non-LPTK;
setidak-tidaknya untuk tahun pertama. Mengapa hal itu terjadi? Ya, karena
guru alumni Non-LPTK meskipun penguasaan materinya lebih unggul akan
tetapi tidak dapat menyampaikan materi yang dikuasainya dengan baik.
Kiranya hal ini mudah dimengerti dikarenakan di lembaga Non-LPTK tidak
pernah diajarkan bagaimana caranya menyampaikan materi dengan baik
kepada siswa dikarenakan orientasinya memang tidak untuk mengajar.
9
Bagaimana dengan orientasi pengajaran? Disinilah permasalahannya.
Sebagian besar pengajaran yang terjadi di sekolah, utamanya SD, dilakukan
dengan pendekatan klasikal dan orientasi pengajarannya pada guru (teacher
centered). Permasalahan ini dihadapi oleh kabanyakan guru di Indonesia
sampai sekarang ini.
Pengajaran yang produktif itu sebaiknya berorientasi kepada siswa
(student centered); yaitu pengajaran yang dikembangkan berdasarkan pada
kebutuhan masing-masing siswa serta potensi yang dimiliki oleh masingmasing siswa. Di Tamansiswa ada yang disebut tut wuri handayani, artinya
guru itu tugasnya mengajarkan apa yang dikehendaki siswa serta menurut
kemampuan siswa; manakala siswa itu menemukan kesulitan atau berbuat
terlalu jauh yang melewati batas kepatutan barulah gurunya melakukan
tindakan pembimbingan.
Permasalahan muncul ketika satu kelas hanya diajar oleh satu atau
dua guru; padahal siswanya lebih dari 20 anak dan masing-masing siswa
memiliki kebutuhan yang berbeda serta potensi yang berbeda, atau memiliki
kehendak yang berbeda dan kemampuan yang berbeda. Hal ini tentu saja
menyulitkan guru untuk memberikan perhatian secara individual yang diimplementasikan dalam orientasi pengajarannya. Di Indonesia banyak kelas
yang isinya lebih dari 20 siswa dan hanya diajar oleh seorang guru.Masingmasing siswa memiliki kebutuhan atau kehendak sendiri-sendiri, misalnya
siswa yang cerdas ingin pengajarannya berjalan cepat dan banyak materi
yang diterima, sebaliknya siswa yang tidak cerdas ingin pengajarannya
diulang-ulang serta tidak terlalu banyak materi yang disajikan. Mengenai
potensi atau kemampuan demikian pula halnya; ada siswa yang potensinya
10
tinggi, potensinya sedang, akan tetapi ada pula yang potensinya rendah. Di
luar itu ada siswa yang rajin dan penuh perhatian, namun ada pula siswa
yang malas dan kurang perhatian; bahkan ada pula yang tidak bersungguhsungguh dalam mengikuti pengajaran. Ini semua merupakan realitas yang
menyulitkan guru untuk melakukan pengajaran berorientasi pada siswa;
namun hal ini justru menjadi tantangan menarik bagi para guru.
D.
KESIMPULAN
Kompetensi pedagogik sangatlah penting dan memiliki posisi yang
strategis untuk mensukseskan pendidikan; oleh karenanya setiap guru
hendaklah memiliki, menguasi dan mempraktekkan kompetensi pedagogik
tersebut di atas dalam proses pengajarannya. Cara mengembangkan potensi
pedagogik tersebut adalah berusaha meningkatkan produktivitas pengajaran
dengan menguasai materi pengajaran, menyampaikan materi pengajaran
secara tepat, serta berorientasi kepada siswa dalam proses pengajarannya.
Apabila hal ini dapat dilakukan maka secara otomatis akan berkembanglah
kompetensi pedagogik pada guru Indonesia !!!*****
>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>
Prof. Dr. H. Ki Supriyoko, M.Pd. adalah Guru Besar Universitas Sarjanawiyata
Tamansiswa (UST) Yogyakarta, Pengasuh Pesantren “Ar-Raudhah”
Yogyakarta, dan Wakil Presiden Pan-Pacific Association of Private
Education (PAPE) yang bermarkas di Tokyo, Jepang
KAPASITAS: 1.758 KATA (WORDS)
Download