4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perubahan Iklim Perubahan iklim global sebagai implikasi dari pemanasan global telah mengakibatkan ketidakstabilan atmosfer di lapisan bawah terutama yang dekat dengan permukaan bumi. Perubahan temperatur atmosfer menyebabkan kondisi atmosfer kian tidak stabil dan menimbulkan terjadinya anomali-anomali terhadap parameter cuaca yang berlangsung lama. Dalam jangka panjang anomali-anomali parameter cuaca tersebut akan menyebabkan terjadinya perubahan iklim. Dampak-dampak yang ditimbulkan oleh perubahan iklim tersebut diantaranya adalah: a) Meningkatnya frekuensi bencana alam/cuaca ekstrim seperti tanah longsor, banjir, kekeringan, dan badai tropis b) Mengancam ketersediaan air c) Mengakibatkan pergeseran musim dan perubahan pola hujan d) Menurunkan produktivitas pertanian e) Peningkatan temperatur akan mengakibatkan kebakaran hutan f) Mengancam biodiversitas dan keanekaragaman hayati (Susandi et al. 2008). Beberapa daerah tertentu di Indonesia sangat rentan terhadap berbagai bahaya perubahan iklim antara lain seperti kekeringan, banjir, tanah longsor, dan kenaikan permukaan air laut. Hal ini sangat signifikan pengaruhnya terhadap kehidupan masyarakat dan keadaan sumberdaya alam (Lietmann 2009). Pemanasan yang terjadi pada sistem iklim bumi merupakan hal yang jelas terasa, seiring dengan banyaknya bukti dari pengamatan kenaikan temperatur udara dan laut, pencairan salju dan es di berbagai tempat di dunia, dan naiknya permukaan laut global. Pemanasan global dapat menyebabkan terjadi perubahan yang signifikan dalam sistem fisik dan biologis. Perubahan seperti peningkatan intensitas badai tropis, perubahan pola angin, mempengaruhi masa reproduksi hewan dan tanaman, distribusi spesies dan ukuran populasi, frekuensi serangan hama dan wabah penyakit. Selain itu, pemanasan global juga dapat mempengaruhi berbagai ekosistem yang berlokasi tinggi dan ekosistem-ekosistem pantai (IPCC 2007). Perubahan iklim terjadi karena banyaknya CO2 di atmosfer. Keadaan ini memberikan dampak terhadap ekosistem hutan dan kehidupan manusia, terutama mereka yang berdomisili di negara berkembang yang kondisi sosial ekonominya 5 dan penghidupannya bergantung pada hutan. Hasil penelitian di berbagai negara antara lain menunjukkan adanya perubahan fenologi dan produktivitas tumbuhan, pergerakan spesies, jumlah populasi tumbuhan pohon, merebaknya serangga, dan perubahan distribusi spesies (Ayres et al. 2009). 2.2 Strategi Adaptasi Konsep-konsep kunci dalam kajian adaptasi sosial budaya adalah perilaku adaptif (adaptive behavior), tindakan strategis (strategic action) dan strategi adaptasi (adaptive strategy). Perilaku adapatif menunjukkan bentuk perilaku menyesuaikan cara-cara pada tujuan, mencapai kepuasan, melakukan pilihanpilihan secara aktif maupun pasif. Tindakan strategis lebih spesifik menunjuk pada perilaku aktif yang dirancang untuk mencapai tujuan. Sedangkan strategi adaptasi menunjuk pada tindakan spesifik yang dipilih oleh individu dalam proses pengambilan keputusan dengan suatu derajat keberhasilan yang dapat diperkirakan (Bates 2001). Indonesia sekarang ini sudah rentan terhadap risiko bencana alam, seperti banjir, longsor, erosi, badai tropis, kekeringan, dan akan menghadapi risiko yang lebih besar lagi ke depan akibat perubahan iklim. Apabila langkah-langkah penanganan yang konkret tidak segera dilaksanakan, maka target-target Pembangunan Milenium (Millennium Development Goals) untuk bidang-bidang yang berkaitan dengan kemiskinan, kelaparan, dan kesehatan akan sulit dicapai. Adapun kemungkinan target-target pembangunan yang telah tercapai selama puluhan tahun ini juga terancam (Hilman 2007). Oleh karena itu, adaptasi perubahan iklim harus diimplementasikan dalam kerangka pembangunan berkelanjutan dengan mengintegrasikan aspek ekonomi, sosial, dan ekologi. Agenda adaptasi perubahan iklim difokuskan pada area yang rentan terhadap perubahan iklim, yakni sumber daya air, pertanian, perikanan, pesisir dan laut, infrastruktur dan pemukiman, kesehatan, dan kehutanan. Berdasarkan tujuan pembangunan, maka agenda adaptasi dalam strategi pembangunan perlu disusun dalam rentang waktu yaitu: 1. Bersifat segera Membangun kemampuan dan ketahanan dalam menghadapi anomali iklim atau variabilitas iklim saat ini. Pertama dengan program pengurangan resiko 6 bencana terkait iklim melalui program penghutanan kembali, penghijauan terutama di kawasan hutan atau lahan yang kritis, baik di hulu maupun di hilir (kawasan pesisir) dengan keterlibatan masyarakat. Kedua peningkatan kesadaran dan penyebarluasan informasi perubahan iklim dan informasi adaptasi pada berbagai tingkat masyarakat terutama untuk masyarakat yang rentan sebagai tindakan kesiapsiagaan dini dan peningkatan kesadaran tentang bencana iklim yang semakin meningkat. Selanjutnya dengan peningkatan kapasitas pengkajian ilmiah tentang perubahan iklim dan dampaknya, upaya pengendaliannya serta mengembangkan model proyeksi perubahan iklim jangka pendek, menengah dan panjang untuk skala lokal atau regional. Peningkatan kapasitas untuk mengintegrasikan perubahan iklim dengan mengutamakan adaptasi perubahan iklim kedalam perencanaan, perancangan infrastruktur, pengelolaan konflik, dan pembagian kawasan air tanah untuk institusi pengelolaan air. Pengarus-utamaan adaptasi perubahan iklim kedalam kebijakan dan program di berbagai sektor (dengan fokus pada penanggulangan bencana, pengelolaan sumberdaya air, pertanian, kesehatan dan industri). 2. Jangka menengah dan panjang Pengembangan sistem infrastruktur, tata-ruang, sektor-sektor yang tahan dan tanggap terhadap perubahan iklim. Selain itu, program pengembangan penataan kembali tata ruang wilayah pada kawasan pantai perlu dilakukan (Hilman 2007). 2.3 Masyarakat Desa Hutan Masyarakat desa hutan merupakan masyarakat yang dalam bersikap, berpikir dan bertindak selalu berpegang teguh pada norma dan adat kebiasaan yang ada secara turun-temurun (Kepdirjen No.109/Kpts/V/1997). Sedangkan pengertian masyarakat menurut Peraturan Pemerintah No. 16 tahun 2005 adalah kumpulan orang yang mempunyai kepentingan sama yang tinggal di daerah yuridiksi yang sama. Masyarakat dalam pengertian sosiologi tidak dipandang sebagai suatu kumpulan individu-individu semata. Masyarakat merupakan suatu pergaulan 7 hidup, oleh karena manusia hidup bersama. Seleksi masyarakat pengguna hutan dapat dilakukan dengan memperhatikan 2 hal, yaitu pengertian tentang masyarakat dan tipologi masyarakat. Masyarakat (community) adalah sekumpulan orang yang mendiami suatu tempat tertentu, yang terikat dalam suatu norma, nilai dan kebiasaan yang disepakati bersama oleh kelompok yang bersangkutan. Tipologi masyarakat adalah pengelompokan masyarakat, baik berdasarkan sumber mata pencaharian masyarakat (misalnya masyarakat petani, masyarakat perkebunan, masyarakat nelayan, masyarakat hutan), maupun berdasarkan wilayah tinggalnya (masyarakat desa atau rural community, dan masyarakat kota (Afri et al. 2008).