TUGAS HUKUM INTERNASIONAL Sengketa Kepulauan Paracel Disusun Oleh : Rendy (205120076) FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS TARUMANAGARA LEGAL FACT : 1. Kepulau Paracel merupakan Kepulauan yang terletak diantara negara Vietnam dan China. 2. Secara geografis, kepulauan Paracel terletak di perairan laut China Selatan. Kepulauan ini terdiri dari 30 pulau yang menyebar hingga 15.000 Km2.[1] Kepulauan ini tidak berpenghuni mengingat kondisi tanahnya yang berupa karang dan gumukan pasir sehingga tidak memungkinkan untuk ditinggali. Selain itu tidak adanya air bersih di kepulauan tersebut juga menjadi salah satu penyebab tidak dihuninya kepulauan tersebut. 3. Kepulauan Paracel merupakan surga bagi sumber daya alam. Di dalam kepulauan ini tersimpan berbagai macam jenis ikan dan potensi kelautan lainnya. Kondisi lingkungan kepulauan Paracel yang tidak teratur jusru menjadi tempat yang ideal bagi pertumbuhan ikan. Kepulauan ini sering dijadikan sebagai benteng pertahanan alami oleh para biota laut dari serangan predator. 4. Pada tahun 1974 pernah terjadi konflik di perairan tersebut yang melibatkan angkatan bersenjata Vietnam dan China. Konflik tersebut menelan 18 tentara yang berasal dari kedua belah pihak. 5. Menurut China, Kepulauan Paracel sudah ditemukan oleh petualang China sejak Dinasti Song. Penemuan ini ditandai dengan adanya beberapa peninggalan budaya dari China yang kemungkinan besar berasal dari wilayah Tang pada masa Dinasti Song. Klaim ini dipertegas dengan catatan buku Wujing Zongyao yang menyebutkan bahwa kepulauan tersebut telah dimasukkan oleh pemerintah Song ke dalam wilayahnya dengan nama kepulauan Changsa. 6. Ketika Dinasti Yuan mengalami kejatuhan, kepulauan Changsa tersebut kembali dikelola oleh Dinasti Ming (1368-1644) dan Dinasti Qing (16441922). Kepulauan Changsa dan Kepulauan Shitang dimasukkan kedalam wilayah administratif Pulau Hainan. Pada masa ini, Kepulauan Changsa pernah berkali-kali menjadi sumber sengketa antara Dinasti Qing dengan negara lain. 7. Dinasti Qing pernah bersengketa dengan Jerman pada tahun 1883 karena masalah kepulauan ini. Ceritanya bermula saat Jerman melakukan kegiatan survei terhadap kepulauan Changsa dan Shitang, kegiatan ini mendapat tentangan keras dari Dinasti Qing. Protes keras tersebut ternyata membuahkan hasil, Jerman tidak lagi melanjutkan kegiatan survei di kepulauan tersebut. 8. Demikian pula dengan Perancis yang saat itu melakukan pendudukan terhadap daerah Indocina. Dinasti Qing langsung mengadakan perjanjian dengan Perancis yang dikenal dengan nama Perjanjian Sino-Perancis 1887. Dalam perjanjian tersebut diatur tentang masalah batas-batas antara wilayah koloni Perancis dengan kekuasaan Dinasti Qing. Disebutkan bahwa Perancis hanya menguasai wilayah Indocina, adapun kepulauan yang ada di sekitarnya meliputi Kepulauan Changsa dan Kepulauan Shitang berada dibawah kekuasaan Dinasti Qing. Garis yang memisahkan antara kekuasaan Dinasti Qing dengan kekuasaan Perancis ini dikenal dengan nama garis batas Sino-Tonkin. 9. Barulah pada tahun 1910, pemerintah Qing mulai mengembangkan kepulauan tersebut dengan mengundang berbagai pedagang China untuk berinvestasi di kepulauan tersebut dan melakukan berbagai kontrak pengembangan pulau-pulau di Laut China Selatan. Pemerintah Qing memberikan jaminan perlindungan dan pelayanan terhadap setiap pedagang yang bersedia untuk bekerjasama dan berinvestasi di kepulauan tersebut. 10. Namun sayangnya program pengembangan tersebut tidak berlangsung lama karena beberapa tahun kemudian terjadi guncangan politik yang dahsyat hingga menyebabkan kejatuhan Dinasti Qing. Sistem pemerintahan di China beralih menjadi sistem yang modern, kepulauan Paracel dan kepulauan di laut China Selatan lainnya berada dibawah yurisdiksi Provinsi Guangdong. 11. Program pengembangan Kepulauan Paracel kembali dibuka pada tahun 1921. Pemerintah China mengganti nama Kepulauan Paracel dari Changsa menjadi Xi Sha. Pemerintah China memberikan lisensi dan kontrak kepada para pedagang China yang berinvestasi di kepulauan tersebut. 12. Pada masa ini, China kembali bermasalah dengan Perancis. Permasalahan ini terjadi karena Perancis secara sepihak telah mengokupasi Kepulauan Paracel dan membatalkan perjanjian yang telah terjadi dengan Dinasti Qing. Tentara Perancis yang awalnya hanya menguasai wilayah Indocina, semakin merambah hingga ke Kepulauan Paracel. Pada tanggal 27 Juli 1932, Kementerian Luar Negeri China mengirimkan utusan ke Perancis untuk melakukan protes kepada Kementerian Luar Negeri Perancis. 13. Pada tanggal 30 November 1932, China kembali melakukan protes ke konsulat Perancis yang ada di Guagzhou terkait masalah kepulauan Xi Sha (Paracel). Namun protes tersebut tidak digubris, tentara Perancis justru semakin aktif memperluas invansi ke kepulauan tersebut. Pada tanggal 3 Juli 1938, Perancis berhasil mengokupasi seluruh pulau yang ada di Kepulauan Xi Sha. 14. Selama Perang Dunia Kedua, Jepang berhasil mengusir tentara Perancis dan merebut Kepulauan Paracel dari tangan Perancis. Namun kekuasaan Jepang tidak dapat berlangsung lama karena pada tahun 1946, Jepang mengalami kekalahan dalam perang melawan China sehingga penguasaan Kepulauan Paracel dikembalikan kedalam otoritas China hingga saat ini. 15. Menurut Vietnam, Kepulauan Paracel sebenarnya sudah lama berada dibawah kekuasaan Vietnam. Disebutkan bahwa pada abad ke-15, kepulauan tersebut sudah menjadi lokasi perdagangan dan eksplorasi produk kelautan oleh masyarakat Vietnam. Di bawah pemerintahan Kaisar Lê Thánh Tông, Vietnam banyak melakukan kegiatan komersial di kepulauan tersebut. 16. Status kepemilikan Vietnam terhadap Kepulauan Paracel dibuktikan dengan adanya ensiklopedia kuno yang diterbitkan oleh Đỗ Bá Công Đạo, seorang ahli geografi Vietnam pada masa pemerintahan Trịnh Căn (1680- 1705). Ensiklopedia yang berjudul Thiên Nam Tứ Chí Lộ Đồ terdiri dari empat bagian yang membahas tentang lokasi Vietnam secara detail. 17. Ensiklopedia tersebut sengaja diterbitkan dan disebar ke seluruh kerajaan yang ada di Asia Tenggara dengan tujuan agar hubungan antara kerajaan Vietnam dengan kerajaan disekitarnya dapat terjalin dengan baik. Selain itu, ensiklopedia tersebut bertujuan untuk memudahkan kapal dagang yang hendak singgah ke Vietnam. Di dalam ensiklopedia tersebut terdapat keterangan jalan yang harus ditempuh untuk mencapai Thang Long, ibukota Đại Việt dari segala arah. 18. Tidak hanya itu, ensiklopedia ini juga memuat secara detail tentang keterangan pulau-pulau kecil yang ada di kepulauan Paracel. Saat itu Kepulauan Paracel diberi nama Bãi Cát Vàng. Ini menjadi bukti bahwa masyarakat Vietnam juga melakukan penelitian dan survei terhadap Kepulauan Bãi Cát Vàng. 19. Ensiklopedia ini semakin dikembangkan oleh masyarakat Vietnam. Pada masa kepemimpinan Lê Thánh Tông, muncul sebuah atlas terbaru yang diberi nama Hồng Đức Bản Đồ. Atlas ini semakin disempurnakan dengan munculnya ensiklopedia baru yang berjudul Đường từ phủ Phụng Thiên đến Chiêm Thành. Dalam berbagai atlas dan ensiklopedia itu termuat berbagai keterangan dan gambar yang menjelaskan tentang masalah Kepulauan Bãi Cát Vàng. 20. Lalu ada lagi peta bernama Lịch Triều Hiến Chương Loại Chí yang diterbitkan oleh Phan Huy Chú, seorang sejarawan dan Menteri Konstruksi era Kaisar Minh pada tahun 1821. Kemudian muncul peta Đại Nam Thống Nhất Toàn Đồ yang terbit pada tahun 1838. Berbagai jenis peta tersebut sering dijadikan sebagai dasar kepemilikan Vietnam atas Kepulauan tersebut. 21. Namun bukan berarti bukti yang dimiliki oleh Vietnam hanya berupa gambar peta saja. Vietnam juga memiliki bukti nyata berupa berbagai peninggalan pada zaman dahulu. Berdasarkan catatan sejarah, pada tahun 1833 Kaisar Minh Mạng pernah memerintahkan Kementerian Konstruksi untuk membangun sebuah kuil, pilar tegak dan pepohonan di kepulauan tersebut dengan tujuan sebagai penanda navigasi dan mempermudah pelayaran. Pada tahun 1835, Kaisar kembali membangun sebuah kuil dengan layar angin dan pilar tegak di pulau Bàn Than Thạch. Kaisar juga memrintahkan pembangunan kuil kayu di berbagai pulau yang ada di kepulauan tersebut. 22. Namun sayangnya pada tahun 1858, Vietnam jatuh di tangan Napoleon III. Pasukan Perancis menguasai negara tersebut berikut kepulauan yang ada di sekitarnya. Sejak saat itu status kepemilikan Kepulauan Bãi Cát Vàng menjadi tidak jelas, nama kepulauan pun diubah menjadi Kepulauan Paracel. Namun masyarakat Vietnam enggan menggunakan nama tersebut dan mengganti menjadi Kepulauan Hoang Sa. 23. Secara perlahan, Vietnam mulai kehilangan kontrolnya atas kepulauan tersebut, karena selama dianeksasi oleh Perancis, masalah kepulauan tersebut banyak diurus oleh Perancis. Bahkan saat terjadi sengketa dengan China terkait status kepemilikan kepulauan tersebut, Perancis yang maju dan menjadi wakil dalam Perjanjian Internasional San Fransisco. 24. Kondisi ini kian diperparah dengan terpecahnya Vietnam kedalam dua bagian yakni; Vietnam Utara dan Vietnam Selatan. Perpecahan ini membuat Vietnam semakin kehilangan kontrol akan Kepulauan Hoang Sa. Selain itu, perpecahan ini juga menimbulkan suatu masalah politis baru dimana Vietnam Utara mengeluarkan dokumen resmi yang mengatakan bahwa Kepulauan Hoang Sa merupakan milik sah China. 25. Pada tanggal 4 September 1958, pemerintah Republik Rakyat China mendeklarasikan luas wilayahnya yang baru dengan mencantumkan Kepulauan Xi Sha (Paracel) dan Nánshā Qúndǎo (Spratly) sebagai bagian dari wilayahnya. 26. Sejak saat itu, Kepulauan Paracel dikuasai oleh China. Belum ada lagi perlawanan berarti yang dilakukan oleh Vietnam dalam memperebutkan Kepulauan Paracel. China bahkan sudah mengembangkan kepulauan tersebut menjadi lebih maju. Pulau Woody yang pernah menjadi lokasi pendirian kuil pada era Kaisar Minh Mang, diubah menjadi kawasan wisata oleh pemerintah China. ISSUE : Mengapa Vietnam Berhak atas Kepulauan Paracel? Mengapa China Berhak atas Kepulauan Paracel? Bagaimana penyelesaian sengketa Kepulauan Paracel? RULES : Konvensi Hukum Laut PBB tahun 1982. Declaration on the Conduct of Parties in South China Sea 2002. konsep landas kontinen dan ZEE United Nation‟s Convention on the Law of the Sea 1982 APPLICATION 1. Alasan kepemilikan Kepulauan Paracel oleh Vietnam : Vietnam melakukan klaim atas kepulauan Paracel atas dasar historis. 15. Menurut Vietnam, Kepulauan Paracel sebenarnya sudah lama berada dibawah kekuasaan Vietnam. Disebutkan bahwa pada abad ke-15, kepulauan tersebut sudah menjadi lokasi perdagangan dan eksplorasi produk kelautan oleh masyarakat Vietnam. Di bawah pemerintahan Kaisar Lê Thánh Tông, Vietnam banyak melakukan kegiatan komersial di kepulauan tersebut. Status kepemilikan Vietnam terhadap Kepulauan Paracel dibuktikan dengan adanya ensiklopedia kuno yang diterbitkan oleh Đỗ Bá Công Đạo, seorang ahli geografi Vietnam pada masa pemerintahan Trịnh Căn (1680-1705). Ensiklopedia yang berjudul Thiên Nam Tứ Chí Lộ Đồ terdiri dari empat bagian yang membahas tentang lokasi Vietnam secara detail. Ensiklopedia ini semakin dikembangkan oleh masyarakat Vietnam. Pada masa kepemimpinan Lê Thánh Tông, muncul sebuah atlas terbaru yang diberi nama Hồng Đức Bản Đồ. Atlas ini semakin disempurnakan dengan munculnya ensiklopedia baru yang berjudul Đường từ phủ Phụng Thiên đến Chiêm Thành. Dalam berbagai atlas dan ensiklopedia itu termuat berbagai keterangan dan gambar yang menjelaskan tentang masalah Kepulauan Bãi Cát Vàng. Vietnam mendeklarasikan kepemilikannya atas Kepulauan Paracel pada tahun 1975. 2. Alasan kepemilikan Kepulauan Paracel oleh China : Klaim atas dasar sejarah China, menurut China, Kepulauan Paracel sudah ditemukan oleh petualang China sejak Dinasti Song. Penemuan ini ditandai dengan adanya beberapa peninggalan budaya dari China yang kemungkinan besar berasal dari wilayah Tang pada masa Dinasti Song. Klaim ini dipertegas dengan catatan buku Wujing Zongyao yang menyebutkan bahwa kepulauan tersebut telah dimasukkan oleh pemerintah Song ke dalam wilayahnya dengan nama kepulauan Changsa. Dinasti Qing pada tahun 1887 mengadakan perjanjian dengan Perancis yang dikenal dengan nama Perjanjian Sino-Perancis 1887. Dalam perjanjian tersebut diatur tentang masalah batas-batas antara wilayah koloni Perancis dengan kekuasaan Dinasti Qing. Disebutkan bahwa Perancis hanya menguasai wilayah Indocina, adapun kepulauan yang ada di sekitarnya meliputi Kepulauan Changsa (saat ini bernama Kepulauan Pracel) dan Kepulauan Shitang berada dibawah kekuasaan Dinasti Qing. Pada tahun 1930-an Perancis menduduki kepulauan Paracel. Lalu selama Perang Dunia Kedua, Jepang berhasil mengusir tentara Perancis dan merebut Kepulauan Paracel dari tangan Perancis. Namun kekuasaan Jepang tidak dapat berlangsung lama karena pada tahun 1946, Jepang mengalami kekalahan dalam perang melawan China sehingga penguasaan Kepulauan Paracel dikembalikan kedalam otoritas China hingga saat ini. 3. Kemungkinan cara cara penyelesaian sengketa Kepulauan Paracel : 1). Negosiasi Negosiasi merupakan teknik penyelesaian sengketa yang paling tradisional dan paling sederhana. Teknik negosiasi tidak melibatkan pihak ketiga, hanya berpusat pada diskusi yang dilakukan oleh pihak-pihak yang terkait. Perbedaan persepsi yang dimiliki oleh kedua belah pihak akan diperoleh jalan keluar dan menyebabkan pemahaman atas inti persoalan menjadi lebih mudah untuk dipecahkan. 2). Mediasi dan jasa-jasa baik (Mediation and good offices) Mediasi merupakan bentuk lain dari negosiasi, sedangkan yang membedakannya adalah keterlibatan pihak ketiga. Pihak ketiga hanya bertindak sebagai pelaku mediasi (mediator), komunikasi bagi pihak ketiga disebut good offices. Seorang mediator merupakan pihak ketiga yang memiliki peran aktif untuk mencari solusi yang tepat guna melancarkan terjadinya kesepakatan antara pihak-pihak yang bertikai. Mediasi hanya dapat terlaksana dalam hal para pihak bersepakat dan mediator menerima syarat-syarat yang diberikan oleh pihak yang bersengketa. Perbedaan antara jasa-jasa baik dan mediasi adalah persoalan tingkat. Kasus jasa-jasa baik, pihak ketiga menawarkan jasa untuk mempertemukan pihak-pihak yang bersengketa dan mengusulkan (dalam bentuk syarat umum) dilakukannya penyelesaian, tanpa secara nyata ikut serta dalam negosiasi-negosiasi atau melakukan suatu penyelidikan secara seksama atas beberapa aspek dari sengketa tersebut. Mediasi, sebaliknya, pihak yang melakukan mediasi memiliki suatu peran yang lebih aktif dan ikut serta dalam negosiasi-negosiasi serta mengarahkan pihak-pihak yang bersengketa sedemikian rupa sehingga jalan penyelesaiannya dapat tercapai, meskipun usulan-usulan yang diajukannya tidak berlaku terhadap para pihak. 3). Konsiliasi (Conciliation) Menurut the Institute of International Law melalui the Regulations the Procedur of International Conciliation yang diadopsinya pada tahun 1961 dalam Pasal 1, konsiliasi disebutkan sebagai suatu metode penyelesaian pertikaian bersifat internasional dalam suatu komisi yang dibentuk oleh pihak-pihak, baik sifatnya permanen atau sementara berkaitan dengan proses penyelesaian pertikaian. Istilah konsiliasi (conciliation) mempunyai arti yang luas dan sempit. Pengertian luas konsiliasi mencakup berbagai ragam metode di mana suatu sengketa diselesaikan secara damai dengan bantuan negara-negara lain atau badan-badan penyelidik dan komitekomite penasehat yang tidak berpihak. Pengertian sempit, konsiliasi berarti penyerahan suatu sengketa kepada sebuah komite untuk membuat laporan beserta usul-usul kepada para pihak bagi penyelesaian sengketa tersebut. Menurut Shaw, laporan dari konsiliasi hanya sebagai proposal atau permintaan dan bukan merupakan konstitusi yang sifatnya mengikat. Proses konsiliasi pada umumnya diberikan kepada sebuah komisi yang terdiri dari beberapa orang anggota, tapi terdapat juga yang hanya dilakukan oleh seorang konsiliator. 4). Penyelidikan (Inquiry) Metode penyelidikan digunakan untuk mencapai penyelesaian sebuah sengketa dengan cara mendirikan sebuah komisi atau badan untuk mencari dan mendengarkan semua bukti-bukti yang bersifat internasional, yang relevan dengan permasalahan. Dengan dasar bukti-bukti dan permasalahan yang timbul, badan ini akan dapat mengeluarkan sebuah fakta yang disertai dengan penyelesaiannya. Pada tanggal 18 Desember 1967, Majelis Umum Perserikatan BangsaBangsa mengeluarkan resolusi yang menyatakan pentingnya metode pencarian fakta (fact finding) yang tidak memihak sebagai cara penyelesaian damai dan meminta negara-negara anggota untuk lebih mengefektifkan metode-metode pencarian fakta. Serta meminta Sekertaris Jenderal untuk mempersiapkan suatu daftar para ahli yang jasanya dapat dimanfaatkan melalui perjanjian untuk pencarian fakta dalam hubungannya dengan suatu sengketa. 5). Penyelesaian di bawah naungan organisasi Perserikatan Bangsa-Bangsa Amanat yang disebutkan dalam Pasal 1 Piagam Perserikatan BangsaBangsa, salah satu tujuannya adalah untuk memelihara perdamaian dan keamanan internasional. Tujuan tersebut sangat terkait erat dengan upaya penyelesaian sengketa secara damai. Isi Piagam PBB tersebut di antaranya memberikan peran penting kepada International Court of Justice (ICJ) dan upaya penegakannya diserahkan pada Dewan Keamanan. Berdasarkan Bab VII Piagam PBB, DK dapat mengambil tindakan-tindakan yang terkait dengan penjagaan atas perdamaian. Sedangkan Bab VI, Dewan Keamanan juga diberikan kewenangan untuk melakukan upaya-upaya yang terkait dengan penyelesaian sengketa. Melalui pasal 2 piagam PBB, anggotaanggota PBB harus berusaha menyelesaikan sengketa-sengketa mereka melalui cara-cara damai dan menghindarkan ancaman perang /penggunaan kekerasan. 6). Arbitrase Arbitrase merupakan penyelesaian sengketa secara damai yang dilakukan dengan cara menyerahkan penyelesaian sengketa kepada orang-orang tertentu, yaitu arbitrator yang dipilih bebeas oleh pihak yang bersengketa. Dalam proses arbitrasi ada prosedur yang harus ditempuh yaitu: · Masing-masing Negara yang bersengketa tersebut menunjuk 2 arbitrator. Salah seorang diantaranya boleh warga Negara mereka sendiri, atau didipilih dari orang-orang yang dinominasikan oleh Negara itu sebagai anggota panel mahkamah arbitrasi. · Para arbitrator tersebut kemudian memilih seorang wasit yang bertindak sebagai ketua dari pengadilan arbitrasi tersebut. · Putusan diberikan melalui suara terbanyak. 7). Penyelesaian yudisial Adalah suatu penyelesaian sengketa internasional melalui suatu pengadilan internasional yang dibentuk sebagaimana mestinya, dengan memberlakukan kaidah-kaidah hukum. Lembaga pengadilan internasional yang berfungsi sebaai organ penyelesaian yudisial dalam masyarakat internasional adalah International Court of Justice. CONCLUSION Memang sampai saat ini belum juga ditemukan titik terang mengenai sengketa kepulauan Paracel ini. Namun berdasarkan Conduct of Parties in South China Sea 2002 maka sengketa ini akan diselesaikan secara damai. Melalui ASEAN Regional Forum (ARF) membentuk suatu manajeman penyelesaian konflik secara damai bagi negara anggota ASEAN dan Cina. Salah satu produk ARF untuk mendamaikan konflik di wilayah tersebut, dikeluarkanlah The Declaration on the Conduct of Parties in South China Sea yang diratifikasi pada 4 November 2002. Dalam deklarasi antara ASEAN dan Cina ini disepakati bahwa sengketa territorial di Laut Cina Selatan tidak akan menjadi isu internasional atau isu multilateral. Delapan tahun setelah deklarasi ASEAN dengan Cina mengenai konflik Laut Cina Selatan diratifikasi, kejelasan status atas kepemilikan Kepulauan Spratly dan Paracel belum menemukan titik terang.