BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Nyeri orofasial sering menjadi alasan bagi para pasien datang ke dokter gigi. Nyeri pada daerah mulut paling sering disebabkan oleh adanya kelainan di daerah odontogenik, seperti adanya karies gigi, abses dentoalveolar akut, kehilangan restorasi gigi. Akan tetapi ada beberapa nyeri orofasial yang tidak disebabkan oleh adanya kelainan odontogenik. Salah satunya adalah Trigeminal neuralgia.1,2 Trigeminal neuralgia adalah nyeri pada sebagian wajah yang jarang terjadi dan melibatkan nervus trigeminus. Nervus ini adalah nervus kranial kelima yang mempersarafi daerah kulit wajah, kulit kepala, konjungtiva, rongga hidung, 2/3 anterior lidah, otot-otot pengunyahan dan fosa kranial bagian tengah.3 Trigeminal neuralgia disebut juga dengan tic douloureux. International Association for the Study of Pain (IASP) mendefinisikan Trigeminal neuralgia sebagai nyeri yang tiba-tiba, biasanya unilateral atau terjadi pada satu sisi wajah, bersifat tajam, hebat, singkat, dan berulang yang berdistribusi pada satu atau lebih cabang dari saraf trigeminal atau saraf kranial kelima.4 Etiologi Trigeminal neuralgia menurut Love dan Coakham (2001) adalah sebagian besar disebabkan oleh adanya penekanan pada serabut saraf trigeminal. Beberapa kasus disebabkan gangguan demielinasi primer. Pada kasus yang jarang disebabkan oleh gangguan infiltrasi pada serabut saraf trigeminal, ganglion karena adanya tumor atau amiloid. Adanya infark kecil atau angioma pada pons dan medulla, dan beberapa kasus dengan etiologi yang tidak diketahui atau idiopatik.5 Gambaran klinis Trigeminal neuralgia berupa nyeri yang biasanya dirasakan pada daerah mata, bibir, hidung, kulit kepala, dahi, dan rahang serta pada sebagian besar kasus terbatas pada satu bagian sisi wajah (95%). Ada juga beberapa kasus yang mengatakan bahwa rasa nyeri terjadi secara bilateral namun tidak pada waktu yang bersamaan.6,7 Klasifikasi Trigeminal neuralgia menurut The International Headache Society (IHS) yaitu klasikal dan simptomatik. Trigeminal neuralgia klasik adalah gangguan nyeri unilateral yang singkat dan seperti tersengat listrik, terjadi secara tiba-tiba serta distribusi nyeri terbatas pada satu atau lebih cabang saraf trigeminal. Rasa nyeri pada tipe simptomatik tidak dapat dibedakan dengan tipe klasik, hanya saja pada tipe ini disebabkan oleh adanya lesi struktural.5,8 Insidensi Trigeminal neuralgia adalah 3 sampai 5 per 100.000 orang. Lebih banyak terjadi pada wanita dibandingkan pria dengan rasio sebesar 1,74:1 pada kelompok usia 50-60 tahun. Sebagian besar kasus menyatakan bahwa serangan terjadi pada sisi wajah bagian kanan. 9,10,11 Hasil penelitian Jainkittivong, Aneksuk, dan Langlais pada tahun 2011 di Thailand menunjukkan bahwa dari 188 pasien dengan Trigeminal neuralgia, terdapat 118 pasien (62,8%) adalah wanita dan 70 pasien (37,2%) pria dengan perbandingan 1,7 : 1. Insidensi tertinggi (46,8%) terjadi pada rentan usia 50-69 tahun. Nyeri pada sisi wajah bagian kanan lebih banyak terjadi dibandingkan dengan sisi kiri (1,8:1). Paling sering terjadi pada cabang mandibularis dari nervus trigeminus (30,3%), disusul oleh kombinasi dari cabang maksilaris dan mandibularis (29,3%) dan cabang maksilaris (25%). Faktor pencetus terjadinya Trigeminal neuralgia yang paling umum adalah mengunyah (61,2%) dan berbicara (47,3%).12 Trigeminal neuralgia klasik (80%) lebih sering terjadi dibandingkan Trigeminal neuralgia simptomatik (10%).13 Trigeminal neuralgia merupakan gangguan nyeri wajah yang jarang terjadi, namun secara signifikan dapat mempengaruhi kualitas hidup seseorang. Nyeri ini sering terjadi pada distribusi cabang maksilaris dan mandibularis dari nervus trigeminus dan hanya sedikit kasus terjadi pada cabang opthalmikus, sehingga banyak penderita Trigeminal neuralgia menganggap nyeri tersebut berasal dari gigi.14 Hal ini menyebabkan penderitanya menjadi takut untuk makan, menyikat gigi, mencuci wajah, dan berbicara. Pasien juga mengalami penurunan berat badan, pemeliharaan oral hygiene yang buruk, dan menghindari kehidupan sosial.15 Penelitian yang dilakukan oleh Drangsholt dan Truelove (2001) menyatakan bahwa sebagian besar pasien yang memiliki nyeri wajah ini mendapatkan diagnosa yang salah serta perawatan dental berupa pencabutan gigi oleh para praktisi kedokteran gigi.4 Berdasarkan uraian diatas, maka peneliti merasa tertarik untuk melakukan penelitian mengenai pengetahuan mahasiswa kepaniteraan klinik terhadap penyakit Trigeminal neuralgia di Departemen Bedah Mulut FKG USU. Alasan peneliti memilih subjek ini adalah karena mahasiswa kepaniteraan klinik nantinya akan menjadi dokter gigi yang mungkin akan mendapatkan kasus Trigeminal neuralgia. Oleh karena itu sebaiknya mahasiswa kepaniteraan mengetahui dengan jelas mengenai nyeri yang disebabkan oleh penyakit ini, sehingga dapat membedakan dengan nyeri odontogenik lainnya. 1.2. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang telah di uraikan diatas maka rumusan masalah sebagai berikut : Bagaimana tingkat pengetahuan mahasiswa kepaniteraan klinik tentang Trigeminal neuralgia di Departemen Bedah Mulut FKG USU ? 1.3 Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat pengetahuan mahasiswa kepaniteraan klinik terhadap Trigeminal neuralgia di Departemen Bedah Mulut FKG USU Periode Januari 2015 sampai Februari 2015. 1.4 Manfaat Penelitian 1. Dapat memberikan gambaran tingkat pengetahuan mahasiswa kepaniteraan klinik di departemen bedah mulut FKG USU terhadap Trigeminal neuralgia. 2. Sebagai evaluasi pengetahuan terhadap Trigeminal neuralgia bagi mahasiswa kepaniteraan klinik. 3. Sebagai tambahan pengetahuan dan pengalaman dalam meneliti bagi peneliti.