Mata kuliah Filsafat Bahasa Riko, S.S. Pemikiran Wittgenstein mengenai Atomisme Logis terdapat di dalam bukunya yang monumental berjudul Tractatus Logico-Philosophicus, terbit pertama kali pada 1921 . Pemikiran Wittgenstein pada karya awal ini membuatnya lazim disebut sebagai Wittgenstein I. Baginya, hakikat bahasa adalah gambaran dunia. Teori gambar adalah suatu pandangan yang menganggap adanya hubungan mutlak antara bahasa dengan realitas atau dunia fakta. Jika tidak hubungan antara kedua hal tersebut, maka ungkapan bahasa (proposisi) tersebut dianggap tidak bermakna. Dengan demikian, suatu proposisi berfungsi seperti suatu gambar yang hubungan antara unsur-unsur gambarnya sesuai dengan dunia . Unsur mutlak yang diperlukan untuk membuat suatu ungkapan bahasa (proposisi) menjadi bermakna adalah suatu bentuk peristiwa atau suatu keadaan faktual (state of affairs). Suatu ungkapan bahasa (proposisi) harus dapat menunjukkan pengertian tertentu tentang realitas sehingga seseorang dapat memutuskan apakah proposisi itu dapat diafirmasi (disetujui) atau dinegasi (ditentang). (Catatan: Proposisi adalah kalimat deklaratif atau kalimat berita. Suatu kalimat deklaratif mengekspresikan suatu penegasan untuk dinegasi atau diafirmasi. Di luar kalimat deklaratif, seperti kalimat tanya, perintah, harapan, dan keinginan tidak termasuk proposisi karena tidak dapat disangkal atau dibuktikan pernyatannya) Konsep formal adalah rangkaian kata yang serupa dalam konsep nyata. Namun, tidak mengandung struktur logis yang sama di dalam pikiran tiap-tiap orang. Contoh konsep formal, “Di sana ada beberapa objek”. Kata “objek” itu mengundang pelbagai macam tafsir sehingga maknanya menjadi kabur atau tidak jelas sehingga kita tidak bisa mengafirmasi (setuju) atau menegasi (menolak) rangkaian kata semacam itu. Konsep Nyata adalah rangkaian kata yang berkaitan langsung dengan realitas. Konsep ini mengandung struktur logis yang sama di dalam pikiran tiap-tiap orang. Contoh konsep nyata, “Di sana ada beberapa buku”. Isi rangkaian kata tersebut dalam dipahami karena objek yang dibicarakan (buku) dapat dibuktikan ada (dapat diafirmasi) atau tidak adanya (dinegasi) „buku‟ tersebut. Secara khusus, Wittgenstein menyebutkan ada tiga hal yang tidak dapat dinyatakan dalam suatu proposisi. Ketiga hal tersebut disebutnya sebagai the mystical, yaitu: 1. subjek, subjek tidak termasuk dalam lingkup dunia karena merupakan suatu batas dunia. Artinya, ketika saya sedang memikirkan sesuatu, pada hakikatnya saya tidak sedang „berada di dalam dunia‟ yang sedang dipikirkan tersebut. Begitu pun ketika saya sedang memikirkan diri saya, maka saya tetap saja berada di luar dunia sebab saya sedang „meletakkan „ diri saya di dalam proses berpikir „tentang diri saya‟. Jadi, saya tetap berada di luar batas dunia. 2. kematian, kematian bukanlah merupakan suatu peristiwa kehidupan. Sebab, kematian itu bukan merupakan suatu kehidupan yang dijalani. 3. Allah, Allah tidak menyatakan dirinya di dalam dunia. Sebab, jika Allah berada dalam dunia, maka Allah tidak lebih tinggi daripada manusia yang berada di dalam dunia. Menurut Wittgenstein, kita tidak dapat mengungkapkan ketiga hal tersebut karena ketiga hal tersebut terletak di luar batas-batas dunia sehingga tidak dapat terjangkau oleh pemikiran manusia secara logis. Oleh karena itu, ketiga hal tersebut tidak dapat digambarkan ke dalam bentuk bahasa yang logis. Batas-batas tersebut dinyatakan dalam ungkapannya yang terkenal, “The limits of my language mean the limits of my world (Tractatus, par. 5.6). Have A Nice Weekend…