SPP - IPB Repository

advertisement
BAB V
HUBUNGAN FAKTOR INTERNAL DAN EKSTERNAL
DENGAN TINGKAT PARTISIPASI PEREMPUAN
5.1
Faktor Internal
Menurut Pangestu (1995) dalam Aprianto (2008), faktor internal yaitu
mencakup karakteristik individu yang dapat mempengaruhi individu tersebut
untuk berpartisipasi dalam suatu kegiatan. Karakteristik individu dalam penelitian
ini mencakup umur, tingkat pendidikan, jenis pekerjaan, dan tingkat pendapatan.
5.1.1
Umur
Kegiatan Simpan Pinjam Kelompok Perempuan (SPP) lebih dikhususkan
pada perempuan yang telah menikah. Tidak ada kategori umur tertentu untuk
bergabung menjadi anggota kelompok ini. Berdasarkan data yang diperoleh,
jumlah pengurus yang tergolong dalam umur dewasa lebih banyak dibandingkan
anggotanya. Keadaan ini berbeda pada anggota, karena sebagian besar anggota
tergolong pada umur dewasa lanjut. Sebaran anggota SPP menurut umur tampak
pada Tabel 5.
Tabel 5. Sebaran Anggota SPP PNPM Mandiri Perdesaan Berdasarkan
Umur Tahun 2011
Status dalam Kelompok
Golongan Usia
Pengurus
Anggota
Jumlah
Persentase
Jumlah
Persentase
(orang)
(%)
(orang)
(%)
Dewasa
20
80
9
36
Dewasa Lanjut
5
20
16
64
Jumlah
25
100
25
100
Sebagian besar pengurus dalam kelompok, tergolong pada umur dewasa.
Hal tersebut dikarenakan perempuan yang tergolong usia dewasa lanjut enggan
menjadi pengurus. Alasan mereka tidak menjadi pengurus yaitu kurangnya
kemampuan dalam membaca dan menulis, serta rendahnya pemahaman dalam
pengisian administrasi. Selain itu, sebagian besar perempuan yang tergolong umur
dewasa lanjut mengaku kurang memahami peraturan-peraturan yang berlaku
dalam kegiatan Simpan Pinjam Kelompok Perempuan (SPP). Oleh sebab itu,
dalam pemilihan pengurus lebih mengutamakan perempuan yang tergolong usia
dewasa.
40
5.1.2 Tingkat Pendidikan
Tingkat pendidikan pengurus lebih tinggi dari pada anggotanya. Sebagian
besar pengurus bersekolah sampai tingkat SMA atau pernah bersekolah di
universitas, sedangkan sebagian besar anggota hanya bersekolah sampai tingkat
Sekolah Dasar (SD). Sebaran anggota Simpan Pinjam Kelompok Perempuan
(SPP) menurut tingkat pendidikan tampak pada Tabel 6.
Tabel 6. Sebaran Anggota SPP PNPM Mandiri Perdesaan Berdasarkan
Tingkat Pendidikan Tahun 2011
Status dalam Kelompok
Tingkat
Pengurus
Anggota
Pendidikan
Jumlah
Persentase
Jumlah
Persentase
(orang)
(%)
(orang)
(%)
Rendah
5
20
20
80
Sedang
5
20
2
8
Tinggi
15
60
3
12
Jumlah
25
100
25
100
Salah satu kriteria pemilihan pengurus dalam kelompok yaitu tingkat
pendidikan formal. Perempuan yang memiliki pendidikan tinggi lebih berpeluang
menjadi pengurus dalam kelompok. Biasanya perempuan yang mendapatkan
pendidikan tinggi, lebih dapat menyerap informasi dengan cepat dibanding
mereka yang hanya memperoleh pendidikan yang rendah. Banyaknya administrasi
yang harus dikerjakan oleh masing-masing kelompok merupakan salah satu
penyebab pendidikan formal menjadi kriteria dalam pemilihan pengurus. Malta
(2008) pada penelitiannya mengemukakan bahwa tingkat pendidikan menentukan
kemampuan seseorang, khususnya dalam mencari informasi, sebagai tambahan
pengetahuan. Pendidikan formal yang pernah dijalani oleh seseorang membantu
dalam pengembangan pola pikir dan daya nalar seseorang. Oleh karena itu,
pendidikan formal dalam pemilihan pengurus kelompok perlu dipertimbangkan
untuk kelancaran kegiatan Simpan Pinjam Kelompok Perempuan (SPP).
5.1.3
Jenis Pekerjaan
Sebagian besar anggota bekerja sebagai pedagang. Keadaan tersebut
berbeda pada pengurus, karena hanya sedikit pengurus yang bekerja sebagai
pedagang. Hal ini menjelaskan bahwa tidak semua perempuan yang meminjam
dana pada kegiatan Simpan Pinjam Kelompok Perempuan (SPP) digunakan untuk
modal usaha. Penggunaan pinjaman untuk usaha lebih banyak pada anggota
41
dibandingkan pengurus. Sebaran anggota SPP menurut jenis pekerjaan tampak
pada Tabel 7.
Tabel 7. Sebaran Anggota SPP PNPM Mandiri Perdesaan Berdasarkan Jenis
Pekerjaan Tahun 2011
Pekerjaan
Status dalam Kelompok
Pengurus
Anggota
Jumlah
Persentase
Jumlah
Persentase
(orang)
(%)
(orang)
(%)
Berdagang
12
48
19
76
Tidak Berdagang
13
52
6
24
Jumlah
25
100
25
100
Terdapat beberapa perempuan anggota Simpan Pinjam Kelompok
Perempuan (SPP) lebih memilih bekerja di bidang lain yaitu sebagai buruh pabrik,
Pegawai Negeri Sipil (PNS), guru honorer, dan buruh tani dibandingkan menjadi
pedagang. Selain itu, terdapat juga perempuan yang tidak bekerja, karena mereka
hanya sebagai ibu rumah tangga. Dalam pengangsuran pinjaman, perempuan yang
tidak bekerja hanya bergantung kepada suami. Pada kenyataannya dalam kegiatan
Simpan Pinjam Kelompok Perempuan (SPP) tidak membatasi pekerjaan
perempuan anggota SPP, baik berdagang maupun bukan pedagang. Setiap
perempuan yang sudah menikah dan sekiranya mampu dalam pengangsuran
pinjaman dapat meminjam dana tanpa dilihat pekerjaannya.
Beragam jenis usaha yang dijalankan oleh perempuan yang bekerja
sebagai pedagang yaitu pangan, jasa, dan pertanian. Sebagian besar dari pengurus
dan anggota menjalankan usaha pada jenis usaha pangan. Jenis usaha pangan yang
dijalankan antara lain: (1) usaha makanan rames; (2) usaha es; dan (3) usaha
sembako. Banyak perempuan anggota Simpan Pinjam Kelompok Perempuan
(SPP) lebih memilih menjalankan jenis usaha pangan karena lebih mudah dalam
penjualan dan tidak membutuhkan modal yang terlalu besar. Sebaran anggota SPP
yang berdagang menurut jenis usaha pada tampak pada Tabel 8.
42
Tabel 8. Sebaran Anggota SPP PNPM Mandiri Perdesaan Berdasarkan
Jenis Usaha Tahun 2011
Status dalam Kelompok
Jenis Usaha
Pengurus
Anggota
Jumlah
Persentase
Jumlah
Persentase
(orang)
(%)
(orang)
(%)
Pangan
9
76
17
89
Jasa
1
8
0
0
Pertanian
2
16
2
10
Jumlah
12
100
19
100
Modal merupakan faktor penting dalam menjalankan sebuah usaha.
Sumber modal dapat diperoleh dari berbagai pihak. Kategori modal usaha dalam
penelitian ini dapat dibagi menjadi 2 yaitu modal dari kegiatan SPP dan modal
bukan dari kegiatan SPP. Sebagian besar perempuan anggota Simpan Pinjam
Kelompok Perempuan (SPP) yang bekerja sebagai pedagang telah memiliki usaha
sebelum bergabung dalam kegiatan SPP. Mereka menggunakan pinjaman dana
untuk perkembangan usaha bukan menjadi modal awal. Hampir semua perempuan
yang bekerja sebagai pedagang telah menjalankan usahanya lebih dari tiga tahun.
Namun, terdapat juga beberapa perempuan yang mengaku tetap meminjam modal
dari bank keliling dengan alasan pencairan dana pinjaman lebih cepat
dibandingkan meminjam dana pada kegiatan SPP. Sebaran anggota SPP yang
berdagang menurut modal usaha tampak pada Tabel 9.
Tabel 9. Sebaran Anggota SPP PNPM Mandiri Perdesaan Berdasarkan Modal
Usaha Tahun 2011
Status dalam Kelompok
Permodalan
Pengurus
Anggota
Jumlah
Persentase
Jumlah
Persentase
(orang)
(%)
(orang)
(%)
Modal dari
2
17
3
16
SPP
Modal dari
10
83
16
84
pihak lain
Jumlah
12
100
19
100
Pemasaran adalah tahapan proses usaha setelah memproduksi barang.
Pemasaran barang-barang usaha dapat dikategorikan menjadi dua yaitu menjual
sendiri atau dijual ke distributor. Sebaran anggota SPP yang berdagang menurut
modal usaha tampak pada Tabel 10.
43
Tabel 10. Sebaran Anggota SPP PNPM Mandiri Perdesaan Berdasarkan
Pemasaran Produk Usaha Tahun 2011
Status dalam Kelompok
Pemasaran
Pengurus
Anggota
Jumlah
Persentase
Jumlah
Persentase
(orang)
(%)
(orang)
(%)
Menjual
10
83
18
95
sendiri
Menjual ke
2
17
1
5
distributor
12
100
19
100
Jumlah
Sebagian besar perempuan baik pengurus maupun anggota lebih memilih
menjual barang dagangannya sendiri dari pada dijual ke distributor. Alasan para
perempuan memilih menjual sendiri barang dagangannya karena lebih praktis dan
keuntungan yang diperoleh juga lebih banyak dari pada dijual ke distributor.
Beberapa perempuan memilih menjual barang dagangannya dengan cara
berkeliling. Cara penjualan seperti ini lebih banyak digunakam oleh mereka yang
menjalankan jenis usaha makanan olahan yang harus terjual dalam waktu singkat.
Pengelolaan usaha adalah cara mengelola usaha yang dijalankan oleh
penjual. Kategori pengelolaan usaha dapat dibagi menjadi dua yaitu berkelompok
dan individu. Semua perempuan yang tergabung dalam kegiatan Simpan Pinjam
Kelompok Perempuan (SPP) mengelola usahanya secara individu. Pada kegiatan
SPP tidak terdapat kegiatan usaha yang dikelola secara kelompok. Status
kelompok dalam kegiatan SPP hanya digunakan untuk mempermudah dalam
administrasi dan menyaluran dana pinjaman.
5.1.4
Tingkat Pendapatan
Tidak semua perempuan yang tergabung dalam kegiatan Simpan Pinjam
Kelompok Perempuan (SPP) mempunyai penghasilan. Keadaan ini lebih banyak
dialami oleh pengurus dibandingkan anggotanya. Sebaran anggota SPP menurut
tingkat pendapatan tampak pada Tabel 11.
44
Tabel 11. Sebaran Anggota SPP PNPM Mandiri Perdesaan Berdasarkan Tingkat
Pendapatan Tahun 2011
Status dalam Kelompok
Tingkat
Pengurus
Anggota
Pendapatan
Jumlah
Persentase
Jumlah
Persentase
(orang)
(%)
(orang)
(%)
Tidak
9
36
3
12
Berpenghasilan
Berpenghasilan
12
48
16
64
Rendah
Berpenghasilan
4
16
6
24
Tinggi
Jumlah
25
100
25
100
Sebagian besar tingkat pendapatan perempuan anggota Simpan Pinjam
Kelompok Perempuan (SPP) tergolong rendah. Hal ini dikarenakan jenis
pekerjaan yang dipilih pengurus maupun anggota lebih banyak pada sektor
informal. Alasan memilih sektor informal karena tingkat pendidikan mereka yang
rendah. Perempuan yang memilih bekerja sebagai pedagang, hanya menjual
barang dagangan dalam jumlah sedikit sehingga pendapatannya pun rendah. Bagi
perempuan yang tidak berpenghasilan, dalam pengangsuran pinjaman hanya
bergantung kepada penghasilan suami. Mereka mengaku bingung memilih jenis
usaha yang akan dijalankan, sehingga mereka tidak membuka usaha. Pada
kegiatan SPP pun jarang dilaksanakan pelatihan usaha. Pada hal pelatihan tersebut
penting untuk menambah ketrampilan perempuan dalam mengembangkan
usahanya.
5.2
Faktor Eksternal
Menurut pangestu (1995) dalam Aprianto (2008) faktor eksternal yaitu
hubungan yang terjalin antara pihak pengelola proyek dengan sasaran yang dapat
mempengaruhi partisipasi. Faktor eksternal dalam penelitian ini adalah pengaruh
peran KPMD, TPK, Kepala Desa, dan BPD. Secara rinci akan dijelaskan sebagai
berikut.
5.2.1
Kader Pemberdayaan Masyarakat Desa (KPMD)
Peran Kader Pemberdayaan Masyarakat Desa (KPMD) pada kegiatan
Simpan Pinjam Kelompok Perempuan (SPP) adalah memandu perempuan dalam
mengikuti kegiatan SPP pada tahap perencanaan, pelaksanaan, menikmati hasil,
dan evaluasi. Penilaian perempuan berbeda-beda mengenai pengaruh peran
45
KPMD dalam kegiata SPP. Pengaruh peran KPMD berdasarkan penilaian
perempuan anggota SPP tampak pada Tabel 12.
Tabel 12. Sebaran Anggota SPP PNPM Mandiri Perdesaan Berdasarkan
Pengaruh Peran KPMD Tahun 2011
Status dalam Kelompok
Peran KPMD
Pengurus
Anggota
Jumlah
Persentase
Jumlah
Persentase
(orang)
(%)
(orang)
(%)
Rendah
7
28
10
40
Sedang
8
32
7
28
Tinggi
10
40
8
32
Jumlah
25
100
25
100
Perempuan anggota Simpan Pinjam Kelompok Perempuan (SPP)
mempunyai penilaian yang berbeda-beda mengenai pengaruh peran Kader
Pemberdayaan Masyarakat Desa (KPMD). Sebagian pengurus menilai bahwa
KPMD mempunyai peran yang tinggi pada kegiatan SPP. Keadaan ini berbeda
dengan penilaian anggota, sebagian dari anggota menilai rendah peran KPMD.
Pengurus dalam kelompok mempunyai akses yang lebih besar untuk berhubungan
dengan KPMD maupun pengurus Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat
(PNPM) tingkat desa atau kecamatan. Hal tersebut mengakibatkan pengurus lebih
merasakan dan mengetahui keterlibatan KPMD dalam kegiatan SPP dari pada
anggota. KPMD merupakan pihak yang bertanggung jawab atas pelaksanaan
kegiatan SPP. Seharusnya pihak KPMD menjadi wadah bagi para perempuan
dalam menyalurkan aspirasinya. Namun, pada faktanya terdapat beberapa
perempuan yang kurang merasakan keterlibatan KPMD dalam kegiatan SPP.
5.2.2 Tim Pengelola Kegiatan (TPK)
Peran Tim Pengelola Kegiatan
(TPK)
pada
Program
Nasional
Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) adalah mengkoordinasikan pelaksanaan
kegiatan di desa dan mengelola administrasi, serta keuangan PNPM Mandiri
Perdesaan. Sebagian besar perempuan anggota Simpan Pinjam Kelompok
Perempuan (SPP) baik pengurus maupun anggota menilai bahwa pengaruh peran
TPK dalam kegiatan SPP tergolong sedang. Pengaruh peran TPK berdasarkan
penilaian perempuan anggota SPP tampak pada Tabel 13.
46
Tabel 13. Sebaran Anggota SPP PNPM Mandiri Perdesaan Berdasarkan
Pengaruh Peran TPK Tahun 2011
Status dalam Kelompok
Peran TPK
Pengurus
Anggota
Jumlah
Persentase
Jumlah
Persentase
(orang)
(%)
(orang)
(%)
Rendah
14
56
8
42
Sedang
11
44
17
68
Tinggi
0
0
0
0
Jumlah
25
100
25
100
Tim Pengelola Kegiatan (TPK) dibantu oleh Unit Pengelola Kegiatan
(UPK) memberikan sosialisasi sebelum dilaksanakan kegiatan Simpan Pinjam
Kelompok Perempuan (SPP) di desa. Selain itu, TPK juga merupakan salah satu
pihak yang menandatangani proposal pengajuan dana kelompok SPP. Apabila
proposal pengajuan dana tidak mendapatkan persetujuan dari TPK, maka proposal
belum dapat diajukan ke tingkat kecamatan. Semua kegiatan yang didanai oleh
Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri Perdesaan harus
mendapatkan persetujuan dari TPK. Namun dalam pelaksanaannya, yang
bertanggung jawab dalam kegiatan SPP adalah Kader Pemberdayaan Masyarakat
Desa (KPMD). Hal tersebut menyebabkan penilaian perempuan terhadap peran
TPK dalam kegiatan SPP tergolong sedang.
5.2.3
Kepala Desa
Peran Kepala Desa adalah sebagai pembina dan pengendali kelancaran
serta keberhasilan pelaksanaan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat
(PNPM) Mandiri Perdesaan di desa. Semua perempuan anggota Simpan Pinjam
Kelompok Perempuan (SPP) baik pengurus maupun anggota menilai bahwa
pengaruh peran Kepala Desa dalam kegiatan SPP tergolong rendah. Pengaruh
peran Kepala Desa berdasarkan penilaian perempuan anggota SPP tampak pada
Tabel 14.
47
Tabel 14. Sebaran Anggota SPP PNPM Mandiri Perdesaan Berdasarkan Pengaruh
Peran Kepala Desa Tahun 2011
Status dalam Kelompok
Peran
Pengurus
Anggota
Kepala Desa
Jumlah
Persentase
Jumlah
Persentase
(orang)
(%)
(orang)
(%)
Rendah
25
100
25
25
Sedang
0
0
0
0
Tinggi
0
0
0
0
Jumlah
25
100
25
100
Kepala Desa bertugas mengawasi jalannya kegiatan Simpan Pinjam
Kelompok Perempuan (SPP). Sama halnya dengan Tim Pengelola Kegiatan
(TPK), Kepala Desa juga menjadi salah satu pihak yang menandatangi proposal
pengajuan dana. Apabila belum mendapatkan persetujuan dari Kepala Desa maka
proposal belum dapat diajukan ke pihak kecamatan. Kepala Desa tidak terlibat
secara langsung dalam pelaksanaan kegiatan SPP, karena segala urusan yang
berhubungan dengan kegiatan SPP diserahkan kepada Kader Pemberdayaan
Masyarakat Desa (KPMD). Walaupun demikian, Kepala Desa harus mengetahui
seluruh kegiatan yang didanai oleh Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat
(PNPM) Mandiri Perdesaan. Hal ini dikarenakan Kepala Desa mempunyai
kewenangan untuk mengetahui seluruh kegiatan yang dilaksanakan di wilayah
kepemimpinannya.
5.2.4
Badan Permusyawarahan Desa (BPD)
Badan Permusyawarahan Desa (BPD) berperan sebagai lembaga yang
mengawasi proses dari setiap tahapan Program Nasional Pemberdayaan
Masyarakat (PNPM) Mandiri Perdesaan, termasuk sosialisasi, perencanaan,
pelaksanaan, dan pelestarian di desa. Sebagian besar perempuan anggota Simpan
Pinjam Kelompok Perempuan (SPP) menilai bahwa BPD mempunyai pengaruh
yang rendah dalam kegiatan SPP. Pengaruh peran BPD berdasarkan penilaian
perempuan anggota SPP tampak pada Tabel 15.
48
Tabel 15. Sebaran Anggota SPP PNPM Mandiri Perdesaan Berdasarkan
Pengaruh Peran BPD Tahun 2011
Status dalam Kelompok
Peran BPD
Pengurus
Anggota
Jumlah
Persentase
Jumlah
Persentase
(orang)
(%)
(orang)
(%)
Rendah
24
96
25
25
Sedang
1
4
0
0
Tinggi
0
0
0
0
Jumlah
25
100
25
100
Badan Permusyawarahan Desa (BPD) bertugas mengawasi pelaksanaan
kegiatan SPP dan tidak terlibat secara langsung dalam pelaksanaan kegiatan
Simpan Pinjam Kelompok Perempuan (SPP). Hal ini dikarenakan segala urusan
yang berhubungan dengan kegiatan SPP diserahkan kepada Kader Pemberdayaan
Masyarakat Desa (KPMD). Walaupun pihak BPD bukan pihak yang dimintai
persetujuan dalam proposal pengajuan dana, tetapi pihak BPD harus mengetahui
keberlangsungan kegiatan SPP di desa. Biasanya BPD diikutsertakan dalam setiap
rapat yang berhubungan dengan kegiatan SPP.
5.3
Tingkat Partisipasi Perempuan
Menurut Cohen dan Uphoff (1979), partisipasi dibedakan menjadi empat
tahapan yaitu: (1) partisipasi dalam pembuatan keputusan; (2) partisipasi dalam
pelaksanaan; (3) partisipasi dalam pemanfaatan hasil; dan (4) partisipasi dalam
evaluasi. Secara rinci akan dijelaskan sebagai berikut.
5.3.1
Tahap Perencanaan
Partisipasi pada tahap perencanaan kegiatan Simpan Pinjam Kelompok
Perempuan (SPP) adalah keikutsertaan perempuan yang dilihat dari kehadiran,
keterlibatannya dalam berpendapat, dan pembuatan aturan kegiatan. Tingkat
partisipasi pengurus pada tahap perencanaan tampak lebih tinggi dibandingkan
anggotanya. Sebaran anggota SPP menurut tingkat partisipasi pada tahap
perencanaan dapat dilihat pada Tabel 16.
49
Tabel 16. Sebaran Anggota SPP PNPM Mandiri Perdesaan Berdasarkan Tahap
Perencanaan Tahun 2011
Status dalam Kelompok
Tingkat
Pengurus
Anggota
partisipasi
Jumlah
Persentase
Jumlah
Persentase
(orang)
(%)
(orang)
(%)
Rendah
1
4
5
20
Sedang
6
24
7
28
Tinggi
18
72
13
52
Jumlah
25
100
25
100
Sebagian besar perempuan anggota Simpan Pinjam Kelompok Perempuan
(SPP) tergolong tinggi partisipasinya pada tahap perencanaan. Tim Pengelola
Kegiatan (TPK) didampingi oleh Unit Pengelola Kegiatan (UPK) tingkat
kecamatan melakukan sosialisasi kepada para perempuan anggota SPP.
Perempuan yang mengikuti sosialisasi diberi kesempatan untuk bertanya atau
memberikan saran untuk kebaikan pelaksanaan kegiatan SPP. Terdapat aturanaturan pokok tertulis yang wajib ditaati oleh para perempuan anggota SPP sesuai
dengan Panduan Teknis Operasional (PTO) kegiatan SPP, antara lain: (1)
penentuan bunga dalam pengangsuran; (2) jumlah orang setiap kelompok; dan (3)
jumlah angsuran. Jumlah anggota SPP setiap kelompok yaitu minimal lima orang
dan maksimal 15 orang. Dalam pembentukan kelompok, para perempuan diberi
kebebasan
untuk
memilih
anggotanya.
Namun,
untuk
mempermudah
pengumpulan uang angsuran, mereka biasanya membentuk kelompok yang
anggotanya bertempat tinggal pada Rukun Warga (RW) yang sama. Masingmasing kelompok mempunyai hak untuk menyusun peraturan yang berlaku di
kelompok, contohnya penentuan waktu pengangsuran. Waktu pengangsuran
setiap kelompok berbeda-beda. Hal tersebut disesuai dengan waktu pencairan
pinjaman dan kesepakatan setiap kelompok.
5.3.2 Tahap Pelaksanaan
Tahap pelaksanaan kegiatan Simpan Pinjam Kelompok (SPP) adalah
keikutsertaan perempuan yang dilihat dari peminjaman dana, ketepatan dalam
penggunaan dana, akses dan kontrol terhadap kegiatan, serta ketepatan dalam
pengangsuran dana pinjaman. Sebagian besar perempuan anggota SPP tergolong
pada tingkat partisipasi yang tinggi. Namun jumlah pengurus yang tergolong pada
50
tingkat partisipasi tinggi lebih banyak dibandingkan anggota. Sebaran anggota
SPP menurut tingkat partisipasi pada tahap pelaksanaan tampak pada Tabel 17.
Tabel 17. Sebaran Anggota SPP PNPM Mandiri Perdesaan Berdasarkan
Tahap Pelaksanaan Tahun 2011
Status dalam Kelompok
Tingkat
Pengurus
Anggota
partisipasi
Jumlah
Persentase
Jumlah
Persentase
(orang)
(%)
(orang)
(%)
Rendah
1
4
1
4
Sedang
2
8
10
40
Tinggi
22
88
14
56
Jumlah
25
100
25
100
Pengurus dituntut lebih aktif dibandingkan anggotanya karena pengurus
harus mengetahui administrasi dan semua hal yang berhubungan dengan kegiatan
Simpan Pinjam Kelompok Perempuan (SPP). Semua perempuan anggota SPP
meminjam dana pada kegiatan SPP. Maksimal jumlah peminjaman pada periode
pertama adalah Rp 1.000.000,00, sedangkan pada periode kedua yaitu Rp
3.000.000,00. Sebagian besar kelompok SPP telah melakukan peminjaman
sebanyak dua periode. Pencairan dana pada setiap kelompok berbeda-beda, sesuai
dengan penyerahan proposal pengajuan dana. Jadi, semakin cepat proposal
diajukan ke pihak kecamatan, semakin cepat pula pencairan dana pinjaman.
Beberapa perempuan anggota SPP mengaku bahwa pinjaman tidak digunakan
untuk modal usaha melainkan untuk keperluan lainnya.
Pengangsuran pinjaman setiap kelompok cenderung lancar. Hal tersebut
dikarenakan setiap anggota Simpan Pinjam Kelompok Perempuan (SPP)
mempunyai kesadaran untuk membayar angsuran setiap bulannya. Apabila
terdapat satu anggota yang tidak bisa membayar angsuran, biasanya pengurus
berinisiatif untuk membayarkannya terlebih dahulu, namun dengan catatan
anggota tersebut akan menggantinya. Walaupun telah mempunyai kesadaran
untuk membayar angsuran, namun setiap bulan apabila telah mendekati tanggal
pengangsuran, pengurus tetap mengingatkan para anggotanya untuk membayar
angsuran, seperti yang diungkapkan oleh LYT (pengurus kelompok) sebagai
berikut:
51
“Tanggal mengangsur kelompok saya setiap tanggal 20, jadi kalau
sudah mendekati tanggalnya, saya sering mengingatkan anggota lain.
Kebetulan rumah kami berdekatan jadi hanya berbicara satu kali
dengan suara yang keras semua anggota sudah mendengar”.
Pembayaran angsuran bulanan menjadi kriteria pihak kecamatan dalam menilai
keberhasilan kegiatan SPP. Apabila terdapat kemacetan dalam pengangsuran akan
berdampak pada semua kegiatan yang didanai oleh program Nasional
Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) karena bantuan dana dapat diberhentikan.
5.3.3 Tahap Menikmati Hasil
Partisipasi pada tahap menikmati hasil kegiatan Simpan Pinjam kelompok
Perempuan (SPP) adalah keterlibatan perempuan yang dilihat dari kemudahan
akses peminjaman dana. Sebagian besar perempuan anggota SPP mengaku bahwa
peminjaman dana pada kegiatan SPP tergolong mudah. Sebaran anggota SPP
menurut tingkat partisipasi pada tahap menikmati hasil tampak pada Tabel 18.
Tabel 18. Sebaran Anggota SPP PNPM Mandiri Perdesaan Berdasarkan
Tahap Menikmati Hasil Tahun 2011
Status dalam Kelompok
Tingkat
Pengurus
Anggota
partisipasi
Jumlah
Persentase
Jumlah
Persentase
(orang)
(%)
(orang)
(%)
Rendah
0
0
0
0
Sedang
6
24
4
16
Tinggi
19
76
21
84
Jumlah
25
100
25
100
Tidak terdapat perempuan anggota Simpan Pinjam Kelompok Perempuan
(SPP) yang mengalami kesulitan dalam peminjaman dana. Sebagian besar
perempuan yang tergabung dalam kegiatan SPP mendapatkan dana sesuai dengan
jumlah yang tertulis pada proposal pengajuan dana. Pihak Unit Pengelola
Kegiatan (UPK) dalam memutuskan jumlah pinjaman akan mempertimbangkan
beberapa hal, yaitu: (1) penghasilan, (2) penjelasan usaha yang akan dijalankan,
dan (3) latar belakang keuangan perempuan tersebut. Biasanya Kader
Pemberdayaan Masyarakat Desa (KPMD) akan memberitahukan pihak UPK, jika
terdapat perempuan yang mempunyai latar belakang keuangan yang kurang baik
atau sering berhutang. Hal tersebut dimaksudkan untuk menghindari kemacetan
dalam pengangsuran pinjaman.
52
Persyaratan peminjaman dana dalam kegiatan SPP tergolong mudah,
karena tidak ada jaminan. Setiap kelompok membuat pengajuan proposal yang
akan diajukan ke tingkat kecamatan. Pada pembuatan proposal pengajuan dana,
tidak jarang yang lebih terlibat adalah pengurus dibandingkan anggotanya. Hal
tersebut dikarenakan pengurus lebih memahami pembuatan proposal pengajuan
dana. Beberapa perempuan mengaku bahwa waktu pencairan pinjaman periode
pertama relatif lebih lama dibandingkan periode kedua. Tidak sedikit kelompok
telah mendapatkan pinjaman dana selama dua periode yaitu tahun 2009 dan 2010.
5.3.4
Tahap Evaluasi
Tahap evaluasi kegiatan Simpan Pinjam Kelompok Perempuan (SPP)
adalah keikutsertaan perempuan yang dilihat dari keterlibatannya dalam kegiatan
identifikasi masalah, pelaksanaan, pelaporan kegiatan, dan mencari solusi
permasalahan. Sebagian besar pengurus lebih tinggi tingkat partisipasinya dalam
tahap evaluasi dibandingkan anggota. Sebaran anggota SPP menurut tingkat
partisipasi pada tahap evaluasi tampak pada Tabel 19.
Tabel 19. Sebaran Anggota SPP PNPM Mandiri Perdesaan Berdasarkan
Tahap Evaluasi Tahun 2011
Status dalam Kelompok
Tingkat
Pengurus
Anggota
partisipasi
Jumlah
Persentase
Jumlah
Persentase
(orang)
(%)
(orang)
(%)
Rendah
2
8
17
68
Sedang
2
8
4
16
Tinggi
21
84
4
16
Jumlah
25
100
25
100
Anggota kurang dilibatkan pada tahap evaluasi dalam kegiatan Simpan
Pinjam Kelompok Perempuan (SPP). Indentifikasi masalah dan pembuatan
laporan bulanan lebih banyak dilakukan pengurus. Apabila terdapat permasalahan
dalam kelompok, pengurus langsung melaporkan pada pihak kecamatan. Sebagian
besar anggota tidak mengetahui masalah administrasi pada kegiatan SPP, karena
yang mengurusi semua masalah administrasi adalah pengurus kelompok. Namun
ada beberapa kelompok yang semua masalah administrasi dikerjaan oleh satu
orang pengurus. Pada hal di setiap kelompok terdapat tiga orang pengurus yaitu
ketua, sekretaris, dan bendahara. Jadi pengurus lainnya hanya terdaftar sebagai
53
pengurus pada administrasi, namun dalam kenyataannya tidak menjalankan
tugasnya dengan baik, contohnya kelompok Usaha Mandiri. Pada kelompok ini,
ketua mengurusi semua administrasi dan keuangan kelompok. Bendahara dan
sekretaris tidak mengerjakan tugas yang seharusnya dilakukan.
Tampak anggota mempunyai rasa percaya yang besar terhadap pengurus
karena kedekatan secara personal. Apabila terdapat potongan pinjaman untuk
membeli keperluan administrasi, para anggota tidak meminta daftar potongan
secara rinci. Rasa saling percaya antara pengurus dan anggota menjadi landasan
dalam menjalankan kegiatan Simpan Pinjam Kelompok Perempuan (SPP).
5.4
Hubungan Faktor Internal dalam Kegiatan SPP
Terdapat hubungan yang nyata dan negatif antara umur dengan tingkat
pendidikan perempuan. Artinya semakin lanjut usia, ternyata semakin rendah
tingkat pendidikan perempuan. Dahulu orang-orang desa kurang menyadari akan
pentingkan pendidikan, apalagi untuk kaum perempuan sehingga kurang
mendapatkan kesempatan untuk bersekolah. Akibatnya, banyak perempuan yang
hanya berpendidikan pada tingkat Sekolah Dasar (SD) atau bahkan tidak tamat
SD. Tidak jarang pula, perempuan yang tergolong dewasa lanjut kurang lancar
dalam membaca dan menulis. Hubungan faktor internal dalam kegiatan Simpan
Pinjam Kelompok Perempuan (SPP) tampak pada Tabel 20.
Tabel 20. Hubungan Faktor Internal dalam Kegiatan SPP PNPM Mandiri
Perdesaan Tahun 2011
Umur
Tingkat
Tingkat
Faktor Internal (X1)
(X1.1)
Pendidikan
Pendapatan
(X1.2)
(X1.4)
**
1.000
-.464
.110
Umur (X1.1)
1.000
.133
Tingkat Pendidikan (X1.2)
1.000
Tingkat Pendapatan (X1.4)
Keterangan
** berhungan pada taraf nyata 0,01
Pata Tabel 20. tampak bahwa tidak ada hubungan yang nyata antara umur
dan tingkat pendapatan, maupun tingkat pendidikan dengan tingkat pendapatan.
Artinya tidak selalu semakin lanjut usia perempuan semakin tinggi pula tingkat
pendapatannya. Tak sedikit perempuan yang tergolong dewasa lanjut memperoleh
pendapatan yang lebih rendah dari golongan usia yang lebih muda. Hal ini
dikarenakan sebagian besar mereka hanya berjualan dengan jumlah dagangan
54
yang sedikit sehingga pendapatan yang diperolehnya pun sedikit, seperti yang
diungkapkan oleh MNS (anggota) sebagai berikut
“Usaha di Desa Petir susah berkembangnya, ramainya kalau baru
buka saja. Apalagi di sini banyak yang menjual makanan olahan, jadi
siapa yang menjual dengan harga murah itulah yang laku”.
Keadaan serupa terlihat pada hubungan antara tingkat pendidikan perempuan
dengan tingkat pendapatannya. Tingkat pendidikan bukan faktor utama yang
mempengaruhi pendapatan perempuan. Kemauan dan pengalaman untuk
menjalankan usaha pada perempuan anggota Simpan Pinjam Kelompok
Perempuan (SPP) mempengaruhi tingkat pendapatan. Terdapat perempuan
anggota SPP yang hanya menamatkan pendidikan pada tingkat Sekolah Dasar
(SD), namun tingkat pendapatannya sama dengan atau lebih dari perempuan yang
tingkat pendidikannya tinggi.
5.5
Hubungan Faktor Internal dengan Tingkat Partisipasi
Perempuan
Sebagian besar pengurus yang tergolong pada tingkat pendidikan yang
tinggi ternyata semakin tinggi pula partisipasinya dalam kegiatan Simpan Pinjam
Kelompok Perempuan (SPP). Tampak bahwa pengurus yang pendidikannya
tinggi, biasanya dituntut untuk lebih aktif dalam kelompok dari pada pengurus
yang lainnya. Hal tersebut dikarenakan mereka dipandang lebih berpengalaman
dan dapat mengatur kelompoknya. Keadaan yang sama juga terjadi pada anggota,
karena anggota yang memperoleh tingkat pendidikan yang tinggi ternyata
partisipasinya juga tinggi. Jumlah anggota yang tergolong pada tingkat pendidikan
tinggi relatif sedikit, namun tidak menjadi kendala bagi mereka untuk
berpartisipasi. Mereka lebih terlibat dalam kegiatan-kegiatan yang berhubungan
dengan kegiatan SPP dibandingkan anggota yang tergolong pada tingkat
pendidikan yang rendah.
Tidak sedikit pengurus tergolong pada umur dewasa. Namun hal tersebut
tidak menjadi kendala bagi pengurus yang tergolong dewasa lanjut untuk
berpartisipasi pada kegiatan Simpan Pinjam Kelompok Perempuan (SPP).
Ternyata semua pengurus yang tergolong dewasa lanjut menunjukkan partisipasi
yang tinggi. Mereka dianggap lebih berpengalaman dan menjadi panutan bagi
pengurus yang lain. Hal ini mendorong mereka untuk lebih berpartisipasi pada
kegiatan SPP. Keadaan berbeda terjadi pada anggota, anggota bukan pengurus
55
yang tergolong pada umur dewasa lanjut cenderung tingkat partisipasinya sedang
atau rendah. Hal ini dikarenakan keterbatasan kemampuan mereka dalam
membaca dan menulis, sehingga mereka lebih berpartisipasi dalam peminjaman
dan pengangsuran. Mereka menyerahkan semua hal-hal administrasi kepada
pengurus.
Pengurus yang tergolong pada tingkat pendapatan yang tinggi, tampak
tinggi pula partisipasinya dalam kegiatan Simpan Pinjam Kelompok Perempuan
(SPP). Mereka cenderung akan membayar angsuran tepat waktu dan lebih fokus
dalam melaksanakan tugasnya. Mereka mengaku lebih banyak waktu untuk
mengerjakan tugas-tugas dalam kegiatan SPP karena mereka tidak harus bekerja
lebih keras untuk mendapatkan penghasilan tambahan. Keadaan ini berbeda pada
anggota, sebagian besar anggota tergolong pada tingkat pendapatan yang rendah,
ternyata partisipasinya dalam kegiatan SPP tergolong tinggi. Hal tersebut
dikarenakan mereka merasa pinjaman dana dalam kegiatan SPP sangat
bermanfaat. Pinjaman dalam kegiatan SPP dapat menambah modal usaha atau
mencukupi keperluan lainnya. Walaupun mereka harus bekerja keras untuk
mencari penghasilan, namun mereka tetap meluangkan waktu untuk aktif dalam
kegiatan SPP. Pengurus Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM)
tingkat kecamatan memberitahukan bahwa perempuan anggota SPP akan
mendapatkan jumlah pinjaman yang lebih besar pada periode berikutnya jika aktif
dalam kegiatan SPP. Hal tersebut menjadi salah satu alasan anggota untuk
berpartisipasi dalam kegiatan SPP.
Terdapat hubungan yang nyata antara faktor internal dengan partisipasi
perempuan dalam kegiatan Simpan Pinjam Kelompok Perempuan (SPP). Hasil
hubungan faktor internal dengan tingkat partisipasi dalam kegiatan SPP tampak
pada Tabel 21.
56
Tabel 21. Hubungan Faktor Internal dengan Tingkat Partisipasi Perempuan
dalam Kegiatan SPP PNPM Mandiri Perdesaan Tahun 2011
Tahapan Partisipasi
Faktor Internal
Tingkat
Menikmati
(X1)
Partisipasi Perencanaan Pelaksanaan
Hasil
Evaluasi
(Y1)
(Y1.1)
(Y1.2)
(Y1.3)
(Y1.4)
Umur (X1.1)
.326*
.304*
Tingkat
-.252
-.017
Pendidikan(X1.2)
Tingkat
.078
.168
Pendapatan(X1.4)
Keterangan
** berhubungan pada taraf nyata 0,01
* berhubungan pada taraf nyata 0,05
.382**
-.348*
.207
-.095
.015
-.218
.174
.148
-.255
Terdapat hubungan yang nyata dan positif antara umur perempuan dengan
partisipasi perempuan. Artinya semakin dewasa umur perempuan, semakin tinggi
pula tingkat partisipasinya pada kegiatan Simpan Pinjam Kelompok Perempuan
(SPP). Sebagian besar perempuan anggota SPP tergolong pada usia dewasa dan
termasuk usia produktif, sehingga berpeluang besar untuk lebih aktif dalam
kegiatan SPP. Selanjutnya tahap perencanaan dan tahap pelaksanaan juga terdapat
hubungan yang nyata dan positif dengan umur, namun hubungan antara tahap
pelaksanaan dengan umur lebih signifikan. Hal tersebut dikarenakan perempuan
yang tergolong usia dewasa lebih mempunyai kontrol dan terlibat aktif dalam
tahap pelaksanaan. Mereka mempunyai rasa ingin tahu yang besar pada kegiatan
SPP. Walaupun tidak menjadi pengurus dalam kelompok, namun mereka ingin
terlibat banyak pada tahapan-tahapan kegiatan SPP.
Selain itu, terdapat hubungan yang nyata dan negatif antara tingkat
pendidikan dengan tahap pelaksanaan. Semakin tinggi tingkat pendidikan
perempuan ternyata semakin rendah partisipasinya pada tahap pelaksanaan.
Sebagian besar perempuan anggota Simpan Pinjam Kelompok Perempuan (SPP)
yang memperoleh pendidikan tinggi tidak menggunakan dana pinjaman untuk
modal usaha. Mereka lebih memilih bekerja di bidang lain dari pada membuka
usaha. Pada hal penggunaan pinjaman yang tepat menjadi salah satu kriteria
penilaian dalam tahap pelaksanaan. Selain pengurus, anggota SPP yang
mempunyai tingkat pendidikan tinggi cenderung lebih individualis, sehingga
kurang perduli kepada anggota lain, contohnya mereka jarang menegur anggota
57
lain jika tidak membayar angsuran. Seperti yang diungkapkan oleh UKL
(anggota) sebagai berikut:
“Pengangsuran pinjaman itu tanggung jawab masing-masing individu.
Jadi saya tidak pernah menegur anggota lain jika mereka telat
membayar angsuran, itu urusan masing-masing”.
Perempuan anggota SPP yang mempunyai pendidikan yang tinggi
sebenarnya mempunyai potensi untuk lebih mensukseskan kegiatan Simpan
Pinjam Kelompok Perempuan (SPP). Mereka diharapkan dapat mengembangkan
ide-ide baru untuk membantu perempuan yang tergolong Rumah Tangga Miskin
(RTM). Namun kenyataannya berbeda, alasan mereka mengikuti kegiatan SPP
lebih karena ingin mendapatkan pinjaman. Keterlibatan mereka dalam kegiatankegiatan yang berhubungan dengan SPP tergolong rendah. Seperti yang
diungkapkan SHR seorang Kader Pemberdayaan Masyarakat Desa (KPMD):
“Tidak semua perempuan anggota SPP pendidikannya rendah.
Terdapat beberapa perempuan anggota SPP yang pernah bersekolah di
universitas. Namun, mereka lebih fokus terhadap profesinya. Jadi
keterlibatan pada kegiatan-kegiatan yang berhubungan dengan SPP
relatif rendah”.
Tidak semua perempuan anggota SPP bekerja sebagai pedagang walaupun
ikut meminjam dana pada kegiatan Simpan Pinjam Kelompok Perempuan (SPP).
Alasan-alasan perempuan anggota SPP tidak bekerja sebagai pedagang antara
lain: (1) bekerja di bidang lain; (2) bingung menentukan jenis usaha yang akan di
jalankan; dan (3) tidak mempunyai keinginan untuk membuka usaha. Hal tersebut
tidak menjadi kendala bagi para perempuan untuk bergabung dalam kegiatan SPP.
Pekerjaan tidak menjadi kriteria dalam pemilihan anggota SPP. Bagi perempuan
yang tidak bekerja pun dapat menjadi anggota, asalkan mampu mengangsur
pinjaman setiap bulan. Pengurus Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat
(PNPM) Mandiri Perdesaan tingkat desa khususnya Kader Pemberdayaan
masyarakat Desa (KPMD) tidak melakukan pembinaan bagi perempuan anggota
SPP yang tidak membuka usaha. KPMD tidak lagi bertanggung jawab terhadap
pinjaman setelah dana pinjaman dibagikan kepada perempuan anggota SPP. Jadi
pengelolaan pinjaman diserahkan sepenuhnya kepada masing-masing perempuan
anggota SPP. Hubungan antara jenis pekerjaaan dengan tingkat partisipasi
perempuan pada kegiatan SPP tampak pada Tabel 22.
58
Tabel 22. Hubungan Jenis Pekerjaan dengan Tingkat Partisipasi Perempuan
dalam Kegiatan SPP PNPM Mandiri Perdesaan Tahun 2011
Tingkat
Jenis Pekerjaan (X1.3)
Partisipasi
Berdagang
Tidak Berdagang
(Y1)
(%)
(%)
Rendah
3,2
0
Sedang
29,1
42,1
Tinggi
67,7
57,9
100,0
100,0
Jumlah
Perempuan anggota Simpan Pinjam Kelompok Perempuan (SPP) yang
bekerja sebagai pedagang lebih tinggi partisipasinya dalam kegiatan SPP. Hal ini
dikarenakan perempuan yang bekerja sebagai pedagang lebih antusias dalam
mengikuti kegiatan SPP. Mereka merasa bahwa kegiatan SPP sangat dibutuhkan
untuk pengembangan usaha yang dijalankan. Syarat peminjaman yang mudah dan
bunga yang rendah menjadi alasan mereka mengikuti kegiatan SPP. Selain itu,
perempuan anggota SPP yang bekerja sebagai pedagang berpeluang besar untuk
aktif dalam kegiatan SPP karena mereka lebih banyak bekerja di rumah.
Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan dapat disimpulkan bahwa
hipotesis pertama “terdapat hubungan yang nyata dan nyata antara faktor internal
dengan tingkat partisipasi perempuan dalam kegiatan Simpan Pinjam Kelompok
Perempuan (SPP)” terbukti. Hal tersebut dapat dilihat pada variabel umur
perempuan yang berhubungan nyata dan positif
dengan tingkat partisipasi
perempuan.
5.6
Hubungan Faktor Eksternal dengan Tingkat Partisipasi
Perempuan
Penilaian pengurus dan anggota tentang pengaruh peran Kader
Pemberdayaan Masyarakat Desa (KPMD), Tim Pengelola Kegiatan (TPK),
Kepala Desa, dan Badan Permusyawarahan Desa (BPD) tidak mempengaruhi
partisipasinya dalam kegiatan Simpan Pinjam Kelompok Perempuan (SPP).
Ternyata sebagian besar pengurus dan anggota tergolong pada tingkat partisipasi
tinggi, walaupun penilaian terhadap pengaruh peran KPMD, TPK, Kepala Desa,
dan BPD rendah. Mereka berpartisipasi lebih dikarenakan kesadaran diri sendiri
bukan dorongan pihak lain. Walaupun peran KPMD, TPK, Kepala Desa, dan BPD
rendah tidak menjadi kendala bagi pengurus dan anggota untuk berpartisipasi
59
dalam kegiatan SPP. Hubungan faktor eksternal dengan tingkat partisipasi
perempuan pada kegiatan SPP tampak pada Tabel 23.
Tabel 23. Hubungan Faktor Eksternal dengan Tingkat Partisipasi Perempuan
dalam Kegiatan SPP PNPM Mandiri Perdesaan Tahun 2011
Tahapan Partisipasi
Faktor
Y1
Y1.1
Y1.2
Y1.3
Y1.4
Eksternal (X2)
(Tingkat
(Perenca (Pelaksa (Menikmati (Evaluasi)
Partisipasi)
naan)
naan)
Hasil)
KPMD(X2.1)
.144
.242
.052
.159
.157
TPK(X2.2)
-.052
-.212
.024
-.090
.005
Kepala
-.103
-.106
-.089
-.096
-.109
Desa(X2.3)
BPD(X2.4)
-.260
-.258
-.160
-.198
-.290*
Keterangan :
* berhubungan pada taraf nyata 0,05
Faktor eksternal tidak menunjukkan hubungan yang nyata dan positif
dengan tingkat partisipasi perempuan dalam kegiatan Simpan Pinjam Kelompok
Perempuan (SPP). Jadi belum tentu pengaruh peran KPMD, TPK, Kepala Desa,
dan BPD yang tinggi akan meningkatkan partisipasi perempuan anggota SPP.
Sebagian besar perempuan anggota SPP menilai bahwa pengaruh peran KPMD,
TPK, Kepala Desa, dan BPD belum maksimal dalam kegiatan SPP. KPMD, TPK,
Kepala Desa, dan BPD aktif mengikuti kegiatan musyawarah pada kegiatan SPP,
namun kurang memberikan pencerahan dalam permasalahan-permasalahan yang
dihadapi para perempuan. Para perempuan lebih memilih untuk mengadukan
semua permasalah dalam kegiatan SPP ke Unit Pengelola Kegiatan (UPK)
dibandingkan pengurus Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM)
tingkat desa.
Tingkat partisipasi perempuan yang tinggi dalam kegiatan Simpan Pinjam
Kelompok Perempuan (SPP) lebih disebabkan oleh dukungan dari masing-masing
anggota kelompok khususnya pengurus. Kedekatan secara personal antara
pengurus dan anggota memudahkan pengurus mempengaruhi anggotanya untuk
aktif dalam kegiatan SPP. Apabila diadakan rapat mengenai kegiatan SPP di
tingkat desa, biasanya masing-masing anggota saling mengingatkan dan datang
secara bersama-sama. Jadi pengaruh peran KPMD, TPK, Kepala Desa, dan BPD
kurang dapat meningkatkan partisipasi perempuan dalam kegiataan SPP.
60
Jika dilihat pertahapan partisipasi terdapat hubungan yang nyata dan
negatif antara peran Badan Permusyawarahan Desa (BPD) dengan tahap evaluasi.
Semakin tinggi peran BPD dalam kegiatan Simpan Pinjam Kelompok Perempuan
(SPP), ternyata semakin turun partisipasi perempuan pada tahap evaluasi. BPD
sering memberikan motivasi pada saat rapat yang dihadiri oleh perempuan
anggota SPP agar mereka selalu memanfaatkan kegiatan SPP secara maksimal.
Hal tersebut dimaksudkan untuk membangkitkan semangat perempuan dalam
mengikuti kegiatan SPP. Kenyataannya pemberian motivasi tersebut kurang
efektif, banyak perempuan anggota SPP yang lebih mengabaikannya. Hal ini
dikarenakan mereka menganggap BPD tidak mempunyai andil yang besar dalam
kegiataan SPP.
Pada Uraian di atas dapat membuktikkan bahwa hipotesis kedua “terdapat
hubungan nyata dan positif antara faktor eksternal dengan tingkat partisipasi
perempuan dalam kegiatan Simpan Pinjam Kelompok Perempuan (SPP)” tidak
terbukti.
Download