BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Konsumsi tembakau merupakan salah satu penyebab kerusakan kesehatan yang berkembang cukup pesat di dunia. Tingkat konsumsi Hasil Tembakau khususnya konsumsi pada rokok terus menjadi perhatian di dunia kesehatan. Faktanya jumlah perokok usia muda pun terus meningkat tajam. Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Kementerian Kesehatan, proporsi perokok pemula (10-14 tahun) mengalami kenaikan yang cukup pesat pada tahun 2010-2013 yaitu sebesar 6,2%. Prevalensi Perokok remaja (15-19 tahun) khususnya perempuan meningkat 10 kali lipat. Pada tahun 2013, diperkirakan terdapat 6,3 juta wanita Indonesia yang berusia lebih dari 15 tahun yang merokok. Kemudian dilihat dari segi dampaknya, berdasarkan hasil penelitian Badan Litbang Kemenkes pada tahun 2010 menunjukkan bahwa kematian akibat penyakit yang terkait dengan tembakau tercatat sejumlah 190.260 orang atau sekitar 12,7% dari seluruh kematian di tahun yang sama. Sementara itu survey menurut data World Health Organization (WHO) tahun 2014, epidemi tembakau telah membunuh sekitar 6 juta orang per tahun, 600 ribu orang di antaranya merupakan perokok pasif. Merokok juga menjadi salah satu faktor resiko penyakit tidak menular (PTM). Berdasarkan data yang diambil dari Kementrian Kesehatan bahwa proporsi kematian akibat penyakit tidak menular di Indonesia meningkat dari 50,7% di tahun 2004 menjadi 71% di tahun 2014. Empat dari lima penyebab kematian tertinggi tahun 2014 yaitu stroke, kardiovaskular, Diabetes Militus, dan Hipertensi. Berdasarkan data dari Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan total kerugian akibat konsumsi rokok selama 2013 mencapai Rp 378,75 triliun. Jumlah tersebut berasal dari kerugian akibat membeli rokok Rp 138 triliun, hilangnya produktivitas akibat sakit, disabilitas dan kematian prematur di usia muda sebesar Rp 235,4 1 2 triliun, dan biaya berobat akibat penyakit-penyakit terkait tembakau sebanyak Rp 5,35 triliun. Jumlah tersebut adalah 3,7 kali lebih besar dibanding pungutan cukai tembakau yang diperoleh negara pada tahun yang sama sebesar Rp 103,02 triliun Dengan begitu banyaknya realita yang terjadi mengenai dampak buruk akibat mengonsumsi rokok yang menyebabkan banyak kerugian, pemerintah pun peka akan akibat dari konsumsi Hasil Tembakau atau rokok, akan tetapi bagaimanapun pemerintah juga tidak mungkin menghilangkan konsumsi rokok dengan menghentikan produksi Hasil Tembakau karena akan berdampak buruk bagi beberapa pihak lain yang terkait, diantaranya bagi perekonomian negara, karena pungutan cukai dari Hasil Tembakau merupakan salah satu penyumbang APBN yang cukup besar. Selain itu, kesejahteraan para buruh dan petani tembakau yang jumlahnya sangat banyak juga tetap harus diperhatikan oleh pemerintah. Oleh karena itu sejak tahun 2007, dengan mempertimbangkan aspek ekonomi industi pengolahan tembakau tetap dikembangkan dengan tidak mengabaikan faktor dampak kesehatan, pemerintah melalui Kementerian Perindustrian menyusun peraturan berupa Roadmap atau peta jalan Produksi Industri Hasil Tembakau 2007-2020 dengan pentahapan prioritas sebagai berikut : 2007-2010 : Tenaga Kerja - Penerimaan Negara - Kesehatan 2011-2014 : Penerimaan - Kesehatan - dan Tenaga Kerja 2015-2020 : Kesehatan melebihi aspek Tenaga Kerja, dan Penerimaan Fakta Industri Hasil Tembakau di Indonesia Tahun 2011 2012 2013 2014 2015 Pajak (triliyun) +/- 73,3 90,5 103,6 112,5 131 3 Pekerja yang terlibat Jumlah (+/-) Petani Tembakau 2.000.000 Petani Cengkih 1.500.000 Pedagang dan Pengecer Rokok 2.000.000 Tenaga kerja di pabrik rokok 600.000 Jumlah +/- 6.000.000 Sumber : Kementerian Perindustrian (2010) Demi terwujudnya keseimbangan lingkungan sesuai dengan Roadmap Produksi Industri Hasil Tembakau, maka dari itu langkah yang diambil oleh pemerintah dalam mengawasi serta mengendalikan produksi dan konsumsi Hasil Tembakau yaitu dengan mengenakan pungutan berupa cukai terhadap Hasil Tembakau, yang tarif pungutan cukainya dari tahun ke tahun terus mengalami kenaikan yang cukup signifikan demi menekan dampak buruk Hasil Tembakau, dan nantinya sebagian hasil dari pungutan Hasil Tembakau tersebut dialokasikan untuk keadilan dan keseimbangan terhadap lingkungan. Tidak dapat dipungkiri lagi bahwa tembakau memang merupakan salah satu Sumber Daya Alam yang dalam pemakaiannya jika berlebihan dapat menimbulkan banyak dampak negatif bagi masyarakat maupun lingkungan hidup, maka dari itu Hasil Tembakau termasuk dalam kriteria barang yang dikenakan pungutan cukai oleh negara atau disebut dengan Barang Kena Cukai (BKC). Menurut Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2007 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai, Cukai adalah pungutan negara yang dikenakan terhadap barang-barang tertentu yang mempunyai sifat atau karakteristik yang ditetapkan dalam Undang-Undang, dimana sifat atau karakteristik yang ditetapkan antara lain : a. Konsumsinya perlu dikendalikan; b. Peredarannya perlu diawasi; c. Pemakaiannya dapat menimbulkan dampak negatif bagi masyarakat atau lingkungan hidup; atau d. Pemakaiannya perlu pembebanan pungutan negara demi keadilan dan keseimbangan. 4 Salah satu peran aktif pemerintah dalam pengawasan terhadap Industri Hasil Tembakau yaitu melalui Direktorat Jendral Bea dan Cukai (DJBC), dimana tugas pokok DJBC yaitu melaksanakan sebagian tugas pokok Kementerian Keuangan di bidang kepabeanan dan cukai berdasarkan kebijaksanaan yang ditetapkan oleh Menteri dan mengamankan kebijaksanaan pemerintah yang berkaitan dengan lalu lintas barang yang masuk atau keluar Daerah Pabean dan pemungutan Bea Masuk dan Cukai serta pungutan negara lainnya berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dan tugas Direktorat Jendral Bea dan Cukai dalam proses pemungutan cukai khusunya terhadap Hasil Tembakau yaitu dengan menyediakan Pita Cukai Hasil Tembakau bagi para pelaku usaha di bidang Industri Hasil Tembakau, yang saat ini pelayanannya sudah menggunakan suatu sistem aplikasi pelayanan modern berupa Sistem Aplikasi Cukai Sentralisasi (SAC-S). Menurut Frans Rupang (2009:18), SAC Sentralisasi adalah suatu sistem aplikasi terkait kegiatan pelayanan di bidang cukai yang menggunakan teknologi smart client yang berfungsi untuk menghubungkan sebagian atau seluruhnya kegiatan di bidang cukai pada satu database di KP DJBC (sentralisasi di KP DJBC) Transaksi pelayanan Pita Cukai dapat dilaksanakan secara online, Pengusaha dapat memesan Pita Cukai secara online di tempat usahanya sendiri, sehingga mengurangi tatap muka antara petugas Bea dan Cukai dengan pengusaha pabrik atau kuasanya. Berdasarakan Keputusan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor KEP-169/BC/2012 Tentang Penerapan secara penuh (mandatory) Sistem aplikasi cukai sentralisasi (SAC-S), Sistem Aplikasi Cukai Sentralisasi (SAC-S) sudah terapkan di beberapa kantor Bea dan Cukai yang tersebar di Indonesia, diantaranya yaitu Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai (KPPBC) Tipe Madya Pabean B Surakarta. Para pengusaha Hasil Tembakau dapat memperoleh pita cukai sebagai bukti pelunasan cukai hasil tembakau produksinya melalui beberapa tahap yang harus dilalui, diantaranya yang pertama pengusaha harus memiliki izin sebagai pelaku usaha Barang Kena Cukai berupa NPPBKC (Nomor Pokok 5 Pengusaha Barang Kena Cukai) dengan syarat-syarat yang ditentukan, kemudian pengusaha harus mengajukan penetapan tarif cukai produknya kepada Kantor Bea dan Cukai setempat, dilanjutkan dengan Permohonan Penyediaan Pita Cukai (P3C) dan yang terakhir dengan Pemesanan pita cukai dengan dokumen CK-1 yang semuanya tersebut diatur dalam peraturan tentang Penyediaan dan Pemesanan Pita Cukai yang terbaru yaitu Peraturan Direktur Jendral Bea dan Cukai Nomor PER-24/BC/2015 tentang Penyediaan dan Pemesanan Pita Cukai. Berdasarkan uraian tersebut diatas penulis tertarik untuk mengetahui tentang bagaimana prosedur yang harus dilalui oleh pengusaha hasil tembakau dalam memperoleh Pita Cukai melalui SAC-S khususnya di Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai Tipe Madya Pabean B Surakarta, maka dengan penuh pertimbangan penulis membuat laporan sebagai tugas akhir dari pelaksanaan Magang Kerja dengan judul “PROSEDUR PENYEDIAAN DAN PEMESANAN PITA CUKAI HASIL TEMBAKAU MELALUI SISTEM APLIKASI CUKAI-SENTRALISASI (SAC-S) DI KANTOR PENGAWASAN DAN PELAYANAN BEA DAN CUKAI TIPE MADYA PABEAN B SURAKARTA” B. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang penulis paparkan diatas dan berdasarkan data yang diperoleh pada saat Magang Kerja, maka penulis dapat merumuskan masalah yang akan diteliti yaitu Bagaimana Prosedur Penyediaan dan Pemesanan Pita Cukai Hasil Tembakau di Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai Tipe Pabean B Surakarta ? C. Tujuan Pengamatan 1. Tujuan Operasional Mengetahui, memahami, dan mendeskripsikan bagaimana Prosedur Penyediaan dan Pemesanan Pita Cukai Hasil Tembakau melalui SAC-S di Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai Tipe Pabean B 6 Surakarta agar tidak terjadi kesalahan dalam proses penyediaan dan pemesanan Pita Cukai Hasil Tembakau 2. Tujuan Fungsional Dari hasil pengamatan ini diharapkan dapat berguna bagi penulis dan para pembaca serta memberi masukan bagi para pegawai di Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai Tipe Pabean B Surakarta agar dapat meningkatkan pelayanan yang diberikan kepada Pengusaha dalam proses penyediaan dan pemesanan Pita Cukai Hasil Tembakau agar sesuai dengan peraturan yang berlaku yaitu Peraturan Direktur Jendral Bea dan Cukai Nomor PER-24/BC/2015 tentang Penyediaan dan Pemesanan Pita Cukai dan demi terwujudnya pengendalian konsumsi Hasil Tembakau sesuai dengan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2007 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai 3. Tujuan Individual Untuk memenuhi syarat dalam memperoleh sebutan Ahli Madya pada Program Diploma III Manajemen Administrasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sebelas Maret Surakarta. D. Manfaat Pengamatan 1. Bagi Penulis Memberikan gambaran dan pengetahuan, serta praktek secara langsung tentang bagaimana prosedur penyediaan dan pemesanan Pita Cukai Hasil Tembakau di Kantor Pelayanan dan Pengawasan Bea dan Cukai Tipe Pabean B Surakarta, sehingga penulis benar-benar paham bagaimana langkah-langkah dalam proses penyediaan dan pemesanan pita cukai Hasil Tembakau 2. Bagi Instansi Terkait Memberikan pertimbangan dan masukan bagi Kantor Pelayanan dan Pengawasan Bea dan Cukai Tipe Pabean B Surakarta agar meningkatkan efektifitas dan efisiensi pada pelayanan khusunya pada 7 proses penyediaan dan pemesanan Pita Cukai Hasil Tembakau sesuai dengan peraturan Direktur Jendral Bea dan Cukai Nomor PER24/BC/2015 tentang Penyediaan dan Pemesanan Pita Cukai, serta meningkatkan penerimaan negara melalui pungutan cukai hasil tembakau yang pelaksanaannya oleh Direktorat Jendral Bea dan Cukai yang berada dibawah naungan Kementrian Keuangan 3. Bagi pembaca Memberikan manfaat terutama seperti bertambahnya ilmu pengetahuan, wawasan dan informasi mengenai penyediaan dan pemesanan Pita Cukai Hasil Tembakau sehingga pembaca paham bagaimana proses yang harus dilalui dalam mendapatkan Pita Cukai Hasil Tembakau tanpa melakukan kesalahan 4. Bagi mahasiswa Sebagai referensi bacaan dalam penulisan tugas akhir di masa yang akan datang dalam memperoleh gelar sesuai dengan jenjang pendidikan yang ditempuh apabila mengambil judul tugas akhir mengenai penyediaan dan pemesanan Pita Cukai.