PEMANFAATAN FERMENTASI LIMBAH ORGANIK AMPAS TAHU, BEKATUL DAN KOTORAN AYAM UNTUK PENINGKATAN PRODUKSI KULTUR DAN KUALITAS CACING SUTERA (Tubifex sp) UTILIZATION OF FERMENTED ORGANIC WASTES OF TOFU, RICE BRAN, AND CHICKEN MANURE TO INCREASE THE CULTURE PRODUCTION AND QUALITY OF SILK WORM (Tubifex sp) Diana Chilmawati*, Suminto dan Tristiana Yuniarti Program Studi Budidaya Perairan, Jurusan Perikanan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas DiponegoroJl. Prof. Soedharto, SH, Tembalang SemarangTelp. 024-7474698 / Fax. 024-7474698 Email: [email protected] ABSTRACT The Effect of enrichment culture media through the combination of fermented tofu waste, rice bran, chicken manure to increase the production and quality of silk worm, Tubifex sp. was studied in this research. The experiment method was employed in this research by using complitely randomized design pattern with four treatments and three replicates, respectively. Those treatments were the combinations of 0% tofu waste, 0% rice bran, and 100% chicken manure (A), 35% tofu waste, 15% rice bran, and 50% chicken manure (B), 25% tofu waste, 25% rice bran, and 50% chicken manure (C), and 15% tofu waste, 35% rice bran, and 50% chicken manure as D treatment. The results shown that the enrichment culture media through the combination of tofu waste, rice bran, and chicken manure were siqnificantly effect (p<.05) on the total biomass production and protein content, but no siqnificantly effect on the total length growth of silk worm, Tubifex sp. However, the combination of 35% tofu waste, 15 rice bran, and 50% chicken manure was the best production and quality of silk worm, Tubifex sp. Key word : Tubifex sp., agriculture organic wastes, fermentation, quality, and culture production perikanan budidaya, jumlah budidaya PENDAHULUAN Peningkatan produksi ikan dalam kolam air tawar budidaya perikanan, baik kualitas menyumbangkan angka hingga 1,1 maupun sangat juta ton (www.kkp.go.id, 2013). diperlukan dalam rangka menjamin Ketersediaan pakan, terutama pakan ketahanan dan keamanan pangan dari alami, gizi berperan penting dalam kegiatan 186 ikani. kuantitasnya, Dari total produksi merupakan faktor yang budidaya terutama pada fase awal sutera sangat baik untuk pakan benih atau fase pembenihan. Pentingnya ikan karena mudah dicerna dan pakan ukurannya sesuai dengan bukaan alami makanan sebagai dapat dilihat sumber dari mulut ikan. kandungan nutrisi yang relatif lebih tinggi dibandingkan Permasalahan yang timbul terbatasnya ketersediaan pada pakan adalah buatan dan jumlah kalori yang cacing terkandung di dalam pakan. budidaya, Cacing sutera (Tubifex sp) sutera yaitu pada skala masyarakat masih cacing hasil alam untuk mengandalkan merupakan salah satu jenis pakan tangkapan alami yang keberadaannya sangat memenuhi kebutuhan pembenihan penting dalam kegiatan budidaya ikan. Menurut Hadiroseyani et al., ikan air tawar, terutama bagi para (2007), ketersediaan cacing sutera di pembenih alam tidak tersedia sepanjang tahun, ikan, hal tesebut dari dikarenakan selain cacing sutera terutama pada memiliki kandungan protein tinggi penghujan, karena cacing sutera di juga mudah dicerna oleh ikan. alam terbawa oleh arus deras akibat Tubifex sp. mempunyai kandungan curah hujan yang cukup tinggi. Oleh nutrisi antara lain protein 57%, karena itu perlu dilakukan usaha lemak 1,29%, karbohidrat 0% dan budidaya abu 0% serta memiliki daya cerna mencukupi kebutuhan pakan alami dalam usus ikan antara 1,5-2 jam. benih ikan air tawar tersebut. cacing saat sutera musim untuk Menurut Suharyadi (2012), cacing 187 Kualitas nutrisi cacing sutera (Tubifex sp) dari hasil budidaya ikan, baik bagi ikan hias maupun ikan konsumsi pada fase larva. sangat ditentukan oleh media yang akan menjadi asupan makanan Media kultur yang digunakan dalam penelitian ini berupa cacing sutera untuk bertahan hidup kombinasi limbah organik antara selama masa pemeliharaan. Menurut ampas tahu, bekatul dan kotoran Febriyanti (2004), bahwa kombinasi ayam kotoran ayam dan lumpur halus menggunakan EM-4 dengan tujuan sebagai substrat budidaya cacing meningkatkan hasil produksi dan sutera menghasilkan nilai nutrisi cacing sutera tersebut. populasi yang tinggi dan mencapai Fermentasi pupuk bertujuan untuk puncak populasi pada hari ke-40, meningkatkan kandungan C-organik dengan demikian tidak menutup dan kemungkinan untuk membudidaya bakteri, kan cacing sutera pada media dengan memakan kombinasi pupuk yang berbeda. partikel organik hasil perombakan terbukti Ketersediaan cacing sutera (Tubifex sp) yang yang telah N-organik difermentasi yang karena bakteri dibutuhkan cacing dan sutera partikel- oleh bakteri. berkelanjutan Pemberian kombinasi limbah sangat dibutuhkan dalam kegiatan organik ampas tahu, bekatul dan budidaya ikan, terutama pada fase kotoran ayam, yang difermentasi pembenihan, karena cacing sutera sebagai pengkayaan pada media memiliki protein tinggi yang cocok kultur cacing sutera (Tubifex sp) untuk digunakan sebagai pakan alami diharapkan dapat menjadi solusi 188 dalam meningkatkan ketersediaan sutera (Tubifex sp) dengan biaya cacing dengan yang rendah, bahan yang mudah peningkatan biomassa cacing yang didapat dan prosedur pemeliharaan cukup besar dan juga peningkatan yang sederhana serta hasil yang kandungan nutrisinya. terbaik sehingga kebutuhan pakan Tujuan dari penelitian ini adalah : alami sutera, 1. Mengkaji disertai pengaruh pengkayaan media kultur melalui fermentasi limbah organik ampas tahu, bekatul dan kotoran ayam bagi terpenuhi benih ikan untuk dapat menjamin kelangsungan usaha. METODE PENELITIAN terhadap Penelitian ini dilaksanakan peningkatan produksi dan kualitas dengan jangka waktu 8 bulan pada cacing sutera (Tubifex sp). tahun 2014 dengan lokasi penelitian 2. Mengetahui perbandingan komposisi di Laboratorium Budidaya Perairan limbah organik ampas tahu, bekatul Fakultas Perikanan dan kotoran ayam yang difermentasi Kelautan UNDIP yang memberikan hasil produksi dan Tembalang Semarang. kualitas terbaik bagi cacing sutera Materi (Tubifex sp). Hasil diharapkan dan di penelitian Ilmu kampus yang digunakan meliputi : penelitian dapat ini a. Materi uji. memberikan Materi yang digunakan dalam informasi bagi para pembudidaya penelitian ini adalah cacing sutera ikan air tawar, terutama pembenih (Tubifex sp) yang diperoleh dari ikan, mengenai budidaya cacing pengumpul cacing sutera. Padat 189 penebaran yang digunakan adalah Wadah yang digunakan adalah 150 gr/m2. berupa kotak plastik sebanyak 12 b. Media uji. buah dengan ukuran panjang 41,5 Media pemeliharaan adalah cm x 32 cm, dan tinggi 20 cm. Metode lumpur halus sebagai substrat yang digunakan yang dicampur dengan kotoran dalam penelitian ini adalah metode sapi, eksperimen dengan menggunakan sebagai sumber makanan bagi cacing sutera, perbandingan pola lumpur dan kotoran sapi yaitu (RAL) dengan 4 perlakuan dan 3 60% : 40%, sebelum digunakan ulangan. Perlakukan yang digunakan lumpur dipisahkan dari sampah adalah pemberian pengkayaan media dan organisme benthos lainnya kultur dengan dosis yang berbeda, (Febrianti, 2004). Kotoran ayam dengan perlakuan sebagai berikut : yang - Perlakuan A: kotoran ayam 100% digunakan berasal dari Rancangan Acak Lengkap berada - Perlakuan B: kotoran ayam 50%, didaerah Kendal. Pupuk yang ampas tahu 35% dan bekatul 15% digunakan campuran dari ampas - Perlakuan C: kotoran ayam 50%, tahu, bekatul dan kotoran ayam ampas tahu 25% dan bekatul 25% yang telah difermentasi dengan - Perlakuan D: kotoran ayam 50%, peternak ayam menggunakan yang EM-4 terlebih dahulu. c. Wadah dan media pemeliharaan. ampas tahu 15% dan bekatul 35%. HASIL DAN PEMBAHASAN a. Panjang Mutlak Cacing Sutera 190 Grafik Pertumbuhan Panjang Mutlak fermentasi limbah organik ampas cacing sutera (Tubifex sp) dimana tahu, bekatul dan kotoran ayam untuk rata-rata panjang awal cacing terhadap Panjang Mutlak cacing sutera adalah 1,3 cm, dapat dilihat sutera (Tubifex sp). pada Gambar 1 di bawah ini. Pemberian kotoran ayam sebagai media tumbuh cacing sutera memberikan terhadap cacing efek yang pertumbuhan sutera (Herliwati, nyata populasi 2012). Pemupukan dalam media budidaya Grafik pertumbuhan panjang mutlak Tubifex cacing sutera tersebut dapat dilihat menambah sumber makanan baru bahwa pada perlakuan B (1,96 ± 0,11 pada media pemeliharaan. Pemberian cm) pupuk tambahan yang berbeda baik memberikan pertumbuhan rata-rata Panjang Mutlak sp frekuensi bertujuan untuk maupun jumlah setiap tertinggi diikuti perlakuan C (1,87 ± pemberian pupuk secara langsung 0,92 cm), kemudian D (1,81 ± 0,24 akan mempengaruhi bahan organik cm) dan hasil paling rendah adalah dalam pada perlakuan A (1,76 ± 0,06 cm). organik media. dalam Tingginya bahan media akan Pertumbuhan meningkatkan jumlah bakteri dan Panjang Mutlak menunjukkan bahwa partikel organik hasil dekomposisi tidak ada pengaruh dari pemberian oleh pengkayaan media kultur melalui meningkatkan Hasil ANOVA bakteri sehingga dapat jumlah bahan 191 makanan populasi dan dan mempengaruhi biomassa cacing (Syarip, 1988). pengaruh pupuk disebabkan karena adanya proses dekomposisi yang dilakukan oleh bakteri, sebab bakteri Menurut Gaddie dan Douglas (1990) dalam Palungkun (1999) akan memanfaatkan bahan organik pada pupuk yang diberikan. kotoran ayam memiliki protein kasar Selama pemeliharaan cacing sutera sebesar (Tubifex sp), terdapat organisme 50% dari berat kotor, sehingga dapat digunakan untuk lain pemupukan media budidaya Tubifex seperti sp. Febrianti (2004) mengatakan Keberadaan bahwa pemberian pupuk tambahan disebabkan media kultur dilakukan yang berbeda waktu maupun dosis di pupuk keberadaannya secara langsung akan pada media pemeliharaan Chironomous tempat sp. Chironomous terbuka sehingga tidak dapat mempengaruhi bahan organik yang dihindari. Selain itu juga diduaga ada keberadaannya di dalam media. Sehingga disebabkan dengan semakin tingginya bahan pemakaian kotoran ayam dan air organik akan yang tidak disterilisasi. Organisme partikel ini merupakan kompetitor makanan di dalam meningkatkan media, jumlah organik dan bakteri sehingga dapat meningkatkan jumlah bagi cacing budidaya (Tubifex sp). bahan b. Pertumbuhan Biomassa Mutlak makanan pada media dan mempengaruhi populasi dan panjang mutlak Tubifex sp. Penurunan Dari Biomassa hasil data Mutlak pertumbuhan cacing sutera (Tubifex sp) tersebut dapat dilihat 192 bahwa pada perlakuan B (32,83 ± Pemberian ampas tahu dan 2,38 gram) memberikan rata-rata bekatul pertumbuhan Mutlak menyebabkan protein lebih mudah tertinggi diikuti perlakuan C (25,37 ± terserap oleh cacing sutera sehingga 4,27 gram), kemudian D (21,40 ± dapat 1,33 gram) dan hasil paling rendah biomassa adalah pada perlakuan A (17,07 ± protein pada tepung kotoran ayam 2,24 gram). yang telah difermentasi, belum bisa Biomassa yang telah difermentasi meningkatkan maksimal cacing diserap produksi sutera. Diduga cacing sutera. Cacing sutera lebih mudah menyerap protein dari ampas tahu. Pemberian pengkayaan media kultur menggunakan bahan organik Hasil ANOVA Pertumbuhan ampas tahu dengan dosis lebih tinggi, Mutlak menunjukkan mampu Biomassa memberikan kebutuhan bahwa ada pengaruh nyata dari nutrisi cacing sutera untuk tumbuh pemberian pengkayaan media kultur sehingga yaitu dengan penambahan fermentasi mutlak cacing sutera menjadi lebih limbah organik ampas tahu dan tinggi. Ampas tahu yang diberikan bekatul (perlakuan B, C dan D) mengandung selain kotoran ayam (perlakuan A) mengalami proses pengolahan dan terhadap Biomassa cacing sutera telah difermentasi, sehingga lebih (Tubifex sp). mudah diserap oleh cacing sutera. pertumbuhan protein biomassa yang telah 193 Proses fermentasi menyederhanakan akan kandungan karbohidrat bahan yang tertinggi dibandingkan kotoran pakan, sehingga akan meningkatkan ayam dan bekatul, yaitu sebesar nilai gizi dan kualitasnya. Selain itu, 69,41% (Laboratorium Ilmu Nutrisi fermentasi pada ampas tahu akan dan Pakan Universitas Diponegoro, mengubah protein menjadi asam 2014). Hal ini diduga menyebabkan amino dan secara tidak langsung energi karbohidrat pada perlakuan B akan menurunkan kadar serat kasar lebih besar dibanding perlakuan yang pada ampas tahu. lain, sehingga nutrisi media pada Hasil partikel memiliki uji analisis perlakuan B dapat dimanfaatkan laboratorium menunjukkan bahwa bakteri proses dapat sutera dalam perombakan organik. protein Secara teknis di lapangan, pada bahan organik yang digunakan dalam perlakuan C, D dan A juga terjadi penelitian ini. Kandungan protein penggumpalan bahan organik ampas tahu yang tekstur masih kasar. fermentasi meningkatkan sudah kandungan difermentasi memiliki lain (28,30%) sebagai dengan makanan ke atas, cacing terlihat Bakteri dan mikroorganisme kandungan protein yang paling tinggi dibandingkan sebagai menggunakan makanan Karbohidrat untuk bahan organik lain yaitu bekatul menghasilkan energi dan tumbuh (13,22%) maupun kotoran ayam melalui pembentukan protein dan (12,27%). Selain protein, ampas tahu sel-sel baru (Avnimelech, 1999). yang Semakin cepat tumbuhnya bakteri telah difermentasi juga 194 maka semakin cepat bahan organik dalam media kultur cacing sutera. yang Pada perlakuan A nutrisi terdekomposisi, sehingga ketersediaan makanan cacing dalam dimanfaatkan media semakin cepat terbentuk. Hal makanan cacing lebih sedikit yaitu ini sesuai dengan pendapat Ralph O dari satu sumber protein saja (protein dan hewani Brinkhurst (1995) yang bakteri yang saja) sebagai dibanding dengan mengatakan bahwa selain memakan perlakuan lain yang memperoleh partikel organik, Tubificids juga sumber protein dari protein hewani memakan bakteri yang terlibat dalam dan protein nabati. Protein yang memecah bahan organik, seperti berasal bakteri yang terkandung dalam EM4 sumber (Lactobacillus sp dan Saccaromuces konversi yang lebih baik daripada serevisiae). sumber tunggal apa pun asalnya. Pada perlakuan B, C dan D dari kombinasi berbagai menghasilkan tingkat Paling rendahnya nutrisi pada mempunyai pertumbuhan rata-rata perlakuan Biomassa Mutlak yang lebih tinggi ketersediaan makanan cacing sutera daripada lebih perlakuan A karena A sedikit, menyebabkan sehingga memiliki kandungan nutrisi yang berpengaruh lebih tinggi Tubifex sp. Hal ini sesuai dengan daripada pada perlakuan A. Dengan pendapat Findi (2011) bahwa cacing penambahan bahan organik ampas sutera membutuhkan makanannya tahu dapat untuk pertumbuhan dan reproduksi. menambah protein dan karbohidrat Perbedaan biomassa cacing sutera lengkap dan dan bekatul lebih diduga terhadap akan reproduksi 195 pada penelitian ini disuga karena adanya perbedaan biologis, tingkat kemampuan penetasan Dari hasil data kandungan protein cacing sutera (Tubifex sp) dan tersebut dapat dilihat bahwa pada tingkat pertumbuhan (Lobo et al., perlakuan B (57,06 ± 0,79 gram) 2008). Lobo et al., 2008 mengatakan memberikan rata-rata pertumbuhan bahwa banyak jumlah telur per Kandungan Protein tertinggi diikuti kokon yang diproduksi cacing untuk perlakuan C (54,65 ± 0,81 gram), menhasilkan baru kemudian D (51,06 ± 0,07 gram) dan dipengaruhi oleh berat tubuh cacing. hasil paling rendah adalah pada Hal ini dapat dilihat pada perlakuan perlakuan A (49,94 ± 0,45 gram). individu A lebih rendah dibanding perlakuan lain. Hasil Analisis Sidik Ragam (ANOVA) Kandungan Protein (Lampiran 3) menunjukkan bahwa c. Kandungan Nutris (Protein) ada pengaruh nyata dari pemberian Grafik Kandungan Protein cacing sutera (Tubifex sp) dapat dilihat pada Gambar 3 di bawah ini. pengkayaan dengan media penambahan kultur yaitu fermentasi limbah organik ampas tahu dan bekatul (perlakuan B, C dan D) selain kotoran ayam (perlakuan A) terhadap Kandungan Protein cacing sutera (Tubifex sp). Pada perlakuan B, pemberian 35% ampas tahu yang mengandung 196 protein dan karbohidrat tinggi Adanya penambahan ampas tahu dan dibanding bahan organik lainnya dan bekatul selain kotoran ayam pada dikombinasikan dengan 50% kotoran media budidaya Tubifex sp, dan ayam dan 15% bekatul menyebabkan pemupukan ulang seminggu sekali nutrisi mempengaruhi pada dimanfaatkan media baktderi dapat ketersediaan sebagai makanan cacing sutera. Kandungan makanan bagi cacing sutera dengan nutrisi yang dimiliki cacing sutera baik. bahan sangat tinggi yaitu protein 41,1%, organik dapat berpengaruh terhadap lemak 20,9%, serat kasar 1,3% dan kandungan N-organik pada media kandungan abu 6,7% (Muria, 2012). budidaya (Adlan, 2014). Avnimelech Makanan diperlukan oleh cacing (1999) mengatakan bahwa bakteri sutera dan lain berkembang, sehingga apabila terjadi menggunakan karbohidrat (gula, pati kurangnya asupan makanan pada dan selulosa) sebagai makanan untuk cacing menghasilkan energi dan tumbuh menyebabkan rendahnya biomassa melalui pembentukan protein dan dan kandungan nutrisi yang dimiliki sel-sel cacing sutera (Suharyadi, 2012). Kandungan protein mikroorganisme baru. memanfaatkan Mikroba karbon akan untuk sutera tumbuah maka dan dapat sebagai d. Kualitas Air Media Kultur sumber energi untuk mengkonversi nitrogen anorganik menjadi protein sel. Untuk data kualitas air media kultur cacing sutera (Tubifex sp) yaitu pH berkisar antara 6-7, suhu selama pemeliharaan cacing sutera 197 antara 27-28 °C, untuk kandungan Menurut Spotte (1970) bahwa jika Oksigen terlarut (DO) adalah anatar suhu 4-5 ppm dan kandungan amonia metabolisme dan kebutuhan terhadap berkisar antara 1,328 mg/L. Hasil oksigen juga meningkat, begitu pula pengamatan kualitas air media kultur dengan daya racun bahan pencemar. cacing sutera masih termasuk dalam Temperatur bukan merupakan faktor kondisi layak untuk budidaya cacing pembatas sutera (Tubifex sp). Oligochaeta (Pennak, 1953). Kisaran Pada kondisi meningkat bagi maka cacing laju famili netral, suhu selama pemeliharaan tergolong bakteri akan dapat memecah bahan layak untuk pemeliharaan cacing organik dengan normal menjadi lebih sutera sederhana diperbolehkan adalah kisaran antara sehingga pH air siap untuk karena dimanfaatkan oleh Tubifex sp. Nilai 25-30 pH Ajiningsih, 1992). pada penelitian ini masih tergolong normal. Hal ini sesuai dengan (Aston, Tubifex 1968 sp dalam mempunyai (1982) toleransi kehidupan cacing kandungan oksigen, bahkan pada sutera, famili Tubificidae mampu kondisi anaerob dan temperatur 0-2 beradaptasi terhadap pH air antara °C, sepertiga dari spesimen cacing 6-8. sutera masih dapat bertahan selama untuk Suhu dapat mempengaruhi 48 hari yang yang Davis bahwa pendapat ºC kisaran besar (Dausen, 1931 terhadap dalam sifat fisika dan kimia air serta dapat Pennak, 1953). Cacing sutera akan mempercepat menonjolkan proses biokimia. dan menggerakkan 198 bagian posterior tubuhnya untuk Pertumbuhan memperoleh oksigen sehingga dapat cacing sutera (Tubifex sp). terus bernapas (Wilmoth, 1967 dalam Yuherman, 1987). dari perombakan maupun sisa bahan hasil Mutlak 2. Perbandingan komposisi limbah organik Kandungan Amonia berasal Panjang kotoran ayam 50%, ampas tahu 35% dan bekatul 15% organik dan memberikan hasil produksi metabolisme dan kualitas terbaik bagi cacing cacing sutera yang terdapat dalam sutera (Tubifex sp). media kultur. Sifat racun amonia Saran berhubungan dengan nilai pH dan Hasil penelitian ini perlu suhu lingkungannya (Boyd dan diujicobakan ke hatchery terutama Lichtkopler, 1979). hatchery ikan hias dan ikan air tawar lainnya, sehingga kebutuhan pakan Kesimpulan Dari hasil penelitian ini, alami bagi terpenuhi dapat disimpulkan bahwa : 1. Pengkayaan media kultur melalui benih untuk ikan dapat menjamin kelangsungan usaha. fermentasi limbah organik ampas tahu, bekatul dan kotoran ayam berpengaruh terhadap Pertumbuhan Biomassa Mutlak dan Kandungan Protein namun tidak berpengaruh terhadap 199 DAFTAR PUSTAKA Arifin, S. 2003. Pengaruh Penggunaan Bekatul Fermentasi dengan EM4 (Efektif Mikroorganisme) dalam Ransum terhadap Efisiensi Pakan dan Income Over Feed Cost (Iofc) pada Ayam Potong (Broiler). Departement of Animal Husbandry. Universitas Muhammadiyah Malang. 1 hal. Effendie, M. I 1978. Biologi Perikanan Bagian I. Studi natural History. Fakultas Pertanian, Institut Pertanian bogor, Bogor. 105 hlm. Febriyanti, D. 2004. Pengaruh Pemupukan Harian dengan Kotoran Ayam Terhadap Pertumbuhan Populasi dan Biomassa Cacing Sutera (Limnodrillus). Skripsi. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Fibria Kaswinarni, 2007. Kajian Teknis Pengolahan Limbah Padat Dan Cair Industri Tahu. Program Studi Magister Ilmu Lingkungan Program Pascasarjana Universitas Diponegoro Semarang. Findi Santoni, 2011. Pengaruh tingkat pemberian kotoran sapi terhadap pertumbuhan biomasaa cacing sutera. Departemen Budidaya peraiiran Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Fitria, F. 2011. Pengaruh frekuensi Pemberian Cacing Darah yang Berbeda Terhadap Pertumbuhan dan Kelulushidupan benih Ikan Botia. Skripsi. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Universitas Diponegoro. Semarang. Bintaryanto, B. W. dan T. Taufikurohmah. 2013. Pemanfaatan Campuran Limbah Padat (Sludge) Pabrik Kertas dan Kompos Sebagai Media Budidaya Cacing Sutra (Tubifex sp.). J. Universitas Negeri Surabaya. 7 hlm. Fadilah, R. 2004. Pertumbuhan Biomassa Cacing Sutera (Limnodrilus) yang dipupuk dengan Kotoran Ayam yang di Fermentasi. Skripsi. Fakultas Perikanan dan Ilmu kelautan. Institut PertanianBogor Hadiroseyani, H dan D, Dana. 1994. Penyediaan Cacing Sutera Bebas Penyakit Sebagai Makanan Ikan Yang Sehat, Melalui System Budidaya yang Diperbaiki. Laporan Penelitian. Insitut Pertanian Bogor. Bogor _____________, Nurjanah Wahjuningrum. Kelimpahan dan D. 2007. Hanifah, K. A. 2004. Rancangan Percobaan. PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 238 hlm. Hastuti Dwi Endah, 2009. Aplikasi Kompos Sampah Organik Berstimulator Em4 untuk Pertumbuhan dan Produksi Tanaman Jagung (Zea Mays, L.) pada Lahan Kering. Jurusan Biologi. Universitas Diponegoro. Semarang. Hal : 4 Herdiyantono,D. 2010. Pengomposan : Mikrobiologi dan Teknologi Pengomposan Tanah. Jurrusan Pertanian. Fakultas Ilmu Tanah. Universitas Padjadjaran. Bandung 200 Islamiyati R., Jamila dan A. R. Hidayat. 2010. Nilai Nutrisi Ampas Tahu Yang Difermentasi Dengan Berbagai Level Ragi Tempe. J. Teknologi Peternakan dan Veteriner. 4 hlm Pujaningsih Retno, 2005. Teknologi Fermentasi dan Kualitas Pakan. Fakultas Peternakan Undip. Semarang. Hal : 31 R&D Wighoo Agribisnis Indonesia , 2011. Ebook Panduan”Kiat Sukses Budidaya Cacing Sutera” .Whismedia. Yogyakarta. Simanjuntak, 2009. Studi Pembuatan Etanol Dari Limbah Gula (Molase). Fakultas Pertanian. Universitas Sumatera Utara. Medan. Srigandono, B. 1989. Rancangan Percobaan. Fakultas Peternakan Undip. Semarang. 386 hlm. Steel. R.G.D. dan J.H. Torrie. 1993. Prinsip- prinsip Prosedur Statistik Suatu Pendekatan Biometrik. Gramedia Pustaka Tama. Jakarta. Hlm 436-610. Thesis. Universitas 116 hlm. Terbuka. Syam, F. S., G. M. Novia dan S. N. Kusumastuti. Efektivitas Pemupukan dengan Kotoran Ayam dalam Upaya Peningkatan Pertumbuhan Populasi dan Biomassa Cacing Sutra Limnodrillus sp. melalui Pemupukan Harian dan Hasil Fermentasi. J. Institut Pertanian Bogor. 8 hlm. Wandansari D. A. 2007. Efek Substitusi Bekatul dengan Kotoran Ayam yang Difermentasi dengan EM-4 dalam Pakan terhadap Penampilan Produksi Ayam Pedaging. Skripsi. Universitas Brawijaya. 66 hlm. Widyanti Maria Emmanuella, 2010. Produksi Asam Sitrat Dari Substrat Molase Pada Pengaruh Penambahan Vco (Virgin Coconut Oil) Terhadap Produktivitas Aspergillus Niger Itbcc L74 Terimobilisasi. Jurusan Teknik Kimia. Unibersitas Diponegoro Semarang. www.kkp.go.id Soehartono, S. 1988. Pengantar Budidaya Ikan Air Tawar. Seksi Publikasi dan Informasi. Unit Pembinaan Budidaya Ikan Air Tawar, Singasari. Hlm. 2125. Soeseno, S. 1988. Dasar Perikanan Umum Untuk Sekolah Pertanian Pembangunan. CV. Yasaguna, Jakarta. Hlm. 4144 Yuniwati, Iskarima, dan Padulemba, 2012. Optimasi Kondisi Proses Pembuatan Kompos dari Sampah Organik dengan Cara Fermentasi Menggunakan EM4. Jurusan Teknik Kimia. Fakultas Teknologi Undustri. Institut Sains dan Teknologi AKPRIND Yogyakarta Suharyadi. 2012. Studi Penumbuhan dan Produksi Cacing Sutra (Tubifex sp.) dengan Pupuk yang Berbeda dalam Sistem Resirkulasi. Zonneveld, N, E. A. Huisman, dan J. H. Boon. 1991. Prinsipprinsip Budidaya Ikan. Gramedia, Jakarta. 318 hlm. 201