BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Mobile commerce Mobile commerce adalah kegiatan transaksi yang bersifat komersial dengan menggunakan perangkat mobile serta jaringan nirkabel (Ayo et al., 2007). Jonker (2003) juga menyebutkan bahwa M-Commerce merupakan kegiatan jual beli barang, jasa, dan informasi antar semua pihak menggunakan perangkat mobile dengan dukungan jaringan nirkabel tanpa dibatasi oleh tempat. M-Commerce merupakan keberlanjutan praktek bisnis dari E-Commerce. Perbedaan mendasar terletak pada sarana penggunaan dan tersedianya aplikasi langsung dalam melakukan m-commerce. M-Commerce dapat dilakukan dengan menggunakan telepon genggam, PDA, atau tablet PC, sedangkan E-Commerce hanya dapat dilakukan dengan menggunakan komputer atau laptop. Mobile Commerce merupakan sistem informasi yang dapat mengumpulkan dan mengintegrasikan data keuangan maupun non – keuangan dari tiap aktivitas transaksi (Dwitasari, 2014). Sistem perdagangan elektronik ini memiliki beberapa aplikasi untuk menunjang kinerjanya, antara lain aplikasi layanan finansial, aplikasi bisnis, dan aplikasi berbasis tempat. Aplikasi yang sering ditemui yaitu aplikasi dalam layanan finansial, yang terdiri dari; mobile banking, sistem pembayaran elektronik nirkabel, micropayment, M-Wallets, dan wireless bill payments (Rainer, Jr., 2007). Mobile Commerce melibatkan penggunaan perangkat komputasi mobile dalam menawarkan tipe transaksi ekonomi yang berbeda atau dengan kata lain memungkinkan sistem ini berlangsung melewati batas ruang dan waktu (Salehi, 2011). Mobile commerce menggunakan beberapa teknologi, seperti layanan SMS (GSM, IS95, CDMA, W-CDMA), aplikasi bluetooth, dan integrasi operator digital tingkat rendah menuju IP yang berbasis layanan melalui WAP atau HTML. Secara lebih rinci, aplikasi-aplikasi yang tersedia dalam m-commerce dijelaskan dalam Tabel 4 di lampiran dua. 2.1.2 Theory of reasoned action Teori Tindakan Beralasan (TRA) mengungkapkan bahwa individu secara sadar mempertimbangkan konsekuensi alternatif perilaku yang sedang dipertimbangkan, dan memilih salah satu yang dapat memberikan konsekuensi paling diharapkan (Paul dan Olson, 2000). Asumsi yang mendasari Teori Tindakan Beralasan yaitu ; (1) manusia umumnya melakukan suatu tindakan dengan caracara yang masuk akal ; (2) manusia mempertimbangkan semua informasi yang ada ; dan (3) secara eksplisit maupun implisit manusia memperhitungkan implikasi tindakan mereka (Azwar, 2008). Teori Tindakan Beralasan lebih jauh menjelaskan sikap memengaruhi perilaku lewat suatu proses pengambilan keputusan yang teliti, beralasan, dan dampaknya terbatas hanya pada tiga hal (Azwar, 2008) yaitu: Pertama, perilaku tidak hanya ditentukan oleh umum tetapi oleh sikap yang spesifik terhadap sesuatu. Kedua, perilaku dipengaruhi tidak hanya oleh sikap tetapi juga oleh norma subyektif (subjective norms), yaitu keyakinan seseorang mengenai apa yang orang lain inginkan agar seseorang tersebut berbuat sesuatu. Ketiga, sikap terhadap suatu perilaku bersama norma subyektif tersebut membentuk niat untuk berperilaku tertentu. Secara singkat, praktik atau perilaku menurut Teori Tindakan Beralasan (TRA) dipengaruhi oleh niat, sedangkan niat sendiri dipengaruhi oleh sikap dan norma subyektif (Hartono, 2007). Sikap sendiri dipengaruhi oleh keyakinan akan hasil dari tindakan yang telah lalu. Norma subyektif dipengaruhi oleh keyakinan akan pendapat orang lain serta motivasi untuk menaati pendapat tersebut. Menurut Hartono (2007), secara lebih sederhana teori ini mengatakan bahwa seseorang akan melakukan suatu perbuatan apabila individu memandang perbuatan itu positif dan bila individu percaya bahwa orang lain ingin agar dilakukan. 2.1.3 Technology acceptance model Model TAM diadopsi dari model TRA yaitu teori tindakan yang beralasan (theory of reasoned action) dengan suatu premis bahwa reaksi dan persepsi seseorang terhadap sesuatu hal, akan menentukan sikap dan perilaku orang tersebut (Ratnaningrum, 2013). Davis (1989) dan (Davis et al., 1989) menyebutkan beberapa model yang dibangun untuk menganalisis dan memahami faktor-faktor yang memengaruhi diterimanya penggunaan teknologi komputer saat ini, seperti Theory of Reasoned Action (TRA), Theory of Planned Behaviour (TPB), dan Technology Acceptance Model (TAM). Reaksi dan persepsi yang ditimbulkan oleh pengguna terhadap kemanfaatan dan kemudahan penggunaan teknologi informasi akan memengaruhi sikapnya dalam penerimaan seseorang akan teknologi tersebut. Hal ini dapat disebut sebagai suatu tindakan yang beralasan dalam konteks pengguna teknologi, sehingga alasan seseorang dalam melihat manfaat dan kemudahan penggunaan teknologi informasi menjadikan tindakan atau perilaku orang tersebut sebagai tolok ukur dalam penerimaan sebuah teknologi. Model TAM yang dikembangkan dari teori psikologis, menjelaskan perilaku pengguna komputer yaitu berlandaskan pada kepercayaan (belief), sikap (attitude), keinginan (intention), dan hubungan perilaku pengguna (user behaviour relationship) (Ratnaningrum, 2013). Tujuan model ini adalah untuk menjelaskan faktor-faktor utama dari perilaku pengguna terhadap penerimaan pengguna teknologi. Penggunaan TAM didasarkan kepada masing-masing individu yang memiliki kendali untuk menggunakan atau tidak menggunakan sistem, Pearlson dan Saunders (dalam Shroff et al., 2011). Faktor-faktor yang ada di dalam model meliputi perceived usefulness (manfaat yang dirasakan), perceived ease of use (kemudahan penggunaan yang dirasakan), social influence (tekanan sosial), dan attitudes towards usage (sikap terhadap penggunaan), menggambarkan karakteristik sistem, seperti desain dan fitur secara keseluruhan, keterampilan dan kemampuan pengguna, dan keyakinan pengguna dan sikap terhadap sistem (Davis, 1989; Gao, 2005; Ma dan Liu, 2005, McKinnon dan Igonor, 2008). Berikut tiga variabel yang masuk sebagai Model TAM di penelitian ini. 1) Perceived usefulness Manfaat yang dirasakan (perceived usefulness) didefinisikan sebagai suatu ukuran dimana penggunaan suatu teknologi dipercaya akan mendatangkan manfaat bagi orang yang menggunakannya (Davis, 1989). Disebutkan pula pada Davis et al., (1989) persepsi terhadap kemanfaatan sebagai kemampuan subjektif pengguna di masa yang akan datang dimana dengan menggunakan sistem aplikasi yang spesifik akan meningkatkan kinerja dalam konteks organisasi. Hal serupa juga diungkapkan Wang (2003) bahwa persepsi kemanfaatan merupakan definisi dimana seseorang percaya dengan menggunakan suatu sistem dapat meningkatkan kinerja mereka. Davis (1989) mengkonsepkan bahwa perceived usefulness diukur melalui beberapa indikator seperti; meningkatkan kinerja pekerjaan, menjadikan pekerjaan lebih mudah serta secara keseluruhan teknologi yang digunakan dapat dirasa bermanfaat. Perceived usefulness memengaruhi sikap penggunaan (ATU) yang secara bersama-sama dengan perceived ease of use membentuk niat menggunakan. Perceived usefulness memiliki pengaruh langsung terhadap niat menggunakan (Siringoringo et al., 2013). Niat dalam berperilaku (BI) ditentukan pada variabel ini yang dipengaruhi oleh teknologi kemudahan penggunaan (ease of use) dan sikap melalui penggunaan teknologi mobile commerce. Perceived usefulness juga didefinisikan sebagai probabilitas subjektif dimana pengguna akan meningkatkan produktivitasnya dengan menggunakan aplikasi spesifik dalam pekerjaan mereka, aplikasi yang tersedia di teknologi ini akan membantu mereka untuk mengerjakan pekerjaan yang lebih baik dan efisien (Davis, Bagozzi dan Warshaw, 1989). Berdasarkan definisi tersebut, penelitian sebelumnya menemukan bahwa perceived usefulness merupakan determinan utama dari perilaku dan niat menggunakan (Zuki, 2011). Hal ini meyakinkan bahwa perceived usefulness memiliki pengaruh langsung dalam memengaruhi niat menggunakan mobile commerce. 2) Perceived ease of use Kemudahan penggunaan yang dirasakan (perceived ease of use) merupakan sebuah teknologi yang didefinisikan sebagai suatu ukuran dimana seseorang percaya bahwa teknologi/ komputer dapat dengan mudah dipahami dan digunakan (Davis, 1989). Definisi ini didukung pula oleh Wibowo (2006) yang menyebutkan hal serupa. Davis et al., (1989), Davis (1993) dan Wang (2003) mendefinisikan persepsi kemudahan penggunaan sebagai ukuran dimana pengguna di masa yang akan datang menganggap suatu sistem adalah bebas hambatan. Berdasarkan definisinya, maka dapat diketahui bahwa konstruk persepsi kemudahan penggunaan ini juga merupakan suatu kepercayaan tentang proses pengambilan keputusan. Jika seseorang percaya bahwa sistem informasi tersebut mudah untuk digunakan, maka orang tersebut akan memutuskan untuk menggunakan teknologi ini (Farizi, 2013). Persepsi individu yang berkaitan dengan kemudahan penggunaan sistem ini kemudian akan berdampak pada perilaku, yaitu semakin tinggi persepsi seseorang tentang kemudahan penggunaan sistem, semakin tinggi pula tingkat pemanfaatan teknologi informasi (Igbaria et al., 2000). Banyak penelitian sebelumnya menawarkan bukti-bukti pengaruh signifikan persepsi ease of use pada niat menggunakan (intention to use) secara langsung maupun tidak langsung melalui perceived usefulness dan attitude towards using (Venkatesh dan Bala, 2008; Moon dan Kim, 2001; Venkatesh dan Morris, 2000). Ease of use merupakan faktor krusial dalam mengadopsi dan menggunakan layanan mobile commerce. (Gounaris dan Koritos, 2008 dalam Mangin et al., 2011) 3) Social influence Tekanan sosial (social influence) didefinisikan sebagai tingkatan dimana individu menerima seberapa penting individu lain percaya bahwa mereka harus menggunakan suatu sistem baru yang ada (Venkatesh et al., 2003). Terdapat kemiripan pengertian antara tekanan sosial dengan norma subjektif dalam teori tindakan beralasan (TRA). Dimana variabel tekanan sosial sendiri berangkat dari norma subjektif dan sejajar dengan variabel sikap yang diwakilkan dalam teori tindakan yang beralasan (TRA). Namun berdasarkan studi sebelumnya (Venkatesh et al., 2003 dan Thakur&Srivastava, 2013), membawa variabel tekanan sosial yang berdiri sendiri dan masuk ke dalam salah satu konstruk Model TAM. Maka dari itu, tekanan sosial dikatakan sebagai penentu langsung niat untuk menggunakan mobile commerce dalam penelitian ini. Definisi tekanan sosial berdasarkan studi sebelumnya menyatakan bahwa perilaku individu dipengaruhi oleh cara mereka percaya kepada orang lain yang nantinya akan menilai mereka sebagai hasil dari menggunakan teknologi baru (Thakur, 2013). Social influence telah diusulkan sebagai faktor signifikan yang memengaruhi perilaku dan niat individu terhadap sebuah perilaku pasti berdasarkan penelitian sebelumnya (Rivis dan Sheeran, 2003; Hsu dan Lu, 2004). Konsepkonsep yang terbentuk dalam tekanan sosial memiliki dua aspek berdasarkan teori tindakan beralasan (TRA), salah satunya merupakan (1) norma subjektif yang mengacu pada persepsi individu (Ajzen dan Fishbein, 1977); seperti halnya diungkapkan pada penelitian Mas'ud (2012) yaitu norma subyektif adalah tekanan sosial yang memengaruhi seseorang untuk berperilaku. Seseorang akan memiliki keinginan terhadap suatu obyek atau perilaku seandainya individu terpengaruh oleh lingkungan sekitar untuk melakukan atau lingkungan mendukung apa yang individu tersebut lakukan. (2) Dan yang lainnya merupakan norma deskriptif, yang mengacu pada persepsi perilaku yang dimiliki (Rivis dan Sheeran, 2003). Elek et al., (2006) menyatakan bahwa demonstrabilitas dari kebanyakan perilaku orang banyak memengaruhi perilaku individu lainnya. Kebanyakan orang cenderung percaya bahwa perilaku adalah masuk akal ketika mereka menyaksikan orang lainnya melakukan hal demikian. Ketika menghadapi informasi secara online, untuk mengurangi usaha kognitif, orang-orang cenderung mengikuti pilihan orang lain dibandingkan membuat pertimbangan dan keputusan mereka sendiri (Bonabeau, 2004). Chen (2008) juga menemukan bahwa konsumen dapat dipengaruhi oleh pilihan orang lain ketika membuat keputusan untuk berbelanja secara online, dalam hal ini menggunakan mobile commerce. Adanya norma sosial yang dilibatkan memberikan sebuah penyempurnaan yang melebihi konstruk-konstruk umum yang ditawarkan Davis (1989), khususnya perceived usefulness dan perceived ease of use yang membuat konstruk social influence menjadi salah satu faktor yang memengaruhi niat untuk menggunakan mobile commerce. 2.1.4 Attitude towards usage Sikap mengacu pada dampak atau reaksi dari evaluasi secara umum. Ada tiga definisi sikap (Warmanto dan Noviant, 2009) : Pertama, bagaimana perasaan individu terhadap obyek positif atau negatif, terima atau tidak, pro atau kontra. Kedua, sikap sebagai kecendrungan untuk merespon sebuah obyek atau golongan obyek dengan sikap yang secara konsisten menerima atau tidak menerima. Ketiga, sikap berorientasi pada psikologi sosial yaitu motivasi, emosi, persepsi, dan proses kognitif yang bertahan lama dengan beberapa aspek dari masing-masing individu. Sikap penggunaan (attitude towards usage) dalam TAM dikonsepkan sebagai sikap terhadap penggunaan sistem yang berbentuk penerimaan atau penolakan sebagai dampak bila seseorang menggunakan suatu teknologi dalam pekerjaannya (Davis, 1993). Lebih lanjut, sikap menjelaskan penerimaan seseorang terhadap teknologi informasi (Hoppe et al., 2001). Dalam Widyarini (2005) disebutkan sikap menyatakan apa yang kita sukai dan tidak. Attitude towards usage mengacu pada ukuran seseorang mengevaluasi dan menghubungkan sistem sasaran yang ditawarkan dengan pekerjaan mereka (Davis, 1993). ATU telah diidentifikasi sebagai faktor yang menunjukkan perilaku masa depan atau penyebab munculnya niat menggunakan yang akhirnya menyebabkan menjadi sebuah perilaku utama. (Shroff et al., 2011) 2.1.5 Intention to use Niat adalah tendensi seseorang ketika orang tersebut berusaha untuk menggunakan sikap secara spesifik (Warmanto dan Noviant, 2009). Telah dijelaskan sebelumnya bahwa niat dapat diukur dengan menggunakan norma subyektif dan sikap yang memengaruhi niat seseorang dalam bertindak, sedangkan norma subyektif dipengaruhi oleh keyakinan dan motivasi apakah menginginkan orang lain untuk terlibat didalamnya. Teori tindakan yang beralasan (TRA) seperti halnya model TAM menyatakan bahwa penggunaan teknologi ditentukan oleh sebuah niat untuk memiliki perilaku tertentu, yaitu niat menggunakan teknologi (Mangin et al., 2011). Perilaku untuk menggunakan teknologi dapat diprediksi dengan mengukur niat dan faktor-faktor lainnya yang memengaruhi perilaku pengguna (Davis, Bagozzi, dan Warshaw, 1989). 2.2 Hipotesis Penelitian 2.2.1 Pengaruh persepsi manfaat yang dirasakan terhadap sikap penggunaan. Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa konstruk manfaat yang dirasakan (perceived usefulness) memengaruhi positif dan signifikan terhadap niat penggunaan teknologi baru (Davis, 1989; Chau, 1996; Igbaria et al. 1997; Sun, 2003, dalam Santoso, 2010). Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa manfaat yang dirasakan merupakan konstruk yang paling banyak signifikan dan penting yang memengaruhi sikap, minat, dan perilaku dalam penggunaan teknologi dibanding konstruk lainnya. Berdasarkan penelitian yang dilakukan Trivedi dan Kumar (2014), juga menyatakan perceived usefulness memiliki pengaruh signifikan terhadap attitude towards usage dalam menggunakan teknologi mcommerce. Usefulness (manfaat) didefinisikan sebagai suatu tingkatan dimana seseorang percaya bahwa penggunaan teknologi tertentu akan meningkatkan prestasi kerja orang tersebut (Davis, 1989). Definisi-definisi yang dipaparkan tersebut dapat diketahui bahwa persepsi manfaat yang dirasakan merupakan suatu kepercayaan tentang proses pengambilan keputusan (Santoso, 2010). Jika seseorang merasa percaya bahwa sistem berguna maka dia akan menggunakannya, sebaliknya jika seseorang merasa percaya bahwa teknologi m-commerce kurang berguna maka tidak akan digunakan. Berdasarkan penelitian sebelumnya, maka dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut. H1 : Persepsi manfaat yang dirasakan berpengaruh positif terhadap sikap penggunaan. 2.2.2 Pengaruh persepsi kemudahan penggunaan yang dirasakan terhadap sikap penggunaan. Konsep kemudahan penggunaan yang dirasakan (perceived ease of use) menunjukkan tingkatan dimana seseorang meyakini bahwa penggunaan sebuah teknologi baru adalah mudah dan tidak memerlukan usaha keras dari pengguna untuk menggunakannya (Santoso, 2010). Konsep ini mencakup kejelasan tujuan penggunaan teknologi dan kemudahan penggunaannya untuk tujuan sesuai dengan keinginan pengguna (Davis et al., 1989). Konsep ini memberikan pengertian bahwa apabila teknologi baru mudah untuk digunakan, maka pengguna akan cenderung untuk menggunakan teknologi yang tersedia tersebut. Oleh karena itu, dalam mengembangkan suatu teknologi baru, perlu dipertimbangkan faktor perceived usefulness dan perceived ease of use dari pengguna terhadap teknologi baru. Kemudahan penggunaan merupakan salah satu faktor dalam model TAM yang telah diuji dalam penelitian Davis et al., (1989). Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa faktor ini terbukti dapat menjelaskan alasan seseorang dalam menggunakan sistem informasi dan menjelaskan bahwa teknologi baru sedang dikembangkan dapat diterima oleh pengguna. Berdasarkan penelitian sebelumnya, maka dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut : H2 : Persepsi kemudahan penggunaan yang dirasakan berpengaruh positif terhadap sikap penggunaan. 2.2.3 Pengaruh persepsi manfaat yang dirasakan terhadap niat menggunakan mobile commerce Penelitian yang dilakukan Thakur dan Srivastava (2013) telah menemukan bahwa perceived usefulness menjadi dimensi signifikan dari konstruk TAM untuk menggunakan mobile commerce. Hasil penelitian ini juga didukung oleh Trivedi dan Kumar (2014) dengan penelitian serupa bahwa perceived usefulness dijadikan sebagai faktor signifikan yang memengaruhi sikap terhadap penggunaan mobile commerce dan juga memengaruhi minat berperilaku secara langsung tanpa harus dimediasi oleh sikap. Davis (1989) mendefinisikan usefulness (manfaat) sebagai suatu tingkatan dimana seseorang percaya bahwa penggunaan teknologi tertentu akan meningkatkan prestasi kerja orang tersebut. Berdasarkan penelitian sebelumnya, dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut. H3 : Persepsi manfaat yang dirasakan berpengaruh positif terhadap niat menggunakan m-commerce. 2.2.4 Pengaruh tekanan sosial terhadap niat menggunakan m-commerce. Berdasarkan penelitian Thakur dan Srivastava (2013), social influence memiliki pengaruh positif signifikan terhadap niat pelanggan untuk menggunakan layanan pembayaran mobile. Beberapa penelitian sebelumnya juga menunjukkan bahwa tekanan sosial (SI) atau yang dikenal dengan norma subjektif (subjective norm) berpengaruh positif dan signifikan terhadap niat penggunaan teknologi. Tekanan sosial (social influence) adalah penentu langsung niat untuk berperilaku yang diwakilkan sebagai norma subjektif dalam teori tindakan yang beralasan (TRA), sehingga dalam penelitian ini tekanan sosial bertindak sebagai variabel bebas yang hanya memiliki pengaruh langsung terhadap niat menggunakan. Berdasarkan penelitian yang telah ada sebelumnya, maka dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut. H4 : Tekanan sosial memiliki pengaruh positif terhadap niat menggunakan mcommerce. 2.2.5 Pengaruh sikap penggunaan terhadap niat menggunakan m-commerce. Sikap penggunaan teknologi (attitude towards usage) didefinisikan sebagai evaluasi dari pengguna tentang ketertarikannya dalam menggunakan teknologi baru ini (Davis, 1986 dalam Poetri, 2010). Hubungan antara attitude towards usage (ATU) dan intention to use (IU) merupakan dasar dari teori tindakan yang beralasan (TRA). Bagozzi (1981) menyatakan bahwa terdapat hubungan positif antara ATU dan IU. Davis et al., (1986) juga menyatakan bahwa keinginan untuk menggunakan teknologi baru, dalam hal ini mobile commerce, dipengaruhi oleh sikap konsumen terhadap penggunaannya. Berdasarkan penelitian-penelitian sebelumnya, maka dirumuskan hipotesis sebagai berikut. H5 : Sikap penggunaan berpengaruh positif terhadap niat menggunakan mcommerce. Berdasarkan paparan kajian pustaka tentang variabel penelitian dan hubungan antar variabel tersebut, maka model penelitian dapat disajikan seperti tampak pada Gambar 2.2. Persepsi manfaat yang dirasakan (X1) H1 Persepsi kemudahan penggunaan yang dirasakan (X2) Tekanan sosial (X3) H2 H3 Sikap penggunaan (Y1) H4 Gambar 2.2 Model Penelitian H5 Niat menggunakan (Y2)