universitas indonesia analisis praktik klinik keperawatan kesehatan

advertisement
UNIVERSITAS INDONESIA
ANALISIS PRAKTIK KLINIK KEPERAWATAN
KESEHATAN MASYARAKAT PERKOTAAN PADA ANAK
DENGAN GIZI BURUK DI RUANG TERATAI
LANTAI 3 SELATAN RSUP FATMAWATI
KARYA ILMIAH AKHIR NERS
LISA PERMATA SARI
0806334041
FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN
PROGRAM PROFESI 2012
DEPOK
JULI 2013
Analisis praktik ..., Lisa Permatai, FIK UI, 2013
UNIVERSITAS INDONESIA
ANALISIS PRAKTIK KLINIK KEPERAWATAN
KESEHATAN MASYARAKAT PERKOTAAN PADA ANAK
DENGAN GIZI BURUK DI RUANG TERATAI
LANTAI 3 SELATAN RSUP FATMAWATI
KARYA ILMIAH AKHIR NERS
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Ners
LISA PERMATA SARI
0806334041
FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN
PROGRAM STUDI PROFESI 2012
DEPOK
JULI 2013
Analisis praktik ..., Lisa Permatai, FIK UI, 2013
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS
Karya Ilmiah Akhir Ners ini adalah hasil karya saya sendiri,
dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk
telah saya nyatakan dengan benar.
Nama
: Lisa Permata Sari
NPM
: 0806334041
Tanda Tangan
:
Tanggal
: 5 Juli 2013
ii
Analisis praktik ..., Lisa Permatai, FIK UI, 2013
HALAMAN PENGESAHAN
Karya Ilmiah Akhir Ners ini diajukan oleh :
Nama
: Lisa Permata Sari
NPM
: 0806334041
: Ilmu Keperawatan
Program Studi
Judul KIA-N
: Analisis Praktik Klinik Keperawatan Kesehatan
Masyarakat Perkotaan Pada Anak Dengan Gizi
Buruk di Ruang Teratai Lantai 3 Selatan RSUP
Fatmawati
Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima
sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Ners
pada Program Studi Ilmu Keperawatan, Fakultas Ilmu Keperawatan,
Universitas Indonesia.
DEWAN PENGUJI
Penguji
: Ns. Fajar Tri Waluyanti, MKep., Sp.Kep.An, IBCLC
Penguji
: Dessie Wanda, SKp., MN
Ditetapkan di : Depok
Tanggal
: 5 Juli 2013
iii
Analisis praktik ..., Lisa Permatai, FIK UI, 2013
HALAMAN PERSETUJUAN
Karya Ilmiah Akhir ini telah berhasil dipertahankan, dihadapan Tim Penguji pada
Profram Pendidikan Ners Keperawatan Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas
Indonesia
Depok, Juli 2013
Pembimbing
Happy Hayati, MKep., Sp.Kep.An
iv
Analisis praktik ..., Lisa Permatai, FIK UI, 2013
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yesus karena berkat dan kasih karuniaNya yang membuat saya dapat menyelesaikan karya ilmiah akhir ners ini.
Penulisan karya ilmiah akhir ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu
syarat untuk mencapai gelar Ners Jurusan Keperawatan pada Fakultas Ilmu
Keperawatan Universitas Indonesia. Saya menyadari bahwa tanpa bantuan dan
bimbingan dari berbagai pihak, dari masa praktik profesi sampai pada penyusunan
karya ilmiah akhir ini, sangatlah sulit bagi saya untuk menyelesaikannya. Oleh
karena itu, saya mengucapkan terima kasih kepada:
1) Happy Hayati, MKep, Sp.Kep.An, selaku dosen pembimbing, yang telah
menyediakan waktu, tenaga, dan pikiran untuk mengarahkan saya dalam
penyusunan karya ilmiah akhir ners ini;
2) Ns. Fajar Tri Waluyanti, MKep., Sp.Kep.An, selaku koordinator mata ajar,
yang telah memberikan arahan selama praktik PKKKMP;
3) Ns. Ngatmi, S.Kep, selaku Kepala Ruangan Lantai 3 Selatan RSUP
Fatmawati, yang telah menyediakan waktu, tenaga, dan pikiran untuk
membimbing dan mengarahkan selama PKKKMP;
4) Nur Agustini, SKp., M.Si, selaku dosen pembimbing klinik, yang telah
menyediakan waktu, tenaga, dan pikiran untuk membimbing dan
mengarahkan selama PKKKMP;
5) Orang tua dan keluarga saya yang telah memberikan dukungan material
dan moral;
6) Teman-teman kelompok 3 selatan, Ka Nengah, Ka Yuni, Lina Gustiana,
Fahmita, Ema, Apri, Mirda, Ulan, Ka Mariska, teman-teman kelompok 3
utara, dan teman-teman 2008 yang lain, yang memberikan saya semangat
untuk menyelesaikan karya ilmiah akhir ners ini;
7) Paulus Barata Putra dan Bulan Malau yang setia mendengarkan curahan
hati saya dan memberikan saran serta dukungan dalam menyelesaikan
karya ilmiah akhir ners ini;
v
Analisis praktik ..., Lisa Permatai, FIK UI, 2013
vi
Akhir kata, saya berharap Tuhan Yang Maha Esa berkenan membalas segala
kebaikan semua pihak yang telah membantu. Semoga karya ilmiah akhir ners ini
membawa manfaat bagi pengembangan ilmu keperawatan.
Depok, 5 Juli 2013
Penulis
Analisis praktik ..., Lisa Permatai, FIK UI, 2013
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI
TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Sebagai sivitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan di
bawah ini:
Nama
: Lisa Permata Sari
NPM
: 0806334041
Program Studi : Ilmu Keperawatan
Fakultas
: Ilmu Keperawatan
Jenis Karya
: Karya Ilmiah Akhir Ners
demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada
Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Noneksklusif (Non-eksclusive RoyaltyFree Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul:
Analisis Praktik Klinik Keperawatan Kesehatan Masyarakat Perkotaan
Pada Anak Dengan Gizi Buruk di Ruang Teratai Lantai 3 Selatan RSUP
Fatmawati
beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti
Noneksklusif
ini
Universitas
Indonesia
berhak
menyimpan,
mengalih
media/memformatkan, mengolah dalam bentuk pangkalan data (database),
merawat, dan mempublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantumkan
nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di
: Depok
Pada tanggal : 5 Juli 2013
Yang menyatakan
(Lisa Permata Sari)
vii
Analisis praktik ..., Lisa Permatai, FIK UI, 2013
ABSTRAK
Nama
Program Studi
Judul
: Lisa Permata Sari
: Ilmu Keperawatan
:Analisis Praktik Klinik Keperawatan Kesehatan
Masyarakat Perkotaan Pada Anak Dengan Gizi Buruk di
Ruang Teratai Lantai 3 Selatan RSUP Fatmawati
Gizi buruk dipengaruhi oleh asupan makanan, penyakit infeksi, kondisi sosial
ekonomi, dan pengetahuan orang tua. Kondisi sosial ekonomi dan pengetahuan
yang kurang mendukung praktik pemenuhan gizi menyebabkan asupan makanan
tidak mencukupi kebutuhan anak. Hal ini meningkatkan kerentanan terkena
penyakit infeksi. Penulisan ini bertujuan menggambarkan asuhan keperawatan
yang dilakukan pada balita dengan gizi buruk di ruang rawat anak Gedung Teratai
Lantai 3 Selatan RSUP Fatmawati. Data yang diambil berasal dari dua orang anak
gizi buruk, yaitu An. A (9 bulan) dan An. M (8 bulan). Gejala yang didapatkan
dari hasil pengkajian meliputi tampak kurus, indeks BB/PB -3 SD, LLA < 11.5
cm, dan terdapat baggy pants. Masalah keperawatan yang ditegakkan meliputi
ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh, risiko kekurangan
volume cairan, risiko penyebaran infeksi, dan kurang pengetahuan keluarga.
Asuhan keperawatan yang diberikan meliputi pemberian edukasi untuk nutrisi dan
higiene pada keluarga, pemantauan dalam pemberian diet oleh keluarga, dan
pengkajian asupan dan haluaran. Evaluasi yang didapatkan yaitu masalah nutrisi
belum teratasi sedangkan masalah cairan dan penyebaran infeksi tidak terjadi.
Rekomendasi penulisan ini adalah pemberian edukasi nutrisi dan infeksi pada
keluarga perlu dilakukan sejak anak dirawat dan dievaluasi kembali setelah anak
diperbolehkan pulang.
Kata kunci: asuhan keperawatan, balita, gizi buruk, nutrisi
viii
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Lisa Permatai, FIK UI, 2013
ABSTRACT
Name
Study Program
Title
: Lisa Permata Sari
: Nursing Science
: Analysis of Clinical Practice of Urban Health Nursing in
Malnutrition Children in South Wards 3rd Floor at Teratai's
Building of RSUP Fatmawati
Malnutrition affected by intake nutrition, infection diseases, socio-economics
conditions, and parental knowledge. Socio-economic conditions and less
knowledge about nutrition practice make intake nutrition is not enough. This
increases the susceptibility to infection diseases. The aim of this study was to
describe the nursing care of toddlers malnutrition in South Wards 3rd Floor at
Teratai's Building of RSUP Fatmawati. Data were collected from two children
namely An. A (9 months) and An. M (8 months). Symptoms were obtained from
the results of the assessment include wasting, weight-for-length is -3 SD, upper
arm circumstance < 11.5 cm, and baggy pants. Nursing problems that enforced are
imbalanced nutrition less than body requirements, risk for deficit fluid volume,
risk for infection transmission, and deficient knowledge in the family. Nursing
care provided include provision of nutrition and hygiene education for the family,
monitoring the diets which is provided by the family, and assess intake and
output. Evaluation found that nutrition problems is not resolved whereas fluid and
infection transmission problems do not occur. Recommendation of this paper is
provision of education about nutrition and infection to the family needs to be done
since the children were treated and re-evaluated after the child is allowed to go
home.
Keywords: nursing care, toddlers, malnutrition, nutrition
ix
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Lisa Permatai, FIK UI, 2013
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL…………………………………………………………...
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS................................................
LEMBAR PENGESAHAN..……………………………………………………
HALAMAN PERSETUJUAN…………………………………………………..
KATA PENGANTAR…………………………………………………………...
LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH………………….
ABSTRAK……………………………………………………………………….
DAFTAR ISI …………………………………………………………………….
DAFTAR TABEL………………………………………………………………..
DAFTAR LAMPIRAN………………………………………………………….
i
ii
iii
iv
v
vii
viii
x
xii
xiii
1. PENDAHULUAN ………………………………………….. …...................
1.1 Latar Belakang ……………………………………………......................
1.2 Perumusan Masalah ……………………………………………………..
1.3 Tujuan Penelitian ………………………………………………………..
1.3.1 Tujuan Umum……………………………………………………..
1.3.2 Tujuan Khusus…………………………………………………….
1.4 Manfaat Penelitian ……………………………………………………….
1.4.1 Perkembangan Ilmu Keperawatan Anak…………………………..
1.4.2 Perkembangan Pelayanan Keperawatan…………………………
1
1
4
5
5
6
6
6
6
2. TINJAUAN PUSTAKA ……………………………………………….. ..…
2.1 Gizi Buruk………………………………………………………………...
2.1.1 Definisi Gizi Buruk……………………………………………......
2.1.2 Klasifikasi Gizi Buruk………………………………………..……
2.1.2.1 Marasmus…………………………………………………
2.1.2.2 Kwashiorkor……………………………….……………..
2.1.2.3 Marasmus-Kwashiorkor……………………….……….....
2.2 Status Gizi…………………… …………………………..……………….
2.2.1 Pengertian…………………………………………………………..
2.2.2 Penilaian Status Gizi………………………………………………..
2.2.2.1 Penilaian Status Gizi Secara Langsung……………….……
2.2.2.2 Penilaian Status Gizi Secara Tidak Langsung……….…….
2.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Status Gizi Anak…………………..….
2.3.1 Penyakit Infeksi………………………………………………….….
2.3.2 Asupan Makanan……………………………………………………
2.3.3 Sosial Ekonomi…………………………………………………..….
2.3.4 Tingkat Pendidikan………………………………………………….
2.4 Dampak Gizi Buruk………………………………………………………..
2.4.1 Kelainan pada Organ-organ Tubuh………………………………....
2.4.2 Gangguan Perkembangan Mental dan Kecerdasan…………………
7
7
7
7
7
8
10
10
10
10
10
12
13
13
15
15
16
16
16
16
x
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Lisa Permatai, FIK UI, 2013
xi
2.4.3 Gangguan Sistem Endokrin………………………………………..
2.4.4 Kematian……………………………………………………….…..
2.5 Penatalaksanaan Gizi Buruk………………………………………….…...
2.5.1 Pengertian Diet Formula 75 dan 100………………………………
2.5.2 Pengertian Pregestimil……………………………………………..
2.6 Peran Perawat dalam Penanganan Gizi Buruk……………………………
2.6.1 Membina Hubungan Terapeutik…………………………………..
2.6.2 Sebagai Advokat dari Keluarga……………………………………
2.6.3 Peran dalam Pencegahan Penyakit/Promosi Kesehatan…………
2.6.4 Memberikan Pendidikan Kesehatan Atau Sebagai Health Educator
2.6.5 Memberikan Konseling dan Dukungan……………………………
2.6.6 Peran Pemberi Asuhan Keperawatan………………………………
2.6.7 Peran sebagai Kolaborator…………………………………………
2.6.8 Peran sebagai Pengambil Keputusan Etik………………………….
2.7 Diagnosis Keperawatan Terkait Masalah Gizi Buruk……………..……....
17
17
17
18
18
19
19
20
20
20
20
20
21
21
21
3. LAPORAN KASUS KELOLAAN UTAMA………………………………… 22
3.1 Gambaran Kasus………………………………………………..…………. 22
3.2 Data…………………………………………………………………………. 23
3.3 Analisis Data……………………………………………………………….. 23
3.4 Implementasi dan Evaluasi Keperawatan…………………………………. 25
4. ANALISIS SITUASI…………….…………………………………………… 28
4.1 Profil Lahan Praktik………………………………………………………. 28
4.2 Analisis Masalah Keperawatan dengan Konsep Terkait KKMP dan Konsep
Kasus Terkait……………………………………………………………… 29
4.3 Analisis Salah Satu Intervensi dengan Konsep dan Penelitian Terkait….
31
4.4 Alternatif Pemecahan yang Dapat Dilakukan…………………………… 34
5. PENUTUP
5.1 Kesimpulan……………………………………………………………….. 35
5.2 Saran………………………………………………………………………. 35
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Lisa Permatai, FIK UI, 2013
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1
Kategori Status Gizi Anak………………………………
12
Tabel 2.2
Tatalaksana Gizi Buruk…………………………….……
19
xii
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Lisa Permatai, FIK UI, 2013
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1: Format Pengkajian An. A
Lampiran 2:
Pemeriksaan Laboratorium An. A
Lampiran 3:
Analisis Data An. A
Lampiran 4:
Rencana Asuhan Keperawatan An. A
Lampiran 5:
Catatan Perkembangan An. A
Lampiran 6:
WOC
Lampiran 7:
Grafik Z-Score
Lampiran 8:
Grafik Persentil
Lampiran 9:
Biodata
xiii
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Lisa Permatai, FIK UI, 2013
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Depkes (2011) menyatakan bahwa gizi buruk menggambarkan keadaan gizi
anak yang ditandai dengan satu atau lebih tanda berikut yaitu sangat kurus,
edema (minimal pada kedua punggung kaki), BB/PB atau BB/TB < -3 SD,
LLA < 11.5 cm untuk anak usia 6-59 bulan. Dua gejala ekstrim yang terjadi
pada anak dengan gizi buruk berat adalah marasmus dan kwashiorkor. Gizi
buruk atau kurang energi protein (KEP) terus menjadi salah satu masalah
kesehatan utama di dunia sampai saat ini, terutama pada anak-anak di bawah
lima tahun (Hockenberry & Wilson, 2009).
Kelompok anak usia di bawah lima tahun merupakan kelompok yang rentan
terhadap kesehatan dan gizi karena sistem kekebalan tubuh yang belum
berkembang sehingga menyebabkan lebih mudah terkena masalah nutrisi.
(Nurhalinah, 2006; Davis & Sherer, 1994 dalam Fitriyani, 2009). Hal ini
dapat diperparah jika bayi lahir prematur dan berat badan lahir rendah
sehingga pertumbuhan dan perkembangan terganggu sebagai akibat dari
kekurangan nutrisi. Anak usia di bawah lima tahun yang sehat atau kurang
gizi dapat diketahui dari pertambahan berat badannya. Bila pertambahan berat
badan sesuai dengan pertambahan umur menurut suatu standar organisasi
kesehatan dunia, anak tersebut dapat dikatakan bergizi baik. Bila sedikit di
bawah standar dikatakan bergizi kurang dan bila jauh di bawah standar
dikatakan gizi buruk.
Masalah kurang gizi masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di
Indonesia dan juga di Provinsi DKI Jakarta. Hasil South East Asia Nutritions
Surveys (SEANUTS) oleh Dr. Sandjaja, MPH, selaku ketua tim peneliti
SEANUTS Indonesia, menunjukkan sekitar 24.1% anak laki-laki dan 24.3%
1
Analisis praktik ..., Lisa Permatai, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
2
anak perempuan Indonesia mengalami ukuran tubuh pendek (stunting)
(Redaksi, 2012). Hal ini diperkuat dengan hasil Riset Kesehatan Dasar
(Riskesdas) 2010 (Dinkes DKI, 2011) yang menunjukkan bahwa prevalensi
masalah kurang gizi pada balita di DKI Jakarta sebesar 11,3% (Nasional
17,9%) sementara masalah postur pendek sebesar 26,6% (Nasional 35,6%)
dan masalah kekurusan 11,3% (Nasional 13,3%). Hasil laporan perawatan gizi
buruk di RS menunjukkan bahwa 70% kasus gizi buruk umumnya disertai
dengan penyakit penyerta seperti diare, ISPA, Tuberkulosis (TB), HIV,
maupun gangguan pertumbuhan. Di ruang rawat anak Lantai 3 Selatan RSUP
Fatmawati sendiri mencatat bahwa setidaknya ada 14 anak dengan gizi buruk
yang dirawat pada bulan Januari sampai Mei 2013. Hampir semua anak yang
dirawat datang dengan penyakit penyerta seperti diare dan ISPA.
Kondisi ini dapat dipicu oleh kurangnya asupan gizi selama ibu hamil dan di
masa awal kelahiran anak. Data Riskesdas (2010) menunjukkan prevalensi ibu
hamil yang mengkonsumsi energi di bawah kebutuhan minimal (<70%) yaitu
sebesar 44.8%. Selain itu, beberapa faktor lain yang mempengaruhi nutrisi
pada anak adalah penyakit infeksi, sosial ekonomi, dan tingkat pendidikan
orang tua (Hidayati, 2011). Kondisi anak yang sakit menyebabkan nutrisi
tidak dapat dimanfaatkan tubuh secara optimal karena adanya gangguan
akibat penyakit infeksi. Status ekonomi yang rendah dapat menyebabkan tidak
cukupnya persediaan pangan di rumah sehingga asupan makanan anak juga
berkurang. Tingkat pendidikan dapat mempengaruhi pekerjaan, pendapatan,
pengetahuan, dan perilaku orang tua dalam memenuhi kebutuhan nutrisi anak
(Depkes, 2008 dalam Sulistiyawati 2011).
Balita dengan gizi buruk perlu mendapatkan penanganan tepat dan segera
karena gizi buruk memberikan akibat yang negatif dalam perkembangan anak.
Menurut Pudjiadi (2000, dalam Sulistiyawati, 2011) ada empat dampak gizi
buruk. Pertama, anak dapat memiliki kelainan pada organ-organ tubuh seperti
Analisis praktik ..., Lisa Permatai, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
3
atrofi pada sistem gastro intestinal, penimbunan lemak pada hepar, dan
pengecilan pankreas. Selain itu, gizi buruk membuat otak mengurangi sintesa
protein DNA. Akibatnya terdapat otak dengan jumlah sel yang kurang atau
otak dengan ukuran yang lebih kecil. Ketiga, dapat terjadi gangguan pada
sistem endokrin. Terakhir, dapat mengakibatkan kematian bila gizi buruk
disertai penyakit infeksi seperti tuberculosis, radang paru, atau infeksi saluran
cerna.
Prinsip tatalaksana gizi buruk menurut WHO terdiri dari 10 langkah yang
meliputi tiga fase yaitu stabilisasi, rehabilitasi, dan tindak lanjut (Depkes,
2011). Diet Formula WHO dengan dosis F75 dan dan F100 merupakan salah
satu cara untuk meningkatkan berat badan pada balita dengan gizi buruk.
Menurut Depkes (2007, dalam Sulistiyawati, 2011), diet F75 adalah diet yang
diberikan pada fase stabilisasi, sedangkan diet F100 diberikan pada fase
transisi dan rehabilitasi untuk mengejar ketinggalan berat badan agar tahap
perkembangan anak sesuai dengan umurnya. Hasil penelitian Sulistiyawati
(2011) tentang pengaruh pemberian diet formula 75 dan 100 terhadap berat
badan balita gizi buruk rawat jalan di wilayah kerja Puskesmas Pancoran Mas
Kota Depok, menunjukkan terdapat perbedaan yang bermakna berat badan
balita gizi buruk rawat jalan sebelum dan sesudah perlakuan pada kelompok
intervensi dan kelompok kontrol. Peningkatan berat badan kelompok
intervensi lebih besar daripada kelompok kontrol.
Berdasarkan data di atas, penulis tertarik untuk mengetahui apakah ada
peningkatan berat badan yang bermakna dengan dilakukannya tatalaksana gizi
buruk di rumah sakit pada balita yang mengalami gizi buruk. Di rumah sakit,
perawat berperan dalam membina hubungan terapeutik, sebagai advokat
keluarga, sebagai health educator, memberikan konseling dan dukungan,
pengambil keputusan etik, dan pemberi asuhan keperawatan (Setyowati, 2005
dalam Sulistiyawati, 2011). Perawat berkolaborasi dengan tenaga kesehatan
Analisis praktik ..., Lisa Permatai, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
4
lain seperti dokter, ahli gizi, dan apoteker dalam merawat pasien. Selain itu,
keluarga anak juga dilibatkan dalam perawatan selama di rumah sakit.
Keluarga memegang peranan penting dalam proses perawatan karena anak
memerlukan bantuan keluarga dalam melakukan semua aktivitasnya. Oleh
karena itu, perlu dilakukan evaluasi kepatuhan keluarga dalam melaksanakan
anjuran yang diberikan yang nantinya berguna untuk menilai perkembangan
yang dialami anak selama terapi diberikan.
1.2
Perumusan Masalah
Depkes (2011) menyatakan bahwa gizi buruk menggambarkan keadaan gizi
anak yang ditandai dengan satu atau lebih tanda berikut yaitu sangat kurus,
edema (minimal pada kedua punggung kaki), BB/PB atau BB/TB < -3 SD,
LLA < 11.5 cm untuk anak usia 6-59 bulan. Gizi buruk atau kurang energi
protein (KEP) terus menjadi salah satu masalah kesehatan utama di dunia
sampai saat ini, terutama pada anak-anak di bawah lima tahun (Hockenberry
& Wilson, 2009). KEP rentan terjadi terutama pada anak di bawah lima tahun.
Hal ini ditunjukkan dari hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2010 yang
menunjukkan bahwa prevalensi masalah kurang gizi pada balita di DKI
Jakarta sebesar 11,3% (Nasional 17,9%) sementara masalah postur pendek
sebesar 26,6% (Nasional 35,6%) dan masalah kekurusan 11,3% (Nasional
13,3%). Selain itu, hasil South East Asia Nutritions Surveys (SEANUTS) oleh
Dr. Sandjaja, MPH menunjukkan sekitar 24.1% anak laki-laki dan 24.3%
anak perempuan Indonesia mengalami ukuran tubuh pendek (stunting)
(Redaksi, 2012). Data di atas juga diperkuat dengan data di ruang rawat anak
Lantai 3 Selatan RSUP Fatmawati yang mencatat bahwa setidaknya ada 14
anak dengan gizi buruk yang dirawat pada bulan Januari sampai Mei 2013.
Gizi buruk pada balita perlu segera ditangani karena gizi buruk dapat
mengganggu perkembangan fisik dan kecerdasan anak, menyebabkan
kelainan pada organ tubuh, menyebabkan gangguan pada sistem endokrin,
Analisis praktik ..., Lisa Permatai, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
5
bahkan kematian bila disertai penyakit infeksi (Pudjiadi, 2000 dalam
Sulistiyawati, 2011).
Salah satu cara penatalaksanaan masalah gizi buruk ini adalah dengan
pemberian Diet Formula WHO dengan dosis F75 dan dan F100. Menurut
Depkes (2007, dalam Sulistiyawati, 2011), diet F75 adalah diet yang
diberikan pada fase stabilisasi, sedangkan diet F100 diberikan pada fase
transisi dan rehabilitasi untuk mengejar ketinggalan berat badan agar tahap
perkembangan anak sesuai dengan umurnya. Diet ini juga diberikan di rumah
sakit untuk memenuhi kebutuhan nutrisi anak dan memfasilitasi tumbuh kejar
pada balita gizi buruk. Di rumah sakit, perawat berperan dalam membina
hubungan terapeutik, sebagai advokat keluarga, sebagai health educator,
memberikan konseling dan dukungan, pengambil keputusan etik, dan pemberi
asuhan keperawatan (Setyowati, 2005 dalam Sulistiyawati, 2011). Perawat
berkolaborasi dengan tenaga kesehatan lain seperti dokter, ahli gizi, dan
apoteker dalam merawat pasien. Selain itu, keluarga anak juga dilibatkan
dalam perawatan selama di rumah sakit. Keluarga memegang peranan penting
dalam proses perawatan karena anak memerlukan bantuan keluarga dalam
melakukan semua aktivitasnya. Oleh karena itu, perlu dilakukan evaluasi
kepatuhan keluarga dalam melaksanakan anjuran yang diberikan yang
nantinya berguna untuk menilai perkembangan yang dialami anak selama
terapi diberikan.
1.3
Tujuan Penulisan
1.3.1
Tujuan Umum
Tujuan dilakukannya penulisan karya ilmiah ini adalah untuk menggambarkan
asuhan keperawatan yang dilakukan pada balita dengan gizi buruk di ruang
rawat anak Gedung Teratai Lantai 3 Selatan RSUP Fatmawati.
Analisis praktik ..., Lisa Permatai, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
6
1.3.2
Tujuan Khusus
1.3.2.1 Menggambarkan pengkajian yang perlu dilakukan pada balita dengan gizi
buruk
1.3.2.2 Menggambarkan rencana keperawatan pada balita dengan gizi buruk
1.3.2.3 Menggambarkan hasil yang didapatkan setelah dilakukan implementasi pada
balita dengan masalah gizi buruk
1.4
Manfaat Penulisan
1.4.1
Perkembangan Ilmu Keperawatan Anak
Hasil penulisan ini diharapkan dapat berguna sebagai referensi terkait
pemantauan pemberian diet formula dalam pengelolaan asuhan keperawatan
anak dengan gizi buruk di rumah sakit.
1.4.2
Perkembangan Pelayanan Keperawatan
Pemantauan terhadap terapi yang diberikan pada balita gizi buruk yang
dirawat di rumah sakit diharapkan mampu menjadi salah satu intervensi
penting
yang
selalu
dilakukan
untuk
meningkatkan
keberhasilan
penatalaksanaan gizi buruk pada balita.
Analisis praktik ..., Lisa Permatai, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
Pada tinjauan pustaka ini akan dipaparkan teori dan konsep serta penelitian terdahulu
terkait dengan masalah penelitian. Penjelasan tinjauan pustaka meliputi penjelasan
tentang gizi buruk, status gizi, faktor yang mempengaruhi status gizi anak, dampak
gizi buruk, penatalaksanaan gizi buruk, peran perawat, dan diagnosa keperawatan
terkait masalah gizi buruk.
2.1
Gizi Buruk
2.1.1
Definisi Gizi Buruk
Depkes (2003, dalam Sulistiyawati, 2011) menjelaskan bahwa gizi buruk
adalah keadaan kurang gizi yang disebabkan karena kurang asupan energi dan
protein juga mikronutrien dalam jangka waktu lama dan disebabkan oleh
faktor langsung dan tidak langsung.
Menurut Depkes (2009) gizi buruk adalah kurang gizi tingkat berat pada anak
berdasarkan indeks berat badan menurut tinggi bada (BB/TB) < -3 SD dengan
atau tanpa gejala klinis marasmus, kwashiorkor, dan marasmus-kwashiorkor.
Lebih lanjut, Depkes (2011) menyatakan bahwa gizi buruk menggambarkan
keadaan gizi anak yang ditandai dengan satu atau lebih tanda berikut yaitu
sangat kurus, edema (minimal pada kedua punggung kaki), BB/PB atau
BB/TB < -3 SD, LLA < 11.5 cm untuk anak usia 6-59 bulan.
2.1.2
Klasifikasi Gizi Buruk
2.1.2.1 Marasmus
Marasmus terjadi karena malnutrisi baik kalori dan protein. Ini biasa terjadi
pada negara yang belum berkembang pada masa kekeringan, terutama pada
kebudayaan dimana orang dewasa didahulukan untuk makan sehingga
makanan yang tersisa tidak mencukupi baik secara kuantitas dan kualitas
7
Analisis praktik ..., Lisa Permatai, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
8
untuk anak-anak. Marasmus biasanya merupakan sindrom dari deprivasi fisik
dan emosi. Hal ini dapat dilihat pada anak dengan gagal tumbuh dimana
penyebabnya tidak hanya nutrisi namun terutama emosional. Marasmus juga
dapat terjadi pada bayi usia tiga bulan jika pemberian ASI tidak berhasil dan
tidak ada alternatif yang tersedia.
Marasmus dikarakteristikan dengan kehilangan bertahap dan atropi pada
jaringan tubuh, terutama lemak subkutan. Anak akan tampak sangat tua, kulit
lembek dan keriput. Metabolisme lemak lebih sedikit terganggu dibanding
kwashiorkor sehingga kekurangan vitamin A minimal atau tidak ada. Secara
umum, manifestasi klinis marasmus sama dengan kwashiorkor kecuali pada
marasmus tidak ada edema karena hipoalbumin dan retensi natrium, tidak ada
dermatosis karena kurang vitamin, sedikit atau tidak ada depigmentasi pada
kulit atau rambut, dan ukuran kepala lebih kecil dan masa pemulihan setelah
pengobatan lebih lambat.
2.1.2.2 Kwashiorkor
Kwashiorkor berasal dari bahasa Ga (Ghana) yang diartikan sebagai penyakit
pada anak yang lebih tua ketika adiknya lahir, yaitu keadaan kekurangan
protein dengan asupan kalori yang cukup (Hockenberry & Wilson, 2009).
Penny (2003, dalam Hockenberry & Wilson, 2009) menyatakan bahwa
kwashiorkor adalah hasil dari kekurangan nutrisi dan infeksi atau stress
lingkungan yang saling mempengaruhi.
Lumut mycotoxin, aflatoxin, diduga merupakan penyebab kwashiorkor.
Lumut ini ditemukan tumbuh pada tempat penyimpanan padi dan dalam usus
anak-anak dengan kwashiorkor dalam jumlah yang besar (Hatem et al., 2005
dalam Hockenberry & Wilson, 2009).
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Lisa Permatai, FIK UI, 2013
9
Kurangnya protein baik secara kuantitas dan kualitas menjadi salah satu
penyebab kwashiorkor, namun penyebab utama adalah infeksi dan respon
tubuh terhadap infeksi. Hal ini karena protein penting untuk pertumbuhan dan
perbaikan jaringan sehingga kekurangan protein akan mempengaruhi semua
sistem tubuh (Penny, 2003 dalam Hockenberry & Wilson, 2009). Pada sel
yang cepat bertumbuh seperti epitel dan mukosa akan tampak scaly, kering,
dan area depigmentasi. Rambut akan tipis, kering, mudah tercabut.
Kehilangan berat badan terjadi berkaitan dengan edema generalis karena
hipoalbuminemia. Total body water meningkat, namun jumlah kalium tubuh
menurun karena retensi sodium, menyebabkan tanda hipokalemia dan
hipernatremia. Kekurangan vitamin A yang berat dapat menyebabkan
kebutaan permanen. Selain itu, kekurangan mineral juga merupakan hal yang
umum, terutama zat besi, kalsium, fosfat, dan zink.
Kekurangan zink akut merupakan komplikasi KEP dan menyebabkan
kemerahan pada kulit, rambut rontok, gangguan sistem imun dan kerentanan
terhadap infeksi, masalah pencernaan, perubahan perilaku, penyembuhan luka
yang lama, dan gangguan pertumbuhan. Pemberian zink 10mg pada anak
dengan diare terbukti dapat menurunkan waktu dan beratnya diare. Diare
(persistent diarrhea malnutrition syndrome)
rendahnya
pertahanan
terhadap infeksi
biasanya terjadi karena
dan komplikasi
lanjut
dari
ketidakseimbangan elektrolit.
Pada kwashiorkor metabolisme tubuh minimum dan menjaga suhu tubuh
stabil sulit karena kekurangan lemak subkutan. Anak rewel, apatis, menarik
diri, dan sangat lemah. Malnutrisi kronis pada masa bayi menyebabkan
penurunan perkembangan otak dan mempengaruhi kapasitas mental anak di
masa yang akan datang.
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Lisa Permatai, FIK UI, 2013
10
2.1.2.3 Marasmus-Kwashiorkhor
Marasmus-kwashiorkor merupakan bentuk KEP dimana tanda-tanda klinis
yang muncul adalah perpaduan kwashiorkor dan marasmus. Anak mengalami
edema, pertumbuhan pendek, dan sangat kurus. Hal ini terjadi karena
kekurangan nutrisi yang disertai infeksi. Gangguan cairan dan elektrolit,
hipotermia, dan hipoglikemia menunjukkan prognosis yang buruk.
2.2
Status Gizi
2.2.1
Pengertian
Status gizi adalah keadaan yang diakibatkan oleh adanya keseimbangan antara
asupan gizi dan kebutuhan zat gizi oleh tubuh untuk berbagai proses biologis
yang terlihat melalui suatu indikator gizi (Depkes (2009) & Waspadji (2003)
dalam Sulistiyawati, 2011).
2.2.2
Penilaian Status Gizi
Penilaian status gizi dapat dilakukan melalui dua cara yaitu penilaian secara
langsung dan tidak langsung.
2.2.2.1 Penilaian status gizi secara langsung
Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk menilai gizi secara langsung
adalah dengan pengukuran tubuh manusia yang dikenal dengan istilah
antropometri (Sulistiyawati, 2011). Menurut Deritana, Kombong, dan
Yuristianti (2000, dalam Sulistiyawati 2011) beberapa macam antropometri
yang digunakan antara lain:
a. Berat Badan (BB)
Berat badan memberikan gambaran massa tubuh. Massa tubuh sangat sensitif
terhadap perubahan-perubahan yang mendadak, misalnya karena terserang
sakit, menurunya nafsu makan, atau menurunnya jumlah makanan yang
dikonsumsi.
b. Tinggi Badan (TB)/Panjang Badan (PB)
Tinggi badan menggambarkan keadaan pertumbuhan skeletal.
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Lisa Permatai, FIK UI, 2013
11
c. Lingkar Lengan Atas (LLA)
LLA mencerminkan jumlah jaringan lemak dan oto.
d. Lingkar Kepala (LK)
LK mencerminkan jumlah lemak dan otot di sekitar kepala.
e. Lingkar Dada (LD)
Lingkar dada mencerminkan jumlah lemak dan otot di sekitar dada.
f. Lapisan Lemak Bawah Kulit (LLBK)
LLBK menggambarkan jumlah lemak dan otot di sekitar bawah kulit.
Pengukuran antropometri dapat menggambarkan tingkat kesehatan dan status
nutrisi serta memprediksi penampakan, kesehatan, dan survival (WHO, 2003
dalam Sulistiyawati, 2011). Menurut Sulistiyawati (2011), di Indonesia, jenis
antropometri yang banyak digunakan adalah BB dan TB yang disajikan dalam
bentuk indeks dan dikaitkan dengan variabel lain, seperti:
a. Berat Badan menurut Umur (BB/U)
Berat badan adalah parameter antropometri yang sangat labil dimana dalam
keadaan normal BB berkembang mengikuti pertambahan umur sedangkan
dalam keadaan abnormal BB dapat berkembang cepat atau lambat dari
keadaan normal. Berdasarkan karakteristik ini, maka indeks BB/U lebih
menggambarkan status gizi seseorang pada saat ini.
b. Tinggi Badan/Panjang Badan menurut Umur (TB/U atau PB/U)
Tinggi
badan
merupakan
parameter
yang
menggambarkan
keadaan
pertumbuhan skeletal. Pada kondisi normal, TB tumbuh seiring pertambahan
umur. Pertambahan tinggi badan relative kurang sensitif terhadap kekurangan
gizi dalam waktu yang pendek. Pengaruh defisiensi zat gizi terhadap tinggi
badan anak akan nampak dalam waktu yang relatif lama. Oleh karena itu,
indeks TB/U dapat memberikan gambaran status gizi di masa lampau dan
lebih erat kaitannya dengan status sosial ekonomi masyarakat (Supariasa,
Bakri, & Fajar, 2002 dalam Sulistiyawati, 2011).
c. Berat Badan menurut Tinggi Badan (BB/TB)
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Lisa Permatai, FIK UI, 2013
12
Berat badan memiliki hubungan yang linear dengan tinggi badan. Indeks
BB/TB adalah indikator untuk menilai keadaan status gizi saat ini (Supariasa,
Bakri, & Fajar, 2002 dalam Sulistiyawati, 2011).
Di bawah ini adalah tabel yang menggambarkan kategori dan ambang batas
status gizi anak menurut Depkes (2011).
Tabel 2.1 Kategori Status Gizi Anak
Indeks
Kategori Status Gizi
Ambang Batas (Z-score)
BB/U
Gizi Buruk
< -3 SD
anak umur 0-60 bulan
Gizi Kurang
-3 SD sampai dengan 2 SD
Gizi Baik
-2 SD sampai dengan 2 SD
Gizi lebih
> 2 SD
PB/U atau TB/U
Sangat Pendek
< -3 SD
Anak umur 0-60 bulan
Pendek
-3 SD sampai dengan <-2 SD
Normal
-2 SD sampai dengan 2 SD
Tinggi
>2 SD
BB/PB atau BB/TB
Sangat Kurus
< -3 SD
Anak umur 0-60 bulan
Kurus
-3 SD sampai dengan <-2 SD
Normal
-2 SD sampai dengan 2 SD
Gemuk
>2 SD
*SD: Standar Deviasi
Selain itu, bila dilihat secara klinis anak dengan gizi buruk tampak sangat
kurus dan atau edema pada kedua punggung kaki sampai seluruh tubuh
sedangkan anak dengan gizi kurang tampak kurus. Sebaliknya anak dengan
gizi baik tampak sehat dan anak dengan gizi lebih tampak gemuk.
2.2.2.2 Penilaian status gizi secara tidak langsung
Penilaian status gizi secara tidak langsung dapat dibagi tiga yaitu survei
konsumsi makanan, statistik vital, dan faktor ekologi (Sulistiyawati, 2011).
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Lisa Permatai, FIK UI, 2013
13
a. Survei konsumsi makanan
Survei konsumsi makanan merupakan metode penilaian status gizi dengan
melihat jumlah dan jenis zat gizi yang dikonsumsikan. Survei ini dapat
mengidentifikasi kelebihan dan kekurangan zat gizi.
b. Statistik vital
Pengukuran status gizi dilakukan dengan menganalisis data beberapa statistik
kesehatan seperti angka kematian berdasarkan umur, angka kesakitan dan
kematian akibat penyebab tertentu, dan data lainnya yang berhubungan
dengan zat gizi.
c. Faktor ekologi
Jumlah makanan yang tersedia sangat tergantung dari keadaan ekologi seperti
iklim, tanah, irigasi, dan lain-lain. Penggunaan faktor ekologi dianggap sangat
penting untuk mengetahui penyebab malnutrisi di suatu masyarakat sebagai
dasar untuk melakukan program gizi.
2.3
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Status Gizi Anak
2.3.1
Penyakit Infeksi
Hasil penelitian Hariyadi (2010) menunjukkan bahwa ada hubungan
signifikan antara status infeksi dengan status gizi balita pada indeks BB/U dan
tidak ada hubungan yang signifikan antara status gizi balita pada indeks
BB/TB dan TB/U. Interaksi yang sinergis antara malnutrisi dengan penyakit
dapat berpengaruh terhadap status gizi dan mempercepat malnutrisi
(Sulistiyawati, 2011).
Protein penting untuk pertumbuhan dan perbaikan jaringan sehingga
kekurangan protein akan mempengaruhi semua sistem tubuh (Penny, 2003
dalam Hockenberry & Wilson, 2009). Salah satu dampak kekurangan protein
adalah atrofi timus. Timus adalah organ tempat sel T menjadi matang. Sel T
limfosit sangat penting untuk membunuh bakteri dan membantu tipe sel lain
dalam sistem imun. Selain itu, kekurangan vitamin dan mineral juga
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Lisa Permatai, FIK UI, 2013
14
merupakan hal yang umum terjadi pada keadaan malnutrisi. Dalam kaitannya
dengan fungsi imunitas, vitamin yang menarik perhatian dan yang sering
menjadi fokus penelitian adalah vitamin A, vitamin E, vitamin C, dan
kelompok vitamin B (Siagian, 2010).
Berdasarkan pemaparan Siagian (2010), penelitian menunjukkan bahwa
metabolit aktif vitamin A (asam retionat) berperan pada pengaturan transkripsi
gen. Informasi ini menyediakan fakta mendasar pada pemahaman mekanisme
bagaimana vitamin A mempengaruhi imunitas. Vitamin A sangat penting
untuk memelihara integritas epitel, termasuk epitel usus. Berikutnya adalah
vitamin E. Vitamin E dikenal sebagai zat gizi penting untuk pencegahan
penyakit infeksi. Mekanisme peningkatan fungsi imunitas oleh vitamin E
diduga melalui efek langsung dan tidak langsung (melalui makrofag) vitamin
E pada fungsi sel T limfosit. Efek langsung vitamin E mungkin diperantarai
oleh perubahan molekul reseptor membran sel T yang diinduksi oleh vitamin
E. Di sisi lain, vitamin C berakumulasi dalam neutrofil, limfosit, dan monosit
(Evans et al., 1982 dalam Siagian, 2010) yang mengindikasikan bahwa
vitamin C berperan penting pada fungsi imunitas. Fungsi fagosit, proliferasi
sel T, dan produksi sitokin dipengaruhi oleh status vitamin C.
Selain itu, berbagai penelitian telah mengungkapkan peran mineral dalam
kehidupan manusia. Siagian (2010) mengemukakan mineral mikro yang
banyak dikaitkan dengan fungsi imunitas, antara lain adalah selenium dan
seng. Selenium berperan penting dalam fungsi imunitas. Selenium
mempengaruhi baik sistem imunitas bawaan (innate), nonadaptif, dan buatan
(aquired). Selain itu, Se mempengaruhi fungsi neutrofil (Arthur, 2003).
Mikromineral lain yang tak kalah pentingnya pada fungsi imunitas adalah
seng
(Zn).
Kekurangan
seng
berdampak
pada
penurunan
respons
pembentukan antibodi dalam limfa (Chandra and Au, 1980 dalam Siagian,
2010). Kekurangan seng juga berkaitan dengan respons imunitas yang
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Lisa Permatai, FIK UI, 2013
15
diindikasikan oleh kuantitas limfosit dalam darah perifer, proliferasi sel T
limfosit, pelepasan IL-2, atau sitotoksik limfosit (Keen and Gerswhin, 1990
dalam Siagian, 2010).
2.3.2
Asupan Makanan
Asupan makanan yang tidak seimbang dapat mempengaruhi status gizi anak.
Hasil penelitian Asrar (2009) menyatakan bahwa ada hubungan yang
bermakna antara asupan energi dengan status gizi balita menurut BB/U dan
TB/U.
2.3.3
Sosial Ekonomi
Status ekonomi mempengaruhi daya beli dan ketersediaan pangan dalam
keluarga karena pada umumnya pendapatan merupakan faktor yang paling
menentukan kuantitas dan kualitas makanan. Bila pendapatan rendah maka
hampir semua asupan kebutuhan makanan tidak dapat tercukupi sesuai dengan
standar gizi yang diharapkan (Sulistiyawati, 2011). Selain itu, menurut Davis
dan Sherer (1994, dalam Hitchcock, Schubert, & Thomas, 1999) prevalensi
status kurang nutrisi lebih banyak pada kelompok sosial ekonomi rendah
karena terbatasnya jumlah dan variasi makanan.
Hasil penelitian di India oleh Archer (2007) menyatakan 53% balita dengan
gizi kurang berasal dari keluarga dengan status ekonomi yang kurang. Suyadi
(2009) dalam penelitiannya juga menyatakan proporsi status gizi KEP pada
balita lebih besar pada keluarga dengan pendapatan rendah (80.8%)
dibandingkan keluarga dengan pendapatan tinggi (9.4%).
Di sisi lain, data sosial yang perlu dipertimbangkan terdiri dari keadaan
penduduk di suatu masyarakat, keadaan keluarga, pendidikan, perumahan,
dapur, penyimpangan pangan, air dan kakus (Sulistiyawati, 2011).
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Lisa Permatai, FIK UI, 2013
16
2.3.4
Tingkat Pendidikan
Tingkat pendidikan menjadi salah satu faktor risiko terjadinya masalah gizi
pada balita karena tingkat pendidikan formal berkaitan dengan pengetahuan
tentang kesehatan dan praktik gizi (Hidayati, 2011). Hasil penelitian Suyadi
(2009) mengemukakan proporsi KEP terbanyak di Kelurahan Pancoran Mas
Kota Depok adalah pada ayah dengan pendidikan rendah yaitu 26.28%. Di
sisi lain, dalam penelitian Hidayati (2011) pendidikan keluarga responden
sebagian besar (40%) rendah yaitu < SMP. Kurangnya informasi tentang
nutrisi dan bagaimana mengatur nutrisi dengan gizi seimbang untuk balita
dapat menyebabkan kebiasaan makan anak yang tidak sehat karena kurangnya
variasi dalam makanan.
2.4
Dampak gizi buruk
Menurut Pudjiadi (2000, dalam Sulistiyawati 2011) ada empat dampak dari
gizi buruk yaitu kelainan pada organ tubuh, gangguan perkembangan mental
dan kecerdasan, gangguan sistem endokrin, dan kematian.
2.4.1
Kelainan pada organ-organ tubuh
Kelainan yang dapat terjadi meliputi kelainan pada sistem alimentasi bagian
atas berupa mukosa mukosa mulut, lidah, dan leher menjadi atrofi; atrofi
gastro-intestinum; penimbunan lemak pada hepar; pengecilan pankreas
disertai atrofi sel-sel asimus; dan atrofi ringan pada otot jantung.
2.4.2
Gangguan perkembangan mental dan kecerdasan
KEP yang terjadi pada masa dini akan membuat otak mengurangi sintesa
protein DNA. Akibatnya terdapat otak dengan jumlah sel yang kurang
walaupun besarnya otak normal. Jika KEP terjadi setelah masa devisi sel otak
berhenti, hambatan sintesis protein akan menghasilkan otak dengan jumlah sel
yang normal tetapi dengan ukuran yang lebih kecil. Depkes (2005, dalam
Fitriyani, 2009) menjelaskan lebih lanjut bahwa gizi kurang menyebabkan
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Lisa Permatai, FIK UI, 2013
17
gangguan pertumbuhan dan perkembangan fisik maupun mental, mengurangi
tingkat kecerdasan, kreativitas dan produktivitas penduduk.
2.4.3
Gangguan sistem endokrin
Beberapa perubahan produksi hormon yang ditemukan pada kasus gizi buruk
yaitu hormon kortisol meningkat pada kwashiorkor dan marasmus, insulin
menurun, hormon pertumbuhan meninggi pada kwashiorkor dan marasmus
dan thyroid stimulating hormon (TSH) meninggi akan tetapi fungsi tiroid
menurun.
2.4.4
Kematian
Pada penderita gizi buruk kematian terjadi karena penyakit infeksi seperti
tuberculosis, radang paru, infeksi aluran cerna, atau karena gangguan jantung
mendadak.
Dari pemaparan di atas dapat disimpulkan gizi buruk pada balita memiliki
pengaruh yang kuat terhadap pertumbuhan dan perkembangan anak.
2.5
Penatalaksanaan Gizi Buruk
Depkes (2011) menyatakan bahwa terdapat tiga fase dalam proses pengobatan
gizi buruk baik kwashiorkor, marasmus, maupun marasmik-kwashiorkor yaitu
fase stabilisasi, fase transisi, dan fase rehabilitasi. Terdapat 10 langkah
tatalaksana gizi buruk yaitu mencegah hipoglikemia, mencegah hipotermia,
mencegah dehidrasi, memperbaiki keseimbangan elektrolit, mencegah infeksi,
memperbaiki zat gizi mikro, memulai pemberian makanan, memfasilitasi
tumbuh kejar/peningkatan pemberian makanan, memberikan stimulasi, dan
merencanakan tindak lanjut.
Pada penulisan ini akan dijelaskan mengenai tatalaksana memfasilitasi
tumbuh kejar. Pada masa transisi dan rehabilitasi, dibutuhkan berbagai
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Lisa Permatai, FIK UI, 2013
18
pendekatan agar tercapai masukan makanan yang tinggi dan pertambahan
berat badan > 50 gr/minggu. Cara yang dilakukan adalah dengan pemberian
diet formula 75 dan 100. Pada awal fase ini ditandai dengan meningkatnya
selera makan, biasanya 1-2 minggu setelah dirawar. Peralihan secara perlahan
dianjurkan untuk menghindari risiko gagal jantung dan intoleransi saluran
cerna yang dapat terjadi bila anak mengonsumsi makanan dalam jumlah
banyak secara mendadak.
2.5.1
Pengertian diet formula 75 dan 100
Menurut Depkes (2011, dalam Sulistiyawati, 2011), formula 75 yaitu
makanan cair yang mengandung 25 gram susu bubuk skim, 100 gram gula
pasir, 30 gram minyak sayur, dan 20 ml larutan elektrolit dalam larutan 1000
ml. Formula 100 yaitu makanan cair yang mengandung 85 gram susu bubuk
skim, 50 gram gula pasir, 60 gram minyak sayur, dan 20 ml larutan elektrolit
dalam larutan 1000 ml dan mengandung energi 100 kkal setiap 100 ml.
Formula ini dapat diberikan kepada anak balita yang sangat kurus dan
diberikan secara bertahap.
2.5.2
Pengertian pregestimil
Berdasarkan Enfamil (2013), pregestimil didesain untuk bayi yang mengalami
malabsorpsi lemak dan sensitif terhadap protein. Pada kasus malabsorpsi
kronik pregestimil diberikan sebagai pengganti susu pada diet anak.
Pregestimil juga bersifat hipoalergen dan bebas laktosa. Setiap 8.9 gram susu
(1 sendok takar) mengandung 45 kkal, 1.25 gram protein, 2.5 gram lemak,
dan 4.5 gram karbohidrat.
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Lisa Permatai, FIK UI, 2013
19
Tabel 2.2 Tatalaksana Gizi Buruk
NO FASE
STABILISASI
Hari ke 1-2
1
Hipoglikemia
2
Hipotermia
3
Dehidrasi
4
Elektrolit
5
Infeksi
6
MulaiPemberian
Hari ke 2-7
TRANSISI
REHABILITASI
Minggu ke-2
Minggu ke 3-7
makanan
7
Tumbuh kejar
(Meningkatkan
Pemberian Makanan)
8
Mikronutrien
9
Stimulasi
10
Tindak lanjut
Tanpa Fe
dengan Fe
Sumber: Depkes RI. (2011).
2.6
Peran Perawat dalam Penanganan Gizi Buruk
Menurut Setyowati (2005, dalam Sulistiyawati, 2011) dalam menghadapi
masalah gizi buruk pada balita perawat mempunyai delapan peran yaitu
membina hubungan terapeutik, sebagai advokat keluarga, peran dalam
promosi
kesehatan,
memberikan
pendidikan
kesehatan,
memberikan
konseling dan dukungan, pemberi asuhan keperawatan, peran sebagai
kolaborator, dan peran sebagai pengambil keputusan etik.
2.6.1
Membina hubungan terapeutik
Seorang perawat harus mempertahankan hubungan yang profesional,
mempertahankan komunikasi yang terbuka, dan menjalin kerjasama baik
dengan keluarga maupun anak.
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Lisa Permatai, FIK UI, 2013
20
2.6.2
Sebagai advokat dari keluarga
Perawat membantu keluarga untuk memilih gizi yang terbaik bagi gizi
anaknya. Peran perawat yang dinilai sangat penting sebagai bentuk advokasi
yaitu membuat keluarga menjadi sadar gizi serta menginformasikan tempattempat pelayanan kesehatan yang dapat mereka peroleh.
2.6.3
Peran dalam pencegahan penyakit/promosi kesehatan
Perawat harus terlibat dalam pencegahan terjadinya masalah gizi buruk .
Perawat perlu melakukan pengkajian sesuai dengan petunjuk pada kartu
menuju sehat (KMS) yaitu mengkaji masalah gizi buruk dengan menimbang
BB anak pada saat melakukan kunjungan pelayanan kesehatan seperti di
Puskesmas dan Posyandu.
2.6.4
Memberikan pendidikan kesehatan atau sebagai health educator
Peran perawat dalam memberikan pendidikan kesehatan dapat dilakukan
melalui kegiatan penyebarluasan informasi mengenai penanganan masalah
gizi buruk.
2.6.5
Memberikan konseling dan dukungan
Perawat memberikan konseling dan dukungan kepada keluarga tentang
bagaimana hidup sehat dan memenuhi kebutuhan gizi balitanya sesuai dengan
program pemerintah dalam keluarga sadar gizi (Kadarzi).
2.6.6
Peran pemberi asuhan keperawatan
Perawat melakukan proses keperawatan pada masalah gizi buruk berdasarkan
hasil pengkajian secara komprehensif. Fokus intervensi keperawatan
ditujukan untuk membantu anak maupun keluarga dalam meningkatkan status
gizi secara optimal.
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Lisa Permatai, FIK UI, 2013
21
2.6.7
Peran sebagai kolaborator
Bila menemukan kasus kurang gizi di lapangan atau di masyarakat terpencil,
maka perawat berkoordinasi dengan Dinas Kesehatan setempat serta
berkolaborasi untuk melakukan implementasi/tindakan yang cepat dan tepat.
2.6.8
Peran sebagai pengambil keputusan etik
Masalah konflik etik ini akan dihadapi oleh perawat pada saat melaksanakan
tugasnya. Setiap perawat bernaung kepada kode etik yang ditetapkan
organisasi profesi keperawatan untuk melakukan tindakan keperawatan.
2.7
Diagnosis Keperawatan Terkait Masalah Gizi Buruk
Berdasarkan buku diagnosis keperawatan NANDA (2012) dan Carpenito
(2008), diagnosis keperawatan yang dapat ditegakkan pada balita dengan gizi
buruk yaitu ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh, kurang
pengetahuan keluarga, dan risiko infeksi. Bila anak dirawat di rumah sakit dan
dilakukan tindakan invasif serta telah terpapar penyakit infeksi seperti diare
dan tuberculosis, diagnosis tambahan yang dapat ditegakkan yaitu risiko
penyebaran infeksi, kekurangan volume cairan, atau risiko kekurangan
volume cairan. Tidak semua diagnosis tersebut terdapat dalam satu pasien dan
pada setiap pasien diagnosis yang ada dapat berbeda tergantung dari penyakit
penyerta
dan
kondisi
pasien
tersebut.
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Lisa Permatai, FIK UI, 2013
BAB 3
LAPORAN KASUS KELOLAAN UTAMA
3.1
Gambaran Kasus
Klien An. A usia 9 bulan dibawa ke rumah sakit tgl 27 Mei 2013 karena BAB
cair sejak 1 hari SMRS. Frekuensi BAB sekitar 6x/hari, berwarna kekuningan,
cair, dan seperti bubur. Anak juga mengalami demam dan nafsu makan
menurun. BB saat masuk 4 kg dengan PB 66 cm (indeks BB/U, nilai z score <
-3 SD, kurus sekali; indeks PB/U nilai z score -2 SD s.d 2 SD, normal; indeks
BB/PB < -3 SD, kurus sekali). Selain itu, bila dilihat dari persentil, indeks
BB/U An. A berada di bawah persentil 5 sehingga termasuk dalam kategori
berat badan kurang. Indeks ini juga menunjukkan lebih dari 95% anak seusia
An. A memiliki berat badan di atas dirinya. Indeks TB/U berada pada
persentil 10 yang berarti 90% anak dengan usia yang sama memiliki tinggi
badan yang lebih dari An. A dan 10% anak yang tinggi badannya di bawah
An. A.
Ibu mengatakan An. A dilahirkan secara caesar pada usia kandungan 33
minggu karena ibu mengalami perdarahan tiba-tiba dengan BBL 2.2 kg. Tidak
ada masalah setelah proses persalinan, dan tiga hari setelah melahirkan ibu
dan anak diijinkan pulang oleh pihak rumah sakit. Ibu memberikan An. A ASI
dan susu formula untuk nutrisi anak. Ibu mengatakan refleks menghisap anak
lemah dan bila menyusu hanya sedikit-sedikit. Setiap minum susu dengan
botol jumlah yang dikonsumsi sekitar 30 ml saja. Ibu juga mengatakan sejak
usia 2 bulan anak sering demam dan batuk-batuk sehingga sampai saat ini
imunisasi belum lengkap.
Dua bulan lalu An. A dinyatakan menderita TB dan saat ini dalam pengobatan
OAT fase intensif bulan ke 2. An. A juga mengalami keterlambatan
perkembangan. Hasil KPSP An. A dengan menggunakan formulir KPSP usia
22
Analisis praktik ..., Lisa Permatai, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
23
3 bulan menunjukkan bahwa jawaban “ya” hanya pada pertanyaan nomor 1
dan 7. Di usianya yang 9 bulan, An. A belum bisa tengkurap sendiri ataupun
menahan kepalanya tetap tegak. Gigi anak belum ada yang tumbuh dan anak
juga belum bisa mengucapkan satu atau dua kata hanya mengeluarkan suara
tanpa arti. Sejak April 2013 ibu membawa An. A untuk mengikuti terapi
tumbuh kembang di RSUP Fatmawati.
3.2
Data
Berdasarkan hasil pengkajian tanggal 3 Juni 2013, anak sudah tidak
mengalami diare, muntah, ataupun demam. Berat badan anak meningkat dari
4 kg menjadi 5 kg dalam satu minggu. Panjang badan tetap 66 cm, LLA
11cm, LK 39 cm, LD 37.5 cm, LP 34.5 cm. Anak tampak kurus, ekstremitas
kecil, dan terdapat baggy pants. An. A terpasang NGT dengan diet pregestimil
8x100 cc. Hampir setiap hari selang NGT diganti karena anak melepaskan
dengan tangannya. Berdasarkan indeks BB/U, nilai z score < -3 SD, gizi
buruk; indeks PB/U nilai z score -2 SD s.d 2 SD, normal; dan indeks BB/PB <
-3 SD, sangat kurus. Berdasarkan persentil, indeks BB/U An. A berada di
bawah persentil 5 sehingga termasuk dalam kategori berat badan kurang.
Indeks ini juga menunjukkan lebih dari 95% anak seusia An. A memiliki berat
badan di atas dirinya. Indeks TB/U berada pada persentil 10 yang berarti 90%
anak dengan usia yang sama memiliki tinggi badan yang lebih dari An. A dan
10% anak yang tinggi badannya di bawah An. A. Hasil pemeriksaan tanda
vital yaitu suhu 370 C, frekuensi nadi: 110x/mnt, frekuensi pernapasan:
36x/mnt. Nilai leukosit 9.8 ribu/uL pada 4 Juni 2013. Pada 28 Mei 2013 hasil
pemeriksaan trigliserida meningkat yaitu 158 mg/dl.
3.3.1
Analisis Data
Dari pemaparan di atas masalah keperawatan utama yang ditegakkan adalah
ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh. Data subjektifnya
yaitu ibu mengatakan anak menyusu dengan botol hanya sekitar 30 ml setiap
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Lisa Permatai, FIK UI, 2013
24
kali menyusu dan refleks mengisap anak lemah. Ini menyebabkan anak perlu
dipasang selang NGT. Sedangkan data objektifnya yaitu An. A tampak kurus,
baggy pants +, BB 5 kg, PB 66cm, LLA 11cm. Dari hasil pengukuran tersebut
indeks BB/U: z score < -3 SD (gizi buruk), TB/U: -2 z score < 0 (normal),
BB/TB: z score < -3 SD (gizi buruk).
Masalah berikutnya yang ditegakkan yaitu risiko kekurangan volume cairan.
Masalah keperawatan ini ada karena anak masuk dengan diare, frekuensi
sekitar 6x/hari dan nafsu untuk makan juga turun. Suhu tubuh anak juga
masih belum stabil, yaitu dalam kisaran 36.60 C sampai 38.50 C, dimana
setiap kenaikan 10 C, kebutuhan cairan meningkat 12%. Hal ini membuat
anak berisiko kekurangan cairan. Selain itu, bila dilihat dari keadaan klinis,
turgor masih elastis, ubun-ubun tidak cekung, akral hangat, CRT < 2 detik,
dan mukosa bibir lembab.
Masalah keperawatan yang ketiga ialah risiko penyebaran infeksi.
Anak
rentan terhadap penyebaran infeksi karena belum mendapat imunisasi lengkap
karena sering sakit sejak usia 2 bulan, anak mengalami gizi buruk, dan saat ini
terkena penyakit infeksi yaitu tuberculosis dan diare. Perawatan An. A
dilakukan dengan melakukan tindakan invasif yaitu memasang NGT sejak
awal masuk dan stopper sejak 5 Juni 2013 untuk pemberian antibiotik
cefotaxime 2x200 mg. Nilai leukosit 9.8 ribu/uL pada 4 Juni 2013. Selain itu,
ibu An. A mengatakan mencuci tangannya jika ingat saja. Padahal cuci tangan
merupakan cara yang efektif untuk memutus rantai infeksi dan penyebaran
penyakit.
Salah satu penyebab ketiga masalah di atas adalah karena kurang pengetahuan
tentang praktik pemenuhan gizi anak dan mencegah infeksi. Pernyataan ibu
An. A yang mengatakan belum mengetahui cara mencuci tangan yang benar
dan memberikan anak makan sesuai kemauan anak menunjukkan kurang
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Lisa Permatai, FIK UI, 2013
25
pengetahuan ibu. Lebih lanjut, ibu mengatakan tidak memaksa anak untuk
makan atau minum susu jika anak sudah tidak mau. Padahal setiap minum
susu dari botol jumlah yang dihabiskan hanya sekitar 30 ml. Kemudian, bila
dilihat dari latar belakang pendidikan, ibu mengatakan dirinya dan suami
tamatan SD. Oleh karena itu, dapat ditegakkan masalah kurang pengetahuan
pada keluarga terkait dengan pemenuhan nutrisi anak dan infeksi. Asuhan
keperawatan untuk masalah kurang pengetahuan ini akan dilakukan
terintegrasi dengan masalah keperawatan lain yang ada pada An. A.
3.4
Implementasi dan Evaluasi Keperawatan
Dari diagnosis keperawatan ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan
tubuh, secara umum implementasi keperawatan yang dilakukan yaitu
melakukan penimbangan berat badan setiap hari; melakukan pengukuran PB,
LLA, LK; mengajarkan kembali pemberian makan melalui NGT pada orang
tua; melakukan pemantauan terhadap pemberian pregestimil pada anak;
menilai kapasitas lambung anak terhadap makanan baik melalui NGT maupun
per oral. Dalam seminggu (tanggal 3 sampai 8 Juni 2013), pemberian diet
pregestimil ditingkatkan secara bertahap, dari 8x100 cc, 8x120 cc, sampai
8x150 cc. Anak tidak muntah saat volume pregestimil ditingkatkan.
Kecepatan aliran susu yang diberikan melalui feeding drip juga ditingkatkan
bertahap. Mulai dari 22 tpm untuk 100 cc (5 Juni 2013), 40 tpm untuk 120 cc
(6 Juni 2013), dan 50 tpm untuk 150 cc (8 Juni 2013). Namun tidak terjadi
perubahan signifikan dalam pemberian asupan per oral yaitu sekitar 45-60 ml
karena diberikan melalui sendok. Menurut ibu, An. A tidak mau menyusu
langsung dari botol karena rasa pregestimil yang kurang enak. Kemudian, bila
dilihat dari BB, tidak ada kenaikan BB yang berarti dari tanggal 3-8 Juni
2013. Berat badan tetap 5 kg pada tanggal 8 Juni 2013 sama seperti tanggal 3
Juni 2013.
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Lisa Permatai, FIK UI, 2013
26
Berikutnya, untuk diagnosis risiko kekurangan cairan, masalah kekurangan
cairan tidak terjadi sampai tanggal 8 Juni 2013. Implementasi yang dilakukan
yaitu mengecek status kesadaran dan hidrasi; mengukur TTV; mengkaji intake
dan output; melakukan kompres hangat saat anak demam; dan menganjurkan
ibu untuk tetap memberikan ASI selama anak mau. Evaluasi dari
implementasi yang dilakukan dari tanggal 3-8 Juni 2013 yaitu An. A dalam
kesadaran compos mentis dan status hidrasi baik. Turgor elastis, mukosa
lembab, akral hangat, ubun-ubun tidak cekung, dan CRT < 2 detik. Anak
tidak mendapat terapi intravena dan dipasang stopper sejak tanggal 5 Juni
2013 untuk pemberian antibiotik. Tanggal 3-6 Juni 2013 anak sudah tidak
demam dan diare, namun pada pagi hari tanggal 8 Juni 2013 ibu mengatakan
semalam anak diare lagi, BAB 3x pada malam hari, konsistensi cair, sedikit
ampas, dan suhu 38.50 C. Ibu tidak mengetahui mengapa anak tiba-tiba
demam dan diare lagi namun menurut ibu suhu tubuh An. A memang sering
tidak stabil. Saat dievaluasi, ibu mengatakan sudah melakukan kompres
hangat pada anak, selalu mencuci feeding drip sebelum dan setelah digunakan
namun untuk cuci tangan memang dilakukan jika ingat saja. Ibu mengatakan
selain pregestimil anak masih diberikan ASI jika rewel.
Diagnosis
keperawatan
berikutnya
yaitu
risiko
penyebaran
infeksi.
Implementasi yang dilakukan untuk mencegah masalah ini terjadi yaitu
dengan mengajarkan keluarga cara dan waktu mencuci tangan; mengingatkan
keluarga dan pengunjung untuk mencuci tangan sebelum dan setelah
melakukan kontak dengan anak; memeriksa adanya tanda infeksi yaitu hangat,
kemerahan,
bengkak
pada
daerah
pemasangan
stopper
dan
NGT;
mengobservasi higiene ibu dan anak; menganjurkan orang tua supaya
mengupayakan untuk mempertahankan anak dari menempatkan tangan pada
area yang terkena BAK atau BAB; menganjurkan untuk segera mengganti
popok bila anak BAK atau BAB; mengingatkan ibu untuk selalu mencuci
feeding drip dengan air hangat setiap sebelum dan setelah digunakan; dan
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Lisa Permatai, FIK UI, 2013
27
melakukan pemberian antibiotik cefotaxime 1x100 mg via bolus. Evaluasi
dari tindakan yang dilakukan selama seminggu yaitu ibu dapat melakukan
cuci tangan dengan benar namun belum melakukan cuci tangan sesuai
anjuran. Ibu mencuci tangan jika ingat saja. Namun untuk mencuci feeding
drip sebelum dan setelah pemberian makan selalu dilakukan. Ibu juga
mengatakan segera mengganti popok bila An. A BAK atau BAB. Selain itu,
tidak ditemukan kemerahan, bengkak, ataupun hangat pada area pemasangan
stopper dan NGT. Dari hasil evaluasi di atas, dapat disimpulkan tidak terjadi
penyebaran infeksi pada An. A.
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Lisa Permatai, FIK UI, 2013
BAB 4
ANALISIS SITUASI
4.1
Profil Lahan Praktik
Berikut ini akan diuraikan profil dari RSUP Fatmawati dan lantai 3 selatan
gedung Teratai sebagai lahan praktik penulis yang diambil dari RS Fatmawati
(2013). RS Fatmawati didirikan pada tahun 1954 oleh Ibu Fatmawati
Soekarno. sebagai RS yang mengkhususkan Penderita TBC Anak dan
Rehabilitasinya. Pada tanggal 15 April 1961 penyelenggaraan dan
pembiayaan RS Fatmawati diserahkan kepada Departemen Kesehatan
sehingga tanggal tersebut ditetapkan sebagai hari jadi RS Fatmawati. Dalam
perjalanan RS Fatmawati, tahun 1984 ditetapkan sebagai Pusat Rujukan
Jakarta Selatan dan tahun 1994 ditetapkan sebagai RSU Kelas B Pendidikan.
Dalam perkembangannya, RS Fatmawati ditetapkan sebagai Unit Swadana
pada tahun 1991, pada tahun 1994 ditetapkan menjadi Unit Swadana Tanpa
Syarat, pada tahun 1997 sesuai dengan diperlakukannya UU No. 27 Tahun
1997, rumah sakit mengalami perubahan kebijakan dari Swadana menjadi
PNBP (Penerimaan Negara Bukan Pajak) selanjutnya pada tahun 2000 RS
Fatmawati ditetapkan sebagai RS Perjan berdasarkan Peraturan Pemerintah RI
No. 117 tahun 2000 tentang Pendirian Perusahaan Jawatan RSUP Fatmawati
Jakarta. Pada tanggal 11 Agustus 2005 berdasarkan Keputusan Menteri
Kesehatan No. 1243/MENKES/SK/VIII/2005 RSUP Fatmawati ditetapkan
sebagai Unit Pelaksana Teknis (UPT) Departemen Kesehatan RI dengan
menerapkan Pola Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum (PPK BLU).
Tujuan dari RSUP Fatmawati yaitu terwujudnya pelayanan kesehatan prima
dan paripurna yang memenuhi kaidah keselamatan pasien (Patient Safety);
terwujudnya pelayanan rumah sakit yang bermutu tinggi dengan tarif yang
terjangkau bagi seluruh lapisan masyarakat; mewujudkan pengembangan
28
Analisis praktik ..., Lisa Permatai, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
29
berkesinambungan dan akuntabilitas bagi pelayanan kesehatan, pendidikan
dan penelitian; terwujudnya SDM yang profesional dan berorientasi kepada
pelayanan pelanggan; dan terwujudnya kesejahteraan yang adil dan merata
bagi seluruh sumber daya manusia rumah sakit.
Lahan praktik yang digunakan penulis selama melakukan praktik klinik
KKMP adalah di ruang rawat anak Gedung Teratai, lantai 3 Selatan. Lantai 3
selatan merupakan ruang rawat anak dengan penyakit dalam yang terdiri dari
8 kamar dan ruang High Care Unit (HCU). Penyakit yang ada pada anak yang
dirawat di lantai ini bervariasi yaitu dengan masalah pada sistem pencernaan,
neurologi, nefrologi, hematologi, kardiologi, respirologi, onkologi, dan anak
dengan perawatan khusus setelah operasi. Dari berbagai jenis penyakit yang
ada, penulis mengambil kasus anak dengan masalah gastrologi, yaitu gizi
buruk. Di lantai ini, hampir semua anak gizi buruk yang dirawat masuk rumah
sakit karena penyakit penyerta seperti diare. Selama tahun 2013 dari bulan
Januari sampai Mei terdapat 14 anak yang tercatat dirawat dengan gizi buruk.
4.2
Analisis Masalah Keperawatan dengan Konsep Terkait KKMP dan
Konsep Kasus Terkait
Masalah gizi buruk pada balita dapat terjadi karena dipengaruhi faktor-faktor
seperti penyakit infeksi, asupan nutrisi yang tidak seimbang, kondisi sosial
ekonomi, dan pengetahuan orang tua tentang nutrisi anak. Masalah gizi buruk
pada An. A terjadi karena asupan nutrisi yang kurang selama berbulan-bulan.
Hal ini terjadi karena ibu kurang memperhatikan gizi anak dan tidak
mengetahui asupan anak yang seharusnya. Penelitian Asrar (2009)
menyatakan bahwa ada hubungan asupan gizi dengan status gizi balita
menurut BB/U dan TB/U. Saat ditanya, ibu mengatakan dirinya dan suaminya
lulusan Sekolah Dasar. Sesuai dengan pernyataan Hidayati (2011), tingkat
pendidikan menjadi salah satu faktor penyebab terjadinya masalah gizi pada
balita karena tingkat pendidikan formal berkaitan dengan pengetahuan tentang
Analisis praktik ..., Lisa Permatai, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
30
kesehatan dan praktik gizi. Selain itu, suaminya bekerja serabutan dan dirinya
ibu rumah tangga sehingga pendapatan keluarga pun pas-pasan.
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat penyerapan tenaga kerja masih
didominasi pekerja berpendidikan rendah yaitu Sekolah Menengah Pertama
(SMP) ke bawah. Pada bulan Februari 2013 tercatat sebesar 74,9 juta orang
atau 65,70% (Jefriando, 2013). Lebih lanjut, Jefriando (2013) menjelaskan
tenaga kerja dengan pendidikan Sekolah Dasar (SD) adalah sebesar 54,6 juta
orang atau 47,90%. Kemudian pekerja tamatan SMP tercatat sebesar 20,3 juta
atau 17,80%. Jika dibandingkan dengan bulan Februari tahun 2012 terdapat
penurunan jumlah tenaga kerja dengan pendidikan SD dan SMP meski tidak
terlalu signifikan. Hal ini menunjukkan semakin sulit mendapat pekerjaan
dengan tingkat pendidikan yang rendah. Sejalan dengan kondisi keluarga An.
A, hasil penelitian di India oleh Archer (2007) menyatakan 53% balita dengan
gizi kurang berasal dari keluarga dengan status ekonomi yang kurang. Suyadi
(2009) dalam penelitiannya juga menyatakan proporsi status gizi KEP pada
balita lebih besar pada keluarga dengan pendapatan rendah (80.8%)
dibandingkan keluarga dengan pendapatan tinggi (9.4%).
Selain itu, dari hasil pengkajian dan data rekam medis anak, diketahui bahwa
anak masuk rumah sakit karena diare dan saat ini menderita tuberculosis. Saat
ini An. A dalam pengobatan OAT bulan ke 2. Penyakit infeksi memiliki
keterkaitan yang erat dengan malnutrisi dimana malnutrisi membuat sistem
imun tubuh melemah sehingga mudah terserang penyakit infeksi. Namun di
sisi lain penyakit infeksi juga membuat nutrisi yang seharusnya digunakan
untuk tumbuh dan berkembang digunakan untuk melawan penyakit sehingga
mempercepat terjadinya malnutrisi. Hal ini dapat dijelaskan sebagai berikut.
Protein penting untuk pertumbuhan dan perbaikan jaringan sehingga
kekurangan protein akan mempengaruhi semua sistem tubuh (Penny, 2003
dalam Hockenberry & Wilson, 2009). Salah satu dampak kekurangan protein
Analisis praktik ..., Lisa Permatai, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
31
adalah atrofi timus. Timus adalah organ tempat sel T menjadi matang. Sel T
limfosit sangat penting untuk membunuh bakteri dan membantu tipe sel lain
dalam sistem imun. Selain itu, kekurangan vitamin dan mineral juga
merupakan hal yang umum terjadi pada keadaan malnutrisi. Padahal beberapa
vitamin seperti vitamin A, E, dan C serta mineral seperti selenium dan zink
penting dalam fungsi imunitas (Siagian, 2010). Vitamin A sangat penting
untuk memelihara integritas epitel, termasuk epitel usus. Vitamin E dikenal
sebagai zat gizi penting untuk pencegahan penyakit infeksi.
Mekanisme
peningkatan fungsi imunitas oleh vitamin E diduga melalui efek langsung dan
tidak langsung (melalui makrofag) vitamin E pada fungsi sel T limfosit.
Sementara itu, vitamin C mempengaruhi fungsi fagosit, proliferasi sel T, dan
produksi
sitokin.
Di sisi
lain,
mineral
seperti
selenium
berperan
mempengaruhi fungsi neutrofil (Arthur, 2003), sedangkan kekurangan zink
berdampak pada penurunan respons pembentukan antibodi dalam limfa
(Chandra and Au, 1980 dalam Siagian, 2010).
4.3
Analisis Salah Satu Intervensi dengan Konsep dan Penelitian Terkait
Salah satu prinsip tatalaksana yang dilakukan dalam mengatasi anak dengan
masalah gizi buruk adalah meningkatkan pemberian makanan untuk
memfasilitasi tumbuh kejar anak. Di rumah sakit hal tersebut dapat dilakukan
dengan melakukan kolaborasi dengan ahli gizi untuk pemberian diet yang
sesuai. Salah satu diet yang diberikan pada balita dengan masalah gizi buruk
adalah susu formula dengan dosis F75, F100, ataupun disesuaikan dengan
kondisi anak. Menurut Depkes (2007, dalam Sulistiyawati, 2011) pemberian
diet F75 dilakukan pada fase stabilisasi untuk mencegah hipoglikemia,
mencegah dehidrasi, dan mudah cerna. Di sisi lain diet F100 diberikan pada
fase transisi dan rehabilitasi untuk mengejar ketinggalan berat badan yang
dialami, mencapai berat badan normal sesuai dengan panjang badan, serta
agar tahap perkembangan sesuai dengan umurnya.
Analisis praktik ..., Lisa Permatai, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
32
Setelah program diet diberikan kepada keluarga, salah satu hal yang penting
untuk dilakukan adalah memastikan keluarga memberikan diet pada anaknya
sesuai anjuran. Oleh karena itu, penulis melakukan pemantauan terhadap
kepatuhan keluarga dalam memberikan diet pada balitanya.
Penulis melakukan pemantauan terhadap dua balita yaitu An. M (8bulan),
laki-laki, dan An. A (9 bulan), perempuan, selama enam hari. Pada An. M
tidak dilakukan perlakuan tertentu sednagkan pada An. A dilakukan
pemantauan untuk menilai kapasitas lambung anak terhadap asupan makanan.
Pada tanggal 5-6-2013 An. A diberikan makan melalui NGT dengan
kecepatan 22 tpm untuk 100 cc susu sehingga susu habis dalam waktu sekitar
satu setengah jam. Kemudian pada tanggal 8 Juni 2013, susu dialirkan melalui
NGT dengan kecepatan sekitar 50 tpm untuk 150 cc sehingga habis dalam
waktu satu jam. Untuk pemberian makan per oral, anak diberikan melalui
sendok sekitar 45 ml yang habis dalam waktu sekitar dua jam. Kapasitas
lambung bayi usia 6-9 bulan sekitar 130-190 ml setiap kali makan atau
minum. Oleh karena itu tidak ada masalah dengan jumlah diet yang diberikan
pada anak.
Dalam enam hari, berat badan An. M naik 0.6 kg dari 5.5 kg menjadi 6.1 kg.
Di sisi lain, berat badan An. A tetap 5 kg setelah enam hari. Berat badan An.
A sempat naik 0.1 kg pada pemantauan hari ke empat, namun karena anak
demam dan diare lagi berat badan turun kembali. Menurut Depkes (2007,
dalam Sulistiyawati, 2011), kenaikan berat badan yang dianggap berhasil
adalah bila terdapat kenaikan BB > 50 gr/kgBB/minggu sehingga langkah
selanjutnya adalah meneruskan pemberian makanan sesuai dengan jadwal.
Berdasarkan hal tersebut dapat dikatakan terapi yang dilakukan pada An. M
memberikan hasil yang baik karena terdapat kenaikan BB > 50
gr/kgBB/minggu pada anak. Di sisi lain, terapi yang diberikan pada An. A
Analisis praktik ..., Lisa Permatai, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
33
selama enam hari dapat dikatakan belum berhasil karena berat badan anak
tetap sama.
Belum berhasilnya perbaikan gizi pada An. A dapat disebabkan oleh berbagai
faktor. Salah satu penyebabnya yaitu penyakit infeksi yang dideritanya yaitu
diare, tuberculosis, dan demam. Diare dapat terjadi kembali karena keluarga
kurang menjaga higiene diri dan anak. Lebih jauh, ibu mengatakan mencuci
tangan hanya jika ingat saja walaupun ibu selalu mencuci feeding drip
sebelum dan setelah digunakan dan setelah mengganti popok anak. Demam
terjadi karena ada proses perlawanan terhadap bakteri di dalam tubuh atau
karena anak mengalami kekurangan cairan akibat diare, meskipun secara
klinis belum tampak tanda dehidrasi pada anak.
Penyakit infeksi berpengaruh terhadap status gizi dan mempercepat
malnutrisi. Lebih lanjut, infeksi dan malnutrisi menjadi sangat berkaitan
karena malnutrisi juga membuat sistem imun tubuh lemah sehingga mudah
terserang penyakit infeksi. Hal ini dapat terjadi karena anak dengan gizi buruk
selain kekurangan energi dan protein biasanya juga disertai kekurangan
vitamin dan mineral. Padahal beberapa vitamin seperti vitamin A, E, dan C
serta mineral seperti selenium dan zink penting dalam fungsi imunitas
(Siagian, 2010). Di sisi lain, salah satu dampak kekurangan protein adalah
atrofi timus. Timus adalah organ tempat sel T menjadi matang. Sel T limfosit
sangat penting untuk membunuh bakteri dan membantu tipe sel lain dalam
sistem imun. Oleh karena itu, kekurangan protein, vitamin, dan mineral dapat
membuat seseorang lebih rentan terhadap infeksi. Hal ini sesuai dengan hasil
penelitian Hariyadi (2010) yang menunjukkan bahwa ada hubungan signifikan
antara status infeksi dengan status gizi balita pada indeks BB/U.
Sebaliknya, diet yang diberikan pada An. M menunjukkan hasil yang baik
karena selama proses pemantauan meskipun An. M sempat diare dan demam,
Analisis praktik ..., Lisa Permatai, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
34
An M mendapatkan terapi cairan intravena. Terapi yang didapatkan yaitu
Kaen 3B 175 cc/kg BB/24 jam. An. M juga menunjukkan peningkatan nafsu
makan dan mengonsumsi diet sesuai anjuran. Selain itu, An. M tidak memiliki
masalah dengan mengonsumsi makanan per oral dimana ibu mengatakan
hisapan anak kuat dan senang mengonsumsi ASI.
4.4
Alternatif Pemecahan yang Dapat Dilakukan
Salah satu faktor yang mempengaruhi kepatuhan keluarga terhadap pemberian
diet untuk anaknya adalah tingkat pengetahuan keluarga tentang pentingnya
gizi yang memadai untuk anak balita. Tingkat pengetahuan keluarga berkaitan
juga dengan tingkat pendidikan orang tua, khususnya ibu, sebagai orang yang
mengasuh anak. Pada kedua kasus yang diambil, ibu An. M berpendidikan
SMP dan ibu An. A berpendidikan SD. Kedua orang tua mengatakan
melakukan praktik perawatan pada anak berdasarkan informasi yang
didapatkan dari orang di sekitar mereka. Orang tua memegang peranan
penting dalam perawatan anak karena dalam semua aktivitasnya batita masih
sepenuhnya dibantu oleh orang tua atau keluarga. Oleh karena itu, perawat
berperan penting untuk memberikan edukasi kesehatan pada keluarga terkait
perawatan pada anak, khususnya tentang nutrisi. Edukasi yang diberikan
diharapkan meningkatkan pengetahuan dan pemahaman keluarga tentang gizi
sehingga keluarga lebih berperan aktif dalam memenuhi kebutuhan gizi anak.
Edukasi diberikan sejak anak dirawat dan dievaluasi kembali saat anak sudah
diperbolehkan pulang.
Analisis praktik ..., Lisa Permatai, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
BAB 5
PENUTUP
5.1
Simpulan
Penulis menyimpulkan berdasarkan pemaparan tentang asuhan keperawatan
dan aplikasi tesis pemberian susu formula pada balita dengan gizi buruk di
ruang rawat lantai 3 selatan RSUP Fatmawati bahwa:
5.1.1
Pada balita dengan gizi buruk pengkajian yang perlu dilakukan yaitu
pemeriksaan antropometri, riwayat diet anak, penampilan anak secara klinis,
dan hasil laboratorium. Pada kasus kelolaan, hasil pengkajian yang didapatkan
meliputi anak tampak kurus, BB/PB < -3 SD, LLA < 11.5 cm, terdapat baggy
pants, asupan makan anak tidak sesuai usia, hasil pemeriksaan trigliserida di
atas normal.
5.1.2
Rencana keperawatan untuk balita dengan gizi buruk terutama terkait
ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh dan perlu
mempertimbangkan penyakit penyerta dan kondisi anak.
5.1.3
Keterlibatan keluarga dalam implementasi yang dilakukan dan kolaborasi
dengan tenaga kesehatan lain berperan penting dalam mempengaruhi
keberhasilan terapi.
5.1.4
Evaluasi yang didapatkan yaitu masalah nutrisi belum teratasi sedangkan
masalah cairan dan penyebaran infeksi tidak terjadi.
5.2
Saran
Penulis memberikan saran kepada pihak-pihak yang berinteraksi langsung
dengan keluarga balita dengan gizi buruk berdasarkan hasil asuhan
keperawatan yang dilakukan. Kedua klien yang diamati dalam penulisan
karya ilmiah ini berasal dari keluarga dengan pendidikan rendah. Oleh karena
itu, sebelum melakukan intervensi penting untuk mengkaji terlebih dulu
sejauh mana pemahaman keluarga terkait nutrisi pada anak dan memberikan
edukasi sesuai kebutuhan keluarga. Edukasi yang diberikan tidak hanya
35
Analisis praktik ..., Lisa Permatai, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
36
terkait nutrisi namun terkait pencegahan infeksi pada anak. Pemberian edukasi
sebaiknya menggunakan alat bantu seperti leaflet atau lembar balik untuk
mempermudah keluarga mengerti informasi yang diberikan. Evaluasi
dilakukan kembali ketika anak diperbolehkan pulang. Dengan meningkatnya
pemahaman keluarga, diharapkan dapat meningkatkan kepatuhan keluarga
dalam memenuhi asupan nutrisi anak dan mengurangi risiko terserang
penyakit infeksi pada anak.
Analisis praktik ..., Lisa Permatai, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
DAFTAR PUSTAKA
Archer, S. (2007). Staying focused on the undernourished child-India. Journal of the
American Dietetic Association 107, 1879-1887.
Arthur, J.R., McKenzie, R.C., & Beckett, G. J. (2003). Selenium in the immune
system. Journal of Nutrition 133(5), 14575-14595.
Asrar, M. (2009). Tesis: Hubungan pola asuh, pola makan, asupan zat gizi dengan
status gizi anak balita masyarakat Suku Nuaulu di Kecamatan Amahai
Kabupaten Maluku Tengah. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada.
Badan Pusat Statistik. (2013). Tingkat kemiskinan di DKI Jakarta Maret 2013.
Diunduh dari http://jakarta.bps.go.id/
Carpenito, L.J. (2008). Handbook of nursing diagnosis. 12th ed. Philadelphia:
Lippincott Williams & Wilkins.
Departemen Kesehatan RI. (2009). Buku saku gizi. Jakarta: Departemen Kesehatan
RI.
Departemen Kesehatan RI. (2010). Riset kesehatan dasar (Riskesdas) 2010: Laporan.
Jakarta: Departemen Kesehatan RI.
Departemen Kesehatan RI. (2011). Pedoman pelayanan gizi buruk. Jakarta:
Departemen Kesehatan RI.
Departemen Kesehatan. (2011). Bagan tatalaksana anak gizi buruk: Buku 1. Jakarta:
Departemen Kesehatan RI.
Dinkes DKI. (2011). Pelayanan perawatan gizi buruk melalui pusat pemulihan gizi /
theurapetic feeding center (TFC) di puskesmas di Provinsi DKI Jakarta.
Diunduh
dari
http://111.67.77.202/dinkesdki/index.php?option=com_content&view=article
&id=199:pelayanan-perawatan-gizi-buruk-melalui-pusat-pemulihan-gizi-dipuskesmas-di-provinsi-dki-jakarta&catid=36:informasi-umum&Itemid=28
Enfamil. (2013). Pregestimil. Diunduh dari
http://www.enfamil.com/app/iwp/enf12/product.do?dm=enf&id=/Consumer_
Home3/FeedingSolutions/PregestimilLIPIL2&iwpst=B2C&ls=0&csred=1&r
=3550727882
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Lisa Permatai, FIK UI, 2013
Fitriyani, P. (2009). Tesis: Studi fenomenologi pengalaman keluarga memenuhi
kebutuhan nutrisi balita gizi kurang di Kelurahan Pancoran Mas Depok.
Depok: Universitas Indonesia.
Hariyadi, D. (2010). Tesis: Analisis hubungan penerapan pesan gizi seimbang
keluarga dan perilaku keluarga sadar gizi dengan status gizi balita di
Provinsi Kalimantan Barat. Bogor: Institut Pertanian Bogor.
Herdman, T.H. (2012) (Ed.). NANDA international nursing diagnoses: Definitions &
classification, 2012-2014. Oxford: Wiley-Blackwell.
Hidayati, R.N. (2011). Tesis: Hubungan tugas kesehatan keluarga, karakteristik
keluarga dan anak dengan status gizi balita di wilayah puskesmas Pancoran
Mas Kota Depok. Depok: Universitas Indonesia.
Hitchcock, J.E., Schubert, P.E., & Thomas, S.A. (1999). Community health nursing:
Caring in action. New York: Delmar Publishers.
Hockenberry, M.J., & Wilson, D. (2009). Wong’s essentials of pediatric nursing. 8th
ed. St.Louis: Mosby Elsevier.
Jefriando, M. (2013). Tenaga kerja RI didominasi lulusan SD dan SMP. Diunduh dari
http://finance.detik.com/read/2013/05/06/172812/2239387/4/tenaga-kerja-rididominasi-lulusan-sd-dan-smp
Potter, P.A., & Perry, G.A. (2005). Buku ajar fundamental keperawatan: Konsep,
proses, dan praktik (Edisi 4) (Yasmin Asih et al., Penerjemah.). Jakarta: EGC.
Redaksi. (2012). Hasil temuan SEANUTS ungkap capaian dan masalah gizi anak
Indonesia. Diunduh dari www.garudanews.com/?p=1641
RS
Fatmawati.
(2013).
Sejarah
http://www.fatmawatihospital.com/#
singkat.
Diunduh
dari
Siagian, A. (2010). Gizi, imunitas, dan penyakit infeksi. USU e-Journal 10(2), 188194.
Sulistiyawati. (2001). Tesis: Pengaruh pemberian diet formula 75 dan 100 terhadap
berat badan balita gizi buruk rawat jalan di wilayah kerja puskesmas
Pancoran Mas Kota Depok. Depok: Universitas Indonesia.
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Lisa Permatai, FIK UI, 2013
Suyadi, E.S. (2009). Tesis: Kejadian kurang energi protein balita dan faktor-faktor
yang berhubungan di wilayah Kelurahan Pancoran Mas Kota Depok 2009.
Depok: Universitas Indonesia.
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Lisa Permatai, FIK UI, 2013
Lampiran 1
FORMAT PENGKAJIAN AN. A
Nama Mahasiswa
Tempat Praktek
Tanggal Praktek
: Lisa Permata Sari
: Lantai 3 Selatan, Ruang Teratai RSUP Fatmawati
:3-8 Juni 2013
I. IDENTITAS DATA
Nama
: An. A
Tempat/tgl lahir
: Jakarta/30 Agustus 2012
Usia
: 9 bulan
Nama Ayah/Ibu
:Ny. S
Pekerjaan Ayah
: Tidak tetap (jual beli barang bekas, kuli, dll)
Pekerjaan Ibu
: Ibu rumah tangga
Alamat
:Jl. Petogogan 1 RT 12 RW 11 Kebayoran Baru-Jakarta Selatan
Agama
:Islam
Suku Bangsa
: Jawa
Pendidikan Ayah
:SD
Pendidikan Ibu
:SD
II. KELUHAN UTAMA
Klien An. A usia 9 bulan dibawa ke rumah sakit tgl 27 Mei 2013 karena BAB cair sejak 1
hari SMRS. Frekuensi BAB sekitar 6x/hari, berwarna kekuningan, cair, dan seperti bubur.
Anak juga mengalami demam dan nafsu makan menurun. BB saat masuk 4 kg dengan PB 66
cm.
Riwayat kehamilan dan kelahiran:
1. Prenatal
Tidak ada masalah selama kehamilan. Ibu rutin memeriksakan kehamilan ke puskesmas.
2. Intranatal
Ibu mengatakan anak dilahirkan dengan cara sectio karena perdarahan pada usia kehamilan
33 minggu.
3. Postnatal
Anak lahir dengan berat badan 2.2 kg namun setelah 3 hari melahirkan ibu dan anak sudah
diperbolehkan pulang.
III. RIWAYAT MASA LAMPAU
1. Penyakit waktu kecil
Anak A sering sakit sejak usia 2 bulan. Panas sering naik turun dan juga batuk.
2. Pernah dirawat di RS
An. A baru kali ini dirawat di RS.
3. Obat-obatan yang digunakan
An. A setiap hari minum OAT dimana saat ini sedang pengobatan TB bulan ke 2.
4. Tindakan (operasi)
An. A belum pernah menjalani operasi
Analisis praktik ..., Lisa Permatai, FIK UI, 2013
(Lanjutan)
5. Alergi
An. A memiliki alergi susu sapi. Reaksi yang timbul adalah gatal-gatal dan kulit merah. Oleh
karena itu saat ini di rumah anak minum susu Nan yang hipoalergenik.
6. Kecelakaan
An. A tidak pernah mengalami kecelakaan
7. Imunisasi
An. A belum mendapatkan imunisasi sesuai usianya karena sejak usia 2 bulan sering panas
dan batuk-batuk.
IV. RIWAYAT KELUARGA (GENOGRAM)
An. B
(14 th)
An. A
(9 bln)
Keterangan:
Di rumah, An. A tinggal bersama kedua orang tua dan kakaknya. Kakak An. A berusia 14
tahun dan menurut Ibu, anak dilahirkan dengan cara normal. Saat ini tidak ada masalah
kesehatan pada An. B.
V. RIWAYAT SOSIAL
1. Yang mengasuh: ibu
2. Hubungan dengan anggota keluarga: baik
3. Hubungan dengan teman sebaya: anak belum dapat berinteraksi dengan teman sebaya
secara mandiri
4. Pembawaan secara umum: 5. Lingkungan rumah: klien tinggal di rumah kontrakan dengan lingkungan rumah yang
saling berdempetan satu sama lain.
VI. KEBUTUHAN DASAR
1. Makanan yang disukai/tidak disukai : Dari kecil An. A susah makan, menyusui pun hanya
sedikit. Bila minum susu formula, sekali minum hanya sekitar 30cc.
Selera
: kurang
Alat makan yang dipakai
: piring dan sendok
Pola makan/jam
: makan 2-3 kali/hari
2. Pola tidur
:
Kebiasaan sebelum tidur
: anak biasa menyusu pada ibu sebelum tidur
Analisis praktik ..., Lisa Permatai, FIK UI, 2013
(Lanjutan)
Tidur siang
: + 3x/hari
3. Mandi
: 2x sehari dimandikan oleh orang tua
4. Aktivitas bermain
: anak biasa bermain dengan keluarganya
5. Eliminasi
: anak belum dapat BAK dan BAB secara mandiri,
memakai diaper. BAB encer >6x/hari.
VII. KEADAAN KESEHATAN SAAT INI
1. Diagnosa Medis
 Diare akut tanpa dehidrasi
 Gizi buruk marasmus
 TB paru on OAT
2. Tindakan operasi
Tidak ada tindakan operasi
3. Status nutrisi
Terpasang NGT, diet klien saat ini pregestimil 8x100cc yang diberikan melalui NGT ataupun
per oral. Ibu mengatakan secara oral anak hanya mau menyusu sekitar 45 ml, mungkin karena
rasa susu yang kurang enak. Pemberian susu per oral dilakukan dengan menyendokkan ke
dalam mulut anak, karena anak tidak mau mengisap jika dari botol.
4. Status cairan
Anak sudah tidak diare, BAB 1x/hari dengan konsistensi lembek, turgor kulit elastis, ubunubun dan mata tidak cekung, akral hangat, mukosa bibir lembab, CRT < 2 detik.
5. Obat-obatan
 Vit. A 1x100.000 IU (hari 1, 2, 14)
 Zink 1x20 mg
 Asam folat 1x1 mg
 L bio 1x1 sachet
 KDT fase intensif 1x1 tab
 Cefotaxime 2x200 mg
6.Aktivitas
Seluruh aktivitas anak dilakukan di atas tempat tidur dan dibantu oleh orang tua atau perawat
7. Tindakan Keperawatan
 Melakukan pendidikan kesehatan: Menganjurkan ibu untuk tetap memberikan ASI
pada anak, menganjurkan agar ibu dan orang yang menjenguk melakukan hand
hygiene terlebih dulu sebelum dan setelah menyentuh anak, menganjurkan untuk
meningkatkan asupan per oral secara bertahap, mengajarkan cara pemberian makan
melalui selang NGT.
 Mengukur tanda-tanda vital, BB, PB, LK, LD, LP, LLA
 Mengkaji status hidrasi, tingkat kesadaran, tanda infeksi
 Melakukan kompres hangat saat anak demam
 Melakukan pemberian obat cefotaxime 1x100 mg via bolus
8. Hasil Laboratorium
terlampir
Analisis praktik ..., Lisa Permatai, FIK UI, 2013
(Lanjutan)
9. Hasil Pemeriksaan penunjang
Tidak ada
10. Data Tambahan
 BB/U: < -3 SD (gizi buruk)
 PB/U: -2 SD s.d 2 SD (normal)
 BB/TB: < -3 SD (sangat kurus)
VIII. PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan umum
: lemah
TB/BB(Persentil)
: 66 cm/ 5 kg (z score < 3: gizi buruk)
Lingkar kepala/LILA
: 39cm/ 11 cm
Mata
: konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik, mata tidak
cekung
Hidung
: terpasang NGT, lubang hidung sebelah kiri agak lecet karena
hampir setiap hari anak melepas selang NGT sehingga perlu dipasang lagi.
Mulut
: bibir lembab, lidah pink, belum ada gigi
Telinga
: simetris, dapat mendengar
Tengkuk
: tidak ada pembesaran kelenjar getah bening, tidak kaku kuduk
Dada
: pengembangan dada simetris, tidak ada retraksi
Jantung
: suara S1, S2, tidak ada murmur dan gallop
Paru-paru
: suara nafas vesikuler +/+, rhonki +/+, wheezing -/Perut
: bising usus +, tidak ada nyeri tekan
Punggung
: tidak ada jejas atau luka
Genitalia
: labia minora tertutup labia mayora
Ekstrimitas
: tidak ada edema pada keempat ekstremitas
Kulit
: turgor elastis, warna kulit sama pada semua bagian tubuh
Tanda-tanda vital
: S: 370 C, nadi: 110x/mnt, RR: 36x/mnt
IX. PEMERIKSAAN TINGKAT PERKEMBANGAN
1. Kemandirian dan bergaul
Di rumah anak biasa berinteraksi dengan orang tua dan dengan kakaknya. An. A juga tidak
menangis jika jauh dari ibunya dan mau dirawat oleh ayahnya atau oleh orang lain.
2. Motorik Halus
An. A mengalami keterlambatan dalam perkembangan motorik halus karena belum dapat
meraih dan menendang mainan gantung, memperhatikan benda bergerak, melihat bendabenda kecil, dan memegang benda (kemampuan usia 0-3 bulan).
3. Kognitif dan bahasa
Anak dapat mengeluarkan ocehan-ocehan atau suara tanpa arti.
4. Motorik kasar
An. A mengalami keterlambatan motorik kasar karena sampai usia 9 bulan anak belum dapat
tengkurap, mengangkat kepala, ataupun menahan kepala tetap tegak (kemampuan usia 0-3
bulan).
Analisis praktik ..., Lisa Permatai, FIK UI, 2013
(Lanjutan)
X. INFORMASI LAIN
Anak juga menderita gizi buruk marasmus dan saat ini sedang dalam pengobatan TB bulan ke
2. Hasil pemeriksaan KPSP pada An. A dengan formulir usia 3 bulan, jawaban “ya” hanya
terdapat pada dua nomor yaitu nomor 1 dan 7.
XI. RINGKASAN RIWAYAT KEPERAWATAN
Anak masuk ke rumah sakit dengan keluhan diare, demam, dan nafsu makan menurun. Di
rumah sakit, selain dilakukan perawatan untuk diare anak juga mendapat terapi untuk
masalah gizi karena anak menderita gizi buruk marasmus. Untuk perawatan diare anak
mendapat obat zink dan L-bio, untuk pengobatan TB anak mendapat KDT 1x1 tab, dan untuk
memperbaiki status nutrisi anak mendapatkan vitamin A, asam folat, dan susu formula 8x
sehari dengan jumlah yang semakin ditingkatkan. Anak dipasang NGT untuk membantu
memenuhi asupan nutrisi karena asupan per oral tidak adekuat.
Analisis praktik ..., Lisa Permatai, FIK UI, 2013
Lampiran 2
PEMERIKSAAN LABORATORIUM AN. A
Jenis Pemeriksaan
Kimia klinik (darah)
Waktu
28 Mei 2013
Jenis
 Natrium
 Kalium
 Klorida
Hasil/Intrepretasi
Hasil
141 mmol/l
4.85 mmol/l
111 mmol/l
Nilai rujukan
135-147
3.10-5.10
95-108
Fungsi Hati








Lemak
SGOT
SGPT
Protein Total
Albumin
Globulin
Bilirubin Total
Bilirubin Direk
Bilirubin
Indirek
 Trigeliserida
4 Juni 2013
Darah lengkap
VER/ HER/ KHER/
RDW
Pemeriksaan Feses
Makroskopik
Unsur Lain
Mikroskopik
5 Juni 2013
42 U/l
23 U/l
7.10 g/dl
4.60 g/dl
2.50 g/dl
0.40 mg/dl
0.10 mg/dl
0.30 mg/dl
0-34
0-40
6.00-8.00
3.40-4.80
2.50-3.00
0.10-1.00
< 0.2
< 0.6
158 mg/dl
<150
11.6
36%
9.8
306
4.48
10.5-12.9
35-43
6-17.5
217-497
3.60-5.20
77.1 fl
25.8 pg
33.5 g/dl
18.3%
74-102
23-31
28-32
11.5-14.5
Lunak
Coklat
Normal
6.0
Lunak
Kuning-coklat
Normal
7.0-8.0





Hemoglobin
Hematokrit
Leukosit
Trombosit
Eritrosit




VER
HER
KHER
RDW




Konsistensi
Warna
Bau
pH




Cacing
Nanah
Lendir
Darah
Negatif
Negatif
Positif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif








Lekosit
Eritrosit
Lemak
E.coli
E. Hystolytica
Amilum
Jamur
Serat Otot
0-1
0-1
Positif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
<10/LPB
<3/LPB
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Analisis praktik ..., Lisa Permatai, FIK UI, 2013
(Lanjutan)
Kimia
 Serat
Tumbuhan
 Telur Cacing
 Gula
 Darah Samar
 Pemeriksaan
Bakteriologi
Positif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Bakteri batang
gram negatif (+)
Negatif
Negatif
Analisis praktik ..., Lisa Permatai, FIK UI, 2013
Lampiran 3
ANALISIS DATA An. A
DATA
DS:


DO:





DS:


DO:



DS:




DO:




DS:


Ibu mengatakan anak menyusu dari botol hanya sekitar 30 ml
setiap kali menyusu
Ibu mengatakan refleks mengisap anak lemah
MASALAH
KEPERAWATAN
Ketidakseimbangan nutrisi
kurang dari kebutuhan
tubuh
BB 5 kg, PB 66cm, LILA 11cm
BB/U: < -3 SD (gizi buruk)
TB/U: -2 SD s.d 2 SD (normal)
BB/TB: < -3 SD (sangat kurus)
An. A tampak kurus, ekstremitas mengecil, baggy pants +
Ibu mengatakan An. A BAB > 6x/hari dengan konsistensi
cair, seperti bubur
Ibu mengatakan anak demam, suhu tubuh sering naik dan
turun
Risiko kekurangan volume
cairan
Anak terpasang NGT
S: 370 C, nadi: 110x/mnt, RR: 36x/mnt
Tingkat kesadaran CM, turgor kulit elastis, ubun-ubun dan
mata tidak cekung, akral hangat, mukosa lembab, CRT < 2
detik
Ibu mengatakan cuci tangan jika ingat
Ibu mengatakan selalu mencuci feeding drip sebelum dan
setelah pemberian susu melalui NGT
Ibu mengatakan An. A BAB > 6x/hari dengan konsistensi
cair, seperti bubur
Ibu mengatakan anak belum mendapat imunisasi lengkap
karena sering sakit sejak usia 2 bulan
Risiko penyebaran infeksi
Nilai leukosit 9.8 ribu/uL pada 4 Juni 2013
Anak terpasang NGT yang diganti hampir setiap hari karena
selalu dilepas oleh anak
Anak menderita gizi buruk marasmus
Anak menderita TB, dalam pengobatan bulan ke 2
Ibu mengatakan memberikan anak makan sesuai dengan
kemauan anak, tidak dipaksakan jika sudah tidak mau.
Ibu mengatakan setiap minum susu dari botol sekitar 30 ml.
Kurang pengetahuan
keluarga terkait nutrisi dan
Analisis praktik ..., Lisa Permatai, FIK UI, 2013
(Lanjutan)


Ibu mengatakan belum mengetahui cara mencuci tangan
yang benar.
Ibu mengatakan dirinya dan suami tamatan SD
infeksi
PRIORITAS MASALAH
Masalah Keperawatan:
1. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
2. Risiko kekurangan volume cairan
3. Risiko penyebaran infeksi
Analisis praktik ..., Lisa Permatai, FIK UI, 2013
Lampiran 4
RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN An. A
Diagnosa
keperawatan
Risiko kekurangan
volume cairan
Tujuan dan kriteria
hasil
Setelah dilakukan asuhan
keperawatan selama 6x24
jam, pasien tidak
kekurangan cairan dengan
menunjukkan tanda-tanda
hidrasi adekuat yang
ditandai dengan: turgor
kulit baik, mukosa bibir
lembab, akral hangat,
CRT < 2 dtk, TTV dalam
batas normal
(Suhu 36-37.50C,
frekuensi nadi 80-150x/
menit, frekuensi napas 2446x/ menit)
Ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh
Setelah dilakukan asuhan
keperawatan selama 6x24
jam pasien mengkonsumsi
nutrisi yang adekuat
untuk mempertahankan
BB yang sesuai dengan
usia yang ditunjukkan
dengan anak
mengkonsumsi nutrisi
yang ditentukan dan
menunjukkan
penambahan BB yang
memuaskan
Intervensi
Rasional
1. Beri larutan rehidrasi oral (LRO)
2. Setelah rehidrasi, berikan diet regular
pada anak sesuai toleransi
3. Anjurkan pemberian ASI selama anak
mau
4. Kaji intake dan output cairan
5. Kaji TTV dan tingkat kesadaran
6. Kolaborasi terapi cairan IV sesuai
indikasi
7. Kolaborasi pemberian antibiotik sesuai
indikasi
1. Untuk rehidrasi dan penggantian
kehilangan cairan melalui feses
2. Pemberian ulang diet normal secara dini
bersifat menguntungkan untuk
menurunkan jumlah defekasi dan
penurunan berat badan serta pemendekan
durasi penyakit
3. Untuk mempertahakan terapi cairan
4. Mengetahui kehilangan cairan dan
kebutuhan untuk mengganti cairan
5. Peningkatan nadi dan suhu dapat
menjadi indikator dehidrasi. Dehidrasi
dapat mempengaruhi tingkat kesadaran.
6. Untuk dehidrasi hebat dan muntah
7. Untuk mengobati patogen khusus yang
menyebabkan kehilangan cairan yang
berlebihan
1. Setelah rehidrasi, instruksikan ibu
menyusui untuk melanjutkan pemberian
ASI
2. Observasi dan catat respons terhadap
pemberian makan
3. Anjurkan keluarga untuk memberikan
anak makan sedikit tapi sering
4. Timbang BB anak setiap hari
5. Lakukan pengukuran PB, LK, LLA, LD,
LP
6. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk
memberikan diet yang sesuai
1. Pemberian ASI cenderung mengurangi
kehebatan dan durasi penyakit
2. Untuk mengkaji toleransi pemberian
makan
3. Untuk meningkatkan asupan makanan
anak
4. Mengetahui kemajuan dalam
peningkatan BB
5. Mengetahui pertumbuhan anak
6. Memenuhi kebutuhan nutrisi untuk
mengejar pertumbuhan dan
perkembangan anak
Analisis praktik ..., Lisa Permatai, FIK UI, 2013
(Lanjutan)
Risiko penyebaran
infeksi
(> 50 gr/kgBB/minggu)
Setelah dilakukan asuhan
keperawatan 6x24 jam,
pasien dan orang lain
tidak menunjukkan tanda
penyebaran infeksi yang
ditandai dengan infeksi
tidak menyebar ke orang
lain, tidak muncul
penyakit baru pada
pasien, tida ada tanda
infeksi pada daerah
tindakan invasif (hangat,
bengkak, kemerahan)
1. Ajarkan cara dan waktu melakukan hand
hygiene pada keluarga
2. Pertahankan pencucian tangan yang benar
3. Pakaikan popok dengan tepat
4. Upayakan untuk mempertahankan bayi
dan anak kecil dari menempatkan tangan
dan objek dalam area terkontaminasi
5. Instruksikan anggota keluarga dan
pengunjung melakukan hand hygiene
6. Anjurkan menjaga hygiene keluarga dan
anak
7. Periksa adanya kemerahan, bengkak,
hangat pada daerah pemasangan tindakan
invasif
8. Ukur TTV secara berkala
9. Kolaborasi pemberian antibiotik sesuai
indikasi.
Analisis praktik ..., Lisa Permatai, FIK UI, 2013
1. Untuk mencegah penyebaran infeksi
2. Untuk mencegah penyebaran infeksi
3. Untuk mengurangi risiko penyebaran
infeksi
4. Mengurangi risiko penyebaran infeksi
5. Mengurangi risiko penyebaran infeksi
6. Mengurangi risiko penyebaran infeksi
7. Dapat mengindikasikan terjadi infeksi
pada daerah pemasangan tindakan
invasif
8. Kenaikan suhu dapat mengindikasikan
adanya infeksi
8. Untuk mengobati patogen khusus yang
menyebabkan kehilangan cairan yang
berlebihan
Lampiran 5
CATATAN PERKEMBANGAN An. A
Tanggal
3 Juni 2013
Diagnosa
keperawatan
Ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh
Implementasi
Evaluasi
1. Mengkaji asupan makan dan adanya
muntah
2. Menganjurkan keluarga untuk
memberikan anak makan sedikit tapi
sering bila sudah di rumah
3. Memonitor pemberian susu yang
dilakukan oleh Ibu pada pk.11.00
WIB
4. Menimbang BB anak, mengecek
tanda malnutrisi pada An. A
S:
 Ibu mengatakan anak tidak muntah hari ini
 Ibu menjawab “ya” saat ditanya apakah anak diberikan susu
sesuai anjuran rumah sakit
O:
 Anak diberikan pregestimil 100 cc melalui selang NGT
 BB hari ini 5 kg
 Anak tampak kurus, ekstremitas kecil, dan terdapat baggy
pants
A: masalah nutrisi belum teratasi
P: timbang BB tiap hari, pantau intake dan output
Risiko kekurangan
volume cairan
1. Mengkaji intake dan output An. A
2. Menanyakan karakteristik feses anak
3. Menganjurkan orang tua untuk tetap
memberikan ASI pada anak jika anak
dapat minum
4. Memeriksa TTV, suhu frek.nadi,
frek.napas
5. Mengecek tanda dehidrasi dan
tingkat kesadaran
S:
 Ibu mengatakan An. A tidak muntah hari ini
 Ibu mengatakan tetap memberikan anak ASI
 Ibu mengatakan anak tidak demam, BAB lembek berwarna
kekuningan 1x, BAK 3x
O:
 Suhu: 370C, frek.nadi: 110x/mnt, frek.napas: 36x/mnt
 Anak diberikan pregestimil 100 cc melalui selang NGT
 Tingkat kesadaran CM, turgor kulit elastis, ubun-ubun dan
mata tidak cekung, CRT < 2 dtk
A: masalah kekurangan cairan tidak terjadi
P: Observasi intake dan output, adanya diare atau muntah;
observasi TTV dan tanda dehidrasi
Risiko penyebaran
infeksi
1. Menanyakan kepada ibu kapan cuci
tangan dilakukan
2. Mengajarkan kembali cara mencuci
S:
 Ibu mengatakan melakukan cuci tangan sebelum
membuatkan anak susu dan setelah mengganti popok anak
Analisis praktik ..., Lisa Permatai, FIK UI, 2013
(Lanjutan)
4 Juni 2013
tangan yang benar
3. Mengingatkan anggota keluarga dan
pengunjung dalam mencuci tangan
sebelum dan setelah melakukan
kontak dengan anak
4. Menganjurkan segera mengganti
popok anak bila BAK atau BAB
5. Memeriksa TTV
 Ibu mengatakan segera mengganti popok anak bila BAK
atau BAB
O:
 Suhu: 370C, frek. nadi: 110x/mnt, frek.napas: 36x/mnt
 Ibu dapat melakukan hand hygiene sesuai cara yang
diajarkan
 Ibu mencuci tangan sebelum memberikan susu pada pk.
11.00 WIB
A: masalah penyebaran infeksi tidak terjadi
P: Observasi TTV dan tanda infeksi, pertahankan hand
hygiene yang benar, observasi higiene ibu dan anak
Ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh
1. Mengkaji asupan makan dan adanya
muntah
2. Menimbang BB anak
3. Menganjurkan keluarga untuk
memberikan susu per oral sedikitsedikit dalam rentang waktu
pemberian susu
4. Mengecek pemberian susu yang
dilakukan ibu pada pk.11.00 WIB
S:
 Ibu mengatakan anak tidak muntah
O:
 BB hari ini 5 kg
 Anak diberikan pregestimil 100 cc melalui selang NGT
 Tampak wasting dan baggy pants pada anak
A: masalah nutrisi belum teratasi
P: timbang BB tiap hari, pantau intake dan output
Risiko kekurangan
volume cairan
1. Mengkaji intake dan output An. A
2. Menganjurkan orang tua untuk tetap
memberikan ASI pada anak jika anak
dapat minum
3. Mengukur TTV
4. Mengecek tanda dehidrasi dan
tingkat kesadaran
5. Memberi reinforcement positif atas
usaha yang telah dilakukan keluarga
S:
 Ibu mengatakan anak tidak diare
 Ibu mengatakan anak tidak muntah
 Ibu mengatakan anak BAK 4x
 Ibu menjawab “ya” saat ditanya apakah anak diberikan susu
sesuai anjuran rumah sakit
O:
 Suhu: 36.60C, frek.nadi: 124x/mnt, frek.napas: 28x/mnt
 Anak diberikan pregestimil 100 cc melalui selang NGT
 Tingkat kesadaran CM, turgor kulit elastis, ubun-ubun dan
mata tidak cekung, mukosa bibir lembab, CRT < 2 dtk
A: masalah kekurangan cairan tidak terjadi
P: Observasi intake dan output, observasi TTV dan tanda
dehidrasi, anjurkan kompres hangat jika anak demam
Analisis praktik ..., Lisa Permatai, FIK UI, 2013
(Lanjutan)
5 Juni 2013
Risiko penyebaran
infeksi
1. Mengkaji higiene ibu dan anak
2. Menganjurkan orang tua supaya
mengupayakan untuk
mempertahankan bayi dan anak kecil
dari menempatkan tangan pada area
yang terkena BAK atau BAB
3. Mengingatkan anggota keluarga dan
pengunjung untuk mencuci tangan
sebelum dan setelah melakukan
kontak dengan anak
4. Memeriksa TTV
S:
 Ibu mengatakan sudah mandi dan sudah mengelap tubuh
anak tadi pagi
 Ibu mengatakan cuci tangan dilakukan jika ingat
 Ibu mengatakan anak tidak demam, muntah, ataupun diare
O:
 Suhu: 37.60C, frek.nadi: 100x/mnt, frek.napas: 28x/mnt
 Ibu dan anak tampak bersih, baju yang digunakan berbeda
dengan kemarin
A: masalah penyebaran infeksi tidak terjadi
P: Observasi TTV, observasi tanda infeksi, motivasi
melakukan hand hygiene pada lima waktu yang disarankan
Ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh
1.
2.
3.
4.
Mengkaji adanya muntah
Menimbang BB anak
Mengukur LK, LD, LP, LLA
Mengajarkan kembali cara pemberian
makan melalui selang NGT pada
orang tua
5. Memonitor pemberian diet melalui
NGT pk.11.00 WIB
6. Mengkaji kapasitas lambung anak
dengan mengatur tetesan NGT anak
(22 tpm, 100cc, habis dalam satu
setengah jam)
7. Menganjurkan orang tua untuk
melakukan peningkatan bertahap
dalam pemberian susu per oral
S:
 Ibu mengatakan anak tidak muntah
 Ibu mengatakan agak kesulitan memberikan anak minum
melalui sendok karena anak banyak bergerak, pemberian
dengan sendok sekitar 45 ml.
O:
 Anak diberikan pregestimil 100 cc melalui selang NGT
 Anak tidak muntah dengan pemberian tetesan 22 tpm
 BB hari ini 5 kg, LK 39 cm, LD 37.5 cm, LP 34.5 cm,
LLA 11 cm
A: masalah nutrisi belum teratasi
P: timbang BB tiap hari, tingkatkan kecepatan tetesan NGT
Risiko kekurangan
volume cairan
1.
2.
3.
4.
S:
 Ibu mengatakan An. A tidak muntah
 Ibu mengatakan An. A BAB 2x, agak cair, warna
kekuningan. BAK 4x.
 Ibu menjawab “ya” saat ditanya apakah anak diberikan susu
sesuai anjuran rumah sakit
O:
 Anak diberikan pregestimil 100 cc melalui selang NGT
Mengkaji intake dan output An. A
Menanyakan karakteristik feses
Memeriksa TTV
Memeriksa tanda dehidrasi dan
tingkat kesadaran
5. Memberi reinforcement positif atas
usaha yang telah dilakukan keluarga
Analisis praktik ..., Lisa Permatai, FIK UI, 2013
(Lanjutan)
 Suhu: 36.90C, frek.nadi: 90x/mnt, frek.napas: 20x/mnt
 Tingkat kesadaran CM, turgor kulit elastis, ubun-ubun dan
mata tidak cekung, mukosa lembab
A: masalah tidak terjadi
P: Observasi intake dan output, observasi TTV dan tanda
dehidrasi
6 Juni 2013
Risiko penyebaran
infeksi
1. Menanyakan ibu apakah mencuci
tangan sesuai anjuran
2. Menganjurkan ibu untuk segera
mengganti popok setelah BAB atau
BAK
3. Mengingatkan Ibu untuk selalu
mencuci feeding drip dengan air
hangat setiap sebelum dan setelah
digunakan.
4. Memeriksa adanya bengkak, hangat,
kemerahan pada daerah pemasangan
stopper
5. Mengukur TTV
6. Melakukan injeksi cefotaxime 1x100
mg via bolus
S:
 Ibu mengatakan masih sering lupa untuk mencuci tangan
 Ibu mengatakan segera mengganti popok anak bila BAK
atau BAB
 Ibu mengatakan selalu mencuci feeding drip dengan air
hangat sebelum dan setelah digunakan
O:
 Suhu: 36.90C, frek.nadi: 90x/mnt, frek.napas: 20x/mnt
 Anak terpasang NGT
 Sudah dilakukan pemberian obat cefotaxime 1x100 mg via
bolus
 Tidak ada bengkak, hangat, kemerahan pada daerah
pemasangan stopper.
A: masalah penyebaran infeksi tidak terjadi
P: Observasi intake dan output, observasi TTV, observasi
tanda infeksi, motivasi hand hygiene
Ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh
1. Mengkaji intake dan output makanan
anak
2. Menimbang BB anak
3. Menilai kapasitas lambung anak
dengan mengatur tetesan NGT anak
(40 tpm, 120cc, habis dalam 1 jam)
4. Menganjurkan orang tua untuk
melakukan peningkatan bertahap
dalam pemberian susu per oral
5. Mengecek pemberian susu yang
dilakukan ibu pada pk.23.00 dan
05.00 WIB
S:
 Ibu mengatakan anak tidak muntah
 Ibu menjawab “ya” saat ditanya apakah anak diberikan susu
sesuai anjuran rumah sakit
 Ibu mengatakan pemberian susu per oral masih 45 ml
O:
 Anak 2x diberikan pregestimil 120 cc melalui selang NGT
 BB hari ini 5.1 kg
 Anak tidak muntah dengan pemberian tetesan 40 tpm
A: masalah nutrisi belum teratasi
P: timbang BB tiap hari, pantau intake dan output, tingkatkan
kecepatan aliran susu dari feeding drip
Analisis praktik ..., Lisa Permatai, FIK UI, 2013
(Lanjutan)
8 Juni 2013
Risiko kekurangan
volume cairan
1. Mengkaji intake dan output An. A
2. Mengukur TTV
3. Memeriksa tanda dehidrasi dan
tingkat kesadaran
4. Mengkaji karakteristik feses
5. Memberi reinforcement positif atas
usaha yang telah dilakukan keluarga
S:
 Ibu menjawab “ya” saat ditanya apakah anak diberikan susu
sesuai anjuran rumah sakit
 Ibu mengatakan An. A tidak diare atau muntah.
 Ibu mengatakan anak BAB 1x, agak cair, kekuningan. BAK
3x.
O:
 Suhu: 37.50C, frek.nadi: 110x/mnt, frek.napas: 28x/mnt
 Tingkat kesadaran CM, turgor kulit elastis, ubun-ubun dan
mata tidak cekung, CRT < 2 dtk, akral hangat, mukosa
lembab
A: masalah kurang volume cairan tidak terjadi
P: Observasi intake dan output, observasi TTV dan adanya
diare
Risiko penyebaran
infeksi
1. Mengingatkan Ibu untuk selalu
mencuci tangan dalam lima waktu
yang dianjurkan
2. Mengecek adanya kemerahan,
bengkak, hangat pada daerah
pemasangan stopper
3. Mengecek fiksasi selang NGT
4. Mengukur TTV
5. Melakukan injeksi cefotaxime via
bolus 1x100 mg
S:
 Ibu mengatakan cuci tangan dilakukan jika ingat
O:
 Suhu: 37.50C, frek.nadi: 110x/mnt, frek.napas: 28x/mnt
 Anak terpasang NGT, masih terfiksasi dengan baik
 Anak terpasang stopper
 Tidak ada kemerahan, bengkak, hangat pada daerah
pemasangan stopper
 Sudah dilakukan pemberian obat cefotaxime 1x100 mg via
bolus
A: masalah tidak terjadi
P: Observasi intake dan output, observasi TTV, anjurkan
kompres hangat jika anak demam, motivasi melakukan hand
hygiene
Ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh
1.
2.
3.
4.
5.
S:
 Ibu mengatakan anak tidak muntah
 Ibu mengatakan semalam anak demam, suhu 38.5 0C.
 Ibu mengatakan semalam anak BAB 3x, cair, berwarna
kekuningan
O:
 Anak diberikan pregestimil 150 cc melalui selag NGT
Mengkaji intake dan output An. A
Menanyakan karakteristik feses
Menimbang BB anak
Mengukur LK, LD, LP, LLA
Menilai kapasitas lambung anak
dengan mengatur tetesan NGT
(sekitar 50 tpm, 150cc, habis dalam 1
Analisis praktik ..., Lisa Permatai, FIK UI, 2013
(Lanjutan)
jam)
6. Menganjurkan ibu untuk memberikan
ASI selama anak mau
 BB hari ini 5 kg, turun 0.1 kg. LK 39 cm, LD 37.5 cm, LP
34.5 cm, LLA 11 cm
 Anak terpasang NGT
 Anak tidak muntah dengan pemberian tetesan 50 tpm
 Suhu pk.10.00: 37.50C
A: masalah nutrisi belum teratasi
P: timbang BB tiap hari, pantau intake dan output
Risiko kekurangan
volume cairan
1. Mengkaji intake dan output An. A
2. Menganjurkan orang tua untuk tetap
memberikan ASI pada anak selama
anak mau
3. Mengukur TTV
4. Memeriksa tanda dehidrasi dan
tingkat kesadaran
5. Menanyakan karakteristik feses
6. Menanyakan apakah ibu melakukan
kompres hangat saat anak demam
7. Memberi reinforcement positif atas
usaha yang telah dilakukan keluarga
S:
 Ibu mengatakan semalam anak demam, suhu 38.5 0C.
 Ibu mengatakan anak 3x BAB cair, berwarna kekuningan
 Ibu mengatakan sudah melakukan kompres hangat pada
anak
O:
 Suhu: 37.50C, frek.nadi: 104x/mnt, frek.napas: 28x/mnt
 Tingkat kesadaran CM, turgor kulit elastis, ubun-ubun dan
mata tidak cekung, akral hangat, mukosa lembab
A: masalah tidak terjadi
P: Observasi intake dan output, observasi TTV dan tanda
dehidrasi, anjurkan kompres hangat dan tepid water sponge
jika anak demam
Risiko penyebaran
infeksi
1. Menanyakan kondisi anak
2. Menanyakan ibu apakah sudah
mencuci tangan sebelum dan setelah
kontak dengan anak, sebelum
menyiapkan makanan, setelah dari
kamar mandi dan mengganti popok
3. Mengingatkan ibu untuk segera
mengganti popok atau diaper setelah
BAB
4. Mengingatkan untuk
mempertahankan anak dari
menempatkan tangan dan dalam area
terkontaminasi
5. Mengukur TTV
6. Mengecek adanya bengkak, hangat,
S:
 Ibu mengatakan cuci tangan dilakukan jika ingat
 Ibu mengatakan segera mengganti popok anak bila BAK
atau BAB
 Ibu mengatakan semalam anak demam, suhu 38.5 0C.
 Ibu mengatakan anak 3x BAB cair, berwarna kekuningan
O:
 S: 37.50C, nadi: 104x/mnt, RR: 28x/mnt
 An. A sudah diberikan cefotaxime 1x100mg via bolus.
 Tidak ada kemerahan, hangat, bengkak pada daerah
pemasangan stopper.
A: masalah tidak terjadi
P: Observasi intake dan output, observasi TTV, anjurkan
kompres hangat dan tepid water sponge jika anak demam,
motivasi melakukan hand hygiene
Analisis praktik ..., Lisa Permatai, FIK UI, 2013
(Lanjutan)
kemerahan pada area pemasangan
stopper
7. Melakukan injeksi cefotaxime 1x100
mg via bolus
Analisis praktik ..., Lisa Permatai, FIK UI, 2013
Lampiran 6
WEB OF CAUSATION
Etiologi :
 Faktor sosek
 Penyakit
Infeksi
 Pengetahuan
orang tua
Gizi buruk: keadaan gizi anak
yang ditandai dengan satu atau
lebih tanda berikut yaitu sangat
kurus, edema, BB/PB atau
BB/TB < -3 SD, LLA < 11.5 cm
untuk anak usia 6-59 bulan
(Depkes, 2011).
Defisiensi
Protein
Terganggunya transportasi
lemak dari hari
Akumulasi
lemak dalam
hepar
Intake makanan kurang
Infeksi:
Virus
Bakteri
Parasit
Gangguan pembentukan
lipoprotein
Imunitas
Fungsi sel B
limfosit tidak
sempurna
merusak mukosa sel vili
di usus halus
Glukoneogenesis
Jumlah sel
T limfosit
Massa otot
Penurunan area permukaan
usus halus dan penurunan
kapasitas absorbsi cairan dan
elektrolit
Peningkatan pengeluaran
feses dengan konsistensi
encer +6x/hari
Pemecahan
lemak
Atrofi timus
Risiko penyebaran infeksi
Trigliserida
meningkat:
158mg/dl
Defisiensi
kalori
Risiko kekurangan
volume cairan
Analisis praktik ..., Lisa Permatai, FIK UI, 2013
Jaringan
lemak
subkutan
Ekstremitas mengecil
Ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh
Kulit keriput,
tampak
sangat kurus,
Baggy pants +
Lampiran 7
GRAFIK Z-SCORE
Analisis praktik ..., Lisa Permatai, FIK UI, 2013
(Lanjutan)
Analisis praktik ..., Lisa Permatai, FIK UI, 2013
(Lanjutan)
Analisis praktik ..., Lisa Permatai, FIK UI, 2013
(Lanjutan)
Analisis praktik ..., Lisa Permatai, FIK UI, 2013
(Lanjutan)
Analisis praktik ..., Lisa Permatai, FIK UI, 2013
(Lanjutan)
Analisis praktik ..., Lisa Permatai, FIK UI, 2013
Lampiran 8
GRAFIK PERSENTIL
Analisis praktik ..., Lisa Permatai, FIK UI, 2013
(lanjutan)
Analisis praktik ..., Lisa Permatai, FIK UI, 2013
Lampiran 9
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
I. Identitas Personal
Nama
: Lisa Permata Sari
Jenis Kelamin
: Perempuan
Tempat, Tanggal Lahir
: Bekasi, 18 April 1990
Agama
: Katolik
Alamat
: Lapangan Ros 3 RT 04 RW 05 Tebet-Jaksel
Email
: [email protected]
II. Pendidikan Formal
No.
Pendidikan
Tahun
1
FIK UI Program Studi Ilmu Keperawatan
2008-2012
2
SMA Santo Antonius
2005-2008
3
SMP Santa Maria Fatima
2002-2005
4
SD Pamardi Yuwana Bhakti
1996-2002
5
TK Mutiara
1994-1996
Analisis praktik ..., Lisa Permatai, FIK UI, 2013
Download