TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Pada awalnya, kedelai

advertisement
TINJAUAN PUSTAKA
Botani Tanaman
Pada awalnya, kedelai dikenal dengan beberapa nama botani, yaitu
Glycine soja dan Soja max. Namun pada tahun 1948 telah disepakati bahwa nama
botani yang dapat diterima dalam istilah ilmiah, yaitu Glycine max (L.) Merill.
Tanaman kedelai dalam sistematika tumbuhan ( taksonomi ) diklasifikasikan ke
dalam Kingdom: Plantae ; Divisi : Magnoliophyta ; Kelas: Magnoliopsida;
Subkelas : Rosidae; Ordo: Fabales ; Famili: Fabaceae : Genus: Glycine ;
Spesies :Glycine max (L.) Merrill (Irwan, 2006).
Sistem perakaran kedelai terdiri dari 2 macam, yaitu akar tunggang dan
akar sekunder (serabut) yang tumbuh dari akar tunggang. Pertumbuhan akar
tunggang dapat mencapai panjang sekitar 2 m atau lebih pada kondisi yang
optimal, sementara akar serabut dapat tumbuh pada kedalaman tanah sekitar
20-30 cm. Akar serabut ini mula-mula tumbuh di dekat ujung akar tunggang,
sekitar 3-4 hari stelah berkecambah dan akan semakin bertambah banyak dengan
pembentukkan akar-akar muda yang lain (Irwan, 2006).
Batang berbentuk pesergi dengan rambut coklat yang menjauhi batang
atau mengarah ke bawah. Pertumbuhan batang terdiri dari dua tipe yaitu
determinate dan interdeterminate yang didasarkan keberadaan bunga pada pucuk
batang (Steenis, 2005).
Perbedaan sistem pertumbuhan batang ini didasarkan atas keberadaan
bunga pada pucuk batang. Pertumbuhan batang tipe determinate ditunjukkan
dengan batang yang tidak tumbuh
lagi pada saat tanaman mulai berbunga.
Sementara pertumbuhan batang tipe indeterminate dicirikan bila pucuk batang
tanaman masih bisa tumbuh daun, walaupun tanaman sudah mulai berbunga
(Adisarwanto, 2005).
Bentuk daun kedelai yaitu bulat (oval) dan lancip (lanceolate). Tanaman
kedelai mempunyai dua bentuk daun yang dominan, yaitu stadia kotiledon yang
tumbuh saat tanaman masih berbentuk kecambah dengan dua helai daun tunggal
dan daun bertangkai tiga (trifoliate leaves) yang tumbuh selepas masa
pertumbuhan. Daun mempunyai bulu dengan warna cerah dan jumlahnya
bervariasi (Irwan, 2006).
Bunga kedelai berada dalam berkas atau tandan. Berkas duduk bertangkai
panjangnya 3 cm. Bagian yang mendukung bunga 0,5-2 cm, anak tangkai bunga
sangat pendek. Tinggi kelopak 5-77 mm, berambut panjang, bertaju 5 ; taju
sempit dan runcing. Mahkota bewarna putih atau lila, dan panjang bendera
6-7 mm. Benang sari bendera lepas atau mudah lepas, yang lainnya melekat, dan
bakal buah berambut tipis dan rapat (Steenis, 2005).
Polong biasanya bewarna hijau. Polongnya yang berkembang dalam
kelompok, biasanya mengandung 2-3 biji yang berbentuk bundar atau pipih, dan
sangat kaya akan protein dan minyak (Rubatzky dan Yamaguchi, 1998).
Biji kedelai berkeping dua yang terbungkus oleh kulit biji. Embrio terletak
diantara keping biji. Warna kulit biji bermacam-macam ada yang kuning, hitam,
hijau dan coklat. Bentuk biji kedelai pada umumnya bulat lonjong, ada yang
bundar atau bulat agak pipih. Besar biji bervariasi tergantung varietas. Di
Indonesia besar biji bervariasi dari 6 gram – 30 gram (Suprapto, 2001).
Kotiledon merupakan endosperm yang dihasilkan dari pembuahan antara
gamet jantan yang bersifat haploid dengan inti kandung lembaga yang bersifat
diploid, sehingga kotiledon akan bersifat triploid. Hasil yang diperoleh dalam
kultur in vitro ini hanya berupa sel-sel kalus. Jadi penelitian ini mengindikasi
perbedaan genetik yang akan mengakibatkan perbedaan kemampuan kompetensi
regenerasi atau kondisi fisiologis dari jaringan eksplant (Fernando et al., 2002).
Kultur Jaringan
Kultur jaringan merupakan teknik menumbuh-kembangkan bagian
tanaman, baik berupa sel, jaringan atau organ dalam kondisi aseptik secara
in vitro. Teknik ini dicirikan oleh kondisi kultur yang aseptik, penggunaan media
kultur buatan dengan kandungan nutrisi lengkap dan ZPT (Zat Pengatur Tumbuh),
serta kondisi ruang kultur yang suhu dan pencahayaannya terkontrol
(Yusnita, 2003).
Kultur jarinngan memiliki 2 prinsip dasar yang jelas yaitu (1) bahan
tanaman yang bersifat totipotensi dan (2) budidaya yang terkendali. Konsep dasar
ini adalah mutlak dalam pelaksanaan kultur jaringan karena hanya dengan sifat
totipotensi ini, sel, jaringan, organ yang digunakan akan mampu tumbuh dan
berkembang sesuai arahan dan tujuan budidaya in vitro yang dilakukan. Sifat
bahan yang totipotensi saja tidak cukup untuk kesuksesan kegiatan kultur
jaringan. Keadaan media tempat tumbuh, lingkungan yang mempengaruhinya
(Kelembaban, temperatur, cahaya) serta keharusan sterilisasi adalah hal mutlak
yang harus terkendali (Santoso dan Nursandi, 2004).
Teknik-teknik in vitro mempunyai potensi yang sangat besar untuk
membantu konservasi sumberdaya genetis. Teknik Pembibitan secara in vitro
telah digunakan secara luas untuk perbanyakkan tanaman semenjak protocol
mikropropogasi dipublikasikan untuk lebih dari 1500 jenis spesies tanaman.
(Tjokrokusumo, 2004)
Efektivitas penggunaan
teknik kultur jaringan dalam melakukan
eksploitasi keragaman somaklonal dan seleksi in vitro tergantung dari tersedianya
metode baku yang efesien untuk menginduksi terbentuknya kalus serta dapat
meregenerasikannya menjadi tanaman lengkap (planlet) Beberapa faktor penting
yang mempengaruhi induksi kalus dan regenerasi tanaman yaitu pemilihan jenis
eksplan, genotipe dan suplemen media yang digunakan, mencakup tipe dan
kuantitas zat pengatur tumbuh, dalam hal ini auksin dan sitokinin. Komposisi
auksin dan sitokinin dalam media kultur in vitro memainkan peranan penting
dalam induksi dan regenerasi kalus menjadi tunas. Interaksi antara sitokinin dan
auksin merupakan hal yang krusial dalam mengontrol proses pertumbuhan dan
perkembangan dalam kultur in vitro.
Kalus adalah suatu kumpulan sel amorphous (tidak berbentuk atau belum
terdiferensiasi) yang terjadi dari sel – sel jaringan yang membelah diri secara terus
menerus secara in vitro atau di dalam tabung dan tidak terorganisasi sehingga
memberikan penampilan sebagai massa sel yang bentuknya tidak teratur.
Kalus adalah jaringan meristematik yang merupakan wujud dari
dediferensiasi. Dalam kultur jaringan menginduksi terbentuknya kalus merupakan
langkah yang penting. Setelah terbentuknya kalus baru diberikan perlakuan
rangsangan untuk berdiferensiasi membentuk akar atau tunas. Secara histologi,
kalus berasal dari pembelahan berkali – kali sel – sel parenkim di sekitar berkas
pengangkut dan beberapa elemen penyusun berkas pengangkut kecuali xilem.
Dalam teknik kultur jaringan (in vitro), kalus dapat diinduksi dengan
menambahkan zat pengatur tumbuh yang sesuai pada media kultur. Selain zat
pengatur tumbuh atau hormon pertumbuhan, penambahan vitamin dan protein
juga diperlukan untuk pertumbuhan kalus. Induksi kalus dalam teknik kultur
jaringan tanaman diperlukan untuk memunculkan keragaman sel somatik di dalam
kultur in vitro dan meregenerasikan sel tersebut menjadi embrio somatik.
Kalus mengandung sel-sel yang mempunyai tingkat perkembangan yang
berbeda-beda (asynchronous) hal ini disebabkan karena kalus dikulturkan pada
medium padat, sehingga hanya bagian dasar dari kalus saja yang kontak dengan
medium kultur, akses ternauap nutrient menjadi berbeda. Sinkronisasi dapat
dilakukan dengan mengkulturkan kalus yang friabel kedalam medium cair yang
diinkubasi dengan penggojokan, setelah dua atau tiga minggu akan terbentuk
suspensi sel yang tumbuh aktif.
Sifat kompetensi sel merupakan sifat yang dimiliki setiap sel untuk
melakukan interaksi terhadap kondisi lingkungan dan menghasilkan proses
fisiologis yang dapat memacu pertumbuhan sel. Sel - sel penyusun kalus berupa
sel parenkim yang mempunyai ikatan yang renggang dengan sel – sel lain. Dalam
kultur jaringan, kalus dapat dihasilkan dari potongan organ yang telah steril, di
dalam media yang mengandung auksin dan kadang-kadang juga sitokinin. Organ
tersebut dapat berupa kambium vaskular, parenkim cadangan makanan, perisikle,
kotiledon, mesofil daun dan jaringan provaskular. Kalus mempunyai pertumbuhan
yang abnormal dan berpotensi untuk berkembang menjadi akar, tunas dan
embrioid yang nantinya akan dapat membentuk plantlet. Beberapa kalus ada yang
mengalami pembentukan lignifikasi sehingga kalus tersebut mempunyai tekstur
yang keras dan kompak. Namun ada kalus yang tumbuh terpisah – pisah menjadi
fragmen-fragmen yang kecil, kalus yang demikian dikenal dengan kalus remah
(friable). Warna kalus dapat bermacam-macam tergantung dari jenis sumber
eksplan itu diambil, seperti warna kekuning – kuningan, putih, hijau, atau kuning
kejingga – jingaan.
Untuk membantu proses uji coba varietas kedelai yang tahan terhadap fase
penggenangan, Kultur jaringan merupakan teknik yang dipromosikan, karena
dengan adanya metode melalui seleksi in vitro akan menghasilkan varietas baru
yang tahan terhadap cekaman biotik dan abiotik dengan sifat yang diwariskan.
Selain itu teknik ini lebih efisien karena kondisi seleksi dapat dibuat homogen,
tempatnya relatif lebih sedikit, dan efektif selesi lebih tinggi. Penggunaan teknik
in vitro akan menghasilkan populasi sel varian melalui seleksi pada media yang
sesuai (Yunita, 2009).
Eksplan
Organ atau sepotong jaringan tanaman yang akan dikulturkan disebut
eksplan. Seleksi dan pemilihan sumber eksplan merupakan aspek penting
keberhasilan mikropropogasi. Tiga aspek penting yang perlu diperhatikan antar
lain (1) sumber karakteristik genetik dan epigenetik, (2) bebas patogen, dan (3)
kondisi fisologi tanaman yang mampu berinisiasi sendiri dengan baik yang akan
dikulturkan (Hartmann dkk, 2002).
Ukuran eksplan juga berpengaruh terhadap keberhasilan dalam kultur
jaringan. Eksplan yang berukuran besar beresiko kontaminasi lebih tinggi
dibandinngkan dengan yang berukuran kecil, tetapi kemampuan hidupnya lebih
besar dan tumbuhnya lebih cepat. Sebaliknya, eksplan berukuran kecil (meristem
atau tunas pucuk) kemungkinan terkontaminasi jauh lebih kecil, tetapi tumbuh
lebih lambat (Yusnita, 2003).
Embrio terdiri dari axis embrio dan kotiledon. Axis berhubungan dengan
akar embrio (radikula), hipokotil berada diantara radikula dan kkotiledon, dan
pucuk apeks pada daun pertama (plumula). Bentuk embrio dan ukuran pada
struktur dalam biji beragam (Bewley and black, 1986).
Eksplan yang berupa sel, jaringan dan organ tanaman pada hakekatnya
telah mengalami proses diferensiasi. Dengan menanam bagianbagian tanaman
tersebut diatas medium kultur secara aseptis, terjadilah proses dediferensiasi, yaitu
terbentuknya sel-sel parenkimatis yang tidak terdiferensiasi (kalus). Sel-sel
tanaman menunjukkan kemampuan yang luar biasa untuk meregenerasikan
dirinya menjadi tanaman utuh dari sel-sel yang tidak terdiferensiasi tersebut,
prosesnya disebut rediferensiasi, yaitu keadaan menjadi berdiferensiasi kembali
untuk membentuk akar, tunas dan embrioid yang kemudian membentuk plantlet.
Pembentukan struktur yang terorganisir pada kalus dimulai dengan pembentukan
kelompok-kelompok sel yang rapat (meristemoid) dari sel-sel meristematik yang
dicirikan dengan ukuran kecil, penuh plasma dan inti menyolok. Meristemoid
diharapkan mampu membentuk primordia tunas maupun akar.
Media Kultur
Media kultur jaringan terdiri dari bahan-bahan esensial dan komponen
pengoptimal, bahan esensial terdiri atas garam-garam annorganik, sumber karbon
dan energi, vitamin, dan zat pengatur tumbuh. Sedangkan komponen pengoptimal
yang berperan untuk optimalisasi pertumbuhan diantaranya adalah N-organik,
asam organik, substrat komplek, arang aktif, dan lain-lain, hal ini lah menjadi
faktor kesuksesan kegiatan Kultur jaringan (Santoso dan Nursandi, 2004).
Formulasi yang sering digunakan sebagai media kultur adalah media MS.
Media ini merupakan kombinasi antara zat-zat yang mengandung hara makro,
mikro, dan sumber ennergi, serta vitamin. Formulasi media dasar mineral MS
dapat digunakan untuk sejumlah besar spesies tanaman pada propogasi secara in
vitro. (Wethrel, 1982).
Lingkungan In Vitro
Secara umum agar kegiatan kultur jaringan berjalan baik dan bahan
tanaman dapat tumbuh berkembang seperti yang diharapkan maka pada tahap
inkubasi di ruang kultur pengendalian temperatur, cahaya, kelembapan, wadah
kultur, dan faktor lingkungan lain yang menunjang merupakan hal yang perlu
mendapat perhatian (Santoso dan Nursandi, 2004).
Secara umum, intensitas cahaya yang optimum untuk tanaman pada kultur
tahap inisiasi kultur adalah 0 – 1000 lux, tahap multiplikasi sebesar 1000 – 10000
lux, tahap pengakaran sebesar 10000 – 30000 lux, dan tahap aklimatisasi sebesar
30000 lux, suhu juga berpengaruh terhadap kesehatan tanaman yang dikulturkan.
Suhu yang umum digunakan untuk pengulturan berbagai jenis tanaman adalah
26 + 2 oC Namun, pada kultur tanaman yang biasanya memerlukan suhu rendah
untuk pertumbuhan terbaiknya (Yusnita, 2003).
Kelembapan relatif di dalam ruang kultur sekitar 70 %. Namun kebutuhan
kelembaban di dalam media kultur mendekati 90 %. Pengaruh CO2 di dalam
kultur jaringan berkaitan erat dengan kebutuhan bagi proses fotosintesis. Secara
umum diduga bahwa CO2 merupakan syarat mutlak untuk kultur jaringan tanaman
tingkat tinggi dibawah kondisi cahaya. Oksigen (O2) juga dibutuhkan oleh kultur
jaringan (Zulkarnain, 2009).
Kultivasi sel atau jaringan secara in vitro dapat dilakukan dengan
menggunakan berbagai macam wadah, mulai dari tabung reaksi, tabung
Erlenmeyer, botol kultur, bahkan botol gelas sederhana. Hal yang paling penting
dalam pemilihan wadah untuk kultur in vitro adalah kemudahan untuk menjaga
sterilitasnya selama perbanyakkan sel atau jaringan (Zulkarnain, 2009).
Zat Pengatur Tumbuh
Zat pengatur tumbuh adalah senyawa organic komplek alami yang
disintesis oleh tanaman tingkat tinggi, yang berpengaruh pada pertumbuhan dan
perkembangan tanaman. Dalam kultur jaringan, ada dua golongan zat pengatur
tumbuh yang sangat penting adalah sitokinin dan auksin. Zat pengatur tumbuh ini
mempengaruhi pertumbuhan dan morfogenesis dalam kultur sel, jaringan dan
organ. Interaksi dan perimbangan antara zat pengatur tumbuh yang diberikan
dalam media dan yang diproduksi oleh sel secara endogen, menentukan arah
perkembangan suatu kultur. Penambahan auksin atau sitokinin eksogen,
mengubah level zat pengatur tumbuh endogen sel. Selain auksin dan sitokinin,
gliberelin dan persenyawaan-persenyawaan lain juga ditambahkan dalam kasuskasus tertentu.
Zat Pengatur Tumbuh (ZPT) dalam teknik kultur sangat nyata
berpengaruhnnya, teknik kultur pada upaya perbanyakan tanaman sulit diterapkan
jika tidak melibatkan ZPT, dalam teknik kultur ada dua golongan ZPT yang sering
digunakan yaitu auksin dan sitokinin. 2,4-Diklorofenoksiasetat acid (2,4 D) dan
Benzylaminopurine (BAP) merupakan ZPT sintetis yang mempunyai sifat stabil
yakni tidak mudah terurai oleh pemanasan pada proses sterilisasi dan harganya
relatif murah ( Nurfadilah, 2013).
Efek auksin terhadap tanaman adalah menyebabkan terjadinya pembesaran
sel sehingga tanaman akan memanjang dan terjadilah pertumbuhan. Jika
konsentrasi yang diberikan lebih tinggi daripada konsentrasi optimum maka dapat
mendorong pertumbuhan atau mengganggu metabolisme dan perkembangan
tumbuhan. Hal ini disebabkan karena pada konsentrasi auksin yang tinggi,
pembesaran sel berlangsung cepat sehingga ukuran sel menjadi besar. Keadaan ini
akan menyebabkan reaksi turgor sel dalam sehingga permiabilitas terganggu dan
sel akan mengalami kekeringan.
Jenis Auksin Yang digunakan
Istilah auksin berasal dari bahasa yunani yaitu auxien yang berarti
meningkatkan. Auksin ini pertama kali digunakan Frits Went, seorang mahasiswa
pascasarjana di negeri belanda pada tahun 1962, yang menemukan bahwa suatu
senyawa yang belum dapat dicirikan mungkin menyebabkan pembengkokan
koleoptil oat kerah cahaya. Fenomena pembengkokan ini dikenal dengan istilah
fototropisme, Pertumbuhan dan perkembangan biji juga dipengaruhi oleh
beberapa faktor antara lain lingkungan, nutrien, gen dan hormon. Hormon
merupakan senyawa yang dihasilkan tanaman secara endogen, dalam jumlah
sedikit dapat meningkatkan ataupun menghambat pertumbuhan tanaman. Rasio
hormon pada setiap biji berbeda – beda, sehingga perlu ditambahkan hormon dari
luar (ZPT) untuk mengetahui hormon dalam biji tersebut sudah cukup atau masih
memerlukan tambahan hormon eksogen dalam memacu pertumbuhan dan
perkembangan biji Zat pengatur tumbuh auksin yang ditambahkan dalam media
kultur adalah asam 2,4-diklorofenoksiasetat (2,4-D), Penambahan 2,4-D dalam
media akan merangsang pembelahan dan pembesaran sel pada eksplan sehingga
dapat memacu pembentukan dan pertumbuhan kalus serta meningkatkan senyawa
kimia alami flavonoid (Hendaryono dan Wijayani., 1994)
Asam-2,4-Diklorofenoksiasetat atau dikenal dengan 2,4 D merupakan
auksin sintetik yang sering digunakan dalam kultur jaringan tanaman, auksin
merupakn salah satu hormon tanaman yang dapat mengandung proses fisiologi
seperti pertumbuhan, pembelahan dan diferensiasi sel serta sintesis protein, ZPT
2,4 D memiliki kandungan N sebesar 8,9 mg. (Rahardja, 2012).
Auksin 2,4-D berperan terhadap pelonggaran dinding sel dengan
melepaskan ikatan hidrogen yang terdapat pada dinding sel. Mekanisme
pelonggaran dinding sel dipengaruhi oleh proses pengaktifan gen yang terlibat
dalam seintesis protein. Pengontrolan sintesis protein sendiri diatur oleh gen
pengatur, gen operator dan gen struktural. Kombinasi antara gen struktural dan
gen operator disebut operon. Gen pengatur berperan dalam membentuk protein
pengatur yang disebut reseptor. Reseptor ini berperan dalam menjaga operon
dalam keadaan tertutup, dan keadaan ini menandakan operon tidak aktif. Ketika
auksin 2,4 D bergabung dengan operon yang tidak aktif akan menonaktifkan
reseptor sehingga akan mengaktifkan operon. Operon yang aktif menandakan
dapat terjadinya transkripsi mRNA yang kemudian akan mengarahkan transisi
protein enzim ATP-ase. Pemberian auksin dapat meningkatkan sintesis enzim ini
sehingga H+ akan dipompakan keluar. Peristwa ini akan menyebabkan
lingkungan menjadi asam. Pada kondisi asam, enzim-enzim yang dapat
memotong ikatan dinding sel akan teraktifkan, diantaranya glukanase yang akan
menghidrolisis rantai utama hemiselulosa, xylosidase berperan dalam rantai
cabang dari rantai utama xyloglukan, transglikosidase yang dapat memotong dan
menggabungkan selulase dan pektinase yang akan menghidrolisis rantai penyusun
pektin. Proses ini menyebabkan pelonggaran dinding sel, sehingga air dapat
masuk dan tekanan turgor naik. Tekanan turgor yang naik akan menyebabkan sel
mengembang. Pertumbuhan dan perkembangan tidak hanya berkaitan dengan
penambahan volume sel namun juga berkaitan dengan bertambahnya jumlah sel.
Pertambahan jumlah sel tergantung pada kecepatan sel untuk membelah, yang
dipengaruhi oleh adanya sitokinin (L. Taiz dan E. Zeiger., 1998).
ZPT 2,4 D mempunyai aktivitas seperti auksin, salah satunya
mempengaruhi kerja α amylase sehingga pada konsentrasi rendah akan
meningkatkan kadar amilosa, sedangkan pada konsentrasi lebih tinggi justru akan
menghambat aktivitas enzim α amylase hal ini mengakibatkan kadar amilosa
menurun, peran amilosa pada pertumbuhan tanaman adalah menyediakan energi
secara cepat dalam proses pertumbuhan zat pengatur tumbuh dibuat agar tanaman
memacu pembentukan fitohormon (hormon tumbuhan) yang sudah ada di dalam
tanaman atau menggantikan fungsi dan peran hormon bila tanaman kurang dapat
memproduksi hormon dengan baik. produksi auksin endogen memerlukan energi
yaitu ATP dan ATPase aktif, sehingga untuk perkembangan sel yang
mendapatkan pasokan energi yang rendah membutuhkan penambahan auksin
sintetis. Pemilihan jenis auksin sintetik dan konsentrasinya bergantung dari tipe
pertumbuhan yang dikehendaki, level auksin endogen, kemampuan jaringan
mensintesa auksin, pengaruh golongan zat tumbuh lain. (Lestari., 2011).
Zat Pengatur tumbuh Asam-2,4-Diklorofenoksiasetat mengandung unsur
makro (N, P dan K) dan unsur mikro (Mg, Mn, S, Zn dan Cu) . Konsentrasi ZPT
yang digunakan dalam penelitian ini hanya berfungsi untuk merepon pertumbuhan
kalus berberapa varietas kedelai , perbandingan konsentrasi 2,4-D 0 mg; 2,0 mg ;
dan ; 4,0 mg digunakan untuk membandingkan konsentrasi 2,4 D yang optimum
terhadap fase pengenangan yang akan diaplikasikan.
Varietas
Varietas adalah kelompok tanaman dalam jenis atau spesies tertentu yang
dapat dibedakan dari kelompok lain berdasarkan suatu sifat atau sifat-sifat
tertentu. Pada umumnya tanaman memiliki perbedaan fenotip dan genotip yang
sama. Perbedaan varietas cukup besar mempengaruhi perbedaan sifat dalam
tanaman. Keragaman penampilan tanaman terjadi akibat sifat dalam tanaman
(genetik) atau perbedaan lingkungan kedua-duanya. Perbedaan susunan genetik
merupakan salah satu faktor penyebab keragaman penampilan tanaman
(Liptan, 2000).
Varietas-varietas baru (unggul) ditemukan melalui seleksi galur atau
persilangan (crossing), diharapkan sifat-sifat baru yang akan dihasilkan dapat
dipertanggungjawabkan, baik dalam hal produksi, umur produksi, maupun daya
tahan terhadap hama dan penyakit. Varietas-varietas ini diharapkan sesuai dengan
keadaan tempat yang akan ditanami.
Program pemuliaan tanaman di Indonesia didasarkan atas petimbangan
untuk mendapatkan varietas unggul yang berdaya hasil tinggi, memiliki mutu
yang baik serta mempunyai sifat-sifat unggul lainnya seperti toleran terhadap
kekeringan, lahan masam, salinitas tinggi, tahan rebah, hama dan penyakit.
Kombinasi teknik seleksi dengan iradiasi secara in vitro telah terbukti dapat lebih
efektif dan efisien untuk mendapatkan keragaman genetik yang inginkan. Dalam
hal ini, iradiasi akan meningkatkan keragaman genetik populasi sel somatik,
melalui seleksi menggunakan metode tertentu akan menyingkirkan mutasi yang
tidak diinginkan sehingga populasi somaklon yang dihasilkan sesuai dengan yang
diinginkan.
Varietas kedelai Grobogan merupakan varietas kedelai yang banyak
dibudidayakan dewasa ini, karena memiliki potensi hasil yang cukup baik. Agar
dapat dikembangkan pada lahan sawah, varietas tersebut harus toleran terhadap
genangan, dan untuk itu perlu diuji tingkat toleransinya. Apabila toleransi
terhadap genangan maka dapat direkomendasikan untuk dibudidayakan dalam
pengembangan kedelai pada lahan sawah.
Penggenangan Tanaman Kedelai
Genangan merupakan masalah utama di banyak daerah pertanian di dunia
dan kedelai merupakan tanaman yang peka terhadap genagan. Penggenangan
menghambat pertumbuhan dan menurunkan hasil tanaman kedelai. Besarnya
penghambat pertumbuhan dan penurunan hasil beragam, tergantung fase
pertumbuhan tanaman saat penggenangan terjadi (Soedarsono., dkk, 1989).
Kondisi tergenang menyebabkan terjadinya penurunan proses pertukaran
gas antara jaringan tanaman dan atmosfer disekitarnya, karena gas (khususnya
oksigen) berdifusi 10.000 kali lebih lambat di dalam air dibandingkan dengan di
udara. Kondisi ini menyebabkan terjadinya hipoksia atau anoksia di sekitar
perakaran.
Oksigen
sangat
berperan
dalam
proses
metabolisme
yang
menghasilkan energi di dalam sel, sehingga konsentrasi oksigen yang sangat
rendah di perakaran menyebabkan terganggunya aktivitas metabolik dan produksi
energi.
Oksigen berfungsi sebagai akseptor elektron dalam jalur fosforilasi
oksidatif yang menghasilkan ATP yang merupakan sumber energi utama dalam
metabolisme seluler. Dalam kondisi anoksia, jaringan padi mensintesis lebih
banyak solubel protein. Sebagian besar anaerobik protein ini adalah enzim yang
terlibat dalam metabolisme karbohidrat (alkohol dehidrogenase, aldolase, glukosa
phosphat isomerase, sukrosa synthase, piruvat decarboksilase, gliserol phosphat
dehidrogenase). Protein tersebut akan diproduksi beberapa jam setelah anoksia.
Seperti telah disebutkan di atas bahwa oksigen berfungsi sebagai akseptor
penghasil energi dalam proses respirasi. Pada tanaman yang tidak toleran
genangan atau bila tanaman terendam semua, kontak antara tanaman dengan
oksigen menjadi terhambat sehingga proses respirasi tersebut tidak dapat
dilangsungkan. (Fernando dkk., 2002)
Menurut Harborne, J.B. (1987) Respon tanaman terhadap kondisi
tergenang juga menyebabkan adanya perubahan proses menuju terbentuknya
protein dan enzym. Secara keseluruhan, terdapat tiga tahapan proses respon
tanaman terhadap kondisi defisit oksigen
1. Tahap pertama (0 – 4 jam): terjadi proses induksi yang cepat atau aktivasi
signal komponen transduksi,
2. Tahap kedua (4 – 24 jam): proses adaptasi metabolik. Pada tahap ini
berlangsung induksi glikolisis dan gen fermentasi yang penting untuk menjaga
keberlangsungan produksi energi. Respon metabolik pada tahap ini lebih
kompleks dari yang diduga karena melibatkan perubahan dalam metabolisme
nitrogen. Pada tahap ini juga dihasilkan enzim yang berperan dalam biosintesis
etilen, yaitu aminocyclopropane carboxylic acid synthase (ACC synthase).
3. Tahap ketiga (24 – 48 jam): Tahap ini sangat penting bagi keberlangsungan
hidup tanaman akibat adanya oksigen yang rendah, dimana enzym yang berperan
dalam
pengendoran
(loosening)
dinding
sel
yaitu
xyloglucan
endotransglycosylase juga terbentuk, sehingga dinding sel menjadi lebih elastis.
Pembentukan aerenchyma bukan merupakan pengaruh langsung dari kekurangan
oksigen, tetapi dipacu oleh tahap 1 dan 2, serta adanya akumulasi hormon etilen.
Tingkat toleransi tanaman terhadap kondisi kekurangan oksigen pada
dasarnya
berkaitan
dengan
kemampuan
tanaman
untuk
mengatasi
keberlangsungan tiga tahapan tersebur di atas. Tanaman yang biasa hidup di air
pada umumnya mempunyai kemampuan untuk membentuk jaringan aerenchima,
sehingga oksigen di perakaran dapat disuplai dari bagian atas tanaman. Namun
demikian, bila keseluruhan tanaman terendam maka tidak ada bagian tanaman
yang dapat mensuplai oksigen. Nitrogen juga sangat berperan sebagai penyusun
senyawa protein dalam sel. Nitrogen merupakan komponen utama protein sel yang
merupakan bagian dasar kehidupan organisme dan berfungsi untuk menyokong unsur
dari sel alga serta membentuk senyawa penting di dalam sel, termasuk protein dan
merupakan bagian penting dari klorofil (Prabowo, 2009).
Tanaman kedelai yang adaptif pada kondisi lahan sawah antara lain adalah
genotip kedelai yang toleran terhadap genangan, yang dapat diperoleh melalui seleksi.
Genotip yang toleran terhadap genangan adalah genotip yang mempunyai daya hasil
tinggi pada kondisi tergenang. Daya hasil merupakan karakter kuantitatif dari tanaman
yang dikendalikan banyak gen dan pewarisannya sulit, sehingga bila dijadikan kriteria
seleksi akan memberikan nilai kemajuan yang kecil. Berdasarkan hal tersebut, maka
untuk memperoleh genotip kedelai yang toleran terhadap genangan harus dilakukan
berdasarkan karakter penciri khusus yang memiliki hubungan yang erat dengan toleransi
yang didasarkan atas stress tolerance index (STI) (Komariah, 2008).
Enzim yang aktivitasnya meningkat dalam kondisi anaerobik akibat
kondisi genangan adalah enzim alkohol dehidro-genase (ADH). ADH berperan
dalam respirasi untuk mempertahankan level ATP dalam kondisi anaerobik.
Proses ini dilakukan dengan regenerasi NADH melalui pengubahan asam piruvat
hasil glikolisis menjadi acetaldehid yang selanjutnya dengan aktivitas ADH
diubah menjadi asam laktat. Proses ini akan menghasilkan NADH yang
selanjutnya akan diubah menjadi ATP. Selain ADH, enzim malate dehidrogenase
(MDH) yang meningkat aktivitasnya akan berperan dalam mereduksi oksaloasetat
menjadi malate dan meregenerasi NAD untuk memelihara kelangsungan glikolisis
(Komariah, 2008).
Menurut Bloom dalam Dennis et al. (2000) pada kondisi tergenang
ketersediaan nitrogen dalam bentuk nitrat sangat rendah karena proses
denitrifikasi, nitrat diubah menjadi Nitrogen (N2), nitrogen Oksida (NO), dinitrit
oksida (N2O), atau nitrogen dioksida (NO2) yang menguap atau teroksidasi. Pada
perlakuan penggenangan Nitrogen dapat dengan mudah hilang atau menjadi tidak
tersedia lagi bagi tanaman apabila terjadi pencucian/terlindi, proses penggenangan
mengakbatkan unsur kandungan Nitrogen hilang, Unsur hara Nitrogen berperan
penting dalam pembentukkan klorofil karena Nitrogen merupakan unsur penyusun
asam amino yang merupakan prekursor metabolit sekunder.
Karakter penciri yang akan dijadikan dasar dalam seleksi toleransi harus
memiliki kriteria mempunyai hubungan yang erat baik langsung maupun tidak
langsung dengan karakter penciri to-leransi yang didasarkan atas daya hasil, yaitu
Stress tolerance index (STI) karena daya hasil tanaman merupakan tujuan yang
ingin dicapai dari proses budidaya tanaman. .
Klorofil adalah pigmen hijau yang ada dalam kloroplastida. Pada
umumnya klorofil terdapat pada kloroplas sel-sel mesofil daun, yaitu pada sel-sel
parenkim palisade dan atau parenkim bunga karang. Dalam kloroplas, klorofil
terdapat pada membran thylakoid grana. Pada tumbuhan tingkat tinggi terdapat
dua jenis klorofil yaitu klorofil-a dan klorofil-b. Pada keadaan normal, proporsi
klorofil-a jauh lebih banyak dari pada klorofil-b. Selain klorofil, pada membran
thylakoid juga terdapat pigmen-pigmen lain, baik yang berupa turunan-turunan
klorofil-a maupun pigmen lainnya. Kumpulan bermacam-macam pigmen
fotosintesis disebut fotosistem, berperan menjerap energi cahaya (foton, kuantum)
pada reaksi terang untuk menghasilkan energi kimia berupa ATP dan NADPH2.
Aktivitas Alkohol Dehidrogenase, aktivitas Malat Dehidrogenase, rasio pupus
akar dan bobot biji per tanaman berkorelasi nyata dengan STI, sehingga dapat
dijadikan indikator dalam seleksi toleransi tanaman kedelai terhadap genangan.
Gangguan terhadap metabolisme akibat anaerobik akan menghambat produksi
ATP dan akhirnya akan menghambat produksi gibberelin dan sitokinin. Pengaruh
CO2 juga di dalam kultur jaringan berkaitan erat dengan kebutuhan bagi proses
fotosintesis. Secara umum diduga bahwa CO2 merupakan syarat mutlak untuk
kultur jaringan tanaman tingkat tinggi dibawah kondisi cahaya. Oksigen (O2) juga
dibutuhkan oleh kultur jaringan (Komariah., 2008).
Menurut Bidwell (1979) kloroil b terjadi dari klorofil a yang mengalami
oksidasi sehingga gugus CH3 pada cincin II dalam klorofil a berubah menjadi
gugus aldehida pada molekul klorofil b, metabolisme pertumbuhan kalus juga
berpengaruh terhadap pembentukkan pigmen, pembelahan dan pembesaran sel,
Kemampuan diferensiasi sel tanaman dan reaksi kimia yang menyertainya (antara
lain aktivitas enzim), akan menyebabkan perbedaan metabolit yang terbentuk.
Menurut Kuswantoro (2010), Pada tanaman terdapat dua tipe marka
molekuler
yang
sudah
dikenal
secara
umum,
yaitu
marka
protein
(Isoenzim/isozim) dan marka DNA, perkembangan marka DNA saat ini sangat
pesat dimana sudah dikembangkan untuk toleransi terhadap genangan/kelebihan
air adalah RAPD dan SSR, oleh karena itu teknik fase penggenangan secara in
vitro sangat efesien untuk mengidentifikasi marka toleran kelebihan air pada
berberapa varietas kedelai.
Pengembangan kedelai toleran genangan tidak hanya bermanfaat bagi
pengembangan kedelai dilahan sawah, tetapi juga propespektif bagi wilayah yang
sering mengalami cekaman genangan seperti lahan pasang surut. Tersedianya
varietas unggul kedelai toleran genagan memiliki arti penting bagi upaya
peningkatan produksi kedelai. (Adie, 2010).
Kemampuan diferensiasi sel tanaman dan reaksi kimia yang menyertainya
(antara lain aktivitas enzim), akan menyebabkan perbedaan metabolit yang
terbentuk. Kedua hal tersebut akan membedakan penggolongan senyawa kimia
yang ada dalam organisme/tanaman. Tanaman yang dikonservasi secara in vitro
secara periodik mendapatkan asupan bahan kimia yang diberikan pada media
kultur. Selain penampilan morfologi, dan kandungan bahan aktif, kemungkinan
timbulnya perubahan pada tanaman hasil in vitro dapat diidentifikasi dengan cara
analisis protein.
Analisis Protein dapat dilakukan dengan Metode Kjeldahl,
Metode
Kjeldahl merupakan Analisis protein dalam bahan pangan yang dapat dilakukan
dengan dua metode yaitu metode kuantitatif dan kualitatif. Kadar protein yang
ditentukan berdasarkan cara Kjeldahl disebut sebagai kadar protein kasar (crude
protein). Protein merupakan senyawa organik kompleks yang mengandung 22
asam amino dengan berbagai proporsi yang berbeda. Bersama dengan karbohidrat
dan lemak, asam amino mengandung karbon, hidrogen dan oksigen, tetapi semua
asam amino mengandung nitrogen
Prinsip kerja dari metode Kjeldahl adalah protein dan komponen organik
dalam sampel didestruksi dengan menggunakan asam sulfat dan katalis. Hasil
destruksi dinetralkan dengan menggunakan larutan alkali dan melalui destilasi.
Destilat ditampung dalam larutan asam borat. Selanjutnya ion- ion borat yang
terbentuk dititrasi dengan menggunakan larutan HCl.
Metode Kjeldahl merupakan metode yang sederhana untuk penetapan
nitrogen total pada asam amino, protein dan senyawa yang mengandung nitrogen.
Sampel didestruksi dengan asam sulfat dan dikatalisis dengan katalisator yang
sesuai sehingga akan menghasilkan amonium sulfat. Setelah pembebasan dengan
alkali kuat, amonia yang terbentuk disuling uap secara kuantitatif ke dalam larutan
penyerap dan ditetapkan secara titrasi. Metode ini telah banyak mengalami
modifikasi. Metode ini cocok digunakan secara semimikro, sebab hanya
memerlukan jumlah sampel dan pereaksi yang sedikit dan waktu analisa yang
pendek.
Cara Kjeldahl digunakan untuk menganalisis kadar protein kasar dalam
bahan makanan secara tidak langsung, karena yang dianalisis dengan cara ini
adalah kadar nitrogennya. Dengan mengalikan hasil analisis tersebut dengan
angka konversi 6,25, diperoleh nilai protein dalam bahan makanan itu. Untuk
beras, kedelai, dan gandum angka konversi berturut-turut sebagai berikut: 5,95,
5,71, dan 5,83. Angka 6,25 berasal dari angka konversi serum albumin yang
biasanya mengandung 16% nitrogen.
Download