OPTIKA GEOMETRI PENDAHULUAN 1. Teori

advertisement
OPTIKA GEOMETRI
PENDAHULUAN
1. Teori cahaya dari Yunani dan Islam
Para ahli sejak zaman sebelum masehi mengatakan, bahwa kita dapat melihat benda karena
terdapat cahaya dari mata kita, yang dipancarkan pada benda tersebut. Seperti sebuah senter
yang disorotkan pada benda sehingga kita bisa melihat benda tersebut. Teori ini dipelopori
oleh filosof Yunani seperti Euclid, Aristoteles dan Ptolomeus.
lmuwan Abu Ali Hasan Ibn Al-Haitham (965–sekitar 1040), dikenal juga sebagai Alhazen,
mengembangkan teori yang menjelaskan pengelihatan, menggunakan geometri dan anatomi.
Teori itu menyatakan bahwa setiap titik pada daerah yang tersinari cahaya, mengeluarkan
sinar cahaya ke segala arah, namun hanya satu sinar dari setiap titik yang masuk ke mata
secara tegak lurus yang dapat dilihat, cahaya lain yang mengenai mata tidak secara tegak
lurus tidak dapat dilihat. dia menggunakan kamera lubang jarum sebagai contoh, yang mana
kamera itu menampilkan sebuah citra terbaik. Alhazen menganggap bahwa sinar cahaya
adalah kumpulan partikel kecil yang bergerak pada kecepatan tertentu. Dia juga
mengembangkan teori Ptolemy tentang refraksi cahaya namun usaha Alhazen tidak dikenal di
Eropa sampai pada akhir abad 16.
Teori emisi dicetuskan pertama kali oleh Ibnu Al-Haitsam pada abad ke -10 melalui bukunya
berjudul Kitap al-Manazir ( Buku Optik) yang ditulis antara tahun 1015 – 1021. Buku ini
mampu menjawab dari pertanyaan selama ini.
Teori ini disebut mengubah konsep cahaya secara drastis karena berlawanan dengan teori
tactile. teori emisi menyatakan bahwa kita dapat melihat benda, justru karena terdapat cahaya
yang datang yang dipantulkan benda yang kita lihat menuju mata. Teori ini yang pada
akhirnya diyakini sampai saat ini.
Gagasan lain yang perlu kita ketahui, Ibnu Al-Haitsam membuat “pin hole camera” yakni
cikal bakal kamera foto. bagian utama kamera tersebut adalah benda dengan ruang gelap dan
kosong yang diterangi, yang dalam bahasa arab disebut “qamara”. sampai hari ini kita kenal
dengan nama kamera.
Referensi
1. http://fisika79.wordpress.com/2011/02/20/kita-bisa-melihat-benda-kenapa-bagaimanabisa/
2. http://myquran.org/forum/index.php?topic=75275.0
3. http://myquran.org/forum/index.php?topic=47602.0
2. Teori gelombang dan teori korpuskul (Huygens , Newton, Maxwell)
Teori korpuskuler menurut Newton (The Theory of Light)
Teori ini mengatakan bahwa cahaya adalah partikel-partikel atau korpuskul-korpuskul yang
dipancarkan oleh sumber cahaya dan merambat lurus dengan kecepatan besar. Teori ini
mempu menjelaskan prinsip pemantulan dan pembiasan, tetapi tidak dapat digunakan untuk
menjelaskna fenomena interferensi dimana pada Interferensi cahaya adalah gelombang.
Newton menganggap bahwa cahaya adalah partikel. Teori ini bertahan hingga pertengahan
abad ke 17.
Teori gelombang atau undulasi oleh Huygens
Teori gelombang menurut Huygens menganggap cahaya adalah gelombang yang berasal dari
sumber yang bergetar. Gelombang berasal dari sumber yang bergetar ini, merambat dalam
medium yang disebut eter yaitu zat yang mengisi seluruh ruangan termasuk ruang hampa.
Diketahui kemudian bahwa eter ini tidak ada dibuktikan dengan percobaan Michelson–
Morley. Ether hanya merupakan model agar supaya teorinya diterima. Jadi teori ini belum
sempurna. Tetapi teori ini dapat menjelaskan kejadian interferensi, difraksi dan polarisasi,
tetapi tidak dapat menjelaskan kenapa cahaya merambat dalam garis lurus.
Teori gelombang elektromagnetik oleh Maxwell (The electromagnetic wave theory of light)
Maxwell menyatakan bahwa cahaya adalah gelombang elektromagnetik. Dengan
menggunakan 4 persamaan maxwell kita dapat mencari kecepatan cahaya secara teori. Teori
ini masih dipakai sampai hari ini.
3. Dualisme gelombang partikel
Akan tetapi setelah ditemukanya fenomena efek fotolistrik, teori bahwa cahaya adalah
gelombang elektromagnetik sedikit terusik. Karena teori cahaya ini tidak dapat menjelaskan
fenomena efek foto listrik. Fenomena efek foto listrik hanya dapat dijelaskan dengan
menganggap cahaya sebagai foton yaitu cahaya dianggap sebagai paket energi dengan massa
diam nol. Hal ini akan dipelajari dalam fisika modern.
Gambar 1. Efek fotolistrik
Kejadian seperti difraksi dan interferensi merupakan bukti bahawa cahaya merupakan
gelombang. Sedangkan efek fotolistrik dan gerak cahaya yang lurus merupakan bukti bahwa
cahaya adalah partikel. Jadi cahaya dianggap mempunyai dua sifat yaitu sebagai gelombang
dan sebagai partikel. Hal ini disebut sebagai dualisme gelombang partikel.
4. Sumber-sumber cahaya
Pada dasarnya ada dua jenis sumber cahaya yaitu
1. Bahan yang berpijar karena membara
a. Matahari : matahari dengan suhu permukaan 6000 derajat Celcius terdiri dari berbagai
macam gas bertekanan tinggi dan memberikan spektrum kontinyu yang diselang oleh apa
yang disebut garis-garis gelap Fraunhover karena adanya absorpsi beberapa warna oleh gasgas luar angkasa.
b. Lampu pijar : filamen lampu pijar dibuat dari bahan yang tidak mudha menguap dan
bertitik lebur tinggi misalnya tungsten. Pada pengaliran arus listrik suhunya dapat mencapai
2000 derajat Celcius. Untuk menghidarkan dari oksidasi tabung lampu dihampakan kemudian
diisi dengan gas adi misalnya gas Argon. Lampu pijar juga memberikan spektrum cahaya
kontinyu. Contohnya adalah lampu bohlam.
c. Lampu busur arang : pada pemijaran kedua elektrode yang terbuat dari arang itu dikenakan
beda potensial yang tinggi sehingga terjadi loncatan bunga api listrik lalu memanaskan arang
itu sampai mencapai suhu sekitar 3000 derajat Celcius. Cahaya yang dipancarkan juga
merupakan spektrum kontinyu.
d. Lampu busur logam : Pada dasarnya sama dengan lampu busur arang akan tetapi
pemijaranya menggunakan uap metal elektrode, bukanya pada elektrode pada itu sendiri.
Suhu uap yang berpijar dapat mencapai 10000 derajat Celcius.
2. bahan yang berpijar karena lucutan elektrik
a. Lampu merkuri : Dasar lampu merkuri (Hg) adalah sama seperti lampu busur logam.
Karena titik leburnya sagat rendah maka pada suhu kamar Hg berwujud cairan. Lampu
merkuri terdiri dari bumbung kaca berisi air raksa atau Hg dengan tekanan rangat rendah
sehingga air raksa itu mudah menguap. Cahaya diperoleh dari lucutan bunga api listrik yang
memijarkan uap Hg tersebut. Cahaya yang dihasilkan oleh lampu ini kebanyakan merupakan
spektrum garis dengan intensitas cukup kuat. Warna yang dihasilkan banyak terdapat pada
warna ultraviolet sehingga banyak digunakan sebagai standar spektrum dalam spektometri,
penyelidikan fosforensi dan flouresensi.
b. Lampu Natrium: Seperti halnya lampu merkuri cahaya lampu natrium adalh akibat pijaran
lucutan uap Na di dalam tabung yang berisi gas Argon atau Neon bertekanan rendah.
Pemijaran dimulai dnegan pemanasan filamen yang lalu memancarkan elektron-elektron.
Elektron-elektron emisi termionik ini menabrak dan melucuti atom-atom gas Argon atau gas
Neon serta terjadilah hantaran arus listrik di dalam gas tersebut. Pemanasan oleh hantaran
arus listrik ini akan menguapkan natrium di dalamnya dan selanjutnya terjadilah lucutan
elektron-elektron atom-atom uap Na. Perpijaran aton Na ini kemudian menggantikan
perpijaran atom Argon atau Neon.
Spektrum yang dihasilkan oleh lampu ini adalah spektrum doublet, yaitu dua garis berwarna
kuning yang saling berdekatan dengan panjang gelombang 5890 Å dan 5895 Å . lampu jenis
ini sering digunakan sebgai penerangan jalan dan sering dipakai selaku sumber cahaya
monokromatis.
c. Tabung Geissler : gas dimasukkan ke dalam sebuah tabung lucutan. Elektrode yang
digunakan adalah aluminium yang ditancapkan pada kawat tungsten. Tekanan di dalam
tabung dibuat sangat kecil hanya beberapa mmHg saja dan tegangan dikenakan pada kedua
elektrode dibuat sekitar 10000 Volt.
Lampu jenis lucutan ini banyak dipakai selaku lampu iklan di toko-toko. Contohnya adalah
Tubular Lamp atau lampu TL. Bedanya pada bagian luar dari lampu TL itu dilapisi dengan
bahan fluoresensi sehingga bagian cahaya ultra violet yang tidak tampak diserap bahan ini
kemudian digunakan untuk memendar karena memancarkan cahaya yang lebih panjang
daripada gelombang yang diserap.
Blog terkait: http://agushardiyanto.blogspot.com/2010/10/mengenal-lampu-led-hid-halogenmerkuri.html
Flouresensi (http://fileq.wordpress.com/2011/08/02/page/5/)
Lampu jenis lain
Lampu LED, incontrast, adalah dioda semikonduktor. Ini terdiri dari sebuah chip bahan
semikonduktor diolah untuk menciptakan sebuah struktur yang disebut pn (positif-negatif)
persimpangan. Bila tersambung ke, mengalir powersource arus dari sisi p-atau anoda ke sisi
n, atau katoda, tetapi tidak dalam arah sebaliknya. Pembawa muatan (elektron dan lubang
elektron) mengalir ke junction dari elektroda. Ketika elektron bertemu lubang, itu jatuh ke
tingkat energi yang lebih rendah, dan melepaskan energi dalam bentuk foton (cahaya). Oleh
karena itu tidak ada pemberat atau Starter diperlukan, sehingga dibutuhkan daya listrik yang
lebih kecil.
5. Kecepatan cahaya dengan persamaan maxwell
Metode pertama
Karena di udara (di ruang hampa) tidak ada muatan dan arus maka keempat persamaan
Maxwell dapat dituliskan sebagai
 
(1)
.E  0
 
(2)
.B  0

 
B
xE  
(3)
t 
 
E
xB   0 . 0
(4)
t
Dari ke empat persamaan inilah dapat diturunkan persamaan gelombang elektromagnetik di
ruang hampa. Dari persamaan (3) diperoleh persamaan

  
  B 
  
   xB
x(xE )  x 
(5)


t

t


Lalu dengan mensubstitusikan persamaan (4) ke dalam persamaan (5) diperoleh


  

E 
2E
    0 . 0
x(xE )     0 . 0
(6)
t 
t 
t 2
Menurut rumus identitas vektor
  
  

x(xE )  (.E )   2 E
Oleh karena itu persamaan (6) menjadi

  
2E
2
(.E )   E    0 . 0
(7)
t 2
 
karena .E  0 , maka persamaan (7) menjadi

2E
2
 E   0 . 0
(8)
t 2
Persamaan ini merupakan persamaan gelombang medan listrik 3 dimensi yang merambat
dengan kecepatan fase
1
(9)
v
 3 .10 8 m / s  300.000 km/ s
 0 . 0
Hal yang sama juga terjadi untuk medan magnetnya. Dari persamaan (4) diperoleh persamaan

  
 
E 
  
   0 . 0
x(xB)  x  0 . 0
(10)
xE
t 
t

Lalu dengan mensubstitusikan persamaan (3) ke dalam persamaan (10) diperoleh


  
  B 
2B
    0 . 0
x(xB)   0 . 0 .  
(11)
t  t 
t 2
Menurut rumus identitas vektor
  
  

x(xB)  (.B)   2 B
Oleh karena itu persamaan (11) menjadi

  
2B
2
(.B)   B    0 . 0
(12)
t 2

 
2B
2
karena .B  0 , maka persamaan (12) menjadi  B   0 . 0
(13)
t 2
Persamaan ini merupakan persamaan gelombang medan magnet 3 dimensi yang merambat
dengan kecepatan fase




v
1
 0 . 0
 3 .10 8 m / s
 300.000 km/ s
Jadi diudara medan listrik dan medan magnetnya bergerak dengan kecepatan sama yaitu
 300.000 km/ s
Metode kedua
Gelombang cahaya adalah gelombang elektromagnetik dinama arahnya merambat ke sumbux dan arah geraknya medan listrik dan medan magnetik berarah gerak ke sumbu y dan z
sehingga diperoleh 𝐸𝑥 = 0, 𝐸𝑦 = 𝐸, 𝐸𝑧 = 0 dan 𝐵𝑥 = 0, 𝐵𝑦 = 0, 𝐵𝑧 = 𝐵 . Persamaan
Maxwell akan berubah menjadi :
 
.E  0
 
.B  0
(14)
𝑑𝐸
=0
𝑑𝑦
(15)
𝑑𝐵
=0
𝑑𝑧

 
B
xE  
t

 
E
xB   0 . 0
t
(16)
𝑑𝐸
=0
𝑑𝑧
𝑑𝐸
𝑑𝐵
=−
𝑑𝑥
𝑑𝑡
(17)
𝑑𝐵
=0
𝑑𝑦
𝑑𝐵
𝑑𝐸
−
= 𝜖0 𝜇0
𝑑𝑥
𝑑𝑡
Dari persamaan 14, 15, 16.a , 17.a disimpulkan bahwa gelombang cahaya tidak tergantung
sumbu y dan z hanya bergantung pada arah x saja dan tentu saja gayut waktu. Jika kita
turunkan persamaan 16. b terhadap x didapat :
𝑑2 𝐸
𝑑2 𝐵
=−
𝑑𝑥 2
𝑑𝑥𝑑𝑡
Dengan cara sama turunan dari persamaan 17. b terhadap waktu t diperoleh :
𝑑2 𝐵
𝑑2 𝐸
= 𝜖0 𝜇0 2
𝑑𝑥𝑑𝑡
𝑑𝑡
Dengan menggabungkan kesua persamaan diatas maka akan diperoleh persamaan gelombang
umum yaitu
−
𝑑2𝐸
𝑑2 𝐸
=
𝜖
𝜇
0
0
𝑑𝑥 2
𝑑𝑡 2
Bandingkan dengan persamaan gelombang umum
𝑑2 𝑥
𝑑2 𝑥
2
=𝑣
𝑑𝑡 2
𝑑𝑥 2
Maka diperoleh nilai
v
1
 0 . 0
 3 .10 8 m / s
 300.000 km/ s
−12 2
C /N. m2 dan nilai μ0 = 4 π. 10−7 T. m/A
Dengan nilai 𝜖0 = 8.854 187 817. 10
Sama dengan metode yang pertama
Jika kita turunkan persamaan 16.b terhadap t diperoleh ;
𝑑2 𝐸
𝑑2 𝐵
=− 2
𝑑𝑥𝑑𝑡
𝑑𝑡
Dan jika kita turunkan persamaan 17.b terhadap x maka diperoleh
𝑑2 𝐵
𝑑𝐸
= 𝜖0 𝜇0
2
𝑑𝑥
𝑑𝑥𝑑𝑡
Jika kita gabungkan maka diperoleh persamaan gelombang umum untuk medan magnetik :
−
Maka diperoleh nilai
v
1
 0 . 0
 3 .10 8 m / s
𝑑2𝐵
𝑑2 𝐵
= 𝜖0 𝜇0 2
𝑑𝑥 2
𝑑𝑡
 300.000 km/ s
6. Sifat-sifat cahaya
Sifat cahaya yang sering kita jumpai dalam kehidupan sehari-hari adalah
1. Pembiasan cahaya (Refraksi),
Pembiasan gelombang adalah pembelokan gelombang akibat gelombang masuk ke
dalam medium yang lebih rapat.
2. Polarisasi,
Polarisasi cahaya adalah pengkutuban arah getar gelombang transversal, dengan
demikian tidak terjadi polarisasi pada gelombang longitudinal.
3. Interferensi
Interferensi adalah hasil kerjasama antara dua gelombang atau lebih yang bertemu di
satu titik pada saat yang sama.
4. Difraksi
Difraksi merupakan pembelokan gelombang di sekitar suatu penghalang/suatu celah.
5. Pemantulan (Refleksi).
Refleksi adalah pemantulan gelombang jika mengenai sebuah bidang yang mengkilap.
6. Cahaya selalu bergerak lurus
7. Mempunyai dua sifat yaitu sebagia partikel dan sebagai gelombang
8. Cahaya dapat bersifat monokromatis maupun polikromatis.
9. Cahaya polykromatis dapat terurai (terdispersi menjadi warna-warna penyusunya)
10. Membawa energi
11. Dapat diserap dan difilter dan lain-lain
7. Spektrum elektromagnetik
Cahaya termasuk ke dalam gelombang elektromagnetik dengan panjang gelombang tertentu.
Gelombang cahaya dapat terlihat oleh mata kita pada daerah panjang gelombang 400 nm 700 nm. Gelombang elektromagnetik dengan panjang gelombang lebih dari itu atau kurang
dari itu tidak akan terlihat oleh mata manusia. Spektrum gelombang elektromagentik dapat
dilihat pada gambar berikut :
8. Asas Huygens
Christian Huygens telah menyusun suatu teori yang dikenal sebagai teori undulasi. Perhatikan
gambar berikut!
S
Gambar diatas adalah sumber gangguan (pusat lingkaran) yang merambatkan gelombang
pada medium yang isotropik. Gangguan gelombang menyebar ke segala arah dengan
kecepatan yang sama (medium isotropik). Andaikan setelah t detik gelombang telah tiba di
permukaan bola 1 yang berjari jari SA=SB=SC maka dapat disimpukan bahwa titik A, B dan
C terletak pada bidang permukaan bola yang sama yang berpusat di S. Setiap titik A, B, C
akan mulai bergetar secara bersamaan. Jadi titik-titik ini dianggap menjadi sumber-sumber
gelombang baru yang senantiasa mempunyai fase yang sama (gelombang dari S juga sefase).
Tempat kedudukan titik-titik yang sefase ini disebut muka gelombang.
Menurut Huygens setiap titik pada muka gelombang akan menjadi sumber gelombang baru.
Garis yang tegak lurus muka gelombang diberi nama sinar dan arahnya sama dengan arah
rambat gelombang. Jika S adalah sumber cahaya maka sinar disebut sinar cahaya. Sinar yang
berada dalam medium yang homoegn isotropis adalah sebuah garis lurus. Berikut adalah
contoh muka gelombang datar dan muka gelombang spheris :
9. Hukum Malus
Hukum Malus mengatakan bahwa :
Interval waktu antara titik-titik yang berkorespodensi dari dua muka gelombang adalah sama
untuk setiap pasangan titik yang berkorespodensi.
Hal ini merupakan penjelasan tambahan dari asas Huygens. Pada gambar penjelasan teori
Huygens terlihat bahwa A, B, C atau A’, B’, C’ disebut sebagai titik-titik yang
berkorespondensi. Interval waktu antara A ke A’ adalah sama dengan interval waktu antara B
ke B’ dan C ke C’. jadi dapat disimpulkan bahwa jarak antara AA’, BB’, CC’ adalah
samadan bergantung dari cepat rambat gelombang di setiap titik. Di dalam medium yang
homogen dan isotropik, dengan cepat rambat sama di setiap titik ke segala arah, maka jarak
antara 2 muka gelombang adalah sama untuk semua titik-titik yang berkorespondensi.
Semua sinar yang berada dalam medium yang sama senantiasa tegak lurus muka gelombang.
Hal ini penting digunakan sebagai penentuan hukum Snellius.
10. Prinsip Fermat
Cahaya akan selalu mengambil waktu tempuh jarak minimal untuk berjalan dari satu titik ke
sebuah titik lainya. Cahaya akan selalu mencari lintasan yang paling pendek atau waktu yang
paling cepat untuk mencapai titik yang dituju. Ternyata prinsip ekonomi juga telah berlaku
pada penjalaran cahaya.
Jika medium yang dilewati cahaya homogen dan isotropik maka lintasan yang ditempuh
adalah lintasan yang dengan waktu sependek-pendeknya adalah lintasan sependekpendeknya. Jadi dalam medium yang demikian maka lintasan yang diambil adalah lurus.
Sedangkan jika cahaya melalui berbagai medium homogen dan isotropik yang berbeda maka
lintasanya merupakan garis lurus yang patah-patah sedemikian sehingga mengambil waktu
sesingkat-singkatnya.
11. Pengukuran Kecepatan cahaya secara eksperimen
Beberpa ahli telah melakukan pengukuran kecepatan cahaya secara eksperimen. Dalam
pembahasan ini hanya akan dituliskan 2 cara yang digunakan oleh para ahli untuk mengukur
kecepatan cahya melalui eksperimen.
1. Cara Fizeau
Sinar cahay yang dipancarkan dari sumber S dilewatkan pada gigi roda yang dapat diputar
sehingga akan terjadi pulsa pulsa cahaya yang keluar dari lubang pada roda gigi tersebut.
Pulsa ini kemudian berjalan menuju sebuah cermin M yang berjarak 8,576 km dan
dipantulkan kembali ke pengamat E. Pada kecepatan putaran tertentu ternyata kita tidak dapat
melihat pulsa pulsa cahaya ini dikarenakan pulsa pulsa ini menabrak gigi roda sehingga tidak
lolos ke mata pengamat. Dengan sebanyak 720 gigi dan lubang pada roda dan putaran
sebanyak N putaran per detik, itu berarti waktu antara satu lubang sampai satu lubang di
sampingnya bergantian saat melewati roda adalah 1/(N x 720) detik. Pada percobaan ternyata
kondisi intensitas minimum diperoleh pada saat periode gigi roda 25 kali putaran perdetik ,
maka kecepatan cahaya diberikan oleh
𝑐 = 2 𝑥 8,576
𝑘𝑚
1
𝑁𝑥720 𝑑𝑒𝑡𝑖𝑘
≈ 3,13 𝑥 105 𝑘𝑚/𝑑𝑒𝑡𝑖𝑘
2. Cara Foucault
Pada keadaan awal cermin R akan memantulkan cahaya dari sumber S melalui cermin M1
dan M2 pada posisi E. Jika cermin R diputar maka cahaya akan terlihat ada pergeseran dari
titik E menjadi E1. Apabila tabung T diisi dengan air maka cahaya akan mengalami
pergeseran ke titik E2. Hal ini berarti terjadi cahaya mengalami perlambatan saat mengenai
cermin R yang berarti cermin R telah berputar sebesar beberapa derajat. Itu berarti dengan
jarak yang sama ternyata waktu yang diperlukan oleh cahaya yang menempuh SRM1 dengan
cahaya yang menempuh SRM2 berbeda. Cahaya yang menempuh SRM2 lebih lama daripada
cahaya yang menempuh SRM1 dengan menempuh jarak yang sama. Hal ini berarti kecepatan
cahaya di air lebih lambat daripada di udara atau di vakum. Apabila waktu antara cermin R
pada posisi 2 dan pada posisi 1 dapat diketahui dan jarak antara sumber dengan cermin
diketahui (Peter Soerojo = 20 meter) maka dapat dihitung kecepatan cahaya di dalam air.
Beberapa sumber mengatakan bahwa kecepatan cahaya di air adalah 225.000 km/s. Lebih
rendah daripada kecepatan cahaya di ruang hampa atau di udara.
12. Hukum Pemantulan dan Hukum Pembiasan
Bunyi hukum pemantulan dan pembiasan yang sering kita kenal sebagai hukum Snellius
adalah
1. sinar datang, garis normal, sinar pantul dan sinar bias terletak pada satu bidang datar.
2. sudut datang sama dengan sudut pantul
3. perbandingan antara sinus sudut datang dengan sinus sudut bias adalah tetap artinya tidak
tergantung besarnya sudut datang.
Bukti sinar datang, garis normal, sinar pantul dan sinar bias terletak pada satu bidang datar.
Berdasarkan prinsip fermat cahaya dari titik A akan menuju B melalui jarak yang paling
dekat. Cahaya akan menempuh lintasan AOB yang paling dekat daripada lintasan ACB yang
lebih jauh.
METODE 1
Perhatikan gambar dibawah ini!
Gambar diatas adalah gambar dua buah berkas sinar cahaya R1 dan R2 yang mengenai sebuah
permukaan. Kedua berkas sinar tersebut kemudian dipantulkan dan dibiaskan.
AB adalah gelombang datang, A’B’ adalah gelombang bias, A”B’ adalah gelombang pantul.
Kita telah mengetahui sebelumnya bahwa cahaya akan mempunyai kecepatan yang sama
pada medium yang sama dan kecepatanya berkurang saat masuk ke medium yang berbeda.
Berdasarkan teorama malus kita dapat menyimpulkan bahwa saat sinar R 2 bergerak dari B ke
B’ dalam waktu t dengan kecepatan v1, maka sinar R1 juga akan bergerak dari A ke A” dalam
waktu t dengan kecepatan v1 sebagai sinar pantul, dan akan bergerak dari A ke A’ dalam
waktu t dengan kecepatan v2 sebagai sinar bias. Oleh karena itu dapat kita tuliskan :
𝐵𝐵′ = 𝑣1 𝑡
; 𝐴𝐴′ = 𝑣2 𝑡
;
𝐴𝐴" = 𝑣1 𝑡
Berdasarkan ilmu ukur pada gambar maka diperoleh :
Lihat ∆ ABB’ maka
sin 𝜃𝑖 =
𝐵𝐵′ 𝑣1 𝑡
=
𝐴𝐵 𝐴𝐵
sin 𝜃𝑟′ =
𝐴𝐴′′ 𝑣1 𝑡
=
𝐴𝐵
𝐴𝐵
sin 𝜃𝑟 =
𝐴𝐴′ 𝑣2 𝑡
=
𝐴𝐵
𝐴𝐵
Lihat ∆ AB’A” maka
Lihat ∆ AA’B’ maka
Dengan membagi persamaan pertama dengan kedua maka diperoleh
sin 𝜃𝑖 = sin 𝜃𝑟′
Dengan demikian dapat pula disimpulkan bahwa sudut datang 𝜃𝑖 sama dengan sudut pantul
𝜃𝑟′ .
sin 𝜃𝑖 = sin 𝜃𝑟′
𝜃𝑖 =
𝜃𝑟′
Kemudian dengan membagi persamaan 1 dengan persamaan 3 maka diperoleh
sin 𝜃𝑖 𝑣1
=
sin 𝜃𝑟 𝑣2
Perbandingan antara indeks bias medium 1 dengan medium 2 dituliskan sebagai indeks bias
medium 2 relatif terhadap medium 1.
𝑛2
= 𝑛12
𝑛1
Berdasarkan definisi indeks bias suatu zat yaitu
𝑛=
𝑐
𝑣
Maka dapat kita tuliskan
𝑛12
𝑐
𝑛2 𝑣2 𝑣1 sin 𝜃𝑖
=
= 𝑐 =
=
𝑛1
𝑣2 sin 𝜃𝑟
𝑣1
𝑛1 sin 𝜃𝑖 = 𝑛2 sin 𝜃𝑟
Ini adalah hukum snellius yang sangat kita kenal.
METODE KEDUA
Pemantulan
Perhatikan gambar dibawah ini!
Sebuah sinar cahaya bergerak dari titik A menuju titik B melewati sebuah pemantul. Sudut
datang dari sinar tersebut adalah i dan sudut pantul dari sinar tersebut adalah r. Cepat rambat
sinar tersebut adalah v. Karena medium penjalaran sinar datang dan sinar pantul sama
(homogen dan isotropik) maka cepat rambat saat sinar tersebut datang dan memantul sama.
Dengan demikian panjang lintasan yang ditempuh sinar dalam waktu t dari titik A ke titik B
adalah
𝑡=
𝑆 + 𝑆1
𝑣
Dari gambar diperoleh
𝑆 = 𝑎 sec 𝑖 ; 𝑆1 = 𝑏 sec 𝑟
Maka
𝑡=
𝑆 + 𝑆1 𝑎 sec 𝑖 + 𝑏 sec 𝑟
=
𝑣
𝑣
Jika O digeser sedikit maka sudut i dan r akan berubah sedikit menjadi di dan dr dan
perubahan waktu tempuhnya adalah dt sehingga
𝑡=
1
𝑎 sec 𝑖 . tan 𝑖 . 𝑑𝑖 + 𝑏 sec 𝑟 . tan 𝑟 . 𝑑𝑟
𝑣
Jika waktu tempuhnya minimum maka dt = 0 (prinsip Fermat) sehingga
𝑎 sec 𝑖 . tan 𝑖 . 𝑑𝑖 = −𝑏 sec 𝑟 . tan 𝑟. 𝑑𝑟 ..............................(A)
Dari gambar juga didapat :
𝑐 + 𝑑 = 𝑎 tan 𝑖 + 𝑏 tan 𝑟 = 𝑘𝑜𝑛𝑠𝑡𝑎𝑛
Bila ruas kiri dan kanan dideferinsiasi maka
0 = 𝑎 𝑠𝑒𝑐 2 𝑖 . 𝑑𝑖 + 𝑏 𝑠𝑒𝑐 2 𝑟 . 𝑑𝑟
Sehingga
𝑎 𝑠𝑒𝑐 2 𝑖 . 𝑑𝑖 = − 𝑏 𝑠𝑒𝑐 2 𝑟 . 𝑑𝑟 ...................................(B)
Sehingga bila (A) dibagi dengan (B) maka hasilnya adalah
𝑎 sec 𝑖 . tan 𝑖 . 𝑑𝑖 −𝑏 sec 𝑟 . tan 𝑟 . 𝑑𝑟
=
𝑎 𝑠𝑒𝑐 2 𝑖 . 𝑑𝑖
− 𝑏 𝑠𝑒𝑐 2 𝑟 . 𝑑𝑟
tan 𝑖 tan 𝑟
=
sec 𝑖 sec 𝑟
sin 𝑖 = sin 𝑟
𝑖=𝑟
Pembiasan
Perhatikan gambar dibawah ini!
S
S’
Sinar cahaya bergerak dari titik A ke titik B melalui medium yang berbeda dengan indeks
bias n dan n’. Sudut datang adalah i dan sudut bias adalah r’.Telah diketahui bahwa cahaya
akan mempunyai kecepatan yang berbeda. Kecepatan cahaya di medium 1 adalah v dan
kecepatan cahaya pada medium 2 adalah v’ . Waktu yang diperlukan cahaya dari titik A ke
titik B adalah
𝑡=
𝑆 𝑆′ 𝑎 sec 𝑖 𝑏 sec 𝑟 ′
+ =
+
𝑣 𝑣′
𝑣
𝑣′
Sehingga
𝑑𝑡 =
𝑎 sec 𝑖 . tan 𝑖 . 𝑑𝑖 𝑏 sec 𝑟 ′ . tan 𝑟 ′ . 𝑑𝑟′
+
𝑣
𝑣′
Menurut Fermat waktu lintas harus sesingkat mungkin maka dt =0. Sehingga
𝑎 sec 𝑖 . tan 𝑖 . 𝑑𝑖
𝑏 sec 𝑟 ′ . tan 𝑟 ′ . 𝑑𝑟 ′
=−
𝑣
𝑣′
(C)
Dari gambar juga didapat :
𝑐 + 𝑑 = 𝑎 tan 𝑖 + 𝑏 tan 𝑟 = 𝑘𝑜𝑛𝑠𝑡𝑎𝑛
Bila ruas kiri dan kanan dideferinsiasi maka
0 = 𝑎 𝑠𝑒𝑐 2 𝑖 . 𝑑𝑖 + 𝑏 𝑠𝑒𝑐 2 𝑟 . 𝑑𝑟
Sehingga
𝑎 𝑠𝑒𝑐 2 𝑖 . 𝑑𝑖 = − 𝑏 𝑠𝑒𝑐 2 𝑟 . 𝑑𝑟 ...................................(D)
Jika (C) dibagi dengan (D) maka diperoleh
𝑎 sec 𝑖 . tan 𝑖 . 𝑑𝑖
𝑏 sec 𝑟 ′ . tan 𝑟 ′ . 𝑑𝑟 ′
−
𝑣
𝑣′
=
2
𝑎 𝑠𝑒𝑐 𝑖 . 𝑑𝑖
− 𝑏 𝑠𝑒𝑐 2 𝑟 . 𝑑𝑟
sin 𝑖 sin 𝑟
=
𝑣
𝑣′
Menggunakan definisi indeks bias bahwa
𝑐
𝑐
𝑛=
; 𝑚𝑎𝑘𝑎 𝑣 =
𝑣
𝑛
𝑑𝑎𝑛 𝑣 ′ =
Sehingga
sin 𝑖 sin 𝑟
=
𝑣
𝑣′
sin 𝑖 sin 𝑟
𝑐 = 𝑐
𝑛
𝑛′
𝑛 sin 𝑖 = 𝑛′ sin 𝑟
Ini adalah hukum Snellius yang sudah kita ketahui.
METODE 3
𝑐
𝑛′
Pemantulan
Perhatikan gambar dibawah ini!
Gambar yang hampir sama dengan metode kedua, hanya cara yang digunakan dalam
perhitunganya berbeda.
Perhatikan ∆ AFO diperoleh bahwa
𝑆=
𝑎2 + 𝑥 2
Perhatikan ∆ BGO diperoleh bahwa
𝑏2 + 𝑑 − 𝑥
𝑆′ =
2
Panjang lintasan total perjalanan sinar cahaya dari A ke B adalah
𝑙 = 𝑆 + 𝑆′ =
𝑎2 + 𝑥 2 + 𝑏2 + 𝑑 − 𝑥
2
Menurut Prinsip Fermat letak titik O harus esedemikian rupa sehingga waktu tempuh cahaya
yang melewati titik ini dari A ke B adalah minimum. Dengan kata lain lintasan yang
ditempuh oleh cahaya dari A ke B haruslah minimum sehingga berdasarkan syarat dalam
metode kalkulus diharuskan 𝑑𝑙 𝑑𝑥 = 0. Maka kita dapat menuliskanya dalam kasus ini
menjadi
𝑑𝑙 𝑑
=
𝑑𝑥
𝑑𝑙
1
=
𝑑𝑥
2
𝑎2 + 𝑥 2
1
−
2
𝑎2 + 𝑥 2 + 𝑏2 + 𝑑 − 𝑥
2𝑥 +
2
𝑑𝑥
1
2
𝑏2 + 𝑑 − 𝑥
1
2 −2
2 𝑑 − 𝑥 −1 = 0
−
1
2
𝑎2 + 𝑥 2
1
−
2
2𝑥 =
1
2
𝑥
𝑎2 + 𝑥 2
𝑏2 + 𝑑 − 𝑥
=
1
2 −2
2 𝑑 − 𝑥 −1
𝑑−𝑥
𝑏2 + 𝑑 − 𝑥
2
Dengan melihat gambar kita dapat menuliskan bahwa persamaan diatas adalah sama dengan
sin 𝑖 = sin 𝑟
Atau
𝑖=𝑟
Ini adalah hukum pemantulan cahaya.
Pembiasan
Telah kita katahui bahwa kecepatan cahaya berubah jika melalui medium yang berbeda. Kita
juga telah mengetahui bahwa perbandingan kecepatan pada dua medium tersebut adalah
indeks bias relatif medium tersebut terhadap medium lainya.
Dari gamabar kita dapat menuliskan waktu yang ditempuh oleh sinar cahaya dari titik A
menuju titik B yaitu
𝑡=
𝑆 𝑆′′
+
𝑣 𝑣′
Dengan menggunakan hubungan indeks bias
𝑛=
𝑐
𝑐
; 𝑚𝑎𝑘𝑎 𝑣 =
𝑣
𝑛
𝑑𝑎𝑛 𝑣 ′ =
𝑐
𝑛′
Sehingga
𝑡=
𝑆 𝑆′′
𝑆
𝑆′′
𝑛𝑆 𝑛𝑆′′
+
=
+
=
+
𝑣 𝑣′ 𝑐/𝑛 𝑐/𝑛′
𝑐
𝑐
𝑛𝑆 + 𝑛𝑆′′ 𝑙
=
𝑐
𝑐
𝑡=
Dimana l adalah lintasan yang ditempuh oleh sinar dari A ke B. Maka
𝑙 = 𝑛𝑆 + 𝑛𝑆′′
Perhatikan ∆ AFO diperoleh bahwa
𝑎2 + 𝑥 2
𝑆=
Perhatikan ∆ BGO diperoleh bahwa
𝑏2 + 𝑑 − 𝑥
𝑆′′ =
2
Maka
𝑙 = 𝑛𝑆 + 𝑛𝑆 ′′ = 𝑛
𝑎2 + 𝑥 2 + 𝑛′
𝑎2 + 𝑥 2 + 𝑛′
𝑙=𝑛
𝑏2 + 𝑑 − 𝑥
𝑏2 + 𝑑 − 𝑥
2
2
Menurut Prinsip Fermat letak titik O harus esedemikian rupa sehingga waktu tempuh cahaya
yang melewati titik ini dari A ke B adalah minimum. Dengan kata lain lintasan yang
ditempuh oleh cahaya dari A ke B haruslah minimum sehingga berdasarkan syarat dalam
metode kalkulus diharuskan 𝑑𝑙 𝑑𝑥 = 0. Maka kita dapat menuliskanya dalam kasus ini
menjadi
𝑑𝑙 𝑑 𝑛
=
𝑑𝑥
𝑎2 + 𝑥 2 + 𝑛′
𝑏2 + 𝑑 − 𝑥
2
𝑑𝑥
𝑑𝑙
1
=𝑛
𝑑𝑥
2
𝑎2 + 𝑥 2
1
−
2
2𝑥 + 𝑛′
1
2
𝑏2 + 𝑑 − 𝑥
1
2 −2
2 𝑑 − 𝑥 −1 = 0
1
2
𝑎2 + 𝑥 2
1
−
2
2𝑥 = 𝑛′
1
2
𝑏2 + 𝑑 − 𝑥
1
2 −2
2 𝑑 − 𝑥 −1
−𝑛
𝑛𝑥
𝑎2 + 𝑥 2
=
𝑛′ 𝑑 − 𝑥
𝑏2 + 𝑑 − 𝑥
2
Dengan melihat gambar kita dapat menuliskan bahwa persamaan diatas adalah sama dengan
n sin 𝑖 = n′ sin 𝑟
Ini adalah hukum Snellius untuk pembiasan.
Catatan pada pembiasan
Cahaya yang datang dari medium dengan indeks bias lebih rendah akan dibiaskan mendekati
garis normal dan sebaliknya cahaya yang datang dari medium yang mempunyai indeks bias
lebih tinggi akan dibiaskan menjauhi garis normal.
Download