BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Sastra adalah karya dan kegiatan seni yang berhubungan dengan ekspresi dan penciptaan (Sumardjo dan Saini, 1986:1). Menurut Endraswara (2013:129), karya sastra terlahir sebagai manifestasi pengalaman kejiwaan pengarang yang berupaya menangkap gejala di sekitarnya, kemudian diresepsi dan diekspresikan melalui gagasannya. Sebagai sebuah karya imajiner, fiksi menawarkan berbagai permasalahan manusia dan kemanusiaan, hidup dan kehidupan. Pengarang pun menghayati berbagai permasalahan tersebut dengan penuh kesungguhan yang kemudian diungkapkannya kembali melalui sarana fiksi sesuai dengan pandangannya (Nurgiyantoro, 2005:2). Tokoh merupakan pelaku dalam sebuah cerita. Kehadiran tokoh dalam sebuah karya fiksi, khususnya novel, merupakan hal yang pasti karena tanpa tokoh tidak akan ada cerita (Pujiharto, 2012:43). Melalui tokoh, pengarang dapat pula menyampaikan gagasan dan pandangannya mengenai peristiwa di sekitarnya. Menurut Minderop (2013:1), tokoh yang diciptakan oleh pengarang pun mengalami perihal yang dialami oleh manusia di kehidupan nyata, sehingga para pembaca dapat menemukan watak, perasaan, pemikiran, ide, kejiwaan, dan pengalaman psikologis pada seorang tokoh. 1 2 Dalam sebuah karya fiksi terdapat kondisi kejiwaan dan pengalaman psikologis dari seorang tokoh. Minderop (2013: 53) pun mengatakan bahwa karya sastra sarat dengan unsur-unsur psikologis yang berasal dari kejiwaan pengarang, para tokoh fiksi, dan pembaca. Oleh karena itu, dengan adanya kaitan antara tokoh fiksi dan kondisi kejiwaan serta pengalaman psikologis, maka karya sastra tersebut relevan untuk dikaji secara psikologis (Ratna, 2011:350). Kondisi kejiwaan yang terdapat dalam sebuah karya fiksi akan digambarkan oleh pengarang melalui perilaku para tokohnya secara langsung maupun tidak langsung. Karya sastra yang memuat kondisi kejiwaan dan pengalaman psikologis para tokohnya merupakan jenis karya fiksi psikologis. Karya fiksi psikologis adalah suatu istilah yang digunakan untuk menjelaskan sebuah novel yang bergumul dengan spiritual, emosional, dan mental para tokohnya (Minderop, 2011:53). Sebuah karya fiksi psikologis lebih banyak memerhatikan perwatakan daripada alur atau peristiwa. Dewasa ini, telah banyak ditemukan novel yang di dalamnya menceritakan kondisi kejiwaan dan pengalaman psikologis para tokohnya. Hal itu tergambar pula dalam novel populer, khususnya teenlit. Para pengarang menghadirkan cerita mengenai kehidupan remaja yang kompleks dalam karyanya. Para tokoh dihadapkan dengan berbagai permasalahan yang dapat memengaruhi kondisi kejiwaannya. Pada akhirnya, hal tersebut pun menyebabkan timbulnya gejolak dalam diri para tokoh. Tema dalam sebuah teenlit tidak akan jauh dari permasalahan remaja, yaitu percintaan, persahabatan, dan cerita keluarga. Namun, 3 yang membuat unik dari sebuah teenlit adalah penggambaran kepribadian dari setiap tokohnya. Dalam menciptakan sebuah teenlit, pengarang pun banyak menghadirkan kepribadian para tokoh remaja secara unik dan berbeda, sehingga para tokoh tersebut memiliki perilaku dan caranya masing-masing dalam menghadapi permasalahannya. Untuk menggambarkan hal tersebut, pegarang banyak terinspirasi oleh kehidupan nyata yang ada di sekelilingnya. Teenlit Dan Hujan pun Berhenti merupakan salah satu karya fiksi psikologis. Seperti yang telah dibicarakan sebelumnya, tokoh dalam sebuah novel digambarkan sebagai manusia pada umumnya yang memiliki perilaku bermacammacam. Setiap tokoh digambarkan mempunyai watak, gagasan, perasaan, dan kondisi kejiwaan yang berbeda. Demikian pula yang terjadi dalam novel Dan Hujan pun Berhenti, para tokoh diceritakan memiliki perilaku yang unik dan cenderung berperilaku abnormal. Dengan membaca novel Dan Hujan pun Berhenti secara menyeluruh, akan banyak ditemukan pertanyaan mengenai perilaku-perilaku yang dimiliki para tokohnya beserta faktor penyebab timbulnya perilaku tersebut. Selain itu, dalam novel Dan Hujan pun Berhenti terdapat realitas psikologis para tokoh yang sangat menonjol. Pengarang menampakannya dalam kasus yang beragam, yaitu dalam percintaan, kehidupan sekolah, dan keluarga. Novel Dan Hujan pun Berhenti menceritakan kisah para tokoh remaja yang dihadapkan dengan permasalahan yang cukup kompleks dalam hidupnya. Mereka mendapat tekanan dari masa lalu, sehingga menimbulkan gejolak kejiwaan dalam dirinya. Tekanan masa lalu tersebut membuat para tokoh remaja 4 mencoba mencari pelarian diri yang membuatnya merasa nyaman. Pada akhirnya, perlarian diri itu membuat para tokoh remaja melakukan perilaku-perilaku di luar batas normal. Salah satu bentuk pelarian diri dalam teenlit ini adalah tindakan bunuh diri yang dilakukan oleh beberapa tokohnya. Hal itu pun membuat novel Dan Hujan pun Berhenti semakin kental dengan nuansa psikologis. Dan Hujan pun Berhenti pertama kali ditulis oleh Farida Susanty pada 2006, kemudian berhasil diterbitkan pertama kali pada 2007. Dalam menulis karyanya, pengarang menyadari bahwa novel Dan Hujan pun Berhenti merupakan jenis cerita angst dan gelap, yaitu jenis cerita yang menggambarkan kesedihan, ketakutan, kecemasan, dan perasaan tidak nyaman. Setiap karya sastra yang dihasilkan Farida Susanty pun banyak menceritakan mengenai permasalahan kejiwaan yang dialami oleh para tokohnya. Hal ini tergambar pula dalam kumpulan cerpen berjudul Karena Kita Tidak Saling Kenal (2012). Kumpulan cerpen tersebut bercerita tentang beberapa tokoh yang merasa asing dengan suatu hal, yaitu Tuhan, lingkungan, diri sendiri, dan lain sebagainya. Melalui novel Dan Hujan pun Berhenti, Farida Susanty pun berhasil menjadi pemenang Khatulistiwa Literary Award pada 2007 sebagai penulis muda berbakat. Berdasarkan uraian di atas, pendekatan yang sesuai untuk memahami perilaku-perilaku abnormal para tokoh remaja dalam novel Dan Hujan pun Berhenti adalah psikologi sastra. Dengan psikologi sastra, diharapkan dapat mengetahui dan memahami aspek-aspek kejiwaan yang ada dalam diri para tokoh (Ratna, 2011: 342). Sementara itu, alasan dipilihnya teenlit sebagai objek kajian dalam penelitian ini karena teenlit merupakan karya sastra populer yang bertema 5 kehidupan remaja dengan segala kisah yang dialaminya. Oleh karena itu, sesuai dengan penelitian ini, yaitu mengenai perilaku abnormal para tokoh remaja. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang penelitian yang telah diuraikan, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut. 1. Perilaku abnormal para tokoh remaja dalam novel Dan Hujan Pun Berhenti karya Farida Susanty. 2. Faktor penyebab perilaku abnormal para tokoh remaja dalam novel Dan Hujan Pun Berhenti karya Farida Susanty 3. Hubungan antara pengarang dan novel Dan Hujan pun Berhenti sebagai bentuk ketidaksadaran pengarang. 1.3 Tujuan Penelitian Sesuai dengan uraian di atas, penelitian ini mempunyai dua tujuan utama, yaitu tujuan teoretis dan tujuan praktis. Tujuan teoretis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut. 1. Penelitian ini dilakukan untuk mendeskripsikan perilaku-perilaku abnormal para tokoh remaja dalam novel Dan Hujan Pun Berhenti karya Farida Susanty. 2. Penelitian ini dilakukan untuk mengkaji faktor-faktor penyebab perilaku abnormal para tokoh remaja dalam novel Dan Hujan Pun Berhenti karya Farida Susanty. 6 3. Penelitian ini dilakukan untuk menguraikan hubungan antara pengarang dan novel Dan Hujan pun Berhenti sebagai bentuk ketidaksadaran pengarang. Tujuan praktis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut. Pertama, meningkatkan apresiasi masyarakat terhadap teenlit, khusunya novel Dan Hujan Pun Berhenti karya Farida Susanty. Kedua, mengaplikasikan teori psikologi sastra sebagai alat untuk menganalisis novel. Ketiga, penelitian ini diharapkan dapat menambah khazanah penelitian sastra, khususnya mengenai hubungan antara psikologi dan sastra. 1.4 Tinjauan Pustaka Beberapa orang berpendapat mengenai novel Dan Hujan pun Berhenti karya Farida Susanty. Pendapat-pendapat tersebut pun telah dicantumkan di dalam novel tersebut. Menurut Sitta Karina (penulis novel Lukisan Hujan dan Pesan dari Bintang), novel Dan Hujan pun Berhenti memiliki cerita yang intens dan tanpa ampun. Pembaca seolah-olah dibawa penulis untuk menyelami jurang terdalam para tokohnya dengan menggunakan gaya menulis dan ilustrasi kata yang spontan dan liar. Kemudian, menurut Luna Torashyngu (penulis novel Victory, trilogi Sweet Angel, dan Beauty and The Best), cerita dalam novel Dan Hujan pun Berhenti sangat menarik, sehingga membuat penasaran. Pembaca pun susah untuk menebak akhir ceritanya. Selain itu, alur yang disajikan secara beganti-ganti tersusun rapi dan berkesinambungan. Temanya pun merupakan jenis cerita suram dan berbeda dengan teenlit-teenlit lain pada umumnya. Selain itu, menurut Angling (mahasiswa Universitas Gadjah Mada), novel Dan Hujan pun Berhenti 7 merupakan novel yang suram dan tidak wajar, tetapi memiliki sentuhan intelektualitas. Berdasarkan komentar dari beberapa orang tersebut dapat simpulkan bahwa novel Dan Hujan pun Berhenti merupakan cerita yang suram dan tidak wajar, yaitu cerita yang menggambarkan kesedihan dan keputusasaan, sehingga teenlit ini berbeda dengan teenlit-teenlit yang lain. Penulisnya pun menceritakan kondisi terpuruk para tokohnya secara mendalam. Oleh karena itu, para pembaca dapat ikut serta merasakan kesedihan yang dialami oleh para tokoh tersebut. Novel Dan Hujan pun Berhenti pernah dijadikan objek penelitian oleh Arshinta Dwi Nurhana (mahasiswa Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Universitas Ahmad Dahlan) dalam skripsinya yang berjudul “Dampak Broken Home dalam Novel Dan Hujan pun Berhenti karya Farida Susanty dan Alternatifnya sebagai Bahan Ajar Sastra” (2014). Skripsi tersebut secara khusus mendeskripsikan mengenai broken home yang meliputi faktor-faktor penyebab terjadinya, dampaknya terhadap perkembangan anak (tokoh utama), dan alternatifnya sebagai bahan ajar sastra. Kesimpulan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut. Pertama, penyebab terjadinya broken home adalah adanya hubungan orang tua yang tidak baik dan masalah kesibukan. Kedua, dampak broken home bagi perkembangan anak adalah gangguan perkembangan kepribadian tokoh Leo, yaitu depresi, gangguan kecemasan, perilaku bunuh diri, dan gangguan stres pascatrauma. Ketiga, novel Dan Hujan pun Berhenti karya Farida Susanty layak dijadikan sebagai alternatif bahan ajar melalui metode 8 berbasis kisah (novel) dalam pengajaran sastra di SMA kelas XII kurikulum 2013 melalui metode berbasis kisah (novel) pada KD 3.1 dan 4.1. Selain itu, novel Dan Hujan pun Berhenti juga telah dijadikan objek kajian oleh Resta Slamet Setiadi (mahasiswa jurusan sastra Indonesia, Universitas Pamulang) dalam skripsinya yang berjudul “Analisis Karakter Tokoh Utama Novel Dan Hujan pun Berhenti Karya Farida Susanty” (2015). Namun, informasi mengenai teori, pembahasan, dan kesimpulan tidak dapat diketahui lebih lanjut karena peneliti sulit untuk mengakses penelitian tersebut. Selain merujuk pada penelitian yang berkaitan dengan objek material, penelitian ini juga merujuk pada penelitian yang berkaitan dengan objek formal, yaitu penelitian mengenai perilaku dan kepribadian tokoh yang menggunakan teori psikologi sastra atau psikoanalisis. Berikut ini beberapa penelitian yang dapat ditelusuri peneliti. Skripsi yang berjudul “Kajian Psikoanalisis: Trilogi Ronggeng Dukuh Paruk karya Ahmad Tohari” oleh Fathma Kamaliya (2006), mahasiswa jurusan sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Gadjah Mada, membahas mengenai gejala kejiwaan para tokoh yang terdapat dalam Trilogi Ronggeng Dukuh Paruk. Dalam penelitian ini disimpulkan bahwa kegilaan yang dialami oleh tokoh utama, yaitu Srintil disebabkan oleh ego yang lemah, sehingga superego mengalami kekalahan. Selain itu, dapat diketahui bahwa tokoh Srintil dan Rasus mengalami konflik batin yang disebabkan oleh faktor luar dan faktor dalam dirinya. 9 Skripsi yang berjudul “Teks Drama Dag Dig Dug karya Putu Wijaya: Kajian Psikoanalisis Sigmund Freud” oleh Pekik Nursasongko (2006), mahasiswa jurusan sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Gadjah Mada, membahas dinamika kepribadian para tokoh pada teks DDD. Dalam penelitian ini disimpulkan bahwa tokoh-tokoh mengalami dinamika kepribadian, seperti yang terjadi pada tokoh Chairul Umam, Cokro, Tamu, Ibrahim, dan Tobing. Nursasongko menggunakan teori psikoanalisis Sigmund Freud sebagai alat untuk menganalisisnya. Selain itu, Nursasongko menyimpulkan bahwa teks drama DDD merupakan bentuk representasi dari masyarakat menengah ke bawah yang lemah dan tidak memiliki kepentingan politik dan kekuasaan. Skripsi yang berjudul “Gangguan Jiwa dan Perilaku Abnormal TokohTokoh Novel Dadaisme karya Dewi Sartika” oleh Denta Sahputri (2010), mahasiswa jurusan sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Gadjah Mada, membahas bentuk dan faktor penyebab gangguan jiwa serta perilaku abnormal pada tokoh-tokoh. Permasalahan tersebut dianalisis menggunakan psikologi sastra. Dalam penelitian ini disimpulkan bahwa tokoh-tokoh Dadaisme memiliki kepribadian yang kompleks dan mengalami gangguan jiwa. Perilaku abnormal yang dialami oleh para tokoh tersebut membawa mereka pada proses penghancuran diri sendiri. Selain itu, Saputri pun meneliti pengaruh tema psikologis terhadap estetika novel Dadaisme dan menyimpulkan bahwa struktur estetika novel Dadaisme pun abnormal, seperti tokoh-tokohnya. Skripsi yang berjudul “Analisis Psikologi Sastra Kumpulan Cerpen Bunga Tabur Terakhir karya G.M. Sudarta” oleh Ryan Dwi Yastuti (2013), mahasiswa 10 jurusan sastra Indonesia, Fakultas Sastra dan Seni Rupa, Universitas Sebelas Maret, membahas dan mendeskripsikan struktur kepribadian para tokoh. Kesimpulan dalam penelitian ini adalah id, ego, dan superego dapat memengaruhi tingkah laku, pola pikir, dan kejiwaan para tokoh utama dalam Bunga Tabur Terakhir. Skripsi yang berjudul “Abnormalitas Tokoh-Tokoh dalam Novel Pasung Jiwa karya Okky Madasari: Analisis Psikologi Sastra” oleh Vika Widiastuti (2015), mahasiswa jurusan sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Gadjah Mada, membahas bentuk-bentuk abnormalitas para tokoh yang terdapat dalam novel Pasung Jiwa karya Okky Madasari. Selain itu, dalam penelitian ini dipaparkan pula mengenai faktor-faktor penyebab abormalitas yang dialami oleh para tokohnya. Skripsi yang berjudul “Gangguan Jiwa pada Protagonis Novel Semusim, dan Semusim Lagi karya Andina Dwifatma: Kajian Psikoanalisis” oleh Indiana Malia (2015), mahasiswa jurusan sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Gadjah Mada membahas bentuk-bentuk dan faktor-faktor penyebab gangguan jiwa yang dialami oleh para tokoh dalam novel tersebut. Selain itu, dalam penelitian ini disampaikan hubungan antara novel Semusim, dan Semusim Lagi dan pengarang sebagai bentuk ketidaksadaran pengarang. Dalam penelitian ini, disimpulkan bahwa para tokoh memiliki gangguan jiwa seperti depresi, frustrasi, skizofrenia, kepribadian antisosial, dan gangguan disosiatif. Berdasarkan beberapa tinjauan pustaka di atas, terlihat bahwa novel Dan Hujan pun Berhenti pernah dijadikan objek kajian oleh peneliti lain. Meskipun 11 objek dan teori yang digunakan sama, akan tetapi penelitian ini memiliki beberapa perbedaan. Penelitian sebelumnya hanya membahas mengenai broken home dan menganalisis tokoh utamanya saja, sementara penelitian ini membahas gangguan kejiwaan dan perilaku abnormal yang dialami oleh para tokoh remaja dalam novel Dan Hujan pun Berhenti, yaitu Leostrada, Spiza, dan Stella, beserta faktor-faktor penyebabnya. Selain itu, dalam penelitian ini juga dibahas mengenai hubungan antara pengarang dan novel Dan Hujan pun Berhenti sebagai bentuk ketidaksadaran pengarang. Oleh karena itu, penelitian ini berbeda dengan penelitian sebelumnya, orisinalitas penelitian ini pun dapat dipertanggungjawabkan. 1.5 Landasan Teori Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah psikologi sastra. Fokus kajiannya adalah aspek-aspek psikologis para tokoh. Psikologi sastra memanfaatkan konsep-konsep dalam ilmu psikologi sebagai alat menganalisis dalam penelitian sastra. Teori psikologi yang digunakan sebagai landasan teori dalam penelitian ini adalah teori kepribadian dan psikologi abnormal. 1.5.1 Psikologi sastra Psikologi adalah ilmu pengetahuan tentang gejala dan kegiatan-kegiatan jiwa (KBBI, 2014:1109). Menurut Atkinson (via Minderop, 2013:3), psikologi adalah ilmu jiwa yang menyelidiki dan mempelajari tingkah laku manusia. Psikologi menurut Gleitman (via Syah, 2000:8) adalah ilmu pengetahuan yang 12 berusaha untuk memahami perilaku manusia, alasan, dan cara manusia melakukan sesuatu, serta memahami manusia dalam berpikir dan berperasaan. Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan, ilmu sastra pun mengalami perkembangan, di antaranya dengan adanya penelitian yang melibatkan teori psikologi. Analisis psikologi terhadap karya sastra tidak terlalu berlebihan karena yang dibicarakan oleh sastra dan psikologi sama-sama manusia. Sastra membicarakan manusia yang diciptakan oleh pengarang melalui imajinasinya, sedangkan psikologi membicarakan manusia yang diciptakan oleh Tuhan secara riil (Wiyatmi, 2009:106). Wellek dan Warren (1989:90) mengemukakan bahwa psikologi sastra mempunyai empat pengertian. Pertama, psikologi sastra adalah studi psikologi pengarang sebagai tipe atau sebagai pribadi. Kedua, psikologi sastra adalah studi proses kreatif. Ketiga, psikologi sastra adalah studi tipe dan hukum-hukum yang diterapkan pada karya sastra. Keempat, psikologi sastra mempelajari dampakdampak sastra kepada para pembacanya. Penelitian ini bertumpu pada pengertian ketiga yaitu studi hukum-hukum psikologi yang diterapkan untuk menganalisis semestaan tokoh. Selain itu, penelitian ini juga bertumpu pada pengertian pertama yaitu studi psikologi pengarang sebagai tipe atau sebagai pribadi. Menurut Endraswara (via Minderop, 2013:2), psikologi sastra memiliki peranan penting dalam pemahaman sastra. Pertama, psikologi sastra digunakan untuk mengkaji lebih dalam aspek perwatakan. Kedua, dengan pendekatan ini dapat memberikan umpan balik kepada peneliti tentang masalah perwatakan yang 13 dikembangkan. Ketiga, psikologi sastra sangat membantu dalam menganalisis karya sastra yang terdapat masalah-masalah psikologis 1.5.2 Psikologi Kepribadian Kepribadian adalah sifat hakiki yang tercermin pada sikap seseorang atau suatu bangsa yang membedakan dirinya dari orang atau bangsa lain (KBBI, 2014:1101). Menurut Santrock (via Minderop, 2013:4), kepribadian adalah pembawaan seseorang berupa pikiran, perasaan, dan tingkah laku yang memperlihatkan cara untuk beradaptasi dan berkompromi dalam kehidupan. Secara psikologi, kepribadian dapat mengacu pada pola karakteristik perilaku dan pola pikir yang menentukan penilaian seseorang terhadap lingkungan (Minderop, 2013:4). Manusia memiliki kepribadian yang berbeda dari manusia lain. Penciptaan tokoh dalam sebuah karya sastra oleh pengarang merupakan hasil cerminan dari manusia nyata. Dalam sebuah karya sastra, pengarang menciptakan tokoh-tokoh yang memiliki kepribadian berbeda untuk membangun sebuah cerita. Kepribadian tokoh yang berbeda-beda pun dapat membantu memperkuat alur cerita. Psikologi kepribadian merupakan ilmu jiwa yang mempelajari kepribadian manusia dengan objek penelitian berupa faktor-faktor yang memengaruhi tingkah laku manusia. Dalam psikologi kepribadian, hal yang dipelajari adalah kaitan antara ingatan dan pengamatan dengan perkembangan, kaitan antara pengamatan dan penyesuaian diri pada individu (Minderop, 2013:8). Terdapat tiga sasaran psikologi kepribadian, yaitu memperoleh informasi mengenai tingkah laku 14 manusia, mendorong individu untuk hidup secara memuaskan, dan membuat individu mampu mengembangkan segenap potensi yang dimiliki melalui perubahan lingkungan psikologis. Untuk memperoleh informasi mengenai kepribadian tokoh dan faktorfaktor yang memengaruhi tingkah lakunya dalam karya sastra, diperlukan pendekatan psikoanalisis untuk menyentuh unsur dasar dari alam pikir manusia. Freud membagi kepribadian ke dalam dua pokok bahasan, yaitu struktur kepribadian dan dinamika kepribadian. 1.5.2.1 Struktur Kepribadian Struktur psikis manusia menurut Freud (via Bertens, 1993:67) meliputi tiga instansi atau sistem yang berbeda-beda. 1.5.2.1.1 Id Id adalah lapisan yang paling fundamental dalam susunan psikis seorang manusia. Id merupakan bagian kepribadian yang sangat primitif dan sudah beroperasi sebelum bayi berhubungan dengan dunia luar. Oleh karena itu, id mengandung semua dorongan bawaan, yaitu insting-insting (Semiun, 2006:61). Selain itu, id meliputi sesuatu yang bersifat impersional atau anonim, tidak disengaja atau tidak disadari, dan daya-daya mendasar yang menguasi kehidupan psikis manusia (Bertens, 1993: 68). Id digunakan energi psikis dan naluri yang menekan manusia untuk memenuhi kebutuhan dasar (Minderop, 2011:21). Menurud Freud (via Minderop, 2013:21), Id berada di alam bawah sadar dan tidak 15 ada kontak dengan realitas. Id berdasar pada prinsip kesenangan, yang dicari adalah kenikmatan dan selalu menghindar dari ketidaknyamanan. Id hanya melakukan sesuatu yang disukai, misalnya naluri untuk mencari makan, naluri seksual, dan naluri untuk melindungi diri. Dalam melaksanakan tugas untuk menghindari rasa sakit dan mendapat kenikmatan, id memiliki dua proses. Pertama, tindakan-tindakan refleks adalah reaksi-reaksi otomatis dan bawaan. Tindakan-tindakan tersebut digunakan untuk mereduksikan tegangan. Kedua, proses primer merupakan suatu reaksi psikologis yang sedikit lebih rumit. Proses ini berusaha menghentingkan tegangan dengan membentuk khayalan tentang objek yang dapat menghilangkan tegangan tersebut. 1.5.2.1.2 Ego Ego mulai tumbuh dari id melalui kontaknya dengan dunia luar. Aktivitas ego dapat secara sadar, prasadar, dan tidak sadar. Freud (via Bertens, 1993:71) berkata bahwa ego dikuasai oleh prinsip realitas sebagaimana tampak dalam pemikiran yang objektif, sesuai dengan tuntutan-tuntutan sosial, bersifat rasional. Perbedaan pokok antara id dan ego adalah id hanya mengenal kenyataan subjektif jiwa, sedangkan ego dapat membedakan antara hal-hal yang terdapat dalam batin dan hal-hal yang terdapat dalam dunia luar (Semiun, 2006:64). Ego merupakan pemimpin utama dalam kepribadian, ego menolong manusia dalam menentukan sesuatu yang harus dipilih dan dikerjakan. Selain itu, ego bertugas untuk menyeimbangkan tuntutan dari id dan superego yang bertentangan dan tidak realistis (Semiun, 2006:65). 16 Ego mengikuti prinsip kenyataan dan beroperasi menurut proses sekunder. Tujuan prinsip kenyataan adalah mencegah terjadinya tegangan sampai ditemukan suatu objek yang cocok untuk pemuasan kebutuhan. Untuk sementara waktu, prinsip kenyataan menunda prinsip kenikmatan, hingga objek yang diinginkan dapat ditemukan. Perbedaan prinsip kenikmatan dan prinsip kenyataan adalah prinsip kenikmatan hanya merasakan pengalaman menyenangkan atau menyakitkan, sedangkan prinsip kenyataan menanyakan sesuatu yang benar atau salah (Semiun, 2006:64). 1.5.2.1.3 Superego Superego adalah instansi yang melepaskan diri dari ego dalam bentuk observasi diri, kritik diri, larangan, dan tindakan refleksif lainnya (Bertens, 2011:72). Superego dapat dikatakan sebagai hati nurani yang mengenali nilai baik dan buruk. Superego tidak mempertimbangkan realitas karena tidak bergulat dengan hal-hal realistis (Minderop, 2013:23). Aktivitas superego akan berupa emosi-emosi yang ada dalam diri, misalnya rasa bersalah, rasa simpati, rasa malu, dan rasa menyesal. Superego memiliki dua subsistem, yaitu suara hari dan ego ideal. Freud (via Semiun, 2006:66) tidak membedakan fungsi keduanya, tetapi pada umumnya suara hati merupakan hasil dari pengalaman dengan hukuman yang diberikan orang tua atas tingkah laku yang tidak tepat. Sebaliknya, ego ideal berkembang dari pengalaman dengan hadiah-hadiah untuk tingkah laku yang tepat. Oleh 17 karena itu, perasaan bersalah adalah fungsi dari suara hati, sedangkan perasaan rendah diri disebabkan oleh ego ideal (Freud via Semiun, 2006:67). 1.5.2.2 Dinamika Kepribadian Dinamika kepribadian digunakan Freud (via Alwisol, 2004:22) untuk menjelaskan kegunaan energi dalam kehidupan manusia. Freud menyebut energi tersebut sebagai energi psikis dalam ranah psikologi (via Hall dan Lindzey, 2003:69). Dalam dinamika kepribadian terdapat insting, kecemasan, distribusi dan penggunaan energi psikis, dan mekanisme pertahanan ego. 1.5.2.2.1 Insting Insting merupakan suatu hal yang telah dibawa sejak lahir oleh manusia. Menurut Alwisol (2004:23), insting adalah perwujudan psikologis dari kebutuhan tubuh yang menuntut kepuasan. Sedangkan menurut Freud (via Minderop, 2013:24—25), insting adalah representasi psikologis bawaan dari eksitasi (keadaan tegang dan terangsang) akibat munculnya suatu kebutuhan tubuh. Perwujudan psikologisnya disebut sebagai hasrat, sedangkan rangsangan jasmaniahnya disebut kebutuhan (Hall dan Lindzey, 2003:69). Insting menurut Freud dibagi menjadi dua bagian, yaitu insting kehidupan dan insting kematian. Insting kehidupan disebut juga Eros, yaitu dorongan yang menjamin survival dan reproduksi, seperti lapar, haus, dan seks (Alwisol, 2004:24). Sedangkan insting kematian mendorong manusia untuk merusak diri 18 sendiri (Alwisol, 2004:25). Pada dasarnya, tujuan semua kehidupan adalah kematian (Freud via Hall dan Lindzey; 2003:73). 1.5.2.2.2 Kecemasan Kecemasan adalah variabel penting dari semua teori kepribadian. Kecemasan merupakan dampak dari konflik yang menjadi bagian kehidupan yang tidak terhindarkan dan dipandang sebagai komponen dinamika kepribadian yang paling utama. Kecemasan adalah fungsi ego untuk memperingatkan individu tentang kemungkinan datangnya suatu bahaya, sehingga dapat disampaikan reaksi adaptif yang sesuai (Alwisol, 2004:28). Freud (via Semiun, 2006:88) membedakan tiga macam kecemasan yaitu sebagai berikut. Pertama, kecemasan realistik atau kecemasan objektif adalah perasaan yang tidak menyenangkan dan tidak spesifik terhadap suatu bahaya yang mungkin terjadi. Kecemasan ini serupa dengan ketakutan. Kedua, kecemasan neurotik adalah ketakutan terhadap suatu bahaya yang tidak diketahui. Perasaan tersebut terdapat dalam ego, tetapi sumbernya dari dorongan-dorongan id. Ketiga, kecemasan moral adalah kecemasan yang terjadi karena adanya konflik antara ego dan superego. Fungsi kecemasan adalah memperingatkan seseorang terhadap datangnya bahaya. Hal tersebut merupakan isyarat bagi ego untuk melakukan tindakan agar terhindar dari bahaya (Hall dan Lindzey, 2003:81). Sedangkan kecemasankecemasan yang tidak dapat dicegah dengan tindakan-tindakan, disebut sebagai traumatik (Hall dan Lindzey, 2003:81). 19 1.5.2.2.3 Distribusi dan Pemakaian Energi Dinamika kepribadian ditentukan oleh cara psikis didistribusi dan dipakai oleh id, ego, dan superego. Jumlah energi psikis sangat terbatas, sehingga unsurunsur tersebut berebut untuk mendapatkannya. Pada mulanya, seluruh energi psikis menjadi milik id dan digunakan untuk memenuhi hasrat melalui aksi refleks, proses primer. Ego tidak mempunyai energi sendiri, sehingga harus menarik dari energi id. Energi yang diambil dari id semakin banyak karena ego lebih berhasil mereduksi tegangan. Proses pengalihan energi tersebut disebut sebagai identifikasi. Seperti ego, superego mendapat energi dari id melalui proses identifikasi. Sesuatu yang dikerjakan superego, seringkali bertentangan dengan impuls-impuls id (Alwisol, 2004:26—27). 1.5.2.2.4 Mekanisme Pertahanan Mekanisme pertahanan adalah strategi yang dipakai individu untuk bertahan melawan ekspresi impuls id, serta menentang tekanan superego. Freud (via Feist, 2013:40) mengidentifikasi delapan mekanisme pertahanan utama, yaitu sebagai berikut. Pertama, represi adalah mekanisme pertahanan yang paling mendasar. Manakala ego terancam oleh dorongan-dorongan id yang tidak dikehendaki, ego melindungi dirinya dengan merepresi dorongan-dorongan tersebut dengan cara memaksa perasaan-perasaan mengancam masuk ke alam tidak sadar. Kedua, pembentukan reaksi adalah proses mekanisme pertahanan berupa dorongan yang mengalami tekanan menyembunyikan diri dalam selubung yang sama sekali bertentangan dengan bentuk semula. Ketiga, pengalihan adalah 20 proses mekanisme pertahanan berupa seseorang yang mengarahkan dorongandorongan yang tidak sesuai pada sejumlah orang atau objek, sehingga dorongan aslinya terselubung atau tersembunyi. Keempat, fiksasi merupakan keterikatan permanen dari libido pada tahap perkembangan sebelumnya yang lebih primitif. Kelima, regresi terjadi apabila pada saat libido melewati tahap perkembangan tertentu, di masa-masa penuh stres dan kecemasan, libido bisa kembali ke tahap yang sebelumnya. Keenam, proyeksi terjadi apabila dorongan dari dalam menyebabkan kecemasan yang berlebihan. Ego biasanya mengurangi rasa cemas tersebut dengan mengarahkan dorongan yang tidak diinginkan pada objek eksternal. Ketujuh, introyeksi adalah mekanisme pertahanan yang dilakukan apabila seseorang meleburkan sifat-sifat posotof orang lain ke dalam egonya sendiri. Pada usia berapapun, manusia bisa mengurangi kecemasan yang terkait dengan perasaan kekurangan dengan cara mengadopsi atau melakukan introyeksi atas nilai-nilai, keyakinan-keyakinan, dan perilaku orang lain. Kedelapan, sublimasi merupakan represi dari tujuan denital dari Eros dengan cara menggantinya ke hal-hal yang bisa diterima, baik secara kultural ataupun sosial. 1.5.3 Psikologi Abnormal Gangguan psikologis dapat meliputi pola-pola perilaku abnormal yang berhubungan dengan gangguan dalam kesehatan mental atau fungsi psikologis (Nevid dkk, 2009a:31). Abnormal adalah tidak sesuai dengan keadaan yang biasa; mempunyai kelainan; dan tidak normal (KBBI, 2014:3). Menurut Supratiknya (1995:14), istilah abnormal dapat merujuk pada aspek batiniah atau aspek perilaku 21 yang dapat langsung diamati pada perilaku spesifik tertentu, seperti fobia dan skizofrenia. Psikologi abnormal merupakan salah satu cabang ilmu psikologi yang berupaya memahami pola perilaku abnormal tersebut (Nevid dkk, 2009a:4). Kategori yang digunakan para ahli kesehatan mental dalam menentukan abnormalitas pada seseorang adalah sebagai berikut (via Nevid dkk, 2009a:5—7). Pertama, perilaku yang tidak biasa dilakukan. Kedua, perilaku yang tidak dapat diterima secara sosial atau melanggar norma sosial. Ketiga, persepsi atau interpretasi seseorang yang salah terhadap realitas. Keempat, seseorang yang berada dalam stres personal yang signifikan. Kondisi stres personal tersebut diakibatkan oleh gangguan emosi, yaitu kecemasan, ketakutan, dan depresi. Kelima, perilaku maladatif atau self-defeating adalah perilaku yang menghasilkan ketidakbahagiaan. Perilaku tersebut membatasi kemampuan seseorang untuk berfungsi dan beradaptasi di lingkungannya. Keenam, perilaku yang menimbulkan bahaya bagi diri sendiri ataupun orang lain. Berdasarkan kategori tersebut, beberapa perilaku yang termasuk dalam golongan gangguan psikologis dan abnormal adalah sebagai berikut. 1.5.3.1 Gangguan Anxietas Anxietas atau kecemasan adalah suatu keadaan aprehensi atau khawatir yang mengeluhkan bahwa sesuatu yang buruk akan segera terjadi (Nevid dkk, 2009a:163). Kecemasan merupakan suatu hal yang tepat untuk merespon ancaman. Namun, kecemasan dapat menjadi abnormal apabila tingkatannya tidak sesuai dengan porsi ancaman atau muncul tanpa adanya sebab yang jelas. 22 Gangguan anxietas memiliki beberapa tipe, yaitu sebagai berikut. Pertama, gangguan panik merupakan bentuk serangan panik yang berlangsung secara berulang dan tidak terduga. Menurut Glass (via Nevid dkk, 2009a:166), seranganserangan panik melibatkan reaksi kecemasan yang intens dan disertai dengan simton-simton fisik, seperti jantung berdebar-debar, kesulitan dalam bernafas, banyak mengeluarkan keringat, dan lemas. Kedua, gangguan kecemasan menyeluruh ditandai dengan perasaan cemas yang tidak dipicu oleh suatu objek, situasi, dan aktivitas yang spesifik. Gangguan kecemasan menyeluruh menyebabkan terjadinya peningkatan keterangsangan tubuh (Nevid dkk, 2009a:167). Ketiga, gangguan fobia adalah rasa takut yang presisten terhadap objek atau situasi. Rasa takut tersebut tidak sebanding dengan ancamannya. Seseorang dengan gangguan fobia tidak kehilangan kontak dengan realitas. Mereka mengetahui bahwa ketakutan yang dialami merupakan hal yang berlebihan dan tidak pada tempatnya (Nevid dkk, 2009a:168). Keempat, gejala yang ditimbulkan gangguan obsesi kompulsif berupa adanya pikiran atau perasaan atau keyakinan yang sangat kuat tentang suatu hal yang diikuti dengan kecenderungan untuk terus-menerus melakukan hal tersebut (Sarwono, 2004:221). Kelima, gangguan stres akut adalah suatu reaksi stres traumatis yang terjadi dalam rentang waktu tertentu setelah pemaparan terhadap suatu peristiwa traumatis. Sedangkan, gangguan stres pascatrauma adalah suatu reaksi maladatif yang berkepanjangan terhadap suatu peristiwa traumatis (Nevid dkk, 2009a:174). 23 1.5.3.2 Gangguan Mood dan Bunuh Diri Gangguan mood adalah gangguan pada perasaan yang berlangsung sangat lama, tidak seperti biasanya, atau parah. Hal tersebut cukup serius karena dapat mengganggu fungsi sehari-hari. Terdapat dua jenis gangguan perasaan yaitu sebagai berikut. Pertama, gangguan depresi yang berupa depresi mayor dan gangguan distimik. Kedua, gangguan yang melibatkan perubahan perasaan, yaitu gangguan bipolar dan gangguan siklotimik (Nevid dkk, 2009a:269). Gangguan perasaan sering dihubungkan dengan bunuh diri. Bunuh diri adalah hal yang dilakukan dengan sengaja untuk mematikan diri sendiri (KBBI, 2014:225). Seseorang yang mencoba untuk bunuh diri sering kali depresi, tetapi masih memiliki kontak dengan realitas. Seseorang melakukan bunuh diri dikarenakan kurang memiliki keterampilan dalam memecahkan permasalahannya. Mereka yang melakukan bunuh diri seringkali memberikan tanda dari niatannya, berupa pesan mengenai pikiran-pikiran ingin bunuh dirinya (Nevid dkk, 2009a:270). 1.5.3.3 Gangguan Kepribadian Gangguan kepribadian adalah pola perilaku atau cara berhubungan seseorang dengan orang lain yang benar-benar kaku (Nevid dkk, 2009a:273). Kekakuan tersebut menghalangi seseorang untuk menyesuaikan diri terhadap tuntutan eksternal. Seseorang dengan gangguan kepribadian pada umumnya tidak merasa perlu untuk mengubah diri. Jenis-jenis gangguan kepribadian adalah sebagai berikut. Pertama, gangguan kepribadian paranoid adalah sebuah 24 gangguan yang ditandai oleh kecurigaan akan motif orang lain, namun belum sampai pada titik delusi (Nevid dkk, 2009a:274). Kedua, gangguan kepribadian skizoid adalah gangguan yang ditandai dengan kurangnya minat dalam hubungan sosial, afek yang datar, dan penarikan diri dari lingkungan sosial (Nevid dkk, 2009a:274). Ketiga, gangguan kepribadian skizopital adalah sebuah gangguan yang ditandai dengan keeksentrikan dalam pikiran dan perilaku, tetapi tanpa ciri psikotik yang jelas (Nevid dkk, 2009a:275). Keempat, gangguan kepribadian antisosial adalah sebuah gangguan yang ditandai dengan perilaku antisosial, tidak bertanggungjawab, dan kurangnya penyesalan terhadap kesalahan yang telah diperbuat (Nevid dkk, 2009a:277). Kelima, gangguan kepribadian ambang adalah sebuah gangguan yang ditandai dengan perubahan yang cepat dalam mood, kurangnya kepekaan diri yang koheren, dan perilaku yang tidak diduga atau impulsif (Nevid dkk, 2009a:279). Keenam, gangguan kepribadian histrionik adalah gangguan yang ditandai dengan kebutuhan yang berlebihan berupa perhatian, pujian, dukungan berulang, dan persetujuan (Nevid dkk, 2009a:282). Ketujuh, gangguan kepribadian narsisistik adalah gangguan yang ditandai dengan citra diri yang membumbung serta diikuti dengan tuntutan akan perhatian dan pujian (Nevid dkk, 2009a:283). Kedelapan, gangguan kepribadian menghindar adalah sebuah gangguan yang ditandai dengan penghindaran terhadap hubungan sosial karena takut akan penolakan (Nevid dkk, 2009a:285). Kesembilan, gangguan kepribadian obsesif kompulsif adalah sebuah gangguan yang ditandai oleh cara berhubungan dengan 25 orang lain yang kaku, cenderung perfeksionis, kurangnya spontanitas, dan perhatian yang berlebihan akan detail (Nevid dkk, 2009a:287). Kesepuluh, gangguan kepribadian dependen adalah gangguan yang ditandai dengan kesulitan dalam membuat keputusan yang mandiri dan perilaku bergantung yang berlebihan (Nevid dkk, 2009a:286). 1.5.3.4 Gangguan Skizofrenia Skizofrenia adalah gangguan psikotik kronis yang ditandai dengan episode akut yang mencakup kondisi terputus dengan realitas, yang ditampilkan dalam ciri-ciri seperti waham, halusinasi, pikiran tidak logis, pembicaraan yang tidak koheren, dan perilaku yang aneh (Nevid dkk, 2009b:137). Ditinjau dari segi proses munculnya, dapat dibedakan menjadi dua macam. Pertama, skizofrenia proses adalah skizofrenia yang berkembang secara pelan dan bertahap. Kedua, skizofrenia reaktif adalah skizofrenia yang muncul secara tiba-tiba serta ditandai dengan kekacauan emosi yang cukup berat (Supratiknya, 1995:71). Skizofrenia memiliki beberapa tipe, yaitu sebagai berikut. Pertama, penderita tipe kabur memiliki ciri-ciri mengalami delusi, halusinasi, gangguan pikiran, dan kekacauan berat, namun tidak cocok dikategorikan ke dalam salah satu dari dua tipe berikut ini. Kedua, penderita tipe paranoid memiliki ciri-ciri riwayat sikap curiga yang semakin meningkat dan kesulitan dalam menjalani hubungan antarpribadi. Ketiga, tipe katatonik biasanya muncul secara tiba-tiba. Pada umumnya, penderita memiliki riwayat bertingkah laku eksentrik disertai kecenderungan menarik diri dari realitas (Supratiknya, 1995:72—73). 26 1.5.4 Model Perilaku Abnormal Menurut Supratiknya (1995:17), terdapat tujuh model perilaku abnormal, yaitu sebagai berikut. Pertama, model biologis berhubungan dengan perilaku abnormal yang timbul akibat adanya kondisi organik tidak sehat yang merusak fungsi sistem syaraf pusat di otak. Kedua, model psikoanalitik diturunkan dari teori psikoanalisis Freud, yaitu perilaku abnormal yang disebabkan oleh situasi menekan yang mengancam akan menimbulkan kecemasan dalam diri seseorang. Ketiga, model behavioristik adalah model yang menganggap perilaku abnormal terjadi karena proses belajar yang salah. Keempat, model humanistik adalah model yang menganggap bahwa terhambatnya atau terdistorsinya perkembangan pribadi serta kecenderungan wajar ke arah kesehatan fisik dan mental sebagai penyebab terjadinya perilaku abnormal. Kelima, model ekstensial berhubungan dengan perilaku abnormal yang timbul karena manusia modern terjebak dalam kondisi tidak menyenangkan. Hal itu merupakan bentuk pahit dari proses modernisasi. Keenam, model interpersonal berhubungan dengan perilaku abnormal yang disebabkan oleh hubungan antarpribadi yang tidak memuaskan. Ketujuh, model sosiokultural menganggap perilaku abnormal disebabkan oleh keadaan-keadaan objektif di masyarakat yang bersifat merugikan, seperti kemiskinan, diskriminasi, prasangka ras, dan kekejaman atau kekerasan. 1.5.5 Teori Mimpi Freud (via Minderop, 2013:16) menghubungkan karya sastra dengan mimpi. Keduanya dianggap memberikan kepuasan secara tidak langsung. 27 Kebesaran seorang penulis dan karyanya pun terletak pada kualitas ketidaksadaran (Freud via Minderop, 2013:16). Karya seni, seperti mimpi, bukan terjemahan langsung dari realitas. Oleh karena itu, pemahaman terhadap eksistensinya harus dilakukan melalui interpretasi. Perbedaan antara karya sastra dan mimpi adalah karya sastra terdiri atas bahasa yang bersifat linier, sedangkan mimpi terdiri atas tanda-tanda figuratif yang tumpang-tindih dan campur aduk (Minderop, 2013:16—17). Menurut Endraswara (via Minderop, 2013:17), mimpi dalam sebuah karya sastra merupakan angan-angan halus dari si penulis. 1.6 Metode Penelitian Dalam penelitian ini, terdapat dua metode yang digunakan, yaitu metode pengumpulan data dan metode analisis data. Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah kepustakaan. Data yang dikumpulkan berupa data primer dan data sekunder. Data primer dalam penelitian ini adalah hal-hal mengenai perilaku abnormal yang dialami para tokoh remaja dalam novel Dan Hujan pun Berhenti. Selain itu, akan dikumpulkan pula perihal yang berkaitan dengan pengarang. Sementara itu, data sekundernya adalah mengenai teori dan istilah-istilah psikologi yang berhubungan dengan novel Dan Hujan pun Berhenti karya Farida Susanty. Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif analisis. Menurut Ratna (2013:53), metode deskriptif analisis merupakan metode yang dilakukan dengan cara mendeskripsikan fakta-fakta yang 28 kemudian disusul dengan analisis. Analisis psikologi sastra pada dasarnya sangat berhubugan dengan dua hal, yaitu pengarang dan karya sastra. Selain itu, penelitian ini juga menggunakan metode interpretasi mimpi yang digunakan untuk menganalisis hubungan antara pengarang dan karya sastranya. Metode tersebut digunakan karena objek penelitian ini berhubungan dengan disiplin ilmu lain, yaitu psikologi. Penciptaan karya sastra merupakan hasil kerja alam bawah sadar (Freud via Minderop, 2013:68). Kesamaan sastra dengan alam tak sadar manusia seperti terungkap dalam penelitian mimpi. Kemudian, adanya kesejajaran mimpi dan sastra dapat dilihat dari hubungan proses elaborasi karya sastra dan elaborasi mimpi. Karya seni merupakan hasil keseluruhan rangsangan dan eksistensi yang sulit untuk ditangkap, tetapi pemahamannya dapat ditelusuri melalui interpretasi. Freud berpedoman bahwa mimpi adalah perwujudan hasrat (Minderop, 2013:70). Dengan demikian, metode interpretasi mimpi dapat digunakan untuk mengetahui proses penciptaan sebuah karya sastra oleh pengarang. Dengan mengasumsikan karya sastra sebagai mimpi yang berasal dari ketidaksadaran pengarang, proses interpretasi mimpi dilakukan dengan cara melakukan pengamatan terhadap pengarang. Kegiatan tersebut dapat dilakukan dengan cara membaca berbagai artikel mengenai pengarang dan hasil tulisan pengarang. Kemudian, dari hasil pembacaan tersebut akan ditemukan hubungan ketidaksadaran pengarang yang tampak melalui berbagai simbol. Berdasarkan penjabaran di atas, langkah-langkah yang diambil dalam penelitian ini adalah sebagai berikut. 29 1) Melakukan pembacaan novel Dan Hujan pun Berhenti karya Farida Susanty secara berulang-ulang agar peneliti lebih memahami isi cerita secara keseluruhan. 2) Mengidentifikasi dan mengklasifikasikan perilaku abnormal para tokoh yang ada dalam novel Dan Hujan pun Berhenti. Identifikasi dan klasifikasi dilakukan berdasarkan hal-hal yang disampaikan di landasan teori. Dengan melakukan hal tersebut, peneliti dapat menggolongkan perilaku para tokoh remaja. 3) Mencari faktor internal penyebab perilaku abnormal para tokoh remaja dengan menggunakan teori kepribadian Freud. 4) Mencari faktor eksternal penyebab perilaku abnormal para tokoh remaja melalui penggambaran pengarang dalam novel Dan Hujan pun Berhenti. 5) Melakukan pembacaan artikel mengenai pengarang dan hasil tulisan pengarang. 6) Mencari hubungan antara novel Dan Hujan pun Berhenti dan pengarang sebagai bentuk ketidaksadaran pengarang. 7) Menyimpulkan dan melaporkan hasil penelitian dalam bentuk tulisan. 1.7 Sistematika Laporan Penelitian Penulisan hasil laporan penelitian ini disusun dengan sistematika sebagai berikut. Bab I berisi pendahuluan yang terdiri atas (1) latar belakang penelitian, (2) rumusan masalah, (3) tujuan penelitian, (4) tinjauan pustaka, (5) landasan teori, (6) metode penelitian, dan (7) sistematika laporan penelitian. Bab II berisi 30 penjabaran perilaku-perilaku abnormal para tokoh remaja dalam novel Dan Hujan pun Berhenti. Bab III berisi penjabaran faktor-faktor penyebab perilaku abnormal para tokoh remaja, yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Bab IV berisi uraian mengenai hubungan novel Dan Hujan pun Berhenti dengan pengarang sebagai bentuk ketidaksadaran pengarang. Bab V dalam penelitian ini berisi kesimpulan.