1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Penelitian
Sastra adalah karya dan kegiatan seni yang berhubungan dengan ekspresi
dan penciptaan (Sumardjo dan Saini, 1986:1). Menurut Endraswara (2013:129),
karya sastra terlahir sebagai manifestasi pengalaman kejiwaan pengarang yang
berupaya menangkap gejala di sekitarnya, kemudian diresepsi dan diekspresikan
melalui gagasannya. Sebagai sebuah karya imajiner, fiksi menawarkan berbagai
permasalahan manusia dan kemanusiaan, hidup dan kehidupan. Pengarang pun
menghayati berbagai permasalahan tersebut dengan penuh kesungguhan yang
kemudian diungkapkannya kembali melalui sarana fiksi sesuai dengan
pandangannya (Nurgiyantoro, 2005:2).
Tokoh merupakan pelaku dalam sebuah cerita. Kehadiran tokoh dalam
sebuah karya fiksi, khususnya novel, merupakan hal yang pasti karena tanpa
tokoh tidak akan ada cerita (Pujiharto, 2012:43). Melalui tokoh, pengarang dapat
pula menyampaikan gagasan dan pandangannya mengenai peristiwa di sekitarnya.
Menurut Minderop (2013:1), tokoh yang diciptakan oleh pengarang pun
mengalami perihal yang dialami oleh manusia di kehidupan nyata, sehingga para
pembaca dapat menemukan watak, perasaan, pemikiran, ide, kejiwaan, dan
pengalaman psikologis pada seorang tokoh.
1
2
Dalam sebuah karya fiksi terdapat kondisi kejiwaan dan pengalaman
psikologis dari seorang tokoh. Minderop (2013: 53) pun mengatakan bahwa karya
sastra sarat dengan unsur-unsur psikologis yang berasal dari kejiwaan pengarang,
para tokoh fiksi, dan pembaca. Oleh karena itu, dengan adanya kaitan antara tokoh
fiksi dan kondisi kejiwaan serta pengalaman psikologis, maka karya sastra
tersebut relevan untuk dikaji secara psikologis (Ratna, 2011:350). Kondisi
kejiwaan yang terdapat dalam sebuah karya fiksi akan digambarkan oleh
pengarang melalui perilaku para tokohnya secara langsung maupun tidak
langsung.
Karya sastra yang memuat kondisi kejiwaan dan pengalaman psikologis
para tokohnya merupakan jenis karya fiksi psikologis. Karya fiksi psikologis
adalah suatu istilah yang digunakan untuk menjelaskan sebuah novel yang
bergumul dengan spiritual, emosional, dan mental para tokohnya (Minderop,
2011:53). Sebuah karya fiksi psikologis lebih banyak memerhatikan perwatakan
daripada alur atau peristiwa.
Dewasa ini, telah banyak ditemukan novel yang di dalamnya menceritakan
kondisi kejiwaan dan pengalaman psikologis para tokohnya. Hal itu tergambar
pula dalam novel populer, khususnya teenlit. Para pengarang menghadirkan cerita
mengenai kehidupan remaja yang kompleks dalam karyanya. Para tokoh
dihadapkan dengan berbagai permasalahan yang dapat memengaruhi kondisi
kejiwaannya. Pada akhirnya, hal tersebut pun menyebabkan timbulnya gejolak
dalam diri para tokoh. Tema dalam sebuah teenlit tidak akan jauh dari
permasalahan remaja, yaitu percintaan, persahabatan, dan cerita keluarga. Namun,
3
yang membuat unik dari sebuah teenlit adalah penggambaran kepribadian dari
setiap tokohnya. Dalam menciptakan sebuah teenlit, pengarang pun banyak
menghadirkan kepribadian para tokoh remaja secara unik dan berbeda, sehingga
para tokoh tersebut memiliki perilaku dan caranya masing-masing dalam
menghadapi permasalahannya. Untuk menggambarkan hal tersebut, pegarang
banyak terinspirasi oleh kehidupan nyata yang ada di sekelilingnya.
Teenlit Dan Hujan pun Berhenti merupakan salah satu karya fiksi
psikologis. Seperti yang telah dibicarakan sebelumnya, tokoh dalam sebuah novel
digambarkan sebagai manusia pada umumnya yang memiliki perilaku bermacammacam. Setiap tokoh digambarkan mempunyai watak, gagasan, perasaan, dan
kondisi kejiwaan yang berbeda. Demikian pula yang terjadi dalam novel Dan
Hujan pun Berhenti, para tokoh diceritakan memiliki perilaku yang unik dan
cenderung berperilaku abnormal. Dengan membaca novel Dan Hujan pun
Berhenti secara menyeluruh, akan banyak ditemukan pertanyaan mengenai
perilaku-perilaku yang dimiliki para tokohnya beserta faktor penyebab timbulnya
perilaku tersebut. Selain itu, dalam novel Dan Hujan pun Berhenti terdapat
realitas psikologis para tokoh yang sangat menonjol. Pengarang menampakannya
dalam kasus yang beragam, yaitu dalam percintaan, kehidupan sekolah, dan
keluarga.
Novel Dan Hujan pun Berhenti menceritakan kisah para tokoh remaja
yang dihadapkan dengan permasalahan yang cukup kompleks dalam hidupnya.
Mereka mendapat tekanan dari masa lalu, sehingga menimbulkan gejolak
kejiwaan dalam dirinya. Tekanan masa lalu tersebut membuat para tokoh remaja
4
mencoba mencari pelarian diri yang membuatnya merasa nyaman. Pada akhirnya,
perlarian diri itu membuat para tokoh remaja melakukan perilaku-perilaku di luar
batas normal. Salah satu bentuk pelarian diri dalam teenlit ini adalah tindakan
bunuh diri yang dilakukan oleh beberapa tokohnya. Hal itu pun membuat novel
Dan Hujan pun Berhenti semakin kental dengan nuansa psikologis.
Dan Hujan pun Berhenti pertama kali ditulis oleh Farida Susanty pada
2006, kemudian berhasil diterbitkan pertama kali pada 2007. Dalam menulis
karyanya, pengarang menyadari bahwa novel Dan Hujan pun Berhenti merupakan
jenis cerita angst dan gelap, yaitu jenis cerita yang menggambarkan kesedihan,
ketakutan, kecemasan, dan perasaan tidak nyaman. Setiap karya sastra yang
dihasilkan Farida Susanty pun banyak menceritakan mengenai permasalahan
kejiwaan yang dialami oleh para tokohnya. Hal ini tergambar pula dalam
kumpulan cerpen berjudul Karena Kita Tidak Saling Kenal (2012). Kumpulan
cerpen tersebut bercerita tentang beberapa tokoh yang merasa asing dengan suatu
hal, yaitu Tuhan, lingkungan, diri sendiri, dan lain sebagainya. Melalui novel Dan
Hujan pun Berhenti, Farida Susanty pun berhasil menjadi pemenang Khatulistiwa
Literary Award pada 2007 sebagai penulis muda berbakat.
Berdasarkan uraian di atas, pendekatan yang sesuai untuk memahami
perilaku-perilaku abnormal para tokoh remaja dalam novel Dan Hujan pun
Berhenti adalah psikologi sastra. Dengan psikologi sastra, diharapkan dapat
mengetahui dan memahami aspek-aspek kejiwaan yang ada dalam diri para tokoh
(Ratna, 2011: 342). Sementara itu, alasan dipilihnya teenlit sebagai objek kajian
dalam penelitian ini karena teenlit merupakan karya sastra populer yang bertema
5
kehidupan remaja dengan segala kisah yang dialaminya. Oleh karena itu, sesuai
dengan penelitian ini, yaitu mengenai perilaku abnormal para tokoh remaja.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang penelitian yang telah diuraikan, maka rumusan
masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. Perilaku abnormal para tokoh remaja dalam novel Dan Hujan Pun Berhenti
karya Farida Susanty.
2. Faktor penyebab perilaku abnormal para tokoh remaja dalam novel Dan
Hujan Pun Berhenti karya Farida Susanty
3. Hubungan antara pengarang dan novel Dan Hujan pun Berhenti sebagai
bentuk ketidaksadaran pengarang.
1.3 Tujuan Penelitian
Sesuai dengan uraian di atas, penelitian ini mempunyai dua tujuan utama,
yaitu tujuan teoretis dan tujuan praktis. Tujuan teoretis dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut.
1. Penelitian ini dilakukan untuk mendeskripsikan perilaku-perilaku abnormal
para tokoh remaja dalam novel Dan Hujan Pun Berhenti karya Farida
Susanty.
2. Penelitian ini dilakukan untuk mengkaji faktor-faktor penyebab perilaku
abnormal para tokoh remaja dalam novel Dan Hujan Pun Berhenti karya
Farida Susanty.
6
3. Penelitian ini dilakukan untuk menguraikan hubungan antara pengarang dan
novel Dan Hujan pun Berhenti sebagai bentuk ketidaksadaran pengarang.
Tujuan praktis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut. Pertama,
meningkatkan apresiasi masyarakat terhadap teenlit, khusunya novel Dan Hujan
Pun Berhenti karya Farida Susanty. Kedua, mengaplikasikan teori psikologi sastra
sebagai alat untuk menganalisis novel. Ketiga, penelitian ini diharapkan dapat
menambah khazanah penelitian sastra, khususnya mengenai hubungan antara
psikologi dan sastra.
1.4 Tinjauan Pustaka
Beberapa orang berpendapat mengenai novel Dan Hujan pun Berhenti
karya Farida Susanty. Pendapat-pendapat tersebut pun telah dicantumkan di dalam
novel tersebut. Menurut Sitta Karina (penulis novel Lukisan Hujan dan Pesan dari
Bintang), novel Dan Hujan pun Berhenti memiliki cerita yang intens dan tanpa
ampun. Pembaca seolah-olah dibawa penulis untuk menyelami jurang terdalam
para tokohnya dengan menggunakan gaya menulis dan ilustrasi kata yang spontan
dan liar. Kemudian, menurut Luna Torashyngu (penulis novel Victory, trilogi
Sweet Angel, dan Beauty and The Best), cerita dalam novel Dan Hujan pun
Berhenti sangat menarik, sehingga membuat penasaran. Pembaca pun susah untuk
menebak akhir ceritanya. Selain itu, alur yang disajikan secara beganti-ganti
tersusun rapi dan berkesinambungan. Temanya pun merupakan jenis cerita suram
dan berbeda dengan teenlit-teenlit lain pada umumnya. Selain itu, menurut
Angling (mahasiswa Universitas Gadjah Mada), novel Dan Hujan pun Berhenti
7
merupakan novel yang suram dan tidak wajar, tetapi memiliki sentuhan
intelektualitas. Berdasarkan komentar dari beberapa orang tersebut dapat
simpulkan bahwa novel Dan Hujan pun Berhenti merupakan cerita yang suram
dan tidak wajar, yaitu cerita yang menggambarkan kesedihan dan keputusasaan,
sehingga teenlit ini berbeda dengan teenlit-teenlit yang lain. Penulisnya pun
menceritakan kondisi terpuruk para tokohnya secara mendalam. Oleh karena itu,
para pembaca dapat ikut serta merasakan kesedihan yang dialami oleh para tokoh
tersebut.
Novel Dan Hujan pun Berhenti pernah dijadikan objek penelitian oleh
Arshinta Dwi Nurhana (mahasiswa Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia,
Universitas Ahmad Dahlan) dalam skripsinya yang berjudul “Dampak Broken
Home dalam Novel Dan Hujan pun Berhenti karya Farida Susanty dan
Alternatifnya sebagai Bahan Ajar Sastra” (2014). Skripsi tersebut secara khusus
mendeskripsikan mengenai broken home yang meliputi faktor-faktor penyebab
terjadinya, dampaknya terhadap perkembangan anak (tokoh utama), dan
alternatifnya sebagai bahan ajar sastra. Kesimpulan dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut. Pertama, penyebab terjadinya broken home adalah adanya
hubungan orang tua yang tidak baik dan masalah kesibukan. Kedua, dampak
broken home bagi perkembangan anak adalah gangguan perkembangan
kepribadian tokoh Leo, yaitu depresi, gangguan kecemasan, perilaku bunuh diri,
dan gangguan stres pascatrauma. Ketiga, novel Dan Hujan pun Berhenti karya
Farida Susanty layak dijadikan sebagai alternatif bahan ajar melalui metode
8
berbasis kisah (novel) dalam pengajaran sastra di SMA kelas XII kurikulum 2013
melalui metode berbasis kisah (novel) pada KD 3.1 dan 4.1.
Selain itu, novel Dan Hujan pun Berhenti juga telah dijadikan objek kajian
oleh Resta Slamet Setiadi (mahasiswa jurusan sastra Indonesia, Universitas
Pamulang) dalam skripsinya yang berjudul “Analisis Karakter Tokoh Utama
Novel Dan Hujan pun Berhenti Karya Farida Susanty” (2015). Namun, informasi
mengenai teori, pembahasan, dan kesimpulan tidak dapat diketahui lebih lanjut
karena peneliti sulit untuk mengakses penelitian tersebut.
Selain merujuk pada penelitian yang berkaitan dengan objek material,
penelitian ini juga merujuk pada penelitian yang berkaitan dengan objek formal,
yaitu penelitian mengenai perilaku dan kepribadian tokoh yang menggunakan
teori psikologi sastra atau psikoanalisis. Berikut ini beberapa penelitian yang
dapat ditelusuri peneliti.
Skripsi yang berjudul “Kajian Psikoanalisis: Trilogi Ronggeng Dukuh
Paruk karya Ahmad Tohari” oleh Fathma Kamaliya (2006), mahasiswa jurusan
sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Gadjah Mada, membahas
mengenai gejala kejiwaan para tokoh yang terdapat dalam Trilogi Ronggeng
Dukuh Paruk. Dalam penelitian ini disimpulkan bahwa kegilaan yang dialami
oleh tokoh utama, yaitu Srintil disebabkan oleh ego yang lemah, sehingga
superego mengalami kekalahan. Selain itu, dapat diketahui bahwa tokoh Srintil
dan Rasus mengalami konflik batin yang disebabkan oleh faktor luar dan faktor
dalam dirinya.
9
Skripsi yang berjudul “Teks Drama Dag Dig Dug karya Putu Wijaya:
Kajian Psikoanalisis Sigmund Freud” oleh Pekik Nursasongko (2006), mahasiswa
jurusan sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Gadjah Mada,
membahas dinamika kepribadian para tokoh pada teks DDD. Dalam penelitian ini
disimpulkan bahwa tokoh-tokoh mengalami dinamika kepribadian, seperti yang
terjadi pada tokoh Chairul Umam, Cokro, Tamu, Ibrahim, dan Tobing.
Nursasongko menggunakan teori psikoanalisis Sigmund Freud sebagai alat untuk
menganalisisnya. Selain itu, Nursasongko menyimpulkan bahwa teks drama DDD
merupakan bentuk representasi dari masyarakat menengah ke bawah yang lemah
dan tidak memiliki kepentingan politik dan kekuasaan.
Skripsi yang berjudul “Gangguan Jiwa dan Perilaku Abnormal TokohTokoh Novel Dadaisme karya Dewi Sartika” oleh Denta Sahputri (2010),
mahasiswa jurusan sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Gadjah
Mada, membahas bentuk dan faktor penyebab gangguan jiwa serta perilaku
abnormal pada tokoh-tokoh. Permasalahan tersebut dianalisis menggunakan
psikologi sastra. Dalam penelitian ini disimpulkan bahwa tokoh-tokoh Dadaisme
memiliki kepribadian yang kompleks dan mengalami gangguan jiwa. Perilaku
abnormal yang dialami oleh para tokoh tersebut membawa mereka pada proses
penghancuran diri sendiri. Selain itu, Saputri pun meneliti pengaruh tema
psikologis terhadap estetika novel Dadaisme dan menyimpulkan bahwa struktur
estetika novel Dadaisme pun abnormal, seperti tokoh-tokohnya.
Skripsi yang berjudul “Analisis Psikologi Sastra Kumpulan Cerpen Bunga
Tabur Terakhir karya G.M. Sudarta” oleh Ryan Dwi Yastuti (2013), mahasiswa
10
jurusan sastra Indonesia, Fakultas Sastra dan Seni Rupa, Universitas Sebelas
Maret, membahas dan mendeskripsikan struktur kepribadian para tokoh.
Kesimpulan dalam penelitian ini adalah id, ego, dan superego dapat memengaruhi
tingkah laku, pola pikir, dan kejiwaan para tokoh utama dalam Bunga Tabur
Terakhir.
Skripsi yang berjudul “Abnormalitas Tokoh-Tokoh dalam Novel Pasung
Jiwa karya Okky Madasari: Analisis Psikologi Sastra” oleh Vika Widiastuti
(2015), mahasiswa jurusan sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas
Gadjah Mada, membahas bentuk-bentuk abnormalitas para tokoh yang terdapat
dalam novel Pasung Jiwa karya Okky Madasari. Selain itu, dalam penelitian ini
dipaparkan pula mengenai faktor-faktor penyebab abormalitas yang dialami oleh
para tokohnya.
Skripsi yang berjudul “Gangguan Jiwa pada Protagonis Novel Semusim,
dan Semusim Lagi karya Andina Dwifatma: Kajian Psikoanalisis” oleh Indiana
Malia (2015), mahasiswa jurusan sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Budaya,
Universitas Gadjah Mada membahas bentuk-bentuk dan faktor-faktor penyebab
gangguan jiwa yang dialami oleh para tokoh dalam novel tersebut. Selain itu,
dalam penelitian ini disampaikan hubungan antara novel Semusim, dan Semusim
Lagi dan pengarang sebagai bentuk ketidaksadaran pengarang. Dalam penelitian
ini, disimpulkan bahwa para tokoh memiliki gangguan jiwa seperti depresi,
frustrasi, skizofrenia, kepribadian antisosial, dan gangguan disosiatif.
Berdasarkan beberapa tinjauan pustaka di atas, terlihat bahwa novel Dan
Hujan pun Berhenti pernah dijadikan objek kajian oleh peneliti lain. Meskipun
11
objek dan teori yang digunakan sama, akan tetapi penelitian ini memiliki beberapa
perbedaan. Penelitian sebelumnya hanya membahas mengenai broken home dan
menganalisis tokoh utamanya saja, sementara penelitian ini membahas gangguan
kejiwaan dan perilaku abnormal yang dialami oleh para tokoh remaja dalam novel
Dan Hujan pun Berhenti, yaitu Leostrada, Spiza, dan Stella, beserta faktor-faktor
penyebabnya. Selain itu, dalam penelitian ini juga dibahas mengenai hubungan
antara pengarang dan novel Dan Hujan pun Berhenti sebagai bentuk
ketidaksadaran pengarang. Oleh karena itu, penelitian ini berbeda dengan
penelitian
sebelumnya,
orisinalitas
penelitian
ini
pun
dapat
dipertanggungjawabkan.
1.5 Landasan Teori
Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah psikologi sastra. Fokus
kajiannya
adalah
aspek-aspek
psikologis
para
tokoh.
Psikologi
sastra
memanfaatkan konsep-konsep dalam ilmu psikologi sebagai alat menganalisis
dalam penelitian sastra. Teori psikologi yang digunakan sebagai landasan teori
dalam penelitian ini adalah teori kepribadian dan psikologi abnormal.
1.5.1
Psikologi sastra
Psikologi adalah ilmu pengetahuan tentang gejala dan kegiatan-kegiatan
jiwa (KBBI, 2014:1109). Menurut Atkinson (via Minderop, 2013:3), psikologi
adalah ilmu jiwa yang menyelidiki dan mempelajari tingkah laku manusia.
Psikologi menurut Gleitman (via Syah, 2000:8) adalah ilmu pengetahuan yang
12
berusaha untuk memahami perilaku manusia, alasan, dan cara manusia melakukan
sesuatu, serta memahami manusia dalam berpikir dan berperasaan.
Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan, ilmu sastra pun
mengalami perkembangan, di antaranya dengan adanya penelitian yang
melibatkan teori psikologi. Analisis psikologi terhadap karya sastra tidak terlalu
berlebihan karena yang dibicarakan oleh sastra dan psikologi sama-sama manusia.
Sastra membicarakan manusia yang diciptakan oleh pengarang melalui
imajinasinya, sedangkan psikologi membicarakan manusia yang diciptakan oleh
Tuhan secara riil (Wiyatmi, 2009:106).
Wellek dan Warren (1989:90) mengemukakan bahwa psikologi sastra
mempunyai empat pengertian. Pertama, psikologi sastra adalah studi psikologi
pengarang sebagai tipe atau sebagai pribadi. Kedua, psikologi sastra adalah studi
proses kreatif. Ketiga, psikologi sastra adalah studi tipe dan hukum-hukum yang
diterapkan pada karya sastra. Keempat, psikologi sastra mempelajari dampakdampak sastra kepada para pembacanya. Penelitian ini bertumpu pada pengertian
ketiga yaitu studi hukum-hukum psikologi yang diterapkan untuk menganalisis
semestaan tokoh. Selain itu, penelitian ini juga bertumpu pada pengertian pertama
yaitu studi psikologi pengarang sebagai tipe atau sebagai pribadi.
Menurut Endraswara (via Minderop, 2013:2), psikologi sastra memiliki
peranan penting dalam pemahaman sastra. Pertama, psikologi sastra digunakan
untuk mengkaji lebih dalam aspek perwatakan. Kedua, dengan pendekatan ini
dapat memberikan umpan balik kepada peneliti tentang masalah perwatakan yang
13
dikembangkan. Ketiga, psikologi sastra sangat membantu dalam menganalisis
karya sastra yang terdapat masalah-masalah psikologis
1.5.2
Psikologi Kepribadian
Kepribadian adalah sifat hakiki yang tercermin pada sikap seseorang atau
suatu bangsa yang membedakan dirinya dari orang atau bangsa lain (KBBI,
2014:1101). Menurut Santrock (via Minderop, 2013:4), kepribadian adalah
pembawaan seseorang berupa pikiran, perasaan, dan tingkah laku yang
memperlihatkan cara untuk beradaptasi dan berkompromi dalam kehidupan.
Secara psikologi, kepribadian dapat mengacu pada pola karakteristik perilaku dan
pola pikir yang menentukan penilaian seseorang terhadap lingkungan (Minderop,
2013:4).
Manusia memiliki kepribadian yang berbeda dari manusia lain. Penciptaan
tokoh dalam sebuah karya sastra oleh pengarang merupakan hasil cerminan dari
manusia nyata. Dalam sebuah karya sastra, pengarang menciptakan tokoh-tokoh
yang memiliki kepribadian berbeda untuk membangun sebuah cerita. Kepribadian
tokoh yang berbeda-beda pun dapat membantu memperkuat alur cerita.
Psikologi kepribadian merupakan ilmu jiwa yang mempelajari kepribadian
manusia dengan objek penelitian berupa faktor-faktor yang memengaruhi tingkah
laku manusia. Dalam psikologi kepribadian, hal yang dipelajari adalah kaitan
antara ingatan dan pengamatan dengan perkembangan, kaitan antara pengamatan
dan penyesuaian diri pada individu (Minderop, 2013:8). Terdapat tiga sasaran
psikologi kepribadian, yaitu memperoleh informasi mengenai tingkah laku
14
manusia, mendorong individu untuk hidup secara memuaskan, dan membuat
individu mampu mengembangkan segenap potensi yang dimiliki melalui
perubahan lingkungan psikologis.
Untuk memperoleh informasi mengenai kepribadian tokoh dan faktorfaktor yang memengaruhi tingkah lakunya dalam karya sastra, diperlukan
pendekatan psikoanalisis untuk menyentuh unsur dasar dari alam pikir manusia.
Freud membagi kepribadian ke dalam dua pokok bahasan, yaitu struktur
kepribadian dan dinamika kepribadian.
1.5.2.1 Struktur Kepribadian
Struktur psikis manusia menurut Freud (via Bertens, 1993:67) meliputi
tiga instansi atau sistem yang berbeda-beda.
1.5.2.1.1
Id
Id adalah lapisan yang paling fundamental dalam susunan psikis seorang
manusia. Id merupakan bagian kepribadian yang sangat primitif dan sudah
beroperasi sebelum bayi berhubungan dengan dunia luar. Oleh karena itu, id
mengandung semua dorongan bawaan, yaitu insting-insting (Semiun, 2006:61).
Selain itu, id meliputi sesuatu yang bersifat impersional atau anonim, tidak
disengaja atau tidak disadari, dan daya-daya mendasar yang menguasi kehidupan
psikis manusia (Bertens, 1993: 68). Id digunakan energi psikis dan naluri yang
menekan manusia untuk memenuhi kebutuhan dasar (Minderop, 2011:21).
Menurud Freud (via Minderop, 2013:21), Id berada di alam bawah sadar dan tidak
15
ada kontak dengan realitas. Id berdasar pada prinsip kesenangan, yang dicari
adalah kenikmatan dan selalu menghindar dari ketidaknyamanan. Id hanya
melakukan sesuatu yang disukai, misalnya naluri untuk mencari makan, naluri
seksual, dan naluri untuk melindungi diri.
Dalam melaksanakan tugas untuk menghindari rasa sakit dan mendapat
kenikmatan, id memiliki dua proses. Pertama, tindakan-tindakan refleks adalah
reaksi-reaksi otomatis dan bawaan. Tindakan-tindakan tersebut digunakan untuk
mereduksikan tegangan. Kedua, proses primer merupakan suatu reaksi psikologis
yang sedikit lebih rumit. Proses ini berusaha menghentingkan tegangan dengan
membentuk khayalan tentang objek yang dapat menghilangkan tegangan tersebut.
1.5.2.1.2
Ego
Ego mulai tumbuh dari id melalui kontaknya dengan dunia luar. Aktivitas
ego dapat secara sadar, prasadar, dan tidak sadar. Freud (via Bertens, 1993:71)
berkata bahwa ego dikuasai oleh prinsip realitas sebagaimana tampak dalam
pemikiran yang objektif, sesuai dengan tuntutan-tuntutan sosial, bersifat rasional.
Perbedaan pokok antara id dan ego adalah id hanya mengenal kenyataan subjektif
jiwa, sedangkan ego dapat membedakan antara hal-hal yang terdapat dalam batin
dan hal-hal yang terdapat dalam dunia luar (Semiun, 2006:64). Ego merupakan
pemimpin utama dalam kepribadian, ego menolong manusia dalam menentukan
sesuatu yang harus dipilih dan dikerjakan. Selain itu, ego bertugas untuk
menyeimbangkan tuntutan dari id dan superego yang bertentangan dan tidak
realistis (Semiun, 2006:65).
16
Ego mengikuti prinsip kenyataan dan beroperasi menurut proses sekunder.
Tujuan prinsip kenyataan adalah mencegah terjadinya tegangan sampai ditemukan
suatu objek yang cocok untuk pemuasan kebutuhan. Untuk sementara waktu,
prinsip kenyataan menunda prinsip kenikmatan, hingga objek yang diinginkan
dapat ditemukan. Perbedaan prinsip kenikmatan dan prinsip kenyataan adalah
prinsip
kenikmatan
hanya
merasakan
pengalaman
menyenangkan
atau
menyakitkan, sedangkan prinsip kenyataan menanyakan sesuatu yang benar atau
salah (Semiun, 2006:64).
1.5.2.1.3
Superego
Superego adalah instansi yang melepaskan diri dari ego dalam bentuk
observasi diri, kritik diri, larangan, dan tindakan refleksif lainnya (Bertens,
2011:72). Superego dapat dikatakan sebagai hati nurani yang mengenali nilai baik
dan buruk. Superego tidak mempertimbangkan realitas karena tidak bergulat
dengan hal-hal realistis (Minderop, 2013:23). Aktivitas superego akan berupa
emosi-emosi yang ada dalam diri, misalnya rasa bersalah, rasa simpati, rasa malu,
dan rasa menyesal.
Superego memiliki dua subsistem, yaitu suara hari dan ego ideal. Freud
(via Semiun, 2006:66) tidak membedakan fungsi keduanya, tetapi pada umumnya
suara hati merupakan hasil dari pengalaman dengan hukuman yang diberikan
orang tua atas tingkah laku yang tidak tepat. Sebaliknya, ego ideal berkembang
dari pengalaman dengan hadiah-hadiah untuk tingkah laku yang tepat. Oleh
17
karena itu, perasaan bersalah adalah fungsi dari suara hati, sedangkan perasaan
rendah diri disebabkan oleh ego ideal (Freud via Semiun, 2006:67).
1.5.2.2 Dinamika Kepribadian
Dinamika kepribadian digunakan Freud (via Alwisol, 2004:22) untuk
menjelaskan kegunaan energi dalam kehidupan manusia. Freud menyebut energi
tersebut sebagai energi psikis dalam ranah psikologi (via Hall dan Lindzey,
2003:69). Dalam dinamika kepribadian terdapat insting, kecemasan, distribusi dan
penggunaan energi psikis, dan mekanisme pertahanan ego.
1.5.2.2.1
Insting
Insting merupakan suatu hal yang telah dibawa sejak lahir oleh manusia.
Menurut Alwisol (2004:23), insting adalah perwujudan psikologis dari kebutuhan
tubuh yang menuntut kepuasan. Sedangkan menurut Freud (via Minderop,
2013:24—25), insting adalah representasi psikologis bawaan dari eksitasi
(keadaan tegang dan terangsang) akibat munculnya suatu kebutuhan tubuh.
Perwujudan psikologisnya disebut sebagai hasrat, sedangkan rangsangan
jasmaniahnya disebut kebutuhan (Hall dan Lindzey, 2003:69).
Insting menurut Freud dibagi menjadi dua bagian, yaitu insting kehidupan
dan insting kematian. Insting kehidupan disebut juga Eros, yaitu dorongan yang
menjamin survival dan reproduksi, seperti lapar, haus, dan seks (Alwisol,
2004:24). Sedangkan insting kematian mendorong manusia untuk merusak diri
18
sendiri (Alwisol, 2004:25). Pada dasarnya, tujuan semua kehidupan adalah
kematian (Freud via Hall dan Lindzey; 2003:73).
1.5.2.2.2
Kecemasan
Kecemasan adalah variabel penting dari semua teori kepribadian.
Kecemasan merupakan dampak dari konflik yang menjadi bagian kehidupan yang
tidak terhindarkan dan dipandang sebagai komponen dinamika kepribadian yang
paling utama. Kecemasan adalah fungsi ego untuk memperingatkan individu
tentang kemungkinan datangnya suatu bahaya, sehingga dapat disampaikan reaksi
adaptif yang sesuai (Alwisol, 2004:28).
Freud (via Semiun, 2006:88) membedakan tiga macam kecemasan yaitu
sebagai berikut. Pertama, kecemasan realistik atau kecemasan objektif adalah
perasaan yang tidak menyenangkan dan tidak spesifik terhadap suatu bahaya yang
mungkin terjadi. Kecemasan ini serupa dengan ketakutan. Kedua, kecemasan
neurotik adalah ketakutan terhadap suatu bahaya yang tidak diketahui. Perasaan
tersebut terdapat dalam ego, tetapi sumbernya dari dorongan-dorongan id. Ketiga,
kecemasan moral adalah kecemasan yang terjadi karena adanya konflik antara ego
dan superego.
Fungsi kecemasan adalah memperingatkan seseorang terhadap datangnya
bahaya. Hal tersebut merupakan isyarat bagi ego untuk melakukan tindakan agar
terhindar dari bahaya (Hall dan Lindzey, 2003:81). Sedangkan kecemasankecemasan yang tidak dapat dicegah dengan tindakan-tindakan, disebut sebagai
traumatik (Hall dan Lindzey, 2003:81).
19
1.5.2.2.3
Distribusi dan Pemakaian Energi
Dinamika kepribadian ditentukan oleh cara psikis didistribusi dan dipakai
oleh id, ego, dan superego. Jumlah energi psikis sangat terbatas, sehingga unsurunsur tersebut berebut untuk mendapatkannya. Pada mulanya, seluruh energi
psikis menjadi milik id dan digunakan untuk memenuhi hasrat melalui aksi
refleks, proses primer. Ego tidak mempunyai energi sendiri, sehingga harus
menarik dari energi id. Energi yang diambil dari id semakin banyak karena ego
lebih berhasil mereduksi tegangan. Proses pengalihan energi tersebut disebut
sebagai identifikasi. Seperti ego, superego mendapat energi dari id melalui proses
identifikasi. Sesuatu yang dikerjakan superego, seringkali bertentangan dengan
impuls-impuls id (Alwisol, 2004:26—27).
1.5.2.2.4
Mekanisme Pertahanan
Mekanisme pertahanan adalah strategi yang dipakai individu untuk
bertahan melawan ekspresi impuls id, serta menentang tekanan superego. Freud
(via Feist, 2013:40) mengidentifikasi delapan mekanisme pertahanan utama, yaitu
sebagai berikut. Pertama, represi adalah mekanisme pertahanan yang paling
mendasar. Manakala ego terancam oleh dorongan-dorongan id yang tidak
dikehendaki, ego melindungi dirinya dengan merepresi dorongan-dorongan
tersebut dengan cara memaksa perasaan-perasaan mengancam masuk ke alam
tidak sadar. Kedua, pembentukan reaksi adalah proses mekanisme pertahanan
berupa dorongan yang mengalami tekanan menyembunyikan diri dalam selubung
yang sama sekali bertentangan dengan bentuk semula. Ketiga, pengalihan adalah
20
proses mekanisme pertahanan berupa seseorang yang mengarahkan dorongandorongan yang tidak sesuai pada sejumlah orang atau objek, sehingga dorongan
aslinya terselubung atau tersembunyi. Keempat, fiksasi merupakan keterikatan
permanen dari libido pada tahap perkembangan sebelumnya yang lebih primitif.
Kelima, regresi terjadi apabila pada saat libido melewati tahap perkembangan
tertentu, di masa-masa penuh stres dan kecemasan, libido bisa kembali ke tahap
yang sebelumnya. Keenam, proyeksi terjadi apabila dorongan dari dalam
menyebabkan kecemasan yang berlebihan. Ego biasanya mengurangi rasa cemas
tersebut dengan mengarahkan dorongan yang tidak diinginkan pada objek
eksternal. Ketujuh, introyeksi adalah mekanisme pertahanan yang dilakukan
apabila seseorang meleburkan sifat-sifat posotof orang lain ke dalam egonya
sendiri. Pada usia berapapun, manusia bisa mengurangi kecemasan yang terkait
dengan perasaan kekurangan dengan cara mengadopsi atau melakukan introyeksi
atas nilai-nilai, keyakinan-keyakinan, dan perilaku orang lain. Kedelapan,
sublimasi merupakan represi dari tujuan denital dari Eros dengan cara
menggantinya ke hal-hal yang bisa diterima, baik secara kultural ataupun sosial.
1.5.3
Psikologi Abnormal
Gangguan psikologis dapat meliputi pola-pola perilaku abnormal yang
berhubungan dengan gangguan dalam kesehatan mental atau fungsi psikologis
(Nevid dkk, 2009a:31). Abnormal adalah tidak sesuai dengan keadaan yang biasa;
mempunyai kelainan; dan tidak normal (KBBI, 2014:3). Menurut Supratiknya
(1995:14), istilah abnormal dapat merujuk pada aspek batiniah atau aspek perilaku
21
yang dapat langsung diamati pada perilaku spesifik tertentu, seperti fobia dan
skizofrenia. Psikologi abnormal merupakan salah satu cabang ilmu psikologi yang
berupaya memahami pola perilaku abnormal tersebut (Nevid dkk, 2009a:4).
Kategori yang digunakan para ahli kesehatan mental dalam menentukan
abnormalitas pada seseorang adalah sebagai berikut (via Nevid dkk, 2009a:5—7).
Pertama, perilaku yang tidak biasa dilakukan. Kedua, perilaku yang tidak dapat
diterima secara sosial atau melanggar norma sosial. Ketiga, persepsi atau
interpretasi seseorang yang salah terhadap realitas. Keempat, seseorang yang
berada dalam stres personal yang signifikan. Kondisi stres personal tersebut
diakibatkan oleh gangguan emosi, yaitu kecemasan, ketakutan, dan depresi.
Kelima, perilaku maladatif atau self-defeating adalah perilaku yang menghasilkan
ketidakbahagiaan. Perilaku tersebut membatasi kemampuan seseorang untuk
berfungsi dan beradaptasi di lingkungannya. Keenam, perilaku yang menimbulkan
bahaya bagi diri sendiri ataupun orang lain.
Berdasarkan kategori tersebut, beberapa perilaku yang termasuk dalam
golongan gangguan psikologis dan abnormal adalah sebagai berikut.
1.5.3.1 Gangguan Anxietas
Anxietas atau kecemasan adalah suatu keadaan aprehensi atau khawatir
yang mengeluhkan bahwa sesuatu yang buruk akan segera terjadi (Nevid dkk,
2009a:163). Kecemasan merupakan suatu hal yang tepat untuk merespon
ancaman. Namun, kecemasan dapat menjadi abnormal apabila tingkatannya tidak
sesuai dengan porsi ancaman atau muncul tanpa adanya sebab yang jelas.
22
Gangguan anxietas memiliki beberapa tipe, yaitu sebagai berikut. Pertama,
gangguan panik merupakan bentuk serangan panik yang berlangsung secara
berulang dan tidak terduga. Menurut Glass (via Nevid dkk, 2009a:166), seranganserangan panik melibatkan reaksi kecemasan yang intens dan disertai dengan
simton-simton fisik, seperti jantung berdebar-debar, kesulitan dalam bernafas,
banyak mengeluarkan keringat, dan lemas.
Kedua, gangguan kecemasan menyeluruh ditandai dengan perasaan cemas
yang tidak dipicu oleh suatu objek, situasi, dan aktivitas yang spesifik. Gangguan
kecemasan menyeluruh menyebabkan terjadinya peningkatan keterangsangan
tubuh (Nevid dkk, 2009a:167). Ketiga, gangguan fobia adalah rasa takut yang
presisten terhadap objek atau situasi. Rasa takut tersebut tidak sebanding dengan
ancamannya. Seseorang dengan gangguan fobia tidak kehilangan kontak dengan
realitas. Mereka mengetahui bahwa ketakutan yang dialami merupakan hal yang
berlebihan dan tidak pada tempatnya (Nevid dkk, 2009a:168).
Keempat, gejala yang ditimbulkan gangguan obsesi kompulsif berupa
adanya pikiran atau perasaan atau keyakinan yang sangat kuat tentang suatu hal
yang diikuti dengan kecenderungan untuk terus-menerus melakukan hal tersebut
(Sarwono, 2004:221). Kelima, gangguan stres akut adalah suatu reaksi stres
traumatis yang terjadi dalam rentang waktu tertentu setelah pemaparan terhadap
suatu peristiwa traumatis. Sedangkan, gangguan stres pascatrauma adalah suatu
reaksi maladatif yang berkepanjangan terhadap suatu peristiwa traumatis (Nevid
dkk, 2009a:174).
23
1.5.3.2 Gangguan Mood dan Bunuh Diri
Gangguan mood adalah gangguan pada perasaan yang berlangsung sangat
lama, tidak seperti biasanya, atau parah. Hal tersebut cukup serius karena dapat
mengganggu fungsi sehari-hari. Terdapat dua jenis gangguan perasaan yaitu
sebagai berikut. Pertama, gangguan depresi yang berupa depresi mayor dan
gangguan distimik. Kedua, gangguan yang melibatkan perubahan perasaan, yaitu
gangguan bipolar dan gangguan siklotimik (Nevid dkk, 2009a:269).
Gangguan perasaan sering dihubungkan dengan bunuh diri. Bunuh diri
adalah hal yang dilakukan dengan sengaja untuk mematikan diri sendiri (KBBI,
2014:225). Seseorang yang mencoba untuk bunuh diri sering kali depresi, tetapi
masih memiliki kontak dengan realitas. Seseorang melakukan bunuh diri
dikarenakan kurang memiliki keterampilan dalam memecahkan permasalahannya.
Mereka yang melakukan bunuh diri seringkali memberikan tanda dari niatannya,
berupa pesan mengenai pikiran-pikiran ingin bunuh dirinya (Nevid dkk,
2009a:270).
1.5.3.3 Gangguan Kepribadian
Gangguan kepribadian adalah pola perilaku atau cara berhubungan
seseorang dengan orang lain yang benar-benar kaku (Nevid dkk, 2009a:273).
Kekakuan tersebut menghalangi seseorang untuk menyesuaikan diri terhadap
tuntutan eksternal. Seseorang dengan gangguan kepribadian pada umumnya tidak
merasa perlu untuk mengubah diri. Jenis-jenis gangguan kepribadian adalah
sebagai berikut. Pertama, gangguan kepribadian paranoid adalah sebuah
24
gangguan yang ditandai oleh kecurigaan akan motif orang lain, namun belum
sampai pada titik delusi (Nevid dkk, 2009a:274). Kedua, gangguan kepribadian
skizoid adalah gangguan yang ditandai dengan kurangnya minat dalam hubungan
sosial, afek yang datar, dan penarikan diri dari lingkungan sosial (Nevid dkk,
2009a:274).
Ketiga, gangguan kepribadian skizopital adalah sebuah gangguan yang
ditandai dengan keeksentrikan dalam pikiran dan perilaku, tetapi tanpa ciri
psikotik yang jelas (Nevid dkk, 2009a:275). Keempat, gangguan kepribadian
antisosial adalah sebuah gangguan yang ditandai dengan perilaku antisosial, tidak
bertanggungjawab, dan kurangnya penyesalan terhadap kesalahan yang telah
diperbuat (Nevid dkk, 2009a:277).
Kelima, gangguan kepribadian ambang adalah sebuah gangguan yang
ditandai dengan perubahan yang cepat dalam mood, kurangnya kepekaan diri yang
koheren, dan perilaku yang tidak diduga atau impulsif (Nevid dkk, 2009a:279).
Keenam, gangguan kepribadian histrionik adalah gangguan yang ditandai dengan
kebutuhan yang berlebihan berupa perhatian, pujian, dukungan berulang, dan
persetujuan (Nevid dkk, 2009a:282). Ketujuh, gangguan kepribadian narsisistik
adalah gangguan yang ditandai dengan citra diri yang membumbung serta diikuti
dengan tuntutan akan perhatian dan pujian (Nevid dkk, 2009a:283).
Kedelapan, gangguan kepribadian menghindar adalah sebuah gangguan
yang ditandai dengan penghindaran terhadap hubungan sosial karena takut akan
penolakan (Nevid dkk, 2009a:285). Kesembilan, gangguan kepribadian obsesif
kompulsif adalah sebuah gangguan yang ditandai oleh cara berhubungan dengan
25
orang lain yang kaku, cenderung perfeksionis, kurangnya spontanitas, dan
perhatian yang berlebihan akan detail (Nevid dkk, 2009a:287). Kesepuluh,
gangguan kepribadian dependen adalah gangguan yang ditandai dengan kesulitan
dalam membuat keputusan yang mandiri dan perilaku bergantung yang berlebihan
(Nevid dkk, 2009a:286).
1.5.3.4 Gangguan Skizofrenia
Skizofrenia adalah gangguan psikotik kronis yang ditandai dengan episode
akut yang mencakup kondisi terputus dengan realitas, yang ditampilkan dalam
ciri-ciri seperti waham, halusinasi, pikiran tidak logis, pembicaraan yang tidak
koheren, dan perilaku yang aneh (Nevid dkk, 2009b:137). Ditinjau dari segi
proses munculnya, dapat dibedakan menjadi dua macam. Pertama, skizofrenia
proses adalah skizofrenia yang berkembang secara pelan dan bertahap. Kedua,
skizofrenia reaktif adalah skizofrenia yang muncul secara tiba-tiba serta ditandai
dengan kekacauan emosi yang cukup berat (Supratiknya, 1995:71).
Skizofrenia memiliki beberapa tipe, yaitu sebagai berikut. Pertama,
penderita tipe kabur memiliki ciri-ciri mengalami delusi, halusinasi, gangguan
pikiran, dan kekacauan berat, namun tidak cocok dikategorikan ke dalam salah
satu dari dua tipe berikut ini. Kedua, penderita tipe paranoid memiliki ciri-ciri
riwayat sikap curiga yang semakin meningkat dan kesulitan dalam menjalani
hubungan antarpribadi. Ketiga, tipe katatonik biasanya muncul secara tiba-tiba.
Pada umumnya, penderita memiliki riwayat bertingkah laku eksentrik disertai
kecenderungan menarik diri dari realitas (Supratiknya, 1995:72—73).
26
1.5.4
Model Perilaku Abnormal
Menurut Supratiknya (1995:17), terdapat tujuh model perilaku abnormal,
yaitu sebagai berikut. Pertama, model biologis berhubungan dengan perilaku
abnormal yang timbul akibat adanya kondisi organik tidak sehat yang merusak
fungsi sistem syaraf pusat di otak. Kedua, model psikoanalitik diturunkan dari
teori psikoanalisis Freud, yaitu perilaku abnormal yang disebabkan oleh situasi
menekan yang mengancam akan menimbulkan kecemasan dalam diri seseorang.
Ketiga, model behavioristik adalah model yang menganggap perilaku abnormal
terjadi karena proses belajar yang salah. Keempat, model humanistik adalah
model yang menganggap bahwa terhambatnya atau terdistorsinya perkembangan
pribadi serta kecenderungan wajar ke arah kesehatan fisik dan mental sebagai
penyebab terjadinya perilaku abnormal. Kelima, model ekstensial berhubungan
dengan perilaku abnormal yang timbul karena manusia modern terjebak dalam
kondisi tidak menyenangkan. Hal itu merupakan bentuk pahit dari proses
modernisasi. Keenam, model interpersonal berhubungan dengan perilaku
abnormal yang disebabkan oleh hubungan antarpribadi yang tidak memuaskan.
Ketujuh, model sosiokultural menganggap perilaku abnormal disebabkan oleh
keadaan-keadaan objektif di masyarakat yang bersifat merugikan, seperti
kemiskinan, diskriminasi, prasangka ras, dan kekejaman atau kekerasan.
1.5.5
Teori Mimpi
Freud (via Minderop, 2013:16) menghubungkan karya sastra dengan
mimpi. Keduanya dianggap memberikan kepuasan secara tidak langsung.
27
Kebesaran seorang penulis dan karyanya pun terletak pada kualitas ketidaksadaran
(Freud via Minderop, 2013:16). Karya seni, seperti mimpi, bukan terjemahan
langsung dari realitas. Oleh karena itu, pemahaman terhadap eksistensinya harus
dilakukan melalui interpretasi. Perbedaan antara karya sastra dan mimpi adalah
karya sastra terdiri atas bahasa yang bersifat linier, sedangkan mimpi terdiri atas
tanda-tanda figuratif yang tumpang-tindih dan campur aduk (Minderop,
2013:16—17). Menurut Endraswara (via Minderop, 2013:17), mimpi dalam
sebuah karya sastra merupakan angan-angan halus dari si penulis.
1.6 Metode Penelitian
Dalam penelitian ini, terdapat dua metode yang digunakan, yaitu metode
pengumpulan data dan metode analisis data. Metode pengumpulan data yang
digunakan dalam penelitian ini adalah kepustakaan. Data yang dikumpulkan
berupa data primer dan data sekunder. Data primer dalam penelitian ini adalah
hal-hal mengenai perilaku abnormal yang dialami para tokoh remaja dalam novel
Dan Hujan pun Berhenti. Selain itu, akan dikumpulkan pula perihal yang
berkaitan dengan pengarang. Sementara itu, data sekundernya adalah mengenai
teori dan istilah-istilah psikologi yang berhubungan dengan novel Dan Hujan pun
Berhenti karya Farida Susanty.
Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
deskriptif analisis. Menurut Ratna (2013:53), metode deskriptif analisis
merupakan metode yang dilakukan dengan cara mendeskripsikan fakta-fakta yang
28
kemudian disusul dengan analisis. Analisis psikologi sastra pada dasarnya sangat
berhubugan dengan dua hal, yaitu pengarang dan karya sastra.
Selain itu, penelitian ini juga menggunakan metode interpretasi mimpi
yang digunakan untuk menganalisis hubungan antara pengarang dan karya
sastranya. Metode tersebut digunakan karena objek penelitian ini berhubungan
dengan disiplin ilmu lain, yaitu psikologi. Penciptaan karya sastra merupakan
hasil kerja alam bawah sadar (Freud via Minderop, 2013:68). Kesamaan sastra
dengan alam tak sadar manusia seperti terungkap dalam penelitian mimpi.
Kemudian, adanya kesejajaran mimpi dan sastra dapat dilihat dari hubungan
proses elaborasi karya sastra dan elaborasi mimpi. Karya seni merupakan hasil
keseluruhan rangsangan dan eksistensi yang sulit untuk ditangkap, tetapi
pemahamannya dapat ditelusuri melalui interpretasi. Freud berpedoman bahwa
mimpi adalah perwujudan hasrat (Minderop, 2013:70). Dengan demikian, metode
interpretasi mimpi dapat digunakan untuk mengetahui proses penciptaan sebuah
karya sastra oleh pengarang.
Dengan mengasumsikan karya sastra sebagai mimpi yang berasal dari
ketidaksadaran pengarang, proses interpretasi mimpi dilakukan dengan cara
melakukan pengamatan terhadap pengarang. Kegiatan tersebut dapat dilakukan
dengan cara membaca berbagai artikel mengenai pengarang dan hasil tulisan
pengarang. Kemudian, dari hasil pembacaan tersebut akan ditemukan hubungan
ketidaksadaran pengarang yang tampak melalui berbagai simbol.
Berdasarkan penjabaran di atas, langkah-langkah yang diambil dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut.
29
1) Melakukan pembacaan novel Dan Hujan pun Berhenti karya Farida Susanty
secara berulang-ulang agar peneliti lebih memahami isi cerita secara
keseluruhan.
2) Mengidentifikasi dan mengklasifikasikan perilaku abnormal para tokoh yang
ada dalam novel Dan Hujan pun Berhenti. Identifikasi dan klasifikasi
dilakukan berdasarkan hal-hal yang disampaikan di landasan teori. Dengan
melakukan hal tersebut, peneliti dapat menggolongkan perilaku para tokoh
remaja.
3) Mencari faktor internal penyebab perilaku abnormal para tokoh remaja
dengan menggunakan teori kepribadian Freud.
4) Mencari faktor eksternal penyebab perilaku abnormal para tokoh remaja
melalui penggambaran pengarang dalam novel Dan Hujan pun Berhenti.
5) Melakukan pembacaan artikel mengenai pengarang dan hasil tulisan
pengarang.
6) Mencari hubungan antara novel Dan Hujan pun Berhenti dan pengarang
sebagai bentuk ketidaksadaran pengarang.
7) Menyimpulkan dan melaporkan hasil penelitian dalam bentuk tulisan.
1.7 Sistematika Laporan Penelitian
Penulisan hasil laporan penelitian ini disusun dengan sistematika sebagai
berikut. Bab I berisi pendahuluan yang terdiri atas (1) latar belakang penelitian,
(2) rumusan masalah, (3) tujuan penelitian, (4) tinjauan pustaka, (5) landasan
teori, (6) metode penelitian, dan (7) sistematika laporan penelitian. Bab II berisi
30
penjabaran perilaku-perilaku abnormal para tokoh remaja dalam novel Dan Hujan
pun Berhenti. Bab III berisi penjabaran faktor-faktor penyebab perilaku abnormal
para tokoh remaja, yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Bab IV berisi uraian
mengenai hubungan novel Dan Hujan pun Berhenti dengan pengarang sebagai
bentuk ketidaksadaran pengarang. Bab V dalam penelitian ini berisi kesimpulan.
Download