Obat Premedikasi

advertisement
Obat Premedikasi
Samuel Raymond R W
Wahyu Permatasari
PREMEDIKASI
• Premedikasi adalah pemberian obat sebelum induksi
anesthesia dengan tujuan untuk melancarkani induksi,
pemeliharaan dan pemulihan anestesia.
• Tujuan:
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
Meredakan/menghilangkan ketakutan dan kecemasan (ansietas)
Memperlancar induksi anesthesia
Mengurangi sekresi kelenjar saliva dan bronkus
Meminimalkan jumlah obat anestetik
Mengurangi mual dan muntah pasca bedah
Untuk menimbulkan amnesia
Mengurangi isi cairan lambung dan meningkatkan pH asam
lambung.
Mengurangi refleks yang tidak diinginkan
Cara pemberian premedikasi
CARA
MULA KERJA
MASA KERJA
Oral
1 – 2 jam
6 – 8 jam
Intravena
+ 2 – 5 menit
+ 2 – 3 jam
Intramuskular
+ 30 – 60 menit
4 – 6 jam
Supositoria
10 – 15 menit
4 – 8 jam
Obat-obat Premedikasi
Untuk meredakan kecemasan
1. Benzodiazepin
–
–
–
–
Antiansietas (sedasi, antikonvulsi, relaksasi otot amnesia)
Bekerja pada sistem limbik & amigdala (pusat rasa takut,
cemas, & depresi). Cara: ↑ kepekaan reseptor GABA kanal
Cl terbuka  hiperpolarisasi  sel tidak dapat dieksitasi.
Absorbsi baik di GI, metabolisme di hepar, ekskresi melalui
ginjal dengan waktu paruh 12-24 jam. Dosis Ulangan
menyebabkan akumulasi
Sistem kardiovaskular  vasodilatasi sistemik ringan dan
menurunkan CO (tidak mempengaruhi HR). Risiko depresi
napas pada psien penyakit paru.
Cont’d
Diazepam
• Efek puncak akan muncul dalam 4-8 menit IV.
• Waktu paruh: ±24 jam
• Dosis obat IV: 0,1-0,2 mg/kgBB, IM: 0,2-0-0,25 mg/kgBB, Per
rektal: 0,75 mg/kgBB dan Per oral: 10-20 mg
Lorazepam
• Onset kerja : ± 5-20 menit
• Waktu paruh: sekitar 48 jam
• Masa pemulihan dengan lorazapam 6x lebih lambat
dibandingkan midazolam. Lorazepam direkomendasikan untuk
sedasi jangka panjang dan efek amnesia.
Cont’d
Midazolam
• Onset kerja sekitar 30-60 detik
• Efek puncak : 3-5 menit
• Waktu eliminasi midazolam adalah sekitar 1-4 jam
• Jika dibandingkan dengan diazepam, midazolam memiliki onset
kerja yang lebih cepat, efek amnesia yang lebih besar, efek
sedasi yang lebih kecil, serta masa pemulihannya lebih cepat.
Nyeri injeksi dan thrombosis vena jauh lebih jarang ditemukan
jika dibandingkan dengan injeksi diazepam.
• Fungsi mental kembali normal dalam 4 jam.
• Dosis 0,05-0,1 mg/kgBB secara IV
Cont’d
2. Beta-bloker
Obat ini biasanya diberikan kepada pasien yang
mengalami manifestasi somatik ansietas yang
berlebihan, misalnya takikardia.
Amnesia
• Obat yang biasa digunakan: gol. Benzodiazepin.
• Midazolam dapat menimbulkan efek amnesia
yang lebih besar dengan masa pemulihan yang
cepat.
• Fungsi mental akan kembali dalam 4 jam.
• Pilihan obat lain yang biasa digunakan adalah
lorazepam. Namun, masa pemulihan dengan
lorazepam lebih lama
Antiemetik
• mengurangi insidensi mual muntah pasca operasi
• Keadaan ini tidak menjadi kronik dan tidak
menyebabkan kematian, namun dapat sangat
mengganggu.
• Namun, sampai saat ini memang belum ada obat
yang paling efektif untuk mengatasi keadaan ini
dengan
• ngka kejadian 20-30% pada pasien yang mengalami
anestesia umum
Antiemetik
• Benzodiazepin.
 Contoh: midazolam. Cara:penghambatan dopamin; efek
ansiolisis berperan dalam antiemetik. Angka kejadian mual
muntah pada pasien pasca-operasi THT dan strabismus
menurun dengan diberikannya midazolam.
• Antagonis dopamin (metoklopramid)
 Dosis: 10 mg per IV.
 Cara kerja: penghambatan dopamin pada Chemoreseptor
Trigger Zone (CTZ) medula (meningkatkan ambang rangsang
CTZ dan menurunkan sensitivitas)
 Onset kerja: IV: 1-3 menit, IM: 10-15 menit, Oral: 30-60
menit. Ekskresi oleh ginjal dengan waktu paruh 5-6 jam.
 Mempercepat pengosongan lambung
Antiemetik
• Antagonis serotonin 5-Hidroksitriptamin (5-HT3)
Ondansetron
Serotonin 5-HT3 merangsang saraf vagus, menyampaikan
rangsangan ke CTZ dan pusat muntah sehingga terjadi mual
dan muntah.
mengatasi mual dan muntah yang hebat dan relatif aman
Dosis obat 4-8 mg per IV
Onset kerja: kurang dari 30 menit, biasa digunakan 1 jam
sebelum operasi. Efek puncak muncul bervariasi
Durasi kerja obat 12-24 jam
Dapat menyebabkan hipotensi, bradikardia, bronkospasme
dan sesak napas, konstipasi.
Mengurangi PH Lambung
• Ranitidin
 Absorbsi obat diperlambat dengan makanan
 Metabolisme di hati, diekskresi di ginjal dengan
waktu paruh sekitar 1,7-3 jam
 Dosis 150 mg per oral, 2 jam sebelum operasi.
 menghambat reseptor H2 secara selektif dan
reversibel. Perangsangan terhadap reseptor tersebut
akan merangsang sekresi asam lambung.
Mengurangi PH lambung
• Omeprazol
Golongan Proton Pump Inhibitor (PPI), lebih kuat dari AH2.
Dosis 40 mg, 3-4 jam sebelum operasi, 30 menit sebelum
makan
Dalam bentuk salut enterik
la diberikan bersamaan dengan makanan sehingga sebaiknya
diberikan 30 menit sebelum makan.
Obat berdifusi ke serl parietal lambung terkumpul di
kanalikuli sekretoar  aktivasi  berikatan dengan gugus
sulfihidril  penghambatan enzim  menurunkan produksi
asam lambung 80-90%.
Antikolinergik
• Atropin dan Hyoscine
– obat gologan antagonis muskarinik
– berfungsi dalam menghambat reseptor muskarinik
– memberikan efek terhadap sistem saraf otonom berupa efek
parasimpatolitik.
– Pada sistem kardiovaskular  efek takikardia.
– Pada sistem respirasi  menghambat kelenjar liur dan
bronkial dan relaksasi otot bronkial.
– Pada sistem gastrointestinal  menurunkan tonus dan
peristaltik usus.
– Otonom Efek penghambatan pada kelenjar keringat
– half-life di plasma 2-3 jam , diekskresi sebagian diginjal.
– Dosis 0,25-0,5 mg IV, 0,015 mg/kgbb IV.
Antikolinergik
• Beta-bloker.
• Digunakan untuk mengurangi aktivitas simpatis, seperti
takikardia dan hipertensi saat dilakukan tindakan intubasi.
• Obat yang digunakan adalah atenolol (25-50 mg) / esmolol.
• Dapat mengurangi insidensi kejadian koroner yang tidak
diinginkan pada pasien berisiko tinggi mengalami operasi
besar.
Analgesia
• Untuk mengurangi / menghilangkan nyeri. Obat yang
digunakan adalah opioid kuat.
• memiliki efek depresi terutama pada sistem susunan
saraf pusat, respirasi dan gastrointestinal.
• Metabolisme di hati dan diekskresi melalui empedu dan
urin.
• Tiga jenis obat yang digunakan: Morfin, Petidin, Fentanyl
• Petidin efek analgetik 1/10 morfin dan masa kerjanya
lebih singkat. Dosis 1-2 mg/kgbb I.V/I.M.
• Fentanyl efek analgetik 100 kali morfin. Dosis 1-3
mcg/kgbb.
ILUSTRASI KASUS
IDENTITAS PASIEN
• Nama Pasien
• Nomer RM
• Umur
• Jenis Kelamin
• Alamat
• Pekerjaan
• Agama
• Diagnosis
• Jenis Pembedahan
• Jenis Anestesi
: Tn. SW
: 375-42-48
: 54 Tahun
: Laki-laki
: Saptaprasetya IV, Pedurungan, Semarang
: Pegawai Negeri Sipil
: Islam
: Post-periosteal Graft OS e.c. Ulkus Kornea
: Keratoplasti
: Anestesi umum
PENILAIAN PRA ANESTESI
Anamnesis
Keluhan utama: penurunan penglihatan pada mata kiri.
Pasien ingin mata kiri pasien dapat melihat lagi.
• Pasien durujuk dari RS Karyadi, Semarang.
• Mata kiri merah, dan timbul masa putih menonjol pada
bagian hitam mata dan tidak dapat melihat.
• Operasi penambalan mata tgl12/11/2012 di RS Karyadi.
• Saat ini mata tidak nyeri namun banyak mengeluarkan
belek (kotoran mata).
• Pasien mengalami diabetes melitus, berobat tidak
teratur. Penyakit asma (-), sakit jantung (-), batuk (-), flu
(-), demam (-), gigi goyang (-), hipertensi (-).
PENILAIAN PRA ANESTESI
Pemeriksaan Fisik
• Keadaan umum tampak sakit ringan, komposmentis
• Tekanan darah: 140/90 mmHg
• Nadi
: 92 x/menit
• Napas
: 16 x/menit
• Suhu
: 26,5oC
• Berat badan : 72 kg
• Mata
: konjungtiva mata kanan pucat, sklera mata kanan tidak
ikterik (mata kiri tidak dapat dinilai)
• Mallampati : Nilai 2
• Jantung
: Bunyi jantung I, II normal, murmur (-), gallop (-)
• Paru
: Vesikuler kanan = kiri, rhonki (-), wheezing (-)
• Abdomen : Bising usus positif normal, nyeri tekan tidak ada
• Ekstremitas : Hangat, edema tidak ada
PENILAIAN PRA ANESTESI
Pemeriksaan Penunjang
• DPL
: 15,2 / 44,7 / 4,12 / 9,0
• GDS
: 177
• PT/APTT
: 11,9 (11,6) / 33,2 (32,8)
• Ur/Cr
: 17 / 1,1
• Elektrolit
: 142 / 3,67 / 105,3
• EKG
: Sinur rhytm, QRS rate 80 x/menit, ST-T changes negatif,
T-inverted negatif, LVH tidak ada, RVH tidak ada, BBBB negatif.
• Chest X-ray : Cor dan pulmo dalam batas normal
Status Fisik
• Skor ASA II dengan Diabetes Melitus tipe II tidak terkontrol (GDS: 177
dalam terapi gimepirid dan metampiron)
Anestesi
• OBAT PREMEDIKASI
– Midazolam 2 mg
– Fentanyl 100 µg
OBAT-OBATAN
• ANESTESI
– Jenis Anestesi: Anestesi
Umum
– Induksi : Propofol 100 mg
– Intubasi : LMA no. 4
– Muscle Relaxant: Atrakurium
20 mg
– Posisi : Supine
– Pernapasan: Ventilator
• Granisetron 3 mg
–
–
–
–
–
Tramadol 100 mg
Dexametason 10 mg
Ranitidin 50 mg
Fentanyl 25 mg
Infus Ringerfundin 500
ml
Anestesi
MASA PEMULIHAN
• Tidak ada keluhan di ruang pemulihan. Tanda vital dalam
batas normal.
• Skor Aldrette 10. Skor VAS 0-1
INTRUKSI PASCA BEDAH :
• Pemantauan tekanan darah berkala setiap 15 menit selama
2 jam dilanjutkan setiap satu jam sampai kondisi stabil
• Ketorolac 3 x 30 mg
• Ondansteron 3 x 4 mg
• Makan minum bertahap
DISKUSI DAN PEMBAHASAN
• Pasien laki berusia 54 tahun. KU: penurunan penglihatan serta
penonjolan masa pada mata.
• Diagnosis: Post-periosteal Graft OS e.c. Ulkus Kornea
• Operasi keratoplasti. Anestesi umum dengan obat propofol.
• Kunjungan pra anestesi  mengetahui keadaan pasien,
informed consent, dan meyakinkan pasien  menurunkan
kecemasan
• Obat premedikasi yang digunakan adalah midazolam dan
fentanyl
• Midazolam merupakan golongan obat benzodiazepin yang
memiliki efek antiansietas
• Pasien pada umumnya akan merasakan kecemasan ketika
menjalani operasi
DISKUSI DAN PEMBAHASAN
• Pasien ini mengatakan siap untuk dioperasi, namun
tetap mengaku merasa sedikit cemas dan khawatir.
• Pemilihan midazolam:
– Midazolam bekerja dengan cara meningkatkan kepekaan
reseptor GABA pada sistem limbik dan amigdala
– Onset kerja yang cepat, operasi yang dilakukan juga tidak
membutuhkan waktu yang lama (± 1,5 jam)
– Efek amnesia. Efek samping lebih sedikit dan masa pemulihan
lebih cepat, fungsi mental kembali normal dalam 4 jam
– Efek sedasi: namun minimal
– Midazolam juga memiliki efek antiemetik (menurunkan
kejadian mual muntah pascaoperasi)
DISKUSI DAN PEMBAHASAN
• Fentanyl merupakan obat golongan opioid kuat
 untuk meredakan dan menghilangkan rasa
nyeri
• Bekerja pada reseptor opiod, yang terdiri dari
tiga reseptor utama yaitu mu, delta, dan kappa
(agonis kuat reseptor mu)
• Efek analgetik 100 kali lebih kuat dari morfin.
• Dosis fentanyl: 1-3 mcg/kgBB, dengan BB 72 kg
adalah 72-216 mcg/kgBB. Dosis pasien: 100 mcg
DAFTAR PUSTAKA
• Nafrialdi, Suherman S, Gan S, Arozal W, Suyatna FD, Dewoto HR, et al.
Farmakologi dan terapi. ed 5. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. 2007.
• Katzung BG. Basic and clinical pharmacology. 10th ed. New York:
Lange. 2009.
• Yusuf D. Profil Tekanan Intraokuler Penggunaan Kombinasi KetaminXylazin dan Ketamin-Midazolam pada Kelinci. 2010. [disitasi pada 10
Januari 2013]. Diunduh di:
http://www.fkh.unair.ac.id/artikel1/2010/ARTIKEL%20ILMIAH%20DAU
D.pdf
• Latief SA, Suryadi KA, Dachlan MR. Petunjuk Praktis Anestesiologi. 2nd
ed. Jakarta: Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia; 2001.
• Morgan GE, Mikhail MS, Murray MJ. Clinical Anesthesiology. 4th ed.
New York: McGraw-Hil; 2007.
Download