BAB II -Kemampuan Berbahasa dan Autisme

advertisement
9
BAB 2
KEMAMPUAN BERBAHASA
DAN AUTISTIC DISORDER (AUTISME)
2.1. Hakikat Kemampuan Berbahasa
Berbahasa merupakan salah satu perilaku dari kemampuan manusia, sama
dengan kemampuan dan perilaku untuk berpikir, bercakap-cakap, bersuara, maupun
bersiul. Berbahasa adalah kegiatan dan proses memahami dan menggunakan isyarat
komunikasi yang disebut bahasa.
Fungsi bahasa adalah sebagai alat interaksi sosial untuk menyampaikan
pikiran, gagasan, konsep, juga perasaan (Chaer, 2003:33). Bahasa dipakai oleh
manusia dalam segala tindak kehidupan.
Proses berbahasa adalah proses yang ditampilkan manusia dalam kemampuan
dan perilaku berpikir, bercakap-cakap, bersuara, dan mengungkapkan sesuatu dengan
suara. Apabila proses ini berjalan dengan baik, maka seseorang dapat memahami dan
menggunakan isyarat komunikasi yang disebut dengan bahasa melalui proses
produktif dan proses reseptif.
Proses produktif berlangsung pada diri pembicara yang menghasilkan kodekode bahasa yang bermakna dan berguna. Sedangkan proses reseptif berlangsung
pada diri pendengar yang menerima kode-kode bahasa yang bermakna dan berguna
yang disampaikan oleh pembicara. Proses produk atau proses rancangan berbahasa
disebut enkode, sedangkan proses penerimaan, perekaman, dan pemahaman disebut
proses dekode.
Proses enkode dan proses dekode atau proses produksi dan proses reseptif
berawal pada pemahaman dan berakhir pada pemahaman. Berarti proses berbahasa
10
adalah proses komunikasi yang bermakna dan berguna. Kegiatan menghasilkan berita,
pesan, dan amanat disebut produktif, sedangkan proses penerimaan berita, pesan, atau
amanat disebut reseptif.
Dalam setiap analisis bahasa, ada dua buah konsep yang perlu dipahami, yaitu
struktur dan sistem. Struktur menyangkut masalah hubungan antara unsur-unsur di
dalam satuan ujaran. Sedangkan sistem berkenaan dengan hubungan antara unsurunsur bahasa pada satuan-satuan ujaran yang lain (Chaer, 2003: 34). Struktur itu sama
dengan tata bahasa, dan dalam tata bahasa terdapat komponen sintaksis salah satunya.
Sintaksis merupakan komponen sentral dalam pembentukan kalimat, disamping
komponen semantik dan komponen fonologi (Chaer, 2003:39). Sintaksis menelaah
struktur bahasa yang lebih besar dari kata, mulai dari frasa hingga kalimat. Struktur
yang dimaksud adalah urutan kata. Tugas utama komponen ini adalah menentukan
hubungan antara pola-pola bunyi bahasa itu dengan maknanya dengan mengatur
urutan kata-kata yang membentuk frase atau kalimat yang sesuai dengan maksud
penuturnya.
2.2. Aspek Kemampuan Berbahasa
2.2.1. Aspek Berbahasa Produktif
Proses produktif berlangsung pada diri pembicara yang menghasilkan kode-kode
bahasa yang bermakna dan berguna. Proses produksi atau proses rancangan berbahasa
disebut enkode. Proses rancangan berbahasa produktif dimulai dengan enkode
semantik, yaitu proses penyusunan konsep, ide, atau pengertian.
Proses rancangan berbahasa produktif dimulai dengan enkode semantik, yakni
proses penyusunan konsep, ide, atau pengertian. Dilanjutkan dengan enkode
gramatikal, yakni penyusunan konsep atau ide itu dalam bentuk satuan gramatikal.
11
Selanjutnya diteruskan dengan enkode fonologi, yakni penyusunan unsur bunyi dari
kode itu. Proses enkode ini terdapat dalam otak pembicara, kecuali representasi
fonologinya yang terjadi di dalam mulut, dilakukan oleh alat-alat bicara, atau alat
artikulasi.
2.2.2. Aspek Berbahasa Reseptif
Proses reseptif berlangsung pada diri pendengar yang menerima kode-kode
bahasa yang bermakna dan berguna yang disampaikan oleh pembicara melalui alatalat artikulasi dan diterima melalui alat-alat pendengar. Proses penerimaan,
perekaman, dan pemahaman disebut proses dekode.
Proses dekode dimulai dengan dekode fonologi, yakni penerimaan unsur-unsur
bunyi itu melalui telinga pendengar. Lalu dilanjutkan dengan proses dekode
gramatikal, yakni pemahaman bunyi itu sebagai satuan gramatikal, dan diakhiri
dengan dekode semantik, yakni pemahaman akan konsep-konsep atau ide-ide yang
dibawa oleh kode tersebut. Proses ini terjadi dalam otak pendengar.
Proses reseptif dimulai dengan tahap pengenalan akan arus ujaran yang
disampaikan. Mengenal berarti menimbulkan kembali kesan yang pernah ada. Tahap
pengenalan dilanjutkan dengan tahap identifikasi, yaitu proses yang dapat
membedakan bunyi yang kontrastif, frase, kalimat, teks, dan sebagainya. Setelah
tahap identifikasi ini dilalui, maka sampailah pada tahap pemahaman, sebagai akhir
dari suatu proses berbahasa.
2.3. Perspektif Kognitif
Tidak seorang pun dapat menolak pernyataan bahwa anak dengan sindrom
autistik mempunyai masalah yang dapat mempengaruhi kapasitasnya untuk meniru
12
dan memahami, menjadi luwes dan berdaya cipta, memahami dan dapat menerapkan
aturan-aturan, serta dapat menggunakan informasi-informasi yang datang dari
lingkungannya, dengan kata lain, anak autistik tidak mampu mengatasi lingkungan
dalam kehidupannya (Delphie, 2009:14-15).
Menurut Bailey Rutter dalam Alloy, teori-teori kognitif berpendapat bahwa
masalah-masalah kognitif pada anak autistik merupakan hal yang pokok dan menjadi
penyebab terjadinya permasalahan sosial pada diri anak autistik. Hasil penemuan
penelitian lebih terfokus pada empat area fungsi kognitif. Empat area tersebut adalah
fungsi eksekutif, pengategorian dan daya ingat, pemahaman sosial, serta teori
berpikir (Delphie, 2009: 15).
1. Fungsi Eksekutif
Menurut Ozonoff dalam Alloy (Delphie, 2009:15), Para ahli banyak
memberikan pendapat yang menyatakan bahwa seseorang dengan autistik
mempunyai hambatan yang cukup besar dalam melakukan pemecahan
masalah, mengambil inisiatif dalam perencanaan, melakukan kontrol terhadap
gerak hati, mempertahankan perhatian, melakukan kontrol terhadap
penampilan perilaku, dan berperilaku tidak pantas yang dapat menghambat
dirinya sendiri.
Penelitian lainnya menyatakan bahwa anak dengan autistik secara
konsisten menunjukkan adanya kekurangan dalam berbagai fungsi pelaksana
atau eksekutif yang melaksanakan tugas-tugas penelitian perubahan dan
perencanaa. Di samping itu, anak autistik lebih banyak membuat kesalahankesalahan perseverative, yaitu penggunaan secara spontan pikiran, khayalan,
anak kalimat, dan waktu dalam benaknya (Wenar, C dan Kerig, 2006 dalam
Delphie, 2009: 15).
13
2. Pengategorian dan daya ingat
Menurut Bachevalier; De Long; Klinger dan Dawson dalam Alloy
(Delphie,
2009:16)
penelitian
terhadap
pengintegrasian
daya
ingat
menunjukkan bahwa seseorang dengan autistik juga mempunyai kesulitan
dalam pembentukan konsep-konsep baru dan pada saat dirinya berupaya
untuk memahami informasi. Secara khusus anak autistik mempunyai
kesulitan dalam membentuk prototipe suatu benda atau objek sehingga
dirinya bertendesi ke arah tidak memenuhi aturan-aturan.
3. Pemahaman sosial
Menurut Hobson dan Sigman dalam Alloy (Delphie, 2009:16),
pemahaman sosial anak-anak autistik terhambat kerena dalam kehidupan
mereka tidak menaruh perhatian sama sekali pada tanda-tanda emosional dan
perhatian orang lain di sekitar mereka. Jadi, dapat dikatakan bahwa terjadi
ketidakmampuan yang cukup parah terhadap pemahaman akan tanda-tanda
atau isyarat tubuh seperti yang telah dilihat atau diarahkan. Mereka juga
mempunyai permasalahan dalam memahami emosi dan ekspresi wajah orang
lain.
4. Teori berpikir
Permasalahan yang mendasar pada anak dengan autistik adalah mereka
tidak
mempunyai
teori
berpikir.
Seperti
mereka
tidak
memahami
keberadaannya berkaitan dengan keadaan mental sebenarnya, seperti perilaku
untuk percaya atau pernyataan hasratnya. Oleh karena itu, ia tidak dapat
memperkirakan dan memehami bentuk tindakan dirinya untuk berperilaku
sesuai dengan keadaan mental sebenarnya.
14
2.4. Konsep dasar anak Autistic Disorder (Autisme)
2.4.1. Pengertian Anak Autistik
Autisme adalah gangguan perkembangan yang sangat kompleks pada
anak, yang gejalanya sudah timbul sebelum anak itu mencapai usia tiga tahun.
Penyebab autisme adalah gangguan neurobiologis yang mempengaruhi fungsi
otak sedemikian rupa sehingga anak tidak mampu berinteraksi dan berkomunikasi
dengan dunia luar secara efektif.
Gejala yang sangat menonjol adalah sikap anak yang cenderung tidak
mempedulikan lingkungan dan orang-orang di sekitarnya, seolah menolak
berkomunikasi dan berinteraksi, serta seakan hidup dalam dunianya sendiri. Anak
autistik juga mengalami kesulitan dalam memahami bahasa dan berkomunikasi
secara verbal. Disamping itu seringkali (prilaku stimulasi diri) seperti berputarputar, mengepak-ngepakan tangan seperti sayap, berjalan berjinjit dan lain
sebagainya.
Gejala autisme sangat bervariasi. Sebagian anak berperilaku hiperaktif
dan agresif atau menyakiti diri, tapi ada pula yang pasif. Mereka cenderung
sangat sulit mengendalikan emosinya dan sering tempertantrum (menangis dan
mengamuk). Kadang-kadang mereka menangis, tertawa atau marah-marah tanpa
sebab yang jelas. Selain berbeda dalam jenis gejalanya, intensitas gejala autisme
juga berbeda-beda, dari sangat ringan sampai sangat berat.
Oleh karena banyaknya perbedaan-perbedaan tersebut di antara masingmasing individu, maka saat ini gangguan perkembangan ini lebih sering dikenal
sebagai Autistic Spectrum Disorder (ASD) atau Gangguan Spektrum Autistik
(GSA).
15
2.4.2. Karakter Anak Autistik
Penyandang autistik pada umumnya mengalami tiga bidang kesulitan yang
utama. Ketiga bidang hambatan tersebut adalah komunikasi, imajinasi, dan
sosialisasi. Ketiga gangguan ini memiliki saling keterkaitan.
1. Gangguan di bidang komunikasi
1)
Perkembangan bahasa anak lambat atau sama sekali tidak ada. Anak
tampak tuli, sulit berbicara, atau pernah berbicara lalu kemudian hilang
kemampuan bicaranya.
2)
Terkadang kata-kata yang digunakan tidak sesuai artinya.
3)
Mengoceh tanpa arti secara berulang-ulang, dengan bahasa-bahasa yang
tidak dapat dimengerti oleh orang lain.
4)
Bicara tidak dipakai untuk berkomunikasi dan senag meniru atau membeo
(echolalia).
5)
Bila senang meniru, dapat menghafalkan kata-kata atau nyayian yang
didengar tanpa mengerti artinya.
6)
Sebagian dari anak tidak bicara atau sedikit bicara sampai usia dewasa.
7)
Senang menarik tangan orang untuk melakukan apa yang diinginkan.
2. Gangguan di bidang perilaku
1)
Anak dapat berperilaku berlebihan atau terlalu aktif (hiperaktif) dan
berperilaku berkekurangan (hipoaktif).
2)
Anak memperlihatkan perilaku stimulasi diri atau merangsang diri sendiri
seperti bergoyang-goyang, mengepakkan tangan seperti burung.
3)
Berputar-putar, lari atau berjalan dengan bolak-balik, dan melakukan
gerakaan yang diulang-ulang.
16
4)
Anak tidak suka kepada perubahan.
5)
Anak duduk melamun dengan tatapan kosong.
6)
Anak sering marah-marah, tertawa, dan menangis tanpa alasan.
7)
Anak dapat mengamuk tidak terkendali jika dilarang atau tidak dituruti
keinginannya.
8)
Terkadang menyakiti dirinya sendiri.
9)
Anak tidak memiliki empati atau tidak mengerti perasaan orang.
3. Gangguan di bidang sosialisasi
1)
Anak lebih suka menyendiri.
2)
Anak tidak melakukan kontak mata dengan orang lain atau menghindari
tatapan muka atau mata dengan orang lain.
3)
Tidak tertarik untuk bermain bersama dengan teman, baik yang sebaya
maupun yang lebih tua dari umurnya.
4)
Apabila diajak bermain, anak tidak mau dan menjauh.
Berikut adalah tabel karakteristik perilaku anak autisme:
Sulit bersosialisasi dengan anak-anak lainnya
Tertawa atau tergelak tidak pada tempatnya
Tidak pernah atau jarang sekali kontak mata
17
Tidak peka terhadap rasa sakit
Lebih suka menyendiri; sifatnya agak menjauhkan diri.
Suka benda-benda yang berputar / memutarkan benda
Ketertarikan pada satu benda secara berlebihan
Hiperaktif/melakukan kegiatan fisik secara berlebihan atau
malah tidak melakukan apapun (terlalu pendiam)
Kesulitan dalam mengutarakan kebutuhannya; suka
menggunakan isyarat atau menunjuk dengan tangan
daripada kata-kata
Menuntut hal yang sama; menentang perubahan atas hal-hal
yang
bersifat rutin
Tidak peduli bahaya
Menekuni permainan dengan cara aneh dalam waktu lama
Echolalia (mengulangi kata atau kalimat, tidak berbahasa
biasa)
18
Tidak suka dipeluk (disayang) atau menyayangi
Tidak tanggap terhadap isyarat kata-kata; bersikap seperti
orang tuli
Tidak berminat terhadap metode pengajaran yang biasa
Tentrums – suka mengamuk/memperlihatkan kesedihan
tanpa alasan yang jelas
Kecakapan motorik kasar/motorik halus yang seimbang
(seperti tidak mau menendang bola namun dapat menumpuk
balok-balok)
www.autisticdisorder.com
2.4.3. Faktor Penyebab Autistik
Etiologi anak autistik menurut Wenar, C dan Kerig, P. (Delphie, 2009: 29)
terbagi atas dua kelompok besar, yaitu faktor-faktor biologis (the biological factors)
dan konteks yang terjadi dalam pikiran diri sendiri (the interpersonal context). Faktorfaktor biologis meliputi faktor lingkungan, faktor genetika, faktor neuropsikologis,
penemuan-penemuan neurokemis, dan penemuan-penemuan neuroanatomis. Konteks
yang terjadi dalam pikiran diri sendiri meliputi kasih sayang, perkembangan emosi,
ekspresi emosional, kerjasama atensi, perkembangan bahasa, pengambilan perspektif,
perkembangan kognitif, fungsi-fungsi eksekutif, dan teori berpikir. Berikut adalah
penjelasan dari faktor-faktor yang suah disebutkan sebelumnya:
1.
Faktor-faktor Biologis (The Biological Factors)
Faktor-faktor biologis yang dapat berpengaruh pada terjadinya anak autistik
adalah sebagai berikut:
19
1) Faktor lingkungan (environmental factors), misalnya penyakit rubella yang
diidap ibu-ibu yang sedang hamil dapat meningkatkan terjadinya janin
dengan sindrom autistik.
2) Faktor genetika (genetic factors), yaitu faktor yang memegang peranan
penting terjadinya anak autistik. Perbandingan antara orang tua yang
mempunyai anak autistik dengan orang tua yang anaknya normal adalah
15:30. Populasi umum terhadap anak kembar antara 36% -91% untuk Mz
(monozygotic twins) dan 0%-5% untuk Dz (dyzigotic twins). Pasangan
kembar autistik lainnya mempunyai beberapa karakteristik dengan tingkat
yang lebih rendah. Mereka disebut dengan autism phenotype yang
mempunyai ciri-ciri kognitifnya lemah, perkembangan berbahasanya
terlambat, dan mempunyai ketidakmampuan atau hambatan sosial yang
terus-menerus.
3) Faktor neuropsikologis (neuropsychological factors), yaitu anak dengan
sindrom autistik atau kelainan pervasif (yang bersifat menetap) banyak
dipengaruhi fungsi-fungsi psikologisnya.
4) Penemuan-penemuan neurokemis (neurochemical findings), yaitu gejala
ketidaknormalan pada neurotransmitters (atau pesan-pesan yang bersifat
khusus yang bertanggung jawab dalam komunikasi di antara sel-sel saraf).
5) Penemuan-penemuan neuroanatomis (neuroanatomical findings), yaitu anak
dengan gejala sebagai berikut:
a) Terjadi ketidaknormalan pada temporal lobe dan cerebellum
b) Terjadi ketidaknormalan pada beberapa bagian otak yang melibatkan
kognisi
spesial.
Dengan
kata
lain,
anak
autistik
mempunyai
ketidaknormalan pada amydala (yaitu suatu area ada pada medial
20
temporal lobe yang khusus sebagai pusat informasi berkaitan dengan
emosi). Keadaan ini dapat mengekibatkan hendaya dalam ekspresi wajah
dan kerja sama atensi yang merupakan fungsi kognitif sosial.
c) Anak autistik mempunyai isi cerebral atau berat otak lebih besar
daripada anak yang mempunyai perkembangan normal. Kelebihan
tersebut mengacu pada adanya pengaruh whitemannaer dalam otak.
Terjadinya kelebihan bukan pada saat dilahirkan, tetapi setelah masa
perkembangan berikutnya.
d) Adanya perbedaan brain lateralization (yaitu perbedaan fungsi antara
belahan kiri otak dan belahan kanan otak) antara penyandang sindrom
autistik dengan penyandang asperger’s syndrome (AD).
e) Fungsi-fungsi yang berhubungan dengan sisi kanan otak yang mengatur
keterampilan otak dan kemampuan visual spatial seperti proses
terjadinya emosi sosial dan penampilan wajah.
2.
Konteks yang terjadi dalam pikiran diri sendiri (The Intrapersonal Context)
Inti kekurangan yang mengakibatkan penyimpangan ekstrim suatu
perkembangan normal pada anak dengan sindrom autistik meliputi proses
perkembangan berkaitan dengan kasih sayang (attachment), perkembangan
emosi (emotional development), ekspresi emosional (emotional expression),
kerja sama atensi
(joint attention), perkembangan bahasa (language
development), pengambilan perspektif (perspective taking), perkembangan
kognitif (cognitive development), fungsi-fungsi eksekutif (executive functions),
dan teori berpikir (theory of mind).
21
1) Kasih sayang (attachment)
Ketiadaan kasih sayang yang penuh dapat mengakibatkan kelainan
mendasar pada anak penyandang autistik. Kesih sayang merupakan saraf
pusat penggambaran secara murni sindrom autistik yang telah dipaparkan
oleh Leo Kanner (1943). Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa anak
penyandang
autistik
tidak
mempunyai
kemampuan
dalam
upaya
membentuk kasih sayang.
2) Perkembangan emosi (emotional development)
Anak autistik mempunyai kesulitan dalam menguraikan emosi dasar,
khususnya dalam membedakan emosi-emosi negatif. Mereka hanya tertuju
pada penampilan khusus objek tertentu. Hal ini merupakan kekurangan
yang signifikan sehingga dapat memberikan pengertian bahwa memahami
emosi merupakan hal esensial dalam membentuk hubungan antar orang.
3) Ekspresi emosional (emotional expression)
Anak autistik tidak menatap wajah orang yang diajak berbicara, seperti
umumnya dilakukan orang lain saat berkomunikasi. Kelangkaan perhatian
pada
wajah
merupakan
keganjilan
yang
merupakan
hambatan
perkembangan otaknya. Kekurangan dalam menanggapi persepsi wajah
berkecenderungan menjadikan seseorang mempunyai autistik brain. Jadi
dapat dikatakan bahwa yang hilang pada anak autistik adalah emosi yang
merupakan salah satu bagian penting dalam interaksi timbal baik.
4) Kerja sama atensi (joint attention)
Kekurangan utama anak autistik adalah kekurangmampuan dirinya untuk
berbagi kerja sama. Keadaan ini dapat disebut sebagai referential looking.
22
Berbagi rasa tertarik merupakan berbagi perasaan. Pada umumnya anak
autistik dalam melakukan kegiatan berbagi perhatian sangat kurang.
5) Perkembangan bahasa (language development)
Kekurangan pada perkembangan bahasa pada anak autistik terlihat
menonjol dibanding dengan kekurangan lain. Ada sejumlah perbedaan yang
melekat
pada
anak
autistik
dalam
berbicara
dibanding
dengan
perkembangan berbahasa secara normatif. Contohnya, pembicaraan anak
autistik cenderung ke arah echolalia (mengulang kata atau kalimat sewaktu
ia berbicara dengan orang lain), leteral (apa adanya), dan tidak berirama.
Beberapa anak autistik mempunyai kemampuan berbahasa yang berbeda.
Seringkali anak autistik menggunakan anak kalimat dan bahasa yang ganjil,
aneh, dan hanya dirinya yang mengerti tanpa memperhatikan lawan
bicaranya.
Penyebab keadaan ini adalah kecenderungan anak autistik yang hanya
terfokus pada kata dibanding pada isi. Oleh karena itu, makna kata atau
anak kalimat yang diucapkan cenderung selalu hilang. Anak autistik sering
salah melakukan komunikasi terutama dalam mengartikan makna yang
dikandung dalam suatu percakapan. Ia sering gagal dalam memberikan
tanda dan rujukan yang dapat dimengerti orang.
6) Pengambilan perspektif (perspective taking)
Kekurangan dalam bahasa anak autistik kebanyakan muncul sebagai
pantulan adanya kekurangan dalam perpective taking. Anak autistik dapat
mengenali namanya sendiri dan mengidentifikasikan orang lain melalui
namanya, cerita akan berbeda saat namanya diubah dengan kata ganti
orang, sang anak akan mengalami kebingungan atau kesulitan untuk bisa
23
mengenali dirinya dan orang lain. Penggunaan kata ganti orang merupakan
persoalan perspektif. Contoh lain adalah echolalia, ketika pengucapan
echolalia digunakan saat berbicara dengan orang lain, komunikasi sosial
menjadi janggal.
7) Perkembangan kognitif (cognitive development)
Anak-anak autistik mempunyai tingkat inteligansi yang bervariasi. Karakter
berpikir anak autistik yang lebih terfokus pada bagian-bagian kecil (detail)
dan mengacuhkan bentuk gambar secara keseluruhan merupakan suatu
keadaan yang disebut a lack of central coherence (Firth, 2003 dalam
Delphie, 2009: 41).
8) Fungsi-fungsi eksekutif (executive functions)
Anak-anak autistik juga mempunyai kesulitan dalam area fungsi-fungsi
eksekutif yang melibatkan perencanaan, pengorganisasian, memonitor diri,
dan keluwesan kognitif.
9) Teori berpikir (theory of mind)
Menurut Wenar, C. Dan Kerig, P. (Delphie, 2009: 43), salah astu
kekurangan kemampuan yang cukup tinggi pada anak autistik adalah mind
blindness, yaitu kelangkaan dalam memahami keadaan psikis terhadap diri
sendiri atau orang lain yang selanjutnya disebut theory of mind.
Kekurangan yang dialami tersebut akan berpengaruh terhadap anak autistik
terutama dalam hubungan sosial (social relatianship) dan perkembangan
bahasa (language development) dengan ketiadaan perasaan, minat, dan
motivasi dalam berbagi rasa selama berteman juga dapat berpengaruh
terhadap perkembangan emosional antara pernyataan yang ada dalam diri
sendiri dengan ekspresi afektif. Kekurangan tersebut berpengaruh terhadap
24
kemampuan komunikasi karena adanya kesulitan untuk menyesuaikan
pandangan atau perspektif berkaitan dengan orang lain yang diajak
berbicara.
2.5. Tahapan Komunikasi Anak Autistik
Menurut Sussman (Yuwono, 2009:71) perkembangan komunikasi anak
autistik dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu kemampuan berinteraksi, cara anak
berkomunikasi, alasan dibalik komunikasi yang dilakukan anak, dan tingkat
pemahaman anak. Selanjutnya ia menulis bahwa perkembangan berkomunikasi anak
autistik berkembang melalui empat tahap, yaitu:
1. The Own Agenda Stage
Pada tahap ini anak autistik cenderung bermain sendiri dan tampak tidak tertarik
pada orang-orang sekitar. Anak autistik belum memahami bahwa komunikasi
dapat mempengaruhi orang lain. Untuk mengetahui keinginannya, kita dapat
memperhatikan gerak tubuh dan ekspresi wajahnya. Anak dapat berinteraksi
cukup lama dengan orang lain yang sudah dikenalnya, namun akan mengalami
kesulitan dan menolak berinteraksi dengan orang yang baru dikenalnya. Anak
autstik akan menangis atau bertetiak bila merasa terganggu aktifitasnya atau
menolak terhadap aktifitas bermainnya.
2. The Requester Stage
Pada tahap ini anak autistik sudah menyadari bahwa perilakunya dapat
mempengaruhi orang lain. bila menginginkan sesuatu, anak autistik akan menarik
tangan dan mengarahkan ke benda yang diinginkannya. Aktifitas yang disukainya
biasanya masih bersifat fisik. Pada umumnya anak autistik pada tahap ini sudah
mampu memproduksi suara, tetapi bukan untuk berkomunikasi melainkan untuk
25
menenangkan diri. Anak autistik dapat mengenal perintah sederhana, tetapi
respon yang diberikan belum konsisten. Anak autistik juga sudah mampu
melakukan kegiatan yang bersifat rutinitas.
3. The Early Communication Stage
Pada tahap ini, kemampuan anak autistik dalam berkomunikasi lebih baik kerena
menggunakan gestur, suara, dan gambar. Anak autistik mampu berinteraksi cukup
lama dan dapat menggunakan satu bentuk komunikasi meski dalam situasi
khusus. Inisiatif anak autistik untuk berkomunikasi masih terbatas. Anak autistik
telah mulai mengulang hal-hal yang didengar, mulai memahami isyarat visual
atau gambar dan memahami kalimat-kalimat sederhana yang diucapkan.
4. The Partner Stage
Tahap ini merupakan fase yang paling efektif. Bila kemampuan bicaranya baik,
maka anak autistik berkemungkinan dapat melakukan percakapan sederhana.
Anak autistik telah mampu menceritakan kejadian yang telah lalu, meminta
keinginan yang belum terpenuhi dan mengekpresikan perasaannya. Namun, anak
autistik masih cenderung menghafal kalimat dan sulit menemukan topik baru
dalam percakapan.
2.6. Kemampuan Berbahasa Anak Autistik
Kemampuan dalam berkomunikasi atau berbahasa merupakan bagian yang
paling penting dalam kehidupan sehari-hari. Dengan kemampuan berbahasa yang
dimiliki, anak autistik mampu menyampaikan keinginannya seperti minta makan,
minum, ingin menonton televisi, ingin main, memanggil mama dan papa, serta
banyak lagi. Dengan memiliki kemampuan berkomunikasi dan berbahasa yang baik,
26
anak autistik dapat memahami dan menyampaikan informasi, menyampaikan
pikirannya, dan mengekpresikan keinginannya.
Komunikasi dan bahasa pada anak autistik sangat berbeda dari kebanyakan
anak-anak seusianya. Anak-anak autistik mengalami kesulitan dalam berkomunikasi
baik secara verba atau nonverbal. Keterlambatan komunikasi dan bahasa merupakan
ciri yang paling menonjol dari anak-anak dengan autisme.
Beberapa perilaku autisme pada anak dengan autistik yang berhubungan
dengan komunikasi dalam penelitian ini terlihat sebagai berikut :
1. Minim Komunikasi
Anak autistik umumnya memiliki kemampuan komunikasi yang sangat minim,
anak dengan autisme biasanya juga sangat jarang memulai komunikasi dalam
lingkungan sosialnya. Komunikasi yang dimaksud adalah komunikasi yang bersifat
verbal.
2. Sedikit Bicara
Anak autistik cenderung pelit dalam berbicara, sehingga saat berkomunikasi atau
menjawab pertanyaan biasanya anak autistik hanya memberikan respon singkat
atau bahkan tidak ada sama sekali. Jikapun menjawab, jawaban yang diberikan
biasanya sebatas satu atau dua kata.
3. Kejanggalan Penekanan Suara
Anak autistik umumnya mampu dan mau menirukan beberapa kata sederhana,
namun masih terdapat perbedaan yang jelas pada bagian penekanan suara atau
intonasi yang dihasilkan, misalnya penekanan penggalan kata yag tidak lazim atau
tidak sama dengan yang dicontohkan oleh terapis atau peneliti.
27
4. Tidak Berekspresi
Saat melakukan komunikasi dengan orang lain seperti terapis, peneliti, serta orangorang di sekitarnya, termasuk orang tua, anak autistik seringkali menunjukkan
ekspresi yang datar, meskipun menunjukkan sedikit minatnya kepada orang lain.
Ekspresi anak autistik biasanya dapat terlihat dengan jelas saat kita mengajaknya
berkomunikasi langsung dengan upaya tatap muka (meskipun nyaris tidak ada)
karena kontak mata yang sering hilang.
5. Sering Mengulang Kata atau Kalimat
Anak autistik cenderung selalu mengikuti atau mengulang perkataan yang mereka
dengar sebelumnya. perilaku ini dapat berupa kejadian, nyayian benda, atau
sesuatu yang menarik perhatiannya. Perilaku ini disebut juga echolalia.
6. Mengucapkan Tapi Tidak Mengerti Artinya
Kemampuan komunikasi anak autistik memang cukup unik karena tidak jarang ada
anak autistik yang mampu mengucapkan kata atau kalimat dengan sempurna,
namun sebenarnya tidak mengerti sama sekali tentang arti kata yang baru saja
diucapkan, bahkan untuk kata-kata sederhana seperti makan, tidur, menulis, belajar
dan bermain.
Download