9 BAB 2 KEMAMPUAN BERBAHASA DAN AUTISTIC DISORDER (AUTISME) 2.1. Hakikat Kemampuan Berbahasa Berbahasa merupakan salah satu perilaku dari kemampuan manusia, sama dengan kemampuan dan perilaku untuk berpikir, bercakap-cakap, bersuara, maupun bersiul. Berbahasa adalah kegiatan dan proses memahami dan menggunakan isyarat komunikasi yang disebut bahasa. Fungsi bahasa adalah sebagai alat interaksi sosial untuk menyampaikan pikiran, gagasan, konsep, juga perasaan (Chaer, 2003:33). Bahasa dipakai oleh manusia dalam segala tindak kehidupan. Proses berbahasa adalah proses yang ditampilkan manusia dalam kemampuan dan perilaku berpikir, bercakap-cakap, bersuara, dan mengungkapkan sesuatu dengan suara. Apabila proses ini berjalan dengan baik, maka seseorang dapat memahami dan menggunakan isyarat komunikasi yang disebut dengan bahasa melalui proses produktif dan proses reseptif. Proses produktif berlangsung pada diri pembicara yang menghasilkan kodekode bahasa yang bermakna dan berguna. Sedangkan proses reseptif berlangsung pada diri pendengar yang menerima kode-kode bahasa yang bermakna dan berguna yang disampaikan oleh pembicara. Proses produk atau proses rancangan berbahasa disebut enkode, sedangkan proses penerimaan, perekaman, dan pemahaman disebut proses dekode. Proses enkode dan proses dekode atau proses produksi dan proses reseptif berawal pada pemahaman dan berakhir pada pemahaman. Berarti proses berbahasa 10 adalah proses komunikasi yang bermakna dan berguna. Kegiatan menghasilkan berita, pesan, dan amanat disebut produktif, sedangkan proses penerimaan berita, pesan, atau amanat disebut reseptif. Dalam setiap analisis bahasa, ada dua buah konsep yang perlu dipahami, yaitu struktur dan sistem. Struktur menyangkut masalah hubungan antara unsur-unsur di dalam satuan ujaran. Sedangkan sistem berkenaan dengan hubungan antara unsurunsur bahasa pada satuan-satuan ujaran yang lain (Chaer, 2003: 34). Struktur itu sama dengan tata bahasa, dan dalam tata bahasa terdapat komponen sintaksis salah satunya. Sintaksis merupakan komponen sentral dalam pembentukan kalimat, disamping komponen semantik dan komponen fonologi (Chaer, 2003:39). Sintaksis menelaah struktur bahasa yang lebih besar dari kata, mulai dari frasa hingga kalimat. Struktur yang dimaksud adalah urutan kata. Tugas utama komponen ini adalah menentukan hubungan antara pola-pola bunyi bahasa itu dengan maknanya dengan mengatur urutan kata-kata yang membentuk frase atau kalimat yang sesuai dengan maksud penuturnya. 2.2. Aspek Kemampuan Berbahasa 2.2.1. Aspek Berbahasa Produktif Proses produktif berlangsung pada diri pembicara yang menghasilkan kode-kode bahasa yang bermakna dan berguna. Proses produksi atau proses rancangan berbahasa disebut enkode. Proses rancangan berbahasa produktif dimulai dengan enkode semantik, yaitu proses penyusunan konsep, ide, atau pengertian. Proses rancangan berbahasa produktif dimulai dengan enkode semantik, yakni proses penyusunan konsep, ide, atau pengertian. Dilanjutkan dengan enkode gramatikal, yakni penyusunan konsep atau ide itu dalam bentuk satuan gramatikal. 11 Selanjutnya diteruskan dengan enkode fonologi, yakni penyusunan unsur bunyi dari kode itu. Proses enkode ini terdapat dalam otak pembicara, kecuali representasi fonologinya yang terjadi di dalam mulut, dilakukan oleh alat-alat bicara, atau alat artikulasi. 2.2.2. Aspek Berbahasa Reseptif Proses reseptif berlangsung pada diri pendengar yang menerima kode-kode bahasa yang bermakna dan berguna yang disampaikan oleh pembicara melalui alatalat artikulasi dan diterima melalui alat-alat pendengar. Proses penerimaan, perekaman, dan pemahaman disebut proses dekode. Proses dekode dimulai dengan dekode fonologi, yakni penerimaan unsur-unsur bunyi itu melalui telinga pendengar. Lalu dilanjutkan dengan proses dekode gramatikal, yakni pemahaman bunyi itu sebagai satuan gramatikal, dan diakhiri dengan dekode semantik, yakni pemahaman akan konsep-konsep atau ide-ide yang dibawa oleh kode tersebut. Proses ini terjadi dalam otak pendengar. Proses reseptif dimulai dengan tahap pengenalan akan arus ujaran yang disampaikan. Mengenal berarti menimbulkan kembali kesan yang pernah ada. Tahap pengenalan dilanjutkan dengan tahap identifikasi, yaitu proses yang dapat membedakan bunyi yang kontrastif, frase, kalimat, teks, dan sebagainya. Setelah tahap identifikasi ini dilalui, maka sampailah pada tahap pemahaman, sebagai akhir dari suatu proses berbahasa. 2.3. Perspektif Kognitif Tidak seorang pun dapat menolak pernyataan bahwa anak dengan sindrom autistik mempunyai masalah yang dapat mempengaruhi kapasitasnya untuk meniru 12 dan memahami, menjadi luwes dan berdaya cipta, memahami dan dapat menerapkan aturan-aturan, serta dapat menggunakan informasi-informasi yang datang dari lingkungannya, dengan kata lain, anak autistik tidak mampu mengatasi lingkungan dalam kehidupannya (Delphie, 2009:14-15). Menurut Bailey Rutter dalam Alloy, teori-teori kognitif berpendapat bahwa masalah-masalah kognitif pada anak autistik merupakan hal yang pokok dan menjadi penyebab terjadinya permasalahan sosial pada diri anak autistik. Hasil penemuan penelitian lebih terfokus pada empat area fungsi kognitif. Empat area tersebut adalah fungsi eksekutif, pengategorian dan daya ingat, pemahaman sosial, serta teori berpikir (Delphie, 2009: 15). 1. Fungsi Eksekutif Menurut Ozonoff dalam Alloy (Delphie, 2009:15), Para ahli banyak memberikan pendapat yang menyatakan bahwa seseorang dengan autistik mempunyai hambatan yang cukup besar dalam melakukan pemecahan masalah, mengambil inisiatif dalam perencanaan, melakukan kontrol terhadap gerak hati, mempertahankan perhatian, melakukan kontrol terhadap penampilan perilaku, dan berperilaku tidak pantas yang dapat menghambat dirinya sendiri. Penelitian lainnya menyatakan bahwa anak dengan autistik secara konsisten menunjukkan adanya kekurangan dalam berbagai fungsi pelaksana atau eksekutif yang melaksanakan tugas-tugas penelitian perubahan dan perencanaa. Di samping itu, anak autistik lebih banyak membuat kesalahankesalahan perseverative, yaitu penggunaan secara spontan pikiran, khayalan, anak kalimat, dan waktu dalam benaknya (Wenar, C dan Kerig, 2006 dalam Delphie, 2009: 15). 13 2. Pengategorian dan daya ingat Menurut Bachevalier; De Long; Klinger dan Dawson dalam Alloy (Delphie, 2009:16) penelitian terhadap pengintegrasian daya ingat menunjukkan bahwa seseorang dengan autistik juga mempunyai kesulitan dalam pembentukan konsep-konsep baru dan pada saat dirinya berupaya untuk memahami informasi. Secara khusus anak autistik mempunyai kesulitan dalam membentuk prototipe suatu benda atau objek sehingga dirinya bertendesi ke arah tidak memenuhi aturan-aturan. 3. Pemahaman sosial Menurut Hobson dan Sigman dalam Alloy (Delphie, 2009:16), pemahaman sosial anak-anak autistik terhambat kerena dalam kehidupan mereka tidak menaruh perhatian sama sekali pada tanda-tanda emosional dan perhatian orang lain di sekitar mereka. Jadi, dapat dikatakan bahwa terjadi ketidakmampuan yang cukup parah terhadap pemahaman akan tanda-tanda atau isyarat tubuh seperti yang telah dilihat atau diarahkan. Mereka juga mempunyai permasalahan dalam memahami emosi dan ekspresi wajah orang lain. 4. Teori berpikir Permasalahan yang mendasar pada anak dengan autistik adalah mereka tidak mempunyai teori berpikir. Seperti mereka tidak memahami keberadaannya berkaitan dengan keadaan mental sebenarnya, seperti perilaku untuk percaya atau pernyataan hasratnya. Oleh karena itu, ia tidak dapat memperkirakan dan memehami bentuk tindakan dirinya untuk berperilaku sesuai dengan keadaan mental sebenarnya. 14 2.4. Konsep dasar anak Autistic Disorder (Autisme) 2.4.1. Pengertian Anak Autistik Autisme adalah gangguan perkembangan yang sangat kompleks pada anak, yang gejalanya sudah timbul sebelum anak itu mencapai usia tiga tahun. Penyebab autisme adalah gangguan neurobiologis yang mempengaruhi fungsi otak sedemikian rupa sehingga anak tidak mampu berinteraksi dan berkomunikasi dengan dunia luar secara efektif. Gejala yang sangat menonjol adalah sikap anak yang cenderung tidak mempedulikan lingkungan dan orang-orang di sekitarnya, seolah menolak berkomunikasi dan berinteraksi, serta seakan hidup dalam dunianya sendiri. Anak autistik juga mengalami kesulitan dalam memahami bahasa dan berkomunikasi secara verbal. Disamping itu seringkali (prilaku stimulasi diri) seperti berputarputar, mengepak-ngepakan tangan seperti sayap, berjalan berjinjit dan lain sebagainya. Gejala autisme sangat bervariasi. Sebagian anak berperilaku hiperaktif dan agresif atau menyakiti diri, tapi ada pula yang pasif. Mereka cenderung sangat sulit mengendalikan emosinya dan sering tempertantrum (menangis dan mengamuk). Kadang-kadang mereka menangis, tertawa atau marah-marah tanpa sebab yang jelas. Selain berbeda dalam jenis gejalanya, intensitas gejala autisme juga berbeda-beda, dari sangat ringan sampai sangat berat. Oleh karena banyaknya perbedaan-perbedaan tersebut di antara masingmasing individu, maka saat ini gangguan perkembangan ini lebih sering dikenal sebagai Autistic Spectrum Disorder (ASD) atau Gangguan Spektrum Autistik (GSA). 15 2.4.2. Karakter Anak Autistik Penyandang autistik pada umumnya mengalami tiga bidang kesulitan yang utama. Ketiga bidang hambatan tersebut adalah komunikasi, imajinasi, dan sosialisasi. Ketiga gangguan ini memiliki saling keterkaitan. 1. Gangguan di bidang komunikasi 1) Perkembangan bahasa anak lambat atau sama sekali tidak ada. Anak tampak tuli, sulit berbicara, atau pernah berbicara lalu kemudian hilang kemampuan bicaranya. 2) Terkadang kata-kata yang digunakan tidak sesuai artinya. 3) Mengoceh tanpa arti secara berulang-ulang, dengan bahasa-bahasa yang tidak dapat dimengerti oleh orang lain. 4) Bicara tidak dipakai untuk berkomunikasi dan senag meniru atau membeo (echolalia). 5) Bila senang meniru, dapat menghafalkan kata-kata atau nyayian yang didengar tanpa mengerti artinya. 6) Sebagian dari anak tidak bicara atau sedikit bicara sampai usia dewasa. 7) Senang menarik tangan orang untuk melakukan apa yang diinginkan. 2. Gangguan di bidang perilaku 1) Anak dapat berperilaku berlebihan atau terlalu aktif (hiperaktif) dan berperilaku berkekurangan (hipoaktif). 2) Anak memperlihatkan perilaku stimulasi diri atau merangsang diri sendiri seperti bergoyang-goyang, mengepakkan tangan seperti burung. 3) Berputar-putar, lari atau berjalan dengan bolak-balik, dan melakukan gerakaan yang diulang-ulang. 16 4) Anak tidak suka kepada perubahan. 5) Anak duduk melamun dengan tatapan kosong. 6) Anak sering marah-marah, tertawa, dan menangis tanpa alasan. 7) Anak dapat mengamuk tidak terkendali jika dilarang atau tidak dituruti keinginannya. 8) Terkadang menyakiti dirinya sendiri. 9) Anak tidak memiliki empati atau tidak mengerti perasaan orang. 3. Gangguan di bidang sosialisasi 1) Anak lebih suka menyendiri. 2) Anak tidak melakukan kontak mata dengan orang lain atau menghindari tatapan muka atau mata dengan orang lain. 3) Tidak tertarik untuk bermain bersama dengan teman, baik yang sebaya maupun yang lebih tua dari umurnya. 4) Apabila diajak bermain, anak tidak mau dan menjauh. Berikut adalah tabel karakteristik perilaku anak autisme: Sulit bersosialisasi dengan anak-anak lainnya Tertawa atau tergelak tidak pada tempatnya Tidak pernah atau jarang sekali kontak mata 17 Tidak peka terhadap rasa sakit Lebih suka menyendiri; sifatnya agak menjauhkan diri. Suka benda-benda yang berputar / memutarkan benda Ketertarikan pada satu benda secara berlebihan Hiperaktif/melakukan kegiatan fisik secara berlebihan atau malah tidak melakukan apapun (terlalu pendiam) Kesulitan dalam mengutarakan kebutuhannya; suka menggunakan isyarat atau menunjuk dengan tangan daripada kata-kata Menuntut hal yang sama; menentang perubahan atas hal-hal yang bersifat rutin Tidak peduli bahaya Menekuni permainan dengan cara aneh dalam waktu lama Echolalia (mengulangi kata atau kalimat, tidak berbahasa biasa) 18 Tidak suka dipeluk (disayang) atau menyayangi Tidak tanggap terhadap isyarat kata-kata; bersikap seperti orang tuli Tidak berminat terhadap metode pengajaran yang biasa Tentrums – suka mengamuk/memperlihatkan kesedihan tanpa alasan yang jelas Kecakapan motorik kasar/motorik halus yang seimbang (seperti tidak mau menendang bola namun dapat menumpuk balok-balok) www.autisticdisorder.com 2.4.3. Faktor Penyebab Autistik Etiologi anak autistik menurut Wenar, C dan Kerig, P. (Delphie, 2009: 29) terbagi atas dua kelompok besar, yaitu faktor-faktor biologis (the biological factors) dan konteks yang terjadi dalam pikiran diri sendiri (the interpersonal context). Faktorfaktor biologis meliputi faktor lingkungan, faktor genetika, faktor neuropsikologis, penemuan-penemuan neurokemis, dan penemuan-penemuan neuroanatomis. Konteks yang terjadi dalam pikiran diri sendiri meliputi kasih sayang, perkembangan emosi, ekspresi emosional, kerjasama atensi, perkembangan bahasa, pengambilan perspektif, perkembangan kognitif, fungsi-fungsi eksekutif, dan teori berpikir. Berikut adalah penjelasan dari faktor-faktor yang suah disebutkan sebelumnya: 1. Faktor-faktor Biologis (The Biological Factors) Faktor-faktor biologis yang dapat berpengaruh pada terjadinya anak autistik adalah sebagai berikut: 19 1) Faktor lingkungan (environmental factors), misalnya penyakit rubella yang diidap ibu-ibu yang sedang hamil dapat meningkatkan terjadinya janin dengan sindrom autistik. 2) Faktor genetika (genetic factors), yaitu faktor yang memegang peranan penting terjadinya anak autistik. Perbandingan antara orang tua yang mempunyai anak autistik dengan orang tua yang anaknya normal adalah 15:30. Populasi umum terhadap anak kembar antara 36% -91% untuk Mz (monozygotic twins) dan 0%-5% untuk Dz (dyzigotic twins). Pasangan kembar autistik lainnya mempunyai beberapa karakteristik dengan tingkat yang lebih rendah. Mereka disebut dengan autism phenotype yang mempunyai ciri-ciri kognitifnya lemah, perkembangan berbahasanya terlambat, dan mempunyai ketidakmampuan atau hambatan sosial yang terus-menerus. 3) Faktor neuropsikologis (neuropsychological factors), yaitu anak dengan sindrom autistik atau kelainan pervasif (yang bersifat menetap) banyak dipengaruhi fungsi-fungsi psikologisnya. 4) Penemuan-penemuan neurokemis (neurochemical findings), yaitu gejala ketidaknormalan pada neurotransmitters (atau pesan-pesan yang bersifat khusus yang bertanggung jawab dalam komunikasi di antara sel-sel saraf). 5) Penemuan-penemuan neuroanatomis (neuroanatomical findings), yaitu anak dengan gejala sebagai berikut: a) Terjadi ketidaknormalan pada temporal lobe dan cerebellum b) Terjadi ketidaknormalan pada beberapa bagian otak yang melibatkan kognisi spesial. Dengan kata lain, anak autistik mempunyai ketidaknormalan pada amydala (yaitu suatu area ada pada medial 20 temporal lobe yang khusus sebagai pusat informasi berkaitan dengan emosi). Keadaan ini dapat mengekibatkan hendaya dalam ekspresi wajah dan kerja sama atensi yang merupakan fungsi kognitif sosial. c) Anak autistik mempunyai isi cerebral atau berat otak lebih besar daripada anak yang mempunyai perkembangan normal. Kelebihan tersebut mengacu pada adanya pengaruh whitemannaer dalam otak. Terjadinya kelebihan bukan pada saat dilahirkan, tetapi setelah masa perkembangan berikutnya. d) Adanya perbedaan brain lateralization (yaitu perbedaan fungsi antara belahan kiri otak dan belahan kanan otak) antara penyandang sindrom autistik dengan penyandang asperger’s syndrome (AD). e) Fungsi-fungsi yang berhubungan dengan sisi kanan otak yang mengatur keterampilan otak dan kemampuan visual spatial seperti proses terjadinya emosi sosial dan penampilan wajah. 2. Konteks yang terjadi dalam pikiran diri sendiri (The Intrapersonal Context) Inti kekurangan yang mengakibatkan penyimpangan ekstrim suatu perkembangan normal pada anak dengan sindrom autistik meliputi proses perkembangan berkaitan dengan kasih sayang (attachment), perkembangan emosi (emotional development), ekspresi emosional (emotional expression), kerja sama atensi (joint attention), perkembangan bahasa (language development), pengambilan perspektif (perspective taking), perkembangan kognitif (cognitive development), fungsi-fungsi eksekutif (executive functions), dan teori berpikir (theory of mind). 21 1) Kasih sayang (attachment) Ketiadaan kasih sayang yang penuh dapat mengakibatkan kelainan mendasar pada anak penyandang autistik. Kesih sayang merupakan saraf pusat penggambaran secara murni sindrom autistik yang telah dipaparkan oleh Leo Kanner (1943). Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa anak penyandang autistik tidak mempunyai kemampuan dalam upaya membentuk kasih sayang. 2) Perkembangan emosi (emotional development) Anak autistik mempunyai kesulitan dalam menguraikan emosi dasar, khususnya dalam membedakan emosi-emosi negatif. Mereka hanya tertuju pada penampilan khusus objek tertentu. Hal ini merupakan kekurangan yang signifikan sehingga dapat memberikan pengertian bahwa memahami emosi merupakan hal esensial dalam membentuk hubungan antar orang. 3) Ekspresi emosional (emotional expression) Anak autistik tidak menatap wajah orang yang diajak berbicara, seperti umumnya dilakukan orang lain saat berkomunikasi. Kelangkaan perhatian pada wajah merupakan keganjilan yang merupakan hambatan perkembangan otaknya. Kekurangan dalam menanggapi persepsi wajah berkecenderungan menjadikan seseorang mempunyai autistik brain. Jadi dapat dikatakan bahwa yang hilang pada anak autistik adalah emosi yang merupakan salah satu bagian penting dalam interaksi timbal baik. 4) Kerja sama atensi (joint attention) Kekurangan utama anak autistik adalah kekurangmampuan dirinya untuk berbagi kerja sama. Keadaan ini dapat disebut sebagai referential looking. 22 Berbagi rasa tertarik merupakan berbagi perasaan. Pada umumnya anak autistik dalam melakukan kegiatan berbagi perhatian sangat kurang. 5) Perkembangan bahasa (language development) Kekurangan pada perkembangan bahasa pada anak autistik terlihat menonjol dibanding dengan kekurangan lain. Ada sejumlah perbedaan yang melekat pada anak autistik dalam berbicara dibanding dengan perkembangan berbahasa secara normatif. Contohnya, pembicaraan anak autistik cenderung ke arah echolalia (mengulang kata atau kalimat sewaktu ia berbicara dengan orang lain), leteral (apa adanya), dan tidak berirama. Beberapa anak autistik mempunyai kemampuan berbahasa yang berbeda. Seringkali anak autistik menggunakan anak kalimat dan bahasa yang ganjil, aneh, dan hanya dirinya yang mengerti tanpa memperhatikan lawan bicaranya. Penyebab keadaan ini adalah kecenderungan anak autistik yang hanya terfokus pada kata dibanding pada isi. Oleh karena itu, makna kata atau anak kalimat yang diucapkan cenderung selalu hilang. Anak autistik sering salah melakukan komunikasi terutama dalam mengartikan makna yang dikandung dalam suatu percakapan. Ia sering gagal dalam memberikan tanda dan rujukan yang dapat dimengerti orang. 6) Pengambilan perspektif (perspective taking) Kekurangan dalam bahasa anak autistik kebanyakan muncul sebagai pantulan adanya kekurangan dalam perpective taking. Anak autistik dapat mengenali namanya sendiri dan mengidentifikasikan orang lain melalui namanya, cerita akan berbeda saat namanya diubah dengan kata ganti orang, sang anak akan mengalami kebingungan atau kesulitan untuk bisa 23 mengenali dirinya dan orang lain. Penggunaan kata ganti orang merupakan persoalan perspektif. Contoh lain adalah echolalia, ketika pengucapan echolalia digunakan saat berbicara dengan orang lain, komunikasi sosial menjadi janggal. 7) Perkembangan kognitif (cognitive development) Anak-anak autistik mempunyai tingkat inteligansi yang bervariasi. Karakter berpikir anak autistik yang lebih terfokus pada bagian-bagian kecil (detail) dan mengacuhkan bentuk gambar secara keseluruhan merupakan suatu keadaan yang disebut a lack of central coherence (Firth, 2003 dalam Delphie, 2009: 41). 8) Fungsi-fungsi eksekutif (executive functions) Anak-anak autistik juga mempunyai kesulitan dalam area fungsi-fungsi eksekutif yang melibatkan perencanaan, pengorganisasian, memonitor diri, dan keluwesan kognitif. 9) Teori berpikir (theory of mind) Menurut Wenar, C. Dan Kerig, P. (Delphie, 2009: 43), salah astu kekurangan kemampuan yang cukup tinggi pada anak autistik adalah mind blindness, yaitu kelangkaan dalam memahami keadaan psikis terhadap diri sendiri atau orang lain yang selanjutnya disebut theory of mind. Kekurangan yang dialami tersebut akan berpengaruh terhadap anak autistik terutama dalam hubungan sosial (social relatianship) dan perkembangan bahasa (language development) dengan ketiadaan perasaan, minat, dan motivasi dalam berbagi rasa selama berteman juga dapat berpengaruh terhadap perkembangan emosional antara pernyataan yang ada dalam diri sendiri dengan ekspresi afektif. Kekurangan tersebut berpengaruh terhadap 24 kemampuan komunikasi karena adanya kesulitan untuk menyesuaikan pandangan atau perspektif berkaitan dengan orang lain yang diajak berbicara. 2.5. Tahapan Komunikasi Anak Autistik Menurut Sussman (Yuwono, 2009:71) perkembangan komunikasi anak autistik dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu kemampuan berinteraksi, cara anak berkomunikasi, alasan dibalik komunikasi yang dilakukan anak, dan tingkat pemahaman anak. Selanjutnya ia menulis bahwa perkembangan berkomunikasi anak autistik berkembang melalui empat tahap, yaitu: 1. The Own Agenda Stage Pada tahap ini anak autistik cenderung bermain sendiri dan tampak tidak tertarik pada orang-orang sekitar. Anak autistik belum memahami bahwa komunikasi dapat mempengaruhi orang lain. Untuk mengetahui keinginannya, kita dapat memperhatikan gerak tubuh dan ekspresi wajahnya. Anak dapat berinteraksi cukup lama dengan orang lain yang sudah dikenalnya, namun akan mengalami kesulitan dan menolak berinteraksi dengan orang yang baru dikenalnya. Anak autstik akan menangis atau bertetiak bila merasa terganggu aktifitasnya atau menolak terhadap aktifitas bermainnya. 2. The Requester Stage Pada tahap ini anak autistik sudah menyadari bahwa perilakunya dapat mempengaruhi orang lain. bila menginginkan sesuatu, anak autistik akan menarik tangan dan mengarahkan ke benda yang diinginkannya. Aktifitas yang disukainya biasanya masih bersifat fisik. Pada umumnya anak autistik pada tahap ini sudah mampu memproduksi suara, tetapi bukan untuk berkomunikasi melainkan untuk 25 menenangkan diri. Anak autistik dapat mengenal perintah sederhana, tetapi respon yang diberikan belum konsisten. Anak autistik juga sudah mampu melakukan kegiatan yang bersifat rutinitas. 3. The Early Communication Stage Pada tahap ini, kemampuan anak autistik dalam berkomunikasi lebih baik kerena menggunakan gestur, suara, dan gambar. Anak autistik mampu berinteraksi cukup lama dan dapat menggunakan satu bentuk komunikasi meski dalam situasi khusus. Inisiatif anak autistik untuk berkomunikasi masih terbatas. Anak autistik telah mulai mengulang hal-hal yang didengar, mulai memahami isyarat visual atau gambar dan memahami kalimat-kalimat sederhana yang diucapkan. 4. The Partner Stage Tahap ini merupakan fase yang paling efektif. Bila kemampuan bicaranya baik, maka anak autistik berkemungkinan dapat melakukan percakapan sederhana. Anak autistik telah mampu menceritakan kejadian yang telah lalu, meminta keinginan yang belum terpenuhi dan mengekpresikan perasaannya. Namun, anak autistik masih cenderung menghafal kalimat dan sulit menemukan topik baru dalam percakapan. 2.6. Kemampuan Berbahasa Anak Autistik Kemampuan dalam berkomunikasi atau berbahasa merupakan bagian yang paling penting dalam kehidupan sehari-hari. Dengan kemampuan berbahasa yang dimiliki, anak autistik mampu menyampaikan keinginannya seperti minta makan, minum, ingin menonton televisi, ingin main, memanggil mama dan papa, serta banyak lagi. Dengan memiliki kemampuan berkomunikasi dan berbahasa yang baik, 26 anak autistik dapat memahami dan menyampaikan informasi, menyampaikan pikirannya, dan mengekpresikan keinginannya. Komunikasi dan bahasa pada anak autistik sangat berbeda dari kebanyakan anak-anak seusianya. Anak-anak autistik mengalami kesulitan dalam berkomunikasi baik secara verba atau nonverbal. Keterlambatan komunikasi dan bahasa merupakan ciri yang paling menonjol dari anak-anak dengan autisme. Beberapa perilaku autisme pada anak dengan autistik yang berhubungan dengan komunikasi dalam penelitian ini terlihat sebagai berikut : 1. Minim Komunikasi Anak autistik umumnya memiliki kemampuan komunikasi yang sangat minim, anak dengan autisme biasanya juga sangat jarang memulai komunikasi dalam lingkungan sosialnya. Komunikasi yang dimaksud adalah komunikasi yang bersifat verbal. 2. Sedikit Bicara Anak autistik cenderung pelit dalam berbicara, sehingga saat berkomunikasi atau menjawab pertanyaan biasanya anak autistik hanya memberikan respon singkat atau bahkan tidak ada sama sekali. Jikapun menjawab, jawaban yang diberikan biasanya sebatas satu atau dua kata. 3. Kejanggalan Penekanan Suara Anak autistik umumnya mampu dan mau menirukan beberapa kata sederhana, namun masih terdapat perbedaan yang jelas pada bagian penekanan suara atau intonasi yang dihasilkan, misalnya penekanan penggalan kata yag tidak lazim atau tidak sama dengan yang dicontohkan oleh terapis atau peneliti. 27 4. Tidak Berekspresi Saat melakukan komunikasi dengan orang lain seperti terapis, peneliti, serta orangorang di sekitarnya, termasuk orang tua, anak autistik seringkali menunjukkan ekspresi yang datar, meskipun menunjukkan sedikit minatnya kepada orang lain. Ekspresi anak autistik biasanya dapat terlihat dengan jelas saat kita mengajaknya berkomunikasi langsung dengan upaya tatap muka (meskipun nyaris tidak ada) karena kontak mata yang sering hilang. 5. Sering Mengulang Kata atau Kalimat Anak autistik cenderung selalu mengikuti atau mengulang perkataan yang mereka dengar sebelumnya. perilaku ini dapat berupa kejadian, nyayian benda, atau sesuatu yang menarik perhatiannya. Perilaku ini disebut juga echolalia. 6. Mengucapkan Tapi Tidak Mengerti Artinya Kemampuan komunikasi anak autistik memang cukup unik karena tidak jarang ada anak autistik yang mampu mengucapkan kata atau kalimat dengan sempurna, namun sebenarnya tidak mengerti sama sekali tentang arti kata yang baru saja diucapkan, bahkan untuk kata-kata sederhana seperti makan, tidur, menulis, belajar dan bermain.