pengaruh kesesakan ruang kerja terhadap tingkat agresivitas

advertisement
PENGARUH KESESAKAN RUANG KERJA
TERHADAP TINGKAT AGRESIVITAS
PEGAWAI DI DIREKTORAT JENDERAL
PNGEMBANGAN DESTINASI PARIWISATA
Dinda Firliandini
Universitas Bina Nusantara, Jl. Kebon Jeruk Raya No. 27. Kebon Jeruk – Jakarta Barat 11530.
[email protected]
(Dinda Firliandini, Rahmanto Kusendi Pratomo S.T., M.Si)
ABSTRACT
This research was conducted with the aim that the author and the reader can determine whether
a significant difference between the tightness workspace with the aggressiveness of employees in the
Directorate General of Tourism Destination Development. Subjects were 100 employees by using the
Buss and Perry Aggression Questionnaire and the questionnaire crowding. This study uses statistical
techniques and Spearman correlation simple linear regression analysis. Based on these results, there is a
low correlation and influence between distress and level of aggressiveness. So in other words, when there
is distress in the study, there was an aggressiveness but with a low level of aggressiveness on the
employee.
Keywords: Crowding, Aggressiveness, Employee
ABSTRAK
Penelitian ini dilakukan dengan tujuan agar penulis dan pembaca dapat mengetahui apakah
terdapat pengaruh yang signifikan antara kesesakan ruang kerja dengan tingkat agresivitas pegawai di
Direktorat Jenderal Pengembangan Destinasi Pariwisata. Subjek penelitian adalah 100 pegawai dengan
menggunakan Aggression Questionaire Buss and Perry dan kuesioner kesesakan. Penelitian ini
menggunakan teknik statistic korelasi spearman dan analisis regresi linier sederhana. Berdasarkan hasil
penelitian ini, terdapat korelasi dan pengaruh yang rendah antar kesesakan dan tingkat agresivitas. Jadi
dengan kata lain, bila terjadi kesesakan di ruang kerja, terjadi sebuah agresivitas namun dengan tingkat
agresivitas yang rendah pada pegawai.
Kata Kunci: Kesesakan, Agresivitas, Pegawai
PENDAHULUAN
Bekerja merupakan aktivitas manusia untuk memenuhi kebutuhannya. Dengan bekerja, manusia
berharap akan memperoleh suatu keadaan yang lebih memuaskan daripada keadaan sebelumnya. Dalam
memilih pekerjaan, pertimbangan kenyamanan dalam bekerja masih kurang diperhatikan, karena masalah
yang lebih sering disoroti adalah masalah upah, padahal kenyamanan dalam bekerja merupakan persoalan
penting yang juga perlu diperhatikan. Salah satu masalah yang berkaitan dengan kenyamanan dalam
bekerja adalah penataan ruang kerja dalam sebuah gedung perkantoran. Salah satu gedung perkantoran di
Indonesia adalah Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif.
Visi dan Misi yang dimiliki oleh Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif yaitu
Terwujudnya kesejahteraan dan kualitas hidup masyarakat Indonesia dengan menggerakan
1
2
Kepariwisataan dan Ekonomi Kreatif. Mengembangkan kepariwisataan berkelas dunia, berdaya saing dan
berkelanjutan serta mampu mendorong pembangunan daerah, mengembangkan ekonomi kreatif yang
dapat menciptakan nilai tambah, mengembangkan potensi seni dan budaya indonesia, serta mendorong
pembangunan daerah, mengembangkan sumberdaya pariwisata dan ekonomi kreatif secara berkualitas
dan menciptakan tata pemerintah yang responsive, transparan dan akuntabel.
Dari penjelasan di atas dapat dilihat bahwa Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif
memiliki visi yaitu untuk mewujudkan kesejahteraan dan kualitas hidup masyarakat Indonesia dengan
menggerakan Kepariwisataan dan Ekonomi Kreatif. Dengan mewujudkan kesejahteraan dan kualitas
hidup masyarakat Indonesia dengan menggerakan Kepariwisataan dan Ekonomi Kreatif, maka diharapkan
para pegawai yang menjadi bagian di Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif dapat bekerja
semaksimal mungkin, karena kinerja pegawai di sana menjadi penentu terwujudnya visi yang dimiliki
oleh Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif. Menurut Singh et al (1996) kinerja karyawan (job
performance) dapat diartikan sebagai sejauh mana seseorang melaksanakan tanggung jawab dan tugas
kerjanya. Dalam melaksanakan tanggung jawab dan tugas kerjanya, tentu sebagai pegawai menginginkan
sebuah kenyamanan. Salah satu faktor kenyamanan pegawai dapat berupa lingkungan maupun dalam segi
fasilitas. Dalam segi fasilitas penataan ruang kerja merupakan salah satu bagiannya.
Dari hasil observasi peneliti kepada beberapa ruangan kerja pegawai, peneliti melihat terdapat
ruangan kerja yang jarak antar satu pegawai dengan pegawai lainnya cukup luas dan tidak terlalu
berdekatan, namun ada pula ruangan yang jarak antara satu pegawai dan pegawai lainnya sangat
berdekatan. Dimana persepsi seseorang ketika melihat ruangan tersebut yaitu merasa bahwa ruangan
tersebut sesak bagi pegawai. Gifford (1987) menyatakan bahwa kesesakan adalah perasaan subjektif akan
terlalu banyaknya orang di sekitar individu. Kesesakan dipengaruhi oleh karakteristik individu dan situasi
sosial. Menurut Stokols dan Sundstrom (dalam Gifford, 1987) kesesakan memiliki tiga aspek yakni:
didasarkan pada situasi terlalu banyak orang yang saling berdekatan dalam jarak yang tidak diinginkan
sehingga menyebabkan gangguan secara fisik dan ketidaknyamanan (Situational Aspect), menunjuk pada
perasaan yang berkaitan dengan kesesakan yang dialami, biasanya adalah perasaan negatif pada orang
lain maupun pada situasi yang dihadapi (Emotional Aspect) dan kesesakan menimbulkan respon yang
jelas hingga samar seperti mengeluh, menghentikan kegiatan dan meninggalkan ruang (Behavioral
Aspect).
Dari hasil wawancara yang dilakukan oleh peneliti terhadap 10 Pegawai Kementerian Pariwisata
dan Ekonomi Kreatif, khususnya unit Direktorat Jenderal Pengembangan Destinasi Pariwisata, 70%
pegawai mengatakan bahwa alasan mereka merasakan kesesakan di dalam ruang kerja karena mereka
merasa ruangan kerja yang tersedia terlalu sempit untuk aktifitas kerja yang dilakukan. Selain itu, setiap
bulan selalu ada penambahan orang yang menjalani aktifitas kerja di dalam ruangan tersebut, contohnya
mahasiswa maupun siswa yang sedang menjalani praktek magang dan CPNS yang akan menjadi pegawai
di kantor tersebut. Ketika individu telah merasa kesesakan yang diakibatkan karena banyaknya orang
yang saling berdekatan dalam jarak yang tidak diinginkan, hal tersebut termasuk kedalam dimensi
kesesakan menurut (Gifford 1987).
Berdasarkan data yang didapat melalui wawancara yang dilakukan oleh peneliti terhadap 10
Pegawai Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif khususnya unit Direktorat Jenderal Pengembangan
Destinasi Pariwisata, mereka mengatakan sudah terjadi beberapa dampak dari kesesakan yang mereka
rasakan. Contohnya seperti : hampir setiap hari selalu ada pegawai yang mengeluh perihal ruangan kerja
mereka, yang menyebabkan pegawai lainnya merasa terganggu dengan keluhan pegawai tersebut dan
berdampak pada terjadinya perdebatan argumentasi yang menyebabkan pegawai tersebut saling menjauh.
Selain itu ada pula pegawai yang mendengarkan lagu dengan volume yang cukup mengganggu pegawai
lainnya, yang menyebabkan pegawai lain merasa terganggu dan menegur pegawai tersebut. Jika dilihat
dari fenomena yang terjadi, dampak dari kesesakan tersebut dapat dikatakan sebagai perilaku agresivitas
dalam bentuk verbal. Menurut Buss & Perry (1992) perilaku agresif adalah perilaku atau kecenderungan
perilaku yang niatnya untuk menyakiti orang lain, baik secara
fisik maupun psikologis.
Jika berdasarkan macam-macam agresivitas yang dikemukakan oleh Buss & Perry (1992)
perilaku dilakukan untuk melukai orang lain secara verbal. Bila seorang mengumpat, membentak,
berdebat, mengejek, dan sebagainya, orang itu dapat dikatakan sedang melakukan agresi verbal.
Gifford (1987) dalam reaksi kesesakan mengatakan bahwa kesesakan yang tinggi mempengaruhi
aspek tingkah laku sosial yakni ketertarikan sosial, agresi, kerja sama, penarikan diri, tingkah laku verbal
dan non verbal bahkan humor. Kepadatan tinggi yang tidak diinginkan individu dapat menimbulkan
dampak sosial yang negatif seperti ketertarikan sosial yang menurun, agresifitas yang meningkat,
menurunnya kerja sama dan penarikan diri secara sosial.
3
Berdasarkan penjelasan tersebut, peneliti menduga bahwa semakin tinggi kesesakan yang
dirasakan pegawai maka akan semakin tinggi pula tingkat agresivitas. Oleh karena itu, hal tersebut
mendasari peneliti untuk melakukan penelitian ini dengan tujuan untuk melihat Apakah Ada Pengaruh
Antara Kesesakan Diruang Kerja Dengan Tingkat Agresivitas Pegawai Di Direktorat Jendral
Pengembangan Destinasi Pariwisata.
METODE PENELITIAN
Berdasarkanteknik sampling, Penelitian ini menggunakan teknik sampling Penelitian ini
menggunakan teknik non-random sampling/non-probability sampling yaitu metode yang hanya memberi
peluang bagi anggota populasi tertentu sehingga menutup peluang anggota yang lain untuk menjadi
sample (Istijanto, 2009). Secara lebih spesifik menggunakan teknik purposive sampling, dimana subjek
dipilih karena ciri-ciri tertentu yang sesuai dengan tujuan penelitian yang akan dilakukan (Herdiansyah,
2010). Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif yaitu penelitian yang mementingkan adanya
variable-variabel sebagai objek penelitian dan variable-variabel tersebut harus didefinisikan dalam bentuk
operasionalisasi masing-masing variable, dimana tujuan akhir yang dicapai adalah untuk menguji teori,
membangun fakta, menunjukkan hubungan dan pengaruh serta perbandingan antar variable, memberikan
deskripsi statistic, menaksir dan meramalkan hasilnya (Siregar, 2013).. Dalam penelitian ini, desain
penelitian yang digunakan bersifat penelitian asosiatif. Penelitian asosiatif adalah penelitian yang
bertujuan untuk mengetahui hubungan atau pengaruh antara dua variabel atau lebih (Sugiyono, 2007).
Selain itu peneliti menggunakan metode wawancara singkat sebagai pendukung hasil dari metode
kuantitatif.
Alat ukur yang digunakan untuk variabel agresivitas merupakan alat ukur yang diadaptasi dari
Agression Questionnaire, yang sebelumnya telah dibuat oleh Buss dan Perry (1992) yang terdiri dari 20
item. Alat ukur ini dibuat berdasarkan teori agresivitas yang dipelopori oleh Buss dan Perry (1992).
Sedangkan untuk variabel kesesakan peneliti membuat berdasarkan teori kesesakan yang dipelopori oleh
Gifford (1987) yang terdiri dari 11 item. Skala yang akan digunakan adalah Skala Likert. Skala Likert
adalah skala yang dapat digunakan untuk mengukur sikap, pendapat dan persepsi seseorang tentang objek
atau fenomena tertentu (Siregar, 2013). Dengan menggunakan menggunakan Skala Likert, maka variable
yang akan diukur dijabarkan dari variable menjadi dimensi, kemudian dijabarkan menjadi indikator dan
dari indikator dijabarkan menjadi sub-indikator yang dapat diukur, dan sub-indikator tersebut yang
dijadikan tolak ukur untuk membuat pernyataan yang perlu dijawab oleh responden (Siregar, 2013).
Peneliti menggunakan Skala Likert 4 yang terdiri dari (STS : Sangat Tidak Setuju, TS : Tidak Setuju, S :
Setuju, SS : Sangat Setuju).
HASIL DAN BAHASAN
Berdasarkan uji normalitas, data pada variabel kesesakan memiliki data yang berdistribusi
normal, sedangkan data pada variabel agresivitas memiliki data yang berdistribusi tidak normal. Oleh
karena itu, analisa korelasi yang digunakan adalah analisa korelasi Spearman. Hasil perhitungan korelasi
melalui software IBM SPSS Statistics 22 menunjukkan data sebagaiberikut :
Tabel 1
Hasil Korelasi
Correlations
Spearman's rho
Kesesakan
Agresivitas
Correlation Coefficient
Sig. (2-tailed)
N
Correlation Coefficient
Sig. (2-tailed)
N
Kesesakan
1,000
.
100
,225*
,024
100
*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
Sumber: Hasil dari pengolahan data, 2014
Agresivitas
,225*
,024
100
1,000
.
100
4
Jadi melalui uji signifikansi di atas dapat diketahui bahwa hubungan antara kesesakan dan
tingkat agresivitas memiliki hubungan yang nyata dengan tingkat hubungan yang cukup kuat serta tidak
berlawanan.
Dikatakan hubungannya searah karena korelasi bernilai positif, yaitu 0,225. Jadi, jika nilai variabel
kesesakan naik maka nilai variabel tingkat agresivitas akan meningkat. Begitu juga sebaliknya, jika nilai
variabel kesesakan menurun, maka nilai variabel tingkat agresivitas akan menurun. Berikut dijelskan
mengenaik kategori kekuatan hubungan:
Tabel 2
Tingkat Korelasi dan Kekuatan Hubungan
Nilai Korelasi (r)
Tingkat Hubungan
0,00 – 0,199
SangatLemah
0,20 – 0,399
Lemah
0,40 – 0,599
Sedang
0,60 – 0,799
Kuat
0,80 – 1,000
SangatKuat
Berdasarkan tabel tingkat korelasi dan kekuatan hubungan (Siregar, 2013) diatas dapat dilihat
bahwa tingkat korelasi antara Kesesakan dengan Agresivitas termasuk dalam kategori korelasi yang
lemah yaitu dengan skor 0,225. Hasil ini menunjukkan hubungan yang positif antara variabel, yaitu
apabila dalam diri individu terdapat kesesakan yang tinggi, maka agresivitas juga tinggi. Begitu pula
sebaliknya, jika dalam diri individu terdapat kesesakan yang rendah, maka agresivitas yang dimiliki juga
rendah.
Setelah melakukan uji korelasi, peneliti melakukan uji regresi untuk mengetahui besar pengaruh antara
variabel kesesakan terhadap agresivitas, dari uji regresi tersebut didapatkan hasil sebagai berikut:
Model
1
R
Tabel 3
Model Summaryb
R Square
Adjusted R
Square
.263a
.069
.060
Sumber: Hasil dari pengolahan data, 2014
Std. Error of the
Estimate
.698
Besarnya pengaruh Kesesakan terhadap Tingkat Agresivitas adalah 0,069. Sumbangan variabel
Kesesakan adalah sebesar KP = r2 x 100%, yaitu 0,069 x 100% = 6,9%. Artinya sumbangan 6.9% kepada
variabel Tingkat Agresivitas dijelaskan oleh variabel Kesesakan. Sisanya sebesar 93.1% ditentukan oleh
variabel lainnya yang tidak dijelaskan dalam penelitian ini.
SIMPULAN DAN SARAN
Tujuan penelitian ini adalah untuk melihat ada atau tidaknya pengaruh kesesakan ruang kerja
terhadap tingkat agresivitas pegawai di Direktorat Jenderal Pengembangan Destinasi Pariwisata.
Penelitian ini dilakukan terhadap pegawai Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif khususnya pada
unit Direktorat Jenderal Pengembangan Destinasi Pariwisata, yang berjenis kelamin laki-laki dan
perempuan yang sedang bekerja di perusahaan tersebut dan berjumlah 100 orang.
Berdasarkan hasil analisis data yang telah dilakukan pada bab Analisa Hasil, dapat disimpulkan
bahwa adanya hubungan yang signifikan dan searah antara kesesakan ruang kerja terhadap tingkat
agresivitas pada pegawai Direktorat Jenderal Pengembangan Destinasi Pariwisata. Namun besarnya
pengaruh kesesakan dapat dikatakan tidak terlalu besar dengan tingkat pengaruh yang tidak terlalu kuat
5
berkontribusi untuk memprediksi tingkat agresivitas. Karena masih terdapat faktor-faktor lain yang dapat
mempengaruhi tingkat agresivitas yang tidak dibahas dalam penelitian ini.
Bagi peneliti selanjutnya, peneliti menyadari bahwa dalam penelitian ini memiliki banyak
kekurangan, maka dari itu peneliti akan memberikan saran bagi pihak-pihak yang berminat untuk
melakukan penelitian dengan topik yang serupa. Penelitian selanjutnya diharapkan untuk
mempertimbangkan faktor lain selain kesesakan ruang kerja atau menggunakan lebih dari satu variabel
bebas (independent variable). Sedangkan untuk pihak Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif
khususnya pada unit Direktorat Jenderal Pengembangan Destinasi Pariwisata sebaiknya lebih
memerhatikan fasilitas penunjang pekerjaan pegawai, menciptakan ruangan kerja yang menyenangkan
agar dapat berkurangnya persepsi kesesakan yang dirasakan pegawai dan Menyediakan ukuran meja atau
luas ruangan pegawai sesuai dengan standar yang berlaku.
6
REFERENSI
Aiken, L.R. (2002). Psychological Testing and Assesment (10th edition). Boston: Allyn Bacon.
Altman, I. (1975). The Environment & Social Behavior, Privacy. Personal Space. Territory. Crowding.
Monterey: Brooks/Cole publishing company.
Widjaja, A.W. (2006). Administraasi Kepegawaian. Jakarta: Rajawali.
Baron, R. A., & Byrne, D. (2004). Social psychology. Boston : Pearson Education.
Berkowitz, A. (1993). Agresi “Sebab dan Akibatnya”. Jakarta: PT. Pustaka Binaman Presindo.
Buss, A. H., & Perry, M. (1992). The aggression questionnaire. Journal of Personality and Social
Psychology.
Cohen, R. J., & Swerdlik, M. (2005). Psychological testing and assessment : An introduction to test and
measurement. New York : McGraw Hill.
Daito, Apollo. (2011). Pencarian Ilmu Melalui Pendekatan Ontologi, Epistimologi, Aksiologi. Mitra
Wacana Media: Jakarta.
Duwi Priyatno, SE (2008). Paham Analisis Statistik Data Dengan SPSS Yogyakarta : Mediakom.
Gifford, R. (1987). Environmental Psychology. London: Allyn & Bacon, Inc.
Groth-Marnat, G. (2009). Handbook Of Psychological Assessment. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Herdiansyah, Haris. (2010). Metodologi Penelitian Kualitatif Untuk Ilmu-Ilmu Sosial. Jakarta. Salemba
Humanika
Istijanto, (2009). Aplikasi Praktis Riset Pemasaran, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Riduwan dan Kuncoro, Engkos Achmad. (2008). Cara Menggunakan dan Memakai Analisis Jalur.
Bandung : Alfabeta.
Russel G Geen. (2001). Human Agression Second Edition. Buckingham: open university press
Singh, J., W. Verbeke & G.K. Rhoads (1996), "Do organizational practices matter in role stress
processes? A study of direct and moderating effects for marketing-oriented boundary spanners”,
Journal of Marketing.
Siregar, Ir. Syofian, M.M. (2013). Statistik Parametrik untuk Penelitian Kuantitatif. Jakarta: PT Bumi
Aksara.
Sugiyono. (2007). Metode Penelitian Administrasi. Bandung,Alfabeta.
Triton, (2006). Riset StatistikParametrik. Yogyakarta: Penerbit Andi.
RIWAYAT PENULIS
Dinda Firliandini lahir di Jakarta pada tanggal 4 Januari 1992. Penulis menamatkan pendidikan S1 di
Universitas Bina Nusantara dalam bidang Psikologi pada tahun 2014.
Download