II. TINJAUAN PUSTAKA 2. 1. Agronomi Tanaman Apel Apel dalam ilmu botani disebut Malus sylvestris Mill. Apel merupakan tanaman buah tahunan yang berasal dari daerah Asia Barat dengan iklim sub tropis. Di Indonesia apel telah ditanam sejak tahun 1934 hingga saat ini. Tanaman apel mulai berkembang setelah tahun 1960, terutama jenis Rome Beauty. Menurut sistematika, tanaman apel termasuk dalam: 1) Divisio : Spermatophyta 2) Subdivisio : Angiospermae 3) Klas : Dicotyledonae 4) Ordo : Rosales 5) Famili : Rosaceae 6) Genus : Malus 7) Spesies : Malus sylvestris Mill Dari spesies Malus sylvestris Mill ini, terdapat bermacam-macam varietas yang memiliki ciri-ciri atau kekhasan tersendiri. Beberapa varietas apel unggulan antara lain: Rome Beauty, Manalagi, Anna, Princess Noble dan Wangli/Lali jiwo. Gambar 2. 1. Apel (Malus sylvestris Mill) Sumber: warintek.ristek Seluruh kultivar apel yang ditanam di Indonesia pada kenyataannya adalah introduksi dari luar negeri. Jenis Rome Beauty merupakan kultivar yang paling banyak ditanam, hampir sekitar 70 % dari total populasi apel di Malang. Tanaman apel di Indonesia dapat dipanen 2 kali setahun, tetapi produksinya selain dipengaruhi oleh umur tanaman juga dipengaruhi oleh musim. Berdasarkan data yang didapat dari Balai Penelitian Hortikultura Malang, produksi apel jenis Rome Beauty pada musim penghujan lebih sedikit yaitu sekitar 2, 44 kg/pohon/musim, dibandingkan dengan musim kemarau yang bisa mencapai 12,25 kg/pohon/musim. Rendahnya produksi pada musim hujan disebabkan oleh air hujan yang menimpa bunga yang sedang mekar yang dapat menggagalkan penyerbukan (Suhardjo, 1985). 2. 2. Teknik Budidaya Tanaman Apel Budidaya tanaman apel dilakukan secara bertahap mulai dari pembibitan hingga pemanenan. Perbanyakan tanaman apel dilakukan secara vegetatif dan generatif. Perbanyakan yang baik dan umum dilakukan adalah perbanyakan vegetatif, sebab perbanyakan generatif memakan waktu lama dan sering menghasilkan bibit yang menyimpang dari induknya. Berikutnya adalah pengolahan media tanam, yang pertama dilakukan adalah persiapan pengolahan tanah dan pelaksanaan survei. Tujuannya untuk mengetahui jenis tanaman, kemiringan tanah, keadaan tanah, menentukan kebutuhan tenaga kerja, bahan paralatan dan biaya yang diperlukan. Tanaman apel dapat ditanam secara monokultur maupun intercroping. Intercroping hanya dapat dilakukan apabila tanah belum tertutup tajuk-tajuk daun atau sebelum 2 tahun. Tapi pada saat ini, setelah melalui beberapa penelitian intercroping pada tanaman apel dapat dilakukan dengan tanaman yang berhabitat rendah, seperti cabai, bawang dan lain-lain. Tanaman apel tidak dapat ditanam pada jarak yang terlalu rapat karena akan menjadi sangat rimbun yang akan menyebabkan kelembaban tinggi, sirkulasi udara kurang, sinar matahari terhambat dan meningkatkan pertumbuhan penyakit. Jarak tanam yang ideal untuk tanaman apel tergantung varietas. Untuk varietas Manalagi dan Prices Noble adalah 3-3.5 x 3.5 m, sedangkan untuk varietas Rome Beauty dan Anna dapat lebih pendek yaitu 2-3 x 2.5-3 m. Penanaman apel dilakukan baik pada musim penghujan atau kemarau (di sawah). Untuk lahan tegal dianjurkan pada musim hujan. Pemeliharaan Tanaman dilakukan beberapa tahap yaitu: penjarangan dan penyulaman, penyiangan, pembubunan dan perempalan/pemangkasan serta pemupukan. Untuk pemupukan biasanya pupuk yang diberikan pada pengolahan lahan adalah pupuk kandang sebanyak 20 kg per lubang tanam yang dicampur merata dengan tanah, setelah itu dibiarkan selama 2 minggu. Untuk pertumbuhannya, tanaman apel memerlukan pengairan yang memadai sepanjang musim. Pada musim penghujan, masalah kekurangan air tidak ditemui, tetapi harus diperhatikan jangan sampai tanaman terendam air. Karena itu perlu drainase yang baik. Sedangkan pada musim kemarau masalah kekurangan air harus diatasi dengan 3 cara menyirami tanaman sekurangkurangnya 2 minggu sekali dengan cara dikocor. Pada umumnya buah apel dapat dipanen pada umur 4-5 bulan setelah bunga mekar, tergantung pada varietas dan iklim. Rome Beauty dapat dipetik pada umur sekitar 120-141 hari dari bunga mekar, Manalagi dapat dipanen pada umur 114 hari setelah bunga mekar dan Anna sekitar 100 hari. Tetapi, pada musim hujan dan tempat lebih tinggi, umur buah lebih panjang. Pemanenan paling baik dilakukan pada saat tanaman mencapai tingkat masak fisiologis (ripening), yaitu tingkat dimana buah mempunyai kemampuan untuk menjadi masak normal setelah dipanen. Ciri masak fisiologis buah adalah: ukuran buah terlihat maksimal, aroma mulai terasa, warna buah tampak cerah segar. Periode panen apel adalah enam bulan sekali berdasarkan siklus pemeliharaan yang telah dilakukan. Produksi buah apel sangat tergantung dengan varietas, secara umum produksi apel adalah 6-15 kg/pohon (Suhardjo, 1985). Dalam Nugroho (2001) dinyatakan bahwa gangguan pada tanaman apel disebabkan oleh hama maupun penyakit. Beberapa hama dan penyakit yang menyerang tanaman apel seperti pada tabel 2. 1. Tabel 2. 1. Jenis Hama yang menyerang tanaman apel HAMA Kutu hijau (Aphis pomi Geer) Tungau, Spinder mite, cambuk merah (Panonychus Ulmi) Trips Ulat daun (Spodoptera litura) Serangga penghisap daun (Helopelthis Sp) Ulat daun hitam (Dasychira Inclusa Walker) Lalat buah (Rhagoletis Pomonella) Selain hama tersebut, tanaman apel juga sering terkena penyakit embun tepung (Powdery Mildew), penyebabnya adalah Padosphaera leucotich Salm. Dengan stadia imperfeknya adalah oidium Sp. Mempunyai gejala: (1) pada daun atas tampak putih, tunas tidak normal, kerdil dan tidak berbuah; (2) pada buah berwarna coklat, berkutil coklat. Penyakit bercak daun (Marssonina coronaria J.J. Davis). Gejala: pada daun umur 4-6 minggu setelah perompesan terlihat bercak putih tidak teratur, berwarna coklat, permukaan atas timbul titik hitam, dimulai dari daun tua, daun muda hingga seluruh bagian gugur. Penyakit kanker (Botryosphaeria Sp.). Gejala: menyerang batang/cabang (busuk, warna coklat kehitaman, terkadang mengeluarkan cairan), dan buah (becak kecil warna cokelat muda, busuk, mengelembung, berair dan warna buah pucat. Busuk buah (Gloeosporium Sp.). Gejala: bercak kecil cokelat dan bintikbintik hitam berubah menjadi orange.Busuk akar (Armilliaria Melea). Gejala: menjerang tanaman apel pada daerah dingin basah, ditandai dengan layu daun, gugur, dan kulit akar membusuk. 2.3. Produksi Apel di Indonesia Sentra utama apel di Indonesia adalah di Jawa Timur, areal penyebaran pengembangannya terletak di daerah Tumpang, Ponco kusumo, Nongko Jajar, dan Jonggo serta dibeberapa tempat lainnya dalam frekuensi kecil. Populasi tanaman apel tropis di sentra utama propinsi Jawa Timur mencapai lebih dari 5 juta pohon. Angka produksi cenderung meningkat dalam waktu beberapa tahun terakhir, meskipun dihadapkan pada berbagai masalah seperti mahalnya pupuk dan pestisida, gangguan alam berupa abu gunung semeru dan lain sebagainya (Komarudin, 2005). 2. 4. Beberapa aspek penting untuk kesesuaian agroklimat tanaman apel 2. 4. 1. Suhu Udara Tanaman apel di Indonesia merupakan introduksi dari daerah subtropik, agar dapat ditanam di daerah tropis seperti Indonesia maka akan lebih cocok ditanam di daerah pegunungan, dimana suhu udara menyamai suhu udara di daerah subtropik. Di daerah tropis secara umum berlaku bahwa suhu udara menurun 0.6oC tiap naik 100 mdpl. Tanaman apel dapat tumbuh dan berbuah baik pada ketinggian 700-1200 m dpl. dengan ketinggian optimal 1000-1200 m dpl. Persyaratan kebutuhan iklim buah 4 apel adalah sebagai berikut: rata-rata temperature berkisar antara 10 sampai 35°C dan yang optimum sekitar 16 sampai 27°C (Suhardjo, 1985). Tanaman apel membutuhkan cahaya matahari yang cukup antara 50-60% setiap harinya, terutama pada saat pembungaan. 2. 4. 2. Curah Hujan Hujan dapat mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan tanaman apel baik secara langsung dalam hal pemenuhan kebutuhan air bagi tanaman yang bervariasi menurut fase perkembangan tanaman, kondisi iklim dan tanah, maupun secara tidak langsung melalui pengaruh terhadap kelembaban udara dan tanah serta radiasi matahari. Ketiga faktor lingkungan fisik tersebut erat kaitannya dengan penyerapan air dan hara serta penyakit tanaman. Curah hujan yang ideal bagi pertumbuhan tanaman apel adalah 1.0002.600 mm/tahun dengan hari hujan 110-150 hari/tahun. Dalam setahun banyaknya bulan basah adalah 6-7 bulan dan bulan kering 3-4 bulan. Curah hujan yang tinggi saat berbunga akan menyebabkan bunga gugur sehingga tidak dapat menjadi buah (Suhardjo, 1985). 2. 4. 3. Tanah Tanaman apel tumbuh dengan baik pada tanah yang bersolum dalam, mempunyai lapisan organik tinggi, dan struktur tanahnya remah dan gembur, mempunyai aerasi, penyerapan air, dan porositas baik, sehingga pertukaran oksigen, pergerakan hara dan kemampuan menyimpanan airnya optimal. Tanah yang cocok untuk tanaman apel adalah Latosol, Andosol dan Regosol (Warintek.ristik.go.id), Tanaman sangat butuh sejumlah pupuk yang cukup banyak pada masa pertumbuhannya, dan kandungan air tanah yang dibutuhkan adalah air tersedia. Dalam pertumbuhannya tanaman apel membutuhkan kandungan air tanah yang cukup 2. 5. Pewilayahan Tanaman dan Evaluasi Lahan Pewilayahan tanaman merupakan salah satu metode evaluasi lahan yang mengidentifikasi lahan yang dapat digunakan untuk tanaman tertentu, sehingga dapat ditentukan kelas-kelas kesesuaian lahan terhadap tanaman dan diperoleh lahan yang potensial untuk pengembangan tanaman (Komarudin, 1998). Evaluasi lahan merupakan bagian dari proses perencanaan tataguna tanah dan juga suatu proses dalam menduga potensi lahan tertentu baik untuk pertanian maupun non pertanian. Potensi suatu wilayah untuk suatu pengembangan pertanian pada dasarnya ditentukan oleh kecocokan antara sifat fisik lingkungan yang mencakup iklim, tanah, lereng, topografi dan persyaratan penggunaan lahan atau syarat tumbuh tanaman. Inti dari evaluasi kesesuaian lahan adalah membandingkan persyaratan yang diminta oleh tipe penggunaan lahan yang akan diterapkan, dengan sifat-sifat yang dimiliki oleh lahan yang digunakan. Dengan cara ini maka akan diketahui potensi lahan atau kelas kesesuaian untuk jenis penggunaan lahan tersebut. Kesesuaian lahan adalah kecocokan (adaptability) suatu lahan untuk tipe penggunaan lahan (jenis tanaman dan tingkat pengelolaan) tertentu. Penilaian kesesuian lahan dibedakan menurut tingkatannya yaitu, pada tingkat orde dan kelas. Pada tingkat orde kesesuaian lahan dibedakan antara lahan yang tergolong sesuai (S) dan yang tergolong tidak sesuai (N), sedangkan pada tingkat kelas, lahan yang tergolong sesuai (S) dibedakan antara pertama adalah lahan sangat sesuai (S1), merupakan kelas kesesuaian dimana lahan tidak mempunyai faktor pembatas yang berarti dan nyata terhadap penggunaan secara berkelanjutan dan tidak akan mereduksi produktivitas secara nyata. Kedua yaitu lahan sesuai (S2), merupakan kelas kesesuaian dimana lahan mempunyai faktor pembatas, dan faktor pembatas ini berpengaruh terhadap produktivitasnya, tetapi biasanya faktor pembatas tersebut mampu diatasi oleh petani itu sendiri. Ketiga adalah lahan sesuai marjinal (S3) merupakan kelas kesesuaian lahan dimana lahan mempunya faktor pembatas yang berat, memerlukan tambahan input yang lebih banyak daripada kelasa S2 Untuk mengatasi faktor pembatasnya diperlukan modal yang tinggi, sehingga perlu adanya campur tangan dan bantuan pemerintah ataupun pihak swasta.. Ketiga kelas ini didasarkan pada faktor pembatas yang mempengaruhi kelanjutan penggunaan lahan (Lampiran 1). 5 2. 6. Sistem Informasi Geografis Sistem Informasi Geografis (SIG) merupakan suatu sistem berbasis komputer yang digunakan untuk menyimpan dan memanipulasi informasi-informasi geografi., dengan konsep dasarnya yang merupakan suatu sistem terpadu yang mengorganisir perangkat keras (hardware), perangkat lunak (software) dan data, yang selanjutnya dapat mendayagunakan sistem penyimpanan, pengolahan maupun analisis data secara simultan, sehingga dapat diperoleh informasi yang berkaitan dengan aspek keruangan atau spasial (Widiyawati, 2005). 6