BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Sprint 100 Meter a. Pengertian Sprint 100 Meter Lari cepat atau sprint atau istilah lainnya lari jarak pendek merupakan lari yang dilakukan dengan kecepatan penuh dari garis start sampai garis finish dengan waktu sesingkat mungkin. Seperti yang dikemukakan Soegito (1992: 8) bahwa, “ lari ialah gerak maju yang diusahakan agar dapat mencapai tujuan (finish) secepat mungkin atau dalam waktu singkat”. Pada dasarnya gerakan lari pada semua jenis lari adalah sama. Lari adalah gerakan berpindah dengan kaki dari satu tempat ke tempat lain untuk mencapai tujuan. Sedangkan lari jarak pendek atau sprint adalah suatu cara dimana seorang atlet harus menempuh jarak dengan kecepatan semaksimal mungkin. Selanjutnya yang dimaksud lari jarak pendek menurut Yusuf Adisasmita (1992 : 35) adalah “ Semua nomor lari yang dilakukan dengan kecepatan penuh (sprint) atau kecepatan maksimal, sepanjang jarak yang ditempuh”. Dalam sprint ada tiga nomor yang sering di ajarkan di sekolah dan sering diperlombakan diantaranya sprint jarak 100meter, 200meter, dan 400 meter bahkan dalam dunia perlombaan 9 10 atletik ketiga jarak atau nomor tersebut menjadi nomor utama atau sering disebut nomor bergengsi dalam kejuaraan atletik. Sprint 100 meter merupakan salah satu nomor lari jarak pendek. Sprint 100 meter merupakan lari yang dilakukan dengan kecepatan penuh dari garis start sampai garis finish menempuh jarak 100 meter. Hal ini sesuai pendapat Aip Syarifudin (1992: 41) bahwa “ Lari jarak pendek atau lari cepat (sprint) adalah cara lari dimanaatlet harus menempuh seluruh jarak (100 meter) dengan kecepatan semaksimal mungkin. Artinya harus melakukan lari yang secepat-cepatnya dengan mengerahkan seluruh kekuatannya mulai awal (mulai dari start) sampai melewati garis akhir (finish)”. Berdasarkan pendapat tersebut menunjukkan bahwa,sprint 100 meter merupakan suatu cara lari menempuh jarak 100 meter yang dilakukan dengan kecepatan maksimal dari garis start sampai garis finish. Lari harus dilakukan dengan secepat-cepatnya menempuh jarak 100 meter dengan waktu sesingkat mungkin. Pada olahraga disabilitas cabang atletik juga dipertadingkan nomor track layaknya seperti pada sprint di olahraga disabilitas ada sprint dengan menggunakan kursi roda atau yang umum disebut wheelchair race yang peraturan hampir sama dengan acara track pada pertandingan atlet normal. Hanya saja pada nomor track wheelchair race ada peraturan tambahan berdasarkan kualifikasi kecacatan. 11 2. Karakreistik Atlet Berkebutuhan khusus a. Peserta Didik Tunanetra Mata sebagai indra penglihatan dalam tubuh manusia dan menduduki peringkat utama, sebab sepanjang waktu manusia tergaja mata akan membantu manusia dalam melakukan aktivitas, disamping sensoris lainnya seperti pendengaran, penciuman, perabaan dan perasa. Effendi (2006:26) menyatakan Begitu besar peran mata sebagai salah satu dari pancaindra yang sangat penting, maka dengan terganggunya indra penglihatan seseorang berarti ia akan kehilangan fungsi kemampuan visualnya untuk merekam objek dan peristiwa fisik yang ada di lingkungannya. Dalam hal ini seseorang yang memiliki hambatan atau gangguan dalam penglihatan dikenal dengan nama tunanetra. Sementara Sudjihati (2006; 65) juga pendapat bahwa tunanetra adalah individu yang indra penglihatannya (kedua-duanya) tidak berfungsi sebagai saluran penerima informasi dalam kegiatan sehari-hari seperti halnya orang awas. Dan tambahan lain menurut Sudjihati(2006;65) anak-anak dengan gangguan penglihatan ini dapat diketahui dalam kondisi sebagai berikut: a) ketajaman penglihatannya kurang dari ketajaman yang dimiliki orang awas, b) terjadi kekeruhan pada lensa mata atau terdapat cairan tertentu, 3) terjadi kerusakan susunan syaraf otak yang berhubungan denganpenglihatan. Dari uraian diatas bahwa tunanerta harus diberikan layanan khusus karena keterbatasannya dalam melihat. Pemberian layanan khusus atau latihan khusus sesuai 12 dengan klasifikasi ketunanetraannya. Karena tunanetra memiliki keterbatasan pada indra penglihatannya maka proses latihan menekankan pada alat indra yang lain yakni indra pendengaran dan indra peraba. Dari beberapa pendapat diatas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa penyandang tunanetra adalah mereka yang memiliki keterbatasan (difabel) pada indra penglihatan baik total maupun masih memiliki sisa penglihatan. Maka dari itu diperlukan pendidikan khusus untuk penyandang tunanetra dan media pembelajarannya juga harus dikelompokan menjadi kelopok buta total dan kelompok low vision b. Peserta Didik Tunarungu Dalam susunan pancaindra manusia, telinga sebagai indra pendengaran yang merupakan organ untuk melengkapi informasi yang diperoleh melalui penglihatan. Oleh karena itu, kehilangan kemampuan untuk mendengar berarti kehilangan kemampuan menyimak secara utuh peristiwa disekitarnya. Banyak istilah yang digunakan untuk menyebut anak yang mengalami kelainan pendengaran yaitu tuli, bisu, tunawicara, cacat dengar, kurang dengar ataupun tunarungu. Didalam dunia pendidikan luar biasa atau di sekolah luar biasa anak yang mengalami kelainan pendengaran dikenal dengan sebutan tunarungu. Yani dan Asep (2013:11-12) mengartikan tunarunggu sebagai suatu keadaan kehilangan pendengaran yang mengakibatkan seseorang tidak dapat menangkap berbagai rangsangan terutama melalui indra pendengaran dan karena memiliki hambatan dalam pendengaran individu tunarungu juga memiliki hambatan dalam berbicara sehingga mereka juga 13 disebut tunawicara. Selain itu Sudjihati (2006;65) menyatakan perkembangan bahasa dan bicara anak tunarungu berkaitan dengan ketajaman pendengarannya. Akibat dari keterbatasan pendengaran anak tunarungu tidak mampu mendengar dengan baik, dengan demikian tidak terjadi proses peniruan suara setelah masa maraba, proses peniruannya hanya terbatas pada penituan visual. Perlunya latihan khusus tuntuk pengembangan diri pada penyandanga tunarungu dalam menggali potensidirinya, demikian pula dalam pendidikan jasmani. Dengan pendidikan jasmani adaptif diharapkan anak tunarungu dapat membentuk kepercayaan disinya, menjalani pergaulan sosial, dan kebugaran jasmani. c. Peserta Didik Tunagrahita Istilah anak berkelainan mental subnormal dalam beberapa referensi disebut pula dengan keterbelakangan mental, lemah ingatan, flebleminded, mental subnormal, dan tunagrahita. Yani dan Asep (2013;12) mengemukakan tunagrahita adalah individu yang memiliki intelegensi yang signifikan berada dibawah tara-rata dan disertai dengan ketidak mampuan dalam adaptasi prilaku yang muncul dalam masa perkembangan. Selanjutnya Sutjihati (2006:103) menjelaskanketerbelakangan kecerdasannya mengakibatkan dirinya sukar untuk mengikuti program pendidikan di sekolah bisa secara klasikal. Sementara Delphie (2006:2) “ Anak dengan hendaya perkembangan kemampuan (tunagrahita), memiliki problema belajar yang disebabkan adanya hambatan perkembangan intelegensi, mental, emosi, sosial dan fisik”. 14 Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa tunagrahita atau keterbelakangan mental merupakan kondisi dimana pengembangan kecerdasannya mengalami hambatan sehingga tidak mencapai tahap perkembangan yang optimal.Untuk itu diperlukan pendidikan khusus untuk menggali potensi dirinya, sehingga walau dalam keadaan tunagrahita mereka memiliki hak yang sama dalam memperoleh pendidikan. Tunagrahita atau keterbelakangan mental dapat diklasifikasikan menjadi tiga, pengelompokan ini umumnya didasarkan pada taraf intelegensinya. Honsi (2003; 1920) mengemukakan klasifikasi anak tunagrahita yakni; a) Tunagrahiita ringan biasanya memiliki IQ 70-55, b) tunagrahita ringan biasanya memiliki IQ 55-40, c) tunagrahita berat biasanya memiliki IQ 40-25, dan d) tunagrahita sangat berat memiliki IQ <25. d. Peserta Didik Tunadaksa Barangkali kita sependapat bahwa kaki dan tangan merupakan organ tubuh yang sangat penting dalam mobilitas. Hal ini disebabkan kedua jenis organ ini manfaatnya sangat besar bagi manusia dalam melengkapi dan merealisasikan segala keinginan untuk bergerak, baik yang dilakukan secara parsial maupun integral bersama dengan organ sensoris pendukung lainnya. Tunadaksa menurut Dedy dan yani (2013:33) adalah individu yang memiliki gangguan gerak yang disebabkan oleh kelainan neuro-muskular dan strukur tulang yang bersifat bawaan, akit akibat kecelakaan, celebral palsy (CP), amputasi, polio, dan lumpuh. Dedy dan Yani (2013;34) juga menjelaskan bahwa tingkatan gangguan 15 pada tunadaksa adalah tunadaksa ringan yaitu memiliki keterbatasan dalam melakukan aktifitas fisik tetapi masih dapat ditingkatkan melalui terapi, untuk tunadaksa sedang yaitu memiliki keterbatasan gerak dan gangguan koordinasi sendorik, sedangkan tunadaksa berat yaitu memiliki keterbatasan total dalam gerak fisik dan tidak mampu mengontrol gerakan fisik. Selain itu Erianti (2009;24) mengartikan tunadaksa sebagai seseorang yang fisik dan kesehatannya mengalami masalah, sehingga menghasilkan kelainan dalam berinteraksi dengan lingkungan sosialnya dan untuk meningkatkan fungsinya diperlukan program dan layanan khusus. Sementara itu Yani dan Caryoto (2013;19) mendefinisikan ketunadaksaan adalah seseorang yang mengalami kesulitan mengoptimalkan fungsi anggota tubuh sebagai akibat dari luka, penyakit, pertumbuhan yang salah bentuk, dan akibatnya kemampuan untuk melakukan gerakan-gerakan tubuh tertentu mengalami penurunan. Dari beberapa kutipan diatas dapat disimpulkan bahwa tunadaksa adalah suatu hambatan dimana terjadi kerusakan pada organ seperti tulang, otor, sendi maupun pada syaraf. Dimana pada kondisi ini disebabkan oleh penyakit, kecelakaan, atau juga pebawaan sejak lahir. Dengan berbagai keterbatan yang di miliki tunadaksa untuk melakukan gerak tubuh menyebabkan ia membutuhkan layanan latihan, baik terapi maupun bantuan medis guna memperbaiki atau mengobati kelainan pada tubuhnya dengan pola tertentu, peralatan-peralatan yang sesuai, dan fasilitas 16 pendukung lainnya. untuk yang memiliki masalah pendidikan, maka pembelajaran dapat yang bersifat khusus yang sesuai dengan kelainan anak yang bersangkutan. 3. wheelcair race Gambar 2.1. wheelchair race (Sumber: http://www.paralympic.org/athletics) Balap kursi roda atau wheelcair race adalah balap kursi roda di trek atau lintasan pada atletik dan jalan raya dengan peraturan yang hampir sama pada cabang trek diatletik. Tujuan yang paling penting untuk kursi roda balap adalah untuk mendapatkan dan mempertahankan kecepatan rata-rata lebih besar dari lawan. Erianti (2009:7) menyatakan bahwa anak berkebutuhan khusus adalah anak yang memiliki kelainan pada fisik, mental, tingkah laku (behavioral) atau indranya memiliki kelainan yang sedimikian rupa sehingga didalam mengembangkan kemampuannya (capacity) secara maksimum membutuhkan pendidikan luar biasa atau layanan yang berhubungan dengan pendidikan luar biasa. Cacat atau Kemampuan berbeda Seringkali istilah kontroversial, cacat didefinisikan oleh DePauw (1992)” as the situation "when an impairment adversely affects one's performance" yang artinya 17 kurang lebi "ketika penurunan negatif mempengaruhi kinerja seseorang". (https://www.twu.edu/inspire/history-and-background.asp). Kini istilah mencakup definisi yang lebih luas untuk mencakup yang lebih umum di mana atlet baik dengan dan tanpa cacat dapat berpartisipasi Dalam olahraga difabel, kemampuan fungsional mengacu pada kapasitas bawaan yang tidak dapat diubah oleh pelatihan, praktek, atau motivasi. Balap kursi roda terbuka untuk atlet dengan jenis kualifikasi difabel, amputasi, cedera tulang belakang, cerebral palsy dan sebagian terlihat (bila dikombinasikan dengan cacat lain). Atlet diklasifikasikan sesuai dengan sifat dan tingkat keparahan kecacatan atau kombinasi dari kecacatan mereka. . Kemampuan fungsional dalam hal ini, karena itu digunakan untuk klasifikasi tingkat persaingan yang berbeda untuk mencoba untuk memastikan bahwa seorang atlet memiliki potensi yang sama untuk menang melalui keberhasilan dan pelatihan terhadap keterbatasan bawaan dan tak dapat diubah seperti yang terhadap siapa. (https://www.twu.edu/inspire/history-and-background.asp). Kegiatan dan acara dan pengaturan di mana individu dengan dan tanpa cacat, menciptakan atau bersaing sekitar satu sama lain. Situasi berlawanan dengan olahraga utama di mana orangorang tanpa keterbatasan bersaing dalam olahraga yang dirancang khusus untuk para penyandang difabel atau kemampuan yang berbeda . Contoh mungkin termasuk Goal Ball, olahraga Paralimpik bagi individu yang buta, yang juga bisa dimainkan oleh pemain mata tertutup. Seperti berjalan, hal itu dapat terjadi pada jalur atau sebagai road race. Kompetisi utama berlangsung di musim panas Paralimpiade yang balap 18 kursi roda dan atletik telah menjadi bagian dari sejak 1960 Pesaing bersaing di kursi roda khusus yang memungkinkan para atlet untuk mencapai kecepatan atau lebih. Ini adalah salah satu sebagian besar bentuk menonjol dari atletik Paralimpiade . b. sejarah wheelchair race Perang dunia mempengaruhi pandangan dan pengobatan individu penyandang cacat secara umum. Sebelum perang, individu penyandang cacat dianggap sebagai beban pada masyarakat. Seperti banyak veteran perang kembali ke rumah dengan gangguan fisik dan kebutuhan psikologis, program baru harus diletakkan di tempat untuk membantu membuat transisi kembali ke masyarakat, seperti metode tradisional. Pemerintah Inggris dikreditkan dengan menjadi yang pertama untuk mengakui kebutuhan ini dengan membuka Cedera Spinal Centre di Stoke Mandeville Hospital di Aylesbury, Inggris, pada 1944 Sir Ludwig Guttmann , direktur pusat ini, memperkenalkan olahraga kompetitif sebagai bagian integral dari rehabilitasi veteran cacat. Dengan bimbingan Guttmann ini, pertama Stoke Mandeville Game untuk Lumpuh diadakan pada tahun 1948 Pada 1940-an, olahraga untuk menyebar rehabilitasi di seluruh Eropa dan di seluruh Amerika Serikat. Selama ini kompetisi dan acara olahraga untuk individu di kursi roda muncul di seluruh Eropa.( http://en.wikipedia.org/wiki/Wheelchair_racing) Pada tahun 1952 kompetisi internasional pertama untuk atlet di kursi roda diselenggarakan antara Inggris dan Belanda. Sebanyak 130 atlet dengan cedera tulang belakang berkompetisi di enam olahraga. Untuk menghormati nilai sosial dan 19 manusia berasal dari gerakan kursi roda olahraga, Komite Olimpiade Internasional (IOC) mengakui karya Guttmann pada tahun 1956 dan dianugerahi Stoke Mandeville Permainan Sir Thomas Cup Fearnley untuk pencapaian berjasa dalam pelayanan kepada gerakan Olimpiade. Sejak awal permainan di Stoke Mandeville kursi roda olahraga telah berkembang dengan penambahan banyak cabang olahraga. Dimulai dengan kursi roda panahan , rumput mangkuk ,tenis meja , menembak, tolak peluru , lembing , dan klub melemparkan ditambahkan ke daftar . Pada tahun 1960 basket kursi roda , anggar , snooker dan angkat besi juga diperkenalkan. Pada tahun 1960 Stoke Mandeville roda Federasi Olahraga Internasional (ISMWSF) dibentuk untuk memungkinkan semua kompetisi internasional untuk individu dengan cedera tulang belakang. Meskipun awalnya sanksi bagi mereka dengan cedera tulang belakang, permainan ini diperluas pada tahun 1976 di Olimpiade untuk Penyandang Cacat di Toronto, Kanada, untuk memasukkan gangguan fisik dan visual lainnya dan akan berkembang dan akhirnya disebut sebagai Paralimpiade. Pada tahun 1960 kompetisi olahraga internasional diperluas untuk mencakup kelompok cacat lain yang tidak memenuhi syarat untuk World. Selain Organisasi Olahraga Internasional untuk Penyandang Cacat (ISOD) secara resmi dibentuk di Paris pada tahun 1964, untuk memberikan kesempatan olahraga internasional untuk orang buta, diamputasi dan penyandang cacat loco motor lain. 20 c. Klasifikasi kecacatan Menurut Efendi (2006:4) Klasifikasi anak berkibutuhan khusus dikelompokan ke dalam kelainan fisik, kelainan mental dan kelainan karakteristik sosial. Kelainan fisik adalah kelainan yang terjadi pada satu atau lebih organ tubuh tertentu.Akaibat dari kelainan tersebut timbul suatu keadaan dimana tidak dapat melakukan pekerjaan atau tugas secara normal. Contoh dari kelainan fisik ini seperti; (a) alat fisik indra, misalnya kelainan pada indra pengliharan (tunanetra), kelainan pada pendengaran dan fungsi organ bicara (tunarungu), (b) alat gerak tubuh, misalnya kelainan otot dan tulang (poliomyelitis), kelainan pada system saraf diotak yang berakibat gangguan pada fungsi gerak (cerebal palsy), kelainan anggota badan akibat pertumbuhan yang tidak sempurna, misalnya lahir tanpa tangan/kaki, amputasi (tunadaksa). Sistem klasifikasi telah dimasukkan ke dalam peraturan pertandingan untuk memastikan bahwa persaingan adalah wajar, memastikan bahwa semua peserta memiliki kesempatan yang sama untuk menempatkan, dan mereka bisa karena bakat mereka, bukan karena ketidakmampuan mereka kurang serta lebih parah daripada pesaing lainnya(http://www.paralympic.org/athletics/classification). setiap olahraga memiliki klasifikasi fungsional yang memperhitungkan kendala organisme masing-masing orang, yaitu tingkat penurunan mereka. Ini adalah salah satu masalah yang paling penting dalam olahraga kursi roda sebagai klasifikasi fungsional memungkinkan pengelompokan pemain dengan tingkat yang sama kapasitas fungsional berdasarkan pada kemampuan mereka untuk melakukan gerakan-gerakan. Klasiikasi ini bertujuan 21 untuk menghilangkan kesenjangan kompetitif karena beratnya yang lebih besar atau lebih kecil dari kerugian atlet yang berbeda. dan memberikan orang-orang dengan cedera tulang belakang atau cacat lainnya, seperti polio, cerebral palsy, atau amputasi, kesempatan untuk bermain olahraga. Atlet dibagi ke dalam kategori tergantung pada kecacatan mereka, Pedoman klasifikasi yang terus-menerus berubah untuk memasukkan lebih banyak atlet. IPC menjelaskan Dalam Atletik kelas sport terdiri dari awalan "T" untuk Jalur / Melompat dan "F" untuk Field dan menunjukkan untuk acara yang kelas sport berlaku. 1. Kelas T / F11-13: Gangguan penglihatan Tiga kelas sport 11, 12 dan 13 yang dialokasikan untuk atlet dengan berbagai tingkat gangguan penglihatan, dengan olahraga kelas 11 termasuk atlet dengan visi terendah dan olahraga kelas 13 termasuk atlet dengan visi terbaik memenuhi kriteria minimum. Semua atlet dalam olahraga kelas T11 dijalankan dengan pelari panduan dan mata tertutup. Atlet di kelas sport T12 juga dapat memilih untuk menjalankan dengan panduan. 2. Kelas T / F 20: gangguan Intelektual Atlet di kelas ini didiagnosis dengan gangguan intelektual dan memenuhi kriteria gangguan minimum olahraga-spesifik dalam 1.500 m, lompat jauh atau ditembak put, masing-masing. 3. Kelas T32-38 dan F31-38 Kelas 30-an olahraga yang dialokasikan untuk atlet dengan athetosis, ataksia, dan / atau hypertonia. The gangguan biasanya mempengaruhi kemampuan untuk mengendalikan kaki, batang, lengan dan tangan. Semakin rendah angka tersebut, 22 semakin signifikan pembatasan aktivitas. Atlet di kelas sport 31-34 bersaing dalam posisi duduk, misalnya di kursi roda balap atau menggunakan kursi melempar. Sebaliknya, atlet di kelas 35-38 menunjukkan fungsi yang lebih baik di kaki mereka dan kontrol batang yang lebih baik dan karena itu bersaing berdiri, misalnya dalam menjalankan kegiatan, lompat jauh atau lempar. 4. Olahraga Kelas F40-41 Atlet dengan perawakan pendek bersaing di kelas sport F40 dan F41. Atlet di F40 memiliki perawakan pendek dari F41. 5. Kelas Sport T42-47 dan F42-46 Kelas olahraga ini ditujukan untuk atlet dengan kekurangan anggota tubuh, seperti amputasi. Di kelas sport 42-44 kaki dipengaruhi oleh penurunan nilai dan di kelas sport 45-47 lengan yang terkena, misalnya dengan atas atau di bawah siku amputasi. Misalnya, tembakan menempatkan atlet dengan amputasi di atas lutut tunggal bersaing di kelas sport F42. Semua atlet di kelas 40-an bersaing berdiri dan tidak menggunakan kursi roda. 6. Olahraga Kelas T51-54 dan F51-57: Kelas 50-an olahraga hanya menyertakan atlet bersaing di kursi roda. Sekali lagi, angka yang lebih rendah menunjukkan keterbatasan aktivitas yang lebih tinggi. Atlet bersaing dalam acara balap kursi roda untuk T51-54 kelas olahraga berbeda dalam hal lengan dan bahu fungsi mereka, yang bersangkutan untuk mendorong kursi roda. Atlet di kelas T51-52 memiliki keterbatasan aktivitas di kedua tungkai bawah dan atas, misalnya, karena tetraplegia. Tidak seperti atlet di kelas sport T51-53, atlet bersaing di T54 memiliki bagasi parsial dan fungsi kaki. Untuk event lapangan, atlet kursi roda bersaing di kelas yang lebih berbeda. 23 Atlet di kelas olahraga F51-54 terbatas bahu, lengan dan tangan fungsi untuk derajat yang berbeda dan tidak ada batang atau kaki fungsi. Atlet di F54 kelas memiliki fungsi normal di lengan dan tangan mereka. Sepanjang olahraga kelas F55-57 batang dan fungsi kaki meningkat, yang merupakan keuntungan dalam lempar. Sebagai contoh, seorang atlet dengan amputasi pada satu kaki juga bisa bersaing di kelas F57 olahraga. d. Peraturan wheelchair Kursi roda adalah bagian penting dari peralatan untuk atlet bersaing dalam balap kursi roda dan lintasan dan lapangan. Banyak kursi roda cenderung sangat ringan, dengan ban pneumatik , dan dengan dimensi dan fitur di kursi roda dengan jelas ditentukan dalam aturan IPC Athletics. Ada aturan untuk setiap acara mengenai peralatan atlet. Aturan: Aturan 159 Paragraf 1 kursi roda harus memiliki minimal dua roda besar dan satu roda kecil. Aturan 159 Para 2 Tidak ada bagian dari tubuh kursi dapat memperpanjang ke depan di luar hub roda depan dan lebih lebar dari bagian dalam hub dari dua roda belakang.Tinggi maksimum dari dasar tubuh utama kursi harus 50 cm. Aturan 159 Para 3 Diameter maksimum roda besar termasuk ban meningkat tidak lebih dari 70 cm. Diameter maksimum roda kecil termasuk ban meningkat tidak lebih dari 50 cm. Aturan 159 Para 4 Hanya satu polos, bulat, pelek tangan diperbolehkan untuk setiap roda besar. Aturan ini bisa dicabut bagi orang-orang yang membutuhkan kursi lengan drive tunggal, jika demikian dinyatakan pada kartu medis dan Permainan mereka identitas. Aturan 159 Para 5 Tidak ada gigi mekanis atau tuas diperkenankan, yang dapat digunakan untuk menggerakkan kursi. Aturan 159 Para 6 Hanya tangan dioperasikan, perangkat kemudi mekanik akan diizinkan. Aturan 159 Para 7 Dalam semua ras dari 800 meter atau lebih, atlet harus mampu memutar roda depan (s) secara manual baik ke kiri dan kanan. Aturan 159 Para 8 Penggunaan cermin tidak diizinkan di trek atau jalan ras. 24 Aturan 159 Para 9 Tidak ada bagian dari kursi dapat menonjol di balik bidang vertikal dari tepi belakang ban belakang. Aturan 159 Para 10 Ini akan menjadi tanggung jawab peserta untuk memastikan sesuai kursi roda untuk semua peraturan di atas, dan tidak ada acara akan ditunda sementara pesaing membuat penyesuaian ke kursi atlet. Aturan 159 Para 11 Kursi akan diukur di wilayah Menyusun, dan mungkin tidak memberikan daerah itu sebelum dimulainya acara. Kursi yang telah diperiksa mungkin akan bertanggung jawab untuk pemeriksaan ulang sebelum atau setelah kejadian oleh petugas yang bertanggung jawab atas acara tersebut. Aturan 159 Para 12 Ini akan menjadi tanggung jawab, dalam contoh pertama, dari pejabat yang melakukan aktivitas tersebut, untuk memerintah pada keselamatan kursi. Aturan 159 Para 13 Atlet harus memastikan bahwa tidak ada bagian dari anggota tubuh mereka lebih rendah dapat jatuh ke tanah atau jalur selama acara tersebut. (http://en.wikipedia.org/wiki/Wheelchair_racing). 4. Komponen Anthropometri dan Kondisi Fisik a. Variabel Anthropometri Anthropometri berasal dari kata anthropos dan metry. Antropos artinya tubuh dan metros artinya ukuran. Anthropometri dapat diartikan sebagai ukuran tubuh atau ukuran eksternal bagian tubuh. Dalam kaitannya dengan pengukuran fisik, anthropometri merupakan salah suatu satuan teknik standar untuk pengukuran yang sistematis terhadap tubuh secara keseluruhan ataupun bagian-bagian tubuh (Malina, Bouchard dan Bar-Or, 2004: 42). Ukuran anthropometri mencangkup kuantitas dari dimensi-dimensi tubuh termasuk di dalamnya berat badan, ukuran panjang dan luas penampang tubuh atau bagian-bagian tubuh. Perbandingan dari masing-masing organ tubuh memberikan tampilan yang berbeda-beda pada masing-masing individu. Ukuran athropometri 25 berkaitan dengan tipe atau bentuk tubuh, juga dapat dijadikan sebagai parameter untuk menentukan status gizi seseorang (Djoko Pekik Irianto, 2007: 67). Perkembangan ukuran anthropometri tubuh berkembang sesuai dengan periode perkembangan individu. Perkembangan ukuran bagian-bagian tubuh ini dipengaruhi faktor-faktor perkembangan seperti faktor genetis, lingkungan serta aktivitas gerak fisik yang dilakukan. Perkembangan ukuran tubuh dan bagianbagiannya berlangsung terus selama masa pertumbuhan dengan tingkat perkembangan yang berbeda-beda pada proporsi dan kecepatannya. Pertumbuhan ukuran bayi berlangsung sangat cepat, kemudian secara proporsional mengalami penurunan pada masa anak-anak dan kemudian mengalami ledakan pertumbuhan pada masa adolesensi (Gallahue dan Ozmun, 1998: 189). Perbedaan kecepatan pertumbuhan menyebabkan terjadinya variasi pada bentuk dan tipe tubuh seseorang. Ukuran anthropometri merupakan salah satu faktor penting dalam aktivitas olahraga. Masing-masing cabang olahraga memerlukan karakteristik anthropometri yang berbeda-beda. Hal ini berkaitan dengan karakteristik gerak yang diperlukan dalam masing-masing cabang olahraga tersebut. Perbedaan perbandingan dari bagianbagian tubuh serta perbedaan struktur tubuh memberikan kemungkinan efisien gerak yang berbeda pula. Anthropometri atau postur tubuh berpengaruh terhadap olahraga, terutama untuk meraih prestasi yang tinggi (olahraga prestasi). Untuk mencapai prestasi yang tinggi, diperlukan ciri-ciri fisik dan postur tubuh tertentu sesuai dengan tuntutan 26 cabang olahraga yang diikutinya. Antropometri melibatkan pengukuran bagian tubuh luar. Terdapat dua tipe pengukuran antropometri yaitu dimensi tubuh dan yang berhubungan dengan somatotropi. 1). Dimensi Tubuh Dua pengukuran tubuh yang umum digunakan dalam pendidikan olahraga menitik beratkan pada diameter dan keliling dari macam-macam ruas tubuh. Diameter pengukuran tubuh ditentukan dengan menggunakan papan bilah antropometer seperti terlihat pada gambar dibawah ini. Gambar 2.2. Macam peralatan pengukuran tubuh (Sumber: Frank. M. Verducci (1980: 216) Saat pengukuran sudah ditentukan, lapisan kulit diperas sehingga terjadi kontak antara tulang dengan alat. Hal ini menghilangkan tingkat variabilitas dalam pengukuran dan meningkatkan reliabilitas. Jari-jari dari kedua tangan digunakan untuk menempatkan lanmark yang tipis. Sebagai contoh penggunaan peralatan untuk mengukur diameter tubuh adalah sebagai berikut: 27 Penempatan secara anatomi untuk pengukuran diameter disajikan pada gambar dibawah ini. Diambil ketika seorang didudukkan: Gambar 2.3Pengukuran diameter Gambar 2.4Pengukuran diameter lengan atas dan panjang tangan (Sumber: Frank. M. Verducci (1980: 216) Salah satu contoh diatas menunjukkan pengukuran pada diameter tubuh bagian atas dan pengukuran diameter atas dan panjang tangan. 28 Adapun banyak sekali pengukuran pada bagian anatomi tubuh lainnya. Menurut Frank. M. Verducci (1932: 216) dimana pengukuran tersebut akan dijelaskan sebagai berikut: 1) Ankel diukur pada saat berdiri dengan jarak diantara malleoll (antropometer menunjukkan sudut 450 dari bawah) 2) Lengan diukur pada saat berdiri dengan punggung bersandar pada dinding rata, kedua lengan atas melebar bersama-sama, diukur panjang jarak antara jangkauan jari kiri dan kanan. 3) Diameter biocromial diukur dengan posisi siku berada disebelah badan, jaraknya antara proyeksi tulang rusuk dari acromial. 4) Diameter bideltoid diukur dengan posisi siku berada di samping tubuh dan tangan berada di atas paha, jarak antara bagian terluar pundak (antropometer hanya sedikit menyentuh kulit) 5) Diameter bi-iliac pengukuran yang dilakukan antara proyeksi rusuk dari puncak iliac. 6) Diameter bitrochanteric diukur pada posisi berdiri dengan jarak antara proyeksi rusuk dari trochanters yang lebih besar. 7) Lebar dada diukur pada saat berdiri dengan lengan agak sedikit ditarik ke depan dan belakang tubuh, dengan jarak antara tulang rusuk ke 5 sampai ke 6. 8) Siku dengan siku satunya ditarik dan posisi tangan menghadap ke depan dengan jarak antara kondilus dari homerus. 29 9) Panjang tangan diukur dengan jarak antara ujung ruas distal dan titik-titik pada tulang carpal proximal. 10) Panjang kepala diukur dengan jarak anterior-posterior pada posisi alis dan occipital protuberance. 11) Lebar kepala diukur dengan jarak pada titik terlebar dari tengkorak. 12) Lutut diukur dengan cara lutut direntangkan sampai sudut 900, dengan jarak antara proyeksi terluar dari tibial condyles. 13) Panjang kaki diukur pada saat berdiri dengan jarak antara lantai sampai coccyx. 14) Tinggi badan diukur pada ujung tumit kaki menapak lantai, tubuh bersandar pada dinding dengan kepala menghadap ke depan, diukur sampai ujung kepala. Gambar 2.5.Cara Pengukuran AntropometriTubuh Manusia (Sumber: Frank. M. Verducci (1980: 217- 218) 30 Alat pengukur berupa lingkaran kurang begitu diandalkan untuk mengukur dimensi diameter. Saat menggunakan pengukur kain, tekanan dari jaringan yang lembut memunculkan masalah dalam menggali hasil akhir yang konsisten. Gulick tape meminimalkan masalah ini dengan memberikan data konsisten dalam seluruh pengaturan melalui penggunaan spring-loaded handle. Selanjutnya tape harus diposisikan secara konsisten pada posisi horisontal atau disebelah kanan sisi panjang dari segmen “tape kain” harus dikalibrasikan secara periodik/berkala karena cenderung merenggang karena digunakan. Landmark menjelaskan bagaimana penggunaan alat pengukuran ini, dimana saat seorang berdiri untuk diukur pada bagian pundak menjadi pengecualian. Pengukuran dilakukan pada posisi: 1) Abdomen 1. Diukur secara lateral, jalan tengah antara porsi rusuk paling bawah dari tulang rusuk dan puncak iliac, anterior, jalan tengah antara xyphoid process dari sternum dan umbilicus. 2) Abdomen 2. Diukur secara lateral, pada tingkat puncak iliac dan anterior, pada umbilicus . 3) Rata-rata abdominal. Adalah pengukuran 1 dan 2 engkel. Paling atas hingga malleoli, lingkaran terkecil. 4) Bicep tambahan, diukur saat siku dikunci dalam penambahan maksimal, berhubungan dengan bagian bawah, dengan otot terikat, lingkaran maksimal dari lengan tengah. 31 5) Bicep lebar, diukur pada posisi saat merentang pada sudut terbesar dengan otot berkontraksi, keliling maksimal dari lengan tengah. 6) Betis, diukur dengan keliling maksimal. 7) Dada, pada pria puting susu berada pada pada volume midtidal, sedangkan pada wanita tepat berada di atas jaringan payudara. 8) Deltoid, diukur dengan cara lengan membentuk sudut 900 dari sisi tubuh, maximal circumference berada pada level axillae. 9) Lengan atas, diukur dengan cara siku dilebarkan secara bersamaan kebawah dan posisi tangan terbuka ke depan, maximal circumference. 10) Kepala, diukur dengan cara sedikit ke atas hingga garis alis dan menunjuk pada tengkuk. 11) Panggul belakang, diukur pada max. protrucion dari otot gluteal dan anterior, pada level shymphysis pubis. 12) Lutut, diukur dengan cara posisi lutut sedikit dilipat dan beban tubuh ditumpu pada kaki lainnya, level midpatellar. 13) Leher, diukur dengan posisi sedikit agak menunduk pada laring. 14) Pundak, diukur secara lateral pada max. protrucion dari otot deltoid, anterior, pada articular dari strenom dan rusuk kedua. 15) Paha, diukur pada posisi sedikit ditekuk, maximal circumference. 16) Pinggul diukur dengan cara lengan dilebarkan bersamaan, sedikit distal pada proses styloid dari radius dan ulna, minimumcircumference. 32 2) Somatotype Somatotropi adalah proses pengukuran dan pendiskripsian conformasi tubuh secara morfologi. Berdasarkan metode yang digunakan oleh Sheldon tentang somatotropi menjadi metode yang pertama kali yang mendasari munculnya metodemetode modern lainnya. Secara umum dapat digambarkan 3 bentuk dan susunan tubuh manusia: (1) endomorph, (2) mesomorph, dan (3) ectomorph. Setiap tubuh manusia terbentuk dari macam-macam tingkat dari ketiganya. Klasifikasi yang pertama (somatotype) ditentukan dengan jumlah dari masing-masing komponen dalam satu fase. 1) Bentuk tubuh endomorph 2) Bentuk tubuh mesomorph 3) Bentuk tubuh ectomorph Gambar 2.6. Macam Susunan Tubuh Manusia (Sumber: Frank. M. Verducci (1980: 220) 33 Beberapa ukuran antrhropometri yang memiliki pengaruh cukup besar dalam aktivitas olahraga diantaranya tinggi panjang lengan. Panjang lengan merupakan faktor penting dalam cabang olahraga wheelchair race. Lengan yang panjang akan menunjang dari olahraga wheelcair race. Serta panjang lengan memiliki peran yang besar dalam berbagai cabang olahraga seperti cabang olahraga wheelcair race, lengan merupakan bagian tubuh yang dominan dalam melakukan ayunan gesekan pada ring wheelchair. Untuk memperoleh kualitas kayuhan yang baik, maka kemampuan serta proporsi Lengan harus dimanfaatkan secara maksimal pada teknik yang benar. Berat badan adalah parameter antropometri yang sangat labil (I Dewa Nyoman Supariasa dkk., (2002:56). Menurut Arjadino Tjokro (1084:9) yang dikutip dalam skripsi Thomas Adiyanto (2010:22) berat badan berlebih bisa mengurangi kelincahan. Berat tubuh adalah konsep yang diberikan pada ukuran dari jumlah massa tubuh (misalnya, tulang, otot, lemak, jaringan, dll.) yang dibawa oleh kita kemanapun. Semakin banyak jumlah massa dalam tubuh akan semakin berat. Dalam istilah mekanika, berat tubuh seseorang mewakili daya tarik bumi (gravitasi) yang menarik tubuh, dan sebaliknya, mewakili tarikan tubuh terhadap bumi. Apa yang kita baca pada timbangan berupa angka tertentu mewakili seberapa banyak tarikan yang terjadi antara tubuh dan bumi. Bumi menarik tubuh kita ke bawah, dan kebalikannya, tubuh kita menarik bumi ke atas. Derajat besaran tarikan antara tubuh dan bumi bergantung pada seberapa banyak massa bumi dan seberapa banyak massa tubuh dimiliki. Lebih besar tarikan, semakin besar angka diperlihatkan pada timbangan. 34 Dengan demikian, tubuh yang lebih berat (massa tubuhnya lebih banyak) akan menekan bumi lebih besar dari pada tubuh yang lebih ringan. Berat badan yang berlebih hanya akan menambah beban yang harus didorong oleh atlet lebih besar sehingga akan memberi menghambat kelajuan wheelchair. Jadi, atlet yang berat tubuhnya besar harus mengerahkan daya otot yang lebih besar pula untuk menyebabkan massa tubuhnya bergerak. Sekali ia bergerak dalam arah tertentu, ia pun harus mengerahkan tenaga yang besar pula untuk menghentikan atau mengubah arah gerak tubuhnya. Ini berarti, bahwa atlet dengan massa tubuh ringan mempunyai inertia yang lebih kecil dan memerlukan tenaga yang lebih kecil pula untuk bergerak atau menghentikan gerakannya. a. Komponen Kondisi Fisik Kondisi fisik adalah salah satu persyaratan yang sangat diperlukan dalam usaha peningkatan prestasi seorang atlet bahkan dapat dikatakan sebagai keperluan yang tidak dapat ditunda-tunda atau ditawar-tawar lagi. Dengan demikian maka dapat dinyatakan bahwa kondisi fisik merupakan kondisi yang paling mendasar dalam upaya pemberdayaan aspek-aspek lainnya (Sajoto, 1988: 16). Aspek kondisi fisik merupakan bagian terpenting dalam semua cabang olahraga, terutama untuk mendukung aspek-aspek lainnya seperti teknik, taktik, dan mental. Kondisi fisik sangat menentukan dalam mendukung tugas atlet dalam pertandingan sehingga dapat tampil secara maksimal. (Harsono, 1988: 153) menjelaskan bahwa: Kondisi fisik atlet memegang peranan yang sangat penting 35 dalam program latihannya. Program latihan kondisi fisik haruslah direncanakan secara baik dan sistematis dan ditujukan untuk meningkatkan kesegaran jasmani dan kemampuan fungsional dari sistem tubuh sehingga dengan demikian memungkinkan atlet untuk mencapai prestasi yang lebih baik. Atlet yang memiliki tingkat kesegaran jasmani yang baik akan terhindar dari kemungkinan cedera yang biasanya terjadi jika seseorang melakukan kerja fisik yang berat. Apabila seseorang mempuyai kondisi fisik yang baik maka dia mampu melakukan tugas fisik tanpa mengalami kelelahan yang berlebihan. Kondisi fisik sangat menunjang atlet dalam bertanding, sehingga dalam pertandingan atlet tidak mengalami kelelahan yang berarti dan akan terhindar dari cedera yang dapat mengganggu penampilannya. Oleh karena itu peranan kondisi fisik sangatlah diperlukan dalam olahraga (Setiawan, 1991: 110). Apabila kondisi baik maka: (1) Akan ada peningkatan dalam kemampuan sistem sirkulasi dan kerja jantung. (2) Akan ada peningkatan dalam kekuatan, kelentukan, stamina, kecepatan, dan lain-lain komponen kondisi fisik. (3) Akan ada ekonomi gerak yang lebih pada waktu latihan. (4) Akan ada pemulihan yang cepat dalam organ-organ tubuh setelah latihan. dan (5) Akan ada respons yang cepat dari organisme tubuh kita apabila sewaktu-waktu respons demikian diperlukan. Kalau faktor-faktor tersebut kurang tercapai setelah suatu masa latihan kondisi fisik tertentu, maka hal ini berarti bahwa perencanaan dan sistematika latihan kurang sempurna, karena sukses dalam olahraga sering menuntut keterampilan yang sempurna dalam 36 situasi stress fisik yang tinggi, maka semakin jelas bahwa kondisi fisik memegang peranan yang sangat penting dalam meningkatkan prestasi atlet (Harsono, 1988: 153). wheelcair race merupakan olahraga yang dinamis dan menuntut kesiapan fisik yang prima dengan dukungan teknik, taktik, dan mental yang memadai. Koordinasi antara tubuh dengan wheelchair atau kursi balap haruslah harmonis sehingga anggota gerak tubuh dapat mengontrol atau mengendalikan krsi balap itu dengan efektif dan evisien. Kondisi ini berlangsung dalam waktu yang cukup lama, sehingga begitu menguras energi dan menyebabkan kelelahan. Dengan kondisi fisik yang prima maka akan ada peningkatan dalam kemampuan sistem sirkulasi dan kerja jantung, peningkatan dalam kekuatan, kelentukan, stamina, kecepatan, dan lain-lain komponen kondisi fisik, akan ada ekonomi gerak yang lebih pada waktu latihan, akan ada pemulihan atau recovery yang cepat dalam organ-organ tubuh setelah latihan, maka hal ini memperjelas bahwa kondisi fisik sangat berperan dalam kegiatan olahraga terutama untuk dapat bermain wheelcair race dengan dinamis tanpa mengalami kelelahan yang berarti. Kondisi fisik merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan atlet dalam cabang olahraga tertentu. Atlet yang memiliki kualitas fisik yang baik maka kualitas gerak atau keterampilan geraknya cenderung baik pula. Setiawan (1991: 110) mengatakan, bahwa dalam hal lain kondisi fisik juga berperan untuk meningkatkan kebugaran jasmani agar seseorang mencapai hasil kerja yang lebih produktif. Pertimbangan kondisi fisik itu harus dikembangkan didasarkan pada karakteristik 37 cabang olahraga yang digelutinya, sebab pada suatu cabang olahraga tertentu mungkin memerlukan komponen kondisi fisik secara keseluruhan, sedangkan pada cabang lain mungkin hanya sebagian saja. Dari teori di atas metode bagian atau parsial dapat diterapkan apabila struktur gerak agak kompleks sehingga kemungkinan untuk memperoleh hasil yang maksimal jika komponen fisik dilatih. Latihan power dan kekuatan, fleksibilitas, dan koordinasi merupakan bagian penting dalam semua jenis olahraga termasuk untuk olahraga wheelcair race. 5.Variabel Anthropometri dan Kemampuan Fisik yang Berpengaruh terhadap Prestasi wheelcair race Faktor adalah keadaan atau peristiwa dan sebagainya yang memengaruhi terjadinya sesuatu. Sedangkan dominan adalah berpengaruh kuat (bersifat) sangat penting dan menentukan karena pengaruh atau kekuasaan (Bakir dan Suryanto, 2009: 143). Dengan melihat teknik serta kesulitan olagraga wheelcair race dan bentuk keterampilan yang harus dikuasai oleh setiap atlet wheelcair race maka kondisi fisik atlet dituntut selalu prima, agar mampu berlatih serta waktu pertandingan untuk melakukan gerakan seefektif dan seevisien mungkin. Dari penjelasan di atas diuraikan faktor anthropometri dan fisik dominan penentu keterampilan olahraga wheelcair race tentunya melibatkan beberapa komponen kondisi fisik agar dapat menghasilkan prestasi wheelcair raceyang baik. 38 Komponen kondisi fisik yang turut mempengaruhi prestasi yaitu, power otot lengan , fleksibilitas togok, dan kekuatan otot perut. Selain komponen kondisi fisik ada unsur lain yang penting yaitu anthropometri diantaranya yaitu panjang lengan. a. Panjang lengan Sebagai sesuatu yang Nampak konkrit, tubuh manusia mempunyai bentuk dan susunan tertentu.Susunan yang terdiri dari kerangka tulang dan otot yang terbungkus kulit itulah yang dimaksud sebagai struktur tubuh. Sejalan dengan itu Anwar pasau (1993:42) mengatakan bahwa:”struktur tubuh adalah unsur-unsur atau bagian-bagian tubuh manusia”.Struktur tubuh memegang peranan penting dalam melakukan aktivitas olahraga dan menunjang keterampilan gerak seseorang. Hal tersebut sejalan pendapat Gallahue (1998:11) yang mengatakan bahwa :” the type of individual’s structure is an essensial factor in his motor performance”. Kalimat ini mengandung arti :bentuk struktur tubuh seseorang adalah suatu faktor yang sangat mendasar bagi pelaksana geraknya. Pengukuran mengenai struktur tubuh dikenal dengan istilah antropometrik.Antropometrik merupakan bentuk pengukuran struktur tubuh yang tertua di pergunakan, dari beberapa pengukuran-pengukuran tersebut yang menjadi focus dalam penelitian ini adalah panjang lengan,dalam buku Anatomi Panjang lengan adalah jarak dari titik acromial sampai titik styloid, sedangkan menurut Johnsen (1983: 8) berpendapat bahwa “panjang lengan adalah jarak yang diukur dari titik acromion pada humerus sampai titik styloid pada ulna”. Batasan panjang lengan 39 dalam penelitian ini adalah yang diukur dari kepala tulang lengan (Caput Os. Ocramion) sampai ujung jari tengah. Secara anatomis panjang lengan terdiri dari tulang Os Humerus, Os Radius, Os Ulnae, Os Methapalangea. 11 Tulan-tulang tersebut berorigo dan insersio pada bagian atas dan bawah tulang. Selain itu juga terdapat otot-otot pada lengan antara lain : 1) Otot Deltoid 2) Otot Trisep 3) Otot Bisep Brakhii 4) Otot Brakhialis 5) Otot Brachioradialis 6) Otot Pronator Teres 7) Otot Palmaris Longus 8) Otot Extensor Karpi Radialis Longus 9) Otot Extensor Digitorum 10) Otot Extensor Karpi Ulnaris 11) Otot Extensor Retinakulum. Gambar 2. 7. Otot Lengan (Sumber: Frank. M. Verducci (1980: 228) 40 Dengan demikian semakin panjang lengan keseluruhan seseorang akan semakin jauh jangkauannya. Semakin jauh jangkauannya, bila diasumsikan kekuatan dan kecepatannya sama, maka akan semakin pendek waktu yangditempuh untuk jarak tertentu. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa panjang atau pendeknya lengan keseluruhan berpengaruh terhadap kecepatan dorongan pada wheelcair race b. Berat Badan Berat Badan adalah parameter antropometri yang sangat labil. Dalam keadaan normal, di mana keadaan kesehatan baik dan keseimbangan antara konsumsi dan kebutuhan zat gizi terjamin, berat badan berkembang mengikuti pertambahan umur. Sebaliknya dalam keadaan yang abnormal, terdapat dua kemungkinan perkembangan berat badan, yaitu dapat berkembang cepat atau lebih lambat dari keadaan normal. Berat badan harus selalu dimonitor agar memberikan informasi yang memungkinkan intervensi gizi yang preventif sedini mungkin guna mengatasi kecenderungan penurunan atau penambahan berat badan yang tidak dikehendaki. Berat badan harus selalu dievaluasi dalam konteks riwayat berat badan yang meliputi gaya hidup maupun status berat badan yang terakhir. Penentuan berat badan dilakukan dengan cara menimbang. Jadi, atlet yang berat tubuhnya besar harus mengerahkan daya otot yang lebih besar pula untuk menyebabkan massa tubuhnya bergerak. Sekali ia bergerak dalam arah tertentu, ia pun harus mengerahkan tenaga yang besar pula untuk menghentikan atau mengubah arah gerak tubuhnya. Ini berarti, 41 bahwa atlet dengan massa tubuh ringan mempunyai inertia yang lebih kecil dan memerlukan tenaga yang lebih kecil pula untuk bergerak atau menghentikan gerakannya. 4. Kemampuan Fisik a. Power Lengan Power adalah komponen kondisi fisik tentang kemampuannya dalam mempergunakan otot untuk menahan beban sewaktu bekerja (M. Sajoto, 1995 :8). Kekuatan merupakan unsur yang sangat penting dalam aktivitas olahraga, karena kekuatan merupakan daya penggerak dan pencegah cedera. Selain itu kekuatan memainkan peranan penting dalam komponen-komponen kemampuan fisik yang lain misalnya power, kelincahan, kecepatan. Dengan demikian kekuatan merupakan faktor utama untuk menciptakan prestasi yang optimal. Kekuatan adalah tenaga kontraksi otot yang dicapai dalam sekali usaha maksimal (Ismaryati, 2008: 111) menyatakan bahwa kekuatan otot adalah kwalitas yang memungkinkan pengembangan ketegangan otot dalam kontraksi yang maksimal. Kekuatan merupakan kemampuan otot-otot atau kelompok otot untuk mengatasi suatu beban / tahanan dalam menjalankan aktivitas (Sudjarwo, 1995: 25). Maksudnya kekuatan seorang untuk mempergunakan kekuatan lengan yang dikerahkan secara maksimum dalam waktu sependek - pendeknya. Power lengan ialah kemampuan sebuah otot atau sekelompok otot untuk mengatasi tahanan beban dengan kekuatan dan kecepatan tinggi dalam satu gerakan yang utuh (Suharno HP, 1986:36). Power adalah kemampuan otot atau 42 sekelompok otot seseorang untuk mempergunakan kekuatan maksimal yang di kerahkan dalam waktu yang sependek-pendeknya atau sesingkat-singkatnya. Unjuk kerja kekuatan maksimal yang dilakukan dalam waktu singkat ini tercermin seperti dalam aktivitas memukul keras, tendangan tinggi, tolak peluru serta gerak lain yang beserta gerak lain yang bersifat eksplosif. Power merupakan salah satu dari komponen gerak yang sangat penting untuk melakukan aktifitas yang sangat berat karena dapat menentukan seberapa kuat orang memukul, seberapa jauh seseorang dapat melempar, seberapa cepat seseorang dapat berlari dan lainnya. Berdasar pada beberapa pendapat para ahli tersebut, dapat ditarik suatu pengertian bahwa power lengan adalah suatu kemampuan otot lengan untuk melakukan aktivitas secara cepat dan kuat untuk menghasilkan tenaga. Hubungan Power Lengan dengan gerak Linear dalam hal kecepatan, percepatan dan jarak. Didalam membahas kecepatan gerak, dikenal ada istilah „kecepatan rata-rata‟ dan „percepatan‟. Yang dimaksud dengan kecepatan rata-rata adalah perbandingan antara jarak yang ditempuh dan waktu yang diperlukan untuk menempuh jarak yang ditempuh dan waktu yang diperlukan untuk menempuh jarak tersebut. Dengan kata lain, kecepatan rata-rata sebuah obyek yang sedang bergerak ialah jarak yang dilalui obyek itu tiap satuan tertentu.sedangkan yang disebut percepatan ialah perubahan kecepatan tiap satuan waktu. Jika kecepatan untuk tiap-tiap saat selama bergerak selalu berubah, maka gerak demikian disebut „gerak berubah‟. Pada gerak berubah ini timbul percepatan yang bias positif (dipercepat) atau negatif (diperlambat). Jika 43 gerak ini lintasannya berupa garis lurus, maka gerekannya disebut gerak lurus berubah. Karena banyaknya ragam gerakan yang dapat dilakukan manusia, maka gerakan yang sering terjadi adalah gerak berubah, jadi bukan gerak beraturan. Keberhasilan dorongan pada wheelchair race didukung oleh koordinasi gerak seluruh tubuh yang berakhir dalam bentuk gerakan tarik yang kuat dan cepat pada ring wheelcair yang didukung oleh power lengan. Penerapannya pada program latihan, seorang atlet wheelchair perlu dilatih power lengan yang cukup banyak selain latihan teknik yang lain. Karena pada olahraga wheelchair power lengan sangat dibutuhkan dan dominan untuk mendorong roda dapat berputar cepat. b. Kekuatan otot perut Kekuatan (strength) adalah komponen kondisi fisik seseorang tentang kemampuannya dalam menggunakan otot dalam menerima beban sewaktu bekerja. Menurut M. satojo(1995:8), berpendapat bahwa kekuatan adalah komponen kondisi fisik seseorang tentang kemampuannya dalam mempergunakan otot untuk menerima beban sewaktu bekerja. Dalam penelitian ini yang di maksud kekuatan otot perut adalah gerakan-gerakan kontraksi otot perut saatmenarik ring dari wheelchair.Kontraksi otot di bedakan atas dua macam kekuatan masing-masing adalah kekuatan statis dan kekuatan dinamis. Kekuatan statis adalah kekuatan efektif maksimal yang dilakukan oleh organ dalam dalam kegiatan terhadap benda yang tidak bergerak. Dan kekuatan dinamis adalah kekuatan daya otot-otot untuk memindahkan posisi suatu benda dari suatu tempat ke tempat yang lain. 44 Kebanyakan penampilan dalam olahraga melibatkan gerakan-gerakan yang di sebabkan oleh kekuatan yang di hasilkan oleh kontraksi otot.Kontraksi otot di gunakan untuk menghasilkan tenaga internal yang mengatur gerakan bahagianbahagian badan. Perut atau abdominal adalah kelompok anggota tubuh bagian togok yang didalamnya merupakan kelompok otot perut yang bersumbu pada persendian togok. Kelompok otot perut (muscle abdominal group) meliputi: Otot perut bagian dalam (transversus abdominis), Otot perut bagian samping (obliges abdominis), dan otot perut bagian depan (rectus abdominis). Jika dilihat dari karakteristik tekhnik dari wheelchair maka dominan otot yang lebih banyak berperan adalah otot perut bagian depan (rectus abdominius). c. fleksibilitas togok Menurut Setiawan (1991:67) fleksibilitas adalah kemampuan seseorang dapat melakukan gerak dengan ruang gerak seluas-luasnya dalam persendian. Fleksibilitas yaitu kapasitas melakukan pergerakan dengan jangkauan yang seluas-luasnya (Bompa:1994: 317). Fleksibilitas mengandung pengertian, yaitu luas gerak satu persendian atau beberapa persendian. Ada dua macam flesibilitas , yaitu (1) fleksibilitas statis, dan (2) fleksibilitas dinamis. Pada fleksibilitas statis ditentukan oleh ukuran dari luas gerak satu persendian atau beberapa persendian. Sebagi contoh untuk pengukur luas gerak persendian tulang belakang dengan cara sit and reach. Sedangkan fleksibilitas 45 dinamis adalah kemampuan seseorang dalam bergerak dengan kecepatan yang tinggi (Mulyono, 2010: 56). Kelentukan yang baik pada umumnya dicapai bila semua sendi tubuh menunjukkan kemampuan dapat bergerak dengan lancar sesuai dengan fungsinya. Lentuk tidaknya seseorang ditentukan oleh luas sempitnya ruang gerak sendi-sendi yang dapat dilakukan. Kelentukan yang dimiliki oleh seseorang tergantung pada beberapa faktor. Faktor penentu kelentukan adalah: 1) elastisitas dari otot, ligamentum, tendo, dan cupsul. 2) luas sempitnya ruang gerak sendi (ROM). 3) tonus otot, tendo, ligamentum, dan cupsula. 4) tergantung dari derajat panas diluar (temperatur). 5) unsur jemu, muram, takut, senang, semangat. 6) kualitas tulangtulang yang membentuk persendian. 7) faktor umur dan jenis kelamin (Suharno, 1993: 53). Perkembangan kelentukan seseorang dipengaruhi oleh usia. Perkembangan fleksibilitas pada tiap tingkatan usia berbeda. Pada umumnya anak kecil memiliki otot yang lebih lentur (fleksibel), keadaan tersebut akan terus meningkat pada usia belasan tahun (usia sekolah). Dan memasuki usia remaja fleksibilitas mereka cenderung mencapai puncak perkembangannya, setelah fase itu secara perlahan-lahan fleksibilitas mereka menurun (verducci, 1980: 253). Perbaikan dalam fleksibilitas otot dapat mengurangi terjadinya cidera pada otot-otot, membantu dalam mengembangkan kecepatan, koordinasi, kelincahan atau agility, membantu memperkembangkan prestasi, menghemat pengeluaran tenaga 46 pada waktu melaksanakan gerakan dan memperbaiki sikap tubuh (Harsono, 1988: 163). Macam-macam latihan peregangan terdiri dari, 1) peregangan balistik, 2) peregangan statis, 3) peregangan pasif, dan 4) peregangan kontraksi-relaksasi Fleksibilitas tubuh menunjang sekali keterampilan dan prestasi kejuaraan wheelchair race. Atlet dapat belajar teknik kayuhan wheelchair sehingga menghasilkan prestasi yang memuaskan jika memiliki tubuh yang lentur dan tidak kaku. Fleksibilitas juga bisa sangat menentukan apakah seseorang atlet wheelchair racedapat memberikan dorongan yang lebih cepat pada kursi rodanya. Selalu melakukan pemanasan kemudian melenturkan tubuh (streching) sebelum berlatih wheelchair race. Kombinasi kelentukan dan kekuatan akan menjadi alur gerak (fluidity) si Atlet, mudah dan mengesankan latihan khususnya untuk meningkatkan kelenturan tubuh.Sedangkan menurut Harsono (1988:163), mengemukakan bahwa kelentukan adalah kemampuan untuk melakukan gerakan dalam ruang gerak sendi. Kecuali oleh ruang gerakan sendi kelentukan juga ditentukan oleh elastis tidaknya otot-otot, tendo, dan ligamen. Kesimpulan yang dapat ditarik dari pendapat di atas, maka orang yang mempunyai kelentukan yang baik, khususnya kelentukan togok adalah orang yang mempunyai ruang gerak yang luas dalam sendi-sendi togok dan mempunyai otot-otot yang elastis pada togok. Atlet wheelchair race yang memiliki kelentukan togok yang baik, akan dapat mengarahkan tenaga yang lebih besar pada saat melakukan dorongan kedepan dalam keterampilan bermain wheelchair. Ini disebabkan, dengan fleksibilitas 47 togok yang baik, maka atlet wheelchair akan dapat melakukan gerakan secara elastis dan luwes pada saat melakukan gerakan mendorong ring pada wheelchair . Dengan demikian untuk mendapatkan keterampilan yang baik, maka atlet wheelchair race harus memiliki fleksibilitas togok yang baik. Kelentukan yang baik menurut Harsono, (1988:163), bahwa: a. Mengurangi kemungkinan terjadinya cedera-cedera pada otot dan sendi. b. Membantu dalam mengembangkan kecepatan, koordinasi, dan kelincahan. c. Membantu perkembangan prestasi d. Menghemat pengeluaran tenaga pada waktu melakukan gerakan-gerakan. e. Membantu memperbaiki sikap tubuh. Untuk mengembangkan fleksibilitas togok dapat dilakukan latihan peregangan otot, seperti: peregangan dinamis dan peregangan statis. Memperbaiki kelentukan daerah gerak suatu persendian, harus dilakukan beberapa bentuk peregangan yang dinamis dan statis agar badan dapat menjadi normal kembali atau bahkan kondisi lebih baik. Sehingga dengan fleksibilitas togok yang baik akan membuat gerakan keterampilan bermain wheelchair yang luwes dan tidak kaku. Pada olah raga wheelchair race flexibilitas togok sangat berperan sabagai pendorong untuk kayuhan pada ring wheelchair, segingga didapatkan putaran roda yang lebih kuat dan cepat.Flexibilitas togok pada penelitian ini adalah kemampuan untuk melakukan gerakan dalam ruang gerak sendi terutama sendi-sendi dalam vertebrae. Adapun tulang dan otot yang terdapat pada os vertebrae 8 48 segmencervicales12 segmen thoracales, 5 segmen lumbalis, 5 segmen sacrales dan 1 segmen coccygeus. 5. Latihan a. Pengertian Latihan Ada beberapa definisi menurut para ahli mengenai latihan. Menurut Harsono (1988:101),” latihan adalah proses yang sistematis dari latihan tau bekerja, yang dilakukan secara berulang-ulang, dengan kian hari kian menambah jumlah latihannya atau pekerjaannya”. Menurut Suharno HP (1993:7) “Latihan adalah suatu proses penyempurnaan atlet secara sadar untuk mencapai mutu prestasi maksimal dengan diberi beban-beban fisik,teknik, tatik, dan mental secara teratur, terarah, meningkat, bertahap dan berulang-ulang waktunnya”. Menurut Yusuf Adisasmita dan Aip Syarifuddin (1996: 145) bahwa, “Latihan adalah proses yang sistematis dari berlatih yang dilakukan secara berulang-ulang, dengan kian hari kian menambah jumlah beban latihan serta intensitas latihannya”. Dari batasan yang dikemukakan di atas, dapat dirumuskan bahwa latihan olahraga adalah aktifitas olahraga yang dilakukan berulang-ulang, secara kontinyu dengan peningkatan beban latihan secara periodik dan berkelanjutan serta dilakukan berdasar jadwal, pola dan sistem serta metodik tertentu untuk mencapai tujuan yaitu meningkatkan prestasi olahraga. Penambahan beban harus secara teratur dan terus menerus dikontro. Dengan cara ini atlit tersebut mendapatkan informasi obyektif tentang kemajuannya. Dan pelatih mempunyai umpan baliik tentang efisiensi langkah-langkah latihan. 49 Jossef Nossek (1982:3), mengemukakan pengaturan latihan dilaksanakan dalam lima langkah yaitu : 1) Penentuan (diaknosis) teentang tingkat kondissi awal dan aktual dengan menggunakan berbagai jenis tes. 2) Persiapan program latihan, yang mempertimbangkan titik-titik kelemahan, kekurangan dan kelebihan. 3) Pelaksanan program latihan untuk periode tertentu yang telah direncanakan. 4) Pengecekan peningkatan kondisi fisik tersebut dengan menggunakan metode observasi, penilaian dan tes-tes kondisi yangkhusus atau kompetitif. 5) Perbandingan standar kondisi awal dengan kondisi sekarang, evaluasi dan penyimpulan. b. Tujuan Latihan Tujuan latihan dapat dicapai secara optimal jika berpedoman pada prinsip latihan yang benar. Dari prinsip-prinsip latihan tersebut harus dipahami dan dilaksanakan dengan baik dalam latihan. Latihan tanpa berpedoman pada prinsipprinsip latihan yang tidak benar , maka tujuan latihan tidak akan tercapai. Menurut Fox, (1984: 51) “keberhasilan dalam penampilan olahraga tidak hanya ditentukan oleh pencapaian pada domain fisik saja, melainkan jaga ditentukan oleh pencapaian pada domain psikomotor, domain kognitif dan afektif”. Keempat domain tersebut saling berkaitan satu dengan yang lain. Dalam pencapaian tujuan latihan harus diperhatikan beberapa prinsip dasar latihan khusus. 50 c. Aspek- aspek latihan Prestasi olahraga merupakan akumulasi dari kualitas fisik, teknik, taktik dan kematangan mental atau psikis. Untuk mencapai prestasi yang tinggi diperlukan persiapan perancanaan dengan sasaran yang tepat meliputi persiapan fisik, teknik, taktik dan mental. Menurut Harsono, (1998: 100) “ Untuk mencapai tujuan latihan, ada empat aspek yang perlu diperhatikan oleh pelatih, yaitu latihan fisik, latihan teknik, latihan taktik dan latihan mental”. Keempat latihan tersebut sangatlah penting untuk pencapaian hasil latihhan yang maksimal, dikarenakan kempat aspek tersebut merupakan hal hal yang mendasar atau pondasi bagi seorang atlit dalam pertandingan atau perlombaan untuk mencapai prestasi yang maksimal. Keempat aspek latihan diuraikan sebagai berikut: 1) Latihan Fisik Pengertian fisik dalam olahraga adalah kemampuan biomotor atau komponen kebugaran atau fitnes yang diperlukan atlet sesuai dengan cabang olahraga dan perannya. Pembinaan fisik merupakan pembinaan awal dan sebagai dasar pokok dalam latihan olahraga untuk mencapai suatu prestasi. Oleh karena itu kondisi fisik yang prima haruslah dimiliki oleh setiap atlit sesuai dengan cabang olaahraga yang ditekuninya. Latihan fisik prinsipnya adalah memberikan latihan secara teratur, sistematik, dan berkesinambungan sehingga meningkatkan kemampuan didalam melakukan aktifitas fisik sesuai dengan cabang olahraga yang ditekuninya. 51 Pembinaan kondisi fisik dalam olahraga sangat penting sekali dan pertama yang harus dilatih secara intensif, karena fisik merupakan fondasi dari bangunan prestasi , sebab teknik, taktik dan psikis dapat dikembangkan dengan baik apabila atlet memiliki bekal kualitas fisik yang baik. Beberapa komponen fisik yang perlu dilatih dan dikembangkan adalah dayataha, kekuatan, kelentukan dan kecepatan. 2) Latihan Teknik Pengertian teknik dalam olahraga adalah cara paling efisien dan sederhana untuk memecahkan kuajiban fisik atau masalah yang dihadapi dalam pertandingan. Latihan teknik juga dimaksudkan untuk membentuk dan mengembangkan kebiasaankebiasaan motorik dan neuromuskuler menuju gerakan otomatis. Kesempurnaan teknik dasar setiap cabang olahraga akan menentukan sempurnanya keseluruhan gerakan. Oleh karena itu teknik diperlukan setiap cabang olahraga harus dikuasai dan dilatih dengan baik mulai dari teknik dasar, menengah dan teknik tinggi sehingga menjadi gerakan yang otomatisasi. Untuk mendukung tercapainya kecakapan teknik antara lain adalah analisis gerakan, mekanika, kinesiologi, dan biomekanika.Pada hakikatnya pengembangan teknik merupakan bagian dari usaha meningkatkan keterampilan menuju gerakan yang cermat, efisien dan efektif. Hal ini sesuai pendapat Suharno HP. (1993: 22) bahwa, “Untuk mengotomatisasikan penguasaan unsur gerak fisik, teknik, taktik dan keterampilan yang benar atlet harus melakukan latihan berulang-ulang dengan frekuensi sebanyak-banyaknya secara kontinyu”. 52 Mengulang-ulang gerakan merupakan salah satu cara untuk menguasai suatu teknik cabang olahraga. Setiap pengulangan gerakan teknik hendaknya dimulai dari gerakan yang mudah meningkat ke yang lebih sulit atau kompleks dan dapat dimulai dari bagian menuju keseluruhan atau sebaliknya. Berdasarkan jenisnya penguasaan teknik menurut Sudjarwo (1993: 43) dibedakan menjadi tiga macam yaitu: 1) Teknik dasar, ialah penguasaan teknik tingkat awal yang terdiri dari gerakan dasar dari proses gerak, bersifat sederhana dan mudah dilakukan. Teknik ini biasanya diberikan bagi mereka yang baru belajar keterampilan olahraga tingkat pemula. 2) Teknik menengah, ialah penguasaan teknik yang sudah menuntut kemampuan fisik yang meningkat, misalnya kekuatan, kecepatan, kelincahan, koordinasi dan sebagainya. 3) Teknik tinggi merupakan penguasaan tingkat akhir dari pengembangan tingkat dasar dan tingkat menengah yang menuntut gerakan dengan tempo tinggi, ketepatan dan kecermatan. Penguasaan teknik tinggi memerlukan kualitas kemampuan fisik seperti kecepatan, koordinasi, keseimbangan dan daya ledak (power) guna menunjang gerakan-gerakan yang sulit, simultan bahkan dalam posisi dan kondisi yang sulit pula. Penguasaan teknik yang baik sangat penting dalam usaha pencapaian prestasi olahraga. Oleh karena itu, penguasaan teknik perlu dibina secara cermat dan teratur 53 dengan frekuensi pengulangan yang sebanyak mungkin, sehingga dapat dikuasai dengan baik. 3) Latihan Taktik Pengerttian latihan taktik dalam olahraga adalah siasat yang digunakan untuk mencapai kemenangan secara sportif pada saat bertanding. Latihan taktik juga dapat diartikan sebagai latihan untuk menumbuhkan perkembangan daya tafsir pada atlit, pola-pola permainan, strategi, atau siasat untuk mencapai kemenangan. Menurut H. M. Yusuf Hadisasmita dan Aip Syarifuddin (1996: 118) bahwa, “ taktik adalah kecakapan rohaniah atau kecakapan berfikir dalam melakukan kegiatan olahraga untuk mencapai kemenangan”. Yusuf Adisasmita dan Aip Syarifuddin (1996: 119) menyatakan faktor-faktor pendukung taktik yaitu: 1) Kemampuan fisik. Kemampuan fisik yang baik tidak akan menyebabkan menurunnya tempo bertanding, sehingga tetap mampu melaksanakan taktik dengan segala macam variasinya. 2) Kemampuan teknik. Kecakapan teknik sangat membantu lancarnya tugas-tugas taktik. Dengan memiliki kemahiran teknik maka konsentrasi hanya tertuju kepada taktik saja. 3) Team work. Kerjasama menentukan berhasilnya suatu team. Team work menentukan pengertian-pengertian satu sama lain dalam melaksanakan taktik. 4) Distribusi energi. Pengaturan distribusi energi selama pertandingan harus sesuai dan tepat. Hal ini untuk menghindari menurunya tempo karena kehabisan tenaga 54 sebelum atau selesai bertanding atau tempo bertanding rendah karena tidak menggunakan tenega semestinya. 5) Penguasaan pola-pola pertandingan. Pola pertandingan sebaiknya jangan statis, pola pertandingan hendaknya mempunyai variasi-variasi. Hal ini perlu agar tidak dapat diterka lawan. Di samping itu, dengan adanya variasi dapat digunakan untuk merubah taktik apabila usaha yang terdahulu gagal. Taktik dalam bertanding akan sangat bermanfaat atau berjalan dengan lancar jika didukung kemampuan fisik yang prima, penguasaan teknik yang baik, memiliki kerjasama yang kompak, distribusi energi yang baik serta penguasaan pola-pola pertandingan. Bagian-bagian tersebut saling berkaitan satu dengan lainnya, oleh karena itu harus dikuasai dan dimiliki oleh setiap atlet. Sasaran latihan taktik adalah pengembangan pola pikir untuk mengkondisikan saat bertanding. 4) Latihan Mental Pengertian psikis atau mental dalam olahraga adalah aspek abstrak berupa daya penggerak dan pendorong untuk mewujudkan kemampuan fisik, teknik maupun taktik. Perkembangan mental atlit tidak kalah penting dari perkembangan faktor fisik, teknik dan taktik. Seperti apapun sempurnanya kemampuan kondisi fisik, taktik dan mental seorang atlit, prestasi puncak tidak mungkin tercapai apabila mental atau psikis atlit tersebut lemah. Sebab setiap pertandingan bukan hanya pertandingan atau perlombaan fisik, namun juga pertandingan atauu perlombaan mental, bahkan 70% adalah mental dan hanya 30% masalah yang lainya. Jadi ketika saat bertanding 55 mental yang mempuyai peran yang sangat penting dapat dikatakan sebagai faktor pembeda dan penentu hasil suatu pertandingan. Andi Suhendro (1999: 63) menyatakan, “Mental merupakan daya penggerak dan pendorong untuk mengejawantahkan kemampuan fisik, teknik dan taktik atlet dalam penampilan olahraga”. Mental merupakan kondisi psikologis yang penting dalam kegiatan olaharga. Mental berfungsi sebagai penggerak, pendorong dan pemantap bagi atlet untuk mempraktekkan kemampuan fisik dan skill dalam mencapai pretasi yang tinggi. Alet yang memiliki mental baik akan mampu mengatasi segala kesulitan seperti kegagalan, gangguan emosi, putus asa dan lain sebagainya dengan penuh kesabaran, pengertian dan latihan yang teratur. A. Hamidsyah Noer (1995: 357) menyatakan, “Faktor-faktor penyebab yang dapat mempengaruhi kondisi mental, dapat dikelompokkan dalam dua faktor yaitu: (1) faktor-faktor yang berasal dari dalam atlet (faktor intern), (2) faktor-faktor yang berasal dari luar diri atlet (faktor ekstern)”. d. Prinsip-Prinsip Latihan Latihan merupakan suatu proses yang dilakukan secara teratrur guna mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Untuk mencapai tujuan latihan maka harus berpedoman pada prinsip-prinsip latihan yang benar. Menurut Sudjarwo (1993: 21) bahwa, “Prinsip-prinsip latihan digunakan agar pemberian dosis latihan dapat dilaksanakan secara tepat dan tidak merusak atlet”. 56 Prinsip latihan merupakan garis pedoman yang hendaknya dipergunakan dalam latihan yang terorganisir dengan baik. Agar tujuan latihan dapat dicapai secara optimal, hendaknya diterapkan prinsip-prinsip latihan yang baik dan tepat. Menurut Andi Suhendro (1999: 37) meliputi: “(1) Prinsip beban lebih, (2) Prinsip perkembangan menyeluruh, (3) Prinsip spesialisasi, (4) Prinsip individual, (5) Prinsip latihan bervariasi”. Pendapat tersebut menunjukkan bahwa, prinsip latihan yang harus diperhatikan meliputi lima aspek. Penerapan prinsip-prinsip latihan yang benar akan lebih memperbesar kemungkinan dalam pencapaian tujuan yang diinginkan. Untuk lebih jelasnya prinsip-prinsip latihan dapat diuraikan sebagai berikut: 1) Prinsip Beban Lebih (Over Load Principle) Prinsip beban lebih merupakan dasar dan harus dipahami seorang pelatih dan atlet. Prinsip beban lebih merupakan prinsip latihan yang mendasar untuk memperoleh peningkatan kemampuan kerja. Kemampuan seseorang dapat meningkat jika mendapat rangsangan berupa beban latihan yang cukup berat, yaitu di atas dari beban latihan yang biasa diterimanya. Andi Suhendro (1999: 37) menyatakan, “Seorang atlet tidak akan meningkat prestasinya apabila dalam latihan mengabaikan prinsip beban lebih”. Sedangkan Rusli Lutan dkk. (1992: 95) berpendapat: Setiap bentuk latihan untuk keterampilan teknik, taktik, fisik dan mental sekalipun harus berpedoman pada prinsip beban lebih. Kalau beban latihan terlalu ringan, artinya di bawah kemampuannya, maka berapa lama pun atlet berlatih, betapa 57 sering pun dia berlatih atau sampai bagaimana capek pun dia mengulang-ulang latihan itu, prestasinya tidak akan meningkat. Berdasarkan dua pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa, prinsip beban lebih bertujuan untuk meningkatkan perkembangan kemampuan tubuh. Pembebanan latihan yang lebih berat dari sebelumnya akan merangsang tubuh untuk beradaptasi dengan beban tersebut, sehingga kemampuan tubuh akan meningkat. Kemampuan tubuh yang meningkat mempunyai peluang untuk mencapai prestasi yang lebih baik. Salah satu hal yang harus tetap diperhatikan dalam peningkatan beban latihan harus tetap berada di atas ambang rangsang latihan. Beban latihan yang terlalu berat tidak akan meningkatkan kemampuan atlet, tetapi justru sebaliknya yaitu kemunduran kemampuan kondisi fisik atau dapat mengakibatkan atlet menjadi sakit. 2) Prinsip Perkembangan Menyeluruh Prinsipnya komponen kondisi fisik merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisah-pisahkan baik dalam peningkatan maupun dalam pemeliharaannya. Perkembangan menyeluruh dari kemampuan kondisi fisik merupakan dasar dalam pembentukan prestasi, meskipun pada akhirnya tujuan dalam latihan adalah kemampuan yang bersifat khusus, namun kemampuan yang bersifat khusus tersebut harus didasari oleh kemampuan kondisi fisik secara menyeluruh. Harsono (1988: 109) menyatakan, “Secara fungsional spesialisasi dan kesempurnaan penguasaan suatu cabang olahraga didasarkan pada perkembangan multilateral”. 58 Perkembangan menyeluruh merupakan dasar (pondasi) bagi pelaksanaan program latihan setiap cabang olahraga. Prinsip perkembangan menyeluruh harus diberikan kepada atlet-atlet muda sebelum memilih spesialisasi dalam cabang olahraga tertentu dan mencapai prestasi puncak. Ketika perkembangan ini mencapai tingkat yang memuasakan, khususnya perkembangan fisik, maka atlet memasuki jenjang perkembangan kedua, yaitu spesialisasi pada olahraga tertentu. Jenjang ini akan membimbing atlet menggeluti karier olahraga yang paling tinggi, yaitu penampilan puncak yang merupakan prestasi atlet dalam bidang olahraga. 3) Prinsip Spesialisasi Pengaruh yang ditimbulkan akibat latihan pada dasarnya bersifat khusus, sesuai dengan karakteristik gerakan keterampilan, unsur kondisi fisik dan sistem energi yang digunakan selama latihan. Latihan harus dikhususkan pada olahraga yang dipilihnya serta memenuhi kebutuhan khusus dan strategi untuk olahraga yang dipilih. Latihan itu harus khusus untuk meningkatkan kekuatan atau sistem energi yang digunakan dalam cabang olahraga yang bersangkutan". Pendapat lain dikemukakan Bompa dalam Andi Suhendro (1999:3.13) menyatakan:Spesialisasi latihan olahraga dianjurkan sebagai aktivitas-aktivitas motorik khusus. Ada dua hal yang perlu diperhatikan dalam spesialisasi yaitu (1) melakukan latihan-latihan khusus sesuai dengan karakteristik cabang olahraga. Misalnya latihan-latihan fisik khusus sesuai dengan cabang olahraga yang ditekuni. 59 Berdasarkan prinsip spesialisasi latihan dapat disimpulkan bahwa, program latihan yang dilaksanakan harus bersifat khusus, disesuaikan dengan tujuan yang akan dicapai. Bentuk latihan yang dilakukan harus memiliki ciri-ciri tertentu sesuai dengan cabang olahraga yang akan dikembangkan, baik pola gerak, jenis kontraksi otot maupun kelompok otot yang dilatih harus disesuaikan dengan jenis olahraga yang dikembangkan. 4) Prinsip Individual Manfaat latihan akan lebih berarti, jika di dalam pelaksanaan latihan didasarkan pada karakteristik atau kondisi atlet yang dilatih. Perbedaan antara atlet yang satu dengan yang lainnya tentunya tingkat kemampuan dasar serta prestasinya juga berbeda. Oleh karena perbedaan individu harus diperhatikan dalam pelaksanaan latihan. Meskipun sejumlah atlet dapat diberi program pemantapan kondisi fisik yang sama, tetapi kecepatan kemajuan dan perkembangannya tidak sama". Menurut Andi Suhendro (1999: 3.15) bahwa, “Prinsip individual merupakan salah satu syarat dalam melakukan olahraga kontemporer. Prinsip ini harus diterapkan kepada setiap atlet, sekali atlet tersebut memiliki prestasi yang sama. Konsep latihan ini harus disusun dengan kekhususan yang dimiliki setiap individu agar tujuan latihan dapat tercapai”. Berdasarkan dua pendapat tentang prinsip individual dapat disimpulkan bahwa, latihan yang diterapkan harus bersifat individu. Manfaat latihan akan lebih berarti jika program latihan yang diterapkan direncanakan dan dilaksanakan berdasarkan karakteristik dan kondisi setiap atlet. Seperti dikemukakan Patte Rotella 60 Mc. Clenaghan (1993: 318) bahwa, "Faktor umur, seks (jenis kelamin), kematangan, tingkat kebugaran saat itu, lama berlatih, ukuran tubuh, bentuk tubuh dan sifat-sifat psikologis harus menjadi bahan pertimbangan bagi pelatih dalam merancang peraturan latihan bagi tiap olahragawan". 5) Prinsip Latihan Bervariasi Prestasi yang tinggi dalam olahraga dibutuhkan proses waktu latihan yang cukup lama. Latihan yang memakan waktu cukup lama tentu akan menimbulkan rasa jenuh atau bosan bagi atlet. Untuk itu seorang pelatih harus pandai untuk menghidari rasa bosan atau jenuh dari atlet. Seorang pelatih harus mampu merangcang program latihannya secara bervariasi, agar atlet tetap senang dalam berlatih, sehingga kondisi fisik maupun mental atlet tetap terpelihara dengan baik. Konsep ini harus dipegang teguh oleh seorang pelatih, agar atlet selama mengikuti latihan merasa senang dan dapat berkonsentrasi mengikuti latihan. e. Komponen-Komponen Latihan Setiap kegiatan olahraga yang dilakukan seorang atlet, akan mengarah kepada sejumlah perubahan yang bersifat anatomis, fisiologis, biokimia dan kejiwaan. Efisiensi dari suatu kegiatan merupakan akibat dari waktu yang dipakai, jarak yang ditempuh dan jumlah pengulangan (volume), beban dan kecepatannya intensitas, serta frekuensi penampilan (densitas). Apabila seorang pelatih merencanakan suatu latihan yang dinamis, maka harus mempertimbangkan semua aspek yang menjadi komponen latihan tersebut di atas. 61 Semua komponen dibuat sedemikian dalam berbagai model yang sesuai dengan karakteristik fungsional dan ciri kejiwaan dari cabang olahraga yang dipelajari. Sepanjang fase latihan, pelatih harus menentukan tujuan latihan secara pasti, komponen mana yang menjadi tekanan latihan dalam mencapai tujuan penampilannya yang telah direncanakan. Untuk lebih jelasnya komponen-komponen latihan dapat diuraikan secara singkat sebagai berikut : 1) Volume Latihan Sebagai komponen utama, volume adalah prasyarat yang sangat penting untuk mendapatkan teknik yang tinggi dan pencapaian fisik yang lebih baik. Menurut Andi Suhendro (1999: 3.17) bahwa, “Volume latihan adalah ukuran yang menunjukkan jumlah atau kuantitas derajat besarnya suatu rangsang yang dapat ditujukan dengan jumlah repetisi, seri atau set dan panjang jarak yang ditempuh”. Peningkatan volume latihan merupakan puncak latihan dari semua cabang olahraga yang memiliki komponen aerobik dan juga pada cabang olahraga yang menuntut kesempurnaan teknik atau keterampilan taktik. Hanya jumlah pengulangan latihan yang tinggi yang dapat menjamin akumulasi jumlah keterampilan yang diperlukan untuk perbaikan penampilan secara kuantitatif. Perbaikan penampilan seorang atlet merupakan hasil dari adanya peningkatan jumlah satuan latihan serta jumlah kerja yang diselesaikan setiap satuan latihan. 2) Intensitas Latihan 62 Intensitas latihan merupakan salah satu komponen yang sangat penting untuk dikaitkan dengan komponen kualitatif kerja yang dilakukan dalam kurun waktu yang diberikan. Lebih banyak kerja yang dilakukan dalam satuan waktu akan lebih tinggi pula intensitasnya.Intensitas adalah fungsi dari kekuatan rangsangan syaraf yang dilakukan dalam latihan, dan kekuatan rangsangan tergantung dari beban kecepatan geraknya, variasi interval atau istirahat diantara tiap ulangannya. Suharno HP. (1993: 31) menyatakan, “Intensitas adalah takaran yang menunjukkan kadar atau tingkatan pengeluaran energi atlet dalam aktivitas jasmani baik dalam latihan maupun pertandingan”. Hasil latihan dapat dicapai secara optimal, maka intensitas latihan yang diberikan tidak boleh terlalu tinggi atau terlalu rendah. Intensitas suatu latihan yang tidak memadai atau terlalu rendah, maka pengaruh latihan yang ditimbulkan sangat kecil bahkan tidak ada sama sekali. Sebaliknya bila intensitas latihan terlalu tinggi dapat menimbulkan cidera. 3) Densitas Latihan Menurut Andi Suhendro (1999: 3.24) bahwa, “Density merupakan ukuran yang menunjukkan derajat kepadatan suatu latihan yang dilakukan”. Dengan demikian densitas berkaitan dengan suatu hubungan yang dinyatakan dalam waktu antara kerja dan pemulihan. Densitas yang mencukupi akan menjamin efisiensi latihan, menghindarkan atlet dari kelelahan yang berlebihan. Densitas yang seimbang 63 akan mengarah kepada pencapaian rasio optimal antara rangsangan latihan dan pemulihan. Istirahat interval yang direncanakan diantara dua rangsangan, bergantung langsung pada intensitasnya dan lamanya setiap rangsangan yang diberikan. Rangsangan di atas tingkat intensitas submaksimal menuntut interval istirahat yang relatif lama, dengan maksud untuk memudahkan pemulihan seseorang dalam menghadapi rangsangan berikutnya. Sebaliknya rangsangan pada intensitas rendah membutuhkan sedikit waktu untuk pemulihan, karena tuntutan terhadap organismenya pun juga rendah. 4) Kompleksitas Latihan Kompleksitas dikaitkan pada kerumitan bentuk latihan yang dilaksanakan dalam latihan. Kompleksitas dari suatu keterampilan membutuhkan koordinasi, dapat menjadi penyebab penting dalam menambah intensitas latihan. Keterampilan teknik yang rumit atau sulit, mungkin akan menimbulkan permasalahan dan akhirnya akan menyebabkan tekanan tambahan terhadap otot, khususnya selama tahap dimana koordinasi syaraf otot berada dalam keadaan lemah. Suatu gambaran kelompok individual terhadap keterampilan yang kompleks, dapat membedakan dengan cepat mana yang memiliki koordinasi yang baik dan yang jelek. Seperti dikemukakan Astrand dan Rodahl dalam Bompa (1990: 28) “Semakin sulit bentuk gerakan latihan semakin besar juga perbedaan individual serta efisiensi mekanismenya”. Misal pada 64 olahraga lari 100 meter gerakan kompleks dimulai dari gerakan start sampai gerakan lari. 6. Hubungan prestasi wheelcair race dalam setiap Variabel dan Peranannya Dalam prestasi wheelcair race, variabel panjang lengan, power lengan, pewer otot perut, fleksibilitas togok, sangat erat pengaruhnya terhadap prestasi wheelcair race. Disini akan dijelaskan hubungan prestasi wheelcair race dalam setiap variabel beserta peranannya untuk mencapai prestasi wheelcair race yang maksimal. a. Variabel panjang lengan terhadap prestasi wheelcair race Panjang lengan seseorang ditentukan oleh tulang dan otot. Orang yang lengannya lebih panjang secara otomatis memiliki tulang yang panjang demikian pula sebaliknya. Tulang sebagai alat pasif dan otot sebagai alat gerak aktif. Sehingga dapat dikatakan bahwa semakin panjang tulang akan memberikan kemungkinan gaya yang lebih besar sesuai dengan sistem tuas atau pengungkit. Panjang lengan merupakan unsur antropometrik yang dilandasi oleh pertumbuhan tulang dan disertai dengan serabut otot yang lebih panjang sehingga akan menentukan dan pengaruh pada gaya, kekuatan dan power pada saat atlet mendorong ring pada wheelcair. Seorang atlet disabilitas pada nomor whieelchair sangat tergantung dari peran lengan. Dan lengan salah satu faktor yang banyak berpengaruh dalam aktifitas olahraga guna mencapai prestasi adalah tinggi badan. 65 Hal tersebut sejalan pendapat H.clarke (1997:11) yang mengatakan bahwa :” the type of individual’s structure is an essensial factor in his motor performance”. Kalimat ini mengandung arti :bentuk struktur tubuh seseorang adalah suatu faktor yang sangat mendasar bagi pelaksana geraknya. Khusus untuk atlet wheelchair yang digunakan untuk dapat bergerak pindah dari satu tempat ke tempat yang lain adalah lengan. Berbicara tentang lengan, tidak terlepas dari tulang dan otot manusia itu sendiri. Secara anatomis panjang lengan terdiri dari tulang Os Humerus, Os Radius, Os Ulnae, Os Methapalangea. 11 Tulan-tulang tersebut berorigo dan insersio pada bagian atas dan bawah tulang. Selain itu juga terdapat otot-otot pada lengan antara lain : 1) Otot Deltoid 2) Otot Trisep 3) Otot Bisep Brakhii 4) Otot Brakhialis 5) Otot Brachioradialis 6) Otot Pronator Teres 7) Otot Palmaris Longus 8) Otot Extensor Karpi Radialis Longus 9) Otot Extensor Digitorum 10) Otot Extensor Karpi Ulnaris 11) Otot Extensor Retinakulum Dengan demikian semakin panjang lengan keseluruhan seseorang akan semakin jauh jangkauannya. Semakin jauh jangkauannya, bila diasumsikan kekuatan dan kecepatannya sama, maka akan semakin pendek waktu yang ditempuh untuk jarak tertentu. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa panjang atau pendeknya lengan keseluruhan berpengaruh terhadap kecepatan dorongan pada wheelcair race 66 b. Variabel berat badan terhadap prestasi wheelcair race Berat Badan adalah parameter antropometri yang sangat labil. Dalam keadaan normal, di mana keadaan kesehatan baik dan keseimbangan antara konsumsi dan kebutuhan zat gizi terjamin, berat badan berkembang mengikuti pertambahan umur. Sebaliknya dalam keadaan yang abnormal, terdapat dua kemungkinan perkembangan berat badan, yaitu dapat berkembang cepat atau lebih lambat dari keadaan normal. Berat badan harus selalu dimonitor agar memberikan informasi yang memungkinkan intervensi gizi yang preventif sedini mungkin guna mengatasi kecenderungan penurunan atau penambahan berat badan yang tidak dikehendaki. Berat badan harus selalu dievaluasi dalam konteks riwayat berat badan yang meliputi gaya hidup maupun status berat badan yang terakhir. Penentuan berat badan dilakukan dengan cara menimbang (Anggraeni, 2012). Jadi, atlet yang berat tubuhnya besar harus mengerahkan daya otot yang lebih besar pula untuk menyebabkan massa tubuhnya bergerak. Sekali ia bergerak dalam arah tertentu, ia pun harus mengerahkan tenaga yang besar pula untuk menghentikan atau mengubah arah gerak tubuhnya. Ini berarti, bahwa atlet dengan massa tubuh ringan mempunyai inertia yang lebih kecil dan memerlukan tenaga yang lebih kecil pula untuk bergerak atau menghentikan gerakannya. c. Variabel power lengan terhadap prestasi wheelcair race Menguasai teknik mengayuh ring roda wheelchair dengan baik dan benar sangat penting agar dapat mendorong dengan cepat dan baik. Setiap aktivitas 67 olahraga, otot merupakan komponen tubuh yang dominan dan tidak dapat dipisahkan. Semua gerakan yang dilakukan oleh manusia karena adanya otot, tulang, persendian, ligamen, serta tendon sehingga gerakan dapat terjadi melalui gerakan tarikan otot serta jumlah serabut otot yang diaktifkan. Power adalah gabungan dari komponen kekuatan dan kecepatan. Para ahli dalam bidang olahraga dan memberikan definisi tentang power yang berbeda-beda, akan tetapi pada umumnya memberikan pengertian yang sama, seperti yang dikemukakan oleh M. Sajoto (1988: 67) bahwa: ”power adalah kemampuan seseorang untuk melakukan kekuatan maksimal dengan usaha-usaha yang dikerahkan dalam waktu yang sependek-pendeknya”. Harsono (1988: 199) mendefinisikan: ”power sebagai hasil dari force x velocity, di mana force sepadan (equifalent) dengan strength dan velocity dengan speed”. Power adalah kemampuan otot atlet untuk mengatasi tahanan beban dengan kekuatan dan kecepatan maksimal dalam satu gerak yang utuh. Power merupakan kemampuan fisik yang tersusun dari beberapa komponen diantaranya komponen yang menonjol adalah kekuatan dan kecepatan (Bompa, 1990: 264). Dari definisi di atas, Keberhasilan dorongan pada wheelchair racedidukung oleh koordinasi gerak seluruh tubuh yang berakhir dalam bentuk gerakan tarik yang kuat dan cepat pada ring wheelcair yang didukung oleh power lengan. pada olahraga 68 wheelchair power lengan sangat dibutuhkan dan dominan untuk mendorong roda dapat berputar cepat. d. Variabel Kekuatan otot perut terhadap prestasi wheelcair race Menurut M. satojo(1995:8), berpendapat bahwa kekuatan adalah komponen kondisi fisik seseorang tentang kemampuannya dalam mempergunakan otot untuk menerima beban sewaktu bekerja. Dalam penelitian ini yang di maksud kekuatan otot perut adalah gerakan-gerakan kontraksi otot perut saat menarik ring dari wheelchair.Kontraksi otot di bedakan atas dua macam kekuatan masing-masing adalah kekuatan statis dan kekuatan dinamis. Kekuatan statis adalah kekuatan efektif maksimal yang dilakukan oleh organ dalam dalam kegiatan terhadap benda yang tidak bergerak. Dan kekuatan dinamis adalah kekuatan daya otot-otot untuk memindahkan posisi suatu benda dari suatu tempat ke tempat yang lain..Kontraksi otot di gunakan untuk menghasilkan tenaga internal yang mengatur gerakan bahagian-bahagian badan. Perut atau abdominal adalah kelompok anggota tubuh bagian togok yang didalamnya merupakan kelompok otot perut yang bersumbu pada persendian togok. Kelompok otot perut (muscle abdominal group) meliputi: Otot perut bagian dalam (transversus abdominis), Otot perut bagian samping (obliges abdominis), dan otot perut bagian depan (rectus abdominis). Jika dilihat dari karakteristik tekhnik dari wheelchair maka dominan otot yang lebih banyak berperan adalah otot perut bagian depan (rectus abdominius). Pada perut letak titik berat badan sehingga perlu dilatih 69 untuk dapat menghasilkan gaya yang besar. Dari gaya yang besar maka menghasilkan power sehingga dapat memberikan dorong yang lebih kuat pada wheelchair. e. Variabel Fleksibilitas Togok terhadap prestasi wheelcair race Menurut Setiawan (1991:67) fleksibilitas adalah kemampuan seseorang dapat melakukan gerak dengan ruang gerak seluas-luasnya dalam persendian. Fleksibilitas yaitu kapasitas melakukan pergerakan dengan jangkauan yang seluas-luasnya (Bompa:1994: 317). Fleksibilitas adalah spesifikasi dari tulang sendi. Perempuan cenderung lebih fleksibel dibanding laki-laki dalam semua usia. Fleksibilitas akan menurun seiring berkurangnya aktivitas (Gallahue dan Ozmun 1998: 286). Pada saat melakukan keterampilan wheelcair selain kelentukan togok, juga akan mempengaruhi kelentukan pada sendi. Dengan adanya kelentukan, maka seorang atlet wheelchairdapat membungkukkan punggung guna memberi dorongan lebih kuat dan dapat menambah kecepatan dalam sprint wheelcair race . Latihan pengembangan kelentukan togok dapat berpengaruh terhadap peregangan otot, tendo, dan ligamen, serta memperkuat gerakan untuk dapat bergerak sarnpai batas maksimal dan dapat memperluas gerakan persendian. Latihan kelentukan togok memulihkan jangkauan gerakan yang normal, memperbaiki keluwesan dan kekenyalan otot, mengembangkan aliran darah yang lebih efisien dalam jaringan kapiler, menyebabkan pengendoran otot, dan mengurangi kemungkinan cedera dalam jaringan lemak. 70 B. Kerangka Berfikir Kerangka pemikiran yang akan dikemukakan dalam penelitian ini, berdasarkan pada teori yang benar dan berkaitan dengan variabel yang menjadi obyek dalam penelitian ini. Selain kerangka berpikir tersebut juga merupakan dasar pemikiran dari penelitian yang akan dikembangkan dalam penelitian ini. Berdasarkan landasan teori yang telah diuraikan dapat dirumuskan kerangka pemikiran sebagai berikut : Ada dua faktor yang dapat pendukung prestasi, yaitu faktor eksternal dan faktor internal. Faktor ekstenal yaitu fasilitas latihan dan kompetisi, dan situasi-kondisi latihan dan kompetisi. Sedangkan faktor internalnya adalah anthropometri, kondisi fisik, psikologik, taktik dan teknik. Yang diteliti dalam penelitian ini adalah anthropometri dan kondisi fisik. Anthropometri dan kondisi fisik merupakan unsur yang penting dalam menunjang penampilan atlet dalam suatu pertandingan. Setiap nomor pertandingan kelas wheelchair race harus didukung dengan kondisi fisik yang prima. Penting nya kondisi fisik bagi atlet saat betanding baik secara teoritis maupun secara empiris tidak dapat disangkal lagi. Hal ini sebagaimana dijelaskan oleh Harsono (1988 : 153) bahwa, “Sukses dalam olahraga sering menuntut keterampilan yang sempurna dari kondisi fisik dalam meningkatkan prestasi atlet”. Unsur kondisi fisik yang berpengaruh pada olahraga wheelchair race antara lain kekuatan otot perut, power otot lengan, fleksibilitas togok. Unsur anthropometri yang berpengaruh antara lain, berat badan dan panjang lengan. 71 Secara skematis faktor dominan antara lain panjang lengan, berat badan, kekuatan otot perut, power otot lengan, fleksibilitas togok dengan olahraga dapat digambar sebagai berikut: Gambar 2.17. Faktor-faktor Penentu Prestasi ( Sumber: http//www.google.com/faktor-penentu-prestasi ) 72 Faktor-faktor pendukung prestasi wheelcair race 100m Anthropometri Kondisi fisik 1. Berat badan 1. Power lengan 2. Fleksibilitas Togok 3. Kekuatan otot perut 2. Panjang lengan prestasi wheelcair race 100m C. Hipotesis Berdasarkan kajian teori yang dibangun di atas, maka hipotesis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: variabel yang lebih dominan pada wheelchair race adalah variabel power otot lengan dan variabel berat badan